Studi Pembungaan Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) untuk Seleksi Galur Tetua Persilangan

STUDI PEMBUNGAAN SORGUM (Sorghum bicolor (L.) Moench)
UNTUK SELEKSI GALUR TETUA PERSILANGAN

JOREX DANIEL MOMONGAN

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Studi Pembungaan
Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) untuk Seleksi Galur Tetua Persilangan
sebagai Tetua adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam daftar pustaka dibagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2013
Jorex Daniel Momongan
NIM A24090180

ABSTRAK
JOREX DANIEL MOMONGAN. Studi Pembungaan Sorgum (Sorghum bicolor
(L.) Moench) untuk Seleksi Galur Tetua Persilangan. Dibimbing oleh
TRIKOESOEMANINGTYAS dan ENDAH RETNO PALUPI.
Seleksi tetua dalam rangka perakitan varietas baru memerlukan informasi
terkait biologi pembungaan. Percobaan ini dilakukan di Kebun Percobaan IPB,
Leuwikopo, Bogor terhadap 10 galur sorgum yang bertujuan untuk mendapatkan
informasi morfologi dan biologi reproduksi tanaman sorgum untuk seleksi galur
potensial sebagai tetua. Pengamatan karakter kuantitatif dan kualitatif dilakukan
berdasarkan pada panduan dalam IBPGR. Galur-galur yang digunakan adalah
N/UP 82-3, N/UP 118-7, N/UP 89-3, P/I 150-20 A, P/I 10-90 A, P/I 150-21 A, P/I
5-193 C, UPCA, Numbu dan Kawali. Galur-galur yang diuji mempunyai karakter
agronomi yang berbeda. Galur yang sesuai untuk calon tetua persilangan untuk
perbaikan tinggi tanaman adalah P/I 150-20 A, untuk perbaikan potensi hasil
adalah Numbu dan N/UP 118-7. Galur-galur sorgum yang diuji mempunyai

morfologi bunga yang berbeda dalam warna stigma, tipe eksersi malai dan bentuk
malai, tetapi tidak berbeda dalam kepadatan malai. Semua galur dapat digunakan
sebagai tetua untuk karakter eksersi malai kecuali galur N/UP 89-3 dan N/UP
118-7. Galur-galur yang diuji mempunyai umur berbunga yang berbeda. Viabilitas
serbuk sari terbaik diperoleh dari tiap bagian malai (distal, tengah dan proksimal)
pada hari antesis.
Kata kunci: antesis, serbuk sari, viabilitas

ABSTRACT
JOREX DANIEL MOMONGAN. Study of Sorghum (Sorghum bicolor (L.)
Moench) Enflorescence for Selection of Parental Lines. Supervised by
TRIKOESOEMANINGTYAS and ENDAH RETNO PALUPI.
Selection of parental stock for variety improvement needs understanding
of flowering characteristic. The experiment was aimed at obtaining informations
on flowering biology of sorghum and reproductive potential for selecting potential
lines as parents. The experiment was conducted in IPB University Farm,
Leuwikopo, Bogor with 10 sorghum lines. Evaluation of quantitative and
qualitative characters observed was based on indicators described by IBPGR.
Lines that were used were N/UP 82-3, N/UP 118-7, N/UP 89-3, P/I 150-20 A, P/I
10-90 A, P/I 150-21 A, P/I 5-193 C, UPCA, Numbu and Kawali. The ten sorghum

lines showed variability in agronomic characters. The line suitable for parental
line to improve plant height is P/I 150-20 A, they are good candidates for parental
line to improve spike characters except N/UP 89-3 and N/UP 118-7. Numbu and
N/UP 118-7 are the best line to be used as parental line to improve yield potential.
The sorghum lines showed variability in the stigma colour, spike exsertion and
type of panicle, but all have similar panicle density at maturity. The lines are good
candidate as parental lines to improve panicle exsertion except N/UP 89-3 and
N/UP 118-7. The sorghum lines showed variability in time to flowering and the

best pollen viability was obtained at anthesis from different parts of the panicle
(distal, middle, proximal).
Key words: anthesis, pollen, viability

STUDI PEMBUNGAAN SORGUM (Sorghum bicolor (L.) Moench)
UNTUK SELEKSI GALUR TETUA PERSILANGAN

JOREX DANIEL MOMONGAN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi: Studi Pembungaan Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) untuk
Seleksi Galur Tetua Persilangan
Nama
: Jorex Daniel Momongan
NIM
: A24090180

