Evaluasi Karakter Agronomi Galur-galur Generasi Awal Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) Hasil Persilangan B-69 x Numbu

EVALUASI KARAKTER AGRONOMI GALUR-GALUR
GENERASI AWAL SORGUM (Sorghum bicolor (L.) Moench)
HASIL PERSILANGAN B-69 X NUMBU

CATUR ATKLISTIYANTI

AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Evaluasi Karakter
Agronomi Galur-galur Generasi Awal Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench)
Hasil Persilangan B-69 x Numbu adalah benar karya saya dengan arahan dari
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2014
Catur Atklistiyanti
NIM A24090104

ABSTRAK
CATUR ATKLISTIYANTI. Evaluasi Karakter Agronomi Galur-galur Generasi
Awal Sorgum (Sorghum Bicolor (L.) Moench) Hasil Persilangan B-69 x Numbu.
Dibimbing oleh DIDY SOPANDIE dan TRIKOESOEMANINGTYAS.
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi keragaan dan keragaman
karakter agronomi galur-galur sorgum generasi awal yaitu 62 galur F3, 31 galur
BC1P1F2, dan 31 galur BC1P2F2. Penelitian ini dilakukan di Kebun Percobaan
Leuwikopo, IPB, Darmaga, Bogor mulai bulan Februari sampai Juni 2013.
Penelitian ini disusun berdasarkan rancangan kelompok lengkap teracak
augmented (Augmented RKLT) satu faktor dengan 12 ulangan. Data agronomi di
analisis dengan membandingkan galur-galur sorgum dengan tetua B-69 dan
Numbu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa galur-galur sorgum generasi awal
memiliki perbedaan yang signifikan dengan tetua B-69 dan Numbu untuk karakter
agronomi dan komponen hasil. Galur-galur BC1P2F2 dari generasi awal sorgum

memiliki nilai rata-rata yang lebih tinggi untuk diameter batang, tinggi tanaman
dan bobot biomasa, dibandingkan dengan B-69 dan Numbu, sedangkan galurgalur BC1P1F2 memiliki tinggi tanaman yang lebih rendah dibandingkan dengan
B-69 dan Numbu. Bobot malai dan bobot biji/malai tanaman memiliki nilai
heritabilitas yang tinggi, sehingga memungkinkan untuk seleksi selajutnya.
Kata kunci: generasi awal, heritabilitas, sorgum

ABSTRACT
CATUR ATKLISTIYANTI. Evaluation of Agronomic Characters of Early
Generation Lines of Sorghum (Sorghum bicolor (L.) Moench) from the Cross of
B-69 X Numbu. Supervised by DIDY SOPANDIE and
TRIKOESOEMANINGTYAS.
The objectives of this experiment were to evaluate performance and
variability of agronomic characters of 62 F3, 31 BC1P1F2 and 31 BC1P2F2 of early
generation lines of sorghum. This research was carried at Leuwikopo
Experimental Farm, Bogor Agricultural University, Dramaga, Bogor from
February to June 2013. The experiment was arranged in a randomized complete
block design augmented with one factor genotype and 12 replications. The
agronomic data was analyzed by comparing means of each line to the parental
lines B-69 and Numbu. The results showed that the early generation lines showed
significant difference with the parental lines, B-69 and Numbu for agronomic

characters and yield components. The early generation lines from BC1P2F2 have
higher mean value for stem diameter, crop height and biomass weight, compared
to B-69 and Numbu, while the BC1P1F2 lines have lower crop height compared to
B-69 and Numbu. The panicle weight and seed weight per plant have high
heritability value, which allow for further selection.
Keywords: heritability, early generation, sorghum

EVALUASI KARAKTER AGRONOMI GALUR-GALUR
GENERASI AWAL SORGUM (Sorghum bicolor (L.) Moench)
HASIL PERSILANGAN B-69 X NUMBU

CATUR ATKLISTIYANTI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura

AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Evaluasi Karakter Agronomi Galur-galur Generasi Awal Sorgum
(Sorghum bicolor (L.) Moench) Hasil Persilangan B-69 x Numbu
Nama
: Catur Atklistiyanti
NIM
: A24090104

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Didy Sopandie, MAgr
Pembimbing I

Dr Ir Trikoesoemaningtyas, MSc
Pembimbing II


Diketahui oleh

Dr Ir Agus Purwito, MSc Agr
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat
dan karunia-Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
Evaluasi Karakter Agronomi Galur-galur Generasi Awal Sorgum (Sorghum
bicolor (L.) Moench) Hasil Persilangan B-69 x Numbu. Skripsi ini merupakan
karya ilmiah yang dibuat penulis setelah menyelesaikan penelitian selama enam
bulan. Hasil penelitian ini diajukan untuk memperoleh gelar sarjana dari fakultas
pertanian.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Prof Dr Ir Didy Sopandie, MAgr sebagai dosen pembimbing I dan Dr Ir
Trikoesoemaningtyas, MSc sebagai dosen pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan dan pengarahan dalam pelaksanaan penelitian dan
penyusunan skripsi.

2. Dr Shinto W Ardie, SP MSi sebagai penguji/wakil urusan yang telah
memberikan perbaikan sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.
3. Kedua orang tua Yadi Sutanto dan Mulyati, serta keluarga besar yang
selalu memberikan motivasi dan doa untuk penulis.
4. Dr Ir Nurul Khumaida, MSi selaku dosen pembimbing akademik yang
telah memberikan motivasi dalam melaksanakan tugas akademik.
5. Staf Laboratorium Penelitian Pemuliaan Tanaman IPB, Siti Marwiyah, SP,
MSi, Pak Edi, dan mas Eki yang telah membantu selama proses penelitian
baik dalam bentuk tenaga maupun saran yang telah diberikan.
6. Teman-teman satu tim penelitian sorgum, Af’idatus Sakina, Jorex Daniel
M, Mayang Sari, dan Patricia S yang selalu memberikan kebersamaannya
selama penelitian.
7. Teman-teman AGH 46 khususnya Akbar, Alif, Ana, Furi, Milda, Nani,
Ragil, Reza, Yessy, Yoga dan Yudi yang selalu memberikan motivasi dan
saran terhadap penelitian ini.
8. Serta pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat dan dapat memberikan sumbangan
bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pertanian.
Bogor, Februari 2014
Catur Atklistiyanti


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tinjauan Pustaka
Hipotesis
TINJAUAN PUSTAKA
Syarat Tumbuh
Pemanfaatan Sorgum
Pemuliaan Sorgum
METODE
Bahan dan Alat
Lokasi dan Waktu Penelitian
Prosedur Percobaan
Analisis Data
HASIL dan PEMBAHASAN
Kondisi Umum Penelitian

Keragaan Karakter Agronomi Galur-galur Sorgum
Keragaan Komponen Hasil Galur-galur Sorgum
Pendugaan Komponen Ragam dan Heritabilitas Galur-galur Sorgum
Perbandingan Ragam Dalam Galur dan Ragam Antar Galur Sorgum
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vi
vi
vi
1
1
1
2
2
3

3
4
5
5
5
6
7
8
8
9
16
23
23
27
27
27
28
31
35


DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Keragaan karakter agronomi galur-galur F3
Keragaan karakter agronomi galur-galur BC1P1F2
Keragaan karakter agronomi galur-galur BC1P2F2
Keragaan komponen hasil galur-galur F3
Keragaan komponen hasil galur-galur BC1P1F2
Keragaan komponen hasil galur-galur BC1P2F2
Nilai duga ragam lingkungan, fenotipe, genotipe, dan heritabilitas
Ragam dalam galur dibandingan dengan ragam atar galur F3

Ragam dalam galur dibandingan dengan ragam atar galur BC1P1F2
Ragam dalam galur dibandingan dengan ragam atar galur BC1P2F2

9
11
12
16
18
19
23
24
25
26

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Pertumbuhan sorgum
Keragaan karakter tinggi tanaman galur-galur sorgum
Keragaan diameter batang galur-galur sorgum
Keragaan jumlah daun galur-galur sorgum
Keragaan bobot biomasa galur-galur sorgum
Keragaan panjang malai galur-galur sorgum
Keragaan bobot malai galur-galur sorgum
Keragaan bobot biji/malai galur-galur sorgum
Keragaan bobot 1000 butir galur-galur sorgum

