Dekontaminasi Bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus pada Sarang Burung Walet dengan Perlakuan Pemanasan

DEKONTAMINASI BAKTERI ESCHERICHIA COLI DAN
STAPHYLOCOCCUS AUREUS PADA SARANG BURUNG
WALET DENGAN PERLAKUAN PEMANASAN

SAIMAH

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul ”Dekontaminasi
Bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus pada Sarang Burung Walet
dengan Perlakuan Pemanasan” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2015
Saimah
NIM. B251130134

RINGKASAN
SAIMAH. Dekontaminasi Bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus
pada Sarang Burung Walet dengan Perlakuan Pemanasan. Dibimbing oleh
MIRNAWATI B. SUDARWANTO dan HADRI LATIF.
Sarang burung walet adalah produk asal hewan yang mempunyai nilai
eksport yang tinggi, berkhasiat untuk pengobatan dan merupakan komoditas
unggulan yang di ekspor ke Cina. Hasil uji proksimat membuktikan bahwa sarang
burung walet mengandung zat-zat makanan berkualitas tinggi. Sarang burung
walet mengandung protein tinggi, lemak rendah, mineral, dan asam lemak omega6 yang tinggi.
Sarang burung walet merupakan produk pangan asal hewan yang
mempunyai resiko terhadap cemaran mikroba yang berbahaya bagi kesehatan
manusia. Karantina hewan dalam menjamin kesehatan produk hewan sarang
burung walet tertuang dalam pedoman persyaratan dan tindakan karantina hewan
terhadap pengeluaran sarang burung walet dari wilayah Negara Republik

Indonesia ke Republik Rakyat Cina. Salah satu persyaratannya adalah pemanasan
sarang burung walet dengan alat pemanas pada suhu 70 °C selama 3.5 detik untuk
membunuh virus Avian influenza (H5N1). Pengaruh metode pemanasan tersebut
terhadap kualitas mikrobiologis sarang burung walet belum diteliti, sehingga
diperlukan pengujian mengenai pengaruh pemanasan tersebut.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh perlakuan pemanasan
terhadap dekontaminasi bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus
pada sarang burung walet. Manfaat yang diharapkan yaitu dapat mengetahui
pengaruh pemanasan terhadap kualitas mikrobiologis pada sarang burung walet
dan digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan
terhadap kegiatan lalu lintas sarang burung walet.
Penelitian ini menggunakan metode pemanasan pada suhu 70 °C selama
3.5 detik. Jumlah sampel yang digunakan 40 sarang burung walet yang sudah
bersih. Sampel dibagi menjadi dua kelompok pengujian. Pengujian dilakukan
dengan cara sarang burung walet dikontaminasi dengan bakteri uji E. coli dan
S. aureus. Masing-masing kelompok dibagi menjadi dua perlakuan, perlakuan
pertama langsung dilakukan pemeriksaan mikrobiologik dan perlakuan kedua
dipanaskan pada suhu 70 °C selama 3.5 detik, dilanjutkan dengan pemeriksaan
mikrobiologik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh bakteri E. coli dan S. aureus

mati setelah perlakuan pemanasan dan terjadi penurunan jumlah total bakteri
(Total Plate Count/TPC) rata-rata sebesar 3.90 log cfu/g. Pemanasan pada suhu
70 °C selama 3.5 detik terhadap sarang burung walet efektif untuk
dekontaminasi E. coli dan S. aureus.
Kata kunci: Escherichia coli, pemanasan, sarang burung walet, Staphylococcus
aureus

SUMMARY
SAIMAH. Decontamination of Escherichia coli and Staphylococcus aureus in
Edible Bird´s Nest with Heat Treatment. Supervised by MIRNAWATI B.
SUDARWANTO and HADRI LATIF.
Edible bird´s nest is a kind of food from animal with high export
commodities, medical value, and leading commodities exports to China.
Proximate analysis research showed that edible bird´s nest contain of high protein
and low fat, high minerals and high levels of Omega-6 fatty acids.
This commodities are known having a potential microbial contamination
that is harmful for human health. To ensure the health of edible bird’s nest,
Animal Quarantin has release the requirements guidelines and the animal
quarantine proceeding to export edible bird’s nest to the Republic of China. One
of the requirements is heating of edible bird’s nest at 70 °C for 3.5 seconds to kill

the avian influenza virus (H5N1). The influence of this method on the
microbiological quality of edible bird’s nest has not been studied, therefore this
research need to be done.
This research aimed to examine the heating effect on Escherichia coli and
Staphylococcus aureus decontamination in edible bird´s nest. The expected
benefits were to observe the heating effect on edible bird’s nest microbiological
quality and as material consideration in determining the policy of the traffic
activities of edible bird’s nest.
The study used the heating method at 70 °C for 3.5 seconds. This study used
40 clean edible bird´s nest samples. Sampel were divided into two groups. Each
group was contaminated with E. coli and S. aureus and divided into two
treatments. The first treatment was directly for microbiological examination and
the second one for heating at 70 °C for 3.5 seconds, than followed by
microbiological examination.
The results showed that both of bacteria E. coli and S. aureus had been
killed by heating treatment and decreased total bacteria number (total plate count/
TPC) in average of 3.90 log cfu/g. Heating process at 70 °C for 3.5 seconds was
effective for decontamination of bacteria E. coli and S. aureus.
Keywords: edible bird´s nest, Escherichia coli, heat treatment, Staphylococcus
aureus


© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

DEKONTAMINASI BAKTERI ESCHERICHIA COLI DAN
STAPHYLOCOCCUS AUREUS PADA SARANG BURUNG
WALET DENGAN PERLAKUAN PEMANASAN

SAIMAH

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains

pada
Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr med vet drh Denny Widaya Lukman, MSi

Judul Tesis : Dekontaminasi Bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus
pada Sarang Burung Walet dengan Perlakuan Pemanasan
Nama
: Saimah
NIM
: B251130134

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing


Prof Dr med vet drh Hj Mirnawati B. Sudarwanto
Ketua

Dr med vet drh Hadri Latif, MSi
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Kesehatan Masyarakat Veteriner

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr med vet drh Denny Widaya Lukman, MSi

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 2 Februari 2015

Tanggal Lulus:


PRAKATA
Puji Syukur ke hadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya
sehingga tesis yang berjudul “Dekontaminasi Bakteri Escherichia coli dan
Staphylococcus aureus pada Sarang Burung Walet dengan Perlakuan Pemanasan”
berhasil diselesaikan dengan baik. Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat
menyelesaikan studi di program studi Magister Sains Sekolah Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tinginya
kepada:
1. Ibu Prof Dr med vet drh Hj Mirnawati B. Sudarwanto dan Dr med vet drh
Hadri Latif, MSi selaku pembimbing yang senantiasa sabar dan disiplin
dalam memberikan bimbingan, arahan, nasehat, dorongan semangat serta
rela mengorbankan waktunya bagi penulis sampai selesainya tesis ini.
2. Dr med vet drh Denny Widaya Lukman, MSi, selaku Ketua Program Studi
Kesehatan Masyarakat Veteriner dan penguji luar komisi yang telah
meluangkan waktunya untuk menelaah tesis ini, memberikan bimbingan,
dan dorongan semangat penulis.
3. Seluruh staf pengajar Kesehatan Masyarakat Veteriner yang telah
membimbing dan memberikan semangat penulis

4. Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner Fakultas Kedokteran
Hewan Institut Pertanian Bogor (Pak Hendra, Pak Muadzin, Bu Yayah)
yang telah menyediakan waktu dan semua media yang diperlukan sampai
selesainya tesis ini.
5. Badan Karantina Pertanian atas bantuan dananya kepada penulis.
6. Kepala Balai Karantina Pertanian Kelas II Palangkaraya (Ir Eka Darnida
Yanto, MSi) yang memberikan ijin dalam tugas belajar dan senantiasa
memberikan semangat penulis.
7. Seluruh staf Balai Karantina Pertanian Kelas II Palangkaraya dan rekan
kerja semua yang memberikan semangat penulis.
8. Kedua orang tua penulis yaitu Bapak Parto Utomo, Ibu Kamisih, Kakak
dan adik-adiku tercinta yang tak henti memberikan dukungan dan doanya.
9. Mahasiswa KMV angkatan 2013 (Mbak Citra, Mbak Ambar, Mbak Winda,
Mbak Anind, Mbak Tinoy, Mbak Isti, Mbak Intar, Mbak Yasmine, Mas
Heru, Mas Anes, Mas Zul, Mas Syahdu, Mas Mitro, Mas Rifky, Mas
Santo, Mas Hanif, Mas Adit, Mas Leo, Mas Kamil) dan drh Novi serta drh
Ika yang selalu siap membantu.
10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
membantu penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih mempunyai keterbatasan.

Kritik dan saran penulis harapkan dari semua pihak untuk perbaikan, dan semoga
tesis ini dapat berguna bagi yang memerlukan.
Bogor, Februari 2015
Saimah

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

x

DAFTAR GAMBAR

x

DAFTAR LAMPIRAN

x

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang

Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Hipotesis

1
2
2
2
2
2

2 TINJAUAN PUSTAKA
Sarang Burung Walet
Proses Produksi Sarang Burung Walet
Kontaminasi Bakteri pada Sarang Burung Walet
Pemanasan
Escherichia coli
Staphylococcus aureus

3
3
3
4
5
6
6

3 METODE PENELITIAN
Kerangka Konsep Penelitian
Waktu dan Tempat
Bahan dan Alat
Metode
Besaran dan Kriteria Sampel
Persiapan dan Pengujian Awal Sampel
Kontaminasi Bakteri dan Perlakuan Pemanasan
Pengujian Mikrobiologis
Analisis Data

7
7
7
8
8
8
8
8
9
10

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Pemanasan terhadap Jumlah Total Bakteri (TPC) pada
Sarang Burung Walet
Pengaruh Pemanasan terhadap Jumlah E. coli pada Sarang Burung
Walet
Pengaruh Pemanasan terhadap Jumlah S. aureus pada Sarang Burung
Walet

10
10
13
14

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

16
16
16

DAFTAR PUSTAKA

16

LAMPIRAN

19

RIWAYAT HIDUP

23

DAFTAR TABEL
1 Ambang batas maksimal cemaran biologi, kimia dan fisik sarang
burung walet
2 Hasil uji paired t test terhadap jumlah total bakteri pada sarang burung
walet yang dikontaminasi E. coli (log cfu/g)
3 Hasil uji paired t test terhadap jumlah total bakteri pada sarang burung
walet yang dikontaminasi S. aureus (log cfu/g)

