Keragaan Karakter Agronomi dan Keberhasilan Persilangan Galur-galur Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench)

KERAGAAN KARAKTER AGRONOMI DAN
KEBERHASILAN PERSILANGAN GALUR-GALUR
SORGUM (Sorghum bicolor (L.) Moench)

MAYANG SARI

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Keragaan Karakter
Agronomi dan Keberhasilan Persilangan Galur-galur Sorgum (Sorghum bicolor
(L.) Moench) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2013
Mayang Sari
NIM A24090127

ABSTRAK
MAYANG SARI. Keragaan Karakter Agronomi dan Keberhasilan Persilangan
Galur-galur Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench). Dibimbing oleh DESTA
WIRNAS dan TRIKOESOEMANINGTYAS.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaan karakter calon tetua
serta mengetahui keberhasilan persilangan galur-galur sorgum (Sorghum bicolor
(L.) Moench). Penelitian ini dilakukan di Kebun Percobaan Leuwikopo, IPB,
Dramaga, Bogor mulai bulan Februari sampai bulan Juli 2013. Penelitian ini
terdiri dari dua percobaan. Percobaan pertama disusun berdasarkan rancangan
kelompok lengkap teracak (RKLT) dengan satu faktor sebanyak 3 ulangan, dan
percobaan kedua disusun berdasarkan metode persilangan line x tester. Keragaan
karakter agronomi pada galur-galur tetua menunjukkan perbedaan yang nyata
dengan varietas Numbu dan Kawali pada semua peubah, kecuali peubah daya
tumbuh. Keragaan komponen hasil galur-galur tetua menunjukkan perbedaan

yang nyata dengan varietas pembanding terutama pada karakter panjang malai dan
bobot seribu butir. Hasil penelitian menunjukkan adanya korelasi antar karakter
agronomi dan komponen hasil dengan nilai korelasi yang positif. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa keberhasilan persilangan pada galur-galur introduksi lebih
tinggi dari galur IPB hasil persilangan dan galur mutan sorgum. Keberhasilan
persilangan pada beberapa genotipe sorgum tidak menunjukkan korelasi dengan
komponen iklim.
Kata kunci: karakter agronomi, komponen hasil, persilangan

ABSTRACT
MAYANG SARI. Performance of Agronomic Character and Crossing Ability of
Sorghum (Sorghum bicolor (L.) Moench) Lines. Supervised by DESTA WIRNAS
and TRIKOESOEMANINGTYAS.
The objectives of this experiment were to determine the performance
character of the parental lines and crossing ability of sorghum (Sorghum bicolor
(L.) Moench) lines. This research was carried out in the Leuwikopo Experimental
Farm, Bogor Agricultural University, Dramaga, Bogor and started from February
2013 to July 2013. This experiment was arranged by two sebdivission. The first
experiment was arranged in a randomized complete block design with one factor
and three replications, and the second was arranged in line x tester crossing

methode. Performance of agronomic traits of the parental lines showed significant
differences with Numbu and Kawali varieties in all variables, except the
germination variable. Performance of yield comoponent in sorghum lines showed
significant differences with Numbu and Kawali varieties, especially on the
character length of panicle and thousand grain weight. The results showed a
positive correlation between agronomic characters and yield component. The
results showed that the cross compatibility introduced lines was higher than IPB
breeding lines and mutant lines of sorghum. The successful at the each lines did
not indicate correlation of the climate components.
Keywords: agronomy character, hybridization, yield component

KERAGAAN KARAKTER AGRONOMI DAN
KEBERHASILAN PERSILANGAN GALUR-GALUR
SORGUM (Sorghum bicolor (L.) Moench)

MAYANG SARI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian

pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi: Keragaan Karakter Agronomi dan Keberhasilan Persilangan
Galur-galur Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench)
: Mayang Sari
Nama
: A24090127
NIM

Disetujui oleh

Dr Desta Wirnas, SP, MSi
Pembimbing I


Tanggal Lulus:

12 2 OCT 2013

Dr Ir Tr' oesoemaningtyas, MSc
Pembimbing II

Judul Skripsi : Keragaan Karakter Agronomi dan Keberhasilan Persilangan
Galur-galur Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench)
Nama
: Mayang Sari
NIM
: A24090127

Disetujui oleh

Dr Desta Wirnas, SP, MSi
Pembimbing I


Dr Ir Trikoesoemaningtyas, MSc
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Agus Purwito, MScAgr
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat
dan karunia-Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
Keragaan Karakter Agronomi dan Keberhasilan Persilangan Galur-galur Sorgum
(Sorghum bicolor (L.) Moench). Skripsi ini merupakan karya ilmiah yang dibuat
penulis setelah menyelesaikan penelitian selama lima bulan. Hasil penelitian ini
diajukan untuk memperoleh gelar sarjana dari Fakultas Pertanian.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Kedua orangtua dan seluruh keluarga besar yang selalu memberikan doa dan
motivasi untuk penulis.

2. Dr Desta Wirnas, SP, MSi sebagai dosen pembimbing I juga sebagai dosen
pembimbing akademik, dan Dr Ir Trikoesoemaningtyas, MSc sebagai dosen
pembimbing II yang telah memberikan motivasi, bimbingan serta pengarahan
dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi.
3. Staf Laboratorium Pemuliaan IPB, Siti Marwiyah, SP, MSi, Siti Maesaroh SP,
mas Eki, pak Edi, dan pak Yusuf yang telah membantu selama proses
penelitian baik dalam bentuk tenaga maupun saran yang telah diberikan.
4. Teman-teman satu tim penelitian Sorgum, Af’idatus, Catur, Patricia, dan Jorex
yang selalu memberikan kebersamaannya selama penelitian.
5. Teman-teman AGH 46 khususnya Resti, Annisa, Reisha, Iwana, Subhi, Habib,
dan Ilham yang selalu memberikan motivasi, dan saran terhadap penelitian ini.
6. Serta pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2013
Mayang Sari

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL


vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian


2

Hipotesis

2

TINJAUAN PUSTAKA

2

Botani dan Syarat Tumbuh, dan Manfaat Sorgum

2

Persilangan Buatan

3

METODE


4

Bahan

4

Alat

4

Lokasi dan Waktu

4

Prosedur Percobaan

4

Analisis Data


7

HASIL DAN PEMBAHASAN

7

Kondisi Umum Penelitian

7

Keragaan Karakter Agronomi Galur-galur Tetua

9

Keragaan Hasil dan Komponen Hasil Galur-galur Tetua

11

Korelasi antara Hasil dan Komponen Hasil Galur-galur Tetua

12

Keberhasilan Persilangan

13

Pengaruh Keberhasilan Persilangan terhadap Komponen Iklim

17

SIMPULAN DAN SARAN

18

Simpulan

18

Saran

18

DAFTAR PUSTAKA

19

LAMPIRAN

22

RIWAYAT HIDUP

24

DAFTAR TABEL
1 Rekapitulasi sidik ragam keragaan galur-galur sorgum
2 Keragaan nilai tengah karakter agronomi galur-galur sorgum tetua
persilangan
3 Keragaan nilai tengah komponen hasil galur-galur sorgum tetua
persilangan
4 Korelasi antar karakter sorgum tetua persilangan
5 Hasil persilangan buatan galur-galur sorgum
6 Pengaruh keberhasilan persilangan terhadap temperatur rata-rata,
kelembaaban rata-rata, lama penyinaran, dan curah hujan

9
9
12
13
15
18

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5

Fase pertumbuhan tanaman
Keragaman bentuk malai sorgum tetua persilangan
Tahapan persilangan tanaman sorgum
Hasil persilangan sorgum di lapangan
Persentase keberhasilan persilangan galur-galur sorgum

