Proses pembuatan produk emulsi kaya β-karoten dari minyak sawit merah dengan high pressure homogonizer

(1)

PROSES PEMBUATAN PRODUK EMULSI KAYA

β

-KAROTEN DARI

MINYAK SAWIT MERAH DENGAN HIGH PRESSURE HOMOGONIZER

SKRIPSI

DEDI ARYANTO

F24061572

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(2)

PROCESS OF EMULSION PRODUCT MAKING WHICH RICH IN β-CAROTENE FROM RED PALM OIL WITH HIGH PRESSURE HOMOGENIZER

Dedi Aryanto1, Adil Basuki Ahza1, and Eko Hari Purnomo1

1

Departmen of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, Kampus IPB Dramaga, PO. Box 220. Bogor 16002, Indonesia.

ABSTRACT

Research on emulsion making from red palm oil was undertaken by optimizing the mixing process and pressure homogenization. Objective of this research was to find a best processing condition in the emulsion product making. The stages of emulsion making consisted of mixing process, homogenization process, and product analyses. The mixing process conditions were (a). mixer's speed, i.e., 2499.0, 2646.0, 2853.0 and 3167.0 rpm; (b). mixing time, i.e., 1.0, 2.0, and 3.0 minutes. The single stage homogenization pressures were 100, 150, 200, and 250 bar. Pressure studied in the double stage homogenization were 40, 60, and 80 bar. Quality of the emulsion drink was measured by carotene content, fluid flow characteristic, viscosity, and proximate analysis. Result indicated that the best emulsion product was resulted from a combination of 3167 rpm and 3 minutes mixing process. Further homogenization process found that a double stage homogenization with 250 bar in first stage and 80 bar in second stage resulted best in the quality emulsion. This best emulsion was characterized

by the best value of emulsion stability and droplet diameter size. This product was rich in ȕ-carotene.

Key words : red palm-oil, emulsion product, and homogenizer pressure

DEDI ARYANTO. F24061572. Proses Pembuatan Produk Emulsi Kaya β-Karoten dari Minyak Sawit Merah dengan High Pressure Homogonizer. Di bawah bimbingan Adil Basuki Ahza dan Eko Hari Purnonmo. 2011


(3)

RINGKASAN

Untuk meningkatkan nilai tambah minyak sawit merah dan memanfaatkan produksinya yang tinggi, salah satu upaya yang dilakukan adalah membuat produk minuman emulsi. Penelitian minuman emulsi kaya β-karoten dari minyak sawit merah telah dilakukan dengan menggunakan homogenizer jenis Ultra-Turax sebagai alat untuk proses homogenisasi. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan alat homogenizer yang berbeda agar didapatkan proses homogenisasi yang lebih optimum. Salah satu alat homogenizer yang bisa diaplikasikan ke dalam pembuatan minuman emulsi ini adalah high pressure homogenizer.

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh kondisi proses pembuatan minuman emulsi dari minyak sawit merah kaya β-karoten dengan menggunakan alat high pressure homogenizer. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2010 hingga Oktober 2010 di PT Indolakto, laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB, PT Mane Indonesia, dan laboratorium Seafast Center.

Penelitian ini dibagi menjadi tiga tahap yakni penelitian pendahuluan dan penelitian utama, dan analisis produk akhir. Penelitian pendahuluan berupa proses pencampuran awal dengan kecepatan pencampuran yang dipakai yakni 2499.0 rpm, 2646.0 rpm, 2843.0 rpm, dan 3167.0 rpm, sedangkan lama proses pencampuran yang dipakai adalah 1.0 menit, 2.0 menit, dan 3.0 menit. Penelitian utama berupa proses homogenisasi dengan memakai alat high pressure homogenizer dengan homogenisasi satu tahap dan dua tahap. Pengukuran kestabilan produk emulsi menggunakan dua metode yakni modifikasi metode Yasumatsu et al. 1972 dan metode Malvern dengan alat Mastersizer 2000. Analisis produk akhir berupa analisis total karoten, karakteristik sifat fluida dan viskositas produk, serta uji proksimat.

Parameter pengamatan yang digunakan pada optimasi pencampuran awal adalah persentase volume pemisahan air terhadap volume total produk pencampuran. Semakin kecil persentase pemisahan air maka semakin baik pencampuran yang terjadi sehingga semakin baik pula hasil produk yang didapat. Pada pencampuran awal yang dilakukan, waktu proses pencampuran yang menghasilkan persentase pemisahan air yang terkecil hingga terbesar berturut-turut yakni 3 menit, 2 menit, dan 1 menit. Hal ini menunjukkan kecenderungan bahwa semakin lama waktu pencampuran pada kecepatan pencampuran yang sama menghasilkan persentase pemisahan air yang lebih kecil. Kecepatan proses pencampuran yang menghasilkan persentase pemisahan air terkecil hingga terbesar pada waktu pengamatan yang sama serta lama proses pencampuran yang sama berturut-turut dari terkecil hingga terbesar yakni kecepatan 3167.0 rpm, 2843.0 rpm, 2646.0 rpm, dan 2499.0 rpm. Hal ini menunjukkan kecenderungan bahwa semakin besar kecepatan pencampuran menghasilkan persentase pemisahan air yang semakin kecil. Pada proses pencampuran awal diperoleh bahwa kecepatan proses pencampuran 3167.0 rpm selama 3.0 menit menghasilkan produk yang paling baik yang akan digunakan pada penelitian utama.

Dari proses homogenisasi satu tahap, tekanan 100 bar menghasilkan stabilitas emulsi sebesar (92.00 ± 0.00)%, tekanan 150 bar menghasilkan (93.75 ± 1.06)%, tekanan 200 bar menghasilkan (95.50 ± 0.71)%, serta tekanan 250 bar menghasilkan stabilitas emulsi sebesar (96.50 ± 0.35)%. Tekanan 100 bar menghasilkan ukuran droplet emulsi [d3,2] sebesar (1.61 ± 0.05) µm, tekanan 150 bar

menghasilkan ukuran droplet sebesar (1.55 ± 0.06)µm, tekanan 200 bar menghasilkan ukuran droplet sebesar (1.50 ± 0.01)µm, dan tekanan 250 bar menghasilkan ukuran droplet sebesar (1.44 ± 0.00)µm. Tekanan 100 bar menghasilkan ukuran droplet emulsi [d4,3] sebesar (2.65 ± 0.45)µm, tekanan 150 bar

menghasilkan ukuran droplet sebesar (2.24 ± 0.04)µm, tekanan 200 bar menghasilkan ukuran droplet sebesar (2.18 ± 0.01)µm, dan tekanan 250 bar menghasilkan ukuran droplet sebesar (2.01 ± 0.04)µm. Data pada proses homogenisasi satu tahap menunjukkan kecenderungan stabilitas emulsi yang semakin besar dan ukuran droplet emulsi yang semakin kecil dengan meningkatnya tekanan homogenisasi. Dari tahap ini diputuskan untuk memakai tekanan 250 bar sebagai tekanan yang paling baikl untuk dipakai ke tahap penelitian selanjutnya yakni homogenisasi tahap dua tahap.

Di dalam high pressure homogenizer ini, energi input ditingkatkan melalui peningkatan tekanan homogenisasi atau resirkulasi emulsi melalui alat (McClements 2004). Hal ini berarti semakin besar tekanan homogenisasi yang diberikan akan menghasilkan energi pada alat yang semakin besar dalam menghancurkan droplet emulsi menjadi lebih kecil. Peningkatan tekanan akan memperkecil ukuran droplet emulsi yang dihasilkan lalu meningkatkan umur simpan produk dengan memperlambat


(4)

creaming (Heffernan et.al 2009). Meningkatnya umur simpan produk ini berkorelasi dengan produk emulsi yang semakin stabil.

Dari proses homogenisasi dua tahap, tekanan 40 bar menghasilkan (95.50 ± 0.35)%, tekanan 60 bar menghasilkan (95.67 ± 0.00)%, serta tekanan 80 bar menghasilkan stabilitas emulsi sebesar (96.75 ± 0.35)%. Tekanan 40 bar menghasilkan ukuran droplet emulsi [d3,2] sebesar (1.33 ± 0.03) µm,

tekanan 60 bar menghasilkan ukuran droplet sebesar (1.17 ± 0.10)µm, dan tekanan 80 bar menghasilkan ukuran droplet sebesar (1.18 ± 0.10)µm. Tekanan 40 bar menghasilkan ukuran droplet emulsi [d4,3] sebesar (1.71 ± 0.03)µm, tekanan 60 bar menghasilkan ukuran droplet sebesar (1.53 ±

0.12)µm, dan tekanan 80 bar menghasilkan ukuran droplet sebesar (1.53 ± 0.11)µm. Dari data tersebut menunjukkan bahwa tekanan 60 bar sudah cukup menghasilkan produk emulsi yang lebih stabil.

Pengecilan ukuran droplet ini hanya dapat mengecil hingga tekanan 60 bar pada homogenisasi tahap kedua. Tekanan homogenisasi tahap kedua sebesar 80 bar ternyata menghasilkan ukuran diameter droplet yang besarnya relatif sama dengan ukuran diameter droplet pada tekanan 60 bar pada homogenisasi tahap kedua.

McClements (2004) menyatakan di bawah kondisi homogenisasi yang diberikan (besar energi, komposisi emulsi, suhu), ada ukuran tertentu dimana droplet emulsi tidak dapat diperkecil dengan homogenisasi yang berulang sehingga sistem homogenisasi tidak akan menjadi efektif. Faktor lain yang menyebabkan ketidakefektifan proses pada energi yang semakin besar adalah keefektifan emulsifier berkurang dengan panas yang berlebihan atau rusak pada tekanan yang tinggi. Floury et al. (2000) juga menjelaskan bahwa pada tekanan, shear, dan suhu yang tinggi dapat merusak beberapa unsur dan karakter emulsi pangan.

Dari tahap homogenisasi dengan alat high pressure homogenizer ini, dapat dikatakan tekanan homogenisasi dua tahap dengan tekanan 250 bar pada homogenisasi tahap pertama serta tekanan 60 bar pada tahap kedua merupakan tekanan yang optimal pada produk emulsi ini. Hal ini dikarenakan tekanan ini menghasikan produk emulsi yang paling stabil.

Produk emulsi yang dianalsis memiliki ciri yakni kaya β-karoten (vitamin A) yang memenuhi 23.11 % AKG vitamin A untuk pria dewasa serta 27.73 % AKG vitamin A untuk wanita dewasa untuk produk sebesar 10 g per takaran saji, kandungan karoten sebesar (152.92 ± 0.56) ppm, viskositas sebesar 0.029 Pa.s dengan memiliki sifat aliran fluida Newtonian. Produk ini mengandung kadar lemak sebesar 60.15%, kadar air 34.47%, kadar karbohidrat 5.25%, kadar protein 0.11%, dan kadar abu sebesar 0.02%.


(5)

i

PROSES PEMBUATAN PRODUK EMULSI KAYA

β

-KAROTEN DARI

MINYAK SAWIT MERAH DENGAN HIGH PRESSURE HOMOGONIZER

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,

Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Oleh

DEDI ARYANTO

F24061572

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(6)

ii Judul : Proses Pembuatan Produk Emulsi Kaya β-Karoten Dari Minyak Sawit Merah Dengan High

Pressure Homogenizer Nama : Dedi Aryanto

NIM : F24061572

Menyetujui,

Dosen Pembimbing I

Dr. Ir. Adil Basuki Ahza, MS NIP. 19521021.197903.1.001

Dosen Pembimbing II

Dr. Eko Hari Purnomo, STP, M.Sc NIP. 19760412.199903.1.004

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pertanian

Dr. Ir. Dahrul Syah NIP. 19650814.199022.1.001


(7)

iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Proses Pembuatan Produk Emulsi Kaya β-Karoten Dari Minyak Sawit Merah Dengan High Pressure Homogenizer adalah hasil karya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Januari 2011 Yang membuat pernyataan

