Uji Autentikasi Krim Sarang Burung Walet dengan Menggunakan Metode SDS-PAGE

(1)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

UJI AUTENTIKASI KRIM SARANG BURUNG

WALET DENGAN MENGGUNAKAN METODE

SDS-PAGE

SKRIPSI

M.A.W.KHAIRURRIJAL

1111102000102

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA


(2)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

UJI AUTENTIKASI KRIM SARANG BURUNG

WALET DENGAN MENGGUNAKAN METODE

SDS-PAGE

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi

M.A.W.KHAIRURRIJAL

1111102000102

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA


(3)

(4)

(5)

(6)

Nama : M.A.W. Khairurrijal Program Studi : Farmasi

Judul : Uji Autentikasi Krim Sarang Burung Walet dengan Menggunakan Metode SDS-PAGE

Salah satu produk kosmetik sebagai pencerah kulit yang beredar dan banyak digunakan dimasyarakat adalah krim sarang burung walet. Krim sarang burung walet dipasaran memiliki harga yang bervariatif, maka tidak menutup kemungkinan tindak kecurangan seperti pemalsuan dalam penggunaan sarang burung walet yang digunakan untuk sediaan krim. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keaslian kandungan sarang burung walet dalam produk krim sarang burung walet yang beredar dimasyarakat menggunakan metode SDS-PAGE. Tahap awal penelitian, penyiapan sampel krim sebanyak 6 buah sampel dan pembuatan krim pembanding. Ekstraksi protein dari sediaan krim dengan metode partisi menggunakan kloroform dan presipitasi dengan aseton. Hasil ekstraksi protein di uji kualitatif protein yang selanjutnya dianalisis dengan SDS-PAGE untuk menentukan berat molekulnya. Hasil penelitian memperlihatkan tiga pita protein pada sampel krim C1 dengan bobot molekul sebesar 130,7296 kDa, 114,1799 kDa, dan 87,1005 kDa serta krim pembanding memperlihatkan enam pita protein dengan bobot molekul sebesar 130,7296 kDa, 114,1799 kDa, 53,5053 kDa, 43,0864 kDa, 38,6646 kDa, dan 14,2006 kDa, sedangkan 5 sampel yang lain tidak memperlihatkan pemisahan pita protein. Berdasarkan hasil tersebut sampel krim C1 diduga mengandung sarang burung walet.


(7)

vii Name : M.A.W.Khairurrijal Study Program : Pharmacy

Title : The Walet’s Bird Nest Cream Authentication Test using SDS -PAGE Method

The Walet’s Bird Nest Cream is a cosmetic skin lightening product that has widely been used by people. In the market, such cream has a varying price which makes it possible that there has been made some counterfeiting modifications in the contents of making the cream. This study aims to determine the authenticity of the content in the walet’s bird nest cream that has widely been used in the community using the SDS-PAGE method. First of all, a total of 6 cream preparation samples were made for comparison. The protein extract from the cream using the partition method used chloroform 3 x 15 ml and precipitation with acetone. The protein extract result on the next protein qualitative test was analyzed using SDS-PAGE to etermine the molecular weight. The results showed that there were 3 protein bands on the C1 cream sample with a molecular weight of 130,7296 kDa, 114,1799 kDa, and 87,1005. While the comparison cream had 6 protein bands with a molecular weight of 130,7296 kDa, 114,1799 kDa, 53,5053 kDa, 43,0864 kDa, 38,6646 kDa, and 14,2006 kDa, the other 5 samples didn’t show any separation of protein bands. Based on the results of the C1 cream samples, it has been suspected that it contains bird nest


(8)

Segala puji dan syukur bagi Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Shalawat dan salam untuk baginda Nabi Muhammad SAW yang telah membawa petunjuk bagi umat manusia. Skripsi dengan judul “Uji Autentikasi Krim Sarang Burung Walet dengan Menggunakan Metode SDS-PAGE” ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,dari masa perkuliahan hingga penyusunan skripsi ini terasa sangat sulit bagisaya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkanterima kasih kepada :

1. Ibu Lina Elfita, M.Si., Apt. selaku pembimbing pertama dan Ibu Nelly Suryani Ph.D., Apt. selaku pembimbing kedua, yang memiliki andil besar dalam proses penelitian dan penyelesaian skripsi saya ini, semoga segala bantuan dan bimbingan Ibu mendapat imbalan yang lebih baik di sisi-Nya. 2. Bapak Dr.H. Arif Sumantri, SKM, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran

dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Bapak Yardi, Ph.D., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Bapak dan Ibu dosen yang telah memberikan bimbingan dan bantuan selama saya menempuh pendidikan di Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 5. Kepada kedua orang tua penulis Bapak Asep Saepulrohman dan Ibu Iim

Pupun Maspupah,serta keluarga besar penulis yang selalu memberikan dukungan moril, materil, dan spiritual hingga selesainya skripsi ini. Tiada apapun di dunia ini yang dapat membalas semua kebaikan yang telah kalian berikan, semoga Allah SWT membalas semua kebaikan dengan surga-Nya.


(9)

ix

telah membantu saya dalam menyelesaikan segala persoalan terkait akademik selama perkuliahan di Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 7. Kepada Kak Yaenap, Kak Eris, Kak Lisna, Kak Tiwi, Kak Rahmadi, dan

Mbak Rani yang telah memberikan banyak bantuan kepada penulis selama penelitian di kampus.

8. Rahmi Sertiana dan Ageng Hasna Fauziyah, teman seperjuangan meneliti sarang burung walet, yang saling menguatkan disaat sulit dan tempat bertukar pikiran selama penelitian.

9. Untuk sahabat-sahabat “The Kont” yang selalu mendukung, memberi masukan, dukungan doa, dan semangat. Tidak lupa juga untuk Aska, Sutar, Ida Ayu, Ati, Oci, Ambar, Dijah, Happy, Fajrina, Galih, dan Ipul.

10. Teman-teman seperjuangan “Beng-beng” dan seluruh keluarga besar Farmasi angkatan 2011, atas kebersamaan, persaudaraan, dan pengalaman indah selama menempuh perkuliahan.

11. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang turut membantu menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat kekurangan, dan masih jauh dari kesempurnaan karena terbatasnya ilmu dan kemampuan penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna perbaikan ke masa mendatang.

Akhir kata dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan semoga segala bantuan yang telah diberikan penulis akan mendapat balasan, rahmat dan ridho dari Allah SWT, serta dapat bermanfaat bagi penyusun khususnya, dan para pembaca umumnya, Aamiin.

Wassalamu’alaikum Waromatullahi Wabarokatuh

Jakarta, Oktober 2015


(10)

(11)

xi

Halaman

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

HALAMAN PENGESAHAN ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

HALAMAN PERETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR ISTILAH ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Rumusan Masalah dan Ruang Lingkup ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Krim ... 5

2.1.1 Pengertian Krim ... 5

2.1.2 Macam-Macam Krim... 5

2.1.3 Pencerah Kulit Wajah ... 6

2.1.4 Preformulasi ... 7

2.2 Sarang Burung Walet Putih(Collocalia fuciphaga) ... 11

2.2.1 Klasifikasi Sarang Burung Walet Putih (Collocalia fuciphaga) ... 11

2.2.2 Sarang Burung Walet ... 12

2.2.3 Penelitian Ilmiah Khasiat Ekstrak Sarang Burung Walet... 13

2.2.4 Kandungan Sarang Burung Walet ... 14

2.3 Protein... 15

2.3.1 Struktur Protein ... 15

2.3.2 Analisis Kualitatif Protein ... 16


(12)

Electrophoresis (SDS-PAGE) ... 18

2.4 Teknik Sampling ... 20

2.4.1 Definisi Sampel dan Sampling ... 20

2.4.2 Teknik Pengambilan Sampel ... 20

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 23

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 23

3.2 Alat dan Bahan ... 23

3.2.1 Alat Penelitian ... 23

3.2.2 Bahan Penelitian ... 23

3.3 Prosedur Kerja ... 23

3.3.1 Perolehan Sampel Krim ... 23

3.3.2 Determinasi Sarang Burung Walet ... 24

3.3.3 Preparasi Sarang Burung Walet ... 24

3.3.4 Ekstraksi Protein Pada Sarang Burung Walet ... 24

3.3.5 Uji Kualitatif Ekstrak Air Sarang Burung Walet ... 25

3.3.6 Pembuatan Krim Pembanding dari Sarang Burung Walet 25 3.3.6.1 Pembuatan Bahan Dasar Krim... 26

3.3.6.2 Pembuatan Krim dari Ekstrak Sarang Burung .Walet ... 26

3.3.7 Ekstraksi Protein dari Sediaan Krim ... 26

3.3.8 Analisis Kualitatif Protein ... 26

3.3.9 Analisis Profil Protein dari Sediaan Krim Menggunakan SDS-PAGE ... 26

3.3.9.1 Penentuan Berat Molekul Protein ... 27

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29

4.1 Determinasi dan Ekstraksi Sarang Burung Walet ... 29

4.2 Uji Kualitatif Ekstrak Air Sarang Burung Walet ... 29

4.3 Pembuatan Krim Sarang Burung Walet ... 32

4.4 Ekstraksi Protein dari Sediaan Krim ... 33

4.5 Uji Kualitatif Protein ... 33

4.6 Analisis Protein dengan Metode SDS-PAGE ... 35

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 41

5.1 Kesimpulan ... 41

5.2 Saran ... 41

DAFTAR PUSTAKA ... 42


(13)

xiii

Tabel 1. Tabel Formulasi Sediaan Krim ... 25

Tabel 2. Hasil Uji Kualitatif ... 30

Tabel 3. Formulasi Krim Sarang Burung Walet ... 32

Tabel 4. Hasil Uji Kualitatif Reaksi Biuret ... 34

Tabel 5. Jarak Pita dan Berat Molekul Marker ... 37

Tabel 6. Jarak Pita dan Berat Molekul Krim Sarang Burung Walet ... 38

Tabel 7. Hasil SDS-PAGE Ekstrak Sarang Burung Walet Penelitian Elfita dan Liu et al. ... 40


(14)

Gambar 1. Burung Walet Putih ... 12

Gambar 2. Skema SDS-PAGE ... 19

Gambar 3. Alur Kerja SDS-PAGE ... 20

Gambar 4. Ekstrak Air Sarang Burung Walet ... 29

Gambar 5. Reaksi Biuret ... 31

Gambar 6. Reaksi Molisch ... 31

Gambar 7. Uji Homogenitas ... 32

Gambar 8. Hasil Optimasi Gel Elektroforesis... 36

Gambar 9. Kurva Regresi Linier Gel ... 37


(15)

xv EBN : Edible Bird’s Nest

EGF : Epidermal Growth Factor

SDS-PAGE : Sodium Dodecyl Sulfate-Polyacrilamide Gel Electrophoresis


(16)

Lampiran 1. Alur Penelitian ... 46

Lampiran 2. Pengambilan Sampel Krim ... 47

Lampiran 3. Alur Ekstraksi Sarang Burung Walet ... 48

Lampiran 4. Alur Ekstraksi Protein dalam Krim ... 49

Lampiran 5. Analisis Profil Protein dengan SDS-PAGE ... 50

Lampiran 6. Hasil Determinasi Sarang Burung Walet ... 51

Lampiran 7. Perhitungan Rendeman Ekstrak Air Sarang Burung Walet ... 52

Lampiran 8. Bahan Pereaksi untuk SDS-PAGE ... 53

Lampiran 9. Data Terkait Analisis Profil Protein dengan SDS-PAGE ... 55


(17)

1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta BAB 1

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Kosmetik saat ini telah menjadi bagian dalam hidup masyarakat. Tujuan utama penggunaan kosmetik pada masyarakat modern adalah untuk meningkatkan daya tarik dan rasa percaya diri. Penggunaannya semakin meningkat dalam dekade terakhir baik itu macam ataupun jumlahnya (Tranggono & Fatma, 2007).

