Keragaan Galur-galur Harapan Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) di Tanah Masam, Jasinga

KERAGAAN GALUR-GALUR HARAPAN SORGUM
(Sorghum bicolor (L.) Moench) DI TANAH MASAM, JASINGA

AF’IDATUS SAKINA

AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Keragaan Galur-galur
Harapan Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) di Tanah Masam, Jasinga adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2014
Af’idatus Sakina
NIM A24090119

ABSTRAK
AF’IDATUS SAKINA. Keragaan Galur-galur Harapan Sorgum (Sorghum bicolor
(L.)
Moench)
di
Tanah
Masam,
Jasinga.
Dibimbing
oleh
TRIKOESOEMANINGTYAS dan DESTA WIRNAS.
Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mendapatkan informasi
tentang keragaan galur-galur harapan sorgum hasil pemuliaan IPB di tanah masam.
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Cikopomayak, Kecamatan Jasinga, Kabupaten
Bogor mulai bulan Maret sampai Agustus 2013. Rancangan percobaan yang

digunakan adalah Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan satu
faktor (genotipe). Genotipe yang digunakan adalah 17 galur hasil pemuliaan IPB
dan 2 varietas pembanding yaitu Numbu dan UPCA S1. Berdasarkan hasil analisis
ragam diketahui bahwa terdapat perbedaaan keragaan galur-galur sorgum yang
diuji untuk karakter jumlah daun, umur berbunga, panjang malai, dan bobot 1000
butir. Karakter jumlah daun, tinggi tanaman dan diameter batang berkorelasi
positif dan nyata terhadap bobot biomassa. Karakter tinggi tanaman, diameter
batang, bobot biomassa dan bobot 1000 butir berkorelasi positif dan nyata
terhadap bobot biji per malai. Galur-galur yang diuji memiliki bobot biji per malai
setara dengan kedua pembanding. Galur harapan sorgum yang memiliki potensi
hasil lebih baik dari varietas UPCA S1 dengan kisaran antara 3–4 ton ha-1 adalah
N/UP-4-3, N/UP-82-3, N/UP-118-7, N/UP-124-7, N/UP-139-1 dan N/UP-139-5.
Kata kunci: genotipe, keragaan, sorgum, tanah masam

ABSTRACT
AF’IDATUS SAKINA. Performance of Sorghum Genotypes (Sorghum bicolor
(L.) Moench) under Acid Soil Condition in Jasinga. Supervised by
TRIKOESOEMANINGTYAS dan DESTA WIRNAS.
This research was aimed to obtain information on performance of sorghum
IPB breeding lines under acid soil conditions. The research was conducted at

Cikopomayak, Jasinga, Bogor from March to August 2013. The experimental
design used was Randomized Complete Block Design with genotype as the
treatment. The plant materials used were 17 strain of sorghum IPB breeding lines,
Numbu and UPCA S1 as check varieties. The results showed that there were
significantly different among genotypes evaluated for leaf number, flowering time,
panicle length and thousand of grain weight. Leaf number, plant height, diameter
of stem positively correlated with biomass weight. Plant height, diameter of stem,
biomass weight and thousand of grain weight positively correlated with grain
weight panicle-1. The IPB breeding lines showed comparable grain weight panicle1
to the check varieties. Yield potential of N/UP-4-3, N/UP-82-3, N/UP-118-7,
N/UP-124-7, N/UP-139-1 dan N/UP-139-5 strain were better than UPCA S1 in
range 3–4 ton ha-1.
Key words: acid soil, genotipe, performance, sorghum

KERAGAAN GALUR-GALUR HARAPAN SORGUM
(Sorghum bicolor (L.) Moench) DI TANAH MASAM, JASINGA

AF’IDATUS SAKINA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura

AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Keragaan Galur-galur Harapan Sorgum (Sorghum bicolor (L.)
Moench) di Tanah Masam, Jasinga
Nama
: Af’idatus Sakina
NIM
: A24090119

Disetujui oleh


Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas, MSc.
Pembimbing I

Dr. Desta Wirnas, SP, MSi.
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Ir. Agus Purwito, MSc, Agr
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

Judul Skripsi : Keragaan Galur-galur Harapan Sorgum (Sorghum hicolor (L.)
Moench) di Tanah Masam, Jasinga
: Afidatus Sakina
Nama
: A24090119
NIM


Disetujui oleh

'koesoemaningtyas, MSc,
Pembimbing I

Tanggal Lulus:

:2 9 JA

Dr.

d・ウ セ

SP. MSi.
Pembimbing II

PRAKATA
Segenap puji dan syukur hanyalah milik Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
karya ilmiah ini. Penelitian yang dilakukan oleh penulis berjudul Keragaan Galurgalur Harapan Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) di Tanah Masam, Jasinga.

Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada:
1. Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas, MSc dan Dr. Desta Wirnas, SP, MSi sebagai
dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, motivasi serta
pelajaran berharga kepada penulis selama penelitian.
2. Dr. Dwi Guntoro, SP, MSi selaku dosen pembimbing akademik yang telah
memberikan bimbingan kepada penulis.
3. Dr. Sofyan Zaman, MP selaku dosen penguji skripsi yang telah memberikan
masukan dan saran dalam penulisan skripsi.
4. Kementerian Agama RI yang telah membiayai kuliah melalui beasiswa BUD
Kemenag RI.
5. Bapak dan ibu tercinta, Afirurrohman dan Mufatiroh, juga adik-adik, Fakhrul
Firdaus, Annisa Nuril Fajriyah, dan Fairuz Zaman, yang selalu memberikan
semangat, kasih sayang dan doa-doa terbaik.
6. Staf laboratorium pemuliaan tanaman, Siti Marwiyah dan Amsari, yang telah
banyak membantu selama penelitian berlangsung.
7. Teman-teman di Laboratorium Pemuliaan IPB, Mayang Sari, Catur
Atklistiyanti, Patricia A. Sitanggang, Jorex D. Momongan, Ragil, Milda, dan
Akbar yang selalu senantiasa menyemangati dan membantu selama penelitian.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat dan memberikan sumbangan bagi

kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pertanian.

Bogor, Januari 2014
Af’idatus Sakina

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. x
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... x
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
Latar Belakang ................................................................................................. 1
Tujuan .............................................................................................................. 2
Hipotesis .......................................................................................................... 2
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 2
Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) ......................................................... 2
Tanah Masam ................................................................................................... 3
METODE ................................................................................................................ 5
Tempat dan Waktu ........................................................................................... 5
Bahan dan Alat ................................................................................................. 5
Metode Penelitian ............................................................................................ 5

Pelaksanaan Penelitian ..................................................................................... 6
Pengamatan ...................................................................................................... 6
Pengolahan Data .............................................................................................. 7
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................... 8
Kondisi Umum ................................................................................................. 8
Keragaan Galur Sorgum di Tanah Masam, Jasinga ....................................... 10
Keragaan Karakter Agronomi Galur Sorgum di Tanah Masam, Jasinga ...... 12
Keragaan Komponen Hasil Galur Sorgum di Tanah Masam, Jasinga........... 16
Korelasi antar Karakter Galur Sorgum di Tanah Masam, Jasinga ................. 20
KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. 22
Kesimpulan .................................................................................................... 22
Saran .............................................................................................................. 22
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 22
LAMPIRAN .......................................................................................................... 25
RIWAYAT HIDUP

34

DAFTAR TABEL
1

2
3
4
5
6
7
8

Nilai tengah karakter agronomi dan komponen hasil varietas Numbu
dan UPCA S1 di tanah masam, Jasinga
Rekapitulasi sidik ragam galur-galur harapan sorgum di tanah masam,
Jasinga
Keragaan karakter agronomi galur-galur harapan sorgum di tanah
masam Jasinga
Keragaan umur berbunga, umur panen, dan periode pengisian biji
galur-galur harapan sorgum di tanah masam Jasinga
Keragaan komponen hasil galur-galur harapan sorgum di tanah
masam, Jasinga
Potensi hasil galur-galur harapan sorgum di tanah masam, Jasinga
Korelasi antara karakter agronomi dan bobot biji per malai galurgalur harapan sorgum di tanah masam, Jasinga

Korelasi antar karakter komponen hasil galur-galur harapan sorgum
di tanah masam, Jasinga

11
11
13
15
17
19
21
21

DAFTAR GAMBAR
1
2
3

Pertumbuhan sorgum
Hama dan penyakit sorgum
Potensi hasil galur-galur harapan sorgum dengan kedua pembanding
di tanah masam

8
9
19

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Daya tumbuh sorgum di tanah masam Jasinga
Sifat kimia analisis tanah 1 pada lokasi penelitian
Sifat kimia analisis tanah 2 pada lokasi penelitian
Kriteria penilaian hasil analisis tanah
Data iklim Desa Cikopomayak, Jasinga 2013
Kondisi pertumbuhan sorgum di tanah masam Jasinga
Deskripsi varietas Numbu
Deskripsi varietas UPCA S1
Layout percobaan
Analisis korelasi

