Evaluasi Galur-Galur Generasi Awal Sorgum (Sorghum Bicolor (L.) Moench) Hasil Persilangan B-69 × Numbu

EVALUASI GALUR-GALUR GENERASI AWAL SORGUM
(Sorghum bicolor (L.) Moench) HASIL PERSILANGAN
B-69 × NUMBU

NURSANTI PAMELIA PERTIWI

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Evaluasi Galur-galur
Generasi Awal Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) Hasil Persilangan B-69 ×
Numbu adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014

Nursanti Pamelia Pertiwi
NIM A24100118 

ABSTRAK
NURSANTI PAMELIA PERTIWI. Evaluasi Galur-galur Generasi Awal Sorgum
(Sorghum bicolor (L.) Moench) Hasil Persilangan B-69 × Numbu. Dibimbing
oleh TRIKOESOEMANINGTYAS dan DESTA WIRNAS.
Penelitian ini bertujuan untuk mengamati keragaan, keragaman antar galur
dan keragaman dalam galur karakter agronomi dari galur-galur generasi awal F4
dan BC1F3 hasil persilangan B-69 × Numbu. Galur-galur dengan ragam dalam
galur yang lebih rendah dari ragam antar galur akan dilanjutan ke generasi
berikutnya. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Leuwikopo, Institut
Pertanian Bogor dari Februari sampai Mei 2014 dan di Laboratorium Pemuliaan
Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura dari Mei sampai Juni 2014.
Penelitian ini menggunakan 32 galur F4, 13 galur BCP1F3, 22 galur BCP2F3 tanpa
ulangan. Kedua tetua yaitu Numbu dan B-69 diulang sebanyak lima kali. Hasil

dari penelitian adalah terdapat 33 galur yang dapat dilanjutkan ke generasi
selanjutnya yaitu, 19 galur F4, 5 galur BC1P1F3, dan 9 galur BC1P2F3. Panjang
malai memiliki nilai heritabilitas arti luas yang tinggi. Tinggi tanaman, diameter
batang, bobot malai, dan bobot biji malai-1 memiliki nilai heritabilitas arti luas
yang sedang. Jumlah daun dan diameter malai memiliki nilai heritabilitas arti luas
yang rendah. Semua karakter berkorelasi positif dengan bobot biji
malai-1.
Diferensial seleksi tertinggi pada karakter tinggi tanaman dan kemajuan genetik
tertinggi pada karakter bobot malai.
Kata kunci: evaluasi, generasi awal, heritabilitas, seleksi silsilah, sorgum

ABSTRACT
NURSANTI PAMELIA PERTIWI. Evaluation of Early Generation Lines of
Sorghum (Sorghum bicolor (L.) Moench) from the Cross of B-69 × Numbu.
Supervised by TRIKOESOEMANINGYAS and DESTA WIRNAS.
This study was aimed to observe performance of lines, variance within line
and variance between lines in agronomic characters of early generation sorghum
lines from the cross of B-69 × Numbu. The lines with variance within line less
than variance between lines will be continued to the next generation. This research
was conducted in Leuwikopo Experimental Field Bogor Agriculture University

from February to May 2014 and Plant Breeding Laboratory Department of
Agronomy and Horticulture from May to June 2014. This research used 32 lines
of F4,13 lines of BCP1F3, 22 lines of BCP2F3, and 2 parents Numbu and B-69. The
results showed that 33 lines can be continued for the next generation. Panicle
lenght has high broad sense heritability; plant height, diameter of stem, panicle
weight, and grain weight per panicle have medium heritability; and number of
leaves and diameter of panicle have low heritability. All characters have positive
correlation to grain weight per panicle. The highest selection differential is plant
height and the highest selection response value is panicle weight.
Keywords: early generation, evaluation, heritability, pedigree, sorghum

EVALUASI GALUR-GALUR GENERASI AWAL SORGUM
(Sorghum bicolor (L.) Moench) HASIL PERSILANGAN
B-69 × NUMBU

NURSANTI PAMELIA PERTIWI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian

pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan dengan baik.
Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Leuwikopo dan Laboratorium
Pemuliaan Tanaman pada bulan Februari 2014 sampai Juni 2014 dengan judul
Evaluasi Galur-galur Generasi Awal Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench)
Hasil Persilangan B-69 × Numbu.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Trikoesoemaningtyas, MSc
dan Ibu Dr Desta Wirnas, SP MSi selaku pembimbing, serta Ibu Siti Marwiyah
yang telah memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan
kepada staf Laboratorium Pemuliaan Tanaman yaitu Bapak Eki dan Bapak Yusuf

yang telah membantu proses pasca panen. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada ibu, nenek, dan kakak-kakak atas segala doa dan kasih
sayangnya, teman-teman yang telah membantu selama penelitian, dan beasiswa
Karya Salemba Empat.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2014
Nursanti Pamelia Pertiwi

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN


vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

Hipotesis

2

TINJAUAN PUSTAKA


2

Sorgum ( Sorghum bicolor (L.) Moench)

2

Pemuliaan Sorgum

4

METODE

6

Lokasi dan Waktu Pelaksanaan

6

Bahan dan Alat


6

Prosedur Percobaan

6

Prosedur Analisis Data

7

HASIL DAN PEMBAHASAN

8

Kondisi Umum

8

Keragaan Karakter Agronomi Galur-galur Sorgum


9

Keragaan Karakter Komponen Hasil Galur-galur Sorgum

13

Perbandingan Ragam Dalam Galur dengan Ragam Antar Galur Sorgum

17

Pendugaan Komponan Ragam dan Nilai Heritabilitas Galur-galur Sorgum

20

Korelasi Antar Karakter Galur-galur Sorgum

21

Kemajuan Seleksi


22

SIMPULAN DAN SARAN

24

Simpulan

24

Saran

24

DAFTAR PUSTAKA

25

LAMPIRAN


28

RIWAYAT HIDUP

30

DAFTAR TABEL
1 Keragaan dan hasil uji-t galur-galur F4
2 Keragaan dan hasil uji-t galur-galur BC1P1F3
3 Keragaan dan dan hasil uji-t galur-galur BC1P2F3
4 Keragaan dan hasil uji-t galur-galur F4
5 Keragaan dan hasil uji-t galur-galur BC1P2F3
6 Keragaan dan sidik ragam uji-t galur-galur BC1P1F3
7 Nilai ragam dalam galur dan antar galur populasi F4
8 Nilai ragam dalam galur dan antar galur populasi BC1P1F3
9 Nilai ragam dalam galur dan antar galur populasi BC1P2F3
10 Nilai duga ragam lingkungan, fenotipe, genotipe, dan heritabilitas
11 Korelasi antar karakter galur-galur sorgum
12 Nilai diferensial seleksi dan kemajuan seleksi berdasarkan bobot biji

11
12
13
14
15
16
18
19
19
20
21

malai-1
13 Nilai diferensial seleksi dan kemajuan seleksi berdasarkan panjang
malai

22
23

DAFTAR GAMBAR
Fase pertumbuhan tanaman sorgum
Keragaan malai galur – galur sorgum

9
9

DAFTAR LAMPIRAN
1 Data iklim wilayah Dramaga
2 Analisis tanah
3 Deskripsi varietas Numbu