8
13
14
15
16
20
21
21
22

DAFTAR LAMPIRAN
1 Deskripsi varietas numbu
2 Data iklim kecamatan Dramaga

33
34

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kebutuhan akan beras sebagai bahan pangan utama Indonesia cenderung
terus meningkat setiap tahunnya seiring dengan peningkatan jumlah penduduk.
Peningkatan produksi beras nasional sangat tergantung pada padi sawah,
sementara luas lahan sawah semakin menyusut akibat alih fungsi lahan ke nonpertanian. Alternatif yang dapat digunakan untuk dapat memenuhi kebutuhan
pangan yaitu dengan meningkatkan produktivitas tanaman pengan non-beras
sebagai alternatif pangan di lahan sub-optimum (Sirappa 2003).
Beberapa pengganti karbohidrat yang potensial dikembangkan yaitu
sorgum, ubi jalar, singkong, dan jagung. Menurut Hoeman (2011) sorgum
memiliki posisi penting di dunia baik sebagai bahan pangan, pakan ternak, dan
sebagai bahan bakar alternatif. Sorgum merupakan sumber karbohidrat yang
potensial karena kandungan karbohidratnya tinggi, yaitu sekitar 73 g/100 g bahan
yang dapat dimakan. Kandungan protein dan kalsium pada sorgum adalah 11.0 g/
100 g bahan dan 28.0 mg/100 g bahan, sedangkan pada beras hanya 6.8 g/100 g
bahan dan 6.0 mg/100 g bagian dapat dimakan, sehingga sorgum memiliki
kandungan yang lebih baik bila dibandingkan dengan beras dan jagung (DEPKES
1992). Sorgum memiliki kandungan gluten dan indeks glikemiks yang rendah
sehingga sesuai untuk konsumen dengan kebutuhan gizi khusus (Schober et al.
2007)
Sorgum merupakan salah satu tanaman serealia yang potensial untuk
dikembangkan di Indonesia karena mempunyai daya adaptasi lingkungan yang
luas terutama pada lahan kering (Sirappa 2003; Borrel et al. 2006). Salah satu
areal lahan yang potensial untuk pengembangan sorgum adalah lahan kering. Luas
lahan kering di Indonesia mencapai 148 juta ha dan diperkirakan 102.8 juta ha
merupakan lahan kering masam (Mulyani et al. 2009). Produktivitas rata-rata
sorgum di Indonesia baru mencapai 1.14 ton ha-1, sehingga diperlukan perbaikan
varietas melalui pemuliaan tanaman.
Pengembangan sorgum ditujukan untuk menghasilkan varietas-varietas
sorgum dengan potensi hasil yang lebih baik, mampu beradaptasi pada tanah
masam, tinggi tanaman pendek berkisar antara 100-160 cm, tahan terhadap
serangan hama penyakit, dan berdaya hasil tinggi. Departemen Agronomi dan
Hortikultura IPB melalui upaya persilangan varietas B-69 dan Numbu yang telah
menghasilkan generasi F3, BC1P1F2 dan BC1P2F2, yang akan diseleksi untuk
mendapatkan generasi awal galur-galur sorgum dengan ragam dalam galur yang
redah yang siap diuji daya hasil.

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi keragaan dan
keragaman karakter agronomi galur-galur sorgum generasi awal.

2
Hipotesis
1. Terdapat perbedaan keragaan karakter agronomis di antara galur-galur
sorgum generasi awal.
2. Terdapat beberapa galur generasi awal yang memiliki karakter agronomi
dan potensi hasil yang lebih baik dari kedua tetuanya.
3. Terdapat galur-galur dengan ragam dalam galur lebih rendah dibandingkan
ragam antar galur.

TINJAUAN PUSTAKA
Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench)
Sorgum merupakan tanaman pangan utama ke-5 di dunia setelah padi,
gandum, jagung dan barley. Tanaman sorgum tumbuh dengan baik pada lahan
semi-arid di daerah tropis dan subtropis. Pada daerah tertentu untuk hasil yang
lebih baik sorgum memerlukan curah hujan yang tinggi pada masa tumbuhnya.
Sorgum memiliki sifat fotoperiode sensitif, dimana pembentukan bunga terjdi
pada setelah berakhirnya musim hujan dan biji sorgum akan mengisi pada musim
kemarau (Doggett 1988).
Bentuk tanaman sorgum mirip seperti tanaman jagung atau serealia
lainnya, tinggi tanaman sorgum berkisar anatar 1-1.5 meter, bahkan dapat lebih
tinggi atau lebih pendek tergantung dengan varietas yang digunakan (Deptan
2008). Tanaman sorgum termasuk tanaman monokotil yang memiliki sistem
perakaran serabut dan membentuk perakaran sekunder dua kali lipat dari jagung.
Selain itu, sorgum memiliki batang yang beruas-ruas dan berbuku-buku, tidak
bercabang dan pada bagian tengah batang terdapat seludang pembuluh yang
diselubungi oleh lapisan keras (ICRISAT 1996). Doggett (1970) juga menjelaskan
daun sorgum biasanya terdapat secara berselang dalam dua baris pada sisi-sisi
batang yang berlawanan dan masing-masing terdiri atas suatu pelepah dan helaian.
Ukuran daun meningkat dari bawah ke atas, umumnya sampai daun ketiga
ataupun keempat kemudian menurun sampai daun bendera. Permukaan daun yang
mengandung lapisan lilin dan sifat perakaran yang ekstensif, fibrous dan dalam,
cenderung membuat tanaman sorgum efisien dalam absorpsi dan pemanfaatan air
(Hoeman 2008).
Sorgum memiliki bentuk malai yang bervariasi yang kompak sampai
terbuka. Panjang malai sorgum sekitar 4 sampai 25 cm (House 1985). Dogget
(1970) menguraikan bahwa biji sorgum kurang lebih berbentuk bola dengan ujung
tumpul. Perikarp dan testa menjadi satu, beraneka ragam warnanya dari putih
jernih, atau kuning pucat sampai berbagai tingkat warna merah dan cokelat dan
sampai cokelat keunguan tua. Mudjisihono dan Damardjati (1985) menjelaskan
bahwa adanya tanin dalam biji sorgum dapat mempengaruhi fungsi asam-asam
amino dan kegunaan dari protein, tanin dalam biji sorgum berkisar antara 0.43.6 % yang sebagian besar terletak dalam testa. Komposisi bagian biji sorgum
terdiri dari kulit luar 8 %, lembaga 10 % dan daging biji 82 % (Laimeheriwa

3
1990). Kandungan tannin yang rendah merupakan salah satu indikator kualitas
sorgum sebagai bahan pangan (Puspitasari 2011).

Syarat Tumbuh
Tanaman sorgum toleran terhadap kekeringan dan genangan air, dapat
berproduksi pada lahan sub-optimum, serta relatif tahan pada gangguan hama dan
penyakit. Daerah asal tanaman sorgum baik spesies liar maupun spesies budidaya
ditemukan di Afrika, hingga saat ini 90 % luas lahan pertanaman berada di
wilayah Afrika dan Asia (Acquaah 2007). Tanaman sorgum memiliki banyak
spesies, tetapi yang populer dan menjadi tanaman komersial di dunia adalah
spesies Sorghum bicolor (L) Moench. Spesies tersebut tersebar hampir ke seluruh
dunia dan dimanfaatkan sebagai tanaman pangan, pakan ternak dan bahan baku
sebagai industri termasuk industri biofuel (bioetanol).
Sorgum di Indonesia biasa ditanam di daerah yang beriklim kering, musim
hujan pendek, dan pada tanah yang kurang subur. Daerah penghasil sorgum secara
tradisional adalah Jawa Tengah, Jogjakarta, Jawa Timur dan sedikit di Nusa
Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (Beti et al. 1990).
Sorgum relatif lebih dapat beradaptasi pada kisaran kondisi ekologi yang
luas dan dapat berproduksi pada kondisi yang kurang sesuai bila dibandingkan
dengan tanaman sereal yang lainnya dan sorgum memerlukan air yang relatif
sedikit dalam pertumbuhannya (Sirappa 2003). Biasanya sorgum ditanam pada
daerah yang panas dan kering, tetapi juga dapat tumbuh pada daerah yang
bercurah hujan tinggi atau tempat-tempat yang bergenang. Menurut Laimeheriwa
(1990) keadaan yang optimum untuk pertumbuhan sorgum yaitu dengan
penyebaran hari hujan yang teratur terutama pada saar tanaman berumur 4-5
minggu, yaitu pada saat perkembangan perakaran sampai pada akhir pertumbuhan
vegetatifnya. Curah hujan 50-100 mm per bulan pada 2-2.5 bulan sejak tanam,
diikuti dengan periode kering, merupakan curah hujan yang ideal untuk
keberhasilan produksi sorgum.
Suhu optimum untuk pertumbuhan sorgum berkisar antar 23-30 ºC dengan
kelembaban relatif 20-40% (Sudaryono 1996). Sorgum dapat tumbuh dengan baik
pada tanah berpasir, pada hampir seluruh jenis tanah, pada tanahh yang kurang
subur dan dapat tumbuh pada pH tanah berkisar 5.0-7.5. Tanaman sorgum juga
lebih toleran terhadap tanah salin dengan genangan air dibandingkan tanaman
serealia lainnya (Irawan dan Sutrisna 2011). Pada daerah-daerah dengan
ketinggian 800 m diatas permukaan laut dimana suhunya kurang dari 20 ºC,
pertumbuhan tanaman akan terhambat. Selama pertumbuhan tanaman, curah hujan
yang diperlukan berkisar antara 375-425 mm (Laimeheriwa 1990).

