Konstruksi Dan Ekspresi Gen Penyandi Enzim L-Arabinosa Isomerase Pada Permukaan Sel Khamir Pichia Pastoris

KONSTRUKSI DAN EKSPRESI GEN PENYANDI ENZIM
L-ARABINOSA ISOMERASE PADA PERMUKAAN SEL
KHAMIR Pichia pastoris

AGNES YULIANA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis yang berjudul Konstruksi dan
Ekspresi Gen Penyandi Enzim L-Arabinosa Isomerase pada Permukaan Sel
Khamir Pichia pastoris adalah karya saya bersama komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir Tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada

Institut Pertanian Bogor dan LIPI.
Bogor, Agustus 2016
Agnes Yuliana
NIM P051130041

RINGKASAN
AGNES YULIANA. Konstruksi dan Ekspresi Gen Penyandi Enzim L-Arabinosa
Isomerase pada Permukaan Sel Khamir Pichia pastoris. Dibimbing oleh
ANTONIUS SUWANTO dan WIEN KUSHARYOTO.
D-tagatosa, isomer dari D-galaktosa merupakan golongan ketoheksosa yang
langka di alam. D-tagatosa memiliki kemiripan tingkat kemanisan (92%) dan rasa
dengan sukrosa, namun sedikit menghasilkan kalori, sehingga D-tagatosa
berpotensi menjadi pemanis dan pengganti gula pada industri makanan dan
farmasi. Belakangan ini mulai berkembang pembuatan D-tagatosa dari Dgalaktosa secara biologis menggunakan biokatalis. Beberapa enzim yang terlibat
dalam biotransformasi D-tagatosa telah banyak dipelajari dan L-arabinosa
isomerase (L-AI) dianggap paling berpotensi untuk digunakan pada produksi Dtagatosa karena dapat mengkatalis isomerisasi D-galaktosa menjadi D-tagatosa.
Penelitian sebelumnya menunjukkan aktivitas relatif L-AI dalam mengkatalis Dgalaktosa menjadi D-tagatosa meningkat sejalan dengan kenaikan temperatur.
Oleh karena itu, penggunaan temperatur tinggi pada L-AI diharapkan dapat
meningkatkan produksi D-tagatosa. Teknologi berbasis permukaan sel adalah
salah satu pendekatan yang memungkinkan peptida atau protein target

diekspresikan pada permukaan sel dan sejauh ini sistem ekspresi pada permukaan
sel khamir merupakan sistem yang paling banyak digunakan dibandingkan sistem
ekspresi yang lain. Sistem ini membutuhkan suatu protein permukaan yang dapat
menampilkan protein target pada pemukaan sel khamir. α-agglutinin adalah
protein yang terdapat pada permukaan Saccharomyces cerevisiae dan dapat
digunakan dalam sistem tampilan permukaan pada khamir lainnya, seperti Pichia
pastoris. P. pastoris merupakan khamir metilotropik yang dapat menggunakan
metanol sebagai sumber karbon. Kelebihan utama yang dimiliki oleh P. pastoris
dibandingkan sel prokariot adalah sel ini mampu melakukan modifikasi
pascatranslasi seperti pelipatan protein, glikosilasi, dan pembentukkan ikatan
disulfida. Penelitian ini bertujuan untuk mengkonstruksi dan mengekspresikan
gen penyandi L-AI pada permukaan sel khamir P. pastoris.
Gen araA, penyandi L-AI, telah disubkloning ke dalam vektor pJ912-AGα
di bawah kontrol promotor terinduksi metanol (PAOXI) dan difusi dengan sinyal
sekresi MF-α, α-agglutinin, dan tag His sehingga menghasilkan vektor
rekombinan pJ912-AGα-araA. Vektor rekombinan tersebut telah berhasil
dikonstruksi dan urutan basanya telah diverifikasi, serta telah dilinearisasi dengan
enzim SacI sebelum digunakan untuk transformasi. P. pastoris GS115 digunakan
sebagai inang dalam transformasi. Vektor rekombinan tersebut telah berhasil
diintegrasikan ke dalam genom P. pastoris GS115. Sel transforman yang stabil