26
26
27
27
28
29
30
31
32
33

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sorgum merupakan salah satu tanaman serealia yang berpotensi untuk
dikembangkan di Indonesia. Sorgum bukan tanaman asli Indonesia, melainkan
tanaman yang berasal dari daratan Afrika (Etopia, Sudan, Afrika Timur) (Acquaah
2007). Menurut House (1985) sorgum dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan,
pakan, dan energi. Biji sorgum dimanfaatkan sebagai sumber pangan dalam
bentuk beras dan tepung (Beti et al. 1990). Biji dan batang sorgum dapat
dimanfaatkan sebagai bahan baku etanol (Pabendon et al. 2012). Batang dan daun
sogrum digunakan sebagai hijauan ternak (Purnomohadi 2006).
Sorgum merupakan sumber pangan potensial di Indonesia. Sorgum
memiliki kandungan karbohidrat setara dengan beras dan jagung. Kandungan
karbohidrat sorgum sebesar 73 g per 100 g bahan, sedangkan kandungan pada
beras dan jagung masing-masing sebesar 79 g dan 72 g. Kandungan protein
sorgum (11 g) lebih tinggi dari beras (7 g) dan jagung (9 g) (Beti et al. 1990).
Kandungan protein sorgum yang tinggi ini terbatas dalam penggunaannya sebagai
sumber pangan. Hal tersebut disebabkan adanya kandungan tanin yang tinggi pada
sorgum. Tanin tersebut dapat menyebabkan rendahnya daya cerna protein pada
sorgum (Duodu 2003).
Menurut Sirappa (2003) sorgum memiliki keunggulan adaptasi yang luas
yaitu dapat berproduksi di lahan marjinal dan toleran terhadap kekeringan maupun
genangan air. Indonesia mempunyai potensi lahan kering seluas 148 juta hektar
dan 70% dari lahan kering tersebut merupakan lahan kering masam. Lahan kering
masam tersebut tersebar di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Papua
(Mulyani et al. 2004). Tanah masam adalah tanah yang memiliki pH ≤ 5.5 (Balai
Penelitian Tanah 2005). Kendala utama pada lahan masam adalah keracunan
alumunium dan defisiensi P. Menurut Zheng (2010) tanah dengan pH < 5
menyebabkan alumunium terlarut menjadi ion Al3+. Hal tersebut dapat
menyebabkan tanaman keracunan. Alumunium dapat menghambat aktivitas
pemanjangan akar dengan menghancurkan sel maristem apikal. Hal tersebut dapat
mempengaruhi penyerapan air dan nutrisi oleh tanaman. Selain itu, pada kondisi
masam, unsur P mudah dijerap oleh Al dan Fe (Zheng 2010).
Strategi yang dilakukan untuk meningkatkan produktivitas sorgum pada
tanah masam adalah dengan pembentukan varietas sorgum toleran tanah masam
melalui program pemuliaan tanaman. Departemen Agronomi dan Hortikultura
IPB telah menghasilkan galur-galur harapan melalui program pemuliaan tanaman
yang dimulai dari persilangan tetua, studi genetik dan seleksi. Galur-galur harapan
tersebut merupakan hasil persilangan dari varietas Numbu dan UPCA S1.
Keunggulan yang dimiliki Numbu adalah tipe malai kompak dan berukuran besar
serta biji berwarna krem, sedangkan UPCA S1 memiliki tinggi tanaman ideal.
Saat ini, galur-galur harapan tersebut telah mencapai generasi F7 sehingga perlu
dilakukan uji multilokasi untuk menilai stabilitas hasil dan mengetahui daya
adaptasinya. Penelitian ini merupakan bagian dari uji multilokasi galur-galur
harapan sorgum toleran tanah masam.

2

Tujuan
1.
2.
3.

Mendapatkan informasi tentang keragaan galur-galur harapan sorgum di
tanah masam.
Mendapatkan informasi tentang keeratan hubungan antara karakter agronomi
dan komponen hasil pada galur-galur harapan sorgum di tanah masam.
Memperoleh galur-galur harapan sorgum yang berdaya hasil tinggi di tanah
masam.
Hipotesis

1.
2.

Terdapat perbedaan keragaan karakter agronomi, komponen hasil dan hasil
galur-galur harapan sorgum di tanah masam.
Terdapat galur sorgum di tanah masam yang berdaya hasil lebih tinggi dari
varietas pembanding.

TINJAUAN PUSTAKA
Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench)
Sorgum memiliki daya adaptasi yang luas sehingga dapat tumbuh baik
pada berbagai kondisi (Sirappa 2003). Hal tersebut menjadi salah satu keunggulan
sorgum dibandingkan tanaman pangan lain yang dikembangkan di lahan masam.
Sorgum dapat tumbuh pada hampir di semua jenis tanah. Sorgum dapat
bertoleransi pada keadaan yang panas dan kering. Sorgum dapat tumbuh pada
daerah yang memiliki curah hujan tinggi dan tergenang. Suhu optimum untuk
pertumbuhan sorgum berkisar antara 23oC–30oC dengan kelembaban relatif 20–
40% (Deptan 1990). Menurut Sungkono et al. (2009) waktu penanaman sorgum
yang baik adalah pada akhir musim hujan. Hal tersebut karena sorgum dapat
tumbuh dengan baik serta tidak ada serangan hama dan penyakit yang mencapai
ambang batas.
Gerik et al. (2003) melaporkan bahwa pertumbuhan sorgum terdiri dari 3
tahap. Tahap pertumbuhan pertama didominasi oleh pertumbuhan vegetatif.
Perkembangan tanaman pada tahap tersebut fokus pada perkembangan struktur
vegetatif seperti daun dan anakan. Tahap pertumbuhan kedua yaitu tahap inisiasi
bunga. Hal tersebut ditandai dengan kemunculan daun bendera yang membawa
malai. Tahap pertumbuhan kedua merupakan tahap penting untuk produksi biji.
Tahap pertumbuhan ketiga adalah tahap pengisian biji. Tahap tersebut dimulai
dari tanaman berbunga sampai akumulasi bahan kering dalam biji terhenti. Tahap
pertumbuhan ketiga berakhir apabila terdapat “black-layer” (lapisan hitam) pada
lembaga sorgum.
Sorgum memiliki sistem perakaran serabut. Akar sorgum dibagi menjadi
akar utama dan akar sekunder. Akar utama adalah akar yang pertama kali muncul
saat biji sorgum berkecambah. Akar utama menyerap air dan nutrisi dari tanah
untuk pertumbuhan sorgum. Pertumbuhan akar utama pada sorgum terbatas