Disetujui oleh

Dr Ir Trikoesoemaningtyas, MSc

Pembimbing I

Dr Ir Endah Retno Palupi, MSc
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Agus Purwito, MScAgr
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan bimbingan-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
Studi Pembungaan Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) untuk Seleksi Galur
Tetua Persilangan. Skripsi ini merupakan laporan hasil penelitian yang telah
penulis laksanakan. Penelitian ini dilaksanakan karena terdorong keinginan untuk
mengetahui keragaan karakter kuantitatif serta kualitatif tanaman sorgum yang
baik untuk dijadikan tetua dan hasil penelitian diajukan sebagai tugas akhir untuk

memperoleh gelar sarjana.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Ayah yaitu Bertty Desmon Momongan dan ibu yaitu Daisy Nicoline Elfrida
Saroinsong yang telah mendampingi penulis selama 22 tahun kehidupan
penulis, keluarga, dan kerabat yang selalu memberikan dukungan serta doa
kepada penulis.
2. Dr Ir Trikoesoemaningtyas, MSc sebagai dosen pembimbing skripsi I dan Dr
Ir Endah Retno Palupi, MSc sebagai dosen pembimbing skripsi II yang telah
memberikan bimbingan dan pengarahan dalam pelaksanaan penelitian dan
penyusunan skripsi.
3. Dr Desta Wirnas, SP, MSi selaku dosen pembimbing akademik atas arahan
dan masukannya selama penulis melaksanakan studi.
4. Rekan-rekan yang tergabung dalam tim sorgum khususnya Mayang Sari,
Catur, Afidatus, Patricia, Bu Mawie, Pak Eki, dan Pak Edi yang selalu
memberikan dukungan dan bantuannya selama pelaksanaan penelitian, serta
Mayer Fitria atas dukungan dan kasihnya selama penulis melaksanakan studi
di IPB.
5. Seluruh dosen dan karyawan Departemen Agronomi dan Hortikultura yang
telah memberikan bantuannya.
6. Semua pihak yang telah memberikan dukungan dan bantuan secara langsung

maupun tidak langsung selama pelaksanaan studi, penelitian dan penyusunan
skripsi.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa atau sivitas akademik
Institut Pertanian Bogor khususnya dan semua pihak yang memerlukan.

Bogor, Februari 2014

Jorex Daniel Momongan

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

PENDAHULUAN


1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

2

Botani Sorgum

2

Syarat Tumbuh Sorgum


3

Biologi Bunga Sorgum

4

Persilangan Sorgum

4

METODE

5

Bahan

5

Alat


5

Lokasi dan Waktu

5

Prosedur Percobaan

6

Analisis Data

8

HASIL DAN PEMBAHASAN

8

Kondisi Umum Penelitian


8

Keragaan Karakter Kuantitatif

9

Korelasi Karakter Pertumbuhan dengan Komponen Hasil

12

Keragaan Karakter Kualitatif

14

Viabilitas Serbuk Sari

16

KESIMPULAN DAN SARAN

19

Kesimpulan

19

Saran

19

DAFTAR PUSTAKA

19

RIWAYAT HIDUP

22

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7

Rekapitulasi sidik ragam keragaan genotipe-genotipe sorgum
Keragaan nilai tengah karakter pertumbuhan
Keragaan nilai tengah karakter komponen hasil
Korelasi karakter pertumbuhan dengan bobot malai
Keragaan karakter kualitatif biji
Keragaan karakter kualitatif stigma dan malai
Periode produksi serbuk sari yang viabel selama 7 hari

9
10
11
13
15
16
18

DAFTAR GAMBAR
1 Gambar 1 Kondisi tanaman pada 5 MST
2 Gambar 2 Warna biji sorgum: Kawali (A), Numbu (B), UPCA (C), P/I
5-193 C (D), P/I 150-21 A (E), P/I 10-90 A (F), P/I 150-20 A (G),
N/UP 89-3 (H), N/UP 118-7 (I), N/UP 82-3 (J)
3 Gambar 3 Contoh warna stigma: putih (A), kuning (B)
4 Gambar 4 Serbuk sari viabel (panah hijau) dan tidak viabel (panah
merah)
5 Periode produksi serbuk sari yang viabel selama 7 hari pada malai
bagian atas/ distal, tengah, bawah/ proksimal

