Peningkatan Aktivitas Enzim L-Arabinosa Isomerase Dari Geobacillus Stearothermophilus Dengan Teknik Site Directed Mutagenesis

PENINGKATAN AKTIVITAS ENZIM L-ARABINOSA
ISOMERASE DARI Geobacillus stearothermophilus DENGAN
TEKNIK SITE-DIRECTED MUTAGENESIS

NOVITRIA HARRIYANI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Peningkatan produksi
D-tagatosa dari enzim L-arabinosa isomerase dari Geobacillus stearothermophilus
dengan teknik site directed mutagenesis adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada

Institut Pertanian Bogor dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Bogor, September 2016
Novitria Harriyani
NIM P051130011

RINGKASAN
NOVITRIA HARRIYANI. Peningkatan aktivitas enzim L-arabinosa isomerase
dari Geobacillus stearothermophilus dengan teknik site directed mutagenesis.
Dibimbing oleh ANTONIUS SUWANTO dan WIEN KUSHARYOTO.
Enzim L-arabinosa isomerase (L-AI) merupakan enzim yang berperan
dalam mediasi isomerisasi antara D-galaktosa menjadi D-tagatosa. D-tagatosa,
adalah pemanis yang paling mirip dalam rasa dan sifat fisik dengan sukrosa dari
seluruh pemanis, selain itu juga dikenal sebagai pengganti gula alami. D-tagatosa
merupakan gula langka yang bersifat malabsorbsi atau sulit diserap oleh usus
halus. Keunggulan sifat tersebut yang menjadikan D-tagatosa merupakan gula
langka dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif pengganti sukrosa. Sehingga
banyak metode digunakan untuk meningkatkan hasil produksi D-tagatosa dari
proses enzimatik L-AI. Produksi enzim L-AI pada umumnya memiliki berbagai
kendala, seperti rendahnya aktivitas enzim dari galur murni yang telah diisolasi
sebelumnya.

Pendekatan rekayasa genetik merupakan alternatif yang dapat dilakukan
untuk mendapatkan enzim L-AI dengan aktivitas yang lebih baik, salah satunya
adalah dengan melakukan mutasi pada suatu posisi tertentu untuk memperbaiki
sifat enzim. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan dengan tujuan
mengkonstruksi gen araA pada vektor pRHA dan mengekspresikan protein
rekombinan L-AI di sitoplasma Escherichia coli serta meningkatkan produksi Dtagatosa dengan berbagai variasi mutasi. Gen penyandi enzim L-AI telah berhasil
dikloning ke dalam vektor pRHA, dan diekspresikan di sitoplasma E. coli NiCo21
dengan ukuran protein 57 kDa.
Gen tersebut telah berhasil dimutasi dengan menggunakan teknik site
directed mutagenesis pada titik mutasi S393T, F280N, F280L dan mutasi ganda
S393T-F280L dan S393T-F280N. Lebih lanjut lagi hasil uji aktivitas enzim L-AI
dari kelima mutan dan tipe liar, empat diantaranya menunjukkan adanya
peningkatan aktivitas enzim L-AI. Mutan S393T memiliki aktivitas spesifik
tertinggi yakni 0.518 atau 159% dan diikuti oleh mutan F280L, F280N dan
S393T-F280L yakni 24.7%, 15%, dan 14% berturut-turut, dibandingkan dengan
tipe liar. Sedangkan penurunan aktivitas enzim ditunjukkan pada mutan S393TF280N dengan penurunan aktivitas 6% di bandingkan tipe liar. Mutan S393T
memiliki nilai untuk dikembangkan di dunia industri.
Kata kunci: Geobacillus stearothermophilus , L-arabinose isomerase, site directed
mutagenesis


SUMMARY
NOVITRIA HARRIYANI. Improvement of L-arabinose isomerase activity from
Geobacillus stearothermophilus by site-directed mutagenesis. Supervised by
ANTONIUS SUWANTO and WIEN KUSHARYOTO.
L-arabinose isomerase is an enzyme converting D-galactose to D-tagatose.
D-tagatose is the most similar in taste and physical properties to sucrose of the
entireknown natural sugar substitutes. D-tagatose is rare sugar, it is poorly
abosorbed in the small intestine. The advantages that make D-tagatose can be used
as an alternative to change sucrose. Several methods have been studied to increase
production of D-tagatose from enzymatic processes. Production of the enzyme LAI in general have various constraints, such as low activity of enzymes of wild
type strains that have been isolated previously.
Genetic engineering is an alternative approach that can be conducted to
obtain enzyme L-AI with higher activity through mutation at a certain position to
improve enzymatic properties. The present study is aimed to construct a
recombinant pRHA, investigated the expression of araA gene in E. coli cytoplasm,
and mutated L-AI to increase production rate of D-tagatose. We have successfully
sub cloned it into pRHA vector and expressed recombinant protein L-AI in E. coli
NiCo21 cytoplasm with molecular mass 57 kDa.
Site directed mutagenesis araA gen was conducted. The site variants of the
single mutants were identified as S393T, F280N, and F280L. Those variants

obtained by site-directed mutagenesis were further analyzed for double site
variants which are S393T-F280L, and S393T-F280L. The results showed that
among those five L-AI mutants there were four mutants which exhibited higher in
D-galactose isomerization specific activity. The S393T mutant showed the highest
specific activity (0.518 U/mg) or 159% than wild type followed by F280L, F280N
and S393T-F280L mutants, i.e. approximately 24.7% ,15%, 14% higher than wild
type control. The S393T-F280N mutant exhibited decreased in specific activity
compared to wild type i.e 6% fold than wild type. Mutant S393T enzyme can be
potential for industrial production of D-tagatose.
Keywords: Geobacillus stearothermophilus, L-arabinose isomerase, site-directed
mutagenesis.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini

dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PENINGKATAN AKTIVITAS ENZIM L-ARABINOSA
ISOMERASE DARI Geobacillus stearothermophilus DENGAN
TEKNIK SITE-DIRECTED MUTAGENESIS

NOVITRIA HARRIYANI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Bioteknologi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Utut Widyastuti, MSi


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian ini ialah “Peningkatan Aktivitas Enzim L-arabinosa
isomerase dari Geobacillus stearothermophilus dengan teknik site-directed
mutagenesis”.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Antonius Suwanto,
MSc dan Bapak Dr rer nat Wien Kusharyoto selaku pembimbing yang telah
memberikan bimbingan, arahan dan ilmu kepada penulis, serta Dr Ir Utut
Widyastuti, MSi selaku penguji pada ujian yang telah memberikan saran dan
masukan yang sangat berguna demi kesempurnaan tesis ini. Terima kasih juga
penulis sampaikan kepada Pusat Penelitian Bioteknologi, Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang telah memberikan dukungan dana penelitian;
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang telah memberikan dukungan dana
pendidikan melalui Program Beasiswa Fresh Graduate a.n. Novitria Harriyani.
Terima kasih penulis ucapkan pula kepada keluarga besar Laboratorium
Genetic Engineering and Protein Design di Pusat Penelitian Bioteknologi, LIPI
yang telah memberikan bantuan dan diskusi selama penelitian. Terima kasih
penulis ucapkan pula kepada segenap sahabat mahasiswa di Program Studi

Bioteknologi, Sekolah Pascasarjana (SPs), Institut Pertanian Bogor (IPB) yang
telah memberikan kebersamaan dan dukungannya. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada mama, ayah, adik, kakak, serta seluruh keluarga atas segala
doa, perhatian dan kasih sayangnya. Serta semua pihak yang telah banyak
memberikan motivasi, dukungan dan inspirasi bagi penulis. Semoga karya ilmiah
ini bermanfaat.
Bogor, September 2016
Novitria Harriyani