Pemanfaatan Sorgum
Sorgum memiliki nama yang berbeda-beda. Penduduk Afrika barat
menyebut sorgum dengan naman guinea-corn, orang Afrika Selatan menyebut
kafir-corn, masyarakat Sudan menyebutnya dengan nama durra, penduduk Afrika
Timur mengenal sorgum dengan sebutan mtama, dan masyarakat Inggris

4
mengenal sorgum sebagai great millet (Doggett 1988). Di Indonesia sorgum juga
memiliki banyak sebutan seperti gandrung di Jawa Tengah, gondem atau cantel di
Jawa Timur dan ejalai di Sumatra Barat (Sirappa 2003).
Tanaman sorgum mempunyai banyak manfaat seperti bahan baku kertas,
gula, nira, alkohol, monosodium glutamate (MSG), bahan baku pakan ternak dan
bahan baku etanol (DEPTAN 2011). Pemanfaatan yang paling utama adalah
sebagai bahan pangan, pakan dan industri. Menurut Doggett (1988) sorgum
merupakan makanan pokok bagi banyak orang di seluruh dunia, di beberapa
negara sorgum dimanfaatkan sebagai tepung untuk membuat biskuit atau roti.
Mudjisihono dan Damardjati (1985) menambahkan bahwa bila dilihat dari segi
kegunaanya, sebagian besar sorgum dapat dimanfaatkan sebagai makanan
tradisional, makanan selingan, dan makanan ternak. Selain itu, limbah sorgum
(daun dan batang segar) dapat dimanfaatkan sebagai hijauan pakan ternak. Nutrisi
daun sorgum setara dengan rumput gajah dan pucuk tebu (Sirappa 2003).
Menurut Beti et al. (1990) sorgum dapat mengganti seluruh jagung dalam ransum
pakan ayam, itik, kambing, dan sapi tanpa menimbulkan efek samping.
Namun perlu diperhatikan juga seberapa besar kandungan tanin pada
sorgum yang digunakan sebagai pakan ternak. Kandungan tannin dalam biji
sorgum menjadi faktor pembatas untuk digunakan dalam ransum ayam karena
rasanya kurang disukai ternak, disamping itu tannin mengandung zat anti tripsin
yang dapat menghambat laju pertumbuhan ternak. Dogget (1988) menambahkan
bahwa tanin pada sorgum biasanya dikaitkan dengan kandungan protein yang
rendah. Seluruh jenis tanin termasuk dalam polifenol akan tetapi tidak semua
polifenol pada sorgum adalah tanin. Kandngan polifenol yang tinggi pada sorgum
dicirikan dengan perikarp berwarna coklat dan kulit biji yang berwarna. Pada jenis
sorgum dengan perikarp berwarna merah dan tidak memiliki kulit biji kandungan
polifenolnya cukup signifikan sedangkan pada biji sorgum yang berwarna
kandungan polifenolnya sangat rendah. Keterkaitan antara pigmentasi biji sorgum
dengan tanin yang dimiliki biji sorgum masih belum dapat dipastikan.
Pemuliaan Sorgum
Pemuliaan sorgum di Indonesia diarahkan untuk pangan, pakan dan bahan
industri. Tujuan pemuliaan tanaman ialah berusaha untuk menghasilkan
kombinasi genetika baru dan melalui seleksi menghasilkan peringkat tanaman
yang mempunyai potensi lebih baik (Welsh 1991). Upaya pengembangan varietas
sorgum guna mendapatkan hasil yang optimal telah banyak dilakukan oleh
pemulia tanaman, salah satunya dengan metode persilangan.
Metode silang balik digunakan untuk memperbaiki varietas yang sudah
mempunyai karakter agronomi dan adaptasi yang baik, tetapi kurang baik pada
satu karakter atau beberapa karakter saja. Metode silang balik adalah
menyilangkan turunannya dengan salah satu tetuanya (tetua recurrent) selama
beberapa generasi untuk memindahkan gen dari tetua donor ke tetua recurrent
(penerima).
Prinsip dalam melakukan back cross antara lain: 1) tersedia tetua recurrent
dengan sifat agronomi yang baik; 2) tersedia tetua donor yang membawa gen yang
diinginkan; 3) sifat yang dipindahkan dari donor dapat dipertahankan pada tetua
penerima setelah beberapa kali silang balik; 4) untuk mempertahankan sifat-sifat

5
baik pada tetua penerima diperlukan beberapa kali silang balik; 5) untuk
memindahkan gen dominan dan karakter terekspresi sebelum pembungaan, seleksi
dapat dilakukan langsung pada hasil silang balik; 6) untuk memindahkan gen
resesif, seleksi dilakukan pada turunan hasil silang balik (Syukur et al. 2012).
Stoskopf et al. (1993) menjelaskan bahwa metode ini pertama kali disusun
oleh Harlan dan Pope pada tahun 1922. Biasanya digunakan apabila:
a. Varietas unggul yang dimiliki kekurangan satu atau lebih sifat yang
diharapkan
b. Tersedia varietas donor dengan sifat yang diinginkan, biasanya sifat
ketahanan
c. Sifat yang akan dipindahkan mempunyai nilai heritabilitas yang tinggi
Persilangan antara tetua B-69 dan Numbu diharapkan dapat menghasilkan
varietas yang memiliki sifat-sifat tertentu yang diwariskan oleh tetuanya seperti
tanaman pendek, diameter batang besar dan warna biji putih, sehingga dapat
memudahkan petani pada saat pemanenan, selain itu biji yang berwarna putih
diduga memiliki kadar tanin yang rendah sehingga aman untuk dikonsumsi.

METODE
Bahan dan Alat
Bahan tanam yang digunakan dalam percobaan ini yaitu 124 galur sorgum
generasi awal yang terdiri atas 62 galur F3, 31 BC1P1F2 dan 31 BC1P2F2, tetua B69 dan Numbu sebagai pembanding. B-69 adalah galur yang berasal dari varietas
Durra yang diradiasi sinar gamma menggunakan dosis 300 Gy oleh Pusat
Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi (PATIR), Badan Tenaga Nuklir Nasional
(BATAN) (Sihono 2008), sedangkan Numbu adalah hasil introduksi dari
ICRISAT namun telah melalui tahapan proses pengujian adaptasi dan daya hasil
selama beberapa generasi kemudian dilepas menjadi varietas unggul nasional oleh
Departemen Pertanian (Sihono et al. 2010), deskripsi varietas Numbu dapat dilihat
pada Lampiran 1. Bahan lain yang digunakan dalam percobaan ini antara lain
pupuk urea 150 kg ha-1, SP-36 100 kg ha-1, dan KCl 100 kg ha-1, Karbofuran 3G,
deltamethrin, dan mankozeb 80%. Peralatan yang digunakan yaitu cangkul, kored,
tali, tugal, meteran, jangka sorong, sungkup, kertas label, dan timbangan analitik.

Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga Juni 2013 bertempat
di Kebun Percobaan Leuwikopo, dan Laboratorium Penelitian Pemuliaan
Tanaman. Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian Institut
Pertanian Bogor.