9

15
16
17
17

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) adalah tanaman pangan yang
berasal dari Afrika (House 1985). Tanaman ini dapat dijadikan sebagai solusi
krisis pangan dan energi, karena dapat dijadikan alternatif bahan makanan dan
bahan bakar (Hoeman 2007). Penelitian ini diharapkan dapat menyediakan
informasi dasar untuk penelitian selanjutnya terkait seleksi galur yang potensial
untuk dijadikan tetua betina dalam perakitan varietas baru tanaman sorgum.
Tanaman sorgum merupakan tanaman serealia terpenting kelima setelah
padi, gandum, jagung, dan barley (FSD 1999). Penyebaran tanaman ini masih
belum diketahui secara pasti, namun para ahli menyebutkan bahwa tanaman ini
diperbanyak di Ethiopia di sepanjang sungai Nil sampai ke Timur Dekat (Near
East), ke India sampai ke Thailand. Sorgum tipe Durra dipercaya telah
diintroduksi ke daerah Arab ketika dimulainya Kerajaan Sabian tahun 1.000
sampai 800 sebelum Masehi, kemudian menyebar ke Timur Dekat melalui rute
perdagangan (House 1985).
Sorgum merupakan tanaman pokok di banyak negara di seluruh dunia
namun produksinya tidak dapat mengikuti tingkat permintaan (Ramakrishna dan
Gowda 1998). Produksi sorgum dunia mencapai 54 juta ton dari luasan lahan 44
juta hektar pada tahun 1995 dan tetap pada angka tersebut pada tahun 2011
dengan luas lahan total sebanyak 35 juta ha (FAO 2013). Sorgum yang diproduksi
di daerah Asia berjumlah 15 juta ton dari luasan lahan 14.1 juta hektar pada tahun
1996 (Reddy dan Rao 1998) menjadi 10.5 juta ton dari luasan lahan 9 juta ha di
tahun 2011 (FAO 2013). Produksi sorgum di beberapa negara pada tahun 2011
misalnya: Australia yaitu 1.9 juta ton, India sebanyak 7 juta ton, Amerika Serikat
dan Ethiopia masing-masing memproduksi 5.4 juta ton dan 3.9 juta ton sorgum
(FAO 2013). Produksi negara-negara tersebut mengalami kenaikan dan penurunan,
namun data dari FAO (2012) menunjukkan bahwa penurunan yang paling banyak
terjadi pada negara Amerika Serikat karena pada tahun 2009 produksi sorgum
negara tersebut mencapai 9 juta ton.
Produksi dan penelitian sorgum di Indonesia masih belum dipioritaskan.
Namun kemampuan sorgum yang toleran kekeringan dan genangan air memiliki
potensi tinggi untuk di tanam di daerah timur Indonesia. Daerah-daerah utama
produksi sorgum di Indonesia antara lain: Jawa Timur, Jawa Tengah, Sulawesi
Selatan, Nusa Tenggara Timur, dan Nusa Tenggara Barat. Produksi sorgum total
mencapai 26.500 ton dengan luasan lahan sekitar 18.600 hektar pada tahun 1987
namun terjadi konversi komoditas sehingga luasan total untuk penanaman sorgum
tinggal 8000 hektar pada tahun 1996 (Baco et al. 1998).
Pemanfaatan sorgum sebagai bahan pangan utama sudah dilakukan di
banyak negara. Di negara-negara misalnya India, Nigeria, dan Kenya, sorgum
dimanfaaatkan sebagai bahan pangan utama dengan cara diolah menjadi bubur
(FSD 1999). Sorgum dapat pula dimanfaatkan untuk diolah lebih lanjut menjadi
biskuit, manisan, minuman, dan bir (Aribisala 1990).

2

Pembentukan varietas hibrida pada sorgum dilakukan setelah melihat
kesuksesan pembentukan varietas hibrida pada jagung. Perbedaan pembentukan
varietas hibrida pada sorgum dan jagung terletak pada metode. Pembentukan
varietas hibrida pada jagung dilakukan dengan metode single cross hybrid,
modified single cross hybrid, dan three way cross combination, sedangkan
pembentukan varietas hibrida pada sorgum dilakukan dengan metode A-line Bline R-line. Perbedaan metode pembentukan varietas hibrida pada jagung dan
sorgum disebabkan oleh tipe reproduksi kedua tanaman yang berbeda. Jagung
merupakan tanaman berumah satu sehingga tidak perlu menggunakan tanaman
mandul jantan untuk produksi varietas hibrida. Sedangkan sorgum merupakan
tanaman hermaprodit sehingga perlu menggunakan galur mandul jantan untuk
produksi varietas hibrida. Galur-galur sorgum tertentu yang disilangkan dapat
menghasilkan sorgum hibrida yang sangat vigor. Sorgum hasil hibridisasi antara
galur murni terpilih dapat menghasilkan 25-40% diatas standar produksi sorgum
komersial. Namun, pemanfaatan sorgum hibrida masih memiliki rintangan yaitu
kesalahan dalam perencanaan pemanfaatan sorgum untuk persilangan (Poehlman
dan Sleeper 1995).
Suprihatno et al (1994) menjelaskan bahwa perbedaan sistem dua galur
dan tiga galur adalah sistem dua galur melibatkan mandul jantan yang peka
terhadap lama penyinaran atau suhu, dan galur fertil sebagai polinator, sedangkan
sistem tiga galur melibatkan tiga galur tetua, yaitu galur mandul jantan
sitoplasmik (cytoplasmic male sterile), galur pelestari (maintainer), dan galur
pemulih kesuburan (restorer). Kriteria utama yang diperlukan untuk
mengembangkan varietas sorgum hibrida adalah galur yang memiliki sifat bunga
mandul jantan (male sterile). Sifat mandul jantan pada tetua betina merupakan
mekanisme biologis yang sangat penting dalam perakitan varietas hibrida (Okiyo
et al. 2010). Selain sifat mandul jantan, kriteria lainnya adalah produksi tinggi,
daya adaptasi luas, resisten terhadap organisme pengganggu tanaman (OPT), serta
waktu pemasakan yang tepat dan serempak (House 1985). Oleh karena itu
penelitian tentang pembungaan sorgum perlu dilakukan untuk memperoleh
informasi tentang biologi pembungaan untuk memilih calon tetua dalam
pembentukan varietas hibrida.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang karakter
agronomi, morfologi bunga dan biologi bunga galur-galur sorgum untuk seleksi
calon tetua persilangan.