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN


vi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

1
1
3
3

2 TINJAUAN PUSTAKA
Produksi D-tagatosa dengan Enzim L-arabinosa isomerase dari G.
stearothermophilus
Teknik QuickChangeTM Site Directed Mutagenesis
Sistem Ekspresi dengan Promotor Teregulasi Berbasis Rhamnosa (PRHA)
Purifikasi Protein Menggunakan Sistem Immobilized Metal-ion Affinity
Chromatography Co2+


3
3
4
6

3 METODE
Bahan
Prosedur Analisis Data

9
9
9

7

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Subkloning, Mutasi pada pRHA-araA dan Ekspresi
Uji Aktivitas Mutan Enzim L-AI

13

13
15

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

17
17
17

DAFTAR PUSTAKA

18

LAMPIRAN

22

RIWAYAT HIDUP


36

DAFTAR TABEL
1 Primer konstruksi gen araA
2 Primer site directed mutagenesis
3 Uji aktivitas enzim L-arabinosa isomerase

9
11
16

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7

Struktur model 2 dimensi enzim L-AI pada posisi F280
Struktur model 3 dimensi enzim L-AI pada posisi S393
Skema metode QuickChangeTM SDM
Induksi dan represi operon RHA
Sistem IMAC Co2+
Skema vektor rekombinan PRHA-araA
Hasil visualisasi elektroforesis plasmid rekombinan pRHA-araA dan
analisis ekspresi protein L-AI
8 Analisis sekuensing gen araA

2
3
5
7
8
10
14
15

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8

Sekuen DNA gen araA
Sekuen DNA vektor Rhamex rekombinan pJExpress804-araA
Skema rancangan penelitian
Analisis sekuensing DNA dari pRHA-araA
Analisis SDS-PAGE pemilihan konsentrasi induser L-rhamnosa
Perhitungan konsentrasi protein dari enzim L-AI
Perhitungan standar tagatosa
Uji aktivitas enzim L-AI pada substrat D-galaktosa

22
24
27
28
29
30
32
33

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Enzim L-arabinosa isomerase (L-AI) merupakan enzim yang berperan
dalam mediasi isomerisasi antara D-galaktosa menjadi D-tagatosa. D-tagatosa,
adalah pemanis yang paling mirip dalam rasa dan sifat fisik dengan sukrosa dari
seluruh pemanis, selain itu juga dikenal sebagai pengganti gula alami (Kim et al.
2005). D-tagatosa merupakan gula ketohexosa alami rendah kalori. Selain itu
tingkat kemanisan D-tagatosa mencapai 92% dari sukrosa, dalam 10% larutan
(Levin et al. 1994). D-tagatosa merupakan gula langka yang bersifat malabsorbsi
atau sulit diserap oleh usus halus sehingga dapat digunakan sebagai anti diabetes,
dan anti hiperglikemik (Donner et al. 1999). Keunggulan sifat tersebut yang
menjadikan D-tagatosa sebagai salah satu alternatif pengganti sukrosa. Sehingga
banyak metode digunakan untuk meningkatkan hasil produksi D-tagatosa dari
proses enzimatik L-AI.
Gen araA yang digunakan untuk penelitian ini bersumber dari Geobacillus
stearothermophilus yang di isolasi dari Tanjung Api, Danau Poso, Indonesia dan
merupakan gen penyandi L-AI (Fitriani dan Saksono 2010). Enzim L-AI dari
strain ini bersifat termoaktif dan termostabil pada temperatur hingga 60°C. Faktor
inilah yang menjadikan enzim ini berpeluang untuk dikembangkan. Namun
tingkat biokonversi D-galaktosa menjadi D-tagatosa dari enzim ini masih relatif
rendah sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk meningkatkan
aktivitas dari enzim ini.
Vektor yang digunakan dalam keperluan kloning dan ekspresi, adalah vektor
pRHA, vektor ini memiliki promotor berbasis rhamnosa dan teregulasi dengan
ketat oleh induser L-rhamosa dan represor D-glukosa, serta telah dilaporkan
merupakan sistem ekspresi Escherichia coli alternatif yang layak untuk kloning
dan ekspresi protein rekombinan fungsional yang stabil (Giacalone et al. 2006).
Vektor ini berpeluang mampu mengatasi kendala tingkat ekspresi yang rendah
dan kebocoran ekspresi.
Mayoritas L-AI yang dijelaskan pada penelitian sebelumnya merupakan
enzim yang bukan termoaktif. Isomerisasi pada temperatur tinggi dapat
meningkatkan laju reaksi dan memungkinkan pergeseran keseimbangan antara Dgalaktosa dan D-tagatosa yang lebih tinggi dari yang diinginkan. Alasan ini yang
menyebabkan banyak L-AI yang bersifat termoaktif dan termostabil diisolasi dan
dipelajari.
Rekayasa genetika merupakan pendekatan yang banyak dilakukan untuk
mendapatkan L-AI dengan aktivitas tinggi, salah satunya adalah dengan
melakukan mutasi pada suatu posisi tertentu untuk memperbaiki sifat enzimatik.
Beberapa penelitian sebelumnya melaporkan mutasi dapat meningkatkan
temperatur optimal L-AI dari 30-60°C. Selain itu, mutasi ini mampu
meningkatkan sifat katalitik L-AI pada E. coli dengan mengeser 50% tingkat
biokonversi hingga 20-30% dari enzim tipe liar (Kim dan Oh 2005).
Sampai saat ini, tidak ada analisis rinci mekanisme isomerisasi dan residu
katalitik terlibat dalam isomerisasi D-galaktosa ke D-tagatosa di protein L-AI dari
G. stearothermophilus telah dilaporkan. Namun, sebuah studi oleh Rhimi et al.

2
(2007) berhasil mengidentifikasi residu katalitik L-AI dari Bacillus
stearothermophilus dan semua data tersebut digunakan sebagai dasar dari
pemodelan molekul L-AI dari G. stearothermophilus.
Model struktur L-AI terikat dengan Mn2+ dan D-galaktosa sebagai substrat
dibuat dengan menggunakan teknik pemodelan molekul dan percobaan di dalam
silico docking. Dalam struktur model ini Mn2+ terikat oleh residu asam amino
yang diprediksi sebagai asam amino esensial dalam mekanisme katalitik.
Berdasarkan pemodelan (Gambar 1) residu F280, diperkirakan berperan dalam
pengenalan substrat, dan memiliki kontak dengan bagian tulang punggung karbon
dari D-galaktosa dalam situs aktif L-AI.

Gambar 1 Struktur 3 dimensi dari situs aktif L-AI secara kompleks berikatan
dengan substrat D-galaktosa (representasi bola dan tongkat). Atom
karbon D-galaktosa (abu-abu), atom oksigen (merah). Rantai residu
yang membangun situs aktif dari L-AI diberi label. Logam kation
Mn2+ (bola ungu), ikatan hidrogen antara residu dan substrat (merah
muda).
Selanjutnya dilakukan pemodelan dari struktur L-AI (Gambar 2),
menunjukkan situs aktif dari enzim, dan posisi S393T. Titik 393
merepresentasikan terletak pada lapis kedua dari situs aktif enzim. Berdasarkan
data tersebut, maka titik F280 dan S393 dipilih sebagai kandidat mutasi, yang
selanjutnya dilakukan mutasi dengan menggunakan teknik QuickChangeTM site
directed mutagenesis (SDM) dan konstruksi gen araA pada vektor pRHA di E.
coli untuk memperoleh varian enzim L-AI dengan aktivitas produksi D-tagatosa
lebih tinggi dibandingkan dengan tipe liar. Selain itu dilakukan pula kombinasi
mutasi ganda dari S393T-F280N dan S393T-F280L untuk mengetahui efek dari
kedua mutasi tersebut terhadap aktivitas enzim L-AI.