5
11
12

DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka kosep penelitian
2 Jumlah total bakteri sebelum dan sesudah pemanasan 80 °C selama 15
detik pada sarang burung walet kontrol
3 Jumlah total bakteri sebelum dan sesudah pemanasan 70 °C selama 3.5
detik pada sarang burung walet yang dikontaminasi E. coli
4 Jumlah total bakteri sebelum dan sesudah pemanasan 70 °C selama 3.5
detik pada sarang burung walet yang dikontaminasi S. aureus
5 Jumlah E. coli sebelum dan sesudah pemanasan 70 °C selama 3.5 detik
pada sarang burung walet yang dikontaminasi E. coli
6 Jumlah S. aureus sebelum dan sesudah pemanasan 70 °C selama 3.5
detik pada sarang burung walet yang dikontaminasi S. aureus

7
11
12
13
14
15

DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil analisia statistik jumlah total bakteri sebelum dan sesudah
pemanasan
2 Hasil penghitungan bakteri E. coli dan S. aureus
3 Gambar kegiatan penelitian

19
20
21

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sarang burung walet merupakan komoditi ekspor yang bernilai tinggi
(Nugroho dan Budiman 2009). Kebutuhan akan sarang burung walet di pasar
internasional sangat besar dan merupakan salah satu komoditas unggulan yang di
ekspor ke Cina. Permintaan yang tinggi terhadap sarang burung walet di pasar
internasional disebabkan oleh keyakinan khasiat yang terkandung di dalamnya.
Masyarakat Cina pada umumnya mempercayai bahwa sarang burung walet
mempunyai khasiat untuk pengobatan (Jong et al. 2013). Sarang burung walet
dikonsumsi sebagai makanan kesehatan (Marcone 2005). Sarang burung walet
dipercaya oleh sebagian orang dapat menjaga kesegaran tubuh, menyembuhkan
penyakit pernafasan, meningkatkan vitalitas, obat awet muda, dan memelihara
kecantikan, menghambat pertumbuhan kanker (Mardiastuti et al. 1998). Sarang
burung walet dipercaya dapat melarutkan dahak, membantu fungsi ginjal,
meningkatkan libido, mengurangi asma, menyembuhkan tuberkulosis,
mempercepat pemulihan penyakit dan operasi, meningkatkan kekebalan tubuh,
meningkatkan energi dan metabolisme serta meningkatkan konsentrasi (Hobbs,
2004), menghambat infeksi influenza (Guo et al. 2006; Yagi et al. 2008) dan
mencegah tulang keropos (Matsukawa et al. 2011). Hasil uji proksimat
membuktikan bahwa sarang burung walet mengandung zat-zat makanan
berkualitas tinggi. Sarang burung walet mengandung protein tinggi, lemak rendah,
mineral, dan asam lemak omega-6 tinggi untuk kesehatan tubuh (Huda et al.
2008).
Pada era perdagangan bebas, tantangan bagi Indonesia adalah kemampuan
menghasilkan produk pangan yang berkualitas baik dan aman bagi kesehatan
konsumen, antara lain terhadap cemaran mikroba, residu obat, residu hormon,
maupun residu logam berat. Cemaran mikroba pada pangan asal hewan yang
dapat membahayakan kesehatan manusia antara lain Escherichia coli,
Enterococcus, Staphylcoccus aureus, Clostridium sp., Salmonella sp., dan Listeria
sp. (Syukur 2006).
Karantina hewan sebagai salah satu institusi yang menjadi bagian dari
sistem kesehatan hewan nasional, mempunyai kewajiban dalam mendukung
akselerasi ekspor sarang burung walet ke berbagai negara mitra dagang.
Dukungan tersebut dilakukan dengan cara menjamin kesehatan produk hewan
sarang burung walet yang dikeluarkan dari wilayah negara Republik Indonesia
bebas dari hama penyakit hewan karantina (HPHK), bebas dari kontaminasi
lainnya sebagai bahan makanan yang aman dikonsumsi untuk manusia (Barantan
2013).
Sarang burung walet merupakan produk pangan asal hewan yang
mempunyai resiko terhadap cemaran mikroba yang berbahaya bagi kesehatan
manusia. Karantina hewan dalam menjamin kesehatan produk hewan sarang
burung walet tertuang dalam Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian
Nomor: 832/Kpts/OT.140/L/ 3/2013 tentang Pedoman Persyaratan dan Tindakan
Karantina Hewan terhadap Pengeluaran Sarang Burung Walet dari Wilayah
Negara Republik Indonesia ke Republik Rakyat Cina. Salah satu hal yang

2
dipersyaratkan dalam keputusan tersebut adalah pemanasan sarang burung walet
dengan alat pemanas pada suhu internal 70 °C selama 3.5 detik untuk membunuh
virus Avian influenza (H5N1) (Barantan 2013). Pengaruh metode pemanasan
tersebut terhadap kualitas mikrobiologis sarang burung walet belum diteliti,
sehingga diperlukan pengujian mengenai pengaruh pemanasan tersebut. Hal ini
dimaksudkan untuk menjamin keamanan pangan yang berpotensi menyebabkan
gangguan kesehatan konsumen. Pengujian mikrobiologi pada bahan pangan, baik
pada bahan baku, selama proses, dan produk akhir dilaksanakan dalam rangka
pengawasan keamanan dan mutu bahan pangan (Soejoedono 2004).