8
11
14
15
16

DAFTAR LAMPIRAN
1 Deskripsi varietas Numbu dan Kawali
2 Data iklim wilayah Dramaga

22
23

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kebutuhan terhadap bahan pangan yang semakin besar sejalan dengan
meningkatnya jumlah penduduk menuntut pengembangan berbagai jenis tanaman
pangan. Tingginya kesejahteraan akan meningkatkan kebutuhan protein hewani
yang tentunya dibutuhkan pula bahan pakan bagi hewan (Subandi et al. 1994).
Jenis tanaman yang dibudidayakan hendaknya mampu menyediakan kebutuhan
pangan dan pakan sekaligus, namun mampu beradaptasi luas pada lingkungan
yang kurang mendukung. Menurut Rooney dan Awika (2005) sorgum sebagai
salah satu tanaman pangan utama memiliki posisi penting di dunia baik sebagai
bahan pangan, pakan ternak dan sebagai bahan alternatif bahan bakar nabati.
Sorgum memiliki kandungan protein sebanyak 10.11%, karbohidrat 80.2%, dan
lemak 3.65% sehingga dapat digunakan sebagai bahan makanan pengganti beras
karena kandungan karbohidrat yang juga lebih tinggi diatas jagung.
Menurut Dogget (1988) tanaman sorgum mampu tumbuh di lahan subur
maupun lahan marjinal karena sorgum lebih toleran kekeringan dan mampu
beradaptasi dengan lingkungan tumbuhnya dibandingkan dengan tanaman sereal
lain. Hal ini disebabkan oleh adanya lapisan lilin pada batang dan daun sorgum
yang dapat mengurangi kehilangan air melalui penguapan (transpirasi tanaman).
Sutrisna (2012) menambahkan bahwa budidaya sorgum tidak memerlukan input
tinggi dan dapat tumbuh pada lahan suboptimal yang tidak dapat ditanami oleh
tanaman lainnya, sehingga tidak akan terjadi persaingan penggunaan lahan dengan
komoditas tanaman pangan lainnya.
Upaya peningkatan produksi dan kualitas sorgum di Indonesia telah
dicapai melalui program pemuliaan tanaman. Pemuliaan sorgum diarahkan untuk
perbaikan sifat-sifat adaptasi untuk kekeringan, ketahanan terhadap hama dan
penyakit, umur genjah, daya hasil tinggi, dan kualitas terjamin baik untuk pangan
maupun pakan (Harahap et al. 1994). Teknik persilangan buatan merupakan salah
satu tahapan pemuliaan tanaman yang menghasilkan keragaman tanaman dan
gabungan sifat-sifat unggul dari tetuanya yang dapat diseleksi. Supeno (2004)
menambahkan bahwa persilangan merupakan upaya memperbesar keragaman
genetik dengan memadukan sifat tetua untuk mendapatkan varietas unggul.
Keterampilan dan ketelitian harus diperhatikan dalam teknik persilangan
buatan agar tidak terjadi kesalahan dalam melakukan persilangan. Pemilihan tetua
yang tepat sangat penting dan diharapkan tetua yang akan disilangkan memiliki
kecocokan (kompatibel) sehingga dapat dihasilkan keberhasilan persilangan yang
tinggi. Menurut Syukur et al. (2012) kesuksesan dalam program pemuliaan
ditentukan oleh pemilihan materi tetua yang akan disilangkan. Penentuan ideotipe
tetua dapat dilakukan untuk mendapatkan karakter-karakter yang menunjang serta
kombinasi spesifik dari karakter yang mendukung fotosintesis, pertumbuhan, dan
produksi.

2
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaan karakter calon tetua
persilangan serta mengetahui tingkat keberhasilan persilangan antar berbagai
galur sorgum.

Hipotesis
1. Terdapat perbedaan keragaan karakter agronomi dan komponen hasil pada
calon tetua yang disilangkan
2. Terdapat perbedaan tingkat keberhasilan persilangan antar pasangan tetua.

TINJAUAN PUSTAKA
Botani dan Syarat Tumbuh, dan Manfaat Sorgum
Sorghum bicolor (L.) Moench merupakan tanaman serealia yang tergolong
dalam famili Poaceae. Tanaman lain yang tergolong famili Poaceae antara lain
padi, jagung, tebu, gandum, dan barley. Dari spesies Sorghum bicolor dibagi
menjadi 3 yaitu S. arundinuceuin (sorgum liar) S. verticillijlorum, dan S.
aethiopichum. Sorghum bicolor (L.) Moench termasuk dalam genus Shorgum,
ordo Cyperales, kelas Lilliopsida, divisi Magnoliophyta, superdivisi
Spermatophyta, subkingdom Tracheobionta, dan kingdom Plantae (Acquaah
2007).
Tanaman sorgum banyak ditanam di daerah beriklim panas dan daerah
beriklim sedang. Sorgum dibudidayakan pada ketinggian 0 - 700 m di atas
permukaan laut. Tanaman ini dapat tumbuh pada suhu lingkungan 23 – 34 0C,
tetapi suhu optimum berkisar antara 23 – 30 0C dengan kelembaban relatif 20 –
40%. Pada umumnya sorgum akan berhasil baik pada tanah-tanah ringan
(berpasir) sedangkan pada tanah-tanah berat tanaman ini masih dapat tumbuh baik
asal keadaan drainasenya baik. Sorgum tidak terlalu peka terhadap derajat
kemasaman (pH) tanah tetapi pH tanah yang baik untuk pertumbuhannya adalah
5.5 - 7.5. Tanaman sorgum tahan terhadap kekeringan dan pemupukan berat.
Dengan kedua sifat ini prospek produksi sorgum mudah ditingkatkan
(Rismunandar 1989).
Menurut Leonardo dan Martin (1963) tanaman sorgum merupakan
tanaman musim panas dengan suhu minimum untuk perkecambahan biji yaitu 7100 C. Selanjutnya Schertz dan Dalton (1993) menambahkan bahwa suhu
optimum untuk pembungaan berkisar antara 21 – 35 0C dan pembungaan menjadi
lambat apabila suhu diluar dari batas tersebut. Setiap kultivar memiliki
karakteristik respon pembungaan yang berbeda terhadap spesifik tanggal dan
lokasi penanaman.
Sorgum merupakan komoditas serealia yang belum banyak dikonsumsi
masyarakat Indonesia. Kandungan zat gizi yang terkandung dalam sorgum antara
lain protein (8 - 12%) setara dengan terigu atau lebih tinggi dibandingkan dengan

3
beras (6 - 10%), dan kandungan lemaknya (2 - 6%) lebih tinggi dibandingkan
dengan beras (0.5 - 1.5%) (Widowati 2012). Menurut Baco et al. (1997) di
Indonesia, sorgum ditanam sebagai makanan manusia (pangan) dan pakan ternak.