secara genetik telah diperoleh melalui seleksi pada media yang mengandung
zeocin hingga konsentrasi 1000 μg/mL. Protein rekombinan L-AI juga telah
berhasil diekspresikan pada permukaan sel P. pastoris GS115. Pengamatan
menggunakan mikroskop fluoresence telah membuktikan bahwa sel transforman
berhasil memancarkan pendaran berwarna hijau pada permukaan sel yang berasal
dari interaksi protein fungsional His6 dan antibodi rabbit polyclonal to 6×His
tag®. Hal ini didukung dengan adanya pita protein target berukuran sekitar 91
kDa dalam analisis SDS-PAGE menunjukkan bahwa sel transforman telah

berhasil mengekspresikan protein target yang menyatu dengan α-agglutinin dan
tag His. Percobaan menggunakan manik magnet menunjukkan bahwa sel P.
pastoris rekombinan melekat pada permukaan manik magnet. Secara keseluruhan
hasil tersebut meyakinkan bahwa fusi protein L-AI telah berhasil diekspresikan
pada permukaan sel P. pastoris.
Kata Kunci: Sistem tampilan permukaan khamir, Pichia pastoris, araA, Larabinosa isomerase, D-tagatosa.

SUMMARY
AGNES YULIANA. Construction and Expression Gene Encoding of L-Arabinose
Isomerase in Cell-Surface of Pichia pastoris. Supervised by ANTONIUS
SUWANTO and WIEN KUSHARYOTO

D-tagatose, an isomer of D-galactose is a rare natural ketohexose. It has
similar levels of sweetness (92%) and flavor with sucrose, but it has low caloric
value. D-tagatose potentially be a sweetener and sugar substitute in the food and
pharmaceutical industries. Recently, there has been great interest in the biological
manufacture of D-tagatose from D-galactose. Several enzymes involved in the
biotransformation of D-tagatose have been investigated and L-arabinose isomerase
(L-AI) is considered the most potential to be used in the production of D-tagatose
as it can catalyze the isomerization of D-galactose to D-tagatose. Previous
research showed relatively L-AI activity in catalyzing the D-galactose to Dtagatose increases at elevated temperature. Therefore, the use of high temperature
in L-AI may expected to increase the production of D-tagatose. Microbial cellsurface based technology is one approach that allows a target peptide or protein to
be presented on the surface of cells, and yeast cell-surface display is the most
useful among various display systems developed so far. This system requires a
surface protein that could display target protein on the cell surface. The αagglutinin is a protein found on the cell-surface of Saccharomyces cerevisiae and
can be used in yeast cell-surface display system in other yeast strains, such as
Pichia pastoris. P. pastoris is a methylotropic yeast which could use methanol as
carbon source. A main advantage possessed by P. pastoris over prokaryotic cells
is that the cell could proceed post-translational modifications of proteins such as
protein folding, glycosylation and disulfide-bond formation. The aim of this study
is to construct and express the gene encoding L-AI in the cell-surface of P.
pastoris.

The araA, gene encoding L-AI, was subcloned into pJ-912-AGα vector
under the control of the promoter is induced methanol (PAOXI) and fused with MFα signal peptide, α-agglutinin and His-Tag, resulting in pJ912-AGα-araA
recombinant vector. The recombinant vector was successfully constructed and its
sequence was verified, and had been linearized with SacI enzyme before it was
used for transformation. P. pastoris GS115 was used as the host of
transformation. The recombinant vector has been successfully integrated into the
genome of P. pastoris GS115. Genetically stable transformed cells had been
obtained after selection on up to 1000 μg/mL zeocin-contained medium. L-AI
recombinant proteins have been successfully expressed in the cell-surface of P.
pastoris GS115. Observation using fluorescence microscope had proven that
successful transformed cells emit green fluorescence on the cell surface derived
from the interaction of functional His6 protein and rabbit polyclonal antibody to
6×His tag®. This was supported by the presence of target protein band with the
size of approximately 91 kDa in the SDS-PAGE analysis which showed that
transformants cells have successfully expressed the target protein fused αagglutinin and His tag. The experiment using magnetic beads showed that
transformed P. pastoris cells are found to be well attached to the surface of
magnetic beads. It revealed the interaction between Ni2+ on the magnetic beads

surface and His6-tagged protein. Those results also assured that the L-AI fusion
protein was successfully expressed on the cell-surface of P. pastoris.