28
28
29

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) merupakan tanaman serealia yang
dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan, pakan dan bahan baku industri. Biji
sorgum memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi. Kandungan gizi yang
terdapat dalam 100 g biji sorgum adalah 332 kal kalori, 73 g karbohidrat, 11 g
protein, 3.3 g lemak, 28 mg kalsium, 287 mg fosfor, 4.4 mg zat besi, dan 0.38 mg
vitamin B1 ( DEPKES 1992). Sorgum merupakan komoditas alternatif untuk
diversifikasi secara vertikal karena sorgum dapat dimanfaatkan sebagai bahan
pangan, pakan dan industri seperti bahan baku pembuatan gula, monosodium
glutamat (MSG), asam amino, dan minuman (Sirappa 2003).
Sorgum merupakan salah satu jenis tanaman serealia yang mempunyai
potensi besar untuk dijadikan tanaman pangan di Indonesia dikarenakan sorgum
mempunyai daerah adaptasi yang luas. Tanaman sorgum toleran terhadap
kekeringan dan genangan air, dapat berproduksi pada lahan marginal, serta relatif
tahan terhadap gangguan hama atau penyakit (Sirappa 2003). Keunggulan ini
dapat dimanfaatkan berkaitan dengan luas lahan kering Indonesia yang mencapai
89.5 juta ha (Yuwono 2009).
Salah satu cara untuk mendukung pengembangan sorgum di Indonesia
adalah dengan menyediakan varietas unggul. Sorgum memiliki potensi hasil
tinggi yakni mencapai 7 ton ha-1 dalam kondisi optimal (Subagio dan Suryawati
2013). Produktivitas rata-rata tanaman sorgum di Indonesia pada tahun 2011
hanya mencapai 2.13 ton ha-1 (Ditjen Tanaman Pangan 2013). Produktivitas yang
rendah dikarenakan penanaman dilakukan di lahan kering yang merupakan tanah
masam. Oleh karena itu diperlukan varietas yang toleran terhadap tanah masam
dengan produksi tinggi. Numbu merupakan varietas toleran tanah masam
sehingga dapat dijadikan sebagai tetua untuk mendapatkan galur toleran tanah
masam. B-69 merupakan galur mutan hasil radiasi sinar gamma varietas Durra
yang tahan kekeringan. Potensi hasil yang dapat dihasilkan oleh varietas Numbu
yakni 4-5 ton ha-1 (Balitsereal 2014).
Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor telah melakukan persilangan antara galur mutan B-69 dengan
varietas Numbu dan menghasilkan famili-famili generasi awal hasil seleksi
pedigree yang masih perlu diseleksi untuk perbaikan potensi hasil. Generasi awal
diseleksi dengan harapan galur-galur yang diseleksi memiliki tingkat homogen
homozigositas yang tinggi sehingga dapat diuji sebagai galur lebih awal.
Pemuliaan tanaman sorgum bertujuan untuk mendapatkan galur-galur yang
memiliki tinggi tanaman berkisar 140 – 160 cm dan memiliki potensi hasil yang
tinggi. Potensi hasil secara kuantitatif dapat diketahui dengan mengukur bobot biji
malai-1 yang dihasilkan tanaman sorgum. Penelitian sebelumnya menunjukkan
bahwa terdapat 28 galur F3, 10 galur BC1P1F2, dan 3 galur BC1P2F2 yang memiliki
ragam dalam galur yang lebih rendah dari ragam antar galur pada karakter bobot
biji malai-1 (Atklistiyanti 2014).

2
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang keragaan,
keragaman antar galur dan keragaman dalam galur karakter agronomi dari galurgalur generasi awal F4, BC1P1F3, dan BC1P2F3. Galur-galur dengan keragaan yang
baik dan ragam dalam galur yang lebih rendah dari ragam antar galur akan
dilanjutkan ke generasi berikutnya.

Hipotesis
1. Terdapat perbedaan keragaan karakter agronomi di antara galur-galur generasi
awal.
2. Terdapat keragaman yang rendah dalam galur.
3. Terdapat perbedaan keragaan galur-galur F4 dengan galur-galur hasil silang
balik.

TINJAUAN PUSTAKA
Sorgum ( Sorghum bicolor (L.) Moench)
Sorgum merupakan tanaman yang berasal dari Timur Laut Afrika yakni
Etiopia. Sorgum didomestikasi di Etiopia pada 5 000 – 7 000 tahun yang lalu.
Sorgum spesies liar maupun spesies budidaya dapat ditemukan di wilayah Afrika
(Acquaah 2012).
Produksi sorgum dunia pada tahun 2012 telah mencapai 58 juta ton. Negaranegara di Afrika memproduksi sebesar 40.34%, Amerika memproduksi sebesar
38.11%, Asia 16.36%, Ocenia 3.86%, dan Eropa sebesar 1.34 % dari total
keseluruhan produksi dunia. Negara penghasil utama sorgum adalah Meksiko,
Nigeria, Amerika Serikat, India, dan Argentina (FAOSTAT 2013).
Tanaman sorgum memiliki batang yang keras. Pertengahan batang dapat
kering atau berair dan memiliki rasa hambar atau manis (Acquaah 2012). Tinggi
batang sorgum antara 0.5 – 6 m dengan perakaran dalam dan luas serta memiliki
batang yang kokoh (Dicko et al. 2006). Menurut Andriani dan Isnaini (2013),
sorgum mempunyai sistem perakaran terdiri atas akar-akar seminal (akar primer)
pada dasar buku pertama pangkal batang, akar sekunder, dan akar tunjang yang
terdiri atas akar koronal (akar pada pangkal batang yang tumbuh kearah atas) dan
akar udara (akar yang tumbuh di permukaan tanah). Struktur daun terdiri atas
helai daun dan tangkai daun (House 1985). Panjang daun berkisar 0.3 – 1.4 m dan
lebar 1 – 13 cm (Dicko et al. 2006). Jumlah daun pada sorgum berkisar 7 – 24
helai (Acquaah 2012).
Bunga sorgum terdiri atas tangkai malai (peduncle), malai (panicle),
rangkaian bunga (racame), dan bunga (spikelet) (Andriani dan Isnaini 2013).
Bentuk malai sorgum dapat terbuka dan terurai atau kompak dan agak padat
(Rismunandar 1989). Malai sorgum beragam bergantung pada varietas yang
dapat dibedakan berdasarkan posisi, kerapatan, dan bentuk. Berdasarkan posisi,
malai sorgum ada yang tegak, miring, dan melengkung; berdasarkan kerapatan,

3
malai sorgum ada yang kompak, longgar, dan intermediet; dan berdasarkan
bentuk, malai ada yang oval, silinder, elip, dan kerucut (Martin 1970). Rangkaian
bunga pada umumnya terdiri atas satu atau beberapa bunga. Ukuran rangkaian
bunga beragam, bergantung pada jumlah buku dan panjang ruas yang terdapat di
dalam rangkaian bunga, berkisar 1 – 8 buku (House 1985). Terdapat 1 500 – 4 000
bunga pada setiap malai (Andriani dan Isnaini 2013). Pada setiap malai berisi 2
000 biji yang masing-masing tertutup oleh sekam (Acquaah 2012).
Biji sorgum tertutup rapat oleh sekam yang liat, tertutup sebagian, dan
hampir telanjang. Bentuk biji sorgum beragam yaitu agak bulat hingga agak pipih
(Rismunandar 1989). Biji sorgum terdiri atas tiga bagian utama, yaitu lapisan luar,
embrio, dan endosperm (Andriani dan Isnaini 2013). Warna perikarp adalah
merah, cokelat, putih, kuning, dan krem, sedangkan warna testa adalah merah
gelap sampai cokelat gelap, dan warna pada endosperma adalah putih atau kuning
(House 1985). Menurut Acquaah (2012), warna pada biji dipengaruhi oleh pigmen
yang berada di perikarp dan testa. Bila warna perikarp putih dan terdapat testa
maka kulit biji berwarna kekunungan atau putih kebiruan. Bila warna pada
perikarp kuning atau merah dan terdapat testa, warna biji menjadi cokelat gelap
atau cokelat kemerahan. Warna biji mempengaruhi kualitas biji pada sorgum
(Dicko et al. 2006). Pigmen warna dari testa dikontrol oleh gen R dan Y (Waniska,
2000).
Sorgum merupakan tanaman menyerbuk sendiri, namun kemungkinan
menyerbuk silang mencapai 25% tergantung dengan keterbukaan malai (ICRISAT
2004). Penyerbukan silang pada sorgum yang memiliki malai terbuka mencapai
30 – 60%, sedangkan pada malai sorgum yang kompak dan tertutup penyerbukan
silang hanya terjadi kurang dari 10% (House 1985).
Sorgum digolongkan sebagai tanaman C4. Tanaman C4 sangat efisien dalam
fotosintesis karena mempunyai sel mesofil dan sel seludang berkas yang
dimanfaatkan untuk menambat CO2 (Campbell et al. 2002). Karakteristik tanaman
C4 yaitu pada penyinaran tinggi dan suhu panas tanaman ini mampu
berfotosintesis lebih cepat sehingga menghasilkan biomassa yang lebih banyak
dibandingkan tanaman C3 (Salisbury dan Ross 1995).
Tanaman sorgum sangat efisien dan efektif dalam pemanfaatan air
dikarenakan permukaan daunnya dilapisi oleh lilin yang dapat mengurangi laju
transpirasi dan mempunyai sistem perakaran yang ekstensif (House 1985).
Kapasitas sorgum dalam mengambil unsur nitrogen pada kondisi nitrogen terbatas
di dalam tanah lebih tinggi dibandingkan dengan jagung (Athar 2012).
Tanaman sorgum dimanfaatkan sebagai makanan ternak, bahan pembuat
sirup dan gula, tepung, bubur, roti, dan bir (Doggett 1988). Beberapa daerah
batang sorgum dijadikan sebagai bahan bangunan dan bahan bakar setelah malai
sorgum di panen (House 1985). Penduduk Amerika dan Australia memanfaatkan
sorgum sebagai makanan ternak. Penduduk Afrika dan Asia sorgum dimanfaatkan
sebagai makanan manusia dan makanan ternak (Dicko et al. 2006).
Sorgum dapat ditanam pada daerah dataran rendah yang kering dan
subtropis. Kondisi optimum penanaman sorgum adalah suhu tanah minimal 20oC,
suhu udara minimal 25o, struktur tanah berpasir hingga tanah yang berat dan pH
5.5 – 6.5 (Rismunandar 1989).
Sorgum dapat ditanam di ketinggian hingga 2 300 m di atas permukaan laut
dengan curah hujan sekitar 400 – 600 mm per tahun (Dicko et al 2006). Tanaman