TINJAUAN PUSTAKA
Botani Sorgum
Reddy et al (2006) menjelaskan bahwa sorgum diklasifikasikan ke dalam
famili Poaceae, suku Andropogoneae, subsuku Sorghinae, dan genus Sorghum
Moench. Menurut Peacock dan Wilson (1984), sorgum terpisah ke dalam
subspesies bicolor yang meliputi seluruh sorgum biji-bijian (grain sorghum),

3

subspesies drummondii yang merupakan tumbuhan jenis gulma di Afrika di
tempat sorgum biji diusahakan dan kerabat dekatnya dihibridisasi, dan subspesies
arundinaceum yang di dalamnya termasuk empat jenis utama dari leluhur liar dari
sorgum budidaya.
Tanaman sorgum merupakan tanaman hari pendek yang pembungaannya
dipercepat oleh keadaan siang hari yang cepat dan malam hari yang lebih lama
(Poehlman dan Sleeper 1995). Sorgum termasuk jenis rumput kasar dengan
batang setinggi 0.5-5 meter. Batangnya menyerupai tangkai jagung, beralur dan
hampir oval. Tanaman sorgum muda dapat dibedakan dari tanaman jagung karena
sorgum muda memiliki pinggiran daun yang menyerupai gerigi gergaji. Tiap daun
muncul dari setiap ruas dan tiap helai daunnya berombak. Batang, pelepah, dan
daunnya berwarna hijau keabu-abuan (Martin et al. 1976).
Sorgum memiliki sistem perakaran ekstensif, dan memiliki banyak rambut
akar sekitar dua kali lipat dibanding jagung. Akar primer muncul sejak
berkecambah dan jarang bercabang. Akar sekunder muncul dari ruas pertama
yang kemudian berkembang menjadi perakaran adventif.
Daun sorgum tersebar di batang. Daun pada beberapa varietas
terkonsentrasi di bagian dekat pangkal. Pinggiran daun berbentuk lurus, agak
melingkar, atau pun hampir membentuk busur. Ukuran ujung daun bervariasi,
umumnya pendek dan kecil pada daerah/ ruas bagian atas tanaman (terlihat pada
daun bendera), dan sebaliknya berukuran panjang dan besar pada daerah/ ruas
bagian bawah tanaman. Panjang daun bisa mencapai satu meter, dan lebar 10-15
cm.
Batang sorgum terdiri dari ruas-ruas. Bentuk batang sorgum bervariasi dari
kecil hingga gemuk dengan diameter 0.5-5 cm diukur dekat pangkal. Batangnya
menyempit ke arah atas dengan panjang antara 1.5-4 m (House 1985).
Syarat Tumbuh Sorgum
Sorgum dapat tumbuh di daerah hangat dan panas dengan suhu optimum
sekitar 27°C dan suhu minimum untuk tumbuh sekitar 15°C. Sorgum beradaptasi
dengan baik di daerah-daerah dengan hujan musim panas dengan curah hujan
berkisar 430-635 mm/ tahun. Sorgum juga merupakan tanaman yang tahan
kekeringan, menjadi dorman ketika terjadi krisis air, dan kembali berkembang
ketika ketersediaan air cukup untuk perkembangannya (Martin et al. 1976).
Sorgum membutuhkan kelembaban yang cukup (20-40%) untuk produksi
maksimum, dan kelembaban ini harus selalu tersedia saat pembungaan (Schertz
dan Dalton 1993). Tanaman sorgum berkembang dengan baik pada tanah ringan
(tanah berpasir) maupun pada tanah-tanah berat asal diimbangi dengan pengairan
yang baik. Sorgum tahan terhadap keasaman tanah dengan pH tanah yang optimal
untuk pertumbuhan sekitar 5.5-7.5 (Rismunandar 1989).
Sorgum diketahui memiliki daya adaptasi yang luas mulai dari dataran
rendah, menengah, dan tinggi. Produksi tertinggi biasanya dihasilkan oleh
varietas-varietas yang masak dalam 100-120 hari. Varietas-varietas dengan
pemasakan lebih lama cenderung lebih cocok dimanfaatkan untuk pakan ternak
(Human dan Sihono 2010).