3
sehingga fungsi akar utama digantikan oleh akar sekunder. Akar sekunder dapat
berkembang dan memanjang hingga pada kedalaman 2 meter (Plessis 2008).
Selain itu, sistem perakaran pada tanaman sorgum memiliki keunggulan.
Keunggulan tersebut yaitu dapat menopang pertumbuhan dan perkembangan
tanaman hingga dua atau tiga kali ratun dengan akar yang sama (House 1985).
Plessis (2008) melaporkan batang sorgum bersifat padat, tegak lurus,
kering atau berair, serta rasanya tawar atau manis. Batang sorgum merupakan
rangkaian berseri dari ruas (internoodes) dan buku (nodes). Sorgum memiliki
bentuk batang silinder. Diameter batang bagian pangkal berukuran 5–30 mm.
Ruas batang sorgum dilapisi lilin tebal. Lilin tersebut berfungsi mengurangi laju
transpirasi dan meningkatkan toleransi terhadap kekeringan pada tanaman.
Acquaah (2007) menambahkan batang sorgum memiliki tinggi 0.6–4.5 m. Daun
sorgum berwarna hijau. Luas area daun sorgum lebih kecil daripada jagung. Posisi
daun sorgum berlawanan pada setiap sisinya dan melekat pada batang utama.
Jumlah daun sorgum berkisar 8–22 helai dalam kondisi optimum (Plessis 2008).
Malai sorgum berbentuk kompak atau terbuka. Malai sorgum merupakan
susunan dari bunga sorgum. Bunga sorgum akan mekar pada malam hari dan pagi
hari (Plessis 2008). Bunga sorgum tersebut akan berkembang menjadi biji. Gerik
et al (2003) melaporkan bahwa tahap inisiasi bunga pada sorgum adalah tahap
yang menentukan jumlah produksi biji sorgum per tanaman. Gangguan faktor luar
terutama hama dan penyakit pada periode ini akan mempengaruhi jumlah spikelet
yang terbentuk. Hal tersebut dapat mengurangi hasil tanaman sorgum.
Biji sorgum secara umum berbentuk oval atau bulat. Warna biji sorgum
diantaranya adalah merah, putih, kuning dan coklat (Plessis 2008). Biji sorgum
telah masak sempurna apabila terdapat lapisan hitam (black-layer) pada pangkal
biji. Biji sorgum dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan (Beti et al. 1990).
Selain itu, biji sorgum juga mulai diperhatikan sebagai bahan baku etanol yaitu
dengan mengubah pati menjadi gula dan diproses menjadi etanol (Pabendon et al.
2012).

Tanah Masam
Tanah masam terbentuk karena sebagian besar kation tanah tercuci oleh air
hujan sehingga kation yang tertinggal adalah kation yang bersifat masam seperti
Al3+ dan H+ dan menyebabkan tanah bersifat masam (BPPI 2010). Kendala utama
tanah masam adalah keracunan alumunium dan defisiensi fosfor (Agustina 2010a;
Zheng 2010; Marschner 2012). Alumunium diubah menjadi bentuk ion pada
kondisi masam yaitu pada kondisi pH tanah di bawah 5 (Zheng 2010). Keracunan
alumunium menyebabkan rendahnya penyerapan air dan nutrisi oleh tanaman
sorgum (Baligar et al 1993; Agustina 2010; Marschner 2012). Gejala yang sering
dijumpai pada tanaman yang keracunan alumunium adalah pemanjangan akar
terhambat (Zheng 2010). Marschner (2012) menambahkan pada kondisi tanah
masam, Mn juga dapat menjadi racun bagi tanaman. Selain itu ketersediaan unsur
Mg, Ca dan Mo juga berkurang.
Agustina et al. (2010a) melaporkan bahwa terdapat tanggap agronomis
yang berbeda pada tanaman sorgum yang ditanam pada lahan masam yang diberi
kapur dan lahan yang tidak diberi kapur terhadap toksisitas alumunium dan

4

defisiensi P. Genotip peka yang ditanam di lahan masam yang tidak diberi kapur
menunjukkan pertumbuhan yang kurang baik seperti tanaman kerdil dan berwarna
kekuningan, sedangkan genotip toleran menujukkan pertumbuhan dan produksi
yang baik. Agustina (2011) menambahkan bahwa genotipe sorgum peka pada
stadia bibit yang mengalami keracunan alumuniun akan memperlihatkan tandatanda seperti menebalnya ujung akar tanaman dan terdapat bagian yang
menghitam. Hal tersebut menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman
terhambat. Genotip toleran dan peka memberikan respon berbeda pada kondisi
cekaman alumunium dan defisiensi fosfor yang berbeda (Agustina 2011).