4
sorgum dapat tumbuh pada suhu 40 – 43oC dengan kelembaban relatif 15-30%
(House 1985). Jenis tanah yang baik untuk ditanami sorgum yaitu pada tanah
masam, tanah alkalin, tanah salin, maupun pada lahan kering (Dogget 1988). Hal
ini menunjukkan bahwa sorgum dapat tumbuh pada semua jenis tanah, namun
menurut Tabrin dan Zubachtirodin (2013) sorgum tidak dapat tumbuh pada tanah
Podzolik Merah Kuning yang masam.

Pemuliaan Sorgum
Tanaman sorgum merupakan tanaman menyerbuk sendiri. Varietas yang
akan dibentuk pada tanaman menyerbuk sendiri adalah galur murni. Galur murni
memiliki susunan genetik yang homozigot. Persilangan buatan dan seleksi dalam
kegiatan pemuliaan tanaman dapat digunakan untuk mendapatkan tanaman yang
homozigot dari populasi bersegregasi. Sasaran yang hendak dicapai pada kegiatan
pemuliaan tanaman pada tanaman menyerbuk sendiri adalah varietas unggul dan
populasi homozigot (Syukur et al. 2012).
Setelah persilangan dan penanaman biji hasil persilangan pada tanaman
menyerbuk sendiri, penanganan pemilihan terhadap keturunan yang mengalami
segregasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu secara pedigree dan bulk.
Metode lain yang dapat digunakan adalah metode pemuliaan secara back-cross
dan single seed descent (Mangoendidjojo 2003).
Seleksi pedigree (seleksi silsilah) merupakan salah satu seleksi pada
populasi bersegregasi. Pencatatatan setiap anggota populasi bersegregasi hasil
persilangan merupakan ciri dari seleksi ini. Pencatatan berguna untuk mengetahui
silsilah atau hubungan tetua dengan turunanannya. Tujuan dari metode silsilah
adalah untuk mendapatkan varietas baru dengan kombinasi gen-gen yang
diinginkan yang ditemukan pada dua genotipe atau lebih (Syukur et al. 2012).
Kelemahan dari metode ini adalah proses yang panjang menghabiskan
waktu tahunan yang mengakibatkan hilangnya genotipe yang berharga khususnya
di bawah kondisi lingkungan yang berubah-ubah tiap tahunnya, biaya mahal,
memerlukan lahan yang luas, serta pada saat melakukan seleksi diperlukan tenaga
kerja yang terampil dan teliti (Brown et al. 2008).
Metode silang balik pada umumnya digunakan dalam pengembangan
kultivar galur murni (Brown et al. 2008). Metode silang balik digunakan untuk
memindahkan sifat yang diinginkan dari sumber (non-recurrent) ke penerima
(recurrent) (House 1985). Prinsip dalam melakukan silang balik antara lain :
1) tersedia tetua recurrent dengan sifat agronomi yang baik, 2) tersedia tetua
donor yang membawa gen yang diinginkan, 3) sifat yang dipindahkan dari donor
dapat dipertahankan pada tetua penerima setelah beberapa kali silang balik, 4)
untuk mempertahankan sifat-sifat baik pada tetua penerima diperlukan beberapa
kali silang balik, 5) untuk memindahkan gen dominan dan karakter terekspresi
sebelum pembungaan, seleksi dapat dilakukan langsung pada hasil silang balik, 6)
untuk memindahkan gen resesif, seleksi dilakukan pada turunan hasil silang balik
(Syukur et al. 2012).
Seleksi merupakan pemisahan individu terbaik dari suatu populasi tanaman.
Seleksi dapat mengubah frekuensi ragam genetik maupun kombinasi antar gen
pada poplasi sehingga dapat memengaruhi fenotipe dan perubahan nilai tengah

5
populasi (Dabholkar 2006). Bila seleksi telah dilakukan terhadap suatu populasi
tanaman, diharapkan tanaman yang terpilih akan memberikan hasil yang lebih
baik. Besarnya kenaikan hasil yang akan diperoleh dapat diperkirakan dengan
menghitung kemajuan genetiknya secara teoritis. Kemajuan genetik secara
praktek diartikan sebagai kemajuan seleksi yang telah dilakukan (Mangoendidjojo
2003). Kemajuan seleksi adalah perbedaan antara nila rata-rata fenotip keturunan
dari tetua terpilih dan seluruh generasi tetua sebelum diseleksi, sedangan
diferensial seleksi adalah nilai rata-rata fenotip individu yang diseleksi dinyatakan
sebagai penyimpangam dari rata-rata keseluruhan populasi sebelum seleksi
(Dabholkar 2006). Kemajuan seleksi dipengaruhi oleh nilai heritabilitas,
simpangan baku fenotipe dan intensitas seleksi (Syukur et al. 2012).
Program penelitian dan pengembangan sorgum di Indonesia dilakukan
sebelum tahun 1980 dan pada periode 1980 – 1990 dikoordinir secara nasional
oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan (Puslitbangtan)
dengan melibatkan beberapa Balai Penelitian Tanaman Pangan (BPTP). Periode
2001 – 2013 program penelitian dan pengembangan varietas sorgum dilakukan
secara khusus oleh Balai Penelitian Tanaman Serelia (Balitsereal) di Maros
(Subagio 2013).
Varietas sorgum yang ada di Indonesia diantaranya adalah Pahat, Super-2,
Super-1, Numbu, Kawali, Sangkur, Mandau, Hegari Genjah, Badik, UPCA-S1,
Keris, KD4, UPCA-S2, dan No 6C (Balitsereal 2014). Kelebihan varietas Pahat
adalah tahan penyakit karat daun dan memiliki umur panen ±89 hari dengan
potensi hasil 7.4 ton ha-1 (BATAN 2014). Varietas Super-2 memiliki kelebihan
yaitu tahan terhadap penyakit Antraknose, karat daun, dan hawar daun dengan
potensi hasil 6.33 ton ha-1. Varietas Super-1 memiliki kelebihan yaitu tahan
terhadap penyakit Antraknose, karat daun, dan hawar daun dengan potensi hasil
5.75 ton ha-1. Varietas Numbu memiliki kelebihan diantaranya tahan hama aphis,
tahan penyakit karat dan bercak daun, dan tahan tanah masam dengan potensi
hasil 4 – 5 ton ha-1. Varietas Kawali memiliki kelebihan yaitu tahan penyakit karat
daun dan bercak daun serta memiliki tinggi tanaman ± 135 cm dengan potensi
hasil 4 – 5 ton ha-1. Varietas Sangkur memiliki kelebihan yaitu tahan terhadap
hama penggerek batang, tahan terhadap penyakit karat dan Ryzoctonia sp dengan
hasil rata-rata 3.6 – 4 ton ha-1. Varietas Mandau memiliki kelebihan yaitu tahan
terhadap hama penggerek batang, tahan terhadap penyakit karat daun dan
Antraknosa dengan rata-rata hasil 4.5 – 5 ton ha-1.
Kelebihan dari varietas Hegari Genjah adalah dapat ditanam di daerah
rendah sampai ketinggian 500 m dpl dan memiliki umur panen 81 hari dengan
hasil rata-rata 3 – 4 ton ha-1. Varietas Badik memiliki keunggulan yakni dapat
ditanam di daerah rendah sampai ketinggian 500 m dpl dan memiliki umur panen
80 – 85 hari dengan hasil rata-rata 3 – 3.5 ton ha-1. UPCA-S1 memiliki kelebihan
yaitu cocok untuk lahan dataran rendah dan pH netral dengan hasil rata-rata 4 ton
ha-1. Varietas Keris memiliki kelebihan yaitu umur panen 70 – 80 hari dan tinggi
tanaman 80 – 125 cm dengan hasil rata-rata 2.5 ton ha-1. Varietas KD4 memiliki
kelebihan yaitu memiliki batang yang kokoh dengan hasil rata-rata 4 ton ha-1.
Varietas UPCA-S2 memiliki kelebihan yakni memiliki batang yang kokoh dengan
hasil rata-rata 4 – 4.9 ton ha-1. Varietas No. 6C memiliki kelebihan yaitu dapat
ditanam di lahan masam dengan hasil rata-rata 4.6 – 6 ton ha-1 (Balitsereal 2014).