3

Gambar 2 Struktur 3 dimensi situs aktif L-AI dengan logam kation Mn2+ (bola
ungu). Posisi mutasi S393T terhadap situs aktif enzim L-AI dari G.
stearothermophilus ditunjukkan lingkaran merah.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan kloning, ekspresi dan
meningkatkan aktivitas enzim L-AI yang berasal dari G. stearothermophilus
dengan mengkonstruksi variasi gen araA menggunakan teknik SDM.

Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini, yaitu konstruksi gen L-AI yang
didisain dapat digunakan sebagai kandidat gen untuk memproduksi enzim L-AI
dan produksi D-tagatosa dari D-galaktosa dengan hasil yang lebih tinggi dari galur
sebelumnya.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Produksi D-tagatosa dengan Enzim L-Arabinosa Isomerase dari G.
stearothermophilus
D-tagatosa merupakan gula monosakarida ketohexosa, yang memiliki rasa
manis dan sangat jarang diproduksi secara alami. D-tagatosa, adalah jenis pemanis
yang paling mirip dalam rasa dan sifat fisik dengan sukrosa dari seluruh pemanis,
selain itu juga dikenal sebagai pengganti gula alami (Kim 2004). D-tagatosa
merupakan ketohexosa alami rendah kalori, selain itu tingkat kemanisan Dtagatosa mencapai 92% dari sukrosa, dalam 10% larutan (Levin et al. 1994).

4
D-tagatosa merupakan gula yang bersifat malabsorbsi atau sulit diserap oleh
usus halus. Uji klinis pada manusia dilakukan dengan kedua penderita diabetes
tipe 2 dan subjek kontrol yang menerima rejimen sehari-hari D-tagatosa selama 12
bulan menunjukkan bahwa, kedua kelompok secara bertahap dan konsisten
kehilangan berat badan pada tingkat medis yang diinginkan (Donner et al. 1999).
Hal ini juga telah terbukti memiliki banyak manfaat kesehatan, seperti,
pengurangan gejala yang berhubungan dengan diabetes tipe 2, hiperglikemia,
anemia, dan hemofilia (Buemann et al 1999; Levin 2002). Kelebihan ini
menjadikan D-tagatosa produk yang sangat menarik untuk diproduksi sebagai
bahan pangan, dan obat di Amerika Serikat (Lee et al. 2004).
D-tagatosa merupakan gula langka yang dapat diproduksi melalui dua cara
yakni metode kimia, mengubah D-galaktosa menjadi D-tagatosa dengan katalis
kalsium hidroksida (Beadle et al. 1991) namun proses kimia memiliki beberapa
kelemahan seperti proses purifikasi yang kompleks, menghasilkan limbah kimia
dan produk samping yang dapat mencemari lingkungan, sedangkan produksi
dengan metode biologi dapat dilakukan melalui proses biokatalis enzim. Produksi
D-tagatosa secara biologi telah dipelajari menggunakan beberapa sumber
biokatalis seperti, Arthrobacter globiformis (Izumori et al. 1984), dan G.
thermodenitrificans (Kim et al. 2005).
L-arabinosa isomerase (L-AI; EC 5.3.1.4) adalah enzim yang mengkatalis
isomerisasi dari L-arabinosa menjadi L-ribulosa (Izumori et al. 1984). Selain itu
L-AI juga dapat mengkatalis D-galaktosa menjadi D-tagatosa (Cheetam dan
Wootton 1993). Kemampuan L-AI dalam mengkatalis reaksi isomerisasi Dgalaktosa menjadi D-tagatosa dikarenakan kemiripan struktur konfigurasi antara
D-galaktosa dengan L-arabinosa (Yoon et al. 2003). Karena kemampuannya
dalam mengkatalis reaksi isomerisasi pada D-galaktosa, enzim L-AI sering juga
disebut sebagai galaktosa isomerase.
Gen araA terdiri dari 1494-1535 pasang basa. Jumlah pasang basa yang
dimiliki gen araA tergantung dari mikroorganisme yang menghasilkannya. Gen
araA yang dimiliki G. stearothermophilus strain lokal yang telah di isolasi dari
Tanjung Api, Poso adalah 1494 pasang basa (Fitriani dan Saksono 2010). Selain
itu enzim L-AI yang berasal dari G. stearothermophilus merupakan enzim yang
bersifat termofilik dan termostabil (Jung et al. 2005). Isomerisasi pada temperatur
tinggi dapat meningkatkan laju reaksi dan memungkinkan terjadi pergeseran
kesetimbangan antara D-galaktosa dan D-tagatosa, dan keduanya diinginkan
dalam dunia industri (Kim et al. 2002). Umumnya proses isomerisasi terbentuk
pada temperatur tinggi (>70°C) dan memiliki beberapa keuntungan seperti,
meningkatkan laju reaksi, tingginya nilai konversi yield, dan rendahnya viskositas
substrat pada aliran produk (Liu et al. 1996). Sehingga sifat termostabil dan
termoaktif pada enzim L-AI lebih diinginkan.
Teknik QuickChangeTM Site Directed Mutaganesis
Site-directed mutagenesis adalah pengembangan biologi molekular yang
memungkinkan mengontrol urutan DNA sekuen. Teknik ini sangat penting dalam
mempelajari rekayasa genetika, biokimia dan rekayasa protein, seperti humanisasi
antibodi, pengenalan dari situs katalik, dan mengkreasikan protein sehingga

5
memperbaiki karakteristik struktural (Liu dan James 2008). Strategi yang telah
dikembangkan adalah sistem QuickChangeTM SDM. SDM adalah teknik yang
digunakan untuk memodifikasi urutan DNA, berdasarkan pada PCR tunggal
dengan sepasang primer yang mengandung titik mutasi yang diinginkan.
Hasil PCR tersebut akan menghasilkan plasmid mutan dan plasmid inang
yang selanjutnya ditambahkan dengan enzim DpnI. Enzim restriksi DpnI
digunakan untuk memfasilitasi seleksi plasmid hasil SDM yang mengandung
mutasi yang tidak termetilasi karena enzim ini memiliki sekuen target 5´GmATC-3´ yang spesifik untuk digesti DNA parental (non mutasi) yang diisolasi
dari inang E. coli yang termetilasi oleh inang E. coli tersebut (Stratagene 1998;
Munteanu et al. 2012; Gambar 3). Sedangkan transformasi dilakukan untuk
memperbaiki celah dalam plasmid termutasi karena celah tersebut dapat diligasi
oleh enzim perbaikan dari inang E. coli tersebut (Munteanu et al. 2012; Gambar 3).