Pemuliaan Tanaman Sorgum
Pemuliaan tanaman adalah perpaduan antara ilmu pengetahuan dan seni
dalam merakit keragaman genetik suatu populasi tanaman agar memiliki sifat
yang lebih baik dari sebelumnya (Syukur et al. 2012). Pemuliaan tanaman
memiliki beberapa tujuan diantaranya adalah untuk perbaikan hasil dan stabilitas
hasil, peningkatan daya hasil tanpa menurunkan nilai gizi, dan perbaikan adaptasi
tanaman terhadap lingkungan ekologi tertentu (Makmur 1992).
Menurut Acquaah (2007) yang diharapkan dari program pemuliaan
tanaman sorgum secara umum adalah menghasilkan tanaman sorgum yang
memiliki produktivitas tinggi, stabilitas produksi pada lingkungan yang bervariasi,
tinggi tanaman ideal untuk memudahkan panen, berumur genjah, tahan terhadap
cekaman abiotik seperti kekeringan dan toleran terhadap alumunium, tahan
terhadap hama dan penyakit serta memiliki kualitas biji yang baik seperti
kandungan nutrisi yang baik dan kandungan tanin yang rendah.
Indonesia memiliki potensi lahan kering seluas 148 juta hektar, 70% dari
lahan kering tersebut merupakan lahan kering masam (Mulyani et al. 2004).
Upaya yang dilakukan untuk mengoptimalkan potensi lahan kering masam
tersebut adalah dengan perakitan varietas sorgum toleran tanah masam. Menurut
Poehlman (1959) dan Makmur (1992) sorgum sebagai tanaman menyerbuk
sendiri pada dasarnya memiliki program pemuliaan yang terdiri dari introduksi,
seleksi, hibridisasi. Indonesia saat ini telah memiliki beberapa varietas sorgum
nasional seperti Numbu, Kawali, UPCA S1, Keris, Mandau, Sorgum Mas, Higari,
Badik dan Sangkur. Selain itu, melalui mutasi sinar gamma dari sumber Cobalt-60,
BATAN telah menghasilkan galur sorgum mutan harapan asal varietas Durra.
Galur-galur tersebut adalah B-100, B-95, B-83, B-76, B-69 dan Zh-30.

Uji Multilokasi
Uji multilokasi merupakan tahapan akhir dari uji daya hasil dalam
program pemuliaan tanaman. Uji multilokasi bertujuan untuk menilai stabilitas
hasil galur-galur harapan dan mengetahui daya adaptasinya. Menurut Permentan
Nomor 61/Permentan/OT.140/10/2011 dalam bab I pasal 1 disebutkan bahwa
salah satu ketentuan umum tentang pengujian, penilaian, pelepasan dan penarikan
varietas adalah dengan melakukan uji adaptasi yaitu kegiatan uji lapang di
beberapa argoekologi bagi tanaman semusim, untuk mengetahui keunggulan dan

5
interaksi varietas terhadap lingkungan. Galur-galur yang diuji pada tahap ini
berkisar antara 10–15 galur (Nasir 2001). Uji multilokasi sorgum dilakukan pada
dua musim dan di lokasi yang berbeda. Jumlah lokasi yang disarankan untuk uji
multilokasi sorgum adalah 6 lokasi.

METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di Desa Cikopomayak, Kecamatan Jasinga,
Kabupaten Bogor. Kegiatan pasca panen dilaksanakan di Laboratorium Pemuliaan
Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan dari bulan Maret sampai Agustus 2013.

Bahan dan Alat
Bahan tanaman yang digunakan adalah 17 galur sorgum hasil pemuliaan
IPB. Galur tersebut adalah N/UP-4-3, N/UP-4-8, N/UP- 17-10, N/UP-32-8, N/UP39-10, N/UP-48-2, N/UP- 82-3, N/UP-89-3, N/UP-118-3, N/UP-118-7, N/UP124-7, N/UP-139-1, N/UP-139-5, N/UP-151-3, N/UP-156-8, N/UP-159-9, N/UP166-6. Varietas pembanding yang digunakan adalah Numbu dan UPCA S1. Pupuk
yang digunakan adalah Urea, SP-36 dan KCl, dosis pupuk yang digunakan adalah
150 kg ha-1 Urea, 100 kg ha-1 SP-36, dan 100 kg ha-1 KCl. Alat yang digunakan
adalah alat yang biasa digunakan dalam budidaya sorgum, timbangan analitik
Sartorius, meteran, jangka sorong digital Freder, label, dan jaring.

Metode Penelitian
Penelitian menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT)
faktor tunggal yang terdiri atas 19 genotipe sorgum dengan 3 ulangan yang
ditempatkan secara acak, sehingga diperoleh 57 satuan percobaan. Dalam satu
satuan percobaan terdapat 80 tanaman yang diambil 10 tanaman sebagai tanaman
contoh. Model matematik rancangan percobaan yang digunakan menurut Gomez
dan Gomez (1995) adalah sebagai berikut:
Yij = μ+τi + βj + εij ; (i=1,....t, j=1,....r)
Keterangan :
Yij
= Pengamatan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j
μ
= Rataan umum
τi
= Pengaruh perlakuan ke-i
βj
= Pengaruh kelompok ke-j
εij
= Pengaruh galat pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j