6

METODE
Lokasi dan Waktu Pelaksanaan
Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Leuwikopo, Dramaga,
Bogor mulai bulan Februari 2014 hingga Mei 2014 dan dan Laboratorium
Pemuliaan Tanaman mulai Mei 2014 hingga Juni 2014.

Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah 32 galur F4, 14 galur BCP1F3, 22 galur
BCP2F3, dua varietas tetua sebagai pembanding (Numbu dan B-69), pupuk urea,
SP-36, KCL, pupuk daun, dan insektisida non-sistematik berbahan aktif
Deltamethrin 25 g L-1. Peralatan yang digunakan adalah peralatan budidaya pada
umumnya, serta sungkup, timbangan digital, meteran, jangka sorong, alat tulis,
dan kamera.

Prosedur Percobaan
Tahap awal dari penelitian adalah pengolahan tanah pada lahan yang akan
digunakan untuk percobaan yang dilakukan seminggu sebelum tanam. Penanaman
dilaksanakan satu baris untuk satu galur. Selanjutnya pembuatan lubang tanam
dengan jarak 80 cm × 15 cm, lalu benih ditanam sebanyak dua benih per lubang.
Pemupukan dilakukan pada saat tanam, untuk Urea 2/3 bagian serta pupuk
SP-36 dan KCL sedangkan 1/3 bagian pada 4 MST untuk pupuk Urea dengan cara
menyebarnya dalam larikan sedalam 1 cm dengan dosis 150 kg ha-1, 100 kg ha-1,
dan 100 kg ha-1.
Penyulaman untuk benih yang tidak tumbuh dilakukan pada waktu satu
minggu setelah tanam (1 MST). Kegiatan pemeliharaan yang dilakukan berupa
penjarangan, penyiangan gulma, pembumbunan, penyungkupan, dan
pengendalian hama dan penyakit. Penjarangan dilakukan pada saat 2 MST dengan
menyisakan satu tanaman dalam satu lubang.
Pengendalian hama dan penyakit dapat dilakukan dengan pemberian
insektisida non-sistematik berbahan aktif Deltamethrin 25 g L-1 dengan dosis
1 ml L-1 setiap seminggu sekali. Pembumbunan dilakukan pada 3 MST, 5 MST,
dan 8 MST. Penyungkupan malai sorgum dilakukan pada saat pengisian malai
dimulai pada 11 MST dengan tujuan untuk melindungi biji sorgum dari serangan
hama burung.
Panen dilakukan jika 80% tanaman dari satu galur yang sudah masak
sempurna ditandai dengan munculnya lapisan hitam (black layer) pada biji.
Pengamatan dilakukan terhadap setiap famili yang terdiri dari 6 tanaman
contoh. Peubah yang diamati adalah:
1. Tinggi tanaman yang diukur dari pangkal batang di permukaan tanah hingga
ujung malai pada saat menjelang panen.
2. Jumlah daun yang dihitung mulai dari buku kedua pada saat menjelang panen.

7
3. Diameter batang yang diukur pada ruas ketiga pada saat fase pengisian biji
sorgum dengan menggunakan jangka sorong.
4. Panjang malai yang diukur dari leher malai sampai ke ujung malai pada saat
panen.
5. Diameter malai diukur pada bagian tengah malai pada saat panen.
6. Bobot malai per tanaman yang ditimbang setelah malai dikeringkan di bawah
sinar matahari selama 3 hari.
7. Bobot biji per malai yang ditimbang setelah biji dikeringkan dan setelah biji
dirontok.

Prosedur Analisis Data
Perlakuan terdiri atas 32 galur F4, 14 galur BCP1F3 dan 22 galur BCP2F3
tanpa ulangan, serta dua varietas pembanding yakni kedua tetua Numbu dan B-69
yang masing-masing diulang lima kali.
Analisis uji-t
Data yang diperoleh dianalisis dengan mengggunakan uji-t pada taraf 5%
yakni dengan membandingkan galur-galur sorgum generasi awal dengan tetua
Numbu.
Komponen Ragam dan Heritabilitas
Heritabilitas merupakan proporsi besaran ragam genetik terhadap besaran
ragam fenotipe untuk suatu karakter tertentu (Nasir 2001). Hal ini dapat
dirumuskan secara kuantitatif sebagai berikut :
σ2 e =
σ2p = ragam populasi F4.
σ2 g = σ2 p - σ2 e
h2bs =
Keterangan :
h2bs : heritabilitas arti luas
σ2g : ragam genetik,
σ2p : ragam fenotipe
σ2e : ragam lingkungan.
Kriteria nilai heritabilitas menurut Stanfield (1983) sebagai berikut: 50% ≤
H < 100% = tinggi ; 20% ≤ H < 50% = sedang; 0 ≤ H < 20% = rendah. Nilai
ragam dalam galur dan antar galur dihasilkan dengan menggunakan software
Microsoft Excel 2007.
Analisis Korelasi
Analisis korelasi (r) digunakan untuk mencari hubungan antar karakter.
Nilai r dirumuskan secara kuantitatif sebagai berikut :

Keterangan :
Ʃ xy : jumlah hasil kali dari dua peubah

8
Ʃ x2 : jumlah kuadrat terkoreksi dari peubah x
Ʃ y2 : jumlah kuadrat terkoreksi dari peubah y
Nilai korelasi dikelompokkan dalam tiga taraf, yaitu sangat nyata (P < 0.01),
nyata (0.01 ≤ P < 0.05), dan tidak nyata (P ≥ 0.05) (Gomez dan Gomez 1995).
Analisis korelasi menggunakan software MiniTab 14.
Kemajuan Seleksi
Besarnya kenaikan hasil yang diperoleh dari karakter yang diseleksi dapat
diperkirakan dengan menghitung nilai kemajuan seleksi. Kemajuan seleksi dapat
dirumuskan secara kuantitatif sebagai berikut :
G = i . σp . h2
Keterangan :
i : intensitas seleksi pada tingkat 50 % yang besarnya 0.80
σp : simpangan baku fenotipe populasi
h2 : nilai heritabilitas arti luas
Diferensial seleksi merupakan selisih antara nilai tengah galur-galur
terseleksi dengan nilai tengah populasi awal. Deferensial seleksi dapat
dirumuskan secara kuantitatif sebagai berikut :
Keterangan :
S
: diferensial seleksi
: nilai tengah populasi terseleksi
: nilai tengah populasi awal