Keywords: yeast surface display sistem, Pichia pastoris, araA, L-arabinose
isomerase, D-tagatose.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu
masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB dan LIPI
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam
bentuk apa pun tanpa izin IPB dan LIPI

KONSTRUKSI DAN EKSPRESI GEN PENYANDI ENZIM
L-ARABINOSA ISOMERASE PADA PERMUKAAN SEL
KHAMIR Pichia pastoris

AGNES YULIANA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains
pada
Program Studi Teknologi Industri Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Utut Widyastuti, M.Si

Judul

: Konstruksi dan Ekspresi Gen Penyandi Enzim L-Arabinosa Isomerase
pada Permukaan Sel Khamir Pichia pastoris
Nama : Agnes Yuliana
NIM : P051130041

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing


Prof Dr Ir Antonius Suwanto, M.Sc
Ketua

Dr rer nat Wien Kusharyoto
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Bioteknologi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Ir Suharsono, DEA

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian : 26 Agustus 2016


Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah subhanahu wa ta‟ala
karena berkat Rahmat dan Hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian
yang dilaksanakan sejak November 2014 dengan judul “Konstruksi dan Ekspresi
Gen Penyandi Enzim L-Arabinosa Isomerase pada Permukaan Sel Khamir Pichia
pastoris”. Tesis ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan di Laboratorium
Rekayasa Genetika Terapan dan Disain Protein, Pusat Penelitian BioteknologiLIPI dan dibiayai oleh Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI. Hasil penelitian ini
sedang dalam penelaahan untuk dipublikasikan pada International Journal on
Advanced Science, Engineering and Information Technology (IJASEIT).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Ir. Antonius Suwanto, M.Sc
dan Dr. rer. nat. Wien Kusharyoto selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan bimbingan dan arahan selama penelitian hingga penyusunan tesis ini.
Penulis juga tidak lupa berterima kasih kepada Dr. Ir. Utut Widyastuti, M.Si
selaku penguji di luar komisi pembimbing pada sidang tesis yang telah
memberikan kritik dan saran dalam penulisan. Di samping itu, penghargaan
penulis sampaikan kepada Dr. Asrul Muhamad Fuad, M.Si beserta seluruh staf
Laboratorium Rekayasa Genetika Terapan dan Disain Protein serta Laboratorium
Rekayasa Protein dan Sistem Penyampaian Obat, Pusat Penelitian BioteknologiLIPI yang telah membantu penulis selama melakukan penelitian. Ungkapan

terima kasih juga tidak lupa disampaikan kepada mama, papa, dan seluruh
keluarga yang telah memberikan begitu banyak perhatian, dukungan, do‟a dan
kasih sayang kepada penulis, serta sahabat, orang terkasih, dan teman-teman
Bioteknologi IPB 2013 atas segala perhatian, do‟a, kerja sama, dan waktu luang
kepada penulis.
Penulis menyadari akan keterbatasan yang dimiliki, maka masukan berupa
saran dan kritik guna penyempurnaan penulisan karya ilmiah ini sangat
diharapkan. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan
terutama pengembangan ilmu penulis.

Bogor, Agustus 2016
Agnes Yuliana

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI

x

DAFTAR TABEL


xi

DAFTAR GAMBAR

xi

DAFTAR LAMPIRAN

xii

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

1
1
3
3

2 TINJAUAN PUSTAKA
D-Tagatosa
L-Arabinosa Isomerase
Sistem Ekspresi P. pastoris
Sistem Tampilan Permukaan Khamir (Yeast Surface Display/YSD)

4
4
5
7
8

3 METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Bahan
Prosedur Penelitian
Konstruksi vektor ekspresi dan sub-kloning
Pembuatan sel kompeten Pichia pastoris
Transformasi P. pastoris melalui elektroporasi
Seleksi koloni P. pastoris transforman
Ekspresi protein rekombinan
Analisis ekspresi protein rekombinan dengan Immunofluoresence
Ekstraksi protein rekombinan dari dinding sel P. Pastoris
Analisis ekspresi protein dengan SDS-PAGE (Sodium Dodecyl
Sulphate Polyacrylamide Gel Electrophoresis)
Analisis ekspresi protein permukaaan dengan manik magnet

12
12
12
13
13
13
14
14
14
15
15
16
16

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Subkloning Gen araA ke dalam Vektor Ekspresi
Introduksi P. pastoris dengan Vektor Rekombinan
Seleksi Transforman P. pastoris
Ekspresi Protein Rekombinan

18
18
24
26
27

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

34
34
34

DAFTAR PUSTAKA

35

LAMPIRAN

45

RIWAYAT HIDUP

57

DAFTAR TABEL
1. Karakteristik fisik dan kimia D-tagatosa (Levin 2002; Skytte 2006)
2. Primer yang digunakan