Gambar 3 Skema metode QuickChangeTM SDM (Stratagene 1998).
Namun, metode ini dibatasi pada dengan panjang basa nitrogen pada primer
25-45 bp dengan temperatur leleh >78°C, jika tidak maka akan terjadi
pembentukan dimer primer (Wang dan Marcolm 1999). Kendala lain pada teknik
ini dimana primer memiliki kesempatan besar untuk saling tumpang tindih, dan
mengalami self annealing. Sehingga perlu diperhatikan dalam mendisain primer
untuk menghindari kompetisi penempelan sesama primer dengan tamplate.
Beberapa kendala tersebut menyebabkan efisiensi amplifikasi PCR lebih rendah.
Penambahan jumlah DNA tamplate inang dapat membantu mengatasi masalah ini
(Zheng et al. 2004).

6
Sistem Ekspresi dengan Promotor Teregulasi Berbasis Rhamnosa (PRHA)
Sistem ekspresi pada E. coli telah banyak dipelajari, dengan salah satu
tujuan untuk meningkatkan ekspresi protein rekombinan. Sistem ekspresi pada E.
coli berbasis plasmid yang merupakan vektor ekspresi. Vektor ekspresi yang
umumnya digunakan, seperti pLac dan T7 polimerase, dalam sistem ekspresi
protein rekombinan memiliki banyak kendala, salah satunya adalah rendahnya
tingkat produksi protein rekombinan karena represi terhadap promotor, atau
tingkat kebocoran ekspresi yang dikarenakan tidak adanya induser (Giacalone et
al. 2006). Salah satu strategi untuk meningkatkan sistem ekspresi protein, dengan
menggunakan vektor ekspresi yang dapat teregulasi dengan ketat (Giacalone et al.
2006).
Vektor pRHA telah dilaporkan sebelumnya, sebagai vektor ekspresi
alternatif yang digunakan pada sistem ekspresi protein rekombinan di E. coli yang
berbasis pada lokus rhaTRS. Vektor ini teregulasi dengan ketat oleh induser Lrhamnosa, dan direpresi oleh glukosa. Mekanisme induksi PRHA dengan adanya
L-rhamnosa, yaitu L-rhamnosa diambil oleh protein sistem transpor RhaT dari
luar sel masuk ke dalam sel, dan selanjutnya L-rhamnosa dikenali dan diikat oleh
RhaR dan RhaS, dan membuat kedua protein tersebut mengalami perubahan
struktural yang memungkinkan mengaktivasi transkrip (Tobin dan Schleif 1987,
1990a, 1990b; Egan dan Schleif 1993; Via et al. 1996; Giancalone et al. 2006;
Kolin et al. 2008).
L-rhamnosa terikat disitus pengikatan L-rhamnosa pada daerah N terminal
dari RhaR atau RhaS, dan menginduksi perubahan struktur dari daerah N terminal
tersebut, kemudian sinyal respon terhadap L-rhamnosa tersebut ditransmisikan
dari situs pengikatan L-rhamnosa ke situs pengikatan DNA dan aktivasi transkrip
pada daerah C-terminal, sehingga RhaR efektif berinteraksi secara langsung
dengan RNA polymerase (RNAP) untuk mengaktivasi PrhaSR untuk transkripsi
rhaSR dan menghasilkan RhaR (yang akan kembali mengaktivasi transkrip
rhaSR), sehingga menyebabkan akumulasi RhaS (Tobin dan Schleif 1987,
1990a,b; Wickstrum et al. 2007; Kolin et al. 2008). Selanjutnya RhaS bertindak
sebagai regulator positif, bersama dengan kompleks CRP-cAMP, yang efektif
mengikat secara spesifik situs DNA untuk mengaktivasi PRHA untuk transkripsi
gen target (Kolin et al. 2008).
Selain itu, RhaS juga bertindak sebagai regulator positif yang secara
langsung mengaktivasi rhaT yang berperan mengontrol sistem transport Lrhamnosa (Tobin dan Schleif 1987; Via et al. 1996). Sebaliknya, dalam ketiadaan
upstream dari situs pengikatan RNAP ada PrhaSR dan RhaR juga tidak efektif
berikatan dengan situs RNAP untuk mengaktivasi PrhaSR, dan RhaS juga tidak
efektif berikatan dengan situs DNA untuk mengaktivasi PRHA (Tobin dan Schleif
1990a,b; Kolin et al. 2008; Gambar 4A).
Regulasi operon RHA juga direpresi dengan adanya D-glukosa, yaitu
dengan terjadinya efek penghambatan terhadap aktivitas enzim adenylatecyclase
(AC) oleh protein yang terlibat dalam sistem fosfotransferase spesifik D-glukosa
(EIIAAGLU) pada sistem transfor D-glukosa (Stulke dan Hillen 1999; Deutscher et
al. 2006; Gambar 4B). Penghambatan ini menyebabkan terjadinya pengurangan
level cAMP yang merupakan koaktivator dari CRP, sehingga pembentukan
kompleks CRP-cAMP menjadi terhambat, dan mengakibatkan penghambatan

7
aktivitas PRHA. Selain itu, D-glukosa juga memberikan efek represi terhadap
fungsi promotor rhaT (PrhaT) (Via et al.1996). Sebaliknya, ketiadaan D-glukosa
menyebabkan produksi cAMP tinggi, sehingga menstimulasi pembentukan
komplek CRP-cAMP yang juga bertindak sebagai regulator positif untuk PRHA
(Via et al. 1996; Stulke dan Hillen 1999; Deutscher et al.2006).

Gambar 4 Induksi dan represi operon RHA. A. Induksi operon RHA oleh Lrhamnosa (Kolin et al. 2008). B. Represi operon RHA oleh D-glukosa
(Deutscher et al. 2006). Glu. Glukosa, EII. Enzim II, AC. dan Crp.
cAMP receptor protein.
Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pRHA telah berhasil
digunakan untuk mengekspresikan protein nontoksik TphoA, sedikit toksik GFP,
dan tosik MaIE-NTR pada E. coli MG1655 sebagai protein rekombinan yang utuh
dan fungsional (Giacalone et al. 2006). Selain itu penelitian lain menunjukkan
keberhasilan ekspresi protein Int282 dari O157:H7 di periplasma, sebagai protein
terlarut dan tidak terpotong (Hariyatun et al. 2014). Oleh karena itu, sistem
ekspresi pRHA memungkinkan kloning dan ekspresi protein rekombinan yang
stabil dengan hasil ekspresi protein yang fungsional serta memiliki tingkat
ekspresi yang tinggi tanpa menganggu intergritas sel (Giacalone et al. 2006).

Purifikasi Protein Menggunakan Sistem Immobilized Metal-ion Affinity
Chromatography (IMAC) Co2+
Protein memiliki struktur yang sangat kompleks untuk melakukan beragam
fungi selain itu sifat fisikokimia yang sangat bervariasi sehingga menyebabkan
sulitnya proses purifikasi. Sejumlah metode pemurnian telah dikembangkan
dengan memanfaatkan sifat umum dari protein salah satunya dengan
mengabungkan tag purifikasi ke sekuen asam amino primer dari protein target
sebagai situs pengikatan yang memungkinkan purifikasi pada kondisi umum.
Purifikasi protein dengan IMAC merupakan metode yang luas digunakan dalam

8
purifikasi protein dengan tag His agar dengan mudah menghasilkan protein
dengan kemurnian tinggi dalam satu tahap proses (Judge et al. 2004; McMurry
dan Macnab 2004). Metode ini didasarkan prinsip interaksi reversibel antara rantai
samping asam amino seperti histidin, sistein dan triptofan, dengan ion logam
(Gambar 5).