Dedi Aryanto


(8)

iv

BIODATA PENULIS

Penulis lahir di Tegal pada tanggal 17 Juni 1988. Penulis adalah anak tersayang dan tercinta dari pasangan Bapak Tantoyo dan Ibu Wapi Triana. Kedua orang tua penulis bekerja sebagai pedagang cabai di pasar tradisional di Tegal. Penulis menempuh pendidikan secara formal di salah satu TPA di Tegal, SD N Debong Tengah 3 Tegal (1994-2000), SMP N 2 Tegal (2000-2003), SMA N 1 Tegal (2003-2006), serta Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB (2006-2010) melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru). Selama di IPB, secara formal penulis pernah diamanahkan sebagai pengurus di Dewan Perwakilan Mahasiswa TPB IPB (2006-2007), Koran Kampus IPB (2006-2008), Ikatan Mahasiswa Tegal IPB (2006-2008), Himpunan Ilmu dan Teknologi Pangan IPB (2007-2009), Rohis ITP43 (2007-2010), Perhimpunan Mahasiswa Peduli Balumbang Jaya (2010-2011), dan Rumah Zakat wilayah Bogor (2010). Penulis juga ikut serta aktif dalam kepanitiaan diantaranya yakni PLASMA (Pelatihan Sisetem Manajemen Pangan Halal), HACCP, Techno F, BAUR, Pelepasan Wisuda, Penyuluhan Keamanan Pangan, dan Open House mahasiswa baru. Penulis pernah bekerja sebagai asisten praktikum Kimia TPB (2007), asisten praktikum Teknologi Pengolahan Pangan (2009-2010), direktur Red Itachi Corporation (2009-2010), pengajar lepas di Perfect Choice (2009-2010), serta pengajar BTQ (Baca Tulis Qur’an) di SMA/SMP Pembangunan Bogor (2010). Selama di IPB, penulis pernah mendapatkan beasiswa dari Tanoto Foundation (2007-2010). Penulis juga sering mengikuti berbagai perlombaan karya tulis ilmiah khususnya pada bidang teknologi pangan, di antaranya yakni PKM (Program Kreativitas Mahasiswa) dari Dikti dan DSDC (Developing Solutions for Developing Countries Competition) dari IFT (International of Food Techonologist). Penulis memperoleh gelar sarjana dengan melakukan penelitian yang berjudul Proses Pembuatan Minuman Emulsi Kaya β-Karoten Dari Minyak Sawit Merah Dengan High Pressure Homogenizer. Penelitian ini dibiayai oleh Dikti melalui kontrak kerja nomor 361.17/13.11/PL/2009


(9)

v

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin, segala puji hanya bagi Allah ’azza wa jalla yang merupakan Tuhan semesta alam. Hanya kepada Allah kita menyembah dan memohon pertolongan. Dengan kehendak Allah Yang Maha Pemberi, penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Sholawat dan salam marilah kita panjatkan kepada uswatun hasanah kita yakni Muhammad rosullulloh a’laihi wassalam, manusia pilihan yang menyampaikan risalah din Islam yang sempurna bagi umat semesta alam. Semoga kita adalah termasuk salah satu umatnya dan tetap menjaga nilai-nilai Islam di segala aspek kehidupan hingga akhir hayat nanti.

Skripsi berjudul ”Proses Pembuatan Produk Emulsi Kaya β-Karoten dari Minyak Sawit Merah dengan High Pressure Homogenizer” ini bertujuan untuk memperoleh kondisi proses pembuatan yang optimum pada minuman emulsi dari minyak sawit merah kaya β-karoten dengan menggunakan alat pressure homogenizer, serta sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Ucapan syukur alhamdulillahirobil’alamin penulis sampaikan kepada Allah Ta’ala dan berbagai pihak yang telah membantu dalam penyelasian skripsi ini yakni

1. Orang tua dan keluarga besar tercinta yang telah memberi dukungan sehingga penulis bisa bersekolah hingga kuliah ini dan yang terpenting yakni telah menjalankan amanah dengan baik dengan kasih sayang sepenuhnya kepada penulis untuk menjadi manusia yang bermanfaat.

2. Bapak Dr. Ir. Adil Basuki Ahza, M.S.dan Bapak Dr. Eko Hari Purnomo, STP, M.Sc sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dengan penuh perhatian dan kesabaran dalam penyelasaian skripsi ini.

3. Bapak Dr. Ir. Sugiyono, M.App.Sc. yang telah mempercayakan kepada penulis untuk melaksanakan salah satu proyek penelitian yang berasal dari Dikti. Beliau juga merupakan dosen penguji skripsi penulis.

4. Ibu Didah dan Bapak Sunar yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan kepada penulis dalam melaksanakan penelitian.

5. Dosen-dosen di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB yang telah mendidik penulis untuk menjadi mahasiswa yang kaya pengetahuan di bidang teknologi pangan.

6. Kepada PT Indolakto, Cicurug Sukabumi diantaranya yakni Bapak Toto dan Bapak Dian yang telah mempercayakan dan memberi kesempatan pada penulis untuk melaksanakan penelitan di sana, khususnya telah mempercayakan penulis untuk memakai alat high pressure homogenizer.

7. Kepada PT Mane Indonesia diantaranya yakni Ibu Tia dan Ibu Vivi yang telah memberikan kesempatan pada penulis memakai alat Mastersizer 2000 dalam penelitian.

8. Kepada teknisi di di laborotarium ITP diantaranya Bapak Sobirin, Pak Wahid, dan Pak Rojak, serta teknisi laboratorium di Seafast diantaranya Bapak Abah, Bapak Deni, Bapak Jun, dan Bu Ari yang telah membantu penulis selama di laboratium.

9. Saudara seperjuangan di ITP yang penulis cintai karena Allah yakni Akh Syaiful Hadi, Anis Zamaluddien, dan Akh Rachmat Widyanto yang telah bersedia menjadi bagian penting dalam mengarungi ombak akademik di ITP.

10. Saudara penulis yang telah membawa ke dalam tarbiyah Islamiah diantaranya yakni Akh Hakim, Akh Setyobudi, dan Akh Hasan.

11. Saudara-saudari penulis di Ikatan Mahasiswa Tegal IPB, Himitepa, Koran Kampus, DPM TPB, Forum Bina Islami Fateta, Perhimpunan Mahasiswa Peduli Balumbang Jaya, Rohis ITP43, dan Red


(10)

vi Itachi Corporation yang telah menempa penulis menjadi manusia yang lebih dewasa. Insya Allah kita akan bertemu lagi di Jannah-Nya kelak.

12. Saudara ku di kosan Pondok Al Izzah A dan Kahfi 43 yang menjadi bagian tidak terlupakan dari penulis.

13. Saudara saudari mahasiswa di Departemen ITP, Fateta, dan IPB yang membuat penulis mempunyai banyak sahabat dan saling berbagi ilmu.

14. Para aktifis-aktifis dakwah di ITP, Fateta dan IPB yang membuat penulis menjadi kokoh dan tegar dalam berdakwah.

15. Kepada berbagai pihak lain yang tidak bisa penulis sebutkan semua yang telah telah membantu memberi dukungan dalam penyelasaian skripsi ini.

Semoga Allah Ta’ala memberikan balasan pahala kebaikan kepada semua pihak yang telah memberi dukungan dan bantuan dalam penyelesaian skripsi ini.

Sesungguhnya apa yang ada di skripsi ini hanyalah sebuah karya kecil yang membutuhkan kritik dan saran pembaca agar tercipta skripsi yang semakin baik lagi dengan terciptanya penemuan-penemuan dan kebenaran-kebenaran baru. Penulis mohon maaf bila masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam skripsi ini. Sesungguhnya kebenaran hanyalah milik Allah Yang Maha Kuasa dan kesalahan hanya ada pada diri saya selaku manusia biasa yang tak luput dari salah. Semoga skripsi ini salah satu referensi yang bermanfaat bagi para pembaca.

Bogor, Januari 2011


(11)

vii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

I. PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG ... 1

B. TUJUAN PENELITIAN ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

A. MINYAK SAWIT ... 3

B. MINYAK SAWIT MERAH ... 5

C. KAROTENOID ... 6

D. EMULSI ... 8

E. HOMOGENISASI ... 11

F. HIGH SPEED MIXER ... 12

G. HIGH PRESSURE HOMOGENIZER ... 13

H. PRODUK EMULSI ... 15

III. METODE PENELITIAN ... 16

A. WAKTU DAN TEMPAT ... 16

B. ALAT DAN BAHAN ... 16

C. METODE PENELITIAN ... 16

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 22

A. PENELITIAN PENDAHULUAN (PROSES PENCAMPURAN AWAL) ... 22

B. PENELITIAN UTAMA (OPTIMASI PROSES HOMOGENISASI) ... 23

1. Homogenisasi satu tahap ... 23

2. Homogenisasi dua tahap ... 26

C. ANALISIS PRODUK AKHIR ... 28

1. Total Karoten ... 28

2. Karakteristik Sifat Aliran Fluida dan Viskositas Produk ... 29

3. Uji Proksimat ... 30


(12)

viii

A. KESIMPULAN ... 32

B. SARAN ... 32

DAFTAR PUSTAKA ... 33


(13)

ix

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Komposisi asam lemak minyak sawit dan titik cairnya ... 4

Tabel 2. Komponen kimia beberapa minyak nabati ... 4

Tabel 3. Sifat fisika kimia minyak sawit ... 4

Tabel 4. Perbandingan karakteristik MSM PPKS (1997), Sirajjudin (2003), Mas’ud (2007), dan Puspitasari (2008) ... 6

Tabel 5. Kandungan karotenoid pada beberapa pangan nabati ... 8

Tabel 6. Nilai HLB beberapa komponen bahan pengemulsi (surfaktan) ... 11

Tabel 7. Perbandingan tipe homogenisasi ... 12

Tabel 8. Data hasil verifikasi kalibrasi kecepatan pada alat high speed mixer ... 17


(14)

x

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Minyak sawit merah ... 5

Gambar 2. Struktur β-karoten (Fennema 1996) ... 7

Gambar 3. Jenis-jenis kerusakan pada emulsi (Clements 2004) ... 9

Gambar 4. Struktur tween 80 (www.wikipedia.com 2010) ... 10

Gambar 5.High speed mixer (McClements 2004) ... 13

Gambar 6. High pressure homogenizer TwinPanda 600 ... 14

Gambar 7. Proses homogenisasi pada high pressure homogenizer (McClements 2004) ... 14

Gambar 8. Diagram alir proses pencampuran awal ... 17

Gambar 9. Diagram alir proses homogenisasi ... 18

Gambar 10. Kurva pemisahan air (%) setelah proses pencampuran awal pada suhu ruang (25oC) ... 22

Gambar 11. Kurva stabilitas emulsi yang dinyatakan dalam % pada berbagai tekanan homogenisasi satu tahap. Error bar diperoleh dari propagasi error absolut hasil pengukuran ... 24

Gambar 12. Kurva ukuran rata-rata droplet emulsi [d3,2] sebagai fungsi dari tekanan homogenisasi satu tahap yang diukur dengan alat Mastersizer 2000 berdasarkan Metode Malvern. Error bar menunjukkan standar error of mean dari 2 kali ulangan ... 25

Gambar 13. Kurva ukuran rata-rata droplet emulsi [d4,3] sebagai fungsi dari tekanan homogenisasi satu tahap yang diukur dengan alat Mastersizer 2000 berdasarkan Metode Malvern. Error bar menunjukkan standar error of mean dari 2 kali ulangan ... 25

Gambar 14. Kurva stabilitas emulsi yang dinyatakan dalam % pada berbagai tekanan homogenisasi tahap kedua. Homogenisasi tahap pertama dilakukan pada tekanan 250 bar. Error bar diperoleh dari propagasi error absolut hasil pengukuran ... 26

Gambar 15. Kurva ukuran rata-rata droplet emulsi [d3,2] sebagai fungsi dari tekanan homogenisasi tahap kedua. Homogenisasi tahap pertama dilakukan pada tekanan 250 bar. Error bar menunjukkan standar error of mean dari 2 kali ulangan ... 27

Gambar 16. Kurva ukuran rata-rata droplet emulsi [d4,3] sebagai fungsi dari tekanan homogenisasi tahap kedua. Homogenisasi tahap pertama dilakukan pada tekanan 250 bar. Error bar menunjukkan standar error of mean dari 2 kali ulangan ... 27


(15)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Foto Alat dan Hasil Penelitian ... 38

Lampiran 2. Stabilitas Emulsi dengan Modifikasi Metode Yasumatsu et al. pada Homogenisasi Satu Tahap ... 39

Lampiran 3. Stabilitas Emulsi dengan Modifikasi Metode Yasumatsu et al. pada Homogenisasi Dua Tahap ... 40

Lampiran 4. Hasil Pengukuran Distribusi Ukuran Partikel dengan alat Mastersizer 2000 pada Produk Akhir dengan Perlakuan Tekanan 250 bar ... 41

Lampiran 5. DataDistribusi Ukuran Droplet dengan Mastersizer 2000 pada Homogenisasi Satu Tahap ... 42

Lampiran 6. DataDistribusi Ukuran Droplet dengan Mastersizer 2000 pada Homogenisasi Dua Tahap ... 43

Lampiran 7. Uji Total Karoten ... 44

Lampiran 8. Perhitungan kandungan β-karoten produk per takaran saji (10 g) serta klaim kaya vitamin A ... 45

Lampiran 9. Grafik Nilai Range Sistem Sensor NV pada alat Haake Rotovisco RV20 ... 46

Lampiran 10. Hasil Pengukuran Reologi dengan Rotovisco RV 20 ... 47


(16)

1

I.

PENDAHULUAN

A.