Persilangan Buatan
Persilangan buatan adalah penyerbukan silang secara buatan antara tetua
yang berbeda susunan genetiknya. Tujuan utama dalam persilangan buatan yaitu
untuk menggabungkan semua karakter baik ke dalam satu genotipe baru,
memperluas keragaman genetik, memanfaatkan vigor hibrida, dan menguji
potensi tetua. Keberhasilan penyerbukan buatan yang kemudian diikuti oleh
pembuahan dipengaruhi oleh kompatibilitas tetua, tepat waktu reseptif betina dan
anthesis jantan, kesuburan tanaman, serta faktor lingkungan (Syukur et al. 2012)
Seleksi bahan tetua merupakan tahap awal dalam program pemuliaan.
Pilihan yang tepat dari tetua betina dapat menentukan keberhasilan persilangan.
Persiapan tetua betina harus bertepatan dengan ketersediaan polen dari tetua
jantan. Penyesuaian bunga mungkin memerlukan penggunaan teknik khusus saat
penanaman atau selama musim tanam (Walter 1995).
Peyerbukan adalah proses jatuhnya polen di atas kepala putik, kepala putik
yang telah masak biasanya mengeluarkan lendir yang mengandung larutan gula
yang dapat membantu dalam perkecambahan polen. Pada saat polen jatuh di
kepala putik, dalam keadan normal cairan yang dihasilkan oleh putik akan diserap
kemudian akan menggembung dan berkecambah. Pada saat itulah salah satu pori
pada dinding luar polen akan pecah. Penyerbukan harus dilakukan secepat
mungkin setelah semua atau hampir semua bunga mekar (Syukur et al. 2012).
Keberhasilan penyerbukan dipengaruhi oleh keterampilan dalam
melakukan persilangan, pengaruh lingkungan biotik dan abiotik, umur polen,
kelimpahan polen, dan luka yang diakibatkan pada saat melakukan emaskulasi
dan penyerbukan. Penyerbukan secara buatan sebaiknya dilakukan di rumah kaca
tetapi untuk variabel yang berbeda dilakukan di lapangan. Perkembangan biji
dapat diamati pada tujuh hari setelah penyerbukan dan pembuahan berhasil.
(Schretz dan Dalton 1993).
Pemuliaan tanaman sorgum menurut Quinby dan Schertz (1970)
bergantung pada pengetahuan terhadap pewarisan karakteristik tertentu seperti
pertumbuhan tinggi, warna biji, warna tanaman, tingkat kekeringan batang, tipe
pati atau zat tepung endosperm, ada atau tidaknya jejanggut (awn) pada bulir, dan
sifat mandul jantan. Tanaman mandul jantan merupakan salah satu pengendalian
mekanisme genetik terpenting dalam sorgum yang memungkinkan produksi benih
hibrida.

4

METODE PENELITIAN
Bahan
Bahan tanam yang digunakan dalam penelitian ini meliputi 10 galur
sorgum yang digunakan sebagai tetua betina serta dua varietas sorgum sebagai
tetua jantan. Galur-galur yang digunakan sebagai tetua betina yaitu N/UP-17-10,
N/UP-32-8, N/UP-82-3, N/UP-89-3, dan N/UP-118-7, yang merupakan galurgalur IPB hasil persilangan varietas Numbu dengan UPCA S1 yang telah diuji
sampai beberapa generasi, galur PI-150-20-A, PI-10-90-A, PI-150-21-A, PI-5193-C merupakan galur-galur sorgum yang diintroduksi dari International Crop
Research Institute for the Semi-Arid Tropics (ICRISAT), sedangkan B-69 adalah
galur yang berasal dari varietas Durra yang diiradiasi sinar gamma menggunakan
dosis 300 Gy oleh Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi (PATIR), Badan
Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) (Sihono 2008). Varietas yang digunakan
senbagai tetua jantan yaitu varietas Numbu dan Kawali yang diintroduksi dari
ICRISAT namun telah melalui tahapan proses pengujian adaptasi dan daya hasil
selama beberapa generasi kemudian dilepas menjadi varietas unggul nasional oleh
Departemen Pertanian (Sihono et al. 2010). Bahan lain yang digunakan dalam
penelitian ini antara lain 150 kg ha-1 pupuk Urea, 100 kg ha-1 pupuk SP-36, dan
100 kg ha-1 pupuk KCl, insektisida, dan fungisida.

Alat
Peralatan yang digunakan yaitu cangkul, kored, tali, tugal, meteran, jangka
sorong, dan timbangan. Alat yang dibutuhkan selama proses persilangan antara
lain pinset, gunting, label, kertas sungkup, dan paper clip.

Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Leuwikopo, Dramaga,
Bogor pada bulan Februari sampai Juli 2013. Proses pascapanen dilakukan di
Laboratorium Pemuliaan Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB
pada bulan Juli 2013.
Prosedur Percobaan
Penelitian ini terdiri dari dua percobaan, yaitu percobaan keragaan
karakter calon tetua persilangan dan percobaan persilangan pada beberapa
genotipe sorgum.
Percobaan 1: Evaluasi Keragaan Karakter Calon Tetua Persilangan
Penanaman dan Pemupukan
Penanaman dilakukan dengan jarak tanam 100 cm x 10 cm, setiap satuan
percobaan berukuran 6 m x 1.5 m. Satu ulangan percobaan terdiri dari sepuluh

5
satuan percobaan yang terdiri atas dua baris tetua betina, dua baris tetua jantan
Kawali dan dua baris tetua jantan Numbu. Benih ditanam dengan cara ditugal,
dengan memasukkan benih sebanyak 2 - 3 benih per lubang. Sistem penanaman
merupakan block time yaitu satu ulangan ditanam pada minggu pertama lalu untuk
ulangan kedua ditanam pada minggu berikutnya dan selanjutnya dengan ulangan
ketiga. Menurut Supartopo (2006) blok hibridisasi dapat ditanam pada selang
waktu 2 minggu agar waktu pembungaannya menjadi lebih lama.
Pupuk Urea diberikan 2 kali, 1/3 bagian yaitu 50 kg ha-1 diberikan pada
saat tanam sebagai pupuk dasar bersamaan dengan 100 kg ha-1 SP-36 dan 100 kg
ha-1 KCl, sedangkan 2/3 bagian Urea yaitu 100 kg ha-1 diberikan pada saat
tanaman berumur 4 MST.
Pemeliharaan dan Panen
Pemeliharaan tanaman meliputi penjarangan, pengairan, penyiangan
gulma, serta pengendalian hama dan penyakit. Penjarangan dilakukan apabila
benih yang tumbuh pada lubang tanam lebih dari satu, tujuannya untuk meperoleh
kondisi tanaman yang seragam, dilakukan pada saat tanaman berumur 3 MST.
Penyiangan gulma dilakukan secara manual dengan meggunakan cangkul pada 14
hari setelah tanam (HST). Penyiangan kedua dilakukan bersamaan dengan
pembumbunan yang dikerjakan pada 21 HST dan sebelum pemupukan kedua
pada 28 HST. Pengendalian hama dan penyakit menggunakan insektisida nonsistemik dengan bahan aktif deltamethrin dengan konsentrasi 2 ml L-1, aplikasi
pestisida dilakukan pada saat 3 dan 4 MST. Pada saat tanaman berumur 13 dan 14
MST pengendalian hama menggunakan insektisida kontak dengan bahan aktif
BPMC 485 g L-1 dan menggunakan fungisida sistemik dengan bahan aktif
mankozeb 80%.
Pengamatan
a. Karakter agronomi:
1. daya tumbuh tanaman dilakukan pada saat tanaman berumur 3 MST
2. tinggi tanaman dilakukan menjelang panen, diukur dari pangkal batang
di atas permukaan tanah sampai ujung malai
3. diameter batang diukur pada buku ke-3 menggunakan jangka sorong
saat vegetatif maksimum
4. jumlah daun dihitung mulai dari buku ke-2 pada saat vegetatif
maksimum
5. waktu muncul bunga diamati pada saat tanaman sudah mencapai 50 %
berbunga.
b. Komponen hasil:
1. umur panen diamati pada saat malai masak dan siap panen dengan ciri
biji sudah keras dan berbunyi apabila digigit.
2. panjang malai diukur mulai dari leher malai sampai ujung malai pada
saat malai sudah kering
3. diameter malai diukur pada bagian terbesar malai saat malai sudah
kering
4. bobot malai diukur pada saat malai sudah kering
5. bobot biji per malai yaitu bobot total biji kering panen per tanaman
6. bobot 1000 butir biji yaitu bobot 1000 biji kering panen.