6

Pelaksanaan Penelitian
Persiapan Lahan
Tanah diolah sampai kondisi tanah gembur dan remah dengan
menggunakan cangkul. Lahan seluas 684.2 m2 dibagi menjadi 3 petak besar untuk
3 ulangan. Setiap ulangan dibagi menjadi 19 petak kecil dengan ukuran 2.8 m × 3
m untuk setiap genotipe dengan jarak antar bedengan 50 cm. Selanjutnya dibuat
lubang tanam dengan jarak 70 cm × 10 cm dengan kedalaman 2–3 cm dan benih
ditanam sebanyak 3 butir per lubang.
Pemeliharaan
Pemeliharaan meliputi penyiraman, pemupukan, penyulaman, penjarangan,
penyiangan, pebubunan, serta pengendalian hama dan penyakit. Pemberian pupuk
dilakukan sebanyak 2 kali dengan cara dialur. Pupuk Urea sebanyak 2/3 bagian
diberikan pada saat penanaman sebagai pupuk dasar bersama dengan pupuk SP-36
dan KCl, sedangkan 1/3 bagian pupuk Urea diberikan setelah tanaman berumur 30
HST. Penyulaman dilakukan apabila daya tumbuh benih kurang dari 80%.
Penjarangan dilakukan setelah tanaman berumur 21 hari setelah tanam (HST)
dengan menyisakan satu tanaman per lubang tanam. Penyiangan gulma dan
pembumbunan dilakukan sebanyak 3 kali yaitu pada 28 HST dan 56 HST dan 84
HST. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan sebanyak 4 kali menggunakan
insektisida non sistemik dengan bahan aktif deltamethrin 25 g L-1 yaitu saat
tanaman berumur 35 HST, 56 HST, 84 HST dan 98 HST. Lahan sorgum dipasang
jaring saat tanaman berumur 77 HST untuk mengantisipasi serangan hama burung.
Pemanenan
Kegiatan pemanenan dilakukan saat tanaman berumur 17 MST, 18 MST,
19 MST yaitu saat 80% tanaman dari satu baris galur sudah masak sempurna. Ciri
tanaman yang telah masak sempurna adalah apabila lembaga biji sorgum
berwarna coklat atau hitam dan apabila digigit biji sorgum pecah dan terasa
tepungnya. Cara melakukan pemanenan yaitu dengan memotong malai sorgum
satu demi satu selanjutnya dimasukkan ke dalam plastik dan diberi label yang
meliputi nomor tanaman, genotipe, dan tanggal panen.

Pengamatan
Pengamatan terdiri atas pengamatan karakter agronomi dan komponen
hasil pada 10 tanaman contoh dari setiap satuan percobaan. Karakter agronomi
dan komponen hasil yang diamati adalah:
1. Karakter agronomi
 Jumlah daun, dimulai pada buku ke dua pada saat menjelang panen.
 Tinggi tanaman, diukur dari pangkal batang hingga ujung malai pada saat
menjelang panen.
 Diameter batang, diukur pada 10 cm dari pangkal batang menggunakan
jangka sorong pada fase vegetatif maksimum.
 Bobot biomasa, yaitu bobot total tanaman segar yang terdiri atas akar,
batang, daun dan malai yang masih terdapat biji.

7
 Umur berbunga, yaitu pada saat 50% dari tanaman mulai berbunga dalam
satu satuan percobaan.
 Umur panen, yaitu saat 80% tanaman dalam satu satuan percobaan sudah
masak sempurna.
2. Komponen hasil
 Panjang malai, diukur dari dasar malai sampai ujung malai pada saat panen.
 Bobot kering malai, ditimbang setelah malai dikeringkan di bawah panas
matahari selama 3 hari.
 Bobot biji per malai, dilakukan penimbangan biji per malai setelah
dikeringkan di bawah panas matahari selama 3 hari.
 Bobot 1000 biji, dilakukan penimbangan setelah biji (bernas) dikeringkan di
bawah panas matahari selama 3 hari.

Pengolahan Data
Analisis Ragam (ANOVA) untuk mengetahui adanya beda nyata antar
genotipe yang diteliti. Jika terdapat beda nyata antar genotipe, dilakukan uji
perbedaan nilai tengah dengan metode t-Dunnet taraf 5 % menggunakan program
SAS 9.1.3. Nilai kritikal t-Dunnet secara umum dapat ditentukan dengan
persamaan berikut:
�′ = �(�������) �2

⁄2

�� ����� 1



Analisis Korelasi untuk menyatakan derajat hubungan linier (searah bukan
timbal balik) antara dua variabel atau lebih. Korelasi digunakan untuk menyatakan
ada atau tidaknya hubungan antar variabel � dengan variabel �. Hubungan antar
karakter dianalisis dengan korelasi Pearson taraf 5% menggunakan program
program SAS 9.1.3. Perhitungan korelasi secara umum dapat dihitung dengan
rumus:

��� =

�����
��� ��

Keterangan:
���
= koefisien kolerasi antara sifat � dan �
����� = peragam antara sifat keduanya (� dan �)
��
= ragam sifat �
��
= ragam sifat �

8

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Penelitian dilaksanakan di Desa Cikopomayak, Kecamatan Jasinga,
Kabupaten Bogor dan di Laboratorium Pemuliaan Departemen Agronomi IPB.
Kegiatan budidaya tanaman dilaksanakan pada bulan Maret–Juli 2013. Kegiatan
pasca panen dilaksanakan pada bulan Agustus 2013. Curah hujan di lokasi
penelitian pada bulan Maret–Juli 2013 rata-rata sebesar 213.5 mm dengan ratarata hari hujan sebesar 14.75 hari. Rata-rata suhu dan kelembaban masing-masing
sebesar 26.31 oC dan 84.24 % (Lampiran 5).
Pengamatan daya tumbuh sorgum dilakukan saat sorgum berumur 14 hari
setelah tanam (HST). Sorgum yang ditanam di tanah masam Jasinga memiliki
persentase daya tumbuh di atas 80% kecuali galur N/UP-4-3 pada ulangan 1
(79%) dan ulangan 3 (79%), galur N/UP-118-7 pada ulangan 3 (63%) dan galur
N/UP-159-9 pada ulangan 3 (76%) (Lampiran 1). Galur-galur yang memiliki daya
tumbuh kurang 80% dilakukan penyulaman.
Analisis tanah dilakukan sebanyak dua kali yaitu sebelum tanah diolah dan
setelah tanaman sorgum berumur 14 MST. Pengambilan sampel tanah pada
analisis tanah pertama dilakukan dengan metode pengambilan sampel secara
diagonal, yaitu lahan yang akan digunakan ditarik garis diagonal dan diambil
sampel tanahnya sebanyak tiga sampel (pangkal, tengah, ujung). Hasil analisis
yang diperoleh adalah tanah memiliki nilai pH berkisar antara 4.4–4.6 (masam–
sangat masam) dengan Al3+ berkisar antara 0.67–1.91 cmolc kg-1 (Lampiran 2).