Perumusan Masalah
Pada era perdagangan bebas, Indonesia dituntut untuk menghasilkan produk
pangan yang berkualitas baik dan aman bagi kesehatan konsumen. Sarang burung
walet merupakan bahan pangan yang mempunyai nilai ekspor tinggi. Bahan
pangan ini dapat menjadi sumber penyakit apabila terkontaminasi oleh mikroba
patogen. Kontaminasi mikroba pada sarang burung walet dapat terjadi pada saat
sarang tersebut masih di habitatnya, dipanen, dibersihkan, dicuci, dan dikemas.
Berdasarkan latar belakang dan hal tersebut di atas maka perlu dilakukan
pengujian terhadap perlakuan pemanasan sarang burung walet ini, apakah dengan
perlakuan pemanasan mampu untuk dekontaminasi bakteri E. coli dan S. aureus,
sehingga aman dan layak untuk dikonsumsi.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh perlakuan pemanasan pada
suhu internal 70 °C selama 3.5 detik terhadap dekontaminasi bakteri E. coli dan
S. aureus pada sarang burung walet.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat diketahui pengaruh pemanasan
terhadap kualitas mikrobiologis sarang burung walet dan digunakan sebagai bahan
pertimbangan dalam menentukan kebijakan terhadap kegiatan lalu lintas sarang
burung walet.

Hipotesis
Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah terjadi penurunan jumlah
bakteri Escherichia coli dan Staphylococus aureus pada sarang burung walet,
akibat pemanasan 70 °C selama 3.5 detik.

3

2 TINJAUAN PUSTAKA
Sarang Burung Walet
Sarang burung walet dibangun dari saliva burung walet yang kemudian
mengeras. Bila direndam dalam air akan berubah bentuknya, menjadi bubur atau
jelly (Winarno dan Koswara 2002). Sarang tersebut pada umumnya berwarna
kecoklatan atau putih kotor, bagian luar padat dan keras, serta bagian dalam
memiliki tekstur yang porous. Sarang ini rapuh, mudah patah dan sebagian besar
seperti lem perekat. Ujung-ujung sarang dan bagian sarang yang menempel pada
dinding (kaki sarang) memiliki tekstur yang lebih keras dan kurang kenyal seperti
pada bagian lainnya. Sarang tersebut memiliki bau amis yang khas (Mardiastuti
et al. 1998). Menurut Chantler dan Driessens (1995) taksonomi burung walet
adalah sebagai berikut:
Kingdom
: Animal
Filum
: Chordata
Subfilum
: Vertebrata
Class
: Aves
Ordo
: Apodiformes
Family
: Apodidae
Sub Family : Apodenae
Genus
: Collocalia
Spesies
: Collocalia fuciphaga
Sarang burung walet diperoleh dari beberapa jenis burung walet, yang
dikonsumsi oleh manusia sebagai makanan yang lezat dan obat. Komposisi sarang
burung walet dari dua tipe yaitu sarang burung walet putih dan merah (blood nest)
dari yang terendah sampai yang tertinggi adalah sebagai berikut lemak (0.141.28%), abu (2.1%), karbohidrat (25.62-27.26%) dan protein (62-63%) (Marcone
2005). Sarang burung walet dibentuk sekitar 35 hari dengan berat 7-20 g. Bahan
sarang seluruhnya dari bahan gelatin yang ditemukan pada air liur yang
disekresikan oleh glandula saliva sublingual walet (Goh et al. 2001).

Proses Produksi Sarang Burung Walet
Menurut Jong et al. (2013) secara umum produksi sarang burung walet
dapat dibagi menjadi lima sub proses diantaranya adalah tempat budidaya/rumah
walet, pemanenan, pembersihan sarang burung walet, proses pengeringan,
pembentukan kembali sarang burung walet, penyimpanan, dan pengepakan.
Rumah walet adalah suatu bangunan yang dibentuk oleh manusia dengan
lingkungan yang didesain (dilengkapi musik dan kontrol suhu untuk menarik dan
mengakomodasi walet. Rumah walet bukan kandang tertutup tetapi hanya sebagai
tempat untuk mengakomodasi walet untuk membuat sarangnya. Rumah walet
harus menjaga agar burung walet terlindung dari ancaman seperti predator burung
hantu, kelelawar serta melindungi sarang burung dari ancaman tikus, semut dan
kecoa yang dapat menghancurkan sarang burung walet. Rumah walet juga harus

4
dijaga kondisinya seperti kualitas udara, intensitas cahaya, suhu dan kelembaban
yang menarik burung walet untuk bermigrasi masuk kedalam rumah walet (Jong
et al. 2013).
Pemanenan adalah proses mengumpulkan sarang burung walet dari rumah
walet. Memanen sarang burung walet harus memperhatikan waktu dan cara
memanen yang tepat agar walet tidak stres. Cara memanen sarang burung walet
antara lain panen tetasan, panen rampasan, panen buang telur, dan panen pilihan
(Nugroho dan Budiman 2011). Pemeriksaan sarang burung walet, untuk
memastikan bahwa tidak ada telur atau anak walet dalam sarang. Pisau yang tajam
sangat diperlukan dalam proses panen ini, sehingga memudahkan mengambil
sarang burung walet yang akan dipanen (Jong et al. 2013). Pada beberapa tempat
memanen sarang burung walet dilakukan dengan menggunakan tangan (Ma dan
Liu 2012).
Pembersihan sarang burung walet harus dilakukan sebelum dikonsumsi.
Proses pembersihan sarang burung walet yaitu dicuci menggunakan sikat,
dilunakkan dengan direndam ke dalam air, setelah lunak kemudian bulu-bulu
walet dihilangkan dengan cara menjepit menggunakan pinset secara manual,
sprayer digunakan untuk mempercepat proses pembersihan. Proses pembersihan
dilakukan berulang sampai sarang burung walet bersih (Jong et al. 2013).
Proses pengeringan dan pembentukan kembali sarang burung walet
merupakan proses yang rumit dan membutuhkan waktu yang lama. Sarang burung
walet (basah dan lembut) dikeringkan untuk dilakukan proses pembentukkan
kembali. Proses selanjutnya adalah sarang burung walet dikemas dan ditimbang
sesuai dengan pesanan dan disimpan dalam suhu ruangan. Sarang burung walet
kering dan rapuh sehingga dalam proses pengiriman menggunakan spons atau
bubble wrap (Jong et al. 2013).