LATAR BELAKANG

Indonesia merupakan produsen minyak sawit terbesar di dunia dengan kapasitas produksi Crude Palm Oil (CPO) telah mencapai 21.5 juta ton. Indonesia kini memiliki 7,5 juta hektar perkebunan kelapa sawit dengan 40 persen diantaranya milik rakyat (anonima 2010). Sejak 2005 minyak sawit telah menjadi minyak nabati dengan produksi terbesar (24%) menggeser minyak kedelai (23%) yang sebelumnya raja minyak nabati dunia. Menurut data Oil World Annual 2009-2010, perbandingan tersebut 27,7% untuk minyak sawit dan 22,4% untuk minyak kedelai, dari total 168.8 juta ton minyak nabati. Padahal, luas kebun sawit seluruh dunia hanya 13,1 juta hektar, dibandingkan kedelai yang 97.3 juta hektar. Artinya, dalam 1 hektar kebun kelapa sawit, dihasilkan rata-rata 3,6 ton minyak, sedangkan 1 hektar kebun kedelai hanya menghasilkan rata-rata 0,39 ton minyak (anonimb 2010). Efisiensi lahan ini dimungkinkan karena kelapa sawit adalah tanaman tahunan yang berbuah sepanjang tahun, dibandingkan kedelai yang merupakan tanaman musiman.

Minyak sawit mentah mengandung berbagai zat gizi mikro yang berperan penting bagi kesehatan. Zat gizi mikro yang terkandung dalam minyak sawit mentah yaitu karotenoid, tokoferol, tokotrienol, sterol, fosfolipid, skualen, triterpenil, dan hidrokarbon alifatik (Nagendran et al. 2000). Kandungan karotenoid dan tokoferol yang tinggi merupakan keunggulan minyak sawit kasar dibandingkan minyak nabati lainnya. Karotenoid pada minyak sawit antara lain berfungsi untuk menanggulangi kebutaan karena xeroftalmia, mencegah timbulnya penyakit kanker, mencegah proses penuaan dini, meningkatkan imunitas tubuh dan mengurangi terjadinya penyakit degeneratif (Berger 1988). Meskipun demikian, karotenoid mempunyai sifat yang sensitif pada pengolahan suhu tinggi cahaya, maupun oksidasi, seperti yang terjadi pada pembuatan minyak makan secara konvensional. Oleh sebab itu, perlu dilakukan upaya mempertahankan kandungan karotenoid pada minyak sawit, diantaranya adalah memproduksi minyak sawit merah (red palm oil/ RPO).

Minyak sawit merah merupakan hasil ekstraksi serabut daging (mesokrap) buah tanaman kelapa sawit dengan melakukan pengendalian pada beberapa parameter proses, seperti tanpa melalui proses pemucatan (bleaching) dan tanpa melalui suhu tinggi, sehingga saat pemurnian masih diperoleh minyak sawit yang berwarna merah. Karotenoid pada minyak sawit merah jumlahnya equivalen dengan 15 kali karotenoid pada wortel dan 300 kali karotenoid pada tomat (Nagendran et al. 2000).

Untuk meningkatkan nilai tambah minyak sawit merah dan memanfaatkan produksinya yang tinggi, salah satu upaya yang dilakukan adalah membuat produk emulsi. Penelitian produk emulsi kaya beta karoten dari minyak sawit merah telah dilakukan oleh Saputra (1996), Surfiana (2002), dan Sabariman (2007) dengan menggunakan homogenizer jenis Ultra-Turax sebagai alat untuk proses homogenisasi. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan alat homogenizer yang berbeda agar didapatkan proses homogenisasi yang lebih optimum. Salah satu alat homogenizer yang bisa diaplikasikan ke dalam pembuatan produk emulsi ini adalah high pressure homogenizer (homogenizer bertekanan tinggi).


(17)

2

B.

TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh kondisi proses pembuatan produk emulsi dari minyak sawit merah kaya β-karoten dengan menggunakan alat high pressure homogenizer.


(18)

3

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A.

MINYAK SAWIT

Kelapa sawit terdiri dari 80 % bagian perikarp (epikarp dan mesokarp) dan 20 % biji (endocarp dan endosperm). Dari kelapa sawit, dapat diperoleh dua jenis minyak yang berbeda sifatnya, yaitu minyak dari inti (endosperm) sawit disebut dengan minyak inti atau PKO (Palm Kernel Oil) dan minyak dari sabut (mesokarp) sawit disebut minyak sawit mentah atau CPO (Crude Palm Oil) (Ketaren 2005).

Pengolahan minyak sawit dari sabut (mesokarp) kelapa sawit menjadi minyak sawit komersial (minyak goreng) secara umum melalui beberapa tahap, yaitu ekstraksi, pemurnian, dan fraksinasi. Ekstraksi adalah suatu cara untuk mendapatkan minyak atau lemak dari bahan yang diduga mengandung minyak atau lemak. Adapun cara ekstraksi lain yakni rendering, mechanical expression, dan solvent extraction. Tahapan proses selanjutnya adalah pemurnian. Pemurnian minyak kelapa sawit secara konvensional meliputi, pemisahan gum (degumming), pemisahan asam lemak bebas (deasidifikasi), pemucatan (bleaching), dan penghilangan bau (deodorisasi). Tahap terakhir yaitu fraksinasi merupakan proses pemisahan frase cair (olein) dan fraksi padat (stearin) dari minyak dengan winterisasi, proses pemisahan bagian gliserida jenuh atau bertitik cair tinggi dari trigliserida bertitik cair rendah dengan cara pendinginan (chilling) hingga suhu 5 – 70C (Ketaren 2005).

Perbedaan antara minyak sawit dan minyak inti sawit adalah adanya pigmen karotenoid pada minyak sawit sehingga berwarna kuning merah. Komposisi karotenoid yang terdeteksi pada minyak sawit terdiri dari α-, β-, -, karoten dan xantofil, sedangkan minyak inti sawit tidak mengandung karotenoid. Perbedaan lain adalah pada kandungan asam lemaknya. Pada minyak inti sawit terdapat asam lemak kaproat, asam lemak kaprilat, dan asam lemak laurat, sedangkan pada minyak sawit tidak mengandung ketiga asam lemak tersebut (Murdiati 1992). Pada suhu di atas 600C minyak sawit mencair, sebaliknya minyak inti sawit bersifat cair pada suhu kamar. Perbedaan sifat ini disebabkan oleh perbedaan jenis dan jumlah rantai asam lemak yang membentuk trigliserida dalam kedua minyak tersebut.

Minyak sawit mentah (CPO) terdiri dari komponen gliserida dan non-gliserida. Trigliserida dalam minyak sawit mengandung asam lemak jenuh dan tidak jenuh. Asam lemak jenuh meliputi asam miristat (C14:0), asam palmitat (C16:0), dan asam stearat (C18:0), sedangkan asam lemak tidak jenuhnya meliputi asam oleat (C18:1), asam linoleat (C18:2), dan asam linolenat (C18:3). Dari asam-asam lemak tersebut yang dominan adalah asam palmitat dan asam oleat dengan konsentrasi masing-masing mencapai 50,46% dan 40,35%. Asam-asam lemak dalam minyak sawit dapat juga dibedakan menjadi asam lemak esensial dan asam lemak non-esensial. Asam lemak esensial adalah asam lemak yang tidak dapat disintesis dalam tubuh, yakni linoleat (LA) dan linolenat (LNA), sedangkan asam lemak yang dapat disintesis oleh tubuh disebut asam lemak non-esensial. Dengan demikian, minyak sawit didominasi oleh asam lemak non-esensial dan hanya mengandung asam lemak esesnsial dalam jumlah kecil (6-9 % LA dan 0,21 % LNA) (Winarno 1999).

Asam lemak palmitat merupakan asam lemak jenuh rantai panjang yang memiliki titik cair (melting point) yang tinggi, yaitu 640C, sehingga pada suhu ruang minyak sawit berbentuk semi padat (Belitz dan Grosh 1999). Kandungan asam palmitat yang tinggi ini membuat minyak sawit lebih tahan terhadap oksidasi (ketengikan) dibanding jenis minyak lain.


(19)

4 Menurut Bernardini (1983), wujud lemak dan minyak tergantung komposisi asam lemak penyusunnya. Minyak yang berwujud padat pada suhu kamar karena banyak mengandung asam lemak jenuh, misalnya asam palmitat dan stearat yang mempunyai titik cair tinggi pada suhu kamar. Minyak kelapa sawit adalah lemak semi padat yang mempunyai komposisi tetap. Komposisi asam lemak minyak kelapa sawit dapat dilihat di Tabel 1.

Selain mengandung asam-asam lemak, minyak sawit juga mengandung lebih kurang 1% komponen minor yang terdiri dari karotenoid, tokoferol, tokotrienol, sterol, fosfolipid, dan glikokipid, terpen, dan gugus hidrokarbon alifatik, dan elemen sisa lainnya (Ong et al. 1990). Di antara komponen-komponen minor tersebut, kandungan karotenoid dan tokoferol yang tinggi merupakan keunggulan minyak sawit dibandingkan minyak nabati lainnya. Kandungan karotenoid di dalam minyak sawit berkisar antara 600-1000 µg/g (Choo 1994). Komponen kimia dalam beberapa minyak nabati diperlihatkan pada Tabel 2.

Tabel 1. Komposisi asam lemak minyak sawit dan titik cairnya

Jenis asam lemak Komposisi (%) Titik cair (0C)

Asam Kaprat (C 10:0) 1-3 31,5

Asam Laurat (C 12:0) 0-1 44

Asam Miristat (C 14:0) 0,9-1,5 58

Asam Palmitat (C 16:0) 39,2-45,8 64

Asam Stearat (C 18:0) 3,7-5,1 70

Asam Oleat (C 18:1) 37,4-44,1 14

Asam Linoleat (C 18:2) 8,7-12,5 -11

Asam Linolenat (C 18:3) 0-0,6 -9

Sumber : Ketaren (2005)

Tabel 2. Komponen kimia beberapa minyak nabati Komponen dalam

minyak

Minyak sawit Minyak kelapa

Minyak jagung

Minyak kedelai

Karotenoid (ppm) 200-800 - - -

Vitamin E (ppm)

 Tokoferol 642 11 782 958

 tokotrienol 530 25 - -

Asam lemak (%)

 jenuh 50 94 16 14

 tidak jenuh 49 5,9 83 85

Fitosterol 18 14 50 28

Sumber : Winarno (1999)

Tabel 3. Sifat fisika kimia minyak sawit

Sifat fisika kimia Nilai

Bobot jenis (400C) 0,921 – 0,923

Indeks bias 1,453 – 1,485

Titik cair (0C) 25 – 50

(tergantung komponen asam lemak)

Bilangan iod 44 – 58

Bilangan penyabunan 195 – 205


(20)

b b

B

( C s a m v 2 m m ( t j s s a I ( 8 s d o s P k y P Sifat f bias, titik cair, beberapa sifat

B.

MINYA

Minya (Elaeis guienen CPO) yang da sawit merah se adanya proses mempertahank vahan pewarna 2000). Menuru menurut Ketar menyerap zat w

Minya (1991), sebany tokoferol ini ti juga aktif seba semakin disada saat ini telah di ada MSM yan Indonesia. Sala (1997), penelit 85 % dan deas secara penyari deasidifikasi m optimasi prose suhu proses 60 Puspitasari (2 kombinasi lam yang dihasilka Puspitasari (20

fisika dan kim , titik didih (b kimia minyak

AK SAWIT

ak sawit merah nsis JACQ) ya alam proses pe

ecara umum sa s pemucatan kan kandungan a tak terlarut a ut Helena (200 ren (2005), ara warna sebanya

ak sawit mera yak kurang leb idak hanya pen agai vitamin, y

arinya peranan ikembangkan d ng dijual secara ah satunya yait ti dari PPKS M sifidikasi deng ingan vakum. menggunakan es deasidifikasi 0 %, dan lama 008) melapor ma pengadukan an oleh Jatmik 008) diperlihatk

ia minyak saw boiling point), sawit dapat dil

MERAH

h merupakan ha

ang biasanya d engolahannya w ama dengan mi

(bleaching) p n karotenoidny atau bersifat ko 03), sekitar 80 ang aktif (blea k 95 – 97 % da

Gambar

ah mengandung bih 800 ppm to nting karena pe yaitu vitamin E n penting karote

di Malaysia seb a komersial. N tu oleh Pusat P Medan mempro gan natrium kar

Proses yang s larutan natriu dan melapork proses selama rkan bahwa p

60 rpm dipilih ka dan Guritno

kan pada Tabel

wit meliputi war bilangan iod, lihat pada Tabe

asil ekstraksi se disebut minyak warna merah t

inyak sawit me pada produksi ya. Pemucatan oloid yang mem 0% karotenoid aching agent) s ari total zat wa

r 1. Minyak sa

g karoten sebe okoferol terdap eranannya seba E. Minyak sawi enoid bagi kes bagai produk b Namun, penelit enelitian Kelap duksi MSM m rbonat 20 % p sama dilakukan um karbonat 1

an bahwa pros 25 menit adal proses deasidik

sebagai kondis o (PPKS) (19 l 4.

rna, bau/flavor bilangan peny el 3.