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Suhu rata-rata di Kebun Percobaan Leuwikopo, Dramaga pada bulan
Februari sampai Mei 2014 adalah 25.75 oC, kelembaban relatif sebesar 86.5 %,
dan rata-rata curah hujan sebesar 356.35 mm (BMKG 2014). Derajat keasaman
tanah lahan penelitian adalah 4.2 (Balitan 2014), sehingga cukup masam untuk
pertumbuhan sorgum. Suhu optimum untuk pertumbuhan sorgum berkisar antara
23 oC – 30 oC dengan kelembaban relatif 20 - 40 % dan curah hujan yang
diperlukan berkisar 375 – 425 mm (DEPTAN 1980). Tanaman sorgum dapat
tumbuh baik pada pH 5.5 – 6.5 (Rismunandar 1989). Kelembaban yang tinggi
menyebabkan pertumbuhan cendawan tinggi sehingga akan menyebabkan
pertumbuhan sorgum pada fase vegetatif awal terganggu. Tanah yang masam
menyebabkan pertumbuhan tanaman menjadi lambat pada masa vegetatif. Curah
hujan pada penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan curah hujan yang
diperlukan sehingga pada fase vegetatif dilakukan penyiraman.
Tahap pertumbuhan dan perkembangan tanaman sorgum dimulai dengan
fase vegetatif, fase vegetatif maksimum, fase generatif, kemudian fase generatif
maksimum (Gambar 1). Fase vegetatif awal ditandai dengan berkecambahnya biji
sorgum. Fase vegetatif maksimum ditandai dengan munculnya daun bendera. Fase
generatif awal ditandai dengan pecahnya batang bagian bawah daun bendera yang

9
berisi rangkaian bunga sorgum. Fase generatif maksimal ditandai dengan
selesainya masa anthesis bunga yang kemudian pengisian biji.

Gambar 1 Fase pertumbuhan tanaman sorgum (A) fase vegetatif awal (B) fase
vegetatif maksimum (C) fase generatif awal (D) fase generatif
maksimum
Tanaman mengalami kerebahan pada saat 9 MST karena hujan deras yang
disertai angin kencang. Penyungkupan mulai dilakukan pada saat tanaman
memasuki umur 11 MST dengan tujuan untuk mengurangi kehilangan hasil akibat
serangan hama burung pada saat pengisian biji. Pertumbuhan tanaman selama
penelitian mengalami gangguan yang disebabkan oleh hama dan penyakit. Hama
yang menyerang yaitu belalang (Oxya chinensis), kepik hijau (Nezara viridula),
ulat grayak (Spodoptera litura), burung gereja (Passer montanus), dan kutu daun
(Aphis sp.). Penyakit yang menyerang tanaman adalah antraknosa dan bercak
daun.
Varietas yang dapat dihasilkan pada tanaman menyerbuk sendiri adalah
galur murni yang memiliki susunan genetik homozigot. Seleksi yang dilakukan
dengan menggunakan seleksi pedigree akan menghasilkan homogen homozigot
dalam famili dan heterogen homozigot antar famili. Hal ini dapat dibuktikan
dengan keragaan galur-galur sorgum yang diamati. Penampilan malai sorgum
antar galur memiliki perbedaan dan penampilan malai dalam sorgum seragam.
Keragaan malai galur – galur sorgum ditunjukkan pada Gambar 2.

A

B

C

Gambar 2 Keragaan malai galur – galur sorgum (A) galur – galur populasi F4
(B) galur – galur populasi BC1P2F3 (C) galur – galur populasi BC1P1F3
Keragaan Karakter Agronomi Galur-galur Sorgum
Karakter agronomi merupakan karakter yang berhubungan dengan
pertumbuhan tanaman. Karakter agronomi yang diamati pada penelitian ini adalah

10
tinggi tanaman, jumlah daun, dan diameter batang. Karakter tersebut diamati pada
saat menjelang panen yaitu 14 MST. Keragaan karakter agronomi galur-galur
sorgum disajikan pada Tabel 1, Tabel 2, dan Tabel 3.
Tinggi Tanaman
Tinggi tanaman merupakan salah satu karakter yang harus diperbaiki dalam
pemuliaan tanaman sorgum karena berkaitan dengan pemeliharaan dan
pemanenan serta resiko rebah. Tinggi tanaman dipengaruhi oleh jumlah buku,
panjang ruas, panjang batang malai dan panjang malai. Tanaman sorgum yang
rendah dapat mempermudah pemeliharaan, pemanenan dan terhindar dari resiko
rebah. Menurut Purwanto (1986) keuntungan dari tinggi tanaman yang rendah
adalah dapat ditanam dengan populasi yang lebih rapat, lebih mudah dalam
pemanenan dan pemeliharaan, dan lebih tahan terhadap serangan burung maupun
serangan hama dan penyakit. Oleh karena itu, untuk karakter tinggi tanaman pada
penelitian ini galur yang diuji diharapkan dapat lebih rendah dibandingkan tetua
Numbu.
Tinggi tanaman pada populasi F4 berkisar 145.3 – 230.3 cm dengan nilai
tengah 186.7 cm. Berdasarkan uji-t terdapat 12 galur F4 yang memiliki tinggi
tanaman yang berbeda nyata lebih rendah dari tetua Numbu (Tabel 1). Perbedaan
tinggi tanaman disebabkan oleh ketahanan galur tersebut dengan lingkungan
tumbuhnya yang masam. Hal ini dikarenakan pH tanah pada penelitian ini adalah
4.2. Tanaman sorgum yang rendah menunjukan bahwa tanaman tersebut peka
terhadap tanah masam, sedangkan tanaman sorgum yang tinggi menunjukan
bahwa tanaman tersebut toleran terhadap tanah masam.
Tinggi tanaman populasi BC1P1F3 berkisar 147.8 – 204.2 cm. Terdapat 12
galur BC1P1F3 yang memiliki tinggi yang berbeda nyata lebih rendah dari tetua
Numbu (Tabel 2). Tinggi tanaman pada populasi BC1P2F3 yang diuji memiliki
kisaran tinggi tanaman 151.9 – 231.2 cm. Terdapat 4 galur yang memiliki tinggi
yang berbeda nyata lebih rendah dari tetua Numbu (Tabel 3). Salah satu faktor
yang menentukan tinggi tanaman adalah ruas pada batang. Ruas paling seragam
terletak pada tengah batang, ruas paling pendek terletak mendekati basal, dan ruas
yang terpanjang yaitu pada tangkai malai (Martin 1970).
Jumlah Daun
Jumlah daun merupakan karakter yang penting dalam menghasilkan
produksi biji yang tinggi. Menurut Gardner et al (1991) daun merupakan tempat
terjadinya fotosintesis, semakin banyak jumlah dan luas daun maka proses
fotosintesis dan fotosintat yang dihasilkan juga meningkat. Galur-galur F4 sorgum
yang diuji memiliki kisaran jumlah daun 7.7 – 10.8 helai. Berdasarkan uji-t pada
galur-galur F4 terdapat 4 galur yang berbeda nyata lebih tinggi dari tetua Numbu
(Tabel 1). Karakter jumlah daun pada populasi BC1P1F3 berkisar 8.2 – 10.5 helai
dan terdapat 1 galur yang berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan tetua Numbu.
(Tabel 2). Populasi BC1P2F3 memiliki jumlah daun berkisar 8.2 – 12.5 helai dan
terdapat 13 galur yang berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan tetua Numbu
(Tabel 3). Hasil penelitian Bullard dan York (1985) menunjukkan bahwa
banyaknya daun tanaman sorgum berkorelasi dengan panjang periode vegetatif
yang dibuktikan oleh setiap penambahan satu helai daun memerlukan waktu

11
sekitar 3 – 4 hari. Jumlah daun yang ada pada tanaman sorgum umumnya berkisar
antara 7 – 18 helai daun.
Tabel 1 Keragaan dan hasil uji-t galur-galur F4
Galur
F4 96
F4 98
F4 100
F4 105
F4 114
F4 116
F4 119
F4 121
F4 122
F4 124
F4 126
F4 133
F4 136
F4 140
F4 142
F4 162
F4 164
F4 169
F4 216
F4 306
F4 326
F4 330
F4 331
F4 332
F4 359
F4 361
F4 383
F4 401
F4 403
F4 413
F4 415
F4 417
Rata-rata
F4
Numbu
B-69