4

Biologi Bunga Sorgum
Sorgum merupakan tanaman yang menyerbuk sendiri dengan persentasi
penyerbukan silang sebesar 2-35% dengan rataan 6%. Malai sorgum berukuran
panjang 4-25 cm atau lebih dan lebar 2-20 cm atau lebih dengan tingkat kepadatan
tinggi atau rendah. Bentuk malai sorgum bervariasi mulai dari padat sampai malai
terbuka (open panicle). Bulir (spikelet) muncul berpasangan, satu bulir fertil
dengan ukuran lebih besar dan satu bulir steril dengan ukuran lebih kecil.
Pemunculan semua bunga pada tiap malai memerlukan enam sampai
sembilan hari tergantung kondisi lingkungan (Poehlman dan Sleeper 1995).
Pembungaan maksimum terjadi pada hari ketiga sampai hari keenam (Freeman
1970). Antera dan stigma akan terdorong ke luar seiring dengan terbukanya sekam.
Antera akan terbuka sesaat setelah keluar. Satu malai sorgum dapat menghasilkan
24-100 juta butir polen. Polen sorgum kehilangan viabilitasnya dengan cepat, dan
pembentukan benih jarang didapat dari polen yang terkumpul beberapa jam
sebelum pembuahan (Poehlman dan Sleeper 1995).
Stigma dalam satu malai umumnya reseptif selama 0-2 hari sebelum bunga
mekar dan selama lima sampai enam belas hari setelah bunga mekar tergantung
kondisi lingkungan. Umumnya, bunga sorgum mekar pada malam hari atau dini
hari tergantung kondisi lingkungan dan varietas. Polen yang viabel jatuh dari
antera sampai sore hari pada hari normal (Schertz dan Dalton 1993). Bunga mekar
dimulai dari bagian malai paling atas dan diikuti oleh bagian malai di bawahnya
sampai ke bagian pangkal malai (Poehlman dan Sleeper 1995).
Keadaan dingin dan basah dapat menunda pembungaan. Kondisi
lingkungan misalnya suhu dan kelembaban mempengaruhi lama viabilitas polen.
Selain itu polen mungkin jatuh lebih cepat saat keadaan berangin. Polen sorgum
membutuhkan cahaya untuk berkecambah di siang hari (Schertz dan Dalton 1993).

Persilangan Sorgum
Hibridisasi adalah sebuah metode umum dalam meningkatkan variabilitas
genetik untuk seleksi lebih lanjut. Variabilitas genetik dapat dikembangkan dari
gen kualitatif atau kuantitatif. Karakter kuantitatif memiliki nilai tinggi dalam
program pemuliaan tanaman namun dipercaya lebih sulit dalam penyeleksian
dibandingkan dengan karakter kualitatif. Karakter kualitatif menunjukkan variasi
aditif dan/ atau dominan, namun diperkirakan dapat berfungsi dengan cara-cara
yang dapat diprediksi tergantung pilihan tetua (Stoskopf et al. 1993).
Produksi komersil sorgum hibrida mungkin dilakukan dengan penggunaan
mandul jantan (male sterility). Penggunaan mandul jantan telah direncanakan
sejak tahun 1937 untuk memproduksi benih hibrida secara komersil. Tanaman
mandul jantan ditemukan di lahan penanaman sorgum varietas Day di Tenesse
tahun 1943. Karakter mandul jantan ini biasanya disebut juga sebagai mandul
jantan Day (male-sterile Day). Tanaman dengan sifat genetik mandul jantan Day
memproduksi tanaman F1 mandul jantan ketika disilangkan dengan beberapa
varietas, namun memproduksi F1 fertil jantan ketika disilangkan dengan varietas
lainnya (Poehlman dan Sleeper 1995).

5

Pemuliaan tanaman sorgum menurut Quinby dan Schertz (1970)
bergantung pada pengetahuan terhadap pewarisan karakteristik-karakteristik
tertentu seperti pertumbuhan tinggi, warna biji, warna tanaman, tingkat
kekeringan batang, tipe pati/ zat tepung endosperm, ada atau tidaknya jejanggut
(awn) pada bulir, dan sifat mandul jantan. Tanaman mandul jantan merupakan
salah satu pengendalian mekanisme genetik terpenting dalam sorgum yang
memungkinkan produksi benih hibrida.
Menurut Schertz dan Dalton (1993) pengendalian polen untuk persilangan
dapat dilakukan dengan empat metode, yaitu: mandul jantan (male sterility),
emaskulasi air panas (hot-water emasculation), emaskulasi tangan (hand
emasculation), dan pengendalian pecahnya antera (control of anther dehiscence).
Mandul jantan, adalah metode yang umum digunakan karena hanya membutuhkan
waktu yang singkat untuk menyiapkan tetua betina dan benih hibrida dapat
diperoleh banyak hanya dengan sekali persilangan.