erabut daging ( k sawit mentah tetap dipertaha

entah, hanya y i minyak saw (bleaching) m mberi warna p

hilang selama sebesar 0,1 – 0 arna yang terda

awit merah

esar 600–1000 pat dalam miny agai antioksida it merah mulai ehatan manusi baru, tetapi di In tian tentang M pa Sawit (PPKS melalui proses d

pada suhu ruan n oleh Sirajjud

0 %. Mas’ud es deasidifikas lah kondisi dea kasi menggun si optimum. Pe 97), Sirajjudin

r, kelarutan, bo yabunan (Keta

(mesokrap) bua h atau kasar (C ankan. Proses p yang membeda wit merah. Tu menghilangkan ada minyak (N a proses bleach 0,2 % dari ber apat pada miny

0 ppm. Menuru yak sawit. Kel an alami tetapi i dikembangka

a. Minyak saw ndonesia samp MSM telah bany

S) Medan. Jatm degumming den ng, kemudian s

din (2003), tet (2007) melak si menggunaka asidifikasi yang nakan NaOH

erbandingan ka n (2003), Mas

obot jenis, inde aren 2005). Ni

ah tanaman saw Crude Palm O produksi miny akan adalah tid ujuannya adal n sebagian bes Nagendran et a hing. Sedangk rat minyak dap

ak sawit kasar

ut Sukarjo et a lompok senyaw secara fisiolog an seiring deng wit merah (MSM

pai saat ini belu yak dilakukan mika dan Guritn

ngan asam fosf sabun dipisahk

tapi pada pros kukan peneliti an NaOH 11,1 %

g paling optim 11,1 % deng arakteristik MS s’ud (2007), d

5 eks lai wit Oil, yak dak lah sar al., kan pat . al. wa gis gan M) um di no fat kan ses ian %, mal. gan SM dan


(21)

6 Pada umumnya pemanfaatan minyak sawit masih didominasi untuk produk pangan. Menurut Muchtadi (1997) sekitar 90% minyak sawit digunakan untuk produk-produk pangan seperti minyak goreng, minyak salad, margarin, shortening, vanaspati, dan sebagainya, sedangkan sisanya (10%) digunakan untuk produk-produk nonpangan. Berbeda dengan minyak sawit, MSM tidak dianjurkan untuk digunakan sebagai minyak goreng, karena karoten yang terkandung di dalamnya mudah rusak karena suhu tinggi. Minyak ini lebih dianjurkan untuk digunakan sebagai minyak makan dalam menumis sayur, minyak salad, dan vahan fortifikan. Kandungan karoten yang tinggi menyebabkan MSM berwarna kemerahan. Olson (1991) menganjurkan diberikannya 7 ml MSM setiap hari untuk nutrisi anak-anak sekolah di India yang mengkonsumsi makanan kaya β-karoten dari MSM, ternyata terjadi peningkatan retinol dalam hati dan serum darah. Namun, rasa dan aroma MSM kurang enak sehingga kurang disukai oleh balita.

Tabel 4. Perbandingan karakteristik MSM PPKS (1997), Sirajjudin (2003), Mas’ud (2007), dan Puspitasari (2008)

Parameter PPKS

(1997)

Sirajjudin (2003)

Mas’ud (2007)

Puspitasari (2008)

Asam Lemak Bebas (%) 0,11 0,02 0,17 0,16

Kadar Air (%, b/b) 0,02 0,01 0,07 0,002

Bil. Iod (gl2/100g MSM) 56 55 45,8 45,6

Bil. Peroksida (meq/kg MSM)

6,1 0,86 5,9 5,8

Bil. Penyabunan (mgKOH/g MSM)

198 197 193,8 193,21

Total Karoten (ppm) 500 650 492 533

C.

KAROTENOID

Karotenoid merupakan kelompok pigmen yang berwarna kuning, jingga, merah jingga, serta larut dalam minyak (Winarno 1999). Sebagian besar sumber vitamin A adalah karoten yang banyak terdapat dalam bahan-bahan nabati. Sayuran dan buah-buahan yang berwarna hijau atau kuning biasanya banyak mengandung karoten. Tubuh manusia mempunyai kemampuan mengubah sejumlah besar karoten menjadi vitamin A (retinol), sehingga karoten disebut provitamin A (Winarno 1999).

Karotenoid mempunyai struktur dasar delapan satuan isoprenoid yang tersusun seakan- akan dua satuan 20 karbon. Karotenoid dibagi dua golongan yaitu karoten yang merupakan hidrokarbon dan xantofil yang mengandung oksigen dalam bentuk hidroksil, metoksil, karboksil, keto, atau epoksi. Cara penggolongan lainnya, karotenoid dibagi menjadi tiga golongan: (1) asiklik seperti likopen, (2) monosiklik seperti -karoten, dan (3) bisiklik seperti α-karoten dan β-karoten (deMan 1997). Dari fungsinya karotenoid dibagi atas dua golongan yaitu bersifat nutrisi aktif, seperti β-karoten dan non nutrisi aktif seperti fucosantin, neosantin, dan violasantin (Tan 1990).

Karotenoid termasuk senyawa lipid yang dapat larut dalam senyawa lipid lainnya sehingga disebut lipofilik, dan pelarut lemak seperti aseton, alkohol, dietil eter, dan kloroform. Karoten larut dalam pelarut non polar seperti eter dan heksana, sedangkan xantofil larut sempurna di pelarut polar


(22)

s % k t t b E d d p o P s l a a t p s p ± ( β b d b s m seperti alcohol Bentu % vitamin A, d karoten juga m tinggi dari ben terdapat dalam berjalan sangat 1981).

Winar Equivalen (RE dikonversi di d dikonversi men

Menu pengolahan pa oleh panas. P Pemanasan sam stereoisomer m

Menu lemak tidak jen asam lemak leb ada faktor yang terlindungi leb Fakto pangan adalah sehingga sensi peroksida, dan Karot ±54,4%, τ-karo (2000), kadar k β-karoten), dan baik dipandang Menu dalam minyak biasanya mem stabil dibandin merah lebih mu

l. Karotenoid ju uk β-karoten m

dan -karoten m mempengaruhi a

ntuk cis (Iwas m bentuk all-β-k t lambat dan pe

G

rno (1999) m E, 1 RE = 1 µg r dalam tubuh me njadi vitamin A urut Klaui dan angan dan peny

anas akan me mpai dengan s mengalami peru urut Chichester nuh jika diband bih mudah men g menyebabka bih lama. or penting yang

oksidasi oleh o tif terhadap ok n bahan pengok tenoid yang ter oten ±3,3%, lik karotenoid pad n kadar tokofe g dari segi nutr urut Combs (19 k yang merupa mbentuk komple ngkan dengan k udah diserap o

uga disebut hid mempunyai akti memiliki 40-50 aktivitas vitami saki dan Mura karoten. Isomer engaruhnya terh

Gambar 2. Stru

menyatakan ba retinol = 6µg β enjadi vitamin A sekitar 60-70

Bauernfeind (1 yimpanan adal endekomposisi suhu 600C tida

ubahan.

r et al. (1970)

dingkan dengan nerima radikal an oksidasi, asa g mempengaru oksigen (udara ksidasi. Oksida ksidasi lainnya rdapat dalam m kopen ±3,8%, da minyak saw rol sebesar 44 risi (Jatmika da 992), karoten da akan medium ek dengan pro karoten minyak oleh tubuh.

drofobik karena ivitas 100 % v 0 % vitamin A

in A. Bentuk tr akoshi 1992). risasi dapat saja hadap aktivitas

uktur β-karoten

ahwa aktivitas β-karoten = 12 A diatur dalam 0% (Bender 20 1981), faktor u ah oksidasi ole karotenoid d ak mengakibatk

, karotenoid le n penyimpanan bebas dibandi am lemak akan uhi struktur ka a) dan pengaruh asi karoten dipe (Klaui dan Ba minyak sawit m dan xantofil ± wit merah yaitu 68 ppm. Karak an Guritno 199

alam minyak s pelarutnya. D tein atau teres k sawit mentah

a tidak dapat la itamin A, α-ka (Klaui dan Ba rans memiliki d Secara alami a berlangsung d s vitamin A rela

n (Fennema 19

s provitamin µg provitamin m proses metabo 006).

utama yang me eh oksigen uda dan mengakiba kan terjadinya ebih tahan disi n dalam asam le

ngkan dengan n teroksidasi ter

aroten selama h panas. Karote ercepat dengan auerfeind 1981) merah terdiri dar ±2,2% (Naibah

sebesar 550 p kter ini membu 96).

awit mentah te Di dalam sayur terifikasi deng h sehingga karo

arut air. aroten memilik auerfeind 1981 derajat aktivitas

karoten dalam dalam suhu kam atif kecil (Klau

996)

A dinyatakan n A dari karoten

olik. Persentas empengaruhi ka

ara maupun pe atkan perubaha

dekomposisi k impan dalam l emak jenuh. H karotenoid. Ak rlebih dahulu d pengolahan d enoid mempun n adanya cahay

).

ri α-karoten ±3 ho 1990). Menu ppm (sebanyak uat minyak saw erdapat dalam b ran dan buah-gan asam lemak

otenoid di dala

ki aktivitas 50-). Bentuk isom s vitamin A leb m bahan pang mar, tetapi reak ui dan Bauerfein

n dalam Retin n lain). β-karot se β-karoten yan

arotenoid selam erubahan strukt

an stereoisome karotenoid teta lingkungan asa al ini disebabk kibatnya, apab dan karoten ak an penyimpan nyai ikatan gan ya, logam, pana 36,2%, β-karot

urut Kritchevsk 375 ppm adal wit merah sang bentuk bebas d -buahan, karot k sehingga leb am minyak saw

7 54 mer bih gan ksi nd nol ten ng ma tur er. api am kan ila kan nan nda as, ten ky lah gat dan ten bih wit


(23)

8 Menurut Gaziano (1990), karotenoid dapat berperan sebagai antioksidan karena struktur molekulnya mempunyai ikatan ganda yang sangat mudah mengalami oksidasi secara acak menurut kinetika reaksi ordo pertama. β-karoten sebagai salah satu zat gizi mikro di dalam minyak sawit mempunyai beberapa aktivitas biologis yang bermanfaat bagi tubuh, antara lain untuk menanggulangi kebutaan karena xeroftalmia, mengurangi peluang terjadinya penyakit kanker, proses penuaan yang terlalu dini, meningkatkan imunitas tubuh, dan mengurangi terjadinya penyakit degeneratif. β-karoten juga bersifat antiarterosklerosis. Kemampuan ini menyebabkan β-karoten dapat digunakan untuk mencegah penyakit kardiovaskuler. Kandungan karotenoid pada beberapa pangan nabati dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Kandungan karotenoid pada beberapa pangan nabati

Jenis tanaman Kandungan karotenoid RE/ 100g

Minyak sawit merah 30.000

Wortel 2.000

Daun sayur-sayuran 685

Aprikot 250

Tomat 100

Pisang 30

Air jeruk 8

Sumber : Choo 1994

D.

EMULSI

Emulsi merupakan sistem heterogen yang terdiri atas dua fase cairan yang tidak tercampur tetapi cairan yang satu terdispersi dengan baik dalam cairan yang lain dalam bentuk butiran (droplet/globula) dengan diameter biasanya lebih dari 0,1 µm atau antara 0,1 - 50µm. Fase yang berbentuk butiran disebut fase terdispersi atau fase internal atau disebut juga fase diskontinyu, sedangkan fase cairan tempat butiran terdispersi disebut fase pendispersi atau fase eksternal atau fase kontinyu (deMan 1989).

Winarno (1999) menyebutkan bahwa pada suatu sistem emulsi biasanya terdapat tiga bagian utama, yaitu: (1) bagian yang terdispersi yang terdiri dari butir-butir yang biasanya terdiri dari minyak; (2) bagian yang disebut media pendispersi juga dikenal sebagai fase kontinyu yang biasanya terdiri dari air; (3) emulsi yang berfungsi menjaga butir minyak tersebut tetap tersuspensi dalam air.

Emulsi sebagai salah satu bentuk dispersi koloid banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari dan mempunyai peranan yang besar dalam beberapa bahan pangan. Emulsi makanan digunakan secara luas dalam kehidupan sehari-hari seperti mentega, es krim, sosis, mayonnaise, dan sebagainya.

Noerono (1990) menyatakan bahwa salah satu fase dalam sistem emulsi mempunyai karakter lipofilik dan fase lainnya mempunyai karakter hidrofilik. Disebut pula oleh Wijnans dan Baal (1997), setiap emulsifier mengandung dua gugus fungsional yaitu hidrofilik dan lipofilik.

Kedua grup fungsional tersebut mempertemukan dua fase minyak-air, air-minyak, dan air-udara dengan mengurangi ketegangan antar permukaan. Karena emulsifier memiliki grup hidrofilik dan lipofilik dengan molekul yang sama, maka emulsifier memiliki kapasitas untuk mengemulsi campuran dari minyak dan air untuk membentuk kestabilan atau emulsi yang homogen (Wijnans dan Baal 1997).