6
Percobaan 2 : Persilangan dengan Desain Line x Tester pada Tetua Sorgum
Persilangan mulai dilakukan pada tanggal 20 April 2013, yaitu pada saat
tanaman berumur 8 MST pada ulangan satu. Kegiatan yang dilakukan sebelum
melakukan persilangan adalah persiapan bahan dan alat yang akan digunakan.
Selanjutnya adalah melakukan kastrasi yaitu membersihkan bagian tanaman yang
ada di sekitar bunga dari kotoran, serangga, dan kuncup-kuncup bunga yang tidak
dipakai. Bunga pada malai dijarangkan dengan membuang bunga 1/3 bagian atas
dan 1/3 bagian bawah sehingga disisakan 3 – 4 tangkai bunga atau sekitar 30 - 100
spikelet. Setelah dilakukan kastrasi kegiatan selanjutnya adalah emaskulasi, yaitu
pembuangan alat kelamin jantan pada tetua betina sebelum bunga mekar atau
sebelum terjadinya penyerbukan sendiri. Emaskulasi dilakukan dengan metode
pinset yaitu mengeluarkan bunga jantan dengan menggunakan pinset secara hatihati (Syukur et al. 2012). Kastrasi dan emaskulasi dilakukan pada pagi hari pukul
07.00 – 11.00 WIB dan sore hari pukul 15.00 - 17.00 WIB.
Tanaman yang telah diemaskulasi diisolasi agar tidak terserbuki oleh polen
yang tidak diinginkan. Isolasi dilakukan dengan menggunakan kertas tahan air.
Kegiatan selanjutnya adalah penyerbukan, yaitu peletakan polen pada kepala putik.
Penyerbukan dilakukan dengan dua cara, cara pertama dengan menjatuhkan polen
secara langsung dari tanaman tetua jantan ke kepala putik pada tanaman yang
telah diemaskulasi, cara kedua dengan melakukan pengumpulan polen terlebih
dahulu pada wadah kertas, setelah itu polen diserbuki pada kepala putik.
Penyerbukan dilakukan mulai dari 1 - 12 hari setelah emaskulasi sesuai kondisi
putik yang siap diserbuki. Setelah penyerbukan malai kembali diisolasi agar polen
yang baru diserbuki tidak hilang karena terbawa angin. Setelah kegiatan tersebut
selanjutnya dilakukan pemberian label. Informasi yang ditulis pada label adalah
nama tetua betina dan tetua jantan, tanggal emaskulasi, dan tanggal penyerbukan.
Percobaan kedua disusun berdasarkan rancangan persilangan Line x Tester.
Genotipe yang digunakan sebagai Line adalah galur betina yaitu N/UP-17-10,
N/UP-32-8, N/UP-82-3, N/UP-89-3, N/UP-118-7, PI-10-90-A, PI-150-20-A , PI150-21-A, PI-5-193-C, DAN B-69. Galur yang digunakan sebagai Tester adalah
Numbu dan Kawali, sehingga diperoleh kombinasi persilangan Line x Tester
yaitu: N/UP-17-10 X Numbu, N/UP-17-10 X Kawali, N/UP-32-8 X Numbu,
N/UP-32-8 X Kawali, N/UP-82-3 X Numbu, N/UP-82-3 X Kawali, N/UP-89-3 X
Numbu, N/UP-89-3 X Kawali, N/UP-118-7 X Numbu, N/UP-118-7 X Kawali, PI10-90-A X Numbu, PI-10-90-A X Kawali, PI-150-20-A X Numbu, PI-150-20-A
X Kawali, PI-150-21-A X Numbu, PI-150-21-A X Kawali, PI-5-193-C X Numbu,
PI-5-193-C X Kawali, B-69 X Numbu, dan B-69 X Kawali.
Pengamatan
Pengamatan persilangan meliputi: jumlah tanaman yang disilangkan,
jumlah spikelet yang diserbuki, jumlah biji yang terbentuk, dan persentase
keberhasilan persilangan.
Rumus untuk menghitung persentase keberhasilan persilangan adalah:

7
Analisis Data
Percobaan pertama disusun berdasarkan rancangan kelompok lengkap
teracak (RKLT) satu faktor dengan tiga ulangan. Data yang diperoleh dianalisis
menggunakan uji F dengan perangkat lunak SAS 9.1.3. Jika terdapat pengaruh
nyata, maka dilakukan uji lanjut menggunakan uji Dunnet pada taraf α = 5%. Uji
korelasi juga digunakan untuk mengetahui keeratan hubungan antar karakter yang
diuji. Model linear yang digunakan adalah :
Yij = µ + τi + βj +εij ; (i = 1, j = 1)
Keterangan:
Yij
= pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
µ
= rataan umum
τi
= pengaruh perlakuan ke-i
βj
= pengaruh ulangan ke-j
εij
= pengaruh galat perlakuan terhadap perlakuan ke-i, ulangan ke-j

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Penelitian
Komponen iklim yang diamati selama penelitian yang diduga berpengaruh
terhadap keberhasilan persilangan antara lain suhu rata-rata, kelembaban rata-rata,
intensitas cahaya matahari, dan curah hujan. Data tersebut dihimpun berdasarkan
data rata-rata harian dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG)
Dramaga, Bogor. Secara umum kondisi iklim rata-rata per bulan di wilayah
Dramaga pada bulan Februari sampai Juli 2013 sebagai berikut: suhu rata-rata
diamati pada pagi hari pukul 07.00 sebesar 23.47 0C, siang hari pukul 13.00
sebesar 30.50 0C, dan sore hari pukul 18.00 sebesar 26.59 0C. Kelembapan udara
rata-rata sebesar 84.37%, curah hujan rata-rata sebesar 288.83 mm, dan lama
penyinaran sebesar 58.08%.
Kondisi tanaman sorgum selama penelitian mengalami pertumbuhan dan
perkembangan dimulai dari fase vegetatif lambat, fase vegetatif cepat, dan fase
generatif. Perubahan fase pertumbuhan sorgum dapat dilihat pada Gambar 1.
Kondisi tanaman pada awal pertumbuhan (vegetatif lambat) tidak mengalami
perkembangan yang signifikan bahkan tanaman cenderung kerdil, namun setelah
dilakukan pemupukan kedua pada saat 4 MST tanaman mulai menunjukkan
pertumbuhannya yang cepat (vegetatif cepat). Menurut Harjadi (1996) pada fase
vegetatif tanaman mengalami 3 proses penting yaitu pembelahan sel,
pemanjangan sel, dan tahap pertama dari diferensiasi sel yang terjadi pada
perkembangan jaringan-jaringan primer. Proses perkembangan tersebut
membutuhkan karbohidrat, sehingga pemberian zat hara sangat menunjang
pertumbuhan tanaman.