6
Prosedur Percobaan
Pengolahan Lahan dan Penanaman
Persiapan lahan dilakukan satu minggu sebelum tanam. Persiapan lahan
berupa pembersihan lahan, pengolahan tanah, dan pembuatan petakan. Penanaman
dilakukan dengan jarak 70 cm x 10 cm dengan benih 2 butir/lubang, pestisida
karbofuran 3G diberikan sebanyak 5 butir/lubang.
Pemupukan
Pemberian pupuk urea dilakukan sebanyak dua kali yaitu pada saat
penanaman sebanyak 50 kg ha-1 bersamaan dengan pemberian pupuk SP-36 dab
KCl masing-masing sebanyak 100 kg ha-1, selanjutnya pemupukan urea kedua
dilakukan pada saat tanaman telah berumur 4 minggu setelah tanam (MST)
dengan dosis 100 kg ha-1.
Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman meliputi pengairan, pengendalian gulma,
pengendalian hama penyakit, pembumbunan, dan penyungkupan. Pengairan
secara intensif dilakukan sampai tanaman berumur 3 MST. Pengendalian gulma
dilakukan secara manual menggunakan alat pertanian sederhana. Pengendalian
hama dan penyakit dengan cara penyemprotan menggunakan insektisida nonsistemik berbahan aktif deltamethrin dengan konsentrasi 2 ml L-1 dan fungisida
berbahan aktif mankozeb 80% mulai 4 MST dan dilakukan sebanyak empat kali.
Pembumbunan dilakukan pada 4 MST dan 8 MST. Penyungkupan malai sorgum
dilakukan pada saat pengisian malai yaitu mulai 10 MST dengan tujuan untuk
melindungi malai dari hama burung. Pada tanaman yang digunakan sebagai
pemurnian tetua, penyungkupan dilakukan pada saat malai mulai muncul atau
sebelum penyerbukan yaitu pada 8 MST atau 9 MST.
Pemanenan
Pemanenan yang dilakukan disesuaikan dengan umur panen masing-masing
galur yang diuji sehingga panen yang dilakukan tidak serempak. Pemanenan
dilakukan jika 80% tanaman dari 1 baris galur sudah masak atau biji sudah kering
yang ditandai munculnya black layer dan biji keras ketika digigit. Pemanenan
dilakukan dengan cara mencabut tanaman.
Pengamatan
Pengamatan dilakukan terhadap setiap galur yang terdiri atas 10 tanaman
contoh. Peubah yang diamati meliputi:
1. Karakter agronomi:
a. Tinggi tanaman yang diukur dari pangkal batang di permukaan tanah
hingga ujung malai pada saat panen
b. Diameter batang, diukur 10 cm diatas permukaan tanah saat vegetatif
maksimum.
c. Jumlah daun yang dihitung jumlah daun pada saat vegetatif maksimum
d. Bobot biomassa yaitu bobot total tanaman kering yang terdiri dari
batang, daun, akar dan malai yang masih terdapat biji

7
2. Karakter komponen hasil:
a. Panjang malai yang diukur dari leher sampai pada ujung malai pada
saat panen
b. Bobot malai per tanaman yang ditimbang setelah malai dikeringkan di
bawah panas selama 3 hari
c. Bobot biji per malai, ditimbang setelah malai dikeringkan di bawah
panas matahari selama 3 hari
d. Bobot 1000 butir
Analisis Data
Percobaan disusun berdasarkan rancangan kelompok lengkap teracak
Augmented (Augmented RKLT) dengan 12 ulangan untuk varietas pembanding
dan satu faktor untuk genotipe. Data yang diperoleh dianalisis dengan
membandingkan galur-galur sorgum generasi awal dengan tetua B-69 dan Numbu.
Model linier yang digunakan adalah:
Yij = µ + αi + βj + ɛij
Yij: respon peubah sorgum varietas ke-i dan kelompok ke-j
µ : nilai tengah populasi
αi : Pengaruh galur ke-i, (i=1, 2, 3, 4, 5, 6)
βj : Pengaruh kelompok ke-j, (j=1, 2, 3)
ɛij : Pengaruh galat Penelitian pada galur ke-i dan kelompok ke-j
Perhitungan nilai tengah dan ragam karakter agronomi
Penghitungan nilai tengah dan ragam dilakukan untuk melihat keragaan dan
keragaman masing-masing karakter serta melihat apakah terjadi perbaikan sifat
pada galur-galur yang diuji melalui perbandingan nilai tengah galur dengan kedua
tetua pembanding.
Heritabilitas dan koefisien keragaman genetik
Heritabilitas digunakan untuk melihat besarnya pengaruh keragaman
genetik terhadap keragaman fenotipe dalam populasi (Syukur et al. 2012).
Diperlukan ragam lingkungan, ragam fenotipe, dan ragam genetik untuk menduga
heritabilitas suatu populasi. Ragam tersebut dapat dihitung menggunakan rumus:




Ragam

=

Ragam lingkungan (σ²e)
Ragam fenotipe (σ²p)
Ragam genotipe (σ²g)

=
= ragam generasi F3, BC1P1F2, dan BC1P2F2
= σ²p - σ²e

Setelah ketiga ragam tersebut diperoleh, maka nilai heritabilitas dapat
dihitung berdasarkan rumus : h²bs =

x 100%

8
Keterangan:
h²bs = Heritabilitas arti luas
σ²g = Ragam genetik
σ²p = Ragam fenotipe
Kriteria heritabilitas terbagi menjadi tiga yaitu tinggi (h²bs > 50%), sedang
(20 ≤ h²bs ≤ 50%), dan rendah (h²bs < 20%) (Syukur et al. 2012).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Penelitian
Suhu rata-rata di Leuwikopo, Dramaga pada bulan Februari hingga Juni
2013 adalah 27.0 °C, kelembapan relatif sebesar 84.3 %. Data tersebut dihimpun
berdasarkan data rata-rata harian Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika
(BMKG 2013) (Lampiran 2). Tanaman sorgum dapat tumbuh baik pada kisaran
suhu 20-30 °C (Beti et al. 1990; Dicko et al. 2006), oleh karena itu suhu
penelitian ini sesuai dengan syarat tumbuh sorgum sehingga tanaman dapat
tumbuh dengan baik pada kondisi tersebut.
Rata-rata curah hujan per bulan selama percobaan ini sebesar 289.8 mm,
dan lama penyinaran sebesar 62.8 % sehingga pada fase vegetatif awal dilakukan
penyiraman. Perubahan fase pertumbuhan dapat dilihat pada Gambar 1. Kondisi
tanaman pada awal pertumbuhan menunjukkan vegetatif yang lambat (Gambar
1.a), namun setelah dilakukan pemupukan kedua pada 4 minggu setelah tanam
(MST) tanaman mulai menunjukkan pertumbuhan yang baik (Gambar 1.b).

a

b

c

Gambar 1 Fase pertumbuhan sorgum. (a) vegetatif lambat, (b) vegetatif cepat, (c)
generatif
Penyungkupan (Gambar 1.c) mulai dilakukan pada saat tanaman memasuki
umur 10 MST dengan tujuan untuk mengurangi kehilangan hasil akibat serangan
hama burung pada saat pengisian biji. Rata-rata tanaman berbunga 50% pada
umur 65 hari setelah tanam (HST) untuk tetua B-69, 68 HST untuk tetua Numbu,
70 HST untuk kelompok galur F3, 67 HST untuk kelompok galur BC1P1F2, dan 66
HST untuk kelompok galur BC1P2F2. Tanaman mengalami kerebahan pada saat
pengisian biji, yaitu pada 11 MST. Kerebahan terjadi akibat curah hujan yang
tinggi pada bulan Mei yaitu sebesar 399.3 mm yang disertai dengan angin
kencang. Kerebahan dapat mempengaruhi translokasi hasil fotosintat dari batang

9
ke malai, sehingga kerebahan pada saat pengisian biji pada tanaman sorgum dapat
mengurangi hasil.
Pertumbuhan tanaman selama percobaan mengalami gangguan yang
disebabkan oleh hama dan penyakit yang terjadi mulai 4 MST. Hama yang
menyerang yaitu belalang dan larva Chilo partellus menyerang tanaman pada saat
fase vegetatif. Hama penggerek batang (Basiola fusca) dan bakteri Erwinia
chrysanthemii menyerang pada saat fase vegetatif dan fase generatif. Tanaman
yang terserang bakteri Erwinia chrysanthemii menunjukkan gejala kerdil pada
fase vegetatif awal hingga vegetatif akhir selain itu, ciri-ciri tanaman yang terkena
bakteri tersebut yaitu batang bagian batang bawah dan akar berwarna merah-ungu
tua, terdapat bercak merah pada bagian batang dan pucuk ditandai dengan
busuknya bagian tanaman seperti pada pucuk dan batang. Serangan oleh hama
penggerek batang menyebabkan tanaman menjadi patah pada bagian batang dan
tangkai malai.