Kontaminasi Bakteri pada Sarang Burung Walet
Kontaminasi mikroba pada sarang burung walet dapat terjadi pada saat
sarang masih berada dihabitatnya, pada saat dipanen, dibersihkan, dicuci,
ditimbang, dikemas, dipasarkan dan sampai sarang burung walet siap untuk
diekspor. Hasil pengujian bakteri pada sarang burung walet yang siap diekspor
melalui karantina hewan Juanda menunjukkan adanya kontaminasi bakteri. Hasil
identifikasi bakteri menggunakan manitol salt agar medium (MSA) menunjukkan
bahwa semua sampel yang diuji positif bakteri S. aureus. Seluruh sampel
menunjukkan hasil negatif terhadap Salmonella sp., identifikasi menggunakan
Bishmut sulfite agar (BSA). E. coli hanya ditemukan pada sampel WL-5,
identifikasi menggunakan Levine eosin methylene blue agar medium (LEMBA)
(Oktarina 2004).
Sarang burung walet yang dilalulintaskan di wilayah Indonesia harus
memenuhi aspek kesehatan masyarakat veteriner. Aspek tersebut yaitu sarang
burung walet tidak mengandung cemaran biologi, kimia, dan fisik yang melebihi
ambang batas maksimal. Ambang batas maksimal cemaran biologi, kimia, dan
fisika sebagaimana yang ditentukan dalam Permentan No.41/Permentan/OT.140/
3/2013 seperti terlihat pada Tabel 1.

5
Tabel 1 Ambang batas maksimal cemaran biologi, kimia, dan fisik sarang burung
walet
No Jenis Pengujian
Metode
Batas
Maksimal
1
Bahaya Biologi
Total Mikroba
Total plate count (TPC)
1 × 106 cfu/g
Staphylococcus aureus Kultur
1 × 102 cfu/g
Koliform
Most probable number (MPN)
1 × 102 cfu/g
Escherichia coli
MPN dan kultur
1 × 101 cfu/g
Salmonella sp.
Kultur
Negatif/25 g
Avian influenza (AI)
RT-PCR
Negatif
Listeria sp.
Kultur
Negatif/25 g
Total yeast and mold
Plate count method
1 × 101 cfu/g
2
Bahaya fisik (logam, Visual
Negatif
kayu, dll)
3
Bahaya kimia
Kadar nitrit
Spektrofotometri/HPLC/LCMS- 125 mg/kg
MS
Sumber: Kementan (2013)

Pemanasan
Pemanasan merupakan salah satu proses pengolahan bahan makanan yang
dilakukan dalam rangka pengendalian mikroorganisme. Dibandingkan dengan
mahluk tingkat tinggi, mikroorganisme memiliki rentang pertumbuhan yang
sangat lebar. Pada suhu rendah, pertumbuhannya akan berhenti, sedangkan pada
suhu tinggi mikroorganisme ini akan mati (Yudhabuntara 2003). Sesuai
pernyataan Ray dan Bhunia (2008), sel mikroba akan mati cepat pada suhu yang
lebih tinggi dan relatif lambat pada suhu yang lebih rendah. Pertumbuhan dan
kelangsungan hidup mikroorganisme merupakan pertimbangan penting dalam
mengurangi pembusukan makanan dan meningkatkan keamanan terhadap
mikroorganisme patogen dalam pengolahan makanan. Efektifitas pemanasan
untuk membunuh mikroba dan spora tergantung dari beberapa faktor. Faktor
tersebut antara lain berkaitan dengan karakteristik bahan pangan dan karakteristik
mikroorganisme serta proses pengolahan.
Karakteristik bahan pangan yang mempengaruhi ketahanan panas
mikroorganisme antara lain, nutrisi (karbohidrat, protein, lemak, dan zat terlarut),
aw, pH, dan zat antimikroba (alami atau ditambahkan). Mikroorganisme dalam
makanan cair lebih sensitif terhadap panas dibandingkan dengan mikroorganisme
dalam makanan padat. Mikroorganisme lebih sensitif terhadap panas dalam
makanan yang memiliki aw tinggi dan pH rendah (Ray dan Bhunia 2008).
Sifat tahan panas dari mikroorganisme dipengaruhi antara lain, spesies,
strain, fase pertumbuhan, paparan panas pendahuluan, dan jumlah
mikroorganisme. Strain atau spesies yang berbeda memiliki sensitifitas panas
berbeda. Secara umum, sel vegetatif kapang, khamir dan bakteri lebih sensitif
dibandingkan dengan spora. Sel pada fase eksponensial lebih sensitif terhadap
panas daripada pada fase stasioner (Ray dan Bhunia 2008). Paparan panas

6
pendahuluan mempengaruhi sensitifitas panas mikroba. Sel yang mendapat
paparan panas pendahuluan pada suhu rendah menjadikan sel lebih tahan panas
pada pemanasan dengan suhu yang lebih tinggi. Sebagai contoh, pemanasan
45-50 °C selama waktu yang singkat dimana volume makanan sangat banyak
dapat menginduksi sintesis heat shock protein. Keberadaan protein ini
mengakibatkan sel mikroba dapat berkembang menjadi lebih resisten terhadap
pemanasan selanjutnya pada suhu yang lebih tinggi. Jumlah mikroorganisme yang
besar membutuhkan pemanasan lebih lama untuk menghancurkannya. Mekanisme
perlindungan panas pada populasi mikroorganisme yang besar disebabkan adanya
produksi zat pelindung yang diekskresikan oleh sel (Jay 2000).
Proses pengolahan makanan merupakan faktor dalam membunuh
mikroorganisme. Penghancuran mikroorganisme dalam makanan menggunakan
panas dilakukan dengan pemaparan panas pada suhu dan jangka waktu tertentu
(Ray dan Bhunia 2008).