Pencerah kulit adalah produk yang ditujukan untuk mencerahkan atau menghilangkan pewarnaan kulit yang tidak diinginkan. Produk ini bekerja dengan cara berpenetrasi ke dalam kulit dan mengganggu produksi pigmen oleh sel kulit. Di Indonesia produk pencerah kulit sangat disukai dan banyak digunakan serta bahan–bahan yang dapat digunakan sebagai pencerah banyak diteliti dan dikembangkan (Purnamasari, 2008). Salah satu bahan pencerah yang beredar di masyarakat adalah krim sarang walet. Produk krim sarang walet ini sudah banyak beredar dan banyak digunakan oleh masyarakat. Hal ini karena produk berbahan baku dari alam mulai diminati penggunaannya oleh masyarakat Indonesia karena tingkat keamanannya yang lebih baik. Selain dalam bentuk krim, sarang walet ini telah digunakan dalam produk lotion, masker, mixed congee, dan lain–lain (Zhang

et al., 2012 dalam Marni S. et al., 2014).

Walet merupakan burung yang dapat membuat sarangnya sendiri menggunakan air liurnya. Sarang yang dihasilkan tersebut bersifat edible nest atau sarang yang dapat dimakan dan biasa disebut dengan edible bird’s nest (EBN). EBN terdiri dari komponen glikoprotein yang bernilai tinggi, kaya dengan asam amino, karbohidrat, kalsium, natrium, dan kalium(Norhayati et al., 2010). Biasanya, orang mengkonsumsi sarang walet untuk kesehatan, daya tahan tubuh yang baik dan prestise. Sebagai sumber yang kaya asam amino, karbohidrat, dan garam mineral, sarang walet juga telah digunakan selama ratusan tahun sebagai suplemen kesehatan yang penting dalam obat–obatan tradisional Cina. Penggunaannya termasuk sebagai pengobatan untuk kekurangan gizi, meningkatkan sistem kekebalan tubuh, dan meningkatkan metabolisme tubuh(Zainab etal., 2013). Penelitian yang dilakukan oleh Zainab et al. (2013), sarang burung walet memiliki kandungan protein yang tinggi, yaitu sekitar 59,8%


(18)

- 65,8%. Selain itu karbohidrat 8,5% - 65,4% dan lemak 0,01% - 0,07%, sedangkan kadar air dan kadar abu yang dimiliki sarang burung walet sebesar 5,58% - 13,88%.

Di Indonesia, ada 3 jenis burung walet yang dapat mengasilkan EBN yaitu walet sarang putih (Collocalia fuciphaga), walet sarang hitam (Collocalia maxima), dan walet linci atau seriti (Collocalia linchi) (Lau dan Melville, 1994; Soehartono dan Mardiastuti, 2003). Sarang burung walet yang digunakan dalam komponen bahan produk kosmetik krim pencerah kulit adalah walet sarang putih (Collocalia fuciphaga). Sarang putih yang dihasilkan oleh walet Collocalia fuciphaga merupakan sarang yang paling mahal dibandingkan dengan sarang jenis lainnya (Soehartono dan Mardiastuti, 2003; Abdul Kadir, 2011). Kelebihan lain walet putih adalah tidak sukar dirumahkan tidak seperti jenis walet yang lain(Panduan Lengkap Walet, 2011).

Krim sarang walet yang beredar di pasaran memiliki harga yang bervariatif. Dengan harga sarang walet putih yang cukup mahal, maka tidak menutup kemungkinan adanya tindak kecurangan seperti adanya pemalsuan dalam penggunaan sarang walet putih yang digunakan untuk sediaan krim, sehingga harus dilakukan analisis lebih lanjut untuk membuktikan hal itu. Oleh karena itu, peneliti tertarik dalam uji autentikasi pada sediaan krim walet yang beredar di masyarakat.

Pada penelitian ini, uji autentikasi krim sarang walet dilakukan dengan menggunakan SDS-PAGE. Sodium Dodecyl Sulphate Polyacrilamide Gel Elektroforesis (SDS-PAGE) adalah teknik untuk memisahkan rantai polipeptida pada protein berdasarkan kemampuannya untuk bergerak dalam arus listrik, yang merupakan fungsi dari panjang rantai polipeptida atau berat molekulnya (Hemes, 1998). Metode SDS-PAGE digunakan karena kemampuannya untuk menganalisis sampel yang baik walaupun masih didapati pewarna atau bahan tambahan pada sampel yang dianalisis (Saputra FR, 2014). Selain itu, penggunaan metode SDS-PAGE hanya sebatas melihat profil protein sarang burung walet telah dilakukan oleh penelitian-penelitiaan sebelumnya. Pada penelitian Liu et al. pada tahun 2012 menunjukan bahwa protein dari sarang burung walet yang berasal dari Malaysia, Thailand, Indonesia, dan Vietnam memiliki berat molekul berkisar antara 128 kDa


(19)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta – 20 kDa. Pada penelitian Elfita tahun 2013 menunjukan bahwa sarang burung walet yang berasal dari Painan, Sumatera Barat, memiliki protein dengan berat molekul 147,2 kDa, 142,4 kDa, 133,4 kDa, 73,3 kDa, 66,2 kDa, dan 37,7 kDa. Begitu pula penelitian Metharezqi tahun 2014 menunjukan bahwa sarang burung walet yang berasal dari Kediri, Jawa Timur memiliki protein dengan berat molekul 96,6276 kDa, 67,0907 kDa, 48,5096 kDa, 10,8217 kDa, 9,5826 kDa, dan 7,5137 kDa.

Analisis terhadap krim sarang burung walet dilakukan dengan melihat karakteristik pemisahan pita protein sarang walet hasil ekstraksi protein dari sampel sediaan krim, dengan melakukan perhitungan bobot molekul pita-pita pemisahan protein berdasarkan jarak perpindahannya (Rf) kemudian dibandingkan dengan profil protein hasil ektraksi protein krim pembanding dan ekstrak sarang burung walet.

1.2. Rumusan Masalah

Banyaknya manfaat sarang brung walet di bidang kesehatan dan tingginya permintaan akan sarang burung walet, serta ketersediaan yang terbatas tidak menutup kemungkinan dilakukan pemalsuan atau pencampuran terhadap produk-produk sarang burung walet. Oleh karena itu, perlu dianalisis produk-produk-produk-produk sarang burung walet salah satunya yaitu krim pencerah sarang burung walet. Analisis tentang autentikasi terhadap krim sarang walet belum pernah dilakukan sebelumnya, sehingga peneliti akan menganalisis tentang autentikasi produk krim sarang burung walet yang beredar di masnyarakat dengan menggunakan metode SDS-PAGE.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keaslian kandungan sarang burung walet yang terdapat dalam produk kosmetik sediaan krim sarang burung walet yang beredar di masyarakat.


(20)

1.4. Manfaat Penelitian

Dapat memberikan informasi dan wawasan pengetahuan kepada masyarakat akan kehati–hatian dalam pembelian dan penggunaan krim pencerah kulit dari sarang burung walet yang dibeli secara online.


(21)

5 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Krim

2.1.1 Pengertian

Definisi krim menurut Farmakope Indonesia Edisi IV adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Istilah krim digunakan untuk sediaan setengah padat yang mempunyai konsistensi relatif cair diformulasi sebagai emulsi air dalam minyak (A/M) atau minyak dalam air (M/A) (Depkes RI, 1995).

2.1.2 Macam–Macam Krim

Krim mengandung paling sedikit dua fase yang tidak bercampur antara satu dengan yang lainnya, yaitu fase hidrofil (air) dan fase lipofil (minyak). Komponen yang terdistribusi dalam suatu emulsi dinyatakan sebagai fase terdispersi atau fase dalam. Komponen yang mengandung cairan terdispersi dinyatakan sebagai bahan pendispersi atau fase luar atau fase kontinu (Ansel, 1989).

A. Emulsi Minyak dalam Air (M/A)

Ketika fase lipofil (fase minyak) didispersikan sebagai globul– globul kedalam fase hidrofil (fase air) maka disebut emulsi minyak dalam air (M/A).

Penerimaan yang tinggi terhadap emulsi M/A didasarkan pada alasan–alasan berikut:

a. Terasa ringan dan tidak berminyak saat diaplikasikan. b. Menunjukan penyebaran dan penyerapan pada kulit yang

cukup baik.

c. Memberikan efek dingin karena penguapan fase air eksternal (Buchman, 2001).

B. Emulsi Air dalam Minyak (A/M)

Ketika fase hidrofil terdispersi dalam fase lipofil maka disebut emulsi air dalam minyak (A/M). Keuntungan penggunaan emulsi


(22)

jenis air dalam minyak ini antara lain :

a. Melindungi kulit secara efisien dengan membentuk lapisan minyak pada kulit setelah digunakan.

b. Melembutkan kulit dengan cara mengurangi penguapan air pada kulit sehingga dapat membentuk penghalang semi oklusif.

c. Meningkatkan penetrasi ke dalam stratum korneum yang bersifat lipofilik terutama untuk pembawa zat aktif yang bersifat lipofilik.

d. Menurunkan resiko pertumbuhan mikroba.

e. Mencair pada suhu yang rendah (khusus untuk produk olahraga musim dingin) (Paye et al., 2001).

Krim merupakan obat yang digunakan sebagai obat luar yang dioleskan ke bagian kulit badan. Kelebihan sediaan krim dalam pengobatan luka, yaitu mudah menyebar secara rata, pemakaian praktis, mudah dibersihkan atau dicuci, tidak lengket, memberikan rasa dingin. Kekurangan sediaan krim adalah susah dalam pembuatannya karena pembuatan krim harus dalam keadaan panas (Irma, 2014).

2.1.3 Pencerah Kulit Wajah

Pencerah kulit adalah produk yang ditunjukan untuk mencerahkan atau menghilangkan pewarnaan kulit yang tidak diinginkan. Produk ini didesain untuk bekerja dengan cara berpenetrasi ke dalam kulit dan mengganggu produksi pigmen oleh sel kulit (Purnamasari, 2008). Prinsip utama dari produk pencerah kulit ialah menghambat pembentukan melanin. Tirosinase merupakan enzim yang berfungsi mengatur biosintesis melanin. Pembentukan melanin dapat dihambat dengan cara menurunkan sintesis tirosinase, menurunkan transfer tirosinase, dan menghambat aktivitas tirosinase (Avanti, 2002 dalam Hartanti dan Setiawan 2009).

Ada beragam jenis bahan aktif pencerah kulit diantaranya, hidrokuinon, merkuri, bahan–bahan dari alam seperti kojic acid, licorice,


(23)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

bearberry, arbutin, paper mulberry, ascorbic acid, melatonin, glycolic acid, aloesin, niacinamide, azelaic acid, dan bahan lain seperti retinoid (Draelos, 2005 dalam Nur Hayati, 2013). Dari beberapa bahan ini, penggunaan hidrokuinon dan merkuri sangat banyak di masyarakat sebagai krim pencerah. Namun, kadar yang digunakan melebihi batas normal, tidak sesuai dengan aturan yang dikeluarkan dari BPOM RI. Sehingga sangat berbahaya bagi kulit yang menyebabkan iritasi kulit sampai dengan kanker kulit (Dzatir SR, 2013).