8

A

B

C

D

Gambar 1 Fase pertumbuhan tanaman (a) vegetatif lambat, (b) vegetatif cepat, (c)
generatif, (d) menjelang panen
Perkembangan tanaman selama penelitian mengalami gangguan yang
disebabkan oleh hama dan penyakit. Pada masa vegetatif (3 - 4 MST), tanaman
terserang oleh ulat daun yang menyerang bagian pucuk tanaman dengan
menggigiti bagian pucuk tersebut. Pada saat tanaman mulai besar terlihat jelas
bekas gigitan ulat daun tersebut. Hama lain yang juga ditemukan pada masa
vegetatif yaitu belalang, gejala yang ditimbulkan adalah daun tanaman menjadi
rusak dan bergerigi pada bagian pinggir. Untuk mencegah terjadinya serangan
yang lebih banyak dikendalikan dengan penyemprotan insektisida non-sistemik
dengan bahan aktif deltamethrin dengan konsentrasi 2 ml L-1. Saat memasuki
masa generatif tanaman terserang oleh burung dan ulat bulu. Serangan burung
terjadi pada saat tanaman memasuki masa pengisian biji. Untuk mencegah
serangan tersebut tanaman diisolasi dengan menggunakan sungkup jaring pada
saat malai mulai masak susu atau pada saat penyerbukan selesai. Hama ulat bulu
menyerang tanaman terutama pada bagian daun tanaman. Untuk mengendalikan
serangan ulat bulu dilakukan penyemprotan insektisida kontak dengan bahan aktif
BPMC 485 g L-1. Penyakit antraknosa (Colletotrichum sp.) muncul pada saat
tanaman sudah terbentuk biji. Gejala yang ditimbulkan akibat penyakit ini adalah
munculnya bintik-bintik kecil pada daun tanaman yang kemudian membesar dan
menyatu sehingga daun menjadi layu. Daun tanaman berwarna ungu kemerahmerahan. Untuk mengendalikan penyakit ini dilakukan penyemprotan dengan
menggunakan fungisida sistemik dengan bahan aktif mankozeb 80%. Menurut
Soenartiningsih dan Haris (2010) serangan penyakit antraknosa dapat berpengaruh
terhadap penurunan hasil tanaman sorgum.

9
Keragaan Karakter Agronomi Galur-galur Tetua
Hasil analisis ragam pada Tabel 1 menunjukkan hasil yang berbeda untuk
semua peubah, kecuali pada peubah daya tumbuh. Hal ini menunjukkan bahwa
galur-galur yang digunakan sebagai tetua memiliki keragaan karakter yang sangat
beragam pada hampir semua peubah yang digunakan.
Tabel 1 Rekapitulasi sidik ragam keragaan galur-galur sorgum
Koefisien
keragaman
Ulangan
Galur
Ulangan
Galur
(%)
*
Daya tumbuh (%)
373.09
158.34
3.66
1.55tn
11.44
Tinggi tanaman (cm)
322.39
6131.80
1.26tn
24.04**
7.71
tn
Diameter batang (mm)
004.75
13.24
1.83
05.10**
10.62
Jumlah daun (helai)
000.67
9.17
1.30tn
17.75**
7.28
tn
**
Umur berbunga (hari)
012.11
116.66
2.74
26.43
3.03
Umur panen (hari)
004.86
90.81
0.86tn
16.08**
2.15
Panjang malai (cm)
002.00
31.22
0.87tn
13.56**
8.19
tn
Diameter malai (mm)
001.21
196.76
0.02
03.61**
14.31
Bobot malai (g)
215.32
1107.09
0.72tn
03.73**
27.37
tn
Bobot biji/malai (g)
050.58
729.37
0.25
03.65**
26.94
Bobot 1000 biji (g)
004.82
121.77
0.65tn
16.36**
9.09
** = berbeda nyata pada taraf α=1%, * = berbeda nyata pada taraf α=5%, tn = tidak berbeda nyata.
Nilai kuadrat tengah

Uji f

Peubah

Keragaan karakter agronomi sangat penting diketahui terutama untuk
tanaman yang akan dijadikan sebagai calon tetua dalam persilangan. Pada
penelitian ini keragaan karakter agronomi yang diamati antara lain daya tumbuh,
tinggi tanaman, diameter batang, jumlah daun, umur berbunga, dan umur panen
(Tabel 2).
Tabel 2

Keragaan nilai tengah karakter agronomi galur-galur sorgum tetua
persilangan

Daya
tumbuh
(%)
N/UP-17-10
90.00
N/UP-32-8
83.34
N/UP-82-3
94.45
N/UP-89-3
87.78
N/UP-118-7
90.00
PI-10-90-A
80.00
PI-150-20-A
95.56
PI-150-21-A
76.67
PI-5-193-C
90.00
B-69
77.78
Nilai tengah
86.56
Numbu
97.47
Kawali
95.89
a
angka yang diikuti oleh huruf
Kawali berdasarkan uji Dunnett.
Genotipe

Tinggi
Diameter
Jumlah
Umur
tanaman
batang
daun
berbunga
(cm)
(mm)
(helai)
(HST)
209.06
16.07
10.50b
68.00b
228.45b
14.64b
10.72b
64.33ab
a
ab
195.23
16.66
8.83
66.00b
a
ab
171.85
14.89
7.61
65.33b
a
ab
194.38
15.41
9.44
66.67b
ab
b
282.45
16.99
10.61
76.00a
ab
ab
ab
126.13
10.45
6.78
63.00ab
b
b
b
231.97
13.91
10.00
68.33b
b
b
b
271.71
13.81
11.00
84.33ab
a
b
ab
166.12
14.11
8.39
65.33b
207.74
14.69
9.39
68.73
234.39
16.60
11.28
69.67
175.03
18.71
13.11
75.67
a = berbeda nyata dengan Numbu, b = berbeda nyata

Umur
panen
(HST)
110.33
103.33b
110.00
105.00b
107.00b
117.33a
107.33b
110.67
123.00ab
109.00b
110.30
108.67
115.00
dengan

10
Daya Tumbuh
Persentase daya tumbuh pada seluruh galur yang diuji menunjukkan hasil
yang tidak berbeda nyata dengan varietas Numbu dan Kawali. Hal ini
menunjukkan bahwa benih yang ditanam pada penelitian ini cukup seragam
dengan nilai daya tumbuh berkisar antara 76.67 - 97.47%. Daya tumbuh terendah
adalah galur PI-150-21-A sedangkan tertinggi adalah PI-150-20-A. Galur-galur
yang diuji memiliki daya tumbuh lebih rendah daripada varietas pembanding
Numbu dan Kawali, meskipun demikian hasil yang diperoleh tidak menunjukkan
nilai yang berbeda nyata.
Tinggi Tanaman
Karakter tinggi tanaman berkisar antara 126.13 – 282.45 cm dengan nilai
tengah sebesar 207.74 cm. Galur N/UP-82-3, N/UP-89-3, N/UP-118-7, dan B-69
menunjukkan nilai yang berbeda nyata dengan Numbu. Galur N/UP-32-8, PI-15021-A, dan PI-5-193-C menujukkan nilai berbeda nyata dengan Kawali, sedangkan
galur PI-10-90-A dan galur PI-150-20-A menunjukkan nilai yang berbeda nyata
dengan varietas Numbu dan Kawali. Hal ini menunjukkan bahwa galur-galur yang
diuji memiliki karakter tinggi yang beragam. Galur-galur IPB hasil persilangan
Numbu X UPCA S1 memiliki tinggi tanaman yang lebih rendah dari Numbu.
Menurut Roesmarkam et al. (1985) ciri varietas unggul yang dikehendaki pada
pemuliaan sorgum bukanlah tanaman yang tinggi melainkan tanaman dengan
tinggi berkisar antar 100 - 140 cm, yang bertujuan untuk memudahkan saat
pemanenan.
Diameter Batang
Karakter diameter batang berkisar antara 10.45 - 16.99 mm pada karakter
ini hasil menunjukkan nilai yang nyata antara varietas Kawali dengan galur N/UP32-8, PI-150-21-A, PI-5-193-C, dan B-69, sedangkan galur PI-150-20-A
menunjukkan nilai yang berbeda nyata dengan Numbu dan Kawali. Galur yang
akan dipilih sebagai tetua persilangan hendaknya yang memiliki diameter besar
karena akan berpengaruh terhadap kekuatan tanaman untuk tetap tegak. Menurut
Okiyo et al. (2010) diameter batang yang kecil cenderung mudah rebah dan dapat
menyebabkan berkurangnya hasil.
Jumlah Daun
Jumlah daun merupakan karakter yang penting pada tanaman karena daun
merupakan bagian tanaman yang paling utama dalam melakukan fotosintesis.
Karakter jumlah daun pada seluruh galur yang diuji menunjukkan nilai yang
berbeda nyata dengan varietas Kawali. Galur tersebut juga menunjukkan nilai
yang berbeda nyata dengan Numbu antara lain N/UP-82-3, N/UP-89-3, N/UP118-7, PI-150-20A, dan B-69. Jumlah daun berkisar antara 6.78-11 helai daun
dengan nilai tengah sebesar 9.39 helai daun. Kawali merupakan varietas tanaman
yang memiliki jumlah daun terbanyak dibandingkan varietas dan galur lain yang
digunakan dalam penelitian ini. Persilangan dengan melibatkan varietas Kawali
diharapkan mampu menghasilkan keturunan yang memiliki jumlah daun yang
banyak serta batang yang kokoh seperti Kawali.