METODE
Bahan
Bahan dan tanaman yang digunakan meliputi 8 genotipe sorgum yaitu
galur hasil pemuliaan IPB N/UP 82-3, N/UP 118-7, N/UP 89-3, galur introduksi
P/I 150-20-A, P/I 10-90 A, P/I 150-21 A, P/I 5-193 C, serta varietas nasional
UPCA-S1, Numbu dan Kawali. Bahan penunjang yang digunakan yaitu pupuk
urea 150 kg/ha, SP-36 100 kg/ha, dan KCl 100 kg/ha, pupuk kandang, karbofuran,
air, es batu, dan alcohol, serta pewarna serbuk sari (KI 1%).
Alat
Alat-alat yang digunakan adalah peralatan penanaman dan pemelharaan
tanaman yaitu alsintan, kertas sungkup, penggaris, timbangan, jangka sorong, dan
peralatan pengamatan morfologi bunga dan viabilitas serbuk sari yaitu cool box,
plastik klip, batu es, label, kantong plastik, jarum ose, deck glass cekung, kotak
penyimpanan plastik, mikroskop, pinset, alat penghitung serbuk sari (counter),
kertas aluminium, karet gelang, kertas tissue.
Lokasi dan Waktu
Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan IPB Leuwikopo, Dramaga,
Bogor pada ketinggian 200-250 meter di atas permukaan laut dengan jenis tanah
Latosol pada bulan Februari sampai dengan Juli 2013.

6

Prosedur Percobaan

Persiapan Lahan dan Penanaman
Persiapan lahan dilakukan seminggu sebelum penanaman dan dilakukan
dengan cara membuat bedengan. Penanaman dilakukan dengan menanam benih
pada barisan tanaman. Masing-masing galur ditanam dalam satu baris dengan
jarak dalam baris sebesar 20 cm dan jarak antar baris sebesar 100 cm. Benih yang
ditanam sebanyak dua benih per lubang dan disisakan hanya satu tanaman per
lubang pada saat tanaman berumur 3 minggu.
Pemupukan dan Pemeliharaan
Pupuk yang digunakan adalah Urea, SP-36, dan KCl dengan dosis masingmasing sebesar 150 kg/ha, 100 kg/ha dan 100 kg/ha. Pembumbunan dilakukan
pada pemupukan kedua. Pupuk urea dberikan 2 kali, 1/3 bagian diberikan pada
saat tanam sebagai pupuk dasar bersama dengan pupuk SP-18 dan KCl,
sedangkan 2/3 bagian diberikan setelah tanaman berumur 7 MST.
Pemeliharaan tanaman meliputi pengairan, penyiangan serta pengendalian
hama dan penyakit. Pengendalian hama dan penyakit menggunakan Decis 2.5 E,
pada konsentrasi 1 ml/liter. Pengairan dilakukan dari 0 MST hingga 3 MST ketika
kondisi lahan yang sangat kering.
Pengujian Viabilitas Serbuk Sari
Pengamatan viabilitas serbuk sari dilakukan untuk mendapatkan informasi
periode produksi serbuk sari yang viabel selama 7 hari dengan fase perkembangan
bunga. Serbuk sari diambil dari malai bagian distal, tengah, dan proksimal.
Pengambilan serbuk sari dilakukan secara serempak pada semua bagian saat fase
antesis pada bagian distal, di saat yang sama malai bagian tengah berada pada fase
2 hari sebelum antesis dan malai bagian proksimal berada pada fase 4 hari
sebelum antesis. Pengambilan serbuk sari selanjutnya adalah fase 2 hari setelah
antesis pada bagian distal, di saat yang sama pada bagian malai bagian tengah
terjadi fase antesis, dan 2 hari sebelum antesis pada bagian proksimal. Selanjutnya
dilakukan pengambilan serbuk sari pada fase 2 hari setelah antesis pada bagian
tengah dan di saat yang sama fase antesis pada bagian proksimal. Pengambilan
terakhir dilakukan fase 2 hari setelah antesis pada bagian proksimal.
Pengambilan kotak sari dilakukan pada 4 hari sebelum antesis sampai 2 hari
setelah antesis pada pukul 05.00 dengan interval 2 hari dengan cara mengambil
kotak sari pada bulir yang sudah mekar, kotak sari yang keluar dari bulir diambil
sebagai sampel, sedangkan pada bulir yang masih menutup, bulir diambil untuk
diekstrak serbuk sari dalam kotak sari di dalamnya. Kotak sari diambil dari 3
sampel yang berbeda pada masing-masing galur, tiap sampel terdiri dari bagian
distal (atas), tengah, dan proksimal (bawah) malai dari tanaman yang sudah
ditandai (malai tanaman ditutup menggunakan plastik). Sampel diambil sebanyak
6-10 kotak sari dimasukkan ke dalam plastik klip dan dimasukkan coolbox yang
sebelumnya sudah diberi es batu.
Tiap kotak sari diketuk-ketuk di atas deck glass yang telah diberi label.
Tiap bagian sampel (distal, tengah, dan proksimal) diambil 6 subsampel yang
hasilnya kemudian diambil rataan menjadi satu sampel. Setelah kotak sari terbuka
(hancur), diberi larutan KI sebanyak 1-2 tetes. Kemudian deck glass diinkubasi ke