Memilih produk kosmetik, terutama kosmetik pencerah, perlu adanya sikap hati–hati dan teliti, agar tidak terjadi kesalahan yang fatal. Apabila kosmetik yang sekarang banyak beredar di pasaran, terkadang tidak mencantumkan informasi yang cukup. Sedangkan kosmetik tersebut banyak diminati oleh masyarakat pada kalangan menengah ke bawah karena harganya yang murah dan khasiatnya cepat (BPOM RI, 2007).

2.1.4 Preformulasi

a. Parafin liquidum (sumber: FI III dan FI IV)

1) Sinonim: Parafin cair, liquid paraffin, liquid petrolatum

2) Pemerian: Tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa, cairan kental, transparan, dan tidak berflouresensi.

3) Kelarutan: Praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol (95%), larut dalam kloroform dan dalam eter.

4) Titik lebur: 50o sampai 57o C

5) Stabilitas: Mudah terurai dengan adanya cahaya dan udara dari luar. Disimpan pada temperatur kering dan dalam suhu dingin, kohesif.

6) Inkompatibilitas: Ketidakcampuran terurai dengan zat pengoksidasi kuat. 7) Fungsi: Lubrikan, emollient.

b. Asam stearat

1) Sinonim: Acidum stearicum; cetylacetic acid; Crodacid; Cristal G; Cristal S;Dervacid; E570; Edenor; Emersol; Extra AS; Extra P; Extra S; Extra ST; 1-heptadecanecarboxylic acid; Hystrene; Kortacid 1895; Pearl Steric; Pristerene; stereophanic acid; Tegostearic.


(24)

2) Pemerian: Keras, berwarna putih atau sedikit kuning, sedikit mengkilat, kristal padat atau bubuk putih atau putih kekuningan.

3) Kelarutan:Sangat larut dalam benzen, karbon tetraklorida, kloroform, dan eter; larut dalam etanol 95%, heksen, dan propilen glikol; praktis tidak arut dalam air.

4) Stabilitas dan penyimpanan:Asam stearat merupakan bahan yang stabil terutama dengan penambahan antioksidan. Sebaiknya disimpan dalam wadah tertutup baik ditempat kering dan sejuk.

5) Inkompatibilitas:Asam stearat tidak kompatibel dengan kebanyakan logam hidroksida dan mungkin tidak sesuai dengan basa, zat pereduksi, dan oksidator.Basis salep yang dibuat dengan asam stearat dapat menunjukkan bukti mengering atau lumpiness karena reaksi semacam itu ketika diperparah dengan seng atau garam kalsium. Sejumlah penelitian kalorimetri diferensial scanning memiliki menyelidiki kompatibilitas asam stearat dengan obat-obatan. Meskipun penelitian laboratorium tersebut telah menyarankan tidak kompatibel, misalnya dengan naproxen, mereka belum tentu berlaku untuk dirumuskan produk.

6) Fungsi:Agen emulsifikasi, agen solubilisasi.

c. Adeps lanae

1) Sinonim: Lanolin, cera lanae, E913; lanolina; lanolin anhydrous;Protalan anhydrous; purified lanolin;

2) Pemerian: Lanolin anhidrat berwarna kuning pucat, lengket, berupa bahan seperti lemak, dengan bau yang khas dan mencair pada suhu 38-44oC. Lanolin anhidrat cair berwarna jernih atau hampir jernih berupa cairan berwarna kuning.

3) Kelarutan: Tidak larut dalam air. Sedikit larut dalam etanol (95%) dingin, lebih larut dalam etanol 95% panas dan sangat larut dalam eter, benzena, dan kloroform.

4) Stabilitas dan penyimpanan: Lanolin dapat mengalami autooksidasi selama dalam penyimpanan.

5) Inkompatibilitas: Lanolin mengandung prooksidan 6) Fungsi: Agen emulsifikasi


(25)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta d. TEA

1) Sinonim: TEA; Tealan; triethylolamine; trihydroxytriethylamine; tris(hydroxyethyl)amine.

2) Pemerian: Cairan kental, tidak berwarna hingga kuning pucat, bau lemah mirip amoniak, dan higroskopik.

3) Kelarutan: Mudah larut dalam air dan dalam etanol 95% P. Larut dalam kloroform P.

4) Stabilitas dan penyimpanan: Triethanolamine dapat berubah coklat saat terkena udara dan cahaya. Kehomogenan dapat dikembalikan dengan pemanasan dan pencampuran sebelum digunakan. Triethanolamine harus disimpan dalam wadah kedap udara terlindung dari cahaya.

5) Inkompatibilitas: Triethanolamine dapat bereaksi dengan reagen seperti klorida tionil untuk menggantikan gugus hidroksi dengan halogen. Produk reaksi ini sangat beracun, menyerupai lainnya mustard nitrogen. Triethanolamine juga akan bereaksi dengan tembaga untuk membentuk garam kompleks.

6) Fungsi: Pengawet antimikroba, desinfektan, pelarut, dan penetran kulit.

e. Nipagin

1) Sinonim: E218; 4-hydroxybenzoic acid methyl ester; methyl p-hydroxybenzoate.

2) Pemerian: Kristal tak berwarna atau bubuk kristal putih. Tidak berbau atau hampir tidak berbau dan memiliki rasa sedikit terbakar.

3) Stabilitas dan penyimpanan: Larutan mengandung air dari methyl paraben pada pH 3 – 6 mungkin disterilkan dengan autoklaf pada suhu 1200C selama 20 menit, tanpa dekomposisi. Methyl paraben menunjukkan aktivitas antimikroba pH 4 – 8. Efikasi pengawet menurun dengan meningkatnya pH karena pembentukan anion phenolate. Penyimpanan wadah yang rapat, sejuk dan kering.


(26)

4) Kelarutan:

5) Inkompatibilitas: Aktivitas antimikroba berkurang dengan adanya surfaktan nonionik, methyl paraben berubah warna dengan adanya besi dan terhidrolisis oleh basa lemah dan asam kuat .

6) Fungsi: Pengawet antimikroba

f. Nipasol

1) Sinonim: E218; E216; 4-hydroxybenzoic acid propyl ester; Nipasol M; propagin; propyl p-hydroxybenzoate; Propyl parasept; SolbrolP; Uniphen P-23.

2) Pemerian: Propylparabenbubukputih, kristal, tidak berbau, dan hambar. 3) Stabilitas dan penyimpanan: Pada pH 3 – 6, larutan stabil (kurang dari

10% dekomposisi) sampai sekitar 4 tahun pada suhu kamar, sementara larutan pada pH 8 atau lebih terhidrolisis dengan cepat (10% atau lebih setelah sekitar 60 hari disuhu kamar). Propyl paraben harus disimpan dalam wadah tertutup baik ditempat yang sejuk dan kering.

4) Inkompatibilitas: Aktivitas antimikroba berkurang dengan adanya surfaktan non ionik. Propyl paraben berubah warna dengan adanya besi dan tunduk pada hidrolisis oleh basa lemah dan asam kuat.


(27)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 5) Kelarutan:

6) Fungsi: Pengawet antimikroba

g. Aquadest

1) Titik lebur: 0oC 2) Titik didih: 100 oC

3) Pemerian: Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau dan tidak berasa. 4) Kelarutan: Bercampur dengan sebagian besar pelarut polar.

5) Stabilitas dan penyimpanan: Stabil di semua keadaan fisik (padat, cair, gas).Untuk tujuan tertentu harus disimpan dalam wadah yang tepat. 6) Inkompatibilitas: Dalam formulasi farmasetik, air dapat bereaksi dengan

obat dan berbagai eksipien yang rentan akan hidrolisis (terjadi dekomposisi jika terdapat air atau kelembaban) pada peningkatan temperatur. Air dapat bereaksi kuat dengan logam alkali dan bereaksi cepat dengan logam alkali dan oksidanya. Air juga bereaksi dengan garam anhidrat menjadi bentuk hidrat dalam berbagai komposisi dan dengan bahan organik tertentu serta kalsium karbida.

7) Fungsi: Pelarut

2.2 Sarang Burung Walet Putih (Collocalia fuciphaga)

2.2.1 Klasifikasi Sarang Burung Walet Putih (Collocalia fuciphaga) Berdasarkan ilmu taksonomi, klasifikasi burung walet penghasil sarang walet putih adalah sebagai berikut (Panduan Lengkap Walet, 2011:


(28)

Kingdom : Animal Phylum : Chordata Class : Vertebrata Subclass : Aves Order : Apodiforms Family : Apodidae Genus : Aerodramus

Species : Aerodramus fuchipagus (sinonim: Collocalia fuciphaga)

Gambar 1. Burung Walet Putih Sumber : Panduan Lengkap Walet 2011

2.2.2 Sarang Burung Walet

Walet merupakan burung yang dapat membuat sarang menggunakan air liurnya. Sarang yang dihasilkan tersebut bersifat edible nest atau sarang yang dapat dimakan dan bisa disebut dengan edible bird’s

nest (EBN) (Nuroini, 2013). EBN memiliki kandungan glikoprotein yang tinggi, kaya akan asam amino, karbohidrat, kalsium, natrium, dan kalium (Norhayati et al., 2010).

Selain itu sebagai bahan makanan, sarang walet juga memiliki kandungan gizi lainnya yaitu kalori, lemak, vitamin, fosfor, dan mineral. Asam amino yang dikandung dalam sarang walet juga lengkap, mulai dari asam amino esensial, asam amino semi esensial, dan asam amino non esensial. Adapaun zat yang spesifik yang terdapat di dalam sarang walet yang berpengaruh pada kesehatan manusia adalah zat ODA (9-octadecenoic acid) dan HAD (hexadecenoic acid) (Panduan Lengkap Walet, 2011).


(29)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2.2.3 Penelitian llmiah Khasiat Ekstrak Sarang Burung Walet

Walaupun telah lama dikenal oleh masyarakat sekitar, ternyata sarang burung walet belum diteliti secara detail. Kong et al,(1987) membuktikan bahwa ada unsur yang menyerupai epidermal growth factor dalam kandungan sarang burung walet. Guo et al, (2006) meneliti efek antiviral dari ekstrak sarang burung walet dan terbukti ekstrak sarang burung walet dapat menghambat infeksi virus influenza. Penelitian di Jepang pada tikus yang telah diovariektomi, dengan suplementasi sarang burung walet meningkatkan kekuatan tulang dan ketebalan dermal (Matsukawa et al.,2011).

Penelitian di Korea menunjukan bahwa ekstrak sarang burung walet dapat mengurangi efek oksidatif stress yang disebabkan oleh terpaparnya H2O2 dan menghambat ekspresi mmp-1 pada kultur keratinosit (Kim et al.,

2012).

Penelitian di Malaysia dengan tujuan untuk menilai kapasitas proliferasi dan perubahan fenotif oleh ekstrak sarang burung walet pada keratosit kornea, mendapatkan hasil bahwa pada konsentrasi tertentu, ekstrak sarang burung walet secara sinergis mampu meningkatkan proliferasi sel (Abidin et al, 2011). Aswir dan Nazaimoon (2011) meneliti pengaruh ekstrak sarang walet pada poliferasi sel dan nekrosis tumor faktor– alpha (TNF-a) secara in vitro. Hasilnya EBN mampu mempengaruhi produksi antiinflamasi TNF-a dalam sel makrophage line.