Gambar 5 Mekanisme molekular dari pengikatan polihistidin terhadap TALON
resin IMAC Co2+ (Clontech Laboratories 2009). Tetradendat khelator
mengikat ion kolbat, sehingga menghasilkan ikatan yang kuat dengan
polihistidin.
Pemilihan histidin dikarenakan memiliki peran yang sangat selektif dalam
mengikat logam tertentu dan memiliki utilitas besar pada resin IMAC.
Selanjutnya pemilihan resin untuk purifikasi menggunakan IMAC sangat
mempengaruhi kemurnian protein hasil purifikasi (McMurry dan Macnab 2004).
Ion logam yang umum digunakan pada resin IMAC adalah Co2+, Ni2+ atau Zn2+.
Kelebihan resin IMAC Co2+ dibandingkan Ni2+atau Zn2+adalah afinitas
terhadap tag His dari protein target yang sangat spesifik, sehingga bersifat sangat
selektif dan tidak mengikat residu His alami yang terkandung pada protein
endogen yang dihasilkan oleh sel inang (McMurry dan Macnab 2004). Sehingga
tidak ada protein pengotor yang terikat ke resin ketika sampel diaplikasikan, dan
protein target mudah dielusi dari resin dibawah kondisi yang sedikit kurang ketat,
seperti pH yang sedikit lebih tinggi dari kondisi pengikatan protein atau
konsentrasi imidazol yang lebih rendah dibandingkan pada Ni2+ atau Zn2+. Hal ini
memungkinkan purifikasi satu tahap mendekati homogenitas, sehingga tidak
diperlukan tahap kromatografi tambahan atau tahap lainnya untuk mencapai
homogenitas (McMurry dan Macnab 2004).

9

3 METODE
Bahan
Material DNA yang digunakan dalam penelitian ini sebagai sumber gen
target penyandi enzim L-AI adalah gen araA dari G. stearothermophilus yang
berukuran 1494 bp (Fitriani dan Saksono 2010), dan pRHA-SDM-pelB-Int282
berukuran 5008 sebagai sumber vektor pRHA (Hariyatun et al. 2014). Sedangkan
E. coli Top10 dan E. coli NiCo21 berturut-turut digunakan untuk kloning dan
ekspresi (Invitogen 2013; Robichon et al. 2011).

Prosedur Analisis Data
Isolasi Gen Target
Preparasi tahap isolasi gen target, dilakukan melalui isolasi plasmid
rekombinan yang mengandung gen araA dari E. coli BL21 yang membawa
plasmid tersebut menggunakan QIAprep Spin Miniprep Kit menurut protokol
produsen. Plasmid yang diperoleh diverifikasi dengan analisis elektroforesis gel
agarosa (Ausubel et al. 2002). Gen araA yang menyandi L-AI pada penelitian ini
memiliki situs restriksi NdeI di tengah gen, kemudian dilakukan penghilangan
situs resriksi ditengah gen untuk memfasilitasi dan mempermudah proses ligasi,
penghilangan situs restriksi dilakukan dengan teknik QuickChangeTM(SDM),
primer spesifik SDM-NdeI-F/R yang didisain dengan program Bioedit (Stratagen
1998; Kusharyoto et al. 2002; Munteanu et al. 2012; Tabel 1).
Tabel 1 Sekuen primer yang digunakan dalam mengkonstruksi gen araA
Primer
Sekuen nukleotida 53
L-AI-F

GCGAGCATATGATGCTGTCATTACGTCCTTATGAATTTTGG

L-AI-R

GTCACCTCGAGTTAATGGTGATGGTGATGGTGCCGCCCCCG
CCAAAATACTTCATTCCATC
SDM-NdeI-F CTCGGCGCTCACATGCTCGAAGTATG
SDM-NdeI- R CATACTTCGAGCATGTGAGCGCCGAG
F : Primer forward, R : primer reverse, underline (situs restriksi)
Amplifikasi polymerase chain reaction (PCR) untuk proses SDM dilakukan
pada tahap-tahap berikut: pradenaturasi 95°C selama 2 menit, denaturasi 95°C
selama 1 menit, penempelan 68.4°C selama 50 detik, pemanjangan pada
temperatur 72°C selama 10 menit, dan pemanjangan akhir 72°C selama 3 menit.
Selanjutnya produk PCR didigesti dengan enzim restriksi DpnI. Hasil PCR yang
telah didigesti dengan DpnI ditransformasi ke dalam E. coli Top10 dengan metode
heat shock (Chung et al. 1989). Klon positif diseleksi dalam 2 mL media Luria
Bertani (LB) yang mengandung 100 µg/mL ampisilin selama 8 jam dan klon
positif dipindahkan ke dalam media LB 5 mL yang mengandung 100 µg/mL
ampisilin, diinkubasi selama 16 jam, temperatur 37°C dengan kecepatan putaran

10
150 rpm. Kemudian dilakukan isolasi plasmid pET21b-araA yang telah termutasi.
Selanjutnya plasmid didigesti dengan enzim restriksi NdeI, dan dilakukan
visualisasi dengan analisis elektroforesis gel agarosa 1%, dan sekuensing DNA.

Gambar 6 Skema vektor rekombinan pJ804:77539-araA (DNA 2.0 Inc USA)
Selanjutnya gen target diisolasi dari plasmid pET21b-araA-NdeI-Mut,
dengan penambahan situs restriksi NdeI pada ujung 5’ serta His6 dan situs
restriksi XhoI pada ujung 3’ (Gambar 6), melalui amplifikasi dengan PCR.
Amplifikasi PCR dilakukan pada tahap-tahap berikut: pradenaturasi 95°C selama
2 menit, 30 siklus denaturasi 95°C selama 30 detik, penempelan 60°C selama 30
detik, pemanjangan pada temperatur 72°C selama 1 menit, dan pemanjangan akhir
70°C selama 1 menit. Produk PCR dipurifikasi lalu didigesti ganda dengan enzim
restriksi NdeI dan XhoI. Produk digesti kemudian juga dipurifikasi dengan Qiagen
Purification Kit sesuai protokol produsen, dan dianalisis dengan elektroforesis gel
agarosa 1%.
Subkloning dan Transformasi
Gen penyandi L-AI, diklon ke dalam vektor pRHA dengan menggunakan
enzim T4 DNA ligase dan diinkubasi pada temperatur 4°C selama semalam (16
jam) untuk menghasilkan vektor rekombinan pRHA-araA. Perbanyakan vektor
rekombinan dilakukan melalui transformasi E. coli Top10. Klon positif diseleksi
dan vektor rekombinannya kemudian diisolasi. Vektor rekombinan diverifikasi
dengan analisis enzim restriksi NdeI dan
XhoI, selanjutnya dilakukan
elektroforesis gel agarosa dan sekuensing menggunakan primer spesifik SeqC01-F
dan SeqC01-R (Tabel 2).