7

dalam kotak plastik (tupperware) yang sebelumnya telah diberi tissue dan
dibasahi oleh air selama 2-4 jam sampai larutan KI diserap oleh serbuk sari.
Pengamatan
Pengamatan dilakukan pada masing-masing tanaman contoh. Peubahpeubah yang diamati pada penelitian ini adalah karakter kuantitatif dan karakter
kualitatif.
Karakter kuantitatif yang diamati antara lain:
a. Karakter pertumbuhan tanaman:
1. Tinggi tanaman diukur dari pangkal batang di permukaan tanah
hingga ujung malai pada saat menjelang panen (cm),
2. Diameter batang diukur pada buku ketiga saat vegetatif maksimum
(cm),
3. Jumlah daun,
4. Panjang daun (cm) diukur pada daun ketiga dari atas,
5. Lebar daun (cm) diukur pada daun ketiga dari atas,
6. Umur berbunga (HST) diamati ketika 50% tanaman telah mulai
berbunga,
b. Karakter komponen hasil:
1. Panjang malai (cm) diukur dari pangkal sampai ke ujung malai,
2. Lebar malai (cm) diukur pada bagian malai yang paling lebar,
3. Bobot malai total per tanaman (g),
4. Bobot biji per tanaman (g) yaitu bobot malai dikurang bobot total
biji kering.
Karakter kualitatif sorgum yang diamati antara lain:
1. Warna stigma (putih, putih kekuningan, kuning muda, kuning, kuning
tua, keabu-abuan)
2. Kilau biji (berkilau, tidak berkilau),
3. Warna biji (putih, kuning, merah, cokelat)
4. Jejanggut/ awn pada biji (ada, tidak ada),
5. Biji yang terbentuk (satu, dua (kembar)),
6. Kemontokan biji (cekung (lesung pipi), gemuk),
7. Eksersi biji/ panjang sekam (25% tertutup, 50% tertutup, 75% tertutup,
tertutup penuh, sekam lebih panjang dari biji), warna stigma (putih,
kuning muda, kuning),
8. Eksersi malai (sedikit ter-eksersi/ slightly exserted (malai berjarak
kurang dari 2 cm dari daun bendera, ter-eksersi/ exserted (malai
berjarak 2-10 cm dari daun bendera), ter-eksersi dengan baik/ wellexserted (malai berjarak lebih dari 10 cm dari daun bendera), tangkai
bengkok/ peduncle recurved (pembungaan di bawah daun bendera dan
terbuka sepenuhnya, membelah pelepah daun),
9. Kepadatan malai saat matang/ dewasa (sangat jarang, jarang, medium,
padat, sangat padat),
10. Bentuk malai (piramida terbalik, lebar di bagian atas, simetris, lebar di
bagian bawah, piramida).
Pengujian viabilitas serbuk sari di dalam laboratorium dilakukan dengan
menggunakan alat penghitung (counter) dengan menghitung jumlah serbuk sari
yang berhasil diwarnai dibagi total seluruh serbuk sari dalam satu deck glass.

8

Pengamatan viabilitas serbuk sari dilakukan dengan melihat 3-7 bagian (ruang)
menggunakan mikroskop. Satu ulangan sampel (distal, tengah, dan proksimal)
terdiri dari rataan 6 subsampel. Serbuk sari yang berhasil diwarnai berwarna hitam
penuh (90-100%).
Analisis Data
Penelitian ini mengunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak
(RKLT) satu faktor yaitu galur dengan tiga ulangan. Tanaman yang akan adalah
galur N/UP-82-3, N/UP-118-7, N/UP-89-3, P/I-150-20-A, P/I-10-90-A, P/I-15021-A,P/I-5-193-C, serta varietas nasional UPCA-S1, Numbu dan Kawali. Tiap
ulangan percobaan terdiri dari 10 petak percobaan, masing-masing ditanam
sebanyak enam baris tanaman. Setiap baris tanaman terdiri dari 7 tanaman pada
petak dengan luas 6x1,5m. Tanaman contoh yang diambil yaitu sebanyak 3–5
tanaman contoh per satuan percobaan.
Model rancangan yang digunakan adalah:
Yij = μ + αi + βj + εij
Keterangan:
Yij = respon perlakuan galur ke-i, ulangan ke-j.
μ = rataan umum.
αi = pengaruh galur ke-i.
βj = pengaruh ulangan ke-j
εij = galat percobaan pada galur ke-i, ulangan ke-j.
Perbedaan antar galur yang dievaluasi diuji dengan menggunakan uji F.
Apabila ditemukan perbedaan diantara galur, maka dilanjutkan dengan uji DMRT.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Penelitian
Suhu di wilayah Dramaga pada bulan Februari sampai Juli 2013 berkisar
antara 24.10-28.10 °C, kelembaban relatif rata-rata 83.90%, curah hujan rata-rata
sebesar 13.30 mm/ bulan, dan lama penyinaran sebesar 62.40%. Rata-rata suhu
dan kelembaban diamati pada pukul 07.00 pagi, 13.00 siang, dan 18.00 sore
(BMKG 2013).
Perkembangan tanaman mengalami gangguan yang disebabkan oleh hama
dan penyakit. Hama yang menyerang tanaman adalah ulat grayak (Spodoptera
spp) yang menggigit bagian pucuk tanaman pada umur 5 MST, belalang (Valanga
nigricornis) yang menggigit daun sebagaimana terlihat dengan banyaknya lubang
pada daun tanaman, serta burung (Lonchura spp) yang menyerang pada masa
pengisian biji. Penyakit yang menyerang tanaman adalah antraknosa yang
disebabkan oleh Colletotrichum sp. Soeanartiningsih dan Rahmawati (2011)
menyebutkan bahwa penyakit antraknosa menyebabkan penurunan hasil tanaman
sorgum sebanyak 50%.