11

Umur Berbunga
Kisaran umur berbunga pada galur-galur yang diuji adalah 64.33 - 84.33
HST. Karakter umur berbunga pada semua galur menunjukkan nilai yang nyata
lebih rendah dengan varietas Kawali, kecuali galur introduksi PI-10-90-A. Galur
PI-5-193-C, PI-10-90-A, PI-150-20-A dan galur N/UP-32-8 menunjukkan nilai
yang berbeda nyata dengan Numbu. Galur PI-5-193-C memiliki umur yang lebih
lama dibandingkan varietas Numbu dan Kawali. Dalam persilangan galur yang
memiliki umur berbunga yang lama dan akan dijadikan sebagai tetua betina
hendaknya ditanam lebih awal agar jarak pembungaanya tidak terlalu jauh dengan
ketersediaan bunga jantan.
Umur Panen
Keragaan umur panen sorgum yang ditanam memiliki kisaran nilai antara
103.33 sampai 123.00 HST, dengan nilai tengah 110.30 HST. Galur-galur yang
menunjukkan perbedaan yang nyata dengan varietas Numbu adalah PI-10-90-A
dan PI-5-193-C, sedangkan galur-galur yang menunjukkan nilai berbeda nyata
dengan varietas Kawali adalah N/UP-32-8, N/UP-89-3, N/UP-118-7, PI-150-20-A,
PI-5-193-C, dan B-69. Menurut Roesmarkan et al. (1985) ciri varietas unggul
yang dikehendaki dalam pemuliaan tanaman adalah sorgum yang berumur 70 – 80
HST.

Keragaan Hasil dan Komponen Hasil Galur-galur Tetua
Keragaan komponen hasil juga merupakan hal yang sangat penting untuk
dipertimbangkan dalam pemuliaan tanaman. Secara visual keragaan karakter
galur-galur sorgum dan varietas pembanding dapata dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Keragaman bentuk malai sorgum tetua persilangan
Keragaan komponen hasil yang diamati pada penelitian ini yaitu karakter
panjang malai, diameter malai, bobot malai, bobot biji per malai, dan bobot seribu
butir. Keragaan nilai tengan komponen hasil dapat dilihat pada Tabel 3.

12

Tabel 3 Keragaan nilai tengah komponen hasil galur-galur sorgum tetua
persilangan
Genotipe
N/UP-17-10
N/UP-32-8
N/UP-82-3
N/UP-89-3
N/UP-118-7
PI-10-90-A
PI-150-20-A
PI-150-21-A
PI-5-193-C
B-69
Nilai tengah
Numbu
Kawali

Panjang
malai (cm)
16.25b
15.19ab
15.78b
15.48b
15.92b
19.72b
16.18b
22.81
20.10b
21.01b
17.84
19.14
24.87

Diameter
malai (mm)
55.13
52.56
54.56
56.14
61.12
47.44b
32.34ab
54.16b
41.80a
48.48
50.37
60.27
55.07

Bobot malai
(g)
71.55
65.11
65.23
62.90
71.76
51.78a
23.50ab
49.41a
50.05a
60.31
57.16
101.24
82.80

Bobot biji/
malai (g)
59.43
56.30
55.16
52.10
57.24
47.31a
19.40ab
41.73a
42.73a
48.32a
47.97
85.58
64.16

Bobot 1000
biji (g)
27.41a
39.03b
32.50ab
30.83a
27.89a
21.64a
21.12a
33.18ab
27.61a
32.95ab
29.42
41.87
24.28

a

angka yang diikuti oleh huruf a = berbeda nyata dengan Numbu, b = berbeda nyata dengan
Kawali berdasarkan uji Dunnett.

Karakter panjang malai berkisar antara 15.19 - 22.81 cm dengan nilai tengah
17.84 cm. Galur yang memiliki malai terpanjang adalah galur PI-150-21-A,
sedangkan galur yang memiliki malai terpendek adalah galur N/UP-32-8. Galurgalur yang diuji menunjukkan nilai yang berbeda nyata dengan varietas
pembanding Kawali, kecuali galur PI-150-21-A, sedangkan galur N/UP-32-8
berbeda nyata dengan varietas Numbu.
Karakter diameter malai, bobot malai, dan bobot biji per malai yang
menunjukkan nilai yang berbeda nyata dengan varietas pembanding adalah galurgalur introduksi. Diameter malai dan bobot malai terendah dihasilkan oleh galur
PI-150-20-A dengan diameter malai sebesar 32.34 mm dan bobot malai sebesar
23.50 g, galur ini memiliki nilai yang berbeda nyata dengan kedua varietas
pembanding, sebaliknya dengan galur N/UP-118-7 yang memiliki diameter malai
dan bobot malai tertinggi yaitu sebesar 61.12 mm dan bobot sebesar 71.76 g,
Karakter bobot seribu butir menunjukkan nilai yang bervariasi dengan kisaran
nilai antara 21.12 sampai 39.03 g. Galur-galur yang diuji menunjukkan nilai yang
berbeda nyata dengan varietas Numbu, kecuali galur N/UP-32-8. Galur turunan
Numbu antara lain galur N/UP-32-8, N/UP-82-3, PI-150-21-A, serta galur mutan
B-69 menunjukkan nilai berbeda nyata dengan varietas Kawali.

Korelasi antara Hasil dan Komponen Hasil Galur-galur Tetua
Korelasi merupakan derajat keeratan hubungan antar dua karakter.
Analisis korelasi dapat memberikan keterangan tambahan tentang adanya karakter
tertentu yang merupakan komponen penting yang mempengaruhi daya hasil.
Keeratan hubungan antar karakter ditunjukkan oleh nilai korelasi yang berada
antara -1 hingga +1 dengan nilai yang ekstrim menunjukkan tidak ada hubungan
antara kedua peubah (Gomez dan Gomez 1995). Dalam penelitian korelasi antar
karakter dapat dilihat pada Tabel 4.