(24)

9 McClements (2004) menyatakan bahwa ada dua peranan yang penting dari emulsifier selama proses homogenisasi yakni menurunkan tegangan antar muka antara fase air dan minyak sehingga mengurangi jumlah energi bebas yang diperlukan untuk merubah dan mengacaukan droplet, serta membentuk coating yang protektif di sekeliling droplet yang akan mencegah dari koalesen dengan lainnya.

Terdapat dua tipe emulsi yaitu emulsi minyak dalam air (o/w) dan emulsi air dalam minyak (w/o). Jika fase lipofilik merupakan fase terdispersi maka emulsi yang terbentuk adalah emulsi minyak dalam air dan sebaliknya jika fase hidrofilik merupakan fase terdispersi maka disebut emulsi air dalam minyak (Noerono 1990). Dispersibilitas atau daya larut suatu emulsi ditentukan oleh medium dispersinya. Bila medium dispersinya air, emulsinya dapat diencerkan dengan air, dan sebaliknya bila medium dispersinya lemak, emulsinya dapat diencerkan dengan minyak atau lemak.

Emulsi merupakan sistem yang tidak stabil. Oleh karena itu, dibutuhkan dua hal untuk membentuk emulsi stabil, yaitu pengunaan alat mekanis untuk mendispersikan sistem dan penambahan bahan penstabil/ pengemulsi untuk mempertahankan sistem tetap terdispersi (Bergenstahl dan Claesson 1990).

McClements (2004) menyatakan bahwa stabilisasi emulsi menggambarkan kemampuan sebuah emulsi untuk mempertahankan sifatnya pada perubahan waktu. Emulsi pangan menjadi tidak stabil melalui berbagai macam mekanisme fisik yang meliputi kreaming, sedimentasi, flokulasi, koalesen, dan inversi fase. Kreaming dan sedimentasi merupakan bentuk pemisahan secara gravitasi. Kreaming menggambarkan gerakan ke atas droplet karena adanya suatu massa jenis yang lebih rendah dari pada cairan disekelilingnya. Sedimentasi menggambarkan gerakan ke bawah droplet karena adanya suatu massa jenis yang lebih tinggi dari pada cairan di sekelilingnya. Flokulasi dan koalesen merupakan jenis pengumpulan droplet. Flokulasi terjadi ketika dua atau lebih droplet bergabung menjadi sebuah bentuk yang droplet berkumpul dimana droplet tersebut masih mempertahankan integritasnya. Koalesen merupakan proses dimana dua atau lebih droplet bergabung bersama menjadi sebuah droplet yang lebih besar. Koalesen dapat memicu terjadinya lapisan minyak yang terpisah pada permukaan atas sebuah sampel yang dikenal sebagai oiling off. Inversi fase merupakan proses dimana sebuah emulsi minyak dalam air berubah menjadi emulsi air dalam minyak.

Gambar 3. Jenis-jenis kerusakan pada emulsi (Clements 2004)

Menurut Narsimhan (1992), emulsi dibentuk oleh pemberian energi mekanis untuk mencampur dua fase cairan yang tidak saling tercampur sehingga satu cairan terdispersi dalam bentuk butiran yang baik. Energi mekanis pada awalnya mengganggu interfasa yang membentuk butiran besar,


(25)

k p d k p b t d d g u A a h e i i b H s s e < b b kemudian meru Noero pendispersian dipertahankan Noero kestabilan emu pendispersi, jen Perala berbagai tipe tersebut biasan Selain dari tipe emu dikemukakan p Griffi gugus yang be untuk masing-Angka antara 0 antara 11 dan hidrofilik-lipof Wijna emulsifier mer ini menentukan indikasi dari k bahwa nilai HL HLB 3 sampai 18 baik untuk e

Cowle sistem emulsi b secara umum j emulsi o/w but < 4 atau kadar bersifat amfoti bila penggunaa

Penga

usaknya menja ono (1990) men

lebih jauh se dalam waktu s ono (1990) ju ulsi yaitu uku nis dan jumlah atan utama ya mixer, homog nya tergantung n peralatan, pem ulsifier untuk pertama kali ol in (1979) meng erlawanan terse -masing pengem 0 dan 9 menunj n 20 menunju filik yang diken ans dan Baal ( rupakan suatu k n kestabilan em kelarutan emul

LB menunjuka 6 cocok untuk emulsi minyak

Gamba es (1998) mem bertipe o/w ata jika tipe emuls tuh pengemulsi r sodium lebih r tidak berman an satu emulsi aruh bahan pen

adi butiran-buti nyatakan bahw ebuah fase ke singkat. uga mengemuk uran fase terdis h emulsifier, be ang umum dig genizer, giling pengunaan em milihan emulsi tipe emulsi leh Griffin pad gembangkan su ebut. Skala ter

mulsi untuk m jukan pengemu ukan pengemu nal dengan HL (1997) menjel karakteristik ya mulsi minyak lsifier dalam a an rasio relatif k emulsi air dal k dalam air (o/w

ar 4. Struktur t mberikan cara au w/o dengan si w/o dibutuh i dengan nilai H h besar dari 2 – nfaat; (3) pertim tidak berhasil ngemulsi terhad

iran lebih kecil wa melalui peng e dalam fase kakan bahwa spersi, perbed esar muatan lis gunakan untuk gan koloid, da mulsinya. (Muc ifier penting da

khusus sering da tahun 1949 (

uatu skala yang sebut dinyatak memberikan inf ulsi bersifat lar ulsi bersifat l LB terletak pada

askan bahwa ang mendefinis dalam air atau air atau dalam antara grup hid am minyak (w/ w).

tween 80 (www a-cara pemilih n tujuan untuk m hkan pengemul

HLB > 7; (2) te – 3 %; bila ko mbangkan peng dengan baik. dap pembentuk l. ggunaan energi lainnya, nam terdapat fakto aan densitas a trik, dan kondi k pembentukan an peralatan u chtadi 1990).

alam pembentu gkali didasark (Chow dan Ho g didasarkan at kan dalam angk formasi kelaru rut dalam miny arut dalam ai a angka 10 yan nilai HLB (hi sikan afinitas re u air dalam mi minyak. Fribe drofilik dan lip /o) dan emulsif

w.wikipedia.co an bahan pen memilih jenis lsi dengan nila entukan apakah

ndisinya demi ggunaan kombi kan emulsi ada

i yang amat be mun keadaan i or-faktor yang antar dua fase isi penyimpana n emulsi (emu ultrasonic. Pem ukan emulsi. S kan pada kon

1996). tas keseimbang ka berkisar ant utannya dalam yak (lipofilik), s ir (hidrofilik). ng merupakan t drofilik lipofil elatif untuk min inyak. Nilai H

erg et al. (199

pofilik. Emulsi fier dengan nil

om 2010) ngemulsi: (1) t

emulsi berdasa ai HLB < 7 da

h sistem emuls kian, penggun inasi dua atau l alah menurunk

sar dapat dicap ini hanya dap g mempengaru , viskositas fa an.

ulsifikasi) adal milihan peralat Seleksi sistema nsep HLB yan

gan antara ked tara 0 sampai air dan minya sedangkan ang . Keseimbang tengah dari ska lik balance) da nyak dan air. H HLB memberik

90) menyebutk ifier dengan ni ai HLB 8 samp

tentukan apak arkan nilai HL an jika berbentu

i mempunyai p naan emulsi yan

lebih pengemu an jumlah ener

10 pai pat uhi ase lah tan atis ng dua 20 ak. gka gan ala. ari Hal kan kan lai pai kah LB; uk pH ng ulsi rgi


(26)

11 yang dibutuhkan untuk emulsifikasi dengan cara menurunkan tegangan interfasial. Tegangan interfasial tersebut tidak berada dalam nilai kesetimbangan dan akan tergantung pada laju absorpsi bahan pengemulsi (Narsimhan 1992). Menurut Noerono (1990), jika terdapat pengemulsi yang cukup maka molekul pengemulsi akan teradsorpsi pada setiap batas antar permukaan globula-globula yang terbentuk dan membentuk lapisan film yang utuh. Dengan demikian memberikan perlindungan yang cukup kepada globula-globula terhadap penggabungan antar globula. Tabel 6 menunjukan nilai HLB beberapa bahan pengemulsi.

Tabel 6. Nilai HLB beberapa komponen bahan pengemulsi (surfaktan)

Komponen Nilai HLB

 Asam oleat 1,0

 Sorbitol tristearat 2,1

 Stearil monogliserida 3,4

 Sorbitol monostearat 4,7

 Sorbitol monolaurat 8,6

 Gelatin 9,8

 Polioksietilen sorbitol stearat 10,5

 Metilselulosa 10,5

 Polioksietilen sorbitol stearat 14,9

 Polioksietilen sorbitol monooleat (tween 80) 15,0

 Sodium oleat 18,0

 Potasium oleat 20,0

Sumber : Belitz dan Grosch (1987)

E.

HOMOGENISASI

Homogenisasi merupakan proses mengubah dua cairan yang sifatnya immisible (tidak bercampur) menjadi sebuah emulsi, dan sebuah alat yang dirancang untuk melakukan proses ini disebut homogenizer (Loncin dan Merson 1979; Walstra 1993; Schubert dan Karbstein 1994; Walstra dan Smulders 1998 di dalam McClements 2004). Fellows (1990) menyatakan homogenisasi merupakan pengecilan ukuran (0.5-3.0µm) dan meningkatkan jumlah partikel padat atau cair fase terdispersi oleh aplikasi gaya/ tenaga gunting (shearing force) untuk meningkatkan kestabilan dua zat.

McClements (2004) menyatakan berdasarkan sifat dasar bahan awalnya, homogenisasi dibagi menjadi 2 kategori yakni homogenisasi primer dan homogenisasi sekunder. Pembuatan emulsi secara langsung dari dua cairan yang terpisah disebut homogenisasi primer, misalnya pembuatan salad dressing menggunakan garpu atau blender. Pengecilan ukuran droplet pada emulsi yang telah terbentuk disebut homogenisasi sekunder, misalnya susu homogenisasi yang dibuat berdasarkan pengecilan ukuran globula lemak di dalam raw milk.

High-speed mixers, membrane homogenizers, ultrasonic homogenizers, dan beberapa bentuk microfluidizer digunakan sebagai homogenisasi primer, sedangkan high pressure homogenizer dan colloids mills digunakan untuk homogenisasi sekunder (McClements 2004).

McClements (2004) menyatakan di dalam operasi proses pangan dalam industri dan skala laboratorium akan lebih efisien untuk menyiapkan emulsi menjadi dua tahap. Fase air dan minyak yang terpisah diubah menjadi emulsi kasar yang mengandung droplet berukuran besar menggunakan satu tipe homogenizer (seperti high speed blender/mixer), selanjutnya droplet-droplet dikecilkan ukurannya menggunakan homogenizer tipe lainnya (seperti high pressure homogenizer). Emulsi hasil


(27)

12 homogenisasi sekunder biasanya mengandung droplet yang lebih kecil daripada homogenisasi primer, meskipun ini tidak selalu terjadi.

Menurut McClements (1999) beberapa faktor yang mempengaruhi ukuran droplet yang dihasilkan oleh homogenisasi yaitu tipe emulsi yang digunakan, suhu, karakter fase-fasenya, dan masukkan energi. Ukuran droplet yang kecil (dihasilkan oleh homogenisasi) dapat meningkatkan fase terdispersi. Ketidakcukupan emulsifier dalam menyelubungi permukaan droplet-droplet akan menyebabkan koalesen. Intensitas dan lama proses pencampuran tergantung waktu yang diperlukan untuk melarutkan dan mendistribusikannya secara merata.

Menurut Widodo (2003) hal-hal yang perlu dipertimbangkan selama homogenisasi yaitu: (1) diameter globula lemak yang dihasilkan dari proses homogenisasi tidak boleh terlalu kecil, (2) homogenisasi yang dilakukan pada suhu yang relatif tinggi (68-70°C). Semakin tinggi suhu homogenisasi maka akan semakin sedikit material pembentuk membran yang diperlukan membentuk membentuk membrane baru, (3) penambahan material membran.

Pemilihan homogenizer untuk aplikasi bergantung beberapa faktor, yaitu volume sampel yang dihomogenisasi, keluaran yang dinginkan, konsumsi energi, karakteristik komponen fasenya, dan prediksi biaya proses. Setelah pemilihan homogenizer yang cocok, dicari kondisi operasi optimum alat tersebut, diantaranya yaitu aliran, tekanan, perbedaan kekentalan, suhu, waktu homogenisasi, dan kecepatan putaran (McClements 1999). Perbandingan tipe homogenisasi dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Perbandingan tipe homogenisasi

Tipe Produksi Energi Droplet minimum

Viskositas sampel High-pressure

homogenizer

Continous Tinggi 0.1 µm Rendah ke sedang High-speed blender Batch Rendah 2.0µm Rendah ke sedang Colloid mill Continous Menengah 1.0 µm Sedang ke tinggi Ultrasonic probe Batch Rendah 0.1 µm Rendah ke sedang Ultrasonic-jet

homogenizer

Continous Tinggi 1.0 µm Rendah ke sedang Microfluidation Continous Tinggi < 0.1 µm Rendah ke sedang Membrane processing Batch/Continous Tinggi 0.3 µm Rendah ke sedang Sumber : McClements (2004)

F.