Penelitian di fakultas farmasi Pontianak membuktikan bahwa pemakaian krim ekstrak sarang walet 10%, 20%, dan 30% dapat mencerahkan atau memutihkan kulit tikus putih jantan galur wistar, penelitian ini didukung juga dengan penelitian serupa dengan formulasi krim yang berbeda (Dzatir, 2013). Salah satu glikonutrien utama pada sarang walet adalah sialic acid (9%) (Colombo et al., 2003; Kathan dan Weeks, 1969). Sialic acid memiliki peran penting pada perkembangan neurologi dan intelektual pada bayi. Selain itu, sialic acid juga mempengaruhi hambatan aliran lendir untuk mengusir bakteri, virus, dan mikroba berbahaya (Chau et al., 2003). Ada beberapa penelitian lain


(30)

yang sedang ataupun sudah dilakukan akan khasiat dari sarang burung walet.

2.2.4 Kandungan Sarang Walet

Sarang walet terbuat dari air liur burung walet jantan, karena memiliki kandungan terbanyak mucinous glycoprotein seperti chondroitin glucosaminoglycans dan sialylglyco conjugates, serta mineral-mineral dan protein (Noorhayati et al., 2010; Matsukawa et al., 2011).

Komponen nutrien utama EBN adalah karbohidrat dan glikoprotein (Kathan dan Weeks, 1969). Berdasarkan penelitian Marcone (2005) komposisi EBN dari genus Collocalia Indonesia dan Malaysia terdiri atas karbohidrat (25,62 - 27,26), protein (62-63%), lipid (0,14-1,28%), dan abu (2,1%). Salah satu komponen terbesar glikoprotein pada EBN adalah sialic acid sekitar 9% (Colombo etal., 2003) yang dipercaya dapat meningkatkan fungsi otak pada bayi (Chau etal., 2003). Selain sialic acid, dalam EBN juga terdapat glukosamin yang diperkirakan berfungsi sebagai modulasi sistem imun (Tung etal, 2008). Komponen utama glikoprotein lain yang terdapat pada EBN adalah 7,2% acetylgalactosamine (galNac), 5,3% N-acetylglucosamine (glcNac), 16,9% galaktosa dan 0,7% fruktosa (Dhawan dan Kuhad, 2002).

Garam mineral juga ditemukan di sarang burung walet seperti natrium, kalsium, magnesium, seng, mangan, dan besi. Kathan & Weeks pada 1969 telah menemukan tiga asam amino non esensial (asam aspartat, asam glutamat, dan prolin) dan dua asam amino esensial (treonin dan valin) di sarang burung walet. Mereka memainkan peran penting dalam memfasilitasi fungsi tubuh menjadi normal atau sehat, seperti memperbaiki dan memberikan kekebalan tubuh (Abidin et al., 2011).

Protein pembentuk glikoprotein merupakan komponen tertinggi, setelah karbohidrat, lemak, dan air. Protein berfungsi sebagai zat pembangun yang membentuk sel–sel dan jaringan baru serta berperan dalam proses metabolisme. Adanya anggapan kalau sarang walet mampu


(31)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta membuat awet muda juga masuk akal karena kandungan protein dalam sarang walet berfungsi menggantikan sel–sel yang telah rusak sehingga kulit yang semula kusam akan segar kembali (Panduan Lengkap Walet, 2011). Menurut Kong et al, (1987) yang dilansir oleh Aswir dan Wan Nazaimoon (2011) bahwa sarang burung walet mengandung EGF (Epidermal Growth Factor) yang berfungsi memperbaiki tekstur kulit dan perbaikan jaringan serta meremajakan kulit. EGF juga berperan dalam regenearsi sel kulit yang dapat mempercepat metabolisme susunan lapis kulit serta memperbaiki sel–sel kulit mati dan rusak. Adanya kandungan EGF pada sarang walet ini dapat mempercepat regenerasi kulit baru. Pergantian kulit baru ini dapat menyebabkan kulit tampak lebih cerah (Dzatir, 2013).

2.3 Protein

Protein berasal dari bahasa yunani yaitu proteos, yang bearti yang utama atau yang di dahulukan. Kata ini diperkenalkan oleh ahli kimia Belanda, Geraldus Mulder (1802-1880). Ia berpendapat bahwa protein adalah zat yang paling penting dalam setiap organisme (Ellya, 2010).

Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh, karena zat ini disamping berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Molekul protein mengandung pula posfor, belerang dan ada jenis protein yang mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga (Budianto, A.K, 2009).

2.3.1 Struktur Protein (Winarno, 2004)

Struktur protein dapat dilihat sebagai hirarki yaitu berupa struktur primer (tingkat satu), sekunder (tingkat dua), tersier (tingkat tiga), dan kuartener (tingkat empat).

a) Struktur Primer

Susunan linier asam amino dalam protein merupakan struktur primer yang dibentuk oleh ikatan peptida antar asam amino. Susunan tersebut


(32)

merupakan suatu rangkaian unik dari asam amino yang menentukan bentuk struktur sekunder dan tersier.

Bila protein mengandung banyak asam amino dan gugus hidrofobik, daya kelarutannya dalam air kurang baik dibandingkan dengan protein yang banyak mengandung asam amino dengan gugus hidrofilik.

b) Struktur Sekunder

Struktur sekunder adalah struktur protein yang merupakan polipeptida terlipat–lipat, berbentuk tiga dimensi dengan cabang–cabang rantai polipeptidanya tersusun saling berdekatan. Struktur ini dibentuk oleh ikatan hidrogen intramolekular yang terjadi di antara oksigen karbonil dan nitrogen amida pada perangkat peptida (Bintang, 2010). Contoh bahan yang mempunyai struktur ini adalah bentuk α-heliks pada wol, bentuk lipatan–lipatan pada molekul–molekul sutera, serta bentuk heliks pada kolagen.

c) Struktur Tersier

Bentuk penyusunan bagian terbesar rantai cabang disebut struktur tersier, yaitu susunan dari struktur sekunder yang satu dengan struktur sekunder bentuk lain. Contohnya beberapa protein yang mempunyai bentuk α-heliks dan bagian yang tidak berbentuk α-heliks. Biasanya bentuk–bentuk sekunder ini dihubungkan dengan ikatan hidrogen, ikatan garam, interaksi hidrofobik, dan ikatan disulfida.

d) Struktur Kuartener

Struktur ini melibatkan beberapa polipeptida dalam membentuk suatu protein. Ikatan–ikatan yang terjadi sampai terbentuknya protein sama dengan ikatan–ikatan yang terjadi pada struktur tersier.

2.3.2 Analisis Kualitatif Protein

Analisis protein secara kualitatif yang dilakukan ialah reaksi warna. Reaksi warna ini berdasarkan adanya ikatan peptida, maupun adanya sifat–sifat dari asam amino yang dikandungnya.

a. Reaksi Biuret

Jika larutan protein encer yang dibuat basa dengan laruten natrium hidroksida ditambah dengan beberapa tetes larutan tembaga sulfat


(33)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta encer, larutan tersebut akan terbentuk warna merah muda sampai violet. Reaksi ini disebut reaksi biuret sebab warna senyawa yang terbentuk sama dengan warna senyawa biuret bila di tambahkan larutan natrium hidroksida dan tembaga sulfat. Warna merah muda atau merah jambu terbentuk apabila larutan protein yang diselidiki mempunyai molekul kecil, misalnya proteosa dan pepton. Warna violet terbentuk apabila larutan protein yang diselidiki mempunyai molekul yang besar, misalnya gelatin. Reaksi biuret positif untuk semua jenis protein dan hasil–hasil antara hidrolisisnya jika masih mempunyai dua atau lebih ikatan peptida dan negatif untuk asam amino (Sumardjo, 2008).

b. Reaksi Molisch

Larutan protein majemuk yang mempunyai radikal protetik karbohidrat, seperti glikoprotein atau mukoprotein, pada pencampuran secara hati-hati dengan larutan α-naftol dalam alkohol dan asam sulfat pekat akan terbentuk larutan berwarna violet. Pada prosesini, glikoprotein atau mukoprotein akan mengalami hidrolisis menjadi protein sederhana dan karbohidrat. Karbohidrat yang terbentuk dengan α-naftol dalam alkohol dan asam sulfat pekat memberikan warna violet (Sumardjo, 2008).

2.3.3 Analisis Profil Protein dengan Elektroforesis

Pemisahan protein merupakan tahap yang harus dilakukan untuk mempelajari sifat dan fungsi protein. Protein dapat dipisahkan dari protein jenis lain atau dari molekul lain berdasarkan ukuran, kelarutan, muatan, dan afinitas ikatan (Nelson, 2004). Salah satu teknik yang digunakan untuk melihat profil protein dan menentukan bobot molekulnya menggunakan SDS-PAGE (Stryer,1995).

Elektroforesis adalah suatu metode untuk separasi atau pemisahan sebuah molekul besar (seperti protein, fragmen DNA, RNA dll) dari campuran molekul yang serupa. Elektroforesis digunakan untuk memisahkan komponen atau molekul bermuatan berdasarkan perbedaan tingkat migrasinya dalam sebuah medan listrik. Sebuah arus listrik


(34)

dilewatkan melalui medium yang mengandung sampel yang akan dipisahkan. Teknik ini dapat digunakan dengan memanfaatkan muatan listrik yang ada pada makromolekul, misalnya DNA yang bermuatan negatif. Jika molekul yang bermuatan negatif dilewatkan melalui suatu medium (misalnya agarosa), maka molekul tersebut akan bergerak dari muatan negatif menuju muatan positif. Kecepatan gerak molekul tersebut tergantung pada rasio muatan terhadap massanya dan bentuk molekulnya (Yuwono, 2008).

Kegunaan elektroforesis antara lain, (1) menentukan berat molekul, (2) mendeteksi terjadinya pemalsuan bahan, (3) mendeteksi terjadinya kerusakan bahan seperti protein dalam pengolahan dan penyimpanan, (4) memisahkan spesies molekul yang berbeda secara kualitatif maupun kuantitatif, yang selanjutnya masing-masing spesies dapat dianalisis, dan (5) menetapkan titik isoelektrik protein (Yuwono, 2008).

2.3.4 Sodium Dodecyl Sulfate-Polyacrilamide Gel Electrophoresis (SDS-PAGE)

Salah satu jenis elektroforesis yang digunakan secara luas pada saat ini adalah metode sodium dodecyl sulfate-polyacrilamide gel electrophoresis (PAGE). Pemisahan protein dengan metode SDS-PAGE bertujuan untuk memisahkan protein dalam sampel berdasarkan berat molekul. Prinsip penggunaan metode ini adalah migrasi komponen akril amida dengan N,N bisakrilamida. Kisi-kisi tersebut berfungsi sebagai saringan molekul sehingga konsentrasi atau rasio akrilamid dengan bisakrilamid dapat diatur untuk mengoptimalkan kondisi migrasi komponen protein. Disamping untuk menentukan berat molekul suatu protein, metode ini juga digunkan untuk memonitor pemurnian protein (Wilson dan Walker, 2000 dalam Anam, 2009)


(35)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Gambar 2. Skema SDS-PAGE

Sumber : ww2.chemistry.gatech.edu

SDS-PAGE dilakukan pada pH netral menggunakan SDS dan beta-merkaptoetanol. SDS (Sodium Dodecyl Sulfat) merupakan detergen anionik, yang apabila dilarutkan molekulnya memiliki muatan negatif dalam range pH yang luas. Fungsi utama SDS pada metode SDS-PAGE yaitu untuk memberikan muatan negatif pada protein yang akan dianalisis, selain itu SDS dapat mendenaturasi protein, mempermudah menyamakan kondisi, dan menyederhanakan protein (bentuk, ukuran, dan muatan). Muatan negatif SDS akan menghancurkan sebagian struktur kompleks protein dan secara kuat tertarik ke arah anoda bila ditempatkan pada suatu medan listrik (Anam, 2009).