Tinggi tanaman
(cm)
221.7
204.2
206.5
228.5
156.7a
169.2a
176.3a
230.3
229.8
210.8
225.8
188.2
168.5a
189.0
198.0
183.0a
168.3a
164.8a
155.5a
183.0
191.3
185.8
228.5
176.9
188.5
187.3
153.2a
145.3b
154.8
175.5a
169.2a
160.8a
186.7
192.9
165.1

Keragaan galur
Jumlah daun
Diameter batang
(helai)
(mm)
9.0
15.0
8.7
14.7
8.7
15.0
ab
10.8
16.0b
8.3
12.9
9.3
14.4
7.8
15.6
ab
10.7
19.0ab
8.3
20.7ab
9.0
16.4
9.5
19.0ab
9.8
15.3
9.2
15.4
10.2
17.0b
8.8
13.7
9.7
17.3b
7.7
12.5
9.3
14.0
8.8
15.0b
9.7
16.2b
9.2
14.7
ab
10.2
11. 9
9.7
15.8b
9.0
14.7
8.8
13.9
ab
10.7
14.8
7.8
11.6
7.7
12.5
10.0
14.4
8.5
12.7
9.8
11.8
8.0
11.2
9.2
9.5
9.6

14.8
15.6
13.4

Angka yang diikuti oleh huruf a : berbeda nyata dari tetua Numbu; b berbeda nyata dari tetua
B-69 berdasarkan uji t pada taraf 5%

12
Tinggi tanaman berkorelasi positif dengan jumlah daun. Hal ini
menunjukkan bahwa semakin tinggi ukuran suatu tanaman maka jumlah daun
akan meningkat. Semakin banyak jumlah daun pada tanaman maka fotosintat
yang dihasilkan akan meningkat. Fotosintat dari hasil fotosintesis tanaman akan
dialirkan ke biji sehingga semakin banyak fotosintat yang dapat dialirkan ke biji
maka potensi hasil tanaman tersebut akan meningkat.
Tabel 2 Keragaan dan hasil uji-t galur-galur BC1P1F3
Keragaan
Galur
Tinggi tanaman
Jumlah daun
(cm)
(helai)
B-69/N/P1 10
179.8a
9.7
B-69/N/P1 12
147.8ab
8.5
B-69/N/P1 14
182.6a
10.5ab
B-69/N/P1 18
188.3
9.2
ab
B-69/N/P1 20
154.0
9.2
B-69/N/P1 32
155.8ab
9.2
a
B-69/N/P1 33
175.0
9.0
B-69/N/P1 36
177.8a
9.8
B-69/N/P1 38
204.2
9.0
B-69/N/P1 41
162.2a
9.3
a
B-69/N/P1 51
154.3
8.2
B-69/N/P1 55
155.7a
9.0
B-69/N/P1 61
175.0a
10.3
a
B-69/N/P1 64
175.0
10.0
Rata-rata
BC1P1F3
170.5
9.4
Numbu
192.9
9.5
B-69
165.1
9.6

Diameter
batang (mm)
12.7
12.5
13.8
12.5
13.6
13.5
10.8
14.1
12.9
13.9
11.0
15.4
16.3
13.9
13.4
15.6
13.4

Angka yang diikuti oleh huruf a : berbeda nyata dari tetua Numbu; b berbeda nyata dari tetua
B-69 berdasarkan uji t pada taraf 5%

Diameter Batang
Batang merupakan penunjang berdirinya tanaman, oleh karena itu karakter
diameter batang merupakan parameter yang penting. Menurut Helena (2000)
diameter batang menggambarkan besarnya batang sorgum yang dapat menunjang
tanaman dengan baik dan sebagai tempat mengalirnya hara dari tanah dan hasil
fotosintesis ke seluruh bagian tanaman. Diameter batang yang kecil memiliki
resiko kerebahan yang tinggi dibandingkan dengan diameter batang yang besar
dan dapat menurunkan hasil karena hasil fotosintat yang dihasilkan oleh daun
tidak dapat mengalir secara optimal ke bagian malai sorgum. Galur-galur F4
sorgum yang diuji memiliki kisaran diameter batang yaitu 11.2– 20.7 mm.
Berdasarkan uji-t pada galur-galur F4 terdapat 3 galur yang berbeda nyata lebih
tinggi dibandingkan dengan tetua Numbu (Tabel 1). Diameter batang populasi
BC1P1F3 berkisar 10.8 – 16.3 mm dan tidak terdapat galur yang berbeda nyata
lebih tinggi dari tetua Numbu (Tabel 2). Hal ini dikarenakan untuk diameter
batang pada populasi BC1P1F3 hampir sama dengan tetua Numbu. Populasi

13
BC1P2F3 memiliki diameter batang berkisar 11.4 – 18.5 mm dan terdapat 2 galur
yang berbeda nyata lebih tinggi dari tetua Numbu (Tabel 3).
Tinggi tanaman memiliki korelasi positif terhadap diameter batang. Hal ini
menunjukkan bahwa semakin tinggi tanaman sorgum, maka diameter batang
sorgum tanaman tersebut akan semakin lebar. Diameter batang yang lebar
menandakan bahwa batang tanaman tersebut kokoh dan tingkat kerebahan yang
dimiliki akan berkurang.
Tabel 3 Keragaan dan dan hasil uji-t galur-galur BC1P2F3
Keragaaan
Galur
Tinggi tanaman
Jumlah daun
(cm)
(helai)
B-69/N/P2 2
202.8
11.2ab
B-69/N/P2 5
201.2
8.7
B-69/N/P2 6
197.9
10.7ab
a
B-69/N/P2 10
151.9
8.2
B-69/N/P2 14
226.7
11.2ab
B-69/N/P2 18
205.8
9.5
B-69/N/P2 21
181.8
9.8
B-69/N/P2 24
199.8
11.0ab
B-69/N/P2 25
231.2
10.0
B-69/N/P2 26
179.1a
10.3ab
a
B-69/N/P2 28
181.8
10.2a
B-69/N/P2 29
187.8
9.0
B-69/N/P2 32
181.4
8.7
B-69/N/P2 33
199.4
9.5
B-69/N/P2 35
188.3
9.3
B-69/N/P2 36
200.5
11.7ab
B-69/N/P2 40
184.0a
10.3ab
B-69/N/P2 41
217.5
11.3ab
B-69/N/P2 46
221.8
10.2a
B-69/N/P2 47
230.0
12.5ab
B-69/N/P2 48
225.5
11.2a
B-69/N/P2 49
217.0
10.5ab
Rata-rata
BC1P2F3
200.6
10.2
Numbu
192.9
9.5
B-69
165.1
9.6

Diameter
batang (mm)
13.3
13.4
14.7
11.4a
17.7b
15.6b
12.9
16.3b
16.3b
11.5
14.4
14.2
13.2
13.7
16.1b
16.4b
15.0
14.9
16.2b
18.5ab
16.1b
15.7b
14.9
15.6
13.4

Angka yang diikuti oleh huruf a : berbeda nyata dari tetua Numbu; b berbeda nyata dari tetua
B-69 berdasarkan uji t pada taraf 5%

Keragaan Karakter Komponen Hasil Galur-galur Sorgum
Karakter komponen hasil merupakan karakter yang menunjang hasil
produksi tanaman. Karakter komponen hasil yang diamati pada penelitian ini
adalah panjang malai, diameter malai, bobot malai, dan bobot biji malai-1.