Keragaan Karakter Agronomi Galur-galur Sorgum
Pertumbuhan tanaman dapat diukur dengan berbagai cara diataranya
adalah dengan mengukur karakter agronomi. Karakter agronomi yang diamati
pada percobaan ini antara lain tinggi tanaman, diameter batang, jumlah daun, dan
bobot kering biomasa. Hasil analisis ragam pada Tabel 1, Tabel 2 dan Tabel 3
menunjukkan bahwa galur yang dievaluasi tidak berbeda nyata untuk tinggi
tanaman dan jumlah daun namun berbeda nyata untuk karakter diameter batang
dan bobot kering biomasa.
Tabel 1 Keragaan karakter agronomi galur-galur F3
Galur
F3-94
F3-96
F3-98
F3-100
F3-105
F3-114
F3-115
F3-116
F3-119
F3-120
F3-121
F3-122
F3-124
F3-126
F3-133
F3-140
F3-142

Tinggi
tanaman (cm)
215.3+
242.7*
223.2+
215.8+
258.0*
215.8+
224.0
204.0+
134.0+
180.0+
235.5*
266.8*
234.5*
262.0*
227.2*
258.8*
241.8*

Keragaan galur
Diameter
Jumlah
batang (mm) daun (helai)
12.3++
12.5*
13.6**
12.0*
9.9++
13.2*
12.5++
13.8*
11.4++
11.7*
15.4**
10.0+
12.5++
10.8+
11.5++
11.2*
10.5++
10.8+
10.1++
12.0*
16.4**
13.0*
11.9++
12.7*
14.3**
11.8*
15.3**
12.0*
12.2++
12.2*
12.5++
13.0*
13.0++
12.3*

Bobot kering
biomasa (g)
141.5+
210.8+
78.4+
139.5+
188.5+
207.3+
153.7+
116.2+
130.3+
181.8+
282.7*
159.3+
255.2*
240.5*
313.3*
136.3+
144.8+

10
Tabel 1 (Lanjutan)
Galur
F3-152
F3-162
F3-164
F3-169
F3-216
F3-306
F3-311
F3-326
F3-330
F3-331
F3-332
F3-358
F3-359
F3-360
F3-362
F3-381
F3-383
F3-401
F3-402
F3-403
F3-406
F3-407
F3-410
F3-412
F3-415
F3-416
F3-417
Rata-rata galur F3
B-69
Numbu
a

Keragaan galur
Tinggi
Diameter
Jumlah
tanaman (cm) batang (mm) daun (helai)
290.3*
13.6++
12.0*
166.8+
11.8++
9.8+
208.8+
12.0++
10.5+
216.5+
15.0**
11.2*
213.2+
11.5++
11.3*
189.5+
9.2++
10.5+
219.7+
14.1**
10.0+
233.3*
13.2++
11.7*
233.6*
11.7++
10.2+
247.3*
11.4++
13.0*
236.2*
14.7**
12.7*
175.0+
10.5++
13.0*
234.5*
10.5++
12.0*
232.0*
13.1++
11.2*
180.2+
9.6++
11.0*
251.7*
12.0++
13.8*
244.0*
13.5++
12.5*
195.5+
14.8**
11.0*
132.5+
7.1++
9.8+
185.3+
11.9++
10.0+
242.7*
11.9++
12.3*
211.5+
11.9++
12.8*
233.0*
17.0**
13.6*
195.2+
11.8++
10.7+
203.3+
16.4**
10.2+
137.8+
12.5++
9.8+
252.7*
11.7++
11.7*
218.2
12.5
11.7
214.5
13.0
8.8
224.5
13.2
10.1

Bobot kering
biomasa (g)
209.5+
189.8+
117.3+
243.5*
99.3+
137.8+
219.5+
159.0+
138.8+
156.8+
187.0+
131.8+
116.7+
151.3+
84.6+
148.0+
201.8+
181.7+
38.8+
116.7+
120.8+
110.2+
242.4*
173.2+
269.8*
97.5+
132.7+
164.9
210.1
224.8

Angka yang diikuti oleh simbol **= berbeda nyata lebih besar dengan tetua B-69, * = berbeda
nyata lebih besar dengan tetua Numbu, sedangkan ++ = berbeda nyata lebih kecil dengan tetua B69 dan + = berbeda nyata lebih kecil dengan tetua Numbu berdasarkan uji t pada taraf 1 % dan
taraf 5 %.

11
Tabel 2 Keragaan karakter agronomi galur-galur BC1P1F2
Galur
B-69/N/P1-5
B-69/N/P1-7
B-69/N/P1-10
B-69/N/P1-12
B-69/N/P1-13
B-69/N/P1-14
B-69/N/P1-16
B-69/N/P1-18
B-69/N/P1-19
B-69/N/P1-20
B-69/N/P1-22
B-69/N/P1-23
B-69/N/P1-24
B-69/N/P1-28
B-69/N/P1-32
B-69/N/P1-33
B-69/N/P1-36
B-69/N/P1-38
B-69/N/P1-39
B-69/N/P1-40
B-69/N/P1-41
B-69/N/P1-46
B-69/N/P1-51
B-69/N/P1-54
B-69/N/P1-55
B-69/N/P1-57
B-69/N/P1-61
B-69/N/P1-62
B-69/N/P1-64
B-69/N/P1-68
Rata-rata galur
BCP1F2
B-69
Numbu
a

Tinggi
tanaman (cm)
195.7++
257.5**
222.6**
206.7++
217.4**
207.6++
214.8
247.8**
200.6++
231.6**
195.3++
224.7**
228.2**
215.9
204.0++
214.5
221.3**
235.8**
224.0**
224.3**
198.8++
185.8++
221.2**
226.8**
187.0++
160.7++
231.5**
199.0++
191.8++
197.8++

Keragaan galur
Diameter
Jumlah daun
batang (mm)
(helai)
14.2**
9.5++
16.4**
11.5**
13.8**
11.8**
12.1++
9.8**
11.7++
10.2**
14.4**
10.2**
15.2**
10.5**
14.5**
12.8**
10.2++
9.0++
15.1**
12.0**
11.6++
8.7++
13.8**
11.6**
10.7++
12.2**
11.9++
12.0**
13.4**
9.8**
13.2**
10.8**
15.2**
11.0**
13.7**
12.2**
14.3**
12.2**
13.5**
11.3**
13.7**
8.5++
13.0++
8.5++
13.7**
11.2**
11.4++
11.2**
14.8**
8.2++
11.1++
8.3++
15.4**
11.5**
11.5++
9.3++
13.6**
8.2++
11.2++
11.0**

Bobot kering
biomasa (g)
148.7++
271.8**
159.8++
138.5++
130.8++
185.7++
200.8++
226.5**
124.0++
235.5**
123.5++
188.0++
112.2++
122.8++
146.5++
163.3++
175.6++
255.3**
220.8**
244.3**
161.2++
110.5++
201.2++
119.2++
243.5**
147.8++
194.8++
162.8++
139.8++
178.3++

213.0

13.3

10.5

174.5

214.5
224.5

13.0
13.2

8.8
10.1

210.1
224.8

Angka yang diikuti oleh simbol **= berbeda nyata lebih besar dengan tetua B-69, sedangkan ++
= berbeda nyata lebih kecil dengan tetua B-69 berdasarkan uji t pada taraf 1 % dan taraf 5 %.