SDS-PAGE dilakukan pada medan gerak vertikal dan pembuatannya lebih sulit dibanding elektroforesis gel agarosa, karena biasanya digunakan poliakrilamid dengan resolusi yang tinggi dan membutuhkan biaya yang lebih mahal serta preparasi yang lebih lama. SDS-PAGE dapat memisahkan protein dengan ukuran 5 – 200 kDa (Konservasi Biodiversitas Raja, 2012).


(36)

Gambar 3. Alur Kerja SDS-PAGE Sumber : biotech.spip.ac-rouen.fr

2.4 Teknik Sampling

2.4.1 Definisi Sampel dan Sampling

Sampel adalah bagian dari populasi yang menjadi sebagian dari keseluruhan objek penelitian yang dianggap mewakili seluruh populasi. Sedangkan sampling merupakan proses dalam menyeleksi porsi dari populasi untuk mewakili populasi (Nasution R., 2003).

2.4.2. Teknik Pengambilan Sampel (Setiawan, 2005)

Teknik pengambilan sampel dibagi atas 2 kelompok besar, yaitu: 1) Random sampling atau sampel acak/ probability sampling

Pada pengambilan sampel secara random, setiap unit populasinya mempunyai kesempatan yang sama untuk diambil sebagai sampel. Keuntungan teknik ini adalah:

a) Derajat kepercayaan sampel dapat ditentukan.

b) Beda penaksiran parameter populasi dengan statistik sampel dapat diperkirakan.

c) Besar sampel yang akan diambil dapat dihitung secara statistik. Lima cara pengambilan sampel secara random, yaitu sebagai berikut :

i. Sampel random sederhana

Dilakukan dengan memberi kesempatan yang sama pada setiap anggota populasi untuk menjadi anggota sampel. Cara ini mempunyai keuntungan prosedur yang lebih mudah namun membutuhkan daftar seluruh populasi dan


(37)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta biaya transportasi yang cukup besar.

ii. Sampel random sistemik

Proses pengambilan sampel, setiap urutan dari titik awal yang dipilih secara random. Pengambilan sampel dengan cara ini membutuhkan perencanaan dan penggunaan yang mudah karena sampel terbesar pada daerah populasi namun membutuhkan daftar populasi yang lengkap.

iii. Sampel random berstrata

Populasi dibagi strata-strata (sub populasi), kemudian pengambilan sampel dilakukan setiap strata baik secara simple random sampling maupun secara sistematik. Cara ini bisa mendapatkan taksiran mengenai karakteristik populasi lebih tepat, namun harus membutuhkan daftar populasi setiap strata.

iv. Sampel random berkelompok

Dilakukan terhadap sampling unit, dimana sampling unit

terdiri dari satu kelompok (cluster) yang setiap individu dalam kelompok yang dipilih akan diambil sebagai sampel. Cara pengambilan sampel ini tidak memerlukan daftar populasi namn prosedur pengambilan tergolong lebih sulit. v. Sampel bertingkat

Proses pengambilan sampel dilakukan secara bertingkat, bertingkat satua ataupun lebih. Cara ini hanya membutuhkan sedikit biaya transportasi namun mempunyai prosedur kerja yang sulit dan perencanaan yang lebih cermat.

2) Non probability sampling (selected sample)

Cara ini dipergunakan apabila biaya sangat sedikit, hasil yang diminta segera, dan tidak memerlukan ketepatan yang tinggi.

Ada 3 cara sampling ini : I. Purposive sampling


(38)

unsur-unsur yang dikehendaki telah ada dalam anggota sampel yang diambil.

II. Accidental sampling

Atas dasar perandaian, tanpa direncanakan terlebih dahulu. Jumlah sampel yang dikehendaki tidak berdasarkan pertimbangan yang dapat dipertanggungjawabkan, asal memenuhi keperluan saja. Kesimpulan yang diperoleh bersifat kasar dan sementara.

III. Quota sampling

Berdasarkan pertimbangan peneliti, namun besar dan kriteria sampel telah ditentukan terlebih dahulu. Cara ini dilakukan jika peneliti benar-benar mengenal daerah dan situasi dimana penelitian akan dilakukan.


(39)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta BAB 3

METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penelitian II FKIK, Laboratorium Kimia Obat FKIK, Laboraturium Kesehatan Lingkungan FKIK, dan Labolatorium Penelitian 1 FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang berlangsung sejak bulan Mei sampai September 2015.

3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat Penelitian

Timbangan analitik (Wigger Hauser), pipet tetes, lumpang dan alu, Satu set alat elektroforesis (Bio-Rad), freeze dry, sentrifuge Eppendorf

5417R beserta tabungnya, mikropipet beserta tip, erlenmeyer, labu ukur,

becker glass, spatula, kaca arloji, batang pengaduk, waterbath, dan tabung reaksi.

3.2.2 Bahan Penelitian

Sampel krim yang dibeli secara online, sarang burung walet, krim pembanding yang terdiri dari ekstrak sarang walet, paraffin liquidum, asam stearat, TEA, adeps lanae, nipagin, nipasol, dan aquadest. Standar berat molekul protein (PageRuler Unstained Protein Ladder200 kDa – 10 kDa dari Thermo Scientific), commasie brilliant blue, larutan 30% akrilamid, larutan 0,8% bisakrilamid, buffer Tris-HCl 1,5M pH 8,8, buffer Tris-HCl 0,5M pH 6,8, larutan 10% amonium persulfat (APS), larutan 10% (w/v) sodium dodesil sulfat (SDS), tetramethylethylenediamine

(TEMED), sample buffer, running buffer, HCl pekat, kloroform, aseton, aquabidest, dan larutan bromfenol biru 0,5%.

3.3 Prosedur Kerja

3.3.1 Perolehan Sampel Krim

Produk krim sarang burung walet yang digunakan diperolehan dari krim yang dijual secara online. Teknik pengambilan sampel yang


(40)

digunakan adalah teknik sampel random sederhana. Krim yang diperoleh dikelompokkan menjadi tiga kelompok dan setiap kelompok terdiri dari 2 sampel uji. Kelompok pertama dengan harga krim yang rendah (Rp < 70.000) diberi tanda A1 dan A2, kelompok kedua dengan harga krim yang sedang (Rp 70.000 – 150.000) diberi tanda B1 dan B2, dan kelompok ketiga dengan harga krim yang tinggi (Rp > 150.000) diberi tanda C1 dan C2.

3.3.2 Determinasi Sarang Burung Walet

Sarang burung walet yang digunakan adalah sarang burung walet putih yang diperoleh dari Bogor. Sarang burung walet yang dipilih adalah sarang yang masih utuh, bentuknya bagus dan tidak mengandung banyak pengotor. Selanjutnya sarang burung walet dideterminasi di Pusat Penelitian Biologi-LIPI.

3.3.3 Preparasi Sarang Burung Walet

Sarang burung walet yang telah dideterminasi, dicuci dengan air dan dibersihkan dari bulu burung walet yang menempel pada sampel dengan menggunakan pinset. Setelahsampel bersih, sampel dikering anginkan lalu ditimbang sebanyak 50 gram dan dihaluskan dengan menggunakan blender.

3.3.4 Ekstraksi Protein pada Sarang Burung Walet

Hasil preparasi sarang burung walet dilarutkan dengan 1,5 L aquabides lalu dihomogenkan menggunakan stand up stirrer selama 30 menit. Selanjutnya disonikasi selama 30 menit dan disaring menggunakan kain kasa. Supernatan yang diperoleh dikeringkan denganmetode pengeringan freeze dry dan disimpan pada suhu -20°C (Liu et al., 2012 modifikasi).


(41)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 3.3.5 Uji Kualitatif Ekstrak Air Sarang Burung Walet

a. Reaksi Biuret

Sebanyak 1 ml larutan uji ditambahkan 2 ml larutan NaOH 2 M, kocok perlahan. Lalu tambahkan 10 tetes larutan CuSO4 0,1 M.

Amati perubahan yang terjadi. Reaksi positif terjadi perubahan warna menjadi warna ungu.

b. Reaksi Molisch

Sebanyak 1 ml larutan uji ditambahkan 5 tetes larutan naftol 3% dalam etanol, dikocok perlahan selama 5 detik, miringkan tabung dan ditambahkan 2 ml H2SO4 pekat melalui dinding tabung secara

hati-hati, kemudian tegakkan kembali tabung. Hasil positif terlihat adanya cincin ungu diperbatasan kedua cairan (Auterhoff, 2002).

3.3.6 Pembuatan Standar Krim dari Sarang Burung Walet 3.3.6.1 Pembuatan Bahan Dasar Krim

Bahan dasar krim, dibuat dengan formulasi sebagai berikut: Tabel 1. Tabel Formulasi Sediaan Krim

Nama Bahan Jumlah (gram) Paraffin liquidum 2

Asam stearat 1

Adeps lanae 0,3

TEA 0,15

Nipagin 0,02

Nipasol 0,012

Aquadest add 10

Pembuatan basis krim dilakukan dengan dengan cara menyiapkan fase minyak dan fase air. Fase minyak (Paraffin liquidum, asam stearat, adeps lanae) dan fase air (nipagin, nipasol, TEA, dan Aquadest) masing-masing dipanaskan di atas water bath pada suhu 60 - 70oC sampai lebur. Fase air dan fase minyak dicampurkan sekaligus lalu digerus sampai dingin sehingga terbentuk masa basis krim yang homogen (Irma, 2014).


(42)

3.3.6.2Pembuatan Krim dari Ekstrak Sarang Burung Walet

Krim sarang walet dibuat dengan cara menambah ekstrak sarang walet konsentrasi 10% kedalam basis krim. Tuangkan ekstrak walet dengan konsentrasi yang telah ditentukan kedalam lumpang yang sudah berisi basis krim sedikit demi sedikit, kemudian digerus hingga homogen. Lalu masing–masing formula disimpan dalam wadah krim (Irma, 2014 modifikasi).

3.3.7 Ekstraksi Protein dari Sediaan Krim

8 gram sampel krim ditambahkan 1 ml HCl pekat dan 9 ml air kemudian diaduk dalam becker glass. Lalu dipindahkan ke dalam corong pemisah dan diekstraksi menggunakan 3 x 15 ml kloroform. Ambil fase airnya. Tambahkan 30 ml aseton untuk mengendapkan proteinnya lalu di vortek 10-15 detik dan disentrifugasi 5000 rpm selama 15 menit. Diperoleh endapan.

3.3.8 Analisis Kualitatif Protein a. Reaksi Biuret

Sebanyak 1 ml larutan uji ditambahkan 2 ml larutan NaOH 2 M, kocok perlahan. Lalu tambahkan 10 tetes larutan CuSO4 0,1 M.

Amati perubahan yang terjadi. Reaksi positif jika terjadi perubahan warna menjadi warna ungu.