Escherichia coli
Escherichia coli merupakan bakteri Gram negatif, bersifat anaerob fakultatif.
E. coli tumbuh pada suhu antara 10-50 °C, dengan suhu pertumbuhan optimum
pada 30-37 °C. Beberapa strain dapat tumbuh di bawah 10 °C. Pertumbuhan yang
cepat terjadi pada kondisi optimum. Bakteri ini tumbuh pada pH (di bawah 5.0)
dan aw (di bawah 0.93) serta sensitif terhadap perlakuan suhu pasteurisasi (Ray
dan Bhunia 2008).
Escherichia coli termasuk kelompok koliform dan fekal koliform. E. coli
digunakan sebagai bakteri indikator kontaminasi fekal dan secara normal terdapat
pada saluran pencernaan manusia, hewan dan burung dalam jumlah yang banyak.
Kontaminasi makanan oleh bakteri E. coli dapat terjadi secara langsung maupun
tidak langsung. Kontaminasi secara langsung terjadi selama proses pengolahan
makanan dan higiene personal. Kontaminasi secara tidak langsung terjadi karena
limbah dan air yang tercemar. Beberapa strain E. coli bersifat patogen (Ray dan
Bhunia 2008). Menurut Brooks et al. (2005), beberapa galur E. coli yang dapat
menyebabkan penyakit pada manusia adalah enteropathogenic E. coli (EPEC),
enterotoxigenic E. coli (ETEC), enterohaemorrhagi E. coli (EHEC),
enteroinvasive E. coli (EIEC), dan enteroaggregative E. coli (EAEC).

Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus berbentuk kluster seperti anggur, bulat, koloni
berwarna kuning keemasan, kadang menyebabkan hemolisis jika ditumbuhkan
pada agar darah dan bersifat katalase positif (Todar 2008). S. aureus merupakan
bakteri mesofil. Bakteri ini dapat tumbuh pada suhu antara 7-48 °C, pertumbuhan
secara cepat terjadi antara 20-37 °C. S. aureus mampu tumbuh pada aw 0.86 dan
pH 4.8, serta mengalami kematian pada suhu 66 °C selama 12 menit (Ray dan
Bhunia 2008). S. aureus menghasilkan enzim ekstraselular koagulase dan enzim
ekstraselular lain serta enterotoksin. Enterotoksin adalah protein globuler dengan
berat molekul 28 000-35 000 dalton. Enterotoksin ini bersifat toksik bagi manusia

7
dan hewan (Minor et al. 1976). Toksin yang dihasilkan sangat tahan terhadap
pemanasan, sehingga, meskipun bakterinya telah mati karena pemanasan
(pemanasan pada suhu 66 °C selama 10 menit), toksinnya masih dapat bertahan
pada suhu 100 °C selama 30 menit (Gaman dan Sherington 1992).
Staphylococcus aureus hidup di kulit dan ditemukan di hidung pada 10-40%
manusia dewasa dan membran mukosa dari hewan berdarah panas (Meggitt 2003).
Manusia adalah salah satu sumber utama bakteri ini, yang memiliki habitat di
membran hidung karena hangat dan basah (Soriano et al. 2002). S. aureus sering
juga ditemukan di ayam hidup dan kalkun. Bakteri ini masuk ke kulit atau lubang
hidung berbagai burung dan sesudah itu dapat ditemukan pada seluruh bagian
tubuh dalam jumlah yang sedikit. S. aureus bersifat aerob atau anaerob fakultatif
serta memiliki metabolisme melalui respirasi atau fermentasi. Bakteri ini memiliki
sifat katalase positif dan mampu memecah sebagian besar karbohidrat (Harvey
dan Gilmour 2000).

3 METODE PENELITIAN

Kerangka Konsep Penelitian
Berikut kerangka konsep penelitian tentang teknik pemanasan untuk
dekontaminasi bakteri E. coli dan S. aureus pada sarang burung walet.
Penentuan besaran
dan kriteria sampel

Tanpa pemanasan
70 °C selama 3.5 detik

Pengujian
mikrobiologi

Pemanasan 70 °C
selama 3.5 detik

Pengujian
mikrobiologi

Kontaminasi
bakteri E. coli dan
S. aureus

Persiapan dan
pengujian awal
sampel

Gambar 1 Kerangka konsep penelitian

Waktu dan Tempat
Pengambilan sampel untuk penelitian ini dilakukan di Perusahaan tempat
pemrosesan sarang burung walet di kota Semarang Jawa Tengah. Pengujian
sampel dilakukan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas
Kedokteran Hewan Bogor. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai
dengan bulan Oktober tahun 2014.