12
Tabel 3 Keragaan karakter agronomi galur-galur BC1P2F2
Galur
B-69/N/P2-2
B-69/N/P2-4
B-69/N/P2-5
B-69/N/P2-6
B-69/N/P2-10
B-69/N/P2-13
B-69/N/P2-14
B-69/N/P2-16
B-69/N/P2-18
B-69/N/P2-20
B-69/N/P2-21
B-69/N/P2-24
B-69/N/P2-25
B-69/N/P2-26
B-69/N/P2-28
B-69/N/P2-29
B-69/N/P2-30
B-69/N/P2-32
B-69/N/P2-33
B-69/N/P2-35
B-69/N/P2-36
B-69/N/P2-37
B-69/N/P2-38
B-69/N/P2-40
B-69/N/P2-41
B-69/N/P2-43
B-69/N/P2-46
B-69/N/P2-47
B-69/N/P2-48
B-69/N/P2-49
Rata-rata galur
BCP2F2
B-69
Numbu

Tinggi
tanaman (cm)
239.7*
237.0*
243.6*
243.8*
240.8*
234.7*
272.2*
245.5*
248.8*
237.5*
239.0*
264.7*
226.0*
214.3+
242.5*
190.5+
235.2*
245.7*
240.7*
231.2*
238.2*
213.7+
242.4*
237.3*
255.0*
252.2*
261.3*
249.9*
250.4*
258.8*

Keragaan galur
Diameter
Jumlah daun
batang (mm)
(helai)
16.5*
11.7*
15.3*
11.0
13.3
12.3*
13.6
12.3*
15.1*
11.5*
13.6*
10.3
15.5*
13.0*
13.7
12.3*
14.0*
11.3*
14.2*
10.5
13.4
10.8
15.5*
11.7*
14.5*
11.0*
12.6+
11.2*
14.4*
11.3*
15.7*
10.3
14.7*
11.7*
14.8*
11.8*
12.3+
12.3*
14.2*
11.5*
15.3*
10.8
13.2
10.5
12.7+
12.4*
14.8*
12.2*
13.1
12.2*
13.9
12.2*
14.9*
13.0*
13.2
11.7*
12.5+
11.8*
13.1
12.5*

Bobot kering
biomasa (g)
282.2*
185.3+
163.3+
267.7*
315.5*
183.5+
255.5*
198.0+
218.7+
206.2+
176.2+
277.0*
228.3*
165.3+
243.2*
222.2+
259.0*
245.2*
149.2+
262.8*
235.0*
206.3*
234.8*
279.5*
279.2*
177.8+
251.5*
181.5+
217.8+
254.3*

241.1

14.1

11.6

227.4

214.5
224.5

13.0
13.2

8.8
10.1

210.1
224.8

a

Angka yang diikuti oleh simbol * = berbeda nyata lebih besar dengan tetua Numbu, sedangkan +
= berbeda nyata lebih kecil dengan tetua Numbu berdasarkan uji t pada taraf 1 % dan taraf 5 %.

Tinggi tanaman
Tinggi tanaman merupakan salah satu karakter yang harus diperbaiki
dalam program pemuliaan sorgum. Tujuan program pemuliaan sorgum ini adalah
memperoleh galur dengan tinggi tanaman yang lebih rendah dari tetua Numbu.
Nilai tengah karakter tinggi tanaman tetua B-69 pada percobaan ini sebesar 214.5
cm dengan kisaran 208.2-219.4 cm, Numbu sebesar 224.5 cm dengan kisaran
214.2-232.4 cm. Galur-galur F3 memiliki nilai tengah sebesar 218.2 cm dengan

13

Tinggi tanaman (cm)

kisaran 132.5-213.0 cm. Terdapat 22 galur F3 yang memiliki nilai tengah tinggi
tanaman yang lebih rendah dari tetua Numbu. Galur-galur BC1P1F2 memiliki nilai
tengah sebesar 213.0 cm dengan kisaran 160.7-257.5 cm. Terdapat 13 galur
sorgum BC1P1F2 yang memiliki nilai tengah tinggi tanaman yang lebih rendah
dari tetua Numbu. Galur-galur BC1P2F2 memiliki nilai tengah sebesar 241.1 cm
dengan kisaran antara 190.5-272.5 cm. Terdapat 3 galur sorgum BC1P2F2 yang
memiliki nilai tengah tinggi tanaman yang lebih rendah dari tetua Numbu, yaitu
galur galur B-69/N/P2-26, B-69/N/P2-29 dan B-69/N/P2-37.
Menurut deskripsi varietas Balai Penelitian Tanaman Serealia (2012)
Numbu memiliki tinggi tanaman ± 187 cm, sedangkan pada penelitian ini tinggi
tanaman sorgum mencapai ± 200 cm. Hal ini menunjukkan bahwa sorgum
memiliki sifat toleransi pada tanah masam. Menurut Roesmarkam et al. (1985)
ciri-ciri varietas unggul yang dikehendaki pada pemuliaan sorgum bukanlah
tanaman yang tinggi melainkan tanaman dengan tinggi berkisar antara 100-140
cm. Hal ini bertujuan untuk memudahkan pada saat pemeliharaan, pengamatan,
dan pemanenan.
Perbandingan karakter tinggi tanaman antar kelompok galur (Gambar 2)
menunjukkan bahwa Kelompok galur BC1P2F2 memiliki tinggi tanaman yang
paling tinggi dari galur-galur lain, sedangkan kelompok galur BC1P1F2 dan F3
memiliki tinggi tanaman yang lebih rendah dari B-69 dan Numbu.
300
250

214.5

224.5

218.2

213.0

241.1

200
150
100
50
0
B69

Numbu
F3
BC1P1F2 BC1P2F2
Kelompok Galur-galur Sorgum

Gambar 2 Keragaan karakter tinggi tanaman galur-galur sorgum
Kriteria seleksi tinggi tanaman yang diinginkan yaitu kurang dari atau
setinggi 160 cm. Kelompok galur yang memiliki tinggi tanaman sesuai dengan
kriteria tersebut yaitu BC1P1F2 dan F3 karena dilakukan silang balik kepada tetua
B-69, tetapi tidak terdapat pada BC1P2F2. Tinggi tanaman sorgum berkisar antara
1-1.5 m, bahkan dapat lebih tinggi atau lebih pendek tergantung dengan varietas
yang digunakan (Deptan 2008), tinggi tanaman yang rendah diharapkan selain
memudahkan pada saat pemeliharaan dan pemanenan serta dapat meminimalisasi
tingkat kerebahan karena angin. Sungkono (2010) menjelaskan bahwa petani
menempatkan tingkat kerebahan sebagai seleksi pertama yang berarti petani tidak
akan menanam sorgum yang mudah rebah.

14

Diameter batang (mm)

Diameter batang
Karakter diameter batang merupakan karakter yang penting untuk diperbaiki
dalam program pemuliaan tanaman karena tanaman yang tinggi akan lebih tahan
rebah jika mempunyai diameter batang yang besar. Nilai tengah karakter diameter
batang tetua B-69 sebesar 13.0 mm dengan kisaran 12.0-13.9 mm, Numbu sebesar
13.2 mm dengan kisaran 12.0-15.5 mm, dan galur-galur F3 memiliki nilai tengah
sebesar 12.5 mm dengan kisaran 7.1-16.9 mm. Terdapat 11 galur F3 yang
memiliki nilai tengah diameter batang yang lebih besar dari tetua B-69. Galurgalur BC1P1F2 sebesar 13.3 mm dengan kisaran 10.2-16.5 mm. Terdapat 19 galur
BC1P1F2 yang memiliki nilai tengah lebih besar dibandingkan dengan tetua B-69.
Galur-galur BC1P2F2 memiliki nilai tengah sebesar 14.1 mm dengan kisaran 12.316.5 mm. Terdapat 17 galur BC1P2F2 memiliki nilai tengah diameter batang yang
lebih besar dari Numbu. Hal ini terjadi karena galur BC1P2F2 merupakan hasil
backcross dengan tetua Numbu sehingga memiliki bentuk yang cenderung
mengarah pada Numbu.
Perbandingan karakter diameter batang antar kelompok galur disajikan pada
Gambar 3, hasil menunjukkan bahwa nilai tengah diameter batang kelompok galur
BC1P2F2 memiliki nilai tengah diameter batang yang lebih besar dari galur-galur
lain.
20
15