3.3.9 Analisis Profil Protein dari Sediaan Krim Menggunakan SDS-PAGE Identifikasi profil protein dari ekstraksi pada sediaan krim dianalisis menggunakan SDS-PAGE berdasarkan metode Laemmli dalam Coligan et al. (1995) dengan sistem buffer Laemmli dan konsentrasi gel poliakrilamid (separating gel) yang digunakan sebesar 12%. Gel poliakrilamid yang telah dibuat dengan komposisi tertentu (Lampiran 8), segera tuang larutannya ke dalam plate pembentuk gel menggunakan mikro pipet (dijaga jangan sampai terbentuk gelembung udara) sampai batas yang terdapat pada plate. Kemudian ditambahkan perlahan 2-propanol diatas larutan gel dalam plate agar permukaan gel rata. Setelah


(43)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta gel memadat, 2-propanol dibuang dan sisa 2-propanol pada setakan gel diserap dengan kertas saring. Larutan stacking gel yang telah dibuat, dimasukan ke dalam cetakan. Pasang sisir ditempat penyuntikan sampel, kemudian biarkan beberapa lama hingga gel memadat. Setelah gel memadat, sisir dikeluarkan sehingga terbentuk sumur–sumur pada gel dan cetakan gel dipindahkan ke perangkat elektroforesis kemudian running buffer dimasukan ke dalam alat elektroforesis hingga gel terendam.

Ekstrak protein sarang walet dari sediaan krim standar dan sediaan krim sampel yang telah disiapkan, masing-masing dimasukan ke dalam tabung Eppendorf dan ditambahkan dengan sample buffer dengan perbandingan 1:1. Kemudian dipanaskan pada suhu 85oC selama 4 menit. SDS-PAGE dilakukan dengan cara 5 μl marker protein dimasukan ke sumur pertama, 10 μl campuran ekstrak protein sarang walet dari krim standar dengan sampel buffer dimasukan ke sumur kedua, dan 10 μl

campuran ekstrak protein sarang walet dari krim standar dengan sampel buffer dimasukan ke sumur berikutnya yang telah dicetak pada gel poliakrilamid, kemudian alat elektroforesis dihubungkan ke power supply

dengan tegangan 200 V hingga sampel mencapai bagian dasar gel. Setelah selesai, gel dilepaskan dari plate. Gel yang telah dilepaskan, dipindahkan ke dalam wadah yang telah berisi larutan stain yang berisi pewarna

coommasie briliant blue selama satu setengah jam dan digoyangkan dengan shaker. Kemudian larutan stain dibuang dan digantikan dengan larutan penghilang warna (destain). Gel dicuci dengan aquadest kemudian dilanjutkan dengan menambahkan larutan destaining. Gel direndam selama 12 jam disertai dengan penggantian larutan destaining sebanyak 2 kali. Selanjutnya dilakukan penentuan berat molekul protein. (Metharezqi, 2014)

3.3.9.1 Penentuan Berat Molekul Protein

Hasil SDS-PAGE yang berupa gambaran pita (band), ditentukan berat molekulnya dengan cara melihat kesetaraan atau membandingkan dengan marker protein maupun ditentukan melalui rumus persamaan


(44)

regresi linier antara mobilitas relatif atau Rf (Retardation Factor) dengan

logaritma dari berat molekul protein marker yang telah diketahui.

Mobilitas relatif protein masing-masing pita (band) dapat diperoleh dengan cara membandingkan jarak migrasi protein diukur dari garis awal

separating gel sampai ujung pita protein (A) dibandingkan dengan jarak migrasi warna dari tempat awal (B) atau dengan rumus sebagai berikut (Rantam, 2003):

Kemudian nilai Rf sampel dimasukan dalam persamaan regresi linier

dengan rumus: Y = ax + b, dengan y = logaritma berat molekul dan x = nilai Rf sampel.


(45)

29 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Gambar 4. Ekstrak Air Sarang Burung Walet

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Determinasi dan EkstraksiSarang Burung Walet

Sarang burung walet putih yang diperoleh dari Bogor, Jawa barat dideterminasi di Laboratorium ornithologi Bidang Zoologi, Pusat Penelitian Biologi LIPI Cibinong, Bogor, Jawa Barat. Hasil menunjukan bahwa sampel benar merupakan sarang burung walet putih dari burung walet putih (Collocalia fuciphaga) Thunberg, 1821. Determinasi dilakukan untuk mengidentifikasi sampel. Hasil determinasi dapat dilihat pada lampiran 6.

Sebanyak 50 gram sarang burung walet yang telah dipreparasi, diekstraksi menggunakan 1,5 L aquabidest, didapatkan ekstrak kering sebanyak 1,196 gram dengan besar rendemen 2,392%. Karakteristik dari ekstrak air sarang burung walet adalah berbentuk serbuk, tidak berasa, dan berwarna abu-abu kecokelatan. Hasil rendemen ini lebih tinggi dibandingkan penelitian yang dilakukan oleh Metharezqi yaitu 0,04 %.

4.2 Uji Kualitatif Ekstrak Air Sarang Burung Walet

Uji kualitatif yang dilakukan adalah reaksi biuret dan reaksi molisch. Kedua reaksi ini dilakukan untuk mengetahui kandungan protein yang berada dalam ekstrak air sarang burung walet. Hasil uji kualitatif dapat dilihat pada tabel 2.


(46)

Tabel 2. Hasil Uji Kualitatif

Uji Kualitatif Hasil Gambar

Reaksi Biuret

Positif, larutan berwarna ungu seperti yang ditunjukan pada

gambar disamping.

Reaksi Molisch

Positif, terdapat larutan berwarna violet

Reaksi biuret merupakan reaksi yang digunakan untuk mengetahui atau membuktikan keberadaan ikatan peptida pada suatu sampel. Keberadaan ikatan peptida menunjukkan bahwa sampel tersebut mengandung suatu protein. Kandungan utama dari sarang burung walet adalah protein, sehingga reaksi biuret dilakukan untuk identifikasi kualitatif protein dalam ekstrak air sarang burung walet.

Pada tabel di atas, reaksi biuret menunjukkan hasil yang positif di mana larutan menjadi berwarna ungu. Hal ini didasarkan pada reaksi antara ion Cu2+ dan ikatan peptida dalam suasana basa. Warna kompleks ungu menunjukkan adanya protein. Ion Cu2+ dari pereaksi biuret dalam suasana basa akan bereaksi dengan polipeptida atau ikatan-ikatan peptida yang menyusun protein dan membentuk senyawa kompleks berwarna ungu. Reaksi ini positif terhadap dua buah ikatan peptida atau lebih, tetapi negatif untuk asam amino bebas (Sunarya et al., 2007).


(47)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Gambar 5. Reaksi Biuret

(diambil dari http://semuacoretankuliah.blogspot.co.id/2012/12/laporan-kimia-dasar-ii-ikatan-peptida.html#.VgIZ8bUXVps, tanggal 23 September 2015)

Reaksi molisch pada uji kualitatif ini digunakan untuk larutan protein majemuk yang mempunyai radikal prostetik karbohidrat, yaitu glikoprotein atau mukoprotein. Telah diketahui bahwa salah satu kandungan sarang burung walet adalah glikoprotein yang sangat tinggi, artinya sarang burung walet memiliki sifat-sifat protein serta karbohidrat (Ma dan Daicheng, 2012). Maka reaksi molisch dilakukan untuk uji protein yang mempunyai radikal prostetik karbohidrat.

Pada tabel 2 reaksi molisch menunjukan hasil yang positif dimana larutan membentuk warna violet. Hal ini dikarenakan, glikoprotein atau mukoprotein pada saat pencampuran secara hati-hati dengan larutan alfanaftol dalam alkohol dan asam sulfat pekat akan membentuk larutan berwarna violet. Pada proses ini, glikoprotein akan mengalami hidrolisis menjadi protein sederhana dan karbohidrat. Karbohidrat yang terbentuk dengan alfanaftol dalam alkohol dan asam sulfat pekat memberikan warna violet (Sumardjo, 2008).

Gambar 6. Reaksi Molisch


(48)

4.3 Pembuatan Krim Sarang Burung Walet

Tabel 3. Formulasi Krim Sarang Burung Walet

Nama Bahan Jumlah (Gram) Fungsi

Paraffin liquidum 2 Emollient

Asam stearat 1 Emulgator

Adeps lanae 0,3 Agen emulsifikasi

TEA 0,15 Emulgator

Nipagin 0,02 Pengawet

Nipasol 0,012 Pengawet

Ekstrak sarang burung walet

1 Zat Aktif

Aquadest add 10 Pelarut

Pembuatan krim sarang burung walet ini digunakan sebagai pembanding dengan sampel krim yang beredar di masyarakat. Basis yang digunakan adalah basis M/A. Hasil sediaan yang didapat dilihat organoleptis dan homogenitasnya. Uji organoleptis dimaksudkan untuk melihat tampilan fisik sediaan yang meliputi bentuk, warna dan bau. Berdasarkan hasil yang didapat bentuk sediaan berupa setengah padat, berbau khas dan berwarna abu-abu kecokelatan karena pengaruh ekstrak sarang walet yang berwarna abu-abu kecokelatan.

Uji homogenitas dilakukan secara visual dengan mengoleskan krim pada lempeng kaca transparan. Uji ini bertujuan untuk melihat dan mengetahui tercampurnya bahan-bahan sediaan krim. Hasil yang didapat adalah homogen atau fase terdispersi secara merata pada fase pendispernya, seperti yang digambarkan pada gambar dibawah ini.


(49)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 4.4 Ekstraksi Protein dari Sediaan Krim

Ekstraksi yang digunakan adalah ekstraksi cair-cair. Sebanyak 8 gram krim ditambahkan 1 ml HCl pekat yang bertujuan untuk memisahkan fase minyak dan air lalu dilakukan pengocokan untuk mempercepat proses pemisahannya. Kemudian dipindahkan ke corong pemisah dan di ekstraksi dengan kloroform 15 ml tiga kali pengulangan. Kloroform bersifat semipolar sedangkan minyak bersifat non polar. Namun minyak dapat larut dalam kloroform, sehingga minyak dapat ketarik oleh kloroform (FI ed.III, 1979).

Fase air di tuang dalam becker glass dan tambah 30 ml aseton yang bertujuan untuk mengendapkan protein lalu dilakukan pengocokan. Larutan dipindahkan dalam tube dan sentrifugasi selama 15 menit kecepatan 5000 rpm. Hal ini bertujuan untuk memisahkan partikel dalam campuran berdasarkan berat molekul partikel tersebut, sehingga partikel terakumulasi menjadi suatu endapan. Endapan diambil untuk proses analisis selanjutnya.

4.5 Uji Kualitatif Protein

Uji kualitatif ini bertujuan untuk mengetahui kandungan protein dalam endapan yang diperoleh pada poin 4.4. Hasil uji kualitatif dapat diihat pada tabel 4.

Dari tabel 4 hasil kualitatif reaksi biuret menunjukan bahwa krim pembanding dan krim dengan harga yang tinggi C1 positif mengandung protein, dimana larutan akan berwarna ungu. Sedangkan krim yang lainnya menunjukan hasil yang negatif karena larutan tidak berwarna ungu. Hal ini didasarkan pada reaksi antara ion Cu2+ dan ikatan peptida dalam suasana basa. Warna kompleks ungu menunjukan adanya protein. Ion Cu2+ dari pereaksi biuret dalam suasana basa akan bereaksi dengan polipeptida atau ikatan-ikatan peptida yang menyusun protein dan membentuk senyawa kompleks berwarna ungu (Sunarya et al., 2007).