14
Keragaan karakter komponen hasil galur-galur sorgum disajikan pada Tabel 4,
Tabel 5, dan Tabel 6.
Tabel 4 Keragaan dan hasil uji-t galur-galur F4
Keragaan
Galur
Panjang malai
Diameter
Bobot malai
(cm)
malai (mm)
(g)
ab
F4 96
24.4
49. 6
68.0b
F4 98
23.72a
47.1
65.7b
a
F4 100
23.3
51.3
73.1b
F4 105
23.08a
55.1
81.7b
F4 114
18.3
44.0
35.6
F4 116
18.4
43.3
53.6
F4 119
24.5ab
62.0b
93.0b
F4 121
24.9ab
61.0b
128.5ab
ab
F4 122
24.9
50.7
75.6b
ab
F4 124
25.0
44.6
59.9
F4 126
20.4a
47.6
58.3
a
F4 133
22.6
53.9
70.2
F4 136
19.3
52.5
81.7b
a
F4 140
24.6
53.7
80.0b
F4 142
21.2a
52.0
73.4
F4 162
19.6
47.1
50.3
F4 164
19.5
45.8
59.0
F4 169
17.5
49.4
67.1
F4 216
19.9
42.2
53.7
F4 306
22.3a
64.6b
107.6ab
F4 326
20.1
45. 8
54.2
F4 330
21.8a
42.4
59.5
a
F4 331
21.9
51.3
73.9b
F4 332
22.6a
49. 9
85.6b
a
F4 359
22.4
53.8
76.3
F4 361
18.6
50.2
72.7b
a
F4 383
21.1
41.1
50.7
F4 401
18.4
50.9
57.0
F4 403
19.1
48.1
63.4
a
F4 413
20.6
49.6
66.7
F4 415
16.7
48.7
48.5
a
F4 417
21.0
37.1
39.3
Rata-rata
F4
21.3
49.6
68.2
Numbu
18.8
57.7
76.1
B-69
22.4
52.4
50.8

Bobot biji
malai-1 (g)
54.7b
51.5b
58.3b
64.9b
28.7
40.4
74.6b
101.0ab
55.7b
48.9b
45.1
51.4
61.6b
61.5b
56.1
42.0
47.0
53.8
40.1
86.0b
44.3
49.0b
59.1b
64.3b
63.0b
58.8b
39.9
43.1
45.4
52.1
36.8
32.1
53.5
60.1
38.3

Angka yang diikuti oleh huruf a : berbeda nyata dari tetua Numbu; b : berbeda nyata dari tetua
B-69 berdasarkan uji t pada taraf 5%

15
Panjang Malai
Malai sorgum merupakan rangkaian dari bunga sorgum yang kemudian
akan menjadi bulir-bulir sorgum. Menurut Sugandi et al (2012) pada umumnya
kepadatan, panjang, dan diameter malai sorgum tidak selalu mencerminkan
jumlah biji per malai. Galur-galur F4 memiliki panjang malai berkisar 16.7 – 25.0
cm. Berdasarkan uji-t terdapat 20 galur populasi F4 yang berbeda nyata lebih
tinggi dari tetua Numbu untuk karakter panjang malai (Tabel 4). Pada populasi
BC1P1F3 tidak ada galur yang lebih besar dari diameter malai tetua Numbu (Tabel
6). Panjang malai pada populasi BC1P1F3 berkisar 19.3 – 24.5 cm. Populasi
BC1P2F3 memiliki panjang malai berkisar 18.9 – 24.1 cm dan terdapat 11 galur
yang memiliki panjang malai berbeda nyata dari tetua Numbu (Tabel 5).
Panjang malai berkorelasi positif dengan diameter malai, bobot malai, dan
bobot biji malai-1. Hal ini menunjukkan bahwa semakin panjang malai maka
diameter malai akan besar, bobot malai semakin besar dan bobot biji malai-1
semakin besar sehingga potensi hasil yang dihasilkan akan lebih tinggi.
Tabel 5 Keragaan dan hasil uji-t galur-galur BC1P2F3
Keragaan
Galur
Panjang
Diameter
Bobot malai
malai (cm) malai (mm)
(g)
B-69/N/P2 2
B-69/N/P2 5
B-69/N/P2 6
B-69/N/P2 10
B-69/N/P2 14
B-69/N/P2 18
B-69/N/P2 21
B-69/N/P2 24
B-69/N/P2 25
B-69/N/P2 26
B-69/N/P2 28
B-69/N/P2 29
B-69/N/P2 32
B-69/N/P2 33
B-69/N/P2 35
B-69/N/P2 36
B-69/N/P2 40
B-69/N/P2 41
B-69/N/P2 46
B-69/N/P2 47
B-69/N/P2 48
B-69/N/P2 49
Rata-rata
BC1P2F3
Numbu
B-69

Bobot biji
malai-1 (g)

18.9
20.0
22.5a
19.8
23.8a
19.0
19.4
19.0
20.8
20.6a
21.5a
23.0a
20.8a
21.3a
20.3
19.8
19.0
21.8a
21.3a
22.6a
20.3
24.1ab

53.0
44.7
50.3
47.5
51.1
56.9
53.6
52.1
50.6
58.1
53.4
57.7
48.1
56.3
57.8
56.3
44.5
58.9
62.6b
60.4b
50.6
62.7b

52.5
53.9
78.1b
52.2
93.9b
57.7
68.1b
87.4b
96.4b
76.4b
89.3ab
51.7
52.2
67.0
70.8
94.6b
75.8
83.qb
86.6b
116.4ab
82.2b
72.8b

43.7
36.5
62.6b
41.5
76.7b
67.7b
53.4b
70.4b
73.6b
60.2b
67.5b
50.0
41.6
52.1
56.2b
74.2b
61.5b
63.5b
68.6b
83.9ab
69.8b
54.5b

20.9
18.8
22.4

54.0
57.7
52.4

75.4
76.1
50.8

60.4
60.1
38.3

Angka yang diikuti oleh huruf a : berbeda nyata dari tetua Numbu; b berbeda nyata dari tetua
B-69 berdasarkan uji t pada taraf 5%

16
Diameter malai
Diameter malai yang lebar tidak mencerminkan panjang malai yang tinggi
ataupun jumlah biji per malai menjadi banyak. Galur-galur F4 memiliki diameter
malai berkisar 37.1 – 64.6 mm. Berdasarkan uji-t tidak terdapat galur F4 yang
berbeda nyata lebih tinggi dari tetua Numbu, namun terdapat 3 galur yang berbeda
nyata lebih tinggi dari tetua B-69 (Tabel 4). Populasi BC1P1F3 memiliki diameter
malai 37.3 – 61.7 mm dan tidak terdapat galur yang memiliki diameter malai
berbeda nyata dari tetua Numbu (Tabel 6). Diameter malai pada populasi BC1P2F3
berkisar 44.5 – 62.7 mm dan tidak terdapat galur yang memiliki diameter malai
berbeda nyata dari tetua Numbu (Tabel 5). Tidak ada galur pada populasi F4,
BC1P1F3, dan BC1P2F3 yang memiliki diameter malai lebih besar dari tetua
Numbu dikarenakan nilai tengah diameter malai Numbu mencapai 57.7 mm
sedangkan galur-galur F4 49.6 mm, galur-galur BC1P1F3 48.0 mm, dan BC1P2F3
54.0 mm.
Tabel 6 Keragaan dan sidik ragam uji-t galur-galur BC1P1F3
Keragaan
Galur
Panjang
Diameter
Bobot malai
malai (cm)
malai (mm)
(g)
B-69/N/P1 10
22.8a
51.9
71.7b
B-69/N/P1 12
19.3
42.3
49.1
B-69/N/P1 14
20.2a
48.0
68.2
B-69/N/P1 18
22.4a
43.4
63.5
a
B-69/N/P1 20
20.8
46.3
61.5
B-69/N/P1 32
20.9a
45.8
57.4
B-69/N/P1 33
19.3
37.3
33.5
B-69/N/P1 36
19.3
46.5
54.4
ab
B-69/N/P1 38
24.5
43.1
52.7
B-69/N/P1 41
20.2
46.7
58.2
B-69/N/P1 51
21.1
48.4
58.1
B-69/N/P1 55
20.4
58.0
83.0b
b
B-69/N/P1 61
19.6
61.7
75. 8b
B-69/N/P1 64
19.5
52. 6
74.3b
Rata-rata
BC1P1F3
20.7
48.0
61.5
Numbu
18.8
57.7
76.1
B-69
22.4
52.4
50.8

Bobot biji
malai-1 (g)
53.8b
36.5
45.1
51.3
47.3
39.7
27.2
45.8
40.4
41.0
48.2
65.3b
52.5b
58.1b
46.6
60.1
38.3

Angka yang diikuti oleh 16simbol a : berbeda nyata dari tetua Numbu; b berbeda nyata dari tetua
B-69 berdasarkan uji t pada taraf 5%.