13
Tabel 4 Korelasi antar karakter sorgum tetua persilangan
TT
DB
JD
UB
UP
PM
DM
BM
BBM
BS

TT
1.00
0.35*
0.58**
0.57**
0.49**

0.23
0.23
0.22
0.3
0.21

DB

0.62**
0.27
0.18
*

0.36
0.71**
0.81**
0.80**
0.12

JD

UB

0.57**
0.38**
**

0.53
0.42*
0.53**
0.55**
0.15

UP

PM

DM

BM

BBM

BS

0.12
0.23
0.2
-0.07

0.83**
0.83**
0.46**

0.98**
0.48**

0.51**

1.00

0.86**

0.47**
-0.11
0.09
0.1
-0.29

0.51**
-0.23
-0.08
-0.07
-0.42*

a

TT = tinggi tanaman, DB = diameter batang, JD = jumlah daun, UB = umur berbunga, UP =
umur panen, PM = panjang malai, DM = diameter malai, BM = bobot malai, BBM = bobot biji per
malai, BS = bobot seribu butir

Penelitian ini menunjukkan terdapat korelasi yang nyata antara karakter
agronomi dan komponen hasil. Menurut Mutiah (2013) perbaikan karakter
vegetatif akan meningkatkan bobot biji per malai dengan adanya korelasi positif
dan nyata antara karakter bobot biji per malai dengan karakter tinggi tanaman,
diameter batang, luas daun, dan bobot biomassa.
Karakter tinggi tanaman berkorelasi positif dan sangat nyata terhadap
karakter jumlah daun, umur berbunga, dan umur panen, serta berkorelasi positif
dan nyata dengan diameter batang. Karakter diameter batang berkorelasi positif
dan sangat nyata dengan, jumlah daun, diameter malai, bobot malai, dan bobot biji
per malai, serta berkorelasi positif dan nyata dengan karakter panjang malai. Hal
ini menunjukkan bahwa semakin besar diameter batang maka akan berpengaruh
terhadap tingginya produksi hasil. Hal ini selaras dengan Goldsworthy dan Fisher
(1992) bahwa diameter yang besar menunjukkan akumulasi hasil fotosintesis yang
besar sebagai cadangan makanan dalam pembentukan biji.
Karakter jumlah daun berkorelasi positif dan sangat nyata dengan karakter
diameter batang, umur berbunga, dan umur panen, bobot malai, dan bobot biji per
malai, serta berkorelasi positif dan nyata dengan panjang malai. Karakter umur
berbunga berkorelasi positif dan sangat nyata dengan umur panen. Karakter
diameter malai berkorelasi positif dan sangat nyata dengan karakter bobot malai,
bobot biji per malai, dan bobot seribu butir. Karakter bobot malai, bobot biji per
malai, dan bobot seribu butir menunjukkan saling berkorelasi positif dengan nilai
yang sangat nyata.

Keberhasilan Persilangan
Tanaman sorgum merupakan tanaman yang menyerbuk sendiri dengan
persentase menyerbuk silang rata-rata sebesar 6 % (Schertz dan Dalton 1993).
Teknik pemuliaan yang dapat dilakukan untuk memproduksi varietas yang lebih
unggul yaitu persilangan secara buatan. Menurut Sirappa (2003) persilangan
bertujuan untuk menghasilkan tanaman yang unggul dan berdaya hasil tinggi.

14
Tahapan persilangan pada penelitian ini secara umum dilaksanakan seperti pada
Gambar 3.

Gambar 3 Tahapan persilangan sorgum: (a) persiapan tanaman (b) kastrasi, (c)
emaskulasi, (d) isolasi, (e) persiapan putik, (f) persiapan polen, (g)
penyerbukan, (h) pemberian label

Persilangan tanaman sorgum dilakukan dengan metode Line x Tester, yaitu
metode yang digunakan untuk menduga nilai heterosis dan karakter-karakter yang
diturunkan pada F1 hasil persilangan antar tetua sorgum. Persilangan yang
berhasil ditunjukkan dengan kondisi spikelet yang tetap segar, kemudian biji
muncul mulai dari tujuh hari setelah penyerbukan dilakukan. Tanaman yang telah
berkembang menjadi biji tersebut kemudian disungkup dengan menggunakan
sungkup jaring agar kondisinya tidak lembab dan biji dapat berkembang dengan
baik. Beberapa tanaman yang berhasil membentuk biji ada yang terkena cendawan.
Gambar 4a, Gambar 4b, dan Gambar 4c merupakan contoh persilangan yang
berhasil membentuk biji yang sehat, sedangkan Gambar 4d, Gambar 4e, dan
Gambar 4f merupakan hasil persilangan yang berhasil membentuk biji namun
perkembangannya terganggu akibat munculnya cendawan pada spikelet. Tanaman
hasil persilangan dipanen pada saat biji sudah kering, yang dilakukan pada 4 - 5
minggu setelah penyerbukan. Hasil persilangan tanaman dapat dipanen dengan
kondisi yang baik, namun pada tanaman yang terkena cendawan dapat dipanen
dengan utuh, tetapi bijinya berwarna hitam.

15

A

B

C

D

E

F

Gambar 4 Hasil persilangan sorgum di lapangan
Jumlah persilangan, jumlah spikelet diemaskulasi, dan jumlah biji yang
terbentuk pada setiap pasang tetua menunjukkan hasil yang berbeda sehingga
persentase keberhasilan persilangan menghasilkan nilai yang berbeda (Tabel 1).
Tabel 5 Hasil persilangan buatan galur-galur sorgum
Tetua
N/UP-17-10 X Numbu
N/UP-17-10 X Kawali
N/UP-32-8 X Numbu
N/UP-32-8 X Kawali
N/UP-82-3 X Numbu
N/UP-82-3 X Kawali
N/UP-89-3 X Numbu
N/UP-89-3 X Kawali
N/UP-118-7 X Numbu
N/UP-118-7 X Kawali
PI-10-90-A X Numbu
PI-10-90-A X Kawali
PI-150-20-A X Numbu
PI-150-20-A X Kawali
PI-150-21-A X Numbu
PI-150-21-A X Kawali
PI-5-193-C X Numbu
PI-5-193-C X Kawali
B-69 X Numbu
B-69 X Kawali

Jumlah
persilangan
8
6
3
3
2
5
5
12
4
6
4
7
9
12
6
11
1
0
1
7

Jumlah
spikelet
diserbuki
385
537
211
143
125
196
307
574
251
356
240
431
691
781
354
565
44
0
60
407

Jumlah biji
terbentuk

Keberhasilan
(%)

3
2
0
1
0
0
4
25
0
4
89
236
40
126
42
130
3
0
2
13

0.78
0.37
0.00
0.70
0.00
0.00
1.30
4.36
0.00
1.12
37.08
54.76
5.79
16.13
11.86
23.01
6.82
0.00
3.33
3.19

Perbedaan jumlah pasangan tetua yang disilangkan disebabkan oleh
ketersediaan tanaman dan umur berbunga tanaman serta kemampuan peneliti
dalam melakukan persilangan. Jumlah spikelet yang diemaskulasi pada penelitian
ini cukup banyak sedangkan spikelet yang berkembang menjadi hanya beberapa
karena persentase keberhasilannya rendah. Persentase keberhasilan persilangan
lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 5.