(50)

Tabel 4. Hasil Uji Kualitatif Reaksi Biuret

Jenis Krim Hasil Gambar Keterangan

Krim Pembanding Positif, larutan berwarna ungu pekat

.

Mengandung protein

A1 dan A2 Negatif, larutan berwarna biru.

B1 dan B2

Negatif, larutan berwarna biru.

C1 dan C2

C1 positif, larutan berwarna ungu. C2 negatif, larutan berwarna biru bening

C1 mengandung protein

Keterangan: A1 dan A2 ialah krim dengan harga rendah B1 dan B2 ialah krim dengan harga sedang C1 dan C2 ialah krim dengan harga tinggi


(51)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 4.6 Analisis Protein dengan Metode SDS-PAGE

Profil protein hasil ekstraksi pada poin 4.4 dianalisis menggunakan SDS-PAGE. Prinsip dari SDS-PAGE adalah penambahan detergen anionik sodium dodecyl sulphate dan denaturasi dengan pemanasan yang dilanjutkan dengan pemisahan molekul protein berdasarkan perbedaan muatan dan berat molekulnya dengan metode elektroforesis menggunakan gel polyacrylamide yaitu separating gel dan stacking gel (Kurniati dan Wanadi, 2001). Pada proses persiapan sampel sebelum elektroforesis, sampel akan ditambahkan suatu buffer yang mengandung

buffer Tris-HCl, SDS 10%, gliserol, bromfenol blue, dan merkaptoetanol.

Ada dua bahan penting yang teradpat dalam buffer sampel yaitu β -merkaptoetanol dan Sodium Dodecyl Sulphate (SDS). Fungsi β-merkaptoetanol adalah agent pereduksi untuk memutuskan ikatan disulfida dari protein. Sedangkan fungsi SDS untuk membungkus rantai protein yang terikat dengan muatan negatif yang sama membentuk kompleks SDS-protein. Selain itu, perlu dilakukan pemanasan sampel pada suhu 85oC selama 4 menit untuk membantu mendenaturasi protein secara sempurna dan menghasilkan molekul linier yang akan bermigrasi berdasarkan bobot molekulnya (Yepyhardi, 2009; Wijaya dan Rohman, 2005). Sehingga molekul protein yang berukuran kecil akan bergerak lebih cepat melintasi gel, sedangkan molekul protein yang berukuran besar akan bergerak lebih lambat. Pada akhirnya protein dengan BM yang rendah akan mempunyai Rf (jarak tempuh) yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang berukuran lebih tinggi (Elfita, 2014).

Analisis protein dengan SDS-PAGE dilakukan dengan optimasi konsentrasi protein dari ekstrak yang bertujuan untuk menentukan konsentrasi yang bagus digunakan dalam proses analisis. Variasi konsentrasi yang digunakan diantaranya 5000 ppm, 500 ppm, dan 50 ppm dengan penimbangan ekstrak protein dari krim dalam keadaan basah. Konsentrasi gel akrilamid yang digunakan 12%. Hasil optimasi dapat dilihat pada gambar 8.

Dari hasil optimasi diperoleh kondisi optimal konsentrasi sampel yang digunakan ialah 5000 ppm, walaupun sampel krim pembanding memiliki pita yang tidak terlalu jelas. Sehingga kondisi ini sebagai acuan untuk meningkatkan konsentrasi sampel agar pita yang didapat jelas terlihat. Kemudian pada SDS


(52)

PAGE kondisi optimal diperoleh pada waktu running 65 menit dengan tegangan 200 V. Selanjutnya dilakukan perhitungan bobot molekul terhadap pita pemisahan protein dengan menghitung pemisahan pada protein marker sebagai regresi liniernya. Pada saat optimasi diperoleh 6 pita dengan bobot molekul.

Gambar 8. Hasil Optimasi Gel Elektroforesis

Keterangan: 1,2,3 dengan konsentrasi 5000 ppm, 4,5,6 dengan konsentrasi 500 ppm, dan 7,8 dengan konsentrasi 50 ppm. MP = marker protein; 1,4,7 = ekstrak

sarang burung walet; 2,5,8 = krim pembanding; 3,6 = sampel krim.

Elektroforesis dilakukan terhadap ekstrak protein sampel krim dengan ekstrak protein krim pembanding dan ekstrak sarang burung walet menggunakan standar berat molekul protein (marker protein) PageRuler Unstained Protein Ladder dari Thermo Scientific. Hasil SDS-PAGE menunjukan bahwa pita protein dari marker protein terlihat semuanya yaitu 13 pita protein. Analisis diawali dengan perhitungan regresi linier berdasarkan seri log bobot molekul pita pemisahan protein marker sebagai sumbu Y dan nilai Rf sebagai sumbu x seperti pada tabel 5.


(53)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

GGambar 9. Kurva Regresi LinierGel Tabel 5. Jarak Pita dan Log Berat Molekul Marker

No. Bm Log bm (y) Jarak (mm) Rf (x)

1 200 2,301 3,5 0,060

2 150 2,176 4,5 0,078

3 120 2,079 7,5 0,129

4 100 2 10 0,172

5 85 1,929 12 0,207

6 70 1,845 15 0,259

7 60 1,778 17,5 0,302

8 50 1,699 22 0,379

9 40 1,602 24,5 0,422

10 30 1,477 29,5 0,509

11 25 1,398 36 0,620

12 20 1,301 41,5 0,716

13 15 1,176 47,5 0,819

Hasil regresi linier diatas kemudian digunakan untuk menghitung bobot molekul pita pemisahan protein sarang burung walet seperti pada tabel 5.

y = -1,3931x + 2,2515 R² = 0,9721

0 0,5 1 1,5 2 2,5

0 0,2 0,4 0,6 0,8 1

L og B obot m ol ekul Nilai Rf


(54)

Tabel 6. Jarak Pita dan Berat Molekul Krim Sarang Burung Walet

No.

E. air SBW (mm)

KP (mm)

Krim harga rendah (mm)

Krim harga sedang (mm)

Krim harga

tinggi (mm) Bm (kDa)

A1 A2 B1 B2 C1 C2

1 5,5 5,5 - - - - 5,5 - 130,7296

2 8 8 - - - - 8 - 114,1799

3 - - - 13 - 87,1005

4 22 22 - - - 53,5053

5 26 26 - - - 43,0864

6 28 28 - - - 38,6646

7 46,5 46,5 - - - 14,2006

Gambar 10. Hasil Elektroforesis

Keterangan: MP= marker protein, E.SW= ekstrak sarang burung walet, KP= Krim pembanding, A1 dan A2= krim harga rendah, B1 dan B2= krim harga

sedang,C1 dan C2= krim harga tinggi.

Berdasarkan hasil elektroforesis, ekstrak protein sarang burung walet menunjukan pemisahan sebanyak enam pita protein sama dengan ektrak protein dari krim pembanding. Pita-pita protein yang tampak memiliki berat molekul sebesar 130,7296 kDa, 114,1799 kDa, 53,5053 kDa, 43,0864 kDa, 38,6646 kDa, dan 14,2006 kDa. Untuk ekstrak protein dari krim sampel hanya tampak pada C1 yaitu krim dengan harga yang tinggi sebanyak tiga pita protein. Pita-pita protein


(55)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang tampak memiliki berat molekul 130,7296 kDa, 114,1799 kDa, dan 87,1005 kDa, sedangkan sampel krim yang lain tidak tampak pita proteinnya.

Hasil analisis profil protein dengan menggunakan SDS-PAGE ini menunjukan kesamaan berat molekul protein yang muncul antara sampel C1 dengan krim pembanding yaitu pada berat molekul 130,7296 kDa dan 114,1799 kDa. Namun, terdapat perbedaan jumlah pita protein yang muncul antara krim pembanding dengan sampel krim C1. Krim pembanding berjumlah 6 pita protein sedangkan krim C1 berjumlah 3 pita protein. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh perbedaan cara preparasi ekstrak sarang burung walet yang dilakukaan dan perbedaan daerah asal.

Penelitian Liu et al. pada tahun 2012 menunjukan bahwa protein dari sarang burung walet yang berasal dari Malaysia, Thailand, Indonesia, dan Vietnam memiliki berat molekul berkisar antara 128 kDa – 20 kDa. Preparasi dilakukan dengan pemisahan protein berdasarkan titik isoelektrik protein dengan metode Liquid-phase Isoelectric Focusing (LIEF) setelah sampel dikeringkan dengan metode freeze dry dan dianalisis dengan elektroforesis dua dimensi. Pada penelitian Elfita tahun 2013 menunjukan bahwa sarang burung walet yang berasal dari Painan, Sumatera Barat, memiliki protein dengan berat molekul 147,2 kDa, 142,4 kDa, 133,4 kDa, 73,3 kDa, 66,2 kDa, dan 37,7 kDa. Pada saat ekstraksi menggunakan membran dialisis 3500 cutoff molecular weight sebelum dikeringkan dengan metode pengeringan freeze dry. Terdapat beberapa persamaan pita protein yang muncul antara penelitian yang dilakaukan Liu et al. dan Elfita yaitu munculnya pita protein diantara 150 kDa – 100 kDa, 70 kDa – 50 kDa, dan 40 kDa – 30 kDa. Hal ini menjadi acuan bahwa pemisahan pita protein sarang burung walet berada dikisaran 150 kDa – 100 kDa, 70 kDa – 50 kDa, dan 40 kDa – 30 kDa. Namun, sampel C1 tidak menunjukan pita protein antara 70 kDa – 50 kDa dan 40 kDa – 30 kDa. Sehingga sampel C1 diduga mengandung sarang burung walet. Dilihat dari tabel 7.


(56)

Tabel 7. Hasil SDS-PAGE Sarang Burung Walet Penelitian Elfita dan Liuet al.

Penelitian Elfita tahun 2013 Penelitian Liuet al. tahun 2012

MP 1 2

Keterangan: MP = marker protein, 1 dan 2 = ekstrak sarang burung walet.

Menggunakan 10 fraksi yang dipisahkan dengan metode LIEF serta pH yang bervariasi antara 2 – 10.

Sampel yang lain menunjukan hasil negatif, dimana hasil elektroforesis dari SDS-PAGE tidak menunjukan pemisahan pita protein. Hal ini disebabkan krim sampel tidak mengandung ekstrak sarang burung walet. Visualisasi pita protein menggunakan coomassie brilliant blue bisa mendeteksi protein dengan kadar 8-10 ng protein/pita (dalam artikel Gbiosciences, 2012). Kalaupun dalam sampel krim mengandung ekstrak sarang burung walet, itu memungkinkan dalam kadar yang sangat kecil. Dengan kadarnya yang sangat kecil kemungkinan protein yang didapat pada proses ekstraksi protein dari sediaan krim tidak maksimal. Untuk kadar protein yang sangat kecil bisa dilakukan pewarna silver staining. Dalam artikel yang diterbitkan oleh Thermo Fisher Scientific pewarna silver staining bisa mendeteksi protein kurang dari 0,5 nanogram protein.


(57)

41 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Metode SDS-PAGE dapat digunakan untuk proses autentikasi krim sarang burung walet dengan membandingkan pita protein krim pembanding dan sampel krim.