11
Pemodelan Homologi L-AI dan Substrat Docking
Struktur model 3 dimensi (3D) dari L-AI dibangun berdasarkan struktur
kristalografi dari L-AI yang berasal dari E. coli (PDB entri: 4f2d). Model 3D
dibentuk dengan menggunakan Swiss-model Workspace (Arnold, et al. 2006).
Kualitas model diverifikasi dengan program ProCheck (Laskowski et al. 1996),
Verify3D (Luthy et al. 1992) dan QMEAN (Benkert et al.2008).
Stuktur model dari substrat docking D-galaktosa, ke situs katalitik L-AI dari
G. stearothermophilus dilakukan dengan menggunakan AutoDock Vina (Trott
dan Olson 2010). Sebagai informasi awal digunakan L-AI yang berasal dari E.
coli, enzim tersebut berikatan dengan substrat D-ribulosa untuk menentukan
katalitik domain L-AI (PDB entri: 4f2d) data tersebut digunakan untuk
menentukan posisi awal D-galaktosa dalam kantong pengikat. Atom hidrogen
ditambahkan untuk mempersiapkan file enzim, struktur 3D disimpan dalam
format pdbqt dalam AutoDock Tools. File substrat disiapkan dengan cara yang
sama. Selama percobaan docking, substrat dan asam amino residu disekitar
substrat dibuat menjadi fleksibel.
Rekayasa Gen Target
Kandidat mutasi gen dimodifikasi dengan teknik QuickChangeTMSDM,
untuk mengganti nukleotida pada titik yang diinginkan. SDM dilakukan melalui
amplifikasi PCR menggunakan primer spesifik SDM-S393T-F/R, SDM-F280LF/R dan SDM-F280N-F/R yang didisain dengan program Bioedit (Tabel 2).
Selanjutnya produk PCR menghasilkan vektor rekombinan yang ditransfromasi ke
dalam E. coli Top10, dengan metode heatshock (Chung et al. 1989). Klon positif
diseleksi, dan vektor rekombinan kemudian diisolasi kembali. Kemudian plasmid
tersebut digunakan untuk ditransformasikan ke dalam E. coli NiCo21 dengan
metode heatshock, plasmid mutan kemudian diisolasi dan diverifikasi dengan
sekuensing DNA menggunakan primer spesifik (Tabel 2).
Tabel 2 Sekuen nukleotida dari primer yang digunakan dalam teknik SDM
Primer
Sekuen nukelotida 53
F
CGGTCAACGCGACATTGATCGA
SDM-S393T
R TCGATCAATGTCGCGTTGACCG
F CGACGACGTTGGAGGACTTGCAT
SDM-F280L
R ATGCAAGTCCTCCAACGTCGTCG
F CACGACGACGAACGAGGACTTG
SDM-F280N
R CAAGTCCTCGTTCGTCGTCGTG
F GTGAACATCATCACGTTCATC
SeqC01-F
R GCGAGTCAGTGAGCGAGGAAG
SeqC01-R
F GGCTACGGCTTTGGCGGC
Seq-M01
F GGCATCGGGGATTTGGTGCA
Seq-M02
F : Primer forward, R : primer reverse, huruf tebal : titik mutasi, Seq : primer
untuk verifikasi sekuensing

12
Ekspresi Gen Target
Ekspresi gen penyandi araA dilakukan melalui koloni tunggal dari klon
positif E. coli NiCo21 yang mengandung vektor rekombinan pRHA-araA tipe liar
dan pRHA-araA dengan variasi mutan ditumbuhkan dalam 5 mL media cair LB
yang mengandung 100 µg/mL ampisilin, pada temperatur 26°C dan digoyang
dengan kecepatan 150 rpm selama semalam (16 jam; OD600 0.6-0.8). Selanjutnya
prekultur tersebut diinokulasi 1:20 ke dalam 200 mL media LB yang
mengandung ampisilin 100 µg/mL dan 0.2 % glukosa diinkubasi pada temperatur
26°C dan digoyang dengan kecepatan 150 rpm hingga fase eksponensial (OD600
0.5-0.6). Kemudian L-rhamnosa ditambahkan ke dalam kultur dengan konsentrasi
akhir 2000 µM berdasarkan optimasi konsentrasi induksi L-rhamnosa (Lampiran
5). Pertumbuhan dilanjutkan selama semalam (Kusharyoto et al. 2002; Giacalone
et al. 2006). Setelah itu sel dipanen dengan sentrifugasi kecepatan 6000× g pada
temperatur 4ºC selama 15 menit, kemudian pelet sel diresuspensi dengan 20 mL
lysis buffer, yang mengandung 50 mM Tris-Cl, 300 mM NaCl dan ditambahkan
phenylmethanesulfonyl fluoride (PMSF) dengan konsentrasi akhir 1 mM.
Isolasi dan Purifikasi Protein Target
Isolasi protein dari sel dilakukan melalui metode sonikasi selama 30 detik
sebanyak tiga kali pengulangan dalam keadaan dingin, kemudian disentrifugasi
dengan kecepatan 20.000× g pada temperatur 4°C selama 15 menit (Kusharyoto et
al. 2002). Kemudian enzim L-AI dipurifikasi dengan menggunakan sistem
Immobilized Metal-ion Affinity Chromatography (IMAC) Co2+ pada matrix
TALON (Kusharyoto et al. 2002; McMurry dan Macnab 2004; Giacalone et al.
2006).
Analisis Hasil Ekspresi
Ekspresi protein target dianalisis dengan SDS-PAGE. Sebanyak 10 µL
sample protein ditambahkan dengan 10 µL buffer Leammli (Leammli 1970).
Sampel kemudian didenaturasi pada temperatur 95-100ºC. Selanjutnya sample
dimasukan ke dalam agar dengan volume total 20 µL. Konsentrasi gel stacking
dan separating berturut-turut 12%, tegangan 70 volt selama 120 menit. Kadar
protein enzim dihitung menggunakan standar BSA 0.4-2.4 µM yang dilarikan
bersamaan dengan protein rekombinan di dalam agar. Kemudian pita sampel dan
standar, dianalisis berdasarkan luas area dengan menggunakan program ImageJ.
Uji Aktivitas Enzim L-Arabinosa Isomerase
Aktivitas enzim hasil mutasi dianalisis dengan uji kromogenik
menggunakan metode cysteine-carbazole, (Dische dan Borenfreund 1951). Enzim
direaksikan di dalam 1× buffer Tris-Cl 1 M, pH 7.0 dan substrat D-galaktosa 100
mM, diinkubasi selama 1 jam pada temperatur 60°C. Kemudian dimasukan ke
dalam larutan uji yang mengandung 9 M H2SO4, 100 mM L-sistein, 10 mM
karbazol, dan diinkubasi selama 30 menit dengan temperatur 50°C. Selanjutnya
larutan tersebut dianalisis dengan spektrofotometer pada panjang gelombang λ