8
Bahan dan Alat
Bahan yang dipergunakan berupa caso bouillon/tryptic soy broth (Merck
1.05458.0500), buffered peptone water (BPW) 0.1% (Oxoid CM 1049), plate
count agar (PCA) (Oxoid CM 0463), vogel johnson agar (VJA) (Oxoid CM
0641), violet red bile agar (VRB) (Oxoid CM 0107), nutrient agar (NA) (Oxoid
CM 0003), aquabides steril. Isolat bakteri E. coli ATCC 25922 dan S. aureus
ATCC 25923 koleksi Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner, FKH-IPB
Bogor.
Alat yang digunakan yaitu cawan petri, tabung reaksi, ose, botol gelas,
Erlenmeyer, porselen, bunsen, pipet, stomacher, timbangan, gunting, pinset,
pengocok tabung (vortex), mikroskop, autoklaf, inkubator, pemanas air, panci
steamer, thermocouple type K, dan alat gelas lainnya.

Metode
Besaran dan Kriteria Sampel
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sarang burung walet
yang sudah melalui proses pencucian. Besaran sampel sebanyak 40 sampel,
memiliki kriteria warna dan berat yang relatif seragam yaitu ± 6-7 g per sarang.
Persiapan dan Pengujian Awal Sampel
Sampel dipanaskan pada suhu 80 °C selama 15 detik dengan tujuan untuk
membunuh bakteri yang ada pada sarang burung walet. Kontrol hasil pemanasan
dilakukan pengujian dengan ditumbuhkan pada media PCA.
Kontaminasi Bakteri dan Perlakuan Pemanasan
Bakteri uji yang digunakan sebagai bakteri pencemar pada penelitian ini
adalah E. coli ATCC 25922 dan S. aureus ATCC 25923. Larutan stok dibuat
dengan cara, bakteri uji diambil menggunakan ose dari media nutrient agar
miring kemudian dimasukan ke dalam caso bouillon dan diinkubasi selama
24 jam pada suhu 37 °C, kemudian disimpan dalam suhu 2-4 °C. Selanjutnya
dibuat pengenceran terhadap larutan stok. Sebanyak 1 ml larutan stok diambil
menggunakan pipet steril, dimasukan ke dalam 9 ml larutan BPW 0.1% untuk
mendapatkan pengenceran 10 -1, dilanjutkan hingga pengenceran sampai 10 -8.
Setiap 1 ml pengenceran ditanam dalam media PCA kemudian diinkubasi pada
suhu 37 °C selama 24 jam. Berdasarkan penghitungan jumlah bakteri dalam PCA
maka dapat diketahui pengenceran yang akan diinokulasikan.
Sampel dibagi menjadi dua kelompok pengujian, yaitu kelompok pengujian
E. coli dan S.aureus. Masing-masing 20 sampel diinokulasi dengan bakteri E. coli
ATCC 25922 dan S. aureus ATCC 25923. Dosis E. Coli ATCC 25922 dan
S. aureus ATCC 25923 masing-masing sebanyak 106 sel/g. Inokulasi dilakukan
dengan cara sampel direndam dalam aquabides steril yang ditambahkan bakteri
inokulat. Masing-masing sampel dibagi menjadi dua bagian, bagian pertama tidak
dilakukan pemanasan dan langsung dilakukan pengujian mikrobiologi dan bagian
kedua dilakukan pemanasan kemudian dilanjutkan dengan pengujian mikrobiologi.
Pemanasan dilakukan pada suhu internal 70 °C selama 3.5 detik. Alat pemanas

9
dikalibrasi terlebih dahulu sebelum digunakan, yaitu dengan cara menentukan titik
suhu terendah baik dari alat maupun sampel. Titik suhu terendah tersebut
dijadikan standar dalam proses pemanasan. Penghitungan dilakukan setelah suhu
internal mencapai angka 70 °C.
Pengujian Mikrobiologis
a.

Pengujian Jumlah Total Mikroba (TPC)
Metode yang digunakan untuk pengujian jumlah total bakteri yaitu
metode tuang (pour plate method). Sarang burung walet yang belum dan yang
telah dipanaskan pada suhu 70 °C selama 3.5 detik ditimbang sebanyak 3 g,
ditambahkan 27 ml larutan BPW 0.1%, dimasukkan dalam kantong plastik
steril dan di stomacher selama 2 menit. Sebanyak 1 ml suspensi dipindahkan
dengan pipet steril ke dalam 9 ml larutan BPW 0.1% untuk mendapatkan
pengenceran 10-2, kemudian dibuat pengenceran 10 -3, 10-4, 10-5, 10-6.
Sebanyak 1 ml suspensi diambil dengan pipet steril dari pengenceran 10-4,
10-5, 10-6 pada sarang burung walet sebelum pemanasan dan pengenceran 10-1,
10-2, 10-3 pada sarang burung walet sesudah pemanasan, selanjutnya
dimasukkan dalam cawan petri steril dan ditambahkan media agar PCA,
dihomogenkan dan dibiarkan memadat. Biakan dalam media diinkubasi pada
suhu 37 °C selama 24 jam. Jumlah koloni yang tumbuh pada cawan
menunjukkan jumlah mikroba yang ada pada sarang burung walet.