2. Pemisahan pita protein ekstrak sarang burung walet dan krim pembanding memperlihatkan enam pita protein dengan bobot molekul masing-masing sebesar 130,7296 kDa, 114,1799 kDa, 53,5053 kDa, 43,0864 kDa, 38,6646 kDa, dan 14,2006 kDa. Sedangkan dari sampel krim hanya krim C1 yang memperlihatkan adanya pemisahan pita protein. Terdapat 3 pita yang muncul dengan bobot molekul sebesar 130,7296 kDa, 114,1799 kDa, dan 87,1005 kDa.

3. Dengan membandingkan pola pemisahan pita protein diperoleh bahwa sampel krim C1 diduga mengandung ekstrak sarang burung walet. Sedangkan sampel krim A1, A2, B1, B2, dan C2 tidak memperlihatkan adanya pemisahan pita protein.

5.2 Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terkait metode yang digunakan untuk autentikasi krim sarang burung walet.

2. Perlu dilakukan optimasi proses ekstraksi protein dari sediaan krim. 3. Perlu adanya marker protein dari sarang burung walet untuk proses


(58)

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Kadir, F. 2011. Good Animal Husbandry Practice for Edible-Nest Swiftlets Aerodermus Species Ranching and Its Premise. Ministry of Agriculture Malaysia, Putrajaya, Malaysia.

Abidin, F.Z., Hui, C.K., Luan, N.S., ramli, E.S.M., Hum, L.T., and ghafar, N.A. 2011. Effects of Edible Birds Nest (EBN) on Cultured Rabbit Coneal Keratocytes.BMC Complementary and Alternative Medicine. 11: 94.

Anam, K. 2009. SDS-PAGE dengan Silver Staining dan Zimogram. Bioteknologi SekolahPascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Ansel, Howard. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Ed.IV. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia (UI Press).

Arsih, Metharezqi S. 2014. Analisis Profil Protein dan Asam Amino Sarang Burung Walet Putih (Collocalia fuciphaga) dengan Menggunakan SDS-PAGE dan KCKT. Digital Library Perpusatakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Aswir, A.R. dan Wan Nazaimoon WM,. 2011. Effect of Edible Bird’s Nest on Cell Proliferation and Tumor Necrosis Factor-alpha (TNF-a) Release In Vitro. International Food Research Journal 18(3): 1123-1127.

Auterhoff, Harry. 2002. Identifikasi Obat, terbitan ke-5, diterjemahkan oleh N.C. Sugiarso. Penerbit ITB: Bandung.

Badan POM RI. 2007. Kenalilah Kosmetika Anda, Sebelum Menggunakannya. In:

Info POM, Vol.VII1 No.4. Edisi Juli 2007. Jakarta. Available from:http://BPOM.org/index5.php?option=com_content&do=1&id=23[ Accessed : 11 April 2010].

Budianto, A. K. 2009. Dasar-Dasar Ilmu Gizi. Cetakan ke-IV. UMM Press: Malang.

Buletin Konservasi Biodiversitas Raja Edisi 4 Oktober 2012. Universitas Negeri Papua.

Chan, S.W. 2010. Review of Scientific Research on Edible Bird’s Nest. Department of Applied Biology and Chemical Technology The Hong Kong Polytechnic University. Hong Kong, Hal: 1-5.


(59)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Chau, Q., S.B. Cantor, E. Caramel, M. Hicks, D. Kurtin, T. Grover dan L.S. Elting. 2003. Cost Effectiveness of The Bird‟s Nest Filter for Preventing Pulmonary Embolism among Patients with Malignant Brain Tumors andDeep Venous Thrombosis of The Lower Extremities. Support Care Cancer, 11: 795-799.

Cohen, S. 1993. Nobel lecture 1986.Epidermal Growth Factor. In: Physiology or Medicine 1981-1990: Nobel Lectures, Including Presentation Speeches and Laureates’ Biographies. T. Frangsmyr and J. Lindsten (eds).World Scientific Pub Co Inc (May 1993) : 333-345.

Colombo, J.P., Garcia-Rodenas, C., Guesry, P.R., and Rey, J. 2003.Potential Effects of Supplementation with Amino Acids, Choline or Sialic Acid on Cognitive Development in Young Infants. Acta Pediatr. Suppl, 46: 92.

Damian, Sumardjo. 2008. Pengantar kimia: Buku Panduan Kuliah Mahasiswa

Kedokteran dan Program Strata 1 Fakultas Bioeksakta. ECG:Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia ed IV.

Dhawan, S. dan Kuhad, R.C. 2002. Effect of Amino Acids and Vitamins onLaccase

Production by The Bird’s Nest Fungus Cyathus bulleri. Bioresource

Technology. 84:35-38.

Dzatir R.S. 2013. Formulasi Krim Sarang Burung Walet Putih (Aerodramus fuciphagus) dengan Basis Tipe A/M Sebagai Pencerah Kulit Wajah.

Naskah Publikasi, Portal Jurnal Ilmiah Universitas Tanjungpura. Dwikarya M. 2003.Merawat Kulit dan Wajah. Jakarta : PT Kawan Pustaka. Elfita, Lina. 2014. Analisis Profil Protein dan Asam Amino Sarang Burung Walet

(Collocalia fuchiphaga) Asal Painan.Valensi Vol. 4 No. 1, (61-69).

Ellya, Eva sibagariang. 2010. Gizi dalam Kesehatan Reproduksi Cetakan Pertama. Jakarta: TIM.

Hames, B.D. 1998. Gel Electrophoresis of Proteins. Oxford Universoty Press. New York.

Hartanti, Lanny dan Setiawan, H. K. 2009. Inhibitory Potential Of Some Synthetic Cinnamic Acid Derivatives Towards Tyrosinase Enzyme.Indo.


(60)

Irma. 2014. Pemberian Krim Ekstrak Sarang Walet 10% Meningkatkan Eppitalisasi pada Penyembuhan Luka Kulit Mencit (Mus Musculus).

James, A.J., 2009. Skin Lightening and Depigmenting Agents, Available from:http://emedicine.com/Dermatology/cosmetics. [Accesed 12 April 2010].

Kathan, R.I.I., and weeks, D.I. 1969. Structure Studies of Collocalia mucoid I, Carbohydrate and Amino Acid Composition. Arch. Biochem. Biphys., 134: 572-576.

Kurniati, Vita., Wanandi, S.I. (2001). Biokimia Eksperimen Laboratorium. Jakarta : Widya Medika.

Kong, Y.C., Keung, W.M., Yip, T.T., Ko, K.M., Tsao, S.W., Ng, M.H. 1987.Evidence that epidermal growth factor is present in swiflet’s (Collocalia) nest. Comparative Biochemistry and Phisiology 87 : 221-226.

Lau, A.S.M. dan Melville, D.S. 1994. International Trade in Swiflet Nests with Special Reference to Hong Kong. TRAFFIC International. Cambridge.

Liu, Xiaoqing, dkk. 2012. Proteomic Profile of Edible Bird’s Nest Proteins.

Journal of Agricultural and Food Chemistry. 60, 12477-12481.

Ma, Fucui., Daicheng Liu. 2012. Sketch of the edible bird’s nest and its importantbioactivities. Elsevier: China

Marcone, M.F. 2005.Characterization of the Edible Bird’s the “Caviar of the East”.Food Res Int., 38: 1125 – 1134.

Marni S., et al. 2014. Preliminary Study on free Sialic Acid Content of Edible Bird Nest from Hohor and Kelantan. Malaysia Journal of Veterinary Research Vol. 5 No. 1: 9-14.

Matsukawa N, Matsumoto M, Bukawa W, Chiji H, Nakayama K, Hara H, Tsukahara T. 2011. Improvement of Bone Strength and Dermal Thickness Due to Dietary Edible Bird’s Nest Extract in Ovariectomized Rats. Bioscience, Biotechnology, and Biochemistry. 75 (3): 590-2.


(1)

Pembuatan Separating Gel 12%

Larutan separating gel dibuat dengan cara 2 mL larutan stok akrilamid 30% ditambahkan dengan 1,25 mL separating gel buffer (1,5 M Tris HCl pH 8,8), 1,7 mL aquabidest, 50 u l SDS 10%, 50 ul Ammonium Per Sulfate (APS) 10%, 3 ul TEMED.

Pembuatan Stacking Gel 4%

Larutan stacking gel dibuat dengan cara 1,4 mL aquabidest, ditambah 0,33 ml larutan stok akrilamid 30% ditambahkan dengan 0,25 mL

stacking gel buffer (1,5 M Tris HCl pH 6,8), 20 ul SDS 10%, 20 ul


(2)

Lampiran 9. Data Terkait Analisis Profil Protein dengan SDS-PAGE 1. Gambar Katalog PageRuler Unstained Protein Ladderdari Thermo

Scientific.

2. Perhitungan Berat Molekul Protein

No. Bm Log bm (y) Jarak (mm) Rf (x)

1 200 2,301 3,5 0,060

2 150 2,176 4,5 0,078

3 120 2,079 7,5 0,129

4 100 2 10 0,172

5 85 1,929 12 0,207

6 70 1,845 15 0,259

7 60 1,778 17,5 0,302

8 50 1,699 22 0,379

9 40 1,602 24,5 0,422

10 30 1,477 29,5 0,509

11 25 1,398 36 0,620

12 20 1,301 41,5 0,716

13 15 1,176 47,5 0,819


(3)

No. E. air SBW (mm) KP (mm) Krim harga rendah (mm) Krim harga sedang (mm) Krim harga

tinggi (mm) Bm (kDa)

A1 A2 B1 B2 C1 C2

1 5,5 5,5 - - - - 5,5 - 130,7296

2 8 8 - - - - 8 - 114,1799

3 - - - 13 - 87,1005

4 22 22 - - - 53,5053

5 26 26 - - - 43,0864

6 28 28 - - - 38,6646

7 46,5 46,5 - - - 14,2006

1. Rf = 0,0948

Y = -1,3931x + 2,2515

= (-1,3931*0,0948) + 2,2515 = 2,1163

antilog 2,1163 = 130,7296

2. Rf = 0,1379

Y = -1,3931x + 2,2515

y = -1,3931x + 2,2515 R² = 0,9721

0 0,5 1 1,5 2 2,5

0 0,2 0,4 0,6 0,8 1

L og B obot m ol ekul Nilai Rf


(4)

= (-1,3931*0,1379) + 2,2515 = 2,0575

antilog 2,0575= 114,1799

3. Rf = 0,2241

Y = -1,3931x + 2,2515

= (-1,3931*0,2241) + 2,2515 = 1,9400

antilog 1,9400= 87,1005

4. Rf = 0,3793

Y = -1,3931x + 2,2515

= (-1,3931*0,3793) + 2,2515 = 1,7283

antilog 1,7283= 53,5053

5. Rf = 0,4482

Y = -1,3931x + 2,2515

= (-1,3931*0,4482) + 2,2515 = 1,6343

antilog 1,6343= 43,0864

6. Rf = 0,4827

Y = -1,3931x + 2,2515

= (-1,3931*0,4827) + 2,2515 = 1,5873

antilog 1,5873= 38,6646

7. Rf = 0,8017

Y = -1,3931x + 2,2515

= (-1,3931*0,8017) + 2,2515 = 1,1523


(5)

Lampiran 10. Alat dan Bahan Penelitian

Stand up stirrer Sonikator

Freeze dry

Wadah Elektroforesis

Corong Pisah

Adapter elektroforesis

Tube


(6)

Cetakan Gel

Sampel Krim

Running buffer, aquabidest, sample buffer