13
560 nm. Uji aktivitas dilakukan sebanyak dua kali dengan teknik triplo pada
setiap pengujiannya. Kemudian dilakukan analisis perhitungan untuk mengetahui
aktivitas spesifik enzim atau jumlah tagatosa yang dihasilkan oleh 1 unit enzim LAI persatuan waktu.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Subkloning, Mutasi pada pRHA-araA dan Ekspresi
Penelitian ini telah berhasil melakukan subkloning gen araA (1512 bp) yang
mengkode enzim L-AI ke dalam plasmid pRHA (4177 bp) sebagai vektor ekspresi
(Gambar 7a), pada ujung C-terminal gen tersebut telah didisain membawa His6
untuk memfasilitasi purifikasi protein (Judge et al. 2004; Kuhne et al. 2004; Tabel
1 dan Lampiran 4). Selanjutnya plasmid rekombinan pRHA-araA di transformasi
ke dalam E. coli NiCo21 sebagai inang ekspresi protein rekombinan L-AI.
Pemilihan strain E. coli NiCo21 (DE3) sebagai inang ekspresi karena strain
ini memiliki keunggulan dalam mempermudah proses purifikasi protein
rekombinan dengan IMAC. Strain NiCo21 merupakan E. coli turunan dari BL21
yang telah direkayasa untuk meminimalisasi kontaminasi protein rekombinan oleh
protein endogen E. coli yang terikat di fraksi IMAC, selain itu NiCo21 memiliki
tingkat efisiensi transformasi yang baik, defisiensi protease Lon dan OmpT, serta
resisten terhadap phage T1 (Robichon et al. 2011). Hasil menunjukkan pRHA
dengan baik mampu mengekspresikan protein rekombinan L-AI secara utuh di
dalam sitoplasma E. coli NiCo21 (Gambar 7b; Lampiran 6).
Konstruksi vektor rekombinan pRHA-araA dilakukan untuk mempelajari
ekspresi gen penyandi fragmen protein L-AI pada sitoplasma E. coli di bawah
kontrol PRHA. Vektor pRHA yang digunakan dalam penelitian ini merupakan
sistem ekspresi E. coli alternatif yang layak untuk kloning dan ekspresi protein
rekombinan fungsional yang stabil (Giacalone et al. 2006). Vektor ini memiliki
PRHA yang teregulasi dengan ketat oleh induser L-rhamnosa dan represor Dglukosa (Egan dan Schleif 1993), sehingga penggunaan vektor ini dimaksudkan
untuk mengatasi kendala tingkat ekspresi yang rendah dan kebocoran ekspresi.
Vektor ini juga digunakan untuk berbagai strain E. coli karena vektor ini
memiliki PRHA yang berasal dari E. coli. Selain itu vektor ini memiliki terminator
untuk mencegah transkripsi lebih lanjut dari gen selain dari gen yang diinginkan,
sehingga mencegah pengeluaran energi yang tidak perlu dari sel agar stabilitas
sistem ekspresi terjaga (Wegerer et al. 2008). Vektor ini juga memiliki origin of
replication (ori) pBR322, sekuen ribosom binding site (RBS), dan gen penanda
ampR (Lampiran 4). Lebih lanjut pemilihan vektor pRHA yang berbasis induksi
rhamnosa dipilih karena induksi berbasis rhamnosa memiliki nilai ekonomis yang
jauh lebih murah dibandingkan dengan induksi menggunakan IPTG, sehingga
vektor ini layak untuk dikembangkan di dunia industri sebagai salah satu langkah
dalam efisiensi biaya produksi.
Verifikasi plasmid rekombinan telah dilakukan dengan PCR koloni
menggunakan primer gen target (L-AI-F dan L-AI-R; Tabel 1), dan plasmid
rekombinan didigesti dengan enzim restriksi NdeI dan XhoI (Gambar 7a).

14
Kemudian dilakukan sekuensing (1st BASE, Malaysia). Hasil analisis tersebut
menunjukkan bahwa gen telah terligasi ke dalam vektor pRHA dengan orientasi
yang benar (Lampiran 4).
Ekspresi protein rekombinan telah diverifikasi dengan SDS-PAGE. Berat
molekul dari protein L-AI dengan penambahan His6 diestimasikan sekitar 57 kDa.
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa protein rekombinan L-AI telah berhasil
diekspresikan di dalam sitoplasma E. coli dengan ukuran protein 57 kDa sesuai
dengan yang diharapkan (Gambar 7b), dimana pRHA tanpa induksi L-rhamnosa
menunjukkan tidak terekspresinya protein rekombinan, sedangkan penambahan Lrhamnosa mampu meregulasi ekspresi protein rekombinan L-AI.
Penambahan glukosa ke dalam media sebanyak 0.2% bertujuan untuk
memblok ekspresi yang bocor sebelum induksi (Giacalone et al. 2006), proses
induksi dilakukan setelah proses represi dilakukan, agar sel inang mampu tumbuh
dengan optimal sebelumnya, sehingga menghasilkan tingkat ekspresi yang lebih
tinggi. pRHA-araA tanpa induksi L-rhamnosa tidak mengekspresikan protein
rekombinan L-AI, selanjutnya hasil analisis dari ekspresi protein rekombinan LAI pada berbagai konsentrasi telah dilakukan untuk mengetahui konsentrasi
optimal induksi L-rhamnosa (Lampiran 5), pada konsentrasi 0 µM tidak terlihat
adanya pita yang menunjukkan terekspresinya protein rekombinan L-AI dan
konsentrasi L-rhamnosa terbaik untuk induksi yaitu 2000 µM. Hal ini
membuktikan bahwa keberadaan L-rhamnosa penting dalam menginduksi protein
rekombinan target dan glukosa sebagai repressor dengan ketat mampu merepresi
ekspresi protein rekombinan L-AI.

Gambar 7 7a. Hasil visualisasi elektroforesis plasmid rekombinan pRHA-araA.
M. Marker 1 kb. K1 dan K2. PCR plasmid koloni 1 dan koloni 2
dengan primer isolasi gen araA. Plasmid rekombinan koloni 1
didigesti dengan NdeI. Plamid koloni 1 didigesti dengan NdeI dan
XhoI. 7b. Hasil visualisasi SDS-PAGE dari ekspresi protein
rekombinan L-AI. M. Marker protein. 1. pRHA-araA tanpa Induksi Lrhamnosa. 2. pRHA-araA induksi L-rhamnosa 2000µM.

15
Analisis hasil sekuensing dilakukan dengan Blast dan CrustalW. Hasil yang
diperoleh menunjukkan bahwa mutasi dengan metode SDM telah berhasil
dilakukan, dengan lima variasi mutasi yakni, S393T (Gambar 8). Selanjutnya gen
araA dari tipe liar dan kelima mutan diekspresikan, kemudian seluruh protein LAI dipurifikasi dengan TALON IMAC (Co2+). Hasil purifikasi protein L-AI
diverifikasi dengan SDS-PAGE, kemudian dianalisis nilai aktivitas dari enzim LAI (Lampiran 6; Lampiran 8).

Gambar 8 Analisis sekuensing dengan multiple alignments dan crustalW terhadap
gen araA mutan. 8a. Mutan F280L menunjukkan perubahan
nukleotida TTCTTG dan mutan F280N, menunjukkan perubahan
nukleotida TTCAAC. 8b. Mutan S393T, menunjukkan perubahan
nukleotida GTCGAC.
Uji Aktivitas Mutan Enzim L-AI
Uji aktivitas enzim L-AI yang telah dipurifikasi dengan TALON IMAC
(Co2+), telah dilakukan dengan metode cysteine-carbazole, dan diukur pada
panjang gelombang 560 nm (Dische dan Borenfreund 1951). Uji aktivitas dengan
metode cysteine-carbazole, menggunakan prinsip perubahan warna dari larutan uji
sebelum dan sesudah ditambahkan sampel.
Perubahan warna larutan uji menjadi ungu sesudah sampel yang
ditambahkan, terjadi karena pemutusan ikatan rangkap pada gugus O yang
dimiliki gula ketohexosa oleh sulfur yang terkandung dalam larutan H2SO4 dan
sistein, yang kemudian bereaksi dengan karbazol. Sehingga semakin banyak gula
ketohexosa yang berada dalam larutan sampel, maka semakin pekat perubahan
warna yang terjadi dan mempengaruhi nilai serapan ketika sampel diukur pada
panjang gelombang optimal λ 560 nm (Dische dan Borenfreund 1951).
Berdasarkan hasil uji aktivitas diketahui bahwa mutasi dapat memberikan
efek pada aktivitas dari enzim L-AI terhadap isomerasi D-galaktosa menjadi Dtagatosa. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa mutasi S393T memiliki