16

54,76
37,08

Keberhasilan persilangan
(%)

100
10

23,01
16,13
11,86
6,82
5,79

4,36

0,78
1
0,37

0,7

1,3

3,33
3,19

1,12

0,1

Galur tetua persilangan

Gambar 5 Persentase keberhasilan persilangan galur-galur sorgum
Keberhasilan persilangan yang tinggi secara umum dihasilkan oleh tetua
betina yang berasal dari galur-galur introduksi. Nilai keberhasilan tertinggi
diperoleh pada pasangan tetua PI-10-90-A X Kawali yaitu sebesar 54.76 %. Galur
introduksi PI-5-193-C hanya sedikit yang dapat disilangkan dengan varietas
Numbu dan Kawali. Galur-galur IPB yang disilangkan dengan varietas Numbu
maupun Kawali menunjukkan keberhasilan yang rendah. Nilai keberhasilan
tertinggi dihasilkan oleh galur betina N/UP-89-3 yaitu sebesar 4.36% yang
disilangkan dengan varietas Kawali dan sebesar 1.30% disilangkan dengan
varietas Numbu. Selanjutnya sebesar 1.12% pada pasangan N/UP-118-7 X Kawali,
sedangkan galur-galur lain menunjukkan nilai keberhasilan kurang dari 1%.
Galur-galur yang disilangkan dengan tetua jantan verietas Kawali
menunjukkan keberhasilan yang lebih tinggi dibandingkan varietas Numbu. Hal
ini disebabkan oleh jumlah tanaman yang disilangkan dengan varietas Kawali
lebih banyak dibandingkan dengan varietas Numbu, hal ini diduga berkaitan juga
dengan umur berbunga varietas Kawali lebih lama dari varietas Numbu. Rata-rata
umur berbunga varietas Kawali pada penelitian ini adalah 76 HST, varietas
Numbu adalah 69 HST, sedangkan rata-rata umur berbunga tetua betina adalah
70 HST. Ketersediaan bunga pada varietas Kawali lebih banyak karena umur
berbunganya lebih lambat dari galur-galur lainnya sehingga ketika tetua betina
telah diemaskulasi dan saat menunggu putik siap diserbuki, polen dari varietas
Kawali mulai pecah dan siap untuk menyerbuki sedangkan bunga dari varietas
Numbu sudah pecah pada saat bunga betina belum siap diserbuki. Menurut
Subantoro et al. (2008) putik yang matang atau siap diserbuki dengan serbuksari
yang matang akan menghasilkan embrio.
Keberhasilan persilangan pada penelitian ini hanya ditentukan oleh
ketersediaan bunga, tetapi dapat ditentukan juga oleh morfologi bunga yang
berkaitan dengan tingkat kesulitan pada saat melakukan emaskulasi. Galur-galur
introduksi pada umunya memiliki morfologi bunga yang berukuran lebih besar,
kepala putik yang besar, kulit yang tidak keras, sehingga lebih mudah saat
diemaskulasi, sedangkan galur lainnya memiliki morfologi bunga yang berukuran
kecil serta spikelet yang tebal dengan kulit yang keras sehingga agak sulit untuk
dilakukan emaskulasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Schertz dan Dalton

17
(1993) bahwa keberhasilan persilangan dipengaruhi oleh keterampilan penyilang,
lingkungan, umur putik, kelimpahan polen, gangguan serangga, dan jumlah luka
pada bunga selama emaskulasi dan penyerbukan.
Kompatibilitas tetua persilangan galur-galur introduksi diduga lebih tinggi
dibandingkan galur-galur IPB hasil persilangan. Menurut Syukur (2012)
kompatibilitas terkait dengan gen-gen yang tekandung pada tetua sehingga
ketidakcocokan gen-gen pada tetua jantan maupun betina dapat menghasilkan
keberhasilan yang rendah. Selain itu faktor yang menjadi penyebab
ketidaksesuaian tetua yaitu waktu reseptif bunga betina dan viabilitas polen.
Menurut Shivana et al. (2007) reseptivitas putik menunjuk pada kemampuan putik
untuk mendukung perkecambahan dan pertumbuhan tabung polen yang viabel
atau komptibilitas polen. Pada umumnya putik akan menjadi reseptif saat bunga
membuka dan polen pecah. Untuk keberhasilan inisiasi interaksi antara polen dan
putik, serbuk sari yang datang harus masuk ke dalam bagian reseptif putik.
Menurut Acquaah (2007) masa reseptif bunga sorgum setelah pembungaan yaitu
5 - 16 hari, sedangkan viabilitas polen sorgum dimulai dari 0.5 sampai 4 jam,
pembungaan yang optimal terjadi pada suhu 21 0C - 35 0C. Bello (2008)
menyatakan waktu yang paling baik untuk penyerbukan sorgum di Nigeria adalah
48 jam setelah emaskulasi karena pada kurun waktu tersebut biji yang diperoleh
dari persilangan menunjukkan hasil yang paling baik.
Faktor lingkungan baik lingkungan biotik maupun lingkungan abiotik
berpengaruh terhadap keberhasilan persilangan. Menurut Major (1993) waktu
reseptif bunga dan viabilitas polen dipengaruhi oleh suhu dan kelembapan relatif.
Suhu yang terlalu dingin atau terlalu rendah akan menyebabkan kondisi yang
tidak menguntungkan untuk penyerbukan maupun pembuahan. Lansac et al.
(1994) menambahkan bahwa viabilitas polen akan hilang ketika mengalami
kekeringan.

Pengaruh Iklim terhadap Keberhasilan Persilangan
Pengaruh lingkungan biotik terhadap keberhasilan persilangan ditunjukkan
oleh munculnya cendawan pada bunga betina yang telah diserbuki. Gejala tersebut
ditunjukkan dengan perubahan warna spikelet menjadi hitam dan munculnya hifa
pada spikelet tersebut. Munculnya cendawan tersebut dapat dikaitkan dengan
lingkungan abiotik yaitu kelembapan udara yang tinggi terutama pada bunga
betina yang kondisinya diisolasi oleh kertas sungkup. Tingginya temperatur udara
pada siang hari mengakibatkan kondisi bunga betina yang disungkup kertas isolasi
menjadi berembun. Air dari embun tersebut kemudian jatuh dan membasahi
bunga yang telah diemaskulasi maupun yang telah diserbuki sehingga dalam
waktu yang lama dapat menimbulkan cendawan. Menurut Pertot dan Elad (2012)
kelembapan dan temperatur udara dapat mengakibatkan perkembangan penyakit
yang dipengaruhi oleh kerentanan dari sekumpulan infeksi atau kenaikan tingkat
gejala yang ditunjukkan. Korelasi faktor lingkungan abiotik (temperatur udara,
kelembaban, lama penyinaran, dan curah hujan) dengan keberhasilan persilangan
dapat dilihat pada Tabel 6.

18
Tabel 6 Korelasi antara keberhasilan persilangan terhadap temperatur rata-rata,
kelembaban rata-rata, lama penyinaran, dan curah hujan
Peubah
Keberhasilan persilangan (%)

Temperatur
rata-rata (0C)

Kelembapan
rata-rata (%)

Lama
penyinaran (%)

Curah
hujan
(mm)

-0.13tn

0.15tn

-0.41tn

0.16tn

Menurut Dugna dan Tesso (2008) suhu dan kelembapan relatif merupakan
faktor lingkungan utama yang menentukan persentase persilangan atau proporsi
putik yang dibuahi oleh serbuksari asing. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
tidak tidak terdapat korelasi yang nyata antara komponen iklim dengan
keberhasilan persilangan. Hal ini diduga karena kondisi iklim di lingkungan
penelitian masih cukup optimum untuk persilangan sorgum. Data suhu yang
diperoleh dari BMKG Dramaga selama proses penyerbukan pada tanggal 2 Mei
2013 sampai 4 Juni 2013 berkisar antara 23.20 0C - 27.70 0C dengan kisaran ratarata sebesar 26.20 0C, namun pada siang hari suhu udara dapat mencapai 33.60 0C.
Kelembapan udara rata-rata berkisar antara 75.00% - 97.00% dengan kisaran ratarata sebesar 84.23%. Menurut Zeng et al. (2004) viabilitas polen akan berkurang
ketika suhu sama dengan atau melebihi 36 0C. Patil dan Goud (1980) menyatakan
bahwa hanya 7% biji yang dapat diperoleh dari polen sorgum yang disimpan pada
kelembaban relatif 75% selama 24 jam.

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Keragaan karakter agronomi dan komponen hasil pada galur-galur tetua
menunjukkan perbedaan