4
12

DAFTAR GAMBAR
1. Perbandingan struktur molekul tagatosa dan fruktosa
2. Reaksi isomerisasi yang dikatalis enzim L-AI
3. Model molekul L-AI ketika mengikat substrat galaktosa
4. Komposisi dan struktur permukaan sel S. cerevisiae
5. Prinsip tampilan permukaan sel khamir
6. Vektor kloning dan ekspresi pJ912-AGα (DNA 2.0)
7. Konstruksi vektor PJ912-AGα-araA
8. Immunofluorescence di permukaan sel khamir
9. Pemotongan rantai β-glukan oleh selulase kompleks
10. Analisis protein permukaan menggunakan manik magnet
11. Hasil isolasi plasmid pET-21b-araA
12. Skema amplifikasi PCR dan pemotongan gen araA
13. Hasil analisis elektroforesis gel agarosa terhadap hasil isolasi gen
target
14. Skema pemotongan plasmid pJ912-AGα dengan enzim restriksi SalI
dan Kpn2I
15. Visualisasi hasil isolasi plasmid pJ912-AGα dan pemotongan
menggunakan enzim restriksi
16. Vektor rekombinan pJ912-AGα-araA
17. Koloni hasil transformasi pada E. coli DH5α
18. Hasil isolasi vektor rekombinan pJ912-AGα-araA
19. Skema amplifikasi PCR vektor rekombinan pJ912-AGα-araA
menggunakan primer AOX-F dan AOX-R
20. Hasil amplifikasi vektor rekombinan pJ912-AGα-araA dengan
menggunakan primer AOX-F dan AOX-R
21. Skema pemotongan vektor rekombinan pJ912-AGα-araA dengan
enzim restriksi SalI dan NcoI
22. Hasil analisis restriksi pJ912-AGα-araA
23. Hasil analisis restriksi pJ912-AGα-araA dengan enzim SacI
24. Integrasi vektor reokombinan pada genom P. pastoris
25. Sel P. pastoris hasil transformasi
26. Skema amplifikasi PCR vektor rekombinan pJ912-AGα-araA
menggunakan primer PPAI-F dan PPAI-R
27. Hasil PCR koloni P. pastoris transforman dengan menggunakan
primer PPAI-F dan PPAI-R
28. Struktur bagian permukaan sel P. pastoris rekombinan
29. Ekstraksi protein target dari dinding sel P. pastoris rekombinan
dengan menggunakan enzim selulase
30. Visualisasi SDS-PAGE supernatan protein rekombinan bebas sel
31. Analisis immunofluorescence menggunakan mikroskop fluorescence

4
6
7
10
11
12
13
15
16
17
18
19
19
20
20
21
21
22
22
23
23
24
25
25
26
27
27
28
29
30
31

32. Struktur kimia Histidin
33. Skema pengikatan gugus N cincin imidazole pada protein His Tag
dengan ion logam Ni2+ yang menempel pada manik magnet
34. Analisis mikroskopis interaksi antara sel, manik magnet dan antibodi
fluoresence

31
32
33

DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.

Sekuen DNA dan asam amino dari Indo-GSAI
Sekuen DNA vektor ekspresi pJ912-AGα (DNA 2.0)
Elektroforesis gel agarosa
Komposisi larutan dan media yang digunakan beserta cara
pembuatannya
5. Komposisi gel poliakrilamid
6. Hasil analisis sekuensing DNA dari pJ912-AGα-araA