16
aktivitas spesifik tertinggi. Mutasi pada titik ini mampu meningkatkan aktivitas
spesifik enzim 2.59 kali atau sebanyak 159% menjadi 0.518 U/mg dibandingkan
tipe liar (Tabel 3). Mutasi pada asam amino serin menjadi threonin, diduga
mampu mengubah konformasi enzim. Menurut Lehninger (1994), serin dan
threonin merupakan asam amino yang bersifat polar, hidrofilik, dengan gugus R
tidak bermuatan. Namun berdasarkan struktur 3D, posisi 393 berada pada lapisan
kedua dari situs pengikatan enzim. Perubahan asam amino threonin yang memiliki
volume asam amino lebih besar dibandingkan serin, dan mendesak lapisan
pertama enzim yang merupakan asam amino yang berperan sebagai situs
pengikatan enzim dengan substrat sehingga menyebabkan substrat lebih dekat
dengan situs katalitik enzim.
Tabel 3 Uji aktivitas enzim L-AI pada substrat D-galaktosa
Aktivitas enzim
Aktivitas spesifik
Mutan
%
(U/mL)
(U/mg)
Tipe liar
0.327
0.201
100
S393T
0.396
0.518
259
F280L
0.504
0.247
125
F280N
0.396
0.230
115
S393T-F280L
0.369
0.227
114
S393T-F280N
0.380
0.188
94
(% ) Nilai persentase dari aktivitas spesifik mutan terhadap tipe liar 100%
Penelitian lain yang telah dilakukan oleh Oh et al. (2006) mengubah asam
amino yang sama S393T pada strain G. thermodenitrificans. Mampu
meningkatkan aktivitas enzim sebesar 18% dari tipe liar yaitu sebesar 0.14 U/mg
menjadi 0.165 U/mg. Verifikasi dilakukan terhadap sekuen nukleotida dan asam
amino penyusun enzim L-AI yang berasal dari G. stearothermophilus dan L-AI
dari G. thermodenitrificans. Diketahui terdapat 8 asam amino yang berbeda antara
keduanya, dengan tingkat kemiripan sekuen nukleotida senilai 98%. Sehingga
dapat diperkirakan bahwa perbedaan asam amino tersebut yang mempengaruhi
enzim L-AI tipe liar yang berasal dari strain G. stearothermophilus memiliki
aktivitas yang lebih tinggi jika dibandingkan L-AI yang berasal dari G.
thermodenitrificans.
Mutasi pada posisi F280, menjadi leusin dan asparagin menunjukkan
peningkatan aktivitas spesifik enzim berturut-turut, sekitar 1.25 dan 1.15 kali dari
tipe liar. Perubahan asam amino dari fenilalanin yang merupakan asam amino
aromatik, hidrofobik, dan relatif non polar, menjadi leusin yang merupakan asam
amino dengan gugus alifatik (Lehninger 1994) akan mengubah konformasi dari
enzim L-AI, sehingga mampu meningkatkan afinitas secara signifikan. Hal ini
mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Kusharyoto et al. (2002) yang telah
melakukan mutasi pada wilayah ikatan hapten anti-atrazine, dengan memutasi F32
menjadi leusin, diperoleh hasil peningkatan afinitas 2 kali dari sebelumnya.
Mutasi pada asam amino F280 menjadi asparagin (N) mampu meningkatkan
1.15 kali aktivitas enzim L-AI jika dibandingkan dengan tipe liar. Peningkatan
aktivitas diduga disebabkan karena asparagin yang merupakan asam amino
hidrofilik (Lehninger 1994), mengubah konformasi enzim dengan menambah
ikatan hidrogen sehingga meminimalisasi energi dan membuat ikatan enzim L-AI

17
lebih stabil (Kim et al. 2014). Penelitian sebelumnya telah dilakukan untuk
mengidentifikasi bahwa titik F280 dekat dengan residu D-galaktosa. Lebih lanjut
mutasi pada titik F280N enzim L-AI dari strain G. thermodenitrificans C450SN475K, perubahan tersebut mampu meningkatkan aktivitas enzim L-AI 2.3 kali
dari tipe liar (Kim et al. 2014).
Mutasi ganda S393T-F280L meningkatkan 1.14 kali aktivitas spesifik L-AI
lebih tinggi dari tipe liar. Hal ini diduga karena ikatan hidrogen yang terbentuk
dari kedua titik mutasi tersebut lebih kuat dibandingkan dengan tipe liar. Namun
nilai tersebut tidak lebih tinggi dibandingan dengan mutasi tunggal. Hal ini diduga
karena posisi F280L terletak cukup jauh dengan S393T sehingga tidak ada
interaksi secara langsung antara kedua situs tersebut terhadap situs aktif enzim
dan interaksi salah satu atau keduanya terhadap kofaktor enzim yaitu Mn2+.
Selanjutnya Mutasi ganda S393T-F280N menunjukkan menurunkan
aktivitas spesifik 0.94 kali dibandingkan tipe liar. Penambahan F280N pada mutan
S393T memberikan efek yang tidak menguntungkan yaitu penurunan aktivitas
spesifik enzim sebanyak 6%.

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Gen penyandi enzim L-AI telah berhasil dikloning ke dalam vektor pRHA.
Gen tersebut telah berhasil dimutasi dengan menggunakan teknik SDM pada titik
mutasi tunggal, S393T, F280N, F280L, dan mutasi ganda S393T-F280L serta
S393T-F280N. Selain itu enzim L-AI mutan juga telah berhasil diekspresikan di
sitoplasma E. coli NiCo21. Protein rekombinan tipe liar dan mutan memiliki berat
molekul yang sama yaitu 57 kDa. Lebih lanjut, hasil uji aktivitas enzim L-AI dari
kelima mutan, tersebut menunjukkan bahwa empat diantaranya memberikan
peningkatan aktivitas spesifik enzim L-AI.
Mutan S393T memiliki aktivitas spesifik tertinggi yaitu 0.518 U/mg atau
sekitar 2.58 kali dibandingkan dengan tipe liar dan diikuti oleh mutan F280L,
F280N dan S393T-F280L berturut-turut yaitu 1.24, 1.15, dan 1.14 kali
dibandingkan dengan tipe liar. Sedangkan mutan S393T-F280N menunjukkan
penurunan aktivitas spesifik enzim 0.94 kali dibandingkan tipe liar.

Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjut mengenai optimasi kondisi ekspresi protein
L-AI pada setiap mutan, agar diperoleh tingkat produksi protein L-AI lebih
optimal. Selanjutnya perlu dilakukan optimasi kondisi reaksi, yaitu pH, media
kultur suhu, dan waktu induksi pada berbagai mutan enzim L-AI.

18

DAFTAR PUSTAKA
Ausubel FM, Brent R, Kingston RE, Moore DD, Seidman JG, Smith JA, Struhl K
(Eds). 2002. Short protocols in molecular biology. John Wiley andSons, Inc.
New York, USA. ISBN: 978-0-471-25092-0.
Arnold K, Bordoli L, Kopp J, Schwede T. 2006. The SWISS-MODEL workspace:
A web-based environment for protein structure homology modelling. Bioinfo.
22: 195–201.
Beadle JR, Sauder JP, Wajada TJ. 1991. Process for manufacturing tagatosa. US
patent 500261.
Benkert P, Tosatto SC, Schomburg D. 2008. QMEAN: A comprehensive scoring
function for model quality assessment. Prot: StrucFunctBioinfor. 71(1): 261277.
Buemann B, Toubro S, Raben A, Astrup A. 1999. Human tolerance to a single,
high dose of D-tagatosa. Regul ToxicPharm. 29: S66–S70.
Cheetam PS and Wootton AN. 1993. Bioconversion of D-galactose to D-taga