9

Gambar 1 Kondisi tanaman pada 5 MST
Keragaan Karakter Kuantitatif
Hasil analisis ragam keragaan karakter agronomi dan komponen hasil dari
galur-galur sorgum menunjukkan bahwa galur berpengaruh nyata terhadap
perbedaan nilai tengah dari karakter diamati (Tabel 1). Hal ini berarti masingmasing galur mempunyai karakter berbeda.
Tabel 1 Rekapitulasi sidik ragam keragaan 10 galur sorgum
Peubah

Nilai kuadrat tengah
Galur

Ulangan

Uji F
Galur

Koefisien

Ulangan

keragaman (%)

Tinggi tanaman (cm)
Diameter batang (cm)
Jumlah daun (helai)
Panjang daun (cm)
Lebar daun (cm)
Umur berbunga (HST)

7949.4
0.22
10.9
548.58
3.77
186.33

15.43
0.03
0.01
2.12
0.03
3.03

757.31**
37.04**
347.47**
118.14**
48.03**
73.02**

1.47tn
5.13tn
0.21tn
0.46tn
0.36tn
1.19tn

1.63
5.01
2.00
2.95
4.13
2.67

Panjang malai (cm)
Diameter malai (cm)
Bobot malai (g)
Bobot biji/ tanaman (g)

23.7
0.96
1714.45
1332.44

1.25
0.05
54.92
49.07

19.09**
10.35**
67.19**
60.86**

1.01tn
0.34tn
2.15tn
2.24tn

5.55
6.09
6.55
6.81

Keterangan: ** = berbeda sangat nyata pada taraf α=1%, tn = tidak berbeda nyata
Tinggi Tanaman dan Diameter Batang
Tinggi tanaman penting untuk sorgum yang akan dipanen bijinya. Tinggi
tanaman berkorelasi positif dengan komponen hasil yaitu bobot biji per malai
(Mutiah 2013), sehingga semakin tinggi tanaman maka bobot biji per malai
semakin besar.
Galur P/I 5-193 C menghasilkan tanaman yang paling tinggi diantara galur
yang diamati mencapai 290.06 cm, sedangkan galur P/I 150-20 A menghasilkan
tanaman paling rendah mencapai 120.67 cm. Galur UPCA menghasilkan tanaman
dengan tinggi rata-rata 168.61 cm, lebih tinggi daripada deskripsinya (Balitsereal
2011) yaitu 140-160 cm, sementara galur Numbu menghasilkan tanaman setinggi
188.22 cm, sebagaimana disebutkan dalam deskripsi menurut Balitsereal (2013),
± 187 cm. Galur Kawali menghasilkan tanaman rata-rata setinggi 180.39 cm,
lebih tinggi daripada deskripsi menurut Balitsereal (2012) yaitu ± 135 cm (Tabel

10

2). Ketidaksesuaian hasil dengan deskripsi merupakan indikasi bahwa lingkungan
tumbuh dalam penelitian ini cukup baik.
Tinggi tanaman sorgum yang ideal dikembangkan di Indonesia adalah
yang memiliki tinggi sekitar 100-140 cm (Roesmarkam et al. 1985), karena tinggi
badan rata-rata penduduk Indonesia adalah 160-170 cm untuk laki-laki, dan 150160 cm untuk perempuan (Indriati 2001). Tinggi ideal tanaman sorgum dapat
memudahkan proses pemanenan dan membuat tanaman tidak mudah rebah. Untuk
mengurangi tinggi tanaman dari galur-galur sorgum dapat disilangkan dengan
galur introduksi P/I 150-20A dengan tinggi 120.67 cm sehingga dapat diperoleh
keturunan dengan tinggi ideal.
Diameter batang terbesar dihasilkan oleh galur UPCA (1.95 cm) dan
terkecil oleh galur P/I 150-20 (1.12 cm) (Tabel 2). Batang merupakan tempat
berlangsungnya fotosintesis dan sebagai tempat penyimpanan cadangan makanan
(Brown, 1984), diameter batang yang besar dapat menghasilkan bobot biji yang
semakin besar (Mutiah 2013). Sungkono (2010) menyatakan bahwa ada korelasi
positif antara tinggi tanaman dan diameter tanaman sorgum.
Galur-galur yang tergolong tinggi (>180 cm) dengan diameter batang
besar adalah galur N/UP 118-7 (1.87 cm), P/I 5-193 C (1.72 cm), Numbu (1.69
cm), dan Kawali (1.64 cm). Galur-galur yang tergolong pendek (