Bobot malai
Bobot malai merupakan bobot kering malai ditambah dengan bobot biji
yang terdapat di malai tersebut. Bobot malai dipengaruhi oleh jumlah biji, berat
biji, ukuran biji, panjang malai, dan diameter malai. Galur-galur F4 memiliki
bobot malai berkisar 35.6 – 128.5 g. Berdasarkan uji-t terdapat 2 galur pada
populasi F4 yang berbeda nyata lebih tinggi dari tetua Numbu (Tabel 4). Bobot
malai pada populasi BC1P1F3 berkisar 33.5 – 83.0 g, tidak terdapat galur yang
memiliki bobot malai berbeda nyata dari tetua Numbu (Tabel 6). Pada populasi

17
BC1P2F3 memiliki bobot malai berkisar 51.7 – 116.4 g, dan terdapat 2 galur yang
berbeda nyata dari tetua Numbu (Tabel 5).
Bobot malai berkorelasi positif dan sangat nyata terhadap bobot biji malai-1.
Hal ini menujukan bahwa semakin berat bobot malai maka bobot biji malai-1
semakin berat pula dan bobot brangkasan malai tidak berpengaruh terhadap bobot
biji malai-1 yang dihasilkan pada malai tersebut.
Bobot biji malai-1
Bobot biji malai-1 merupakan karakter yang penting karena berhubungan
dengan produksi biji yang dapat dihasilkan oleh tanaman. Galur-galur F4 memiliki
bobot biji malai-1 berkisar 28.7 – 101.0 g. Berdasarkan uji-t terdapat 1 galur F4
yang berbeda nyata lebih besar dari tetua Numbu (Tabel 4). Karakter bobot biji
malai-1 pada populasi BC1P1F3 berkisar 27.2 – 65.3 g dan tidak terdapat galur
yang memiliki bobot biji malai-1 berbeda nyata dari tetua Numbu (Tabel 6). Pada
populasi BC1P2F3 bobot biji malai-1 berkisar 36.5 – 83.9 g, terdapat 1 galur yang
memiliki panjang malai berbeda nyata dari tetua Numbu (Tabel 5).
Bobot biji malai-1 dipengaruhi oleh panjang malai, diameter malai, dan
bobot malai. Hal ini dibuktikan dengan adanya korelasi positif dari keempat
karakter tersebut. Semakin panjang malai sorgum maka semakin besar bobot biji
malai-1. Semakin lebar diameter malai maka bobot biji malai-1 yang dihasilkan
akan besar. Semakin besar bobot malai maka akan semakin besar bobot biji malai1
. Semakin panjang malai maka diameter malai akan besar dan bobot malai juga
semakin besar sehingga bobot biji malai-1 akan meningkat.

Perbandingan Ragam Dalam Galur dengan Ragam Antar Galur Sorgum
Keragaman adalah perbedaan penampakan dari suatu sifat (fenotipe) di
antara individu-individu dalam suatu populasi (Mangoendidjojo 2003).
Perbandingan ragam dalam galur dengan ragam antar galur sorgum disajikan pada
Tabel 7, Tabel 8, dan Tabel 9.
Galur-galur yang memiliki ragam dalam galur lebih rendah dari ragam antar
galur akan dilanjutkan ke generasi selanjutnya. Hal ini menunjukkan bahwa
tingkat homozigositas pada galur tersebut sudah tinggi. Penyerbukan sendiri yang
menyebabkan peningkatan homozigositas dari generasi ke generasi. Hal ini
dikarenakan pasangan gen-gen homozigot akan senantiasa homozigot bila
diserbuki sendiri dan pasangan gen-gen heterozigot akan bersegregasi
menghasilkan genotipe homozigot dan heterozigot dengan perbandingan yang
sama bila diserbuk sendiri.
Hasil perbandingan ragam dalam galur dengan ragam antar galur
menunjukan bahwa terdapat 32 galur F4 pada karakter tinggi tanaman, 29 galur F4
pada karakter jumlah daun, 26 galur F4 pada karakter diameter batang, 31 galur F4
pada karakter panjang malai, 22 galur F4 pada diameter malai, 25 galur F4 pada
karakter bobot malai, dan 25 galur F4 pada karakter bobot biji malai-1 memiliki
nilai ragam dalam galur lebih rendah dari nilai ragam antar galur (Tabel 7).

18
Tabel 7 Nilai ragam dalam galur dan antar galur populasi F4
Galur
TT
JD
DB
PM
DM
F4 96
29.9
0.0
5.4
2.6
26.3
F4 98
9.8
0.7
5.0
2.4
103.7
F4 100
79.9
0.7
12.9
2.3
46.9
F4 105
49.1
1.0
3.9
7.6
74.5
F4 114
111.1
1.1
4.7
2.6
49.9
F4 116
69.4
0.3
7.9
3.2
56.1
F4 119
81.6
1.0
7.7
4.7
127.5
F4 121
54.3
0.3
6.7
3.4
77.3
F4 122
32.2
0.3
3.3
0.6
81.7
F4 124
16.6
0.4
12.0
3.9
47.2
F4 126
4.6
0.3
6.2
1.7
47.2
F4 133
2.2
0.2
2.8
6.5
104.6
F4 136
94.3
0.6
5.5
2.3
34.98
F4 140
3.2
1.0
9.8
7.9
126.1
F4 142
569.2
0.2
4.4
7.9
95.4
F4 162
83.2
1.1
19.3
5.8
109.4
F4 164
32.7
1.5
0.6
4.0
19.3
F4 169
177.4
1.1
5.6
3.1
119.2
F4 216
125.5
1.8
1.9
6.3
175.3
F4 306
142.8
1.1
2.00
5.5
84.9
F4 326
17.9
1.4
5.3
3.1
92.8
F4 330
113.8
0.2
12.6
4.7
44.7
F4 331
69.9
0.3
1.5
2.8
47.3
F4 332
202.4
0.8
4.3
5.1
134.7
F4 359
57.9
0.2
7.1
16.1
212.8
F4 361
31.5
0.8
10.8
2.7
88.1
F4 383
606.2
1.0
6.4
5.5
166.6
F4 401
4.2
0.3
8.3
1.6
26.5
F4 403
126.2
1.2
5.7
6.0
135.2
F4 413
76.7
0.7
5.3
4.2
101.6
F4 415
247.5
1.0
2.0
1.3
35.9
F4 417
490.2
0.8
10.9
7.3
115.1
RAG
727.3
1.3
10.2
9.4
108.0

BM
54.6
72.4
23.4
53.5
6.9
92.4
63.7
69.0
83.8
15.4
116.8
599.2
403.2
415.9
828.9
189.7
212.3
1139.2
805.1
715.4
191.5
210.4
263.8
898.0
1156.8
257.1
481.1
32.0
736.0
540.6
190.5
617.1
723.6

BBM
76.7
216.5
93.3
168.1
68.2
258.9
640.9
265.7
375.7
59.6
112.1
262.7
246.5
154.7
534.9
147.3
109.6
881.4
479.0
457.8
139.9
149.4
159.5
661.7
820.2
157.1
359.2
34.74
389.1
422.1
117.9
330.5
457.0

RAG : ragam antar galur, TT : tinggi tanaman, JD : jumlah daun, DB : diameter batang, PM :
panjang malai, DM : diameter malai, BM : bobot malai, BBM : bobot biji malai -1

Hasil perbandingan ragam dalam galur dengan ragam antar galur
menunjukan bahwa terdapat 21 galur BC1P2F3 pada karakter tinggi tanaman, 20
galur BC1P2F3 pada karakter jumlah daun, 19 galur BC1P2F3 pada karakter
diameter batang, 18 galur BC1P2F3 pada karakter panjang malai, 18 galur BC1P2F3
pada diameter malai, 17 galur BC1P2F3 pada karakter bobot malai, dan 15 galur
BC1P2F3 pada karakter bobot biji malai-1 memiliki nilai ragam dalam galur lebih
rendah dari nilai ragam antar gal