13.0

13.2

12.5

13.3

14.1

10
5
0
B69

Numbu
F3
BC1P1F2 BC1P2F2
Kelompok Galur-galur Sorgum

Gambar 3 Keragaan diameter batang tanaman galur-galur sorgum
Diameter batang yang besar diharapkan dapat menopang tanaman dengan
baik, sehingga dapat mengurangi tingkat kerebahan yang dapat mengurangi
potensi hasil. Menurut Okiyo et al. (2010) diameter batang yang kecil cenderung
mudah rebah dan dapat menyebabkan berkurangnya hasil. Seleksi untuk karakter
diameter batang yang besar dapat diperoleh dari kelompok galur BC1P2F2 yang
merupakan hasil silang balik dengan tetua Numbu.
Karakter diameter batang dan tinggi tanaman dapat menunjukkan
kemampuan tanaman dalam mengalokasikan fotosintat dan tegakan tanaman
(Brown 1985). Batang yang memiliki bobot dan lebar batang yang tinggi akan
sangat dibutuhkan untuk menopang tinggi tanaman agar tidak rebah juga mampu
menghasilkan bioethanol yang banyak dari nira batang (Sungkono 2010),
sehingga potensi pengembangan sorgum kearah bioethanol semakin baik.
Semakin besar diameter batang maka akan berpengaruh terhadap tingginya hasil
produksi (Sari 2013), karena diduga memiliki akumulasi fotosintat yang besar
sebagai sumber pembentukan biji. Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh
Sitanggang (2013) menunjukkan bahwa tinggi tanaman tidak berkolerasi terhadap

15
diameter batang. Hal ini menunjukkan bahwa diantara galur-galur sorgum akan
dapat diperoleh tanaman yag pendek dengan diameter yang besar.

Jumlah daun (helai)

Jumlah daun
Karakter jumlah daun merupakan karakter yang penting untuk diamati
karena sebagian besar fotosintesis terjadi di daun. Nilai tengah karakter jumlah
daun tetua B-69 sebesar 8.8 helai, Numbu sebesar 10.1 helai. Rataan galur yang
diuji memiliki jumlah daun yang lebih besar dari kedua tetua B-69 dan Numbu
(Gambar 4). Kelompok galur F3 memiliki nilai tengah sebesar 11.7 helai dengan
kisaran 9.8-13.8 helai, kelompok galur BC1P1F2 sebesar 10.5 helai dengan kisaran
8.2-12.8 helai, kelompok galur BC1P2F2 memiliki nilai tengah sebesar 11.6 helai
dengan kisaran 10.3-13.0 helai.
14
12
10
8
6
4
2
0

11.7
8.8

B69

10.1

10.5

11.6

Numbu
F3
BC1P1F2 BC1P2F2
Kelompok Galur-galur Sorgum

Gambar 4 Keragaan jumlah daun galur-galur sorgum
House (1985) mengemukakan bahwa jumlah daun sorgum yang beradaptasi
baik dengan lingkungannya berkisar antara 6-12 helai. Pada galur-galur BC1P2F2
ditemukan tanaman yang memiliki jumlah daun sampai 16.5 helai. Jumlah daun
yang besar memungkinkan tanaman dapat melakukan fotosintesis secara optimal
sehingga fotosintat yang dihasilkan meningkat.
Bobot biomasa
Karakter bobot biomasa merupakan karakter yang penting untuk diamati
karena mencerminkan kemampuan tanaman untuk mengakumulasi pertumbuhan
tanaman. Nilai tengah karakter bobot biomasa tetua B-69 sebesar 210.1 g dengan
kisaran 161.8-246.0 g, Numbu sebesar 224.8 g dengan kisaran 191.8-292.8 g,
kelompok galur F3 memiliki nilai tengah sebesar 164.9 g dengan kisaran 38.8282.7 g, kelompok galur BC1P1F2 sebesar 174.5 g dengan kisaran sebesar 110.5271.8 g, kelompok galur BC1P2F2 memiliki nilai tengah sebesar 227.4 g dengan
kisaran 149.2-319.6 g.
Tabel 1 menunjukkan bahwa terdapat 7 galur F3 yang memiliki nilai tengah
bobot biomasa yang lebih besar dari Numbu. Tabel 2 menunjukkan bahwa
terdapat 7 galur BC1P1F2 yang memiliki nilai tengah yang lebih besar dari B-69,
dan Tabel 3 menunjukkan bahwa terdapat 17 galur BC1P2F2 memiliki nilai tengah
lebih besar dari Numbu. Perbandingan antar kelompok galur disajikan pada
Gambar 5.

16

Bobot biomasa (g)

300
250

210.1

227.4

224.8
164.9

174.5

200
150
100
50
0
B69

Numbu
F3
BC1P1F2 BC1P2F2
Kelompok Galur-galur Sorgum

Gambar 5 Keragaan bobot biomasa tanaman galur-galur sorgum
Hasil percobaan menunjukkan bahwa kelompok galur BC1P2F2 memiliki
nilai tengah bobot biomasa yang lebih besar dari galur-galur lain. Kelompok galur
BC1P2F2 merupakan hasil silang balik terhadap tetua P2 sehingga karakter yang
dimiliki cenderung mengarah kepada Numbu. Hasil fotosintesis akan
ditranslokasikan keseluruh bagian tanaman untuk pembentukan organ tanaman
dan sebagian akan tersimpan sebagai bahan kering (Turmudi 2004), sehingga
bobot biomasa yang besar diduga dapat menunjukkan produksi hasil yang tinggi.
Selain itu, bobot biomasa besar dapat dimanfaatkan sebagai hijauan pakan ternak
(Hoeman 2007) dan juga merupakan karakter yang menentukan produktivitas
bioethanol sebagai sumber dari nira batang (Dermawan 2011).

Keragaan Komponen Hasil Galur-galur Sorgum
Keragaan komponen hasil merupakan hal yang sangat penting untuk
dipertimbangkan dalam pemuliaan tanaman khususnya untuk seleksi tanaman.
Karakter komponen hasil yang diamati yaitu panjang malai, bobot malai, bobot
biji per malai, dan bobot seribu butir. Hasil analisis ragam (Tabel 4, Tabel 5 dan
Tabel 6) menunjukkan bahwa galur yang dievaluasi tidak berbeda nyata untuk
tinggi tanaman dan jumlah daun namun berbeda nyata untuk karakter diameter
batang dan bobot kering biomasa.
Tabel 4 Keragaan karakter komponen hasil galur-galur F3
Keragaan galur
Galur
Panjang
Bobot
Bobot biji
malai (cm)
malai (g)
malai (g)
F3-94
20.9*
44.6+
36.0+
F3-96
22.5*
39.2+
41.0+
F3-98
18.1**
21.0+
16.2+
F3-100
18.3**
44.5+
34.8+
F3-105
22.1*
65.8**
55.7**
F3-114
19.8**
58.7**
51.3**
F3-115
14.8+
38.8+
30.9+
F3-116
17.2+
39.5+
32.1+
F3-119
16.8+
38.2+
31.4+

Bobot
1000 (g)
29.0
35.1**
25.7+
30.0
35.1**
33.9**
30.1
29.0
28.0+

17
Tabel 4 (Lanjutan)
Galur
F3-120
F3-121
F3-122
F3-124
F3-126
F3-133
F3-140
F3-142
F3-152
F3-162
F3-164
F3-169
F3-216
F3-306
F3-311
F3-326
F3-330
F3-331
F3-332
F3-358
F3-359
F3-360
F3-362
F3-381
F3-383
F3-401
F3-402
F3-403
F3-406
F3-407
F3-410
F3-412
F3-415
F3-416
F3-417
Rata-rata galur F3
B-69
Numbu
a

Panjang
malai (cm)
17.3
20.9*
19.2**
22.7*
20.6*
19.3**
20.3*
15.7+
19.3**
17.9
14.6+
19.5**
19.8**
17.5+
18.1
20.2*
19.3**
14.9+
22.1*
15.3++
18.7**
17.5+
18.3**
17.6
20.5*
18.6**
12.1+
17.7
15.1+
15.2+
19.6*
20.0*
17.5
18.4*
19.3*
18.7
17.3
18.0