45
46
48
49
52
53

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
L-arabinosa isomerase (L-AI) merupakan enzim intrasel yang mengkatalis
isomerisasi reversibel D-galaktosa menjadi D-tagatosa (Cheetam dan Wootton
1993). D-tagatosa dikenal sebagai salah satu pemanis rendah kalori (1.5 kkal/g).
D-tagatosa merupakan ketoheksosa yang diisomerisasi dari D-galaktosa oleh L-AI,
memiliki rasa seperti sukrosa, namun tingkat kemanisan 92% jika dibandingkan
dengan sukrosa (Levin et al. 2002). D-tagatosa secara alami terdapat di alam
dalam jumlah sedikit pada getah Stericulia setigera, dan dapat ditemukan pada
produk olahan susu (Troyono et al. 1992; Mendoza et al. 2005). D-tagatosa
bermanfaat bagi kesehatan diantaranya dapat menurunkan berat badan, bertindak
sebagai prebiotik, anti-histolisis (Oh 2007), serta mereduksi sejumlah gejala yang
berhubungan dengan diabetes tipe 2, hiperglikemia, obesitas, anemia dan
hemofilia (Levin 2002; Lu et al. 2007). Peran D-tagatosa sebagai antidiabetes
akan bermanfaat sebagai gula alternatif di Indonesia, mengingat Indonesia
menempati peringkat ke-4 dengan jumlah penderita diabetes terbesar di dunia
(Wild et al. 2004). Produksi tagatosa dalam bentuk bulk sweeteners telah
dilakukan pada skala industri secara kimiawi menggunakan katalis kalsium
(Beadle et al. 1991). Tahapan-tahapan dan proses purifikasi yang kompleks,
limbah kimia, serta produk samping (by-product) yang dihasikan menyebabkan
penggunaan katalis kimia mulai ditinggalkan. Alternatif yang saat ini banyak
digunakan adalah menggunakan katalis biologis seperti enzim (Oh 2007).
L-AI merupakan salah satu enzim yang dapat digunakan dalam
pembentukan D-tagatosa dan menjadi enzim yang paling banyak dicari untuk
memproduksi D-tagatosa. Pembentukan D-tagatosa dari D-galaktosa
menggunakan enzim L-AI lebih efisien dalam hal substrat dan tahapan
produksinya. Studi produksi dan pencarian enzim L-AI termostabil lebih
difokuskan, sebab konversi D-galaktosa menjadi D-tagatosa akan meningkat
dengan peningkatan temperatur (>50ºC) (Kim et al. 2002). Selain itu, enzimenzim pangan yang bersifat termostabil juga menjadi semakin penting dalam
dunia industri. Hal ini berkaitan dengan keuntungan yang akan diperoleh bila
proses produksi dilakukan pada temperatur tinggi diantaranya adalah mengurangi
kontaminasi, meningkatkan kecepatan reaksi sehingga menghemat waktu, tenaga
dan biaya, serta menurunkan viskositas larutan fermentasi sehingga memudahkan
proses produksi. Pada industri temperatur produksi D-tagatosa yang
direkomendasikan jika menggunakan enzim L-AI adalah 60-65ºC, karena pada
temperatur yang lebih tinggi akan menyebabkan terjadinya reaksi pencoklatan
(Cheng et al. 2009). Oleh karena itu perlu adanya enzim yang dapat tetap aktif
dan memiliki aktifitas optimal pada suhu tinggi.
Seperti yang dilaporkan oleh Lee et al. (2005a) bahwa L-AI termofilik
memiliki aktivitas katalitik untuk mengkonversi D-galaktosa menjadi D-tagatosa
pada teperatur tinggi >70oC. Dari beberapa penelitian sebelumnya, diperoleh
beberapa bakteri termofilik yang menghasilkan enzim L-AI, seperti Geobacillus
stearothermophilus (Jung et al. 2005), G. thermodenitrificans (Kim dan Oh 2005),
Thermus sp. (Kim et al. 2003), Thermoanaerobacter mathranii (Jørgensen et al.