Gambar 1 Tanaman sorgum tumbuh tidak seragam (5 MST)

9
Pertumbuhan tanaman sorgum terlihat lambat dan tidak seragam sejak
tanaman berumur 3 MST. Pertumbuhan tanaman sorgum tidak mengalami
perubahan yang signifikan dari kondisi sebelumnya setelah dilakukan pemupukan
kedua (Gambar 1). Akhirnya pada saat sorgum berumur 14 MST dilakukan
analisis tanah yang kedua. Pengambilan sampel tanah pada analisis tanah kedua
sebanyak tiga plot berdasarkan penilaian terhadap kondisi pertumbuhan sorgum
pada setiap petak. Penilaian tersebut terdiri dari tiga kriteria yaitu baik, sedang
dan kurang baik (Lampiran 6).
Hasil analisis tanah dari tiga plot menunjukkan perbedaan kandungan Al3+
yang jelas (Lampiran 3). Plot 1 memiliki kandungan Al3+ terendah yaitu sebesar
1.34 cmolc kg-1 dan kandungan P2O5 sebesar 3.3 ppm (sangat rendah). Plot 2
memiliki kandungan Al3+ tertinggi yaitu sebesar 3.15 cmolc kg-1 dan kadungan
P2O5 sebesar 5.5 ppm (rendah). Plot 3 memiliki kandungan Al3+ sebesar 2.70
cmolc kg-1 dan kandungan P2O5 (3.8 ppm) tergolong sangat rendah. Hal ini
memperihatkan bahwa perbedaan kandungan Al3+ dan P2O5 mempengaruhi
keragaman pertumbuhan sorgum.
Berdasarkan pengamatan visual yang dilakukan dilapang bahwa tanaman
sorgum yang tumbuh pada plot 1 dengan kriteria baik menunjukkan pertumbuhan
tanaman yang baik yaitu memiliki daun berwarna hijau, pertumbuhan seragam,
tinggi tanaman seragam, waktu pengisian malai dan waktu masak biji seragam.
Tanaman sorgum yang tumbuh pada plot 2 dengan kriteria sedang memiliki
beberapa daun menguning dan ujungnya kering, tinggi tanaman tidak seragam dan
ada yang kerdil, waktu pengisian malai dan waktu masak biji hampir seragam,
serta beberapa malai berukuran kecil. Tanaman sorgum yang tumbuh pada plot 3
dengan kriteria kurang baik memiliki daun menguning, beberapa tanaman kerdil
dan mati serta beberapa tanaman tidak terbentuk malai.

A

B
Gambar 2

C

D

Hama dan penyakit sorgum. Larva Chilo partellus (a), serangga
Chilo partellus (b), hama kutu apid (Rhopalos iphummaidis) (c),
dan gejala penyakit bacterial top and stalk rot akibat Erwinia
chrysanthemi (d).

Pertumbuhan sorgum selama penelitian berlangsung mengalami gangguan
hama dan penyakit. Hama menyerang tanaman sorgum pada tahap pertumbuhan
pertama adalah belalang (Valanga nigricornis) dan kutu apid (Rhopalos
iphummaidis) (Gambar 2c). Gejala yang ditimbulkan serangan belalang adalah
bagian pinggir daun bergerigi dan rusak. Hama yang menyerang saat tahap
pertumbuhan tiga yaitu larva dari serangga Chilo partellus (Gambar 2a). Serangga

10

Chilo partellus (Gambar 2b) hinggap pada malai sorgum dan meninggalkan telur
pada biji sorgum. Telur tersebut menetas dan berkembang menjadi larva. Larva
Chilo partellus mengambil makanan dari biji sorgum. Hal tersebut menyebabkan
biji sorgum rusak. Kerusakan biji sorgum dapat menurunkan hasil. Menurut Gerik
et al. (2003) serangan hama dan penyakit pada tahap pertumbuhan pertama dan
ketiga dapat menurunkan hasil sorgum.
Penyakit yang ditemukan pada pertanaman sorgum yaitu penyakit
bacterial top and stalk rot. Penyakit tersebut disebabkan oleh bakteri Erwinia
chrysanthemi (Gambar 2d). Gejala penyakit bacterial top and stalk rot mulai
terlihat saat menjelang akhir tahap pertumbuhan pertama. Menurut Claflin (2000),
gejala penyakit bacterial top and stalk rot adalah 4–5 daun bagian atas (termasuk
pucuk daun) mengalami kematian secara perlahan. Tanaman yang terserang
penyakit ini harus segera dicabut agar tidak menyebar ke tanaman yang lainnya.
Galur yang terserang penyakit bacterial top and stalk rot adalah N/UP-82-3 dan
N/UP-139-1.