b. Pengujian E. coli
Metode yang digunakan untuk pengujian bakteri E. coli yaitu metode
tuang (pour plate method). Sarang burung walet yang telah dikontaminasi
dengan E. coli baik yang tidak maupun yang dipanaskan pada suhu 70 °C
selama 3.5 detik ditimbang sebanyak 3 gram, ditambahkan 27 ml larutan
BPW 0.1%, dimasukkan dalam kantong plastik steril dan di stomacher
selama 2 menit. Sebanyak 1 ml suspensi dipindahkan dengan pipet steril ke
dalam 9 ml larutan BPW 0.1% dan media TSB (sarang burung walet yang
telah dipanaskan) untuk mendapatkan pengenceran 10 -2, kemudian dibuat
pengenceran 10-3, 10-4, 10-5, 10-6. Sebanyak 1 ml suspensi diambil dengan
pipet steril dari pengenceran 10-4, 10-5, 10-6 pada sarang burung walet sebelum
pemanasan dan pengenceran 10-1, 10-2, 10-3 pada sarang burung walet sesudah
pemanasan, selanjutnya dimasukkan dalam cawan petri steril dan
ditambahkan media agar VRB, dihomogenkan dan dibiarkan memadat.
Biakan dalam media, diinkubasi pada suhu 37 °C selama 24 jam. Jumlah
koloni yang tumbuh pada cawan menunjukkan jumlah mikroba yang ada pada
sarang burung walet tersebut.
Koloni E. coli pada VRB berwarna merah keunguan yang dikelilingi
oleh zona merah, diameter koloni umumnya 0.5 mm atau lebih (jika jumlah
koloni lebih besar dari 100, maka biasanya diameter koloni lebih kecil dari
0.5 mm).
c. Pengujian S. aureus
Metode yang digunakan untuk pengujian bakteri S. aureus yaitu metode
tuang (pour plate method). Sarang burung walet yang telah dikontaminasi

10
dengan S. aureus baik yang tidak maupun yang telah dipanaskan pada suhu
70 °C selama 3.5 detik ditimbang sebanyak 3 gram, ditambahkan 27 ml
larutan BPW 0.1%, dimasukkan dalam kantong plastik steril dan di
stomacher selama 2 menit. Sebanyak 1 ml suspensi dipindahkan dengan pipet
steril ke dalam 9 ml larutan BPW 0.1% dan media TSB (sarang burung walet
yang telah dipanaskan) untuk mendapatkan pengenceran 10-2, kemudian
dibuat pengenceran 10-3, 10-4, 10-5, 10-6. Sebanyak 1 ml suspensi diambil
dengan pipet steril dari pengenceran 10-4, 10-5, 10-6 pada sarang burung walet
sebelum pemanasan dan pengenceran 10-1, 10-2, 10-3 pada sarang burung
walet sesudah pemanasan, kemudian dimasukkan dalam cawan petri steril
dan ditambahkan media agar VJA, dihomogenkan dan dibiarkan memadat.
Biakan dalam media, diinkubasi pada suhu 37 °C selama 24 jam. Jumlah
koloni yang tumbuh pada cawan menunjukkan jumlah mikroba yang ada pada
sarang burung walet tersebut.
Koloni S. aureus pada VJA mempunyai ciri bundar, licin/halus,
cembung diameter 2-3 mm, warna abu-abu sampai kehitaman, tepi koloni
putih dan dikelilingi daerah yang terang.

Analisis Data
Analisis data dilakukan secara deskriptif dengan menyajikan hasil uji dalam
bentuk tabel dan gambar. Kualitas mikrobiologi sarang burung walet sebelum dan
sesudah pemanasan di analisa dengan paired t test (Dahlan 2011).

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Keberadaan mikroba menentukan kualitas mikrobiologis sarang burung
walet. Kontaminasi mikroba dapat terjadi pada saat sarang masih menempel di
habitatnya, selama proses pencucian, dan pada saat penyimpanan. Pemanasan
sarang burung walet merupakan salah satu metode yang dapat mengurangi dan
menghilangkan mikroorganisme, terutama mikroorganisme patogen dalam sarang
burung walet.

Pengaruh Pemanasan terhadap Jumlah Total Bakteri (TPC) pada Sarang
Burung Walet
Jumlah total bakteri (TPC) pada sarang burung walet (kontrol) tanpa
perlakuan adalah 2 × 106 cfu/g. Jumlah total bakteri setelah perlakuan pemanasan
80 °C selama 15 detik adalah 1.4 × 101 cfu/g (Gambar 2). Berdasarkan hal tersebut
dapat diketahui bahwa perlakuan pemanasan 80 °C selama 15 detik tidak dapat
membunuh semua mikroorganisme yang ada pada sarang burung walet, namun
dapat menghilangkan cemaran E. coli dan S. aureus. Mikroorganisme yang tetap
tumbuh setelah pemanasan tersebut kemungkinan adalah miroorganisme jenis
termofilik dan termodurik yang tahan terhadap panas. Sesuai dengan pernyataan
Ray dan Bhunia (2008) umumnya sel kapang, khamir dan banyak bakteri (kecuali

11
bakteri termodurik dan termofilik) serta virus mengalami kerusakan pada suhu
65 °C selama 10 menit. Bakteri termodurik dan termofilik merupakan bakteri
yang penting dalam makanan dan bakteri tersebut mengalami kerusakan pada
suhu 75-80 °C selama 5 sampai 10 menit.
Jumlah total bakteri yang tumbuh sebelum pemanasan pada sarang burung
walet yang dikontaminasi E. coli berkisar pada 105 dan 106 cfu/g. Jumlah total
bakteri sesudah dan sebelum pemanasan pada suhu 70 °C selama 3.5 detik
pada sarang burung walet yang sudah dilakukan kontaminasi E. coli ditunjukkan
pada Tabel 2 dan Gambar 3. Data hasil analisa menggunakan paired t test
menunjukan bahwa penurunan jumlah total bakteri dengan media PCA sebelum
dan sesudah pemanasan pada suhu 70 °C selama 3.5 detik mempunyai nilai yang
signifikan (p