HIGH SPEED MIXER

High speed mixer atau high speed blender sering dipakai untuk menghomogenisasi fase air dan minyak di dalam industri pangan (Loncin dan Merson 1979, Brennan et al. 1981, Fellows 2000 di dalam McClements 2004). Di dalam sebuah proses secara batch, minyak, air, dan bahan-bahan lain dihomogenisasi di dalam sebuah vessel yang cocok yang mana berukuran kecil untuk skala lab atau berukuran besar untuk skala industri. Bahan selanjutnya diagitasi oleh pencampur pada kecepatan tinggi (hingga 3600 rpm).

Berbagai bahan ditambahkan pada awal proses atau ditambahkan pada saat tertentu untuk meningkatkan disperse dan atau mengurangi waktu homogenisasi. Perputaran alat pencampur yang cepat menimbulkan kombinasi gradient aliran longitudinal, rotasional, dan radial pada cairan, yang akan merusak antarmuka (interface) antara air dan minyak, yang mengakibatkan cairan-cairan tersebut menjadi bercampur baur, dan menghancurkan droplet yang besar menjadi lebih kecil (Fellows 2000 di dalam McClements 2004).


(28)

13 McClements (2004) menyatakan high speed mixer sangat berguna untuk menyiapkan emulsi pada viskositas yang rendah/ sedang. Ukuran droplet biasanya menurun seiring dengan waktu homogenisasi atau kecepatan perputaran yang meningkat, sampai pada batas terendahnya ukuran droplet bergantung pada sifat bahan dan konsentrasinya dan energi dari pencampur. Alat ini digunakan untuk membuat emulsi pangan kasar (coarse emulsion) serta untuk memastikan keefektifan dispersi dan kelarutan bahan. Droplet yang dihasilkan oleh high speed mixer berdiameter antara 2 sampai 10 µm.

Gambar 5. High speed mixer (McClements 2004)

Efisiensi proses pencampuran bergantung pada keefektifan energi untuk menggerakkan aliran bahan. Hal yang sangat penting untuk diperhatikan dalam desain pencampuran adalah kecukupan input energi, desain mekanis, konfigurasi vessel, dan sifat fisik bahan (Brennan et al. 1981)

Desain alat menentukan efisiensi proses homogenisasi. Perbedaan tipe desain alat tersedia untuk situasi yang berbeda, misalnya blade, propeller, dan turbin (Fellows 1988). Desain khusus alat sering digunakan untuk menghasilkan energi penghancuran yang lebih intensif dan terdistribusi sehingga tercipta droplet-droplet yang berukuran lebih kecil, waktu homogenisasi yang lebih singkat, dan pencampuran yang lebih merata (McClements 2004).

G.

HIGH PRESSURE HOMOGENIZER

High pressure homogenizer terdiri dari katup (valve) homogenisasi dan pompa bertekanan tinggi (Brennan 1992). Katup menghasilkan celah yang dapat diatur dengan lebar 15-300 µm dimana emulsi kasar (crude emulsion) dipompa hingga tekanan 10000 psi (69 MNm-2). Saat sampel memasuki celah katup tersebut maka akan terjadi percepatan hingga kecepatan antara 50-200 ms-1.

High pressure homogenizer mempunyai pompa yang menarik emulsi kasar (coarse emulsion) ke dalam atas bilik (chamber) lalu menekannya melalui sebuah celah sempit di ujung bilik bawahnya. Emulsi kasar melalui katup yang di dalamnya terdapat kombinasi tenaga penghancuran yang besar yang menyebabkan droplet besar dihancurkan menjadi droplet yang kecil. (McClements 1999).

McClements (1999) menyatakan bahwa penurunan ukuran celah katup dapat meningkatkan laju droplet pada katup yang mengakibatkan droplet yang berukuran besar dihancurkan serta droplet yang lebih kecil dihasilkan. Di sisi lain, penurunan ukuran celah katup akan meningkatkan energi masukkan yang dibutuhkan untuk membentuk sebuah emulsi, efeknya yakni terjadi peningkatan biaya produksi.


(29)

14 Gambar 6. High pressure homogenizer TwinPanda 600

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang linear antara logaritma tekanan homogenisasi (P) dan logaritma diameter droplet (d), yang dihubungkan pada log d ∞ log P (Walstra 1983; Phipps 1985; Walstra dan Smulder, 1998; Stang et al. 2001). Namun hubungan tersebut juga bergantung pada dimensi/ ukuran alat homogenizer, mekansime penghancuran droplet pada alat, serta viskositas cairan sampel (Walstra dan Smuder 1998; Stang et al. 2001).

Pada homogenizer yang berukuran besar dan mempunyai viskositas sampel yang kecil, hubangan antara P dan d menjadi d ∞ P-0.6. Untuk homogenizer yang berukuran besar dan mempunyai viskositas sampel yang besar, hubungan antara P dan d menjadi d ∞ P-0.75

. Untuk homogenizer yang berukuran kecil yang sering digunakan pada skala laboratorium, hubungan antara P dan d menjadi d ∞ P-1.0. Homogenizer yang berukuran lebih besar akan menghasilkan penghancuran droplet yang lebih efisien dibandingkan dengan homogenizer yang berukuran lebih kecil pada tekanan homogenisasi yang sama.

Gambar 7. Proses homogenisasi pada high pressure homogenizer (McClements 2004) Beberapa alat homogenizer yang komersial menggunakan proses homogenisasi dua tahap yang mana emulsi dihancurkan melalui dua katup yang teratur. Katup yang pertama mempunyai tekanan yang tinggi dan bertanggung jawab besar pada penghancuran droplet. Katup yang kedua mempunyai tekanan yang lebih rendah dan tugas utamanya adalah menghancurkan “flocs” yang terbentuk selama tahap pertama (Phipps 1985). Tekanan tahap pertama sebesar 14-70 MPa, sedangkan tekanan pada tahap kedua sebesar 2.5-7.0 MPa. (Brennan 1992).


(30)

15 Peningkatan suhu di dalam high pressure homogenizer terjadi dalam jumlah yang kecil, tetapi hal ini dapat dicegah melalui air didalam chamber (bilik) pada jaket homogenizer. Di sisi lain, terkadang diperlukan suhu yang hangat dalam homogenizer selama proses homogenisasi, sebagai contohnya adalah untuk mencegah pembentukan kristal pada fase minyak. (Schubert et al. 2003).

Menurut Brennan (1992), homogenisasi dua tahap diperlukan untuk memuaskan di beberapa produk seperti pada produk susu, krim salad, dan produk emulsi lainnya yang menggunakan protein sebagai agen pengemulsi. High pressure homogenizer digunakan secara luas di dalam industri pangan. Aplikasinya meliputi homogenisasi susu, krim rendah lemak, susu evaporasi, dan susu sterilisasi.

H.

PRODUK EMULSI

Produk emulsi dengan bahan dasar minyak sawit merah yang kaya β-karoten telah diteliti Saputera (1996), Surfiana (2002), dan Sabariman (2007) dengan memakai alat homogenizer jenis Ultra Turax. Penelitian Saputera (1996) telah berhasil membuat produk emulsi dengan bahan baku CPO dan bahan tambahannya adalah bahan pengemulsi/ penstabil (CMC, gum arabik, tween 80, tween 20), pengawet sodium benzoat (0,2%), antioksidan BHT (200 ppm), pengkelat EDTA (200 ppm), pemanis aspartam (200 ppm) atau sukrosa (30%), dan flavor nenas (1,5 %). Penyimpanan selama 45 hari menunjukan kadar β-karoten dan tokoferol hanya sedikit menurun dari 124 – 309 sampai 99 – 236 ppm. Parameter-parameter lain yang diukur: nilai viskositas 133 – 2525 cp, bilangan asam 4,19 – 8,90 mg KOH/g pada awal pembuatan dan menjadi 1,79 – 5,39 mg KOH/g pada minggu ke-6, kandungan β-karoten antara 99 – 236 ppm, dan α-tokeferol antara 29 – 73 ppm. Akan tetapi dari segi penerimaan oleh panelis, rasa produk emulsi tersebut kurang disukai.

Penelitian Surfiana (2002) menghasilkan formulasi produk emulsi yang stabil sebagai berikut: pengemulsi tween-80 1 % (rasio minyak dan air adalah 7 : 3) atau pengemulsi sukrosa ester asam lemak tipe S-1570, P-1570, dan campuran ester asam lemak ber-HLB 15 masing-masing 1 % (rasio minyak dan air adalah 6 : 4); bahan tambahan lainnya adalah pengawet benzoat (0,2 %), antioksidan BHT (200 ppm), pengkelat EDTA (200 ppm), pemanis sirup fruktosa (10 – 15 %), dan flavor jeruk (1 – 1,5 %). Karakteristik produk emulsinya adalah viskositas antara 380 – 2100 cp, bilangan asam 1,340 – 1,401 mg KOH/g emulsi, bilangan peroksida 1,133 – 2,853 meq/1000 g emulsi, total karoten 299,104 – 414,408 ppm, kadar β-karoten 211,852 – 310,870 ppm, dan jumlah mikroba sampai 3,0 x 10 koloni mikroba/g emulsi.

Penelitian Sabariman (2007) menghasilkan formulasi produk emulsi minyak sawit merah yang terbaik sebagai berikut : pengemulsi sukrosa ester asam lemak dengan HLB-15 baik campuran maupun tunggal (tipe S-1570 dan P-1570) dengan rasio minyak dan air adalah 6 : 4. Bahan tambahan makanan lain yang ditambahkan adalah pengawet benzoat (0,2%), antioksidan BHT (200 ppm), pengkelat EDTA (200 ppm), pemanis sirup fruktosa (10%), dan flavor jeruk (1,5%). Sifat reologi yang diperoleh adalah sebagai berikut: nilai indeks sifat aliran (n) 0,9149, nilai indeks konsistensi (K) 0,3566 Pa.sn, nilai tekanan luluh (τo) 3,05 Pa; aktifitas emulsi 97,3%; kestabilan 96,0%; diameter globula 1,8 µm; tegangan

permukaan 51,2 mN/m; tegangan antar muka 9,5 mN/m; nilai tingkat kesukaan rasa, aroma, warna, kekentalan, dan penampakan umum antara agak suka sampai suka.

Hasil pengamatan di pasaran menunjukan terdapat jenis produk emulsi dengan bahan dasar minyak ikan kod yang kaya vitamin A dengan nama dagang “Scott’s Emulsion” dan “Curcuma Plus Emulsion”. Ada dua jenis emulsi yang dikenalkan yaitu emusi original (rasa asli) dengan konsistensi kental dan emulsi rasa jeruk karena ditambah jus jeruk dengan konsistensi lebih encer dari emulsi original. Rasa amis pada jenis pertama terasa lebih kuat sedangkan pada jedua rasa amis tersebut jauh berkurang tetutupi oleh rasa jeruk.


(31)

16

III.

METODE PENELITIAN

A.

WAKTU DAN TEMPAT

Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2010 hingga Oktober 2010. Penelitian dilaksanakan di PT Indolakto (Jl. Raya Siliwangi Cicurug-Sukabumi, Jawa Barat) untuk melakukan proses pencampuran awal dan homogenisasi, PT Mane Indonesia (Kawasan industri Cikarang, Bekasi) untuk melakukan analisis ukuran diameter globula emulsi dengan alat Mastersizer 2000, laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB untuk melakukan analisis produk akhir, serta Seafast Center untuk melakukan fraksinasi olein NDPO menjadi minyak sawit merah.

B.

ALAT DAN BAHAN

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah high pressure homogenizer “TwinPanda 600” buatan NIRO SOAVI S.p.A., stirer Ika Werke RW 20, impeller mixer buatan PT Indolakto Sukabumi, sentrifuse, Rotovisco RV20, spectrofotometer, hot plate, tabung reaksi, dan alat-alat pendukung lainnya.

Bahan yang digunakan pembuatan produk emulsi adalah Neutralized Deudorized Palm Oil (NDPO), emulsifier Tween 80, sirup fruktosa dengan merk “Rose Brand”, dan bahan-bahan untuk analisis

C.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dibagi menjadi tiga tahap yakni penelitian pendahuluan dan penelitian utama, dan analisis produk akhir. Penelitian pendahuluan berupa proses pencampuran awal. Penelitian utama berupa proses homogenisasi, sedangkan tahap analisis produk akhir berupa analisis produk akhir yang paling optimal.

1. Penelitian Pendahuluan (Proses Pencampuran Awal)

Formula yang dipakai dalam penelitian ini menggunakan modifikasi formula yang telah dikembangkan oleh Surfiana (2002). Formula dalam peneltian ini yakni minyak sawit merah, air, sirup fruktosa, serta pengemulsi yang digunakan adalah tween-80. Diagram alir proses pencampuran awal dapat dilihat pada Gambar 8.