Keragaan galur
Bobot
Bobot biji
malai (g)
malai (g)
66.3**
51.0**
83.1*
69.6*
33.1+
27.0+
70.7*
59.4*
58.9**
47.9**
41.1+
30.0+
42.7+
34.4+
46.8
39.5+
69.9*
52.1**
52.3**
40.5+
40.3+
32.5+
84.4*
71.1*
43.3+
35.6+
41.3+
34.4+
76.5*
68.3*
37.8+
29.6+
41.9+
31.3+
22.2+
14.2+
60.4**
49.4**
25.3+
20.3+
32.3+
30.8+
42.9+
36.0+
19.8+
15.1+
40.2+
33.0+
69.6*
58.5*
64.0**
53.4**
11.2+
93.5*
49.3**
40.3+
34.9+
27.6+
26.9+
22.0+
63.1**
53.2**
57.0**
45.0+
73.0*
61.4**
16.1+
12.8+
28.2+
22.3+
46.7
40.3
46.3
43.1
66.1
55.5

Bobot
1000 (g)
34.3**
35.7**
22.4+
19.4+
32.9+
22.4+
25.7+
27.9+
31.8**
29.4+
34.9**
34.2**
26.2+
29.4
31.5**
26.3+
28.9+
15.2+
30.7
29.4
36.0**
22.4+
25.2+
29.5
43.5*
34.3**
20.0+
32.2**
29.0
26.1+
29.6
30.1
33.9**
14.3+
19.5+
28.6
29.9
35.7

Angka yang diikuti oleh simbol **= berbeda nyata lebih besar dengan tetua B-69, * = berbeda
nyata lebih besar dengan tetua Numbu, sedangkan ++ = berbeda nyata lebih kecil dengan tetua B69 dan + = berbeda nyata lebih kecil dengan tetua Numbu berdasarkan uji t pada taraf 1 % dan
taraf 5 %.

18
Tabel 5 Keragaan karakter komponen hasil galur-galur BC1P1F2
Keragaan galur
Galur
Panjang
Bobot
Bobot biji
malai (cm)
malai (g)
malai (g)
B-69/N/P1-5
21.5**
58.4**
49.2**
B-69/N/P1-7
21.4**
47.0++
47.8**
B-69/N/P1-10
20.5**
42.2++
41.7++
B-69/N/P1-12
22.5**
52.1**
40.6++
B-69/N/P1-13
20.1**
34.7++
28.4++
B-69/N/P1-14
18.7**
50.6**
37.3++
B-69/N/P1-16
19.5**
55.6**
45.6**
B-69/N/P1-18
20.6**
57.8**
46.2**
B-69/N/P1-19
18.5**
34.0++
28.6++
B-69/N/P1-20
23.8**
66.4**
53.1**
B-69/N/P1-22
17.0++
32.5++
26.5++
B-69/N/P1-23
19.9**
56.1**
43.6++
B-69/N/P1-24
17.2++
30.0++
26.0++
B-69/N/P1-28
19.6**
34.7++
26.7++
B-69/N/P1-32
18.6**
46.5++
34.0++
B-69/N/P1-33
21.2**
52.3**
43.3++
B-69/N/P1-36
20.8**
66.8**
51.3**
B-69/N/P1-38
22.9**
68.2**
57.2**
B-69/N/P1-39
22.1**
50.7**
40.0++
B-69/N/P1-40
22.0**
73.1**
54.3**
B-69/N/P1-41
20.4**
60.7**
48.8**
B-69/N/P1-46
17.0++
30.1++
53.9**
B-69/N/P1-51
19.9**
51.0**
43.2++
B-69/N/P1-54
18.3**
38.3++
30.5++
B-69/N/P1-55
19.0**
67.5**
53.9**
B-69/N/P1-61
20.9**
68.4**
56.0**
B-69/N/P1-62
19.0**
41.1++
31.6++
B-69/N/P1-64
18.5**
37.9++
29.8++
B-69/N/P1-68
21.7**
66.6**
54.9**
Rata-rata galur
19.9
50.5
41.1
BCP1F2
B-69
17.3
46.3
43.1
Numbu
18.0
66.1
55.5
a

Bobot
1000 (g)
30.5++
28.1++
30.5++
34.3++
34.0++
28.0++
29.2++
31.1++
36.7**
33.4**
31.6**
31.9**
30.7++
30.7++
30.3++
30.1++
32.2++
36.3**
37.0**
35.0**
27.2++
26.1++
35.5**
34.3**
31.5**
31.5**
29.0++
28.3++
37.9**
31.9
29.9
35.7

Angka yang diikuti oleh simbol **= berbeda nyata lebih besar dengan tetua B-69, sedangkan ++
= berbeda nyata lebih kecil dengan tetua B-69 berdasarkan uji t pada taraf 1 % dan taraf 5 %.

19
Tabel 6 Keragaan karakter komponen hasil galur-galur BC1P2F2
Keragaan galur
Galur
Panjang
Bobot
Bobot biji/
malai (cm)
malai (g)
malai (g)
B-69/N/P2-2
19.6*
69.2*
56.3*
B-69/N/P2-4
19.8*
58.9+
44.9+
B-69/N/P2-5
21.3*
50.0+
41.4+
B-69/N/P2-6
20.1*
55.4+
45.5+
B-69/N/P2-10
20.8*
86.0*
70.8*
B-69/N/P2-13
20.2*
62.2+
50.6+
B-69/N/P2-14
23.7*
75.9*
59.7*
B-69/N/P2-16
17.5+
48.7+
38.6+
B-69/N/P2-18
19.7*
62.3+
51.5+
B-69/N/P2-20
20.4*
65.7
54.2+
B-69/N/P2-21
19.7*
51.9+
42.7+
B-69/N/P2-24
19.4*
73.5*
63.3*
B-69/N/P2-25
19.5*
61.3+
49.1+
B-69/N/P2-26
18.1
47.3+
40.0+
B-69/N/P2-28
18.8
70.9*
56.4*
B-69/N/P2-29
22.2*
66.5
51.7+
B-69/N/P2-30
19.6*
59.6+
45.9+
B-69/N/P2-32
19.7*
61.8+
51.5+
B-69/N/P2-33
18.9
39.9+
30.1+
B-69/N/P2-35
18.9
58.9+
46.9+
B-69/N/P2-36
18.5
45.3+
50.6+
B-69/N/P2-37
19.0*
42.0+
35.2+
B-69/N/P2-38
18.5
46.3+
41.0+
B-69/N/P2-40
19.7*
61.9+
51.6+
B-69/N/P2-41
20.1*
61.3+
52.7+
B-69/N/P2-43
20.6*
53.8+
43.1+
B-69/N/P2-46
19.6*
66.9
56.3*
B-69/N/P2-48
19.8*
37.6
31.9+
B-69/N/P2-49
19.2*
46.1
42.6+
Rata-rata galur
19.8
58.1
48.0
BCP2F2
B-69
17.3
46.3
43.1
Numbu
18.0
66.1
55.5

Bobot
1000 (g)
29.8+
33.3+
36.8*
32.1+
39.5*
31.8+
32.6+
28.3+
42.6*
33.1+
26.9+
40.0*
34.2+
31.0+
38.2*
32.1+
30.7+
32.2+
30.1+
33.7+
34.7+
35.4
28.7+
30.1+
38.5*
28.5+
37.2*
31.0
26.8
33.2
29.9
35.7

a

Angka yang diikuti oleh simbol * = berbeda nyata lebih besar dengan tetua Numbu, sedangkan +
= berbeda nyata lebih kecil dengan tetua Numbu berdasarkan uji t pada taraf 1 % dan taraf 5 %.

Panjang malai
Karakter panjang malai merupakan karakter yang penting untuk diperbaiki
dalam program pemuliaan tanaman, karena tanaman yang memiliki panjang malai
yang tinggi dapat membentuk jumlah spikelet yang besar sehingga dapat
mempengaruhi potensi hasil tanaman. Nilai tengah karakter panjang malai tetua
B-69 sebesar 17.3 cm dengan kisaran 15.9-19.5 cm, Numbu sebesar 18.0 cm
dengan kisaran 17.0-19.1 cm, kelompok galur F3 memiliki nilai tengah sebesar
18.7 cm dengan kisaran 12.1-28.4 g, kelompok galur BC1P1F2 sebesar 19.9 cm

20
dengan kisaran 17.0-23.8 cm dan kelompok galur BC1P2F2 memiliki nilai tengah
sebesar 19.8 cm. Hasil analisis pada Tabel 4 menunjukkan bahwa terdapat 12
galur F3 yang memiliki nilai tengah panjang malai yang lebih besar dari tetua B69 dan terdapat 12 galur F3 yang memiliki nilai tengah panjang malai yang lebih