Keragaan Galur-galur Harapan Sorgum di Tanah Masam, Jasinga
Salah satu tujuan dari program pemuliaan tanaman sorgum Departemen
Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor adalah
untuk mengembangkan varietas tanaman pangan yang toleran terhadap tanah
masam. Program tersebut diawali dengan pemilihan tetua. Varietas Numbu
terpilih sebagai tetua betina. Varietas UPCA S1 terpilih sebagai tetua jantan.
Numbu memiliki keunggulan toleran terhadap tanah masam (Agustina 2011).
Keunggulan Numbu lainnya adalah memiliki tipe malai kompak dan berukuran
besar serta biji berwarna krem (Balitsereal 2011a). Keunggulan UPCA S1 adalah
memiliki tinggi tanaman pendek (ideal). Karakter-karakter tersebut adalah
karakter yang diinginkan pemulia terhadap galur sorgum toleran tanah masam.
Rangkaian program pemuliaan tanaman sorgum Departemen Agronomi
dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor telah menghasilkan
galur-galur sorgum toleran tanah masam. Galur tersebut adalah galur hasil
persilangan antara Numbu dan UPCA S1. Galur tersebut telah diseleksi
berdasarkan kriteria seleksi tinggi tanaman dan bobot biji per malai. Galur hasil
seleksi tersebut adalah N/UP-4-3, N/UP-4-8, N/UP- 17-10, N/UP-32-8, N/UP-3910, N/UP-48-2, N/UP- 82-3, N/UP-89-3, N/UP-118-3, N/UP-118-7, N/UP-124-7,
N/UP-139-1, N/UP-139-5, N/UP-151-3, N/UP-156-8, N/UP-159-9, N/UP-166-6.
Galur tersebut digunakan sebagai bahan uji pada penelitian.
Penelitian menggunakan varietas pembanding Numbu dan UPCA S1. Hal
tersebut disebabkan Numbu dan UPCA S1 merupakan tetua dari galur-galur yang
diuji. Numbu merupakan varietas introduksi dari India. Numbu yang ditanam di
lahan optimum memiliki tinggi tanaman ± 187 cm, jumlah daun 14 helai, umur
berbunga 69 HST, umur panen 100–105 HST, dan panjang malai antara 22–23 cm
(Balitsereal 2011a). UPCA S1 merupakan varietas introduksi dari Filipina.
Menurut Isnaini (2010), UPCA S1 memiliki kepekaan terhadap tanah masam.
UPCA S1 yang ditanam di lahan optimum memiliki tinggi tanaman 140–160 cm,
jumlah daun 13–15 helai, umur berbunga 55–59 hari, umur panen 90–100 hari dan
panjang malai 20–22 cm (Balitsereal 2011b).

11
Tabel 1 Nilai tengah karakter agronomi dan komponen hasil varietas Numbu dan
UPCA S1 di tanah masam, Jasinga
Karakter

Numbu

Jumlah daun (helai)
Tinggi tanaman (cm)
Diameter batang (mm)
Bobot biomasa
Umur berbunga (hst)
Umur panen (hst)
Panjang malai (cm)
Diameter malai (mm)
Bobot kering malai (g)
Bobot biji per malai (g)
Bobot 1 000 butir (g)

7.76 ± 0.73
166.11 ± 13.66
13.34 ± 2.27
208.46 ± 68.52
92.66 ± 2.31
129.66 ± 4.62
16.65 ± 1.67
45.52 ± 7.89
47.96 ± 17.17
36.56 ± 13.94
28.88 ± 0.30

UPCA S1
8.00 ± 1.29
146.59 ± 28.18
13.27 ± 3.13
170.30 ± 67.57
92.00 ± 1.00
116.66 ± 2.31
17.39 ± 2.17
39.24 ± 6.49
31.31 ± 7.59
23.01 ± 9.72
22.44 ± 0.93

Tabel 1 memperlihatkan tentang keragaan tanaman Numbu dan UPCA S1
di tanah masam Jasinga yang memiliki pH 4.3–4.6 dengan kandungan Al3+
sebesar 1.34–3.15. Numbu memiliki nilai karakter lebih baik dari UPCA S1
kecuali pada karakter jumlah daun, umur berbunga dan panjang malai (Tabel 1).
Menurut Agustina et al. (2010a), genotipe toleran memperlihatkan pertumbuhan
dan produksi tanaman lebih baik daripada genotipe peka yang ditanam di tanah
masam.
Tabel 2 Rekapitulasi sidik ragam galur-galur harapan sorgum di tanah masam,
Jasinga
Karakter
Jumlah daun
Tinggi tanaman
Diameter batang
Bobot biomasa
Umur berbunga
Umur panen
Periode pengisian biji
Panjang malai
Bobot kering malai
Bobot biji per malai
Bobot 1000 butir

KT galur
1.28
467.64
6.16
7004.28
92.82
65.49
43.78
62.23
162.66
70.85
13.09

F-Hitung galur
2.83**
1.70+
2.12*
1.79+
1.99*
1.13
1.25
2.18*
1.04
0.83
10.60*

Pr > F
0.0039
0.0874
0.0274
0.0674
0.0385
0.3633
0.2793
0.0231
0.4459
0.6513