Tujuan tahap ini adalah untuk memperoleh produk hasil pencampuran terbaik yang selanjutnya akan digunakan pada tahap homogenisasi. Kecepatan pencampuran yang dipakai yakni 2499.0 rpm, 2646.0 rpm, 2843.0 rpm, dan 3167.0 rpm, sedangkan lama proses pencampuran yang dipakai adalah 1.0 menit, 2.0 menit, dan 3.0 menit. Kecepatan pencampuran yang dipakai adalah


(32)

17 hasil kalibrasi dari skala kecepatan pada alat high speed mixer yang menunjukan nilai 6, 7, 8, dan 9. Produk pencampuran ini dikatakan telah optimal apabila memiliki pemisahan fase air yang paling sedikit dari fase campuran (produk pencampuran) saat pengamatan selama 5 menit, 10 menit, 15 menit, dan 20 menit. Basis total minyak dan air yang digunakan sebesar 400 ml. Data hasil verifikasi kalibrasi nilai kecepatan pada alat dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Data hasil verifikasi kalibrasi kecepatan pada alat high speed mixer Skala Penunjukan kalibrator (rpm)

1 282.1

2 596.7

3 1360.0

4 1726.0

5 2109.0

6 2499.0

7 2646.0

8 2843.0

9 3167.0

10 3359.0

Sumber: PT Indolakto

Gambar 8. Diagram alir proses pencampuran awal Pengamatan

(5 menit, 10 menit, 15 menit, 20 menit) Pemanasan (hot plate, T= 40 oC)

Campurkan dalam wadah stainless steel Air : Minyak = 3 : 7

Produk Sirup

fruktosa 15% Emulsifier 1%

Pencampuran dengan Stirrer

2499.0 rpm; 2646.0 rpm; 2843.0 rpm; 3167.0 rpm 1.0 menit; 2.0 menit; dan 3.0 menit


(33)

18 2. Penelitian Utama (Proses Homogenisasi)

Tujuan tahap ini adalah memperoleh kondisi proses homogenisasi yang terbaik pada produk akhir. Produk hasil proses pencampuran yang terbaik selanjutnya digunakan pada proses homogenisasi ini. Tekanan homogenisasi yang dipakai dalam penelitian ini dilakukan sebanyak dua tahap yang disebut homogenisasi tahap pertama dan homogenisasi tahap kedua. Pengamatan dilakukan dalam menentukan produk yang paling stabil dengan menggunakan metode pengamatan stabilisasi terbaik pada penelitian pendahuluan. Diagram alir proses homogenisasi dapat dilihat pada Gambar 9. Pengukuran kestabilan produk emulsi menggunakan dua metode yakni modifikasi metode Yasumatsu et al. 1972 dan metode Malvern dengan alat Mastersizer 2000.

Homogenisasi tahap pertama 100 bar, 150 bar, 200 bar, 250 bar

Homogenisasi dua tahap dengan tekanan homogenisasi tahap kedua sebesar 40 bar, 60 bar, 80 bar

Pengamatan:

-Produk emulsi yang paling stabil

Produk akhir paling optimal pada tahap homogenisasi Produk paling optimal pada

homogenisasi satu tahap

Pengamatan:

-Produk emulsi yang paling stabil Produk optimal dari

pencampuran awal


(34)

19 Modifikasi Metode Yasumatsu et al. 1972

Pengukuran stabilisasi emulsi dengan metode ini berdasarkan mengukur kemampuan pembentukan emulsi setelah dilakukan pemanasan dan sentrifugasi. Prosedur penentuannya adalah sampel emulsi dipanaskan dalam penangas air bersuhu 80oC selama 30 menit, kemudian disentrifuse pada kecepatan 2.700 rpm selama 10 menit. Volume campuran yang masih membentuk emulsi diukur dan stabilitas emulsi ditetapkan dengan persamaannya sebagai berikut:

Stabilitas emulsi  % volume campuran yang teremulsi  mlvolume total campuran  ml

Metode Malvern dengan alat Mastersizer 2000

Pengukuran stabilitas emulsi pada metode ini berdasarkan ukuran distribusi diameter globula. Diameter globula yang semakin kecil menandakan produk emulsi semakin stabil. Distribusi diameter globula diukur dengan integrated light scattering menggunakan alat Mastersizer 2000 (Malvern Instruments Ltd., Malvern, UK). Pengukuran pada alat ini menggunakan prinsip difraksi Fraunhofer di mana sebuah pararel, sinar laser (sinar merah 633 nm) menerangi suspensi. Cahaya yang terdifraksi oleh droplet suspensi memberi pola difraksi yang stasioner terlepas dari pergerakan partikel. Sebagai partikel memasuki dan meninggalkan area yang menyala, peubahan pola difraksi, selalu merefleksikan ukuran distribusi yang instant di dalam area yang menyala. Pengukuran partikel pada temperatur (20°C).

Perhitungan distribusi diameter globula berdasarkan nilai rata-rata ukuran droplet yang dihitung dari nilai rata-rata permukaan terbobot (surface weighted mean) dengan simbol d32 dan

rata-rata volume terbobot (volume weighted mean) dengan simbol d43 dengan rumus:

d43 = ∑i ni di 4

/ ∑ i ni di 3

d32 = ∑i ni di3 / ∑ i ni di2

dimana nilai ni adalah jumlah droplet dengan diameter di. Nilai d43 dan d32 digunakan

untuk memonitor perubahan distribusi ukuran droplet. Nilai d43 dan d32 ini secara otomatis akan

terbaca pada hasil pengukuran pada alat ini.

3. Analisis Produk Akhir

Tujuan tahap ini adalah melakukan analisis produk hasil optimasi proses homogenisasi. Analisis yang dilakukan meliputi

a. Total karotenoid (PORIM, 2005)

Sebanyak 0.5 gram sampel dan 25 heksana p.a. dimasukkan pada labu takar 25 ml. Campuran tersebut dikocok hingga benar-benar homogen. Absorbansi diukur pada panjanga gelombang 446 nm.


(35)

20 b. Karakterisasi Sifat Aliran Fluida dan Viskositas Produk (Metode Haake)

Karakterisasi sifat aliran fluida dan viskositas produk diukur dengan alat Haake-Rotovisco RV20, perangkat lunak ROT versi 2.4, NV cup 807-0702 dan rotor 807-0713 pada suhu ruang (25°C). Shear rate yang dipakai sebesar 200-800 1/s selama 10 menit. Perhitungan nilai indeks aliran (n) menggunakan model persamaan Power Law dengan persamaan

τ = K( )n

dimana K= konsistensi, τ= shear stress (tekanan geser), = shear rate (laju geser).

Dari data yang diperoleh dapat diketahui sifat aliran fluida viskositas produk dari nilai n (indeks sifat aliran) dan viskositas produk.

c. Uji Proksimat

1.) Kadar Air (SNI 01-2891-1992)

Cawan kosong yang bersih dikeringkan dalam oven selama 15 menit dengan suhu 103o±2oC dan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang. Sebanyak 3 gram sampel dimasukkan ke dalam cawan yang telah ditimbang dan dikeringkan dalam oven pada suhu 103o±2oC selama 3 jam. Cawan yang telah berisi sampel tersebut selanjutnya dipindahkan ke dalam desikator, didinginkan dan ditimbang kembali. Pengeringan diulangi hingga perbedaan hasil antara 2 penimbangan tidak melebihi 5 mg. Kadar air dihitung berdasarkan kehilangan berat, yaitu selisih antara berat awal dan berat akhir sampel, dengan menggunakan rumus :

Kadar air (%b/b) = x- (y-a) x 100% x

Keterangan :

a = Berat cawan kosong kering (g) x = Berat sampel awal (g)

y = Berat cawan + sampel kering (g) 2.) Kadar Abu (SNI 01-2891-1992)

Sampel sebanyak 2 gram ditimbang ke dalam cawan porselen yang telah diketahui bobotnya dan dikeringkan. Sampel kemudian diarangkan di atas nyala pembakar, lalu diabukan dalam tanur listrik pada suhu maksimum 550oC sampai pengabuan selesai dengan sesekali pintu tanur dibuka sedikit agar oksigen dapat memasuki tanur. Cawan porselen yang berisi abu sampel didinginkan dalam desikator lalu ditimbang hingga bobot tetap. Kadar abu dihitung dengan rumus :

Kadar abu (%) = x – a x 100% w

Keterangan :

a = Berat cawan kosong kering (g) w = Berat sample awal (g)


(36)

21 3.) Kadar Lemak (SNI 01-2891-1992)

a.) Tahap Hidrolisis Contoh

Sampel sebanyak 2 gram ditimbang dalam gelas piala. Sampel ditambahkan dengan 30 ml HCl 25% dan 20 ml air, lalu gelas piala ditutup dengan arloji Didihkan selama 15 menit dalam ruang asam. Sampel disaring dengan kertas saring dalam keadaan panas dan dicuci dengan air panas hingga tidak asam lagi. Kertas saring berikut isinya dikeringkan pada suhu 105°C. Kertas saring yang telah kering dilipat dan dilanjutkan dengan proses ekstrasksi pada tahap analisis kadar lemak tahap (b)

b.) Tahap Analisis Kadar Lemak

Labu lemak dikeringkan dalam oven bersuhu 105oC selama 15 menit lalu didinginkan dalam desikator serta ditimbang. Kertas saring kering hasil hidrolisis contoh diambil dan dimasukkan ke dalam selongsong kertas saring yang dialasi dengan kapas. Kertas yang berisi contoh disumbat dengan kapas, lalu dimasukkan ke dalam alat soxhlet yang telah dihubungkan ke labu lemak. Pelarut heksana dimasukkan sebanyak 150ml. Lemak dalam contoh diekstrak selama ± 6 jam. Heksana disuling lalu ekstrak lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105°C. Sampel didinginkan pada desikator lalu ditimbang. Pengeringan diulang hingga bobot tetap

Kadar lemak (%) = berat lemak (g) x 100% berat sampel (g) 4.) Kadar Protein (AOAC, 1984)

Sampel sebanyak 0.3 gram ditimbang dalam labu Kjedahl kemudian ditambahkan 1.9 ± 0.1 g K2SO4, 40 ± 10 mg HgO, 2.0 ± 0.1 ml H2SO4. Selanjutnya dengan penambahan batu

didih, larutan didihkan 1-1.5 jam sampai cairan menjadi jernih. Setelah larutan didinginkan dan diencerkan dengan akuades, sampel didestilasi dengan penambahan 8-10 ml larutan 60% NaOH-5% Na2S2O3. Hasil destilasi ditampung dengan erlenmeyer yang

telah berisi 5 ml H3BO3 dan 2-4 tetes indikator metilen red blue. Destilat yang diperoleh

kemudian dititrasi dengan larutan HCl 0.02 N hingga terjadi perubahan warna dari hijau menjadi abu-abu. Hasil yang diperoleh adalah dalam total N, yang kemudian dinyatakan dalam faktor konversi 6.25. Penetapan kadar protein sampel dihitung dengan menggunakan rumus :

Kadar protein kasar (%) =(Y-Z) x (Nx 0.014 x 6.25) x100% W

Keterangan:

Y = ml HCl yang digunakan untuk mentitrasi blanko Z = ml HCl yang digunakan untuk mentitrasi sampel W = bobot sampel (mg)

N = normalitas HCl (N)

5.) Kadar Karbohidrat by difference


(37)

22

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A.

PENELITIAN PENDAHULUAN (PROSES PENCAMPURAN AWAL)

Parameter pengamatan yang digunakan pada proses pencampuran awal ini adalah persentase volume pemisahan air terhadap volume total produk pencampuran. Semakin kecil persentase pemisahan air maka semakin optimal pencampuran yang terjadi sehingga semakin optimal pula hasil produk pencampuran yang didapat.

Gambar 10. Kurva pemisahan air (%) setelah proses pencampuran awal pada suhu ruang (25oC) Gambar 10 menunjukkan kurva pemisahan air (%) setelah proses pencampuran awal yanga dilakukan pada suhu ruang (25oC). Gambar tersebut menunjukkan semakin lama pemisahan air yang diamati menghasilkan persentase pemisahan air yang semakin besar. Hal ini dikarenakan energi yang diberikan oleh alat pencampur kepada emulsifier Tween 80 masih terlalu rendah untuk mempertahankan emulsi kasar (coarse emulsion) dari koalesen. Droplet-droplet dalam emulsi kasar ini nanti akan dikecilkan ukurannya untuk membentuk sebuah emulsi yang baik menggunakan high pressure homogenizer. Proses destabilisasi emulsi dapat terjadi melalui berbagai macam mekanisme fisik yang meliputi creaming, sedimentasi, flokulasi, koalesen, dan inversi fase (McClements 2004).

Pengemulsi Tween 80 yang dipakai pada produk ini dapat menstabilkan emulsi dengan cara menurunkan tegangan permukaan dan antarmuka emulsi minyak dengan air, serta serta membentuk

coating yang protektif di sekeliling droplet yang akan mencegah dari koalesen dengan lainnya

(McClements 2004). Proses pencampuran awal ini meliputi lama pencampuran serta kecepatan pencampuran.