2
2004) dan Alicyclobacillus acidocaldarius (Lee et al. 2005b). Menurut Kim et al
(2003) L-AI yang berasal dari G. stearothermophilus dapat menghasilkan 230 g/L
tagatosa dari 500 g/L galaktosa dengan produktivitas mencapai 319 g/L per hari
pada sistem batch. Sedangkan fermentasi secara kontinu menghasilkan 145 g/L
tagatosa dari 300 g/L galaktosa dengan produktifitas 1,296 g/L per hari (Ryu, et
al. 2003). Hasil tersebut mendekati kriteria produksi komersial.
Dalam beberapa tahun terakhir, kemajuan ilmu bioteknologi dan rekayasa
genetika, telah mengembangkan sistem ekspresi yang dapat menghasilkan protein
heterolog fungsional seperti enzim dari inang asal ke sel mikroorganisme lainnya
untuk diproduksi lebih banyak, seperti menggunakan mutan Escherichia coli
(Kim et al. 2002), dan Saccharomyces cerevisiae (Sedlak dan Ho 2001), dan
sistem tampilan protein heterolog pada permukaan sel mikroorganisme (bakteri,
fage dan khamir). Teknik tampilan permukaan sel (cell-Surface display)
merupakan teknik baru yang secara luas digunakan untuk pengembangan
biokatalis sel dengan menggunakan sel sebagai pembawa enzim amobil, sehingga
protein yang diinginkan menyatu dengan protein dinding sel dan diperoleh strain
yang dapat menghasilkan enzim sebagai protein fusi permukaan sel (Tanaka et al.
2012; Tsai et al. 2015; Smith et al. 2015; Mohamad et al. 2015). Produksi
biokatalis melalui sistem tampilan permukaan sel merupakan salah satu metode
yang paling hemat biaya karena tidak memerlukan pemecahkan sel, pemurnikan
protein dan imobilisasi enzim, karena dengan menumbuhkan dan menginduksi sel
inang, enzim akan diproduksi sebagai protein amobil pada permukaan sel, dan sel
yang dipanen dapat langsung digunakan sebagai biokatalis. Sel-sel yang
mengekspresikan enzim pada permukaan sel dapat digunakan beberapa kali
sebagai biokatalis (Kondo dan Ueda 2004). Perkembangan sistem tampilan
permukaan sel untuk ekspresi protein terus dilakukan hingga diperoleh sistem
ekspresi protein heterolog pada permukaan sel mikroorganisme salah satunya
adalah sistem ekspresi protein pada permukaan sel khamir.
Teknik tampilan permukaan khamir (Yeast Surface Display/YSD)
merupakan metode baru ekspresi protein fungsional pada permukaan sel khamir
yang dapat meningkatkan afinitas, spesifisitas, dan stabilitas dari protein yang
diekspresikan (Boder dan Wittrup 1997). Teknik ini juga menarik perhatian para
peneliti karena dapat diaplikasikan di berbagai bidang bioteknologi dan industri,
seperti imobilisasi enzim, biokonversi, bioremediasi, transduksi sinyal, biosensor,
pengembangan vaksin hidup, dan screening untuk mengidentifikasi biokatalis
baru (Becker et al. 2004; Ueda dan Tanaka 2000a, b; Won et al. 2006; Yue et al.
2008; Zhu et al. 2006).
Teknik YSD pertama kali dikembangkan menggunakan khamir S.
(Schreuder et al. 1993), namun dalam perkembangannya khamir metilotropik P.
pastoris juga dapat digunakan sebagai inang dalam ekspersi pada permukaan sel
(Mergler et al. 2004). Kelebihan menggunakan P. pastoris dibandingkan S.
cerevisiae sebagai inang, yaitu integrasi DNA transformasi menjadi DNA
genomik, pembentukan transforman yang lebih stabil dengan produktivitas
protein yang lebih tinggi, dan tidak terjadinya proses hiperglikosilasi (Daly dan
Hearn 2005). Hampir seluruh sistem YSD pada P. pastoris didasari pada
pengembangan sistem tampilan permukaan pada S. cerevisiae (Mergler et al.
2004). Teknik ekspresi ini membutuhkan suatu protein permukaan yang dapat
menampilkan protein target pada pemukaan sel khamir, seperti α-agglutinin yang

3
merupakan salah satu protein permukaan pada S. cerevisiae. Mergler et al. (2004)
telah mengkonstruksikan enzim Kluyveromyces yellow pada sebagian α-agglutinin
ujung C terminal dari S. Cerevisiae, dan mengekspresikannya pada permukaan sel
P. pastoris. Sejak itu, mulai dikembangkan teknik ekspresi protein heterolog pada
permukaan sel khamir menggunakan beberapa jenis protein permukaan sebagai
jangkar protein, seperti Flo1p (Jiang et al. 2007; Tanino et al. 2006), Pir1 (Wang
et al. 2008; Khasa et al. 2011), sistem Sed1 (Su et al. 2010; Dai et al. 2012) dan
α-agglutinin (Pan et al. 2012), yang semua berasal dari S. cerevisiae telah
dikembangkan dan diterapkan pada sistem tampilan permukaan sel P. pastoris.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengkonstruksi dan mengekspresikan gen
araA penyandi enzim L-AI dari G. stearothermophilus pada permukaan sel
khamir P. pastoris.

Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini, yaitu sistem ekspresi
enzim pada permukaan sel khamir P. pastoris dapat diaplikasikan pada produksi
enzim skala industri.

4

2 TINJAUAN PUSTAKA
D-Tagatosa
D-tagatosa termasuk ke dalam monosakarida golongan ketoheksosa
(Karabinos, 1952). D-tagatosa merupakan isomer dari D-galaktosa dan sangat
jarang ditemukan di alam. Oleh karena itu D-tagatosa termasuk ke dalam
golongan gula langka. Secara alami D-tagatosa dapat ditemukan pada getah S.
setigera (