0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00

5 10 15 20

Pemisahan air

(%

)

Waktu Pengamatan (menit)

2499 rpm; 1 menit 2646 rpm; 1 menit 2843 rpm; 1 menit 3167 rpm; 1 menit 2499 rpm; 2 menit 2646 rpm; 2 menit 2843 rpm; 2 menit 3167 rpm; 2 menit 2499 rpm; 3 menit 2646 rpm; 3 menit 2843 rpm;3 menit 3167 rpm; 3 menit


(38)

23 Gambar 10 menunjukkan bahwa waktu proses pencampuran yang menghasilkan persentase pemisahan air yang terkecil hingga terbesar berturut-turut yakni 3 menit, 2 menit, dan 1 menit. Data ini menunjukkan kecenderungan bahwa semakin lama waktu pencampuran pada kecepatan pencampuran yang sama menghasilkan persentase pemisahan air yang lebih kecil.

Hal ini terjadi karena dalam waktu pencampuran yang semakin lama akan menghasilkan energi yang semakin lebih besar untuk membuat pengemulsi lebih mampu menstabilkan droplet air dalam produk emulsi ini (Peters 1992 dan McClements 2004). Hasil penelitian ini menguatkan penelitian dari Ghannam (2005) yang menjelaskan bahwa pada kecepatan pencampuran yang sama, semakin lama waktu pencampuran akan menghasilkan emulsi yang stabil. Dari optimasi lama pencampuran ini dapat disimpulkan bahwa waktu pencampuran selama 3 menit menghasilkan produk emulsi yang paling optimal daripada selama 2 menit dan 1 menit.

Gambar 10 juga menunjukkan bahwa kecepatan proses pencampuran yang menghasilkan persentase pemisahan air terkecil hingga terbesar pada waktu pengamatan yang sama serta lama proses pencampuran yang sama berturut-turut dari terkecil hingga terbesar yakni kecepatan 3167.0 rpm, 2843.0 rpm, 2646.0 rpm, dan 2499.0 rpm. Data ini menunjukkan kecenderungan bahwa semakin besar kecepatan pencampuran menghasilkan persentase pemisahan air yang semakin kecil.

Hal ini dikarenakan kecepatan pencampuran yang semakin besar akan menghasilkan energi yang besar untuk membuat pengemulsi lebih mampu menstabilkan droplet air dalam produk emulsi ini (Peters 1992 dan McClements 2004). Untuk membuat sebuah emulsi diperlukan suplai energi untuk menghancurkan dan mencampur baurkan fase air dan minyak yang dihasilkan dari agitasi secara mekanik (Walstra 1993; Walstra dan Smulder 1998; Schubert et al., 2003). McClements (2004) menjelaskan ukuran droplet di dalam sebuah emulsi dapat berkurang dengan meningkatnya intensitas atau durasi energi penghancuran selama homogenisasi (sepanjang ada emulsifier yang cukup untuk menutup permukaan droplet yang dibentuk). Dari proses kecepatan pencampuran ini dapat disimpulkan bahwa kecepatan pencampuran sebesar 3167.0 rpm menghasilkan produk emulsi yang paling optimal daripada kecepatan pencampuran sebesar 2843.0 rpm, 2646.0 rpm, dan 2499.0 rpm.

Dari data pada Gambar 10 serta pada pembahasan di atas menunjukkan bahwa kecepatan proses pencampuran 3167.0 rpm selama 3.0 menit menghasilkan produk yang optimal. Jadi diputuskan variabel proses pencampuran 3167.0 rpm selama 3.0 menit digunakan untuk penelitian utama.

B.

PENELITIAN UTAMA (OPTIMASI PROSES HOMOGENISASI)

Homogenisasi dengan high pressure homogenizer tergolong homogenisasi sekunder dimana droplet-droplet dalam emulsi kasar yang dihasilkan dari pencampuran awal (homogenisasi primer) dengan alat high speed mixer akan dikecilkan ukurannya untuk membentuk sebuah emulsi yang baik (McClements 2004). Emulsi yang baik pada analisis yang dilakukan pada penelitian tahap utama ini dinyatakan dengan meningkatnya kestabilan emulsi yang diukur dengan modifikasi metode Yasumatsu et al. 1972 dan metode Malvern dengan alat Mastersizer 2000.

1. Homogenisasi satu tahap

Gambar 11 menunjukkan kurva stabilitas emulsi yang dinyatakan dalam persentase emulsi yang stabil pada berbagai tekanan homogenisasi tahap pertama dengan menggunakan modifikasi metode Yasumatsu et al. Tekanan 100 bar menghasilkan stabilitas emulsi sebesar (92.00 ± 0.00) %,


(1)

43 Lampiran 6. DataDistribusi Ukuran Droplet dengan Mastersizer 2000 pada Homogenisasi Dua Tahap a. Distribusi Ukuran Droplet dengan Alat Mastersizer 2000 pada Homogenisasi Dua Tahap pada nilai

[d3,2] Tekanan

(bar) Ulangan

D[3,2]

(µm) Rataan

Rataan dua

ulangan Stdv SEM

40 1 1.340 1.349 1.331 0.03 0.02

1.357

2 1.311 1.313

1.314

60 1 1.103 1.103 1.173 0.10 0.07

1.103

2 1.246 1.243

1.239

80 1 1.116 1.117 1.184 0.10 0.07

1.118

2 1.256 1.252

1.247

b.Distribusi Ukuran Droplet dengan Alat Mastersizer 2000 pada Homogenisasi Dua Tahap pada Nilai [d4,3]

Tekanan

(bar) Ulangan

D[4,3]

(µm) Rataan

Rataan dua

ulangan Stdv SEM

40 1 1.722 1.732 1.711 0.03 0.02

1.742

2 1.688 1.690

1.692

60 1 1.445 1.445 1.528 0.12 0.08

1.445

2 1.618 1.612

1.605

80 1 1.453 1.454 1.533 0.11 0.08

1.455

2 1.614 1.612


(2)

44 Lampiran 7. Uji Total Karoten

a. Data uji total karoten produk akhir (PORIM 2005)

Analisis Berat (awal) A FP Total Karoten (ppm) Rata total karoten (ppm)

1 0.5171 0.207 10 153.3185 152.92 ± 0.56

2 0.5223 0.208 10 152.5254

b. Data perhitungan β-karoten produk akhir

Naibaho (1990) menyebutkan bahwa karoten yang terdapat dalam minyak sawit terdiri dari α-karoten sebesar ± 36.2%, β-karoten ± 54.4%, Ȗ-karoten ± 3.3%, likopen ± 3.8%, dan santofil ± 2.2 %; maka dapat dihitung kandungan β-karoten produk emulsi ini sebesar

β-karoten = nilai total karoten produk x 54.4 % β-karoten = 152.92 ppm x 54.4 % = 83.19 ppm


(3)

45 Lampiran 8. Perhitungan kandungan β-karoten produk per takaran saji (10 g) serta klaim kaya

vitamin A Diketahui:

-Kandungan β-karoten produk sebesar 83.19 ppm (µg/g)

-Aktivitas vitamin A dapat dinyatakan dalam Retinol Equivalen (RE) dimana 1 RE setara dengan 6µg β-karoten.

-AKG (Angka Kecukupan Gizi) rata-rata yang dianjurkan bangsa Indonesia (per orang per hari) untuk vitamin A (dalam satuan RE) pada pria dewasa (19-29 tahun) dan wanita dewasa (19-29 tahun) adalah masing-masing 600 RE dan 500 RE.

-FDA (2009) menyatakan bahwa suatu pangan dapat diklaim mengandung karoten tinggi bila memenuhi 20% AKG vitamin A per takaran saji.

Jawaban:

a. Kandungan β-karoten produk dalam satuan RE sebesar 83.19 / 6 = 13.86 RE. Kandungan β-karoten produk per takaran saji (10 g) sebesar 13.86 RE x 10 = 138.64 RE.

b. Produk emulsi per takaran saji mempunyai vitamin A sebesar 138.6492 RE. Nilai ini bila dipersentasekan terhadap AKG vitamin A pada pria dewasa sebesar (138.6492/600) x 100% = 23.11%, sedangkan pada wanita dewasa sebesar (138.6492/500) x 100% = 27.73%.

Persentase kandungan vitamin A per takaran saji pada produk ini terhadap AKG pada pria dewasa dan wanita dewasa di atas 20%. Jadi bisa dikatakan produk emulsi ini mengandung kaya vitamin A atau β-karoten


(4)

46 Lampiran 9. Grafik Nilai Range Sistem Sensor NV pada alat Haake Rotovisco RV20


(5)

47 Lampiran 10. Hasil Pengukuran Reologi dengan Rotovisco RV 20

Shear Rate [1/s]

Shear Stress [Pa] Viskositas [Pa.s]

Mean Stdv SEM Mean Stdv SEM

203.8800 6.5586 0.65 0.4580 0.0324 0.01 0.0096

225.2000 7.0002 0.43 0.3063 0.0312 0.01 0.0091

244.9200 7.7262 0.97 0.6875 0.0316 0.01 0.0095

263.6600 8.3662 1.29 0.9104 0.0318 0.01 0.0097

283.5400 9.2956 1.25 0.8858 0.0326 0.01 0.0098

304.3000 10.4048 1.05 0.7393 0.0342 0.01 0.0101

324.9200 9.8288 1.23 0.8662 0.0302 0.01 0.0090

345.1400 10.6674 1.22 0.8631 0.0310 0.01 0.0092

365.5600 11.4080 0.71 0.4986 0.0312 0.01 0.0091

385.5800 11.7480 0.39 0.2757 0.0306 0.01 0.0089

406.1800 12.7400 0.94 0.6636 0.0314 0.01 0.0092

426.6800 13.1180 0.64 0.4551 0.0308 0.01 0.0089

447.7000 13.7340 0.95 0.6686 0.0308 0.01 0.0090

467.6800 14.2860 1.15 0.8139 0.0304 0.01 0.0089

488.7800 14.8180 1.51 1.0650 0.0302 0.01 0.0090

508.5800 15.2820 1.45 1.0223 0.0300 0.01 0.0088

529.3400 16.0300 1.20 0.8461 0.0302 0.01 0.0088

549.2400 16.4740 1.57 1.1109 0.0300 0.01 0.0089

570.2600 16.8240 1.73 1.2206 0.0296 0.01 0.0087

590.1400 17.5040 1.44 1.0211 0.0296 0.01 0.0087

611.3400 17.6320 2.42 1.7130 0.0286 0.01 0.0086

631.4000 17.5600 1.68 1.1872 0.0278 0.01 0.0082

652.2600 19.4340 2.09 1.4775 0.0298 0.01 0.0089

672.6600 20.4480 1.68 1.1870 0.0302 0.01 0.0088

692.9800 20.1180 1.40 0.9905 0.0288 0.01 0.0084

714.1000 20.3720 1.53 1.0815 0.0284 0.01 0.0083

733.9800 21.4580 2.00 1.4139 0.0294 0.01 0.0086

754.9000 21.2600 1.49 1.0553 0.0280 0.01 0.0082

774.7000 23.8000 2.27 1.6071 0.0306 0.01 0.0090

795.7200 23.7780 1.85 1.3082 0.0300 0.01 0.0088

Keterangan:

Data di atas dilakukan sebanyak 5 kali ulangan. SEM= Standard Error of Mean


(6)

48 Lampiran 11. Uji Proksimat

a. Data Analasis Kadar Air

Contoh U W W1 W2 g/100 g X Rataan

Sampel 1 1 3.0146 5.0483 3.0832 34.81 34.28

34.47 ± 0.59 2 3.0063 6.9436 4.9516 33.74

Sampel 2 1 3.0113 4.5494 2.5939 35.06 34.67

2 3.0281 6.9326 4.9422 34.27

b. Data Analisis Kadar Abu

Contoh U W W1 W2 g/100 g Rataan

Sampel

1 2.0900 32.0748 32.0742 0.03

0.02 ± 0.02

2 2.0261 31.2319 31.2325 0.03

3 2.0050 32.5098 32.5099 0.00

c. Data Analasis Kadar Lemak

Contoh U W W1 W2 g/100 g Rataaan

Sampel 1 2.2491 108.0441 106.7139 59.14366

60.15 ± 1.42

2 2.2437 121.7977 120.4257 61.14899

d. Data Analisis Kadar Protein

Contoh U W awal

Titrasi HCl (ml)

N HCl

Blanko Protein (ml)

Konversi %N % Protein Rataan

Sampel 1 0.3867 0.25 0.02866 0.1 6.25 0.02 0.10

0.11 ± 0.00

2 0.3045 0.25 0.02866 0.1 6.25 0.02 0.12

e. Data Karbohidrat by difference

= 100 – (kadar air + kadar abu + kadar minyak + kadar protein) =100 – (34.47 + 0.02 + 60.15 + 0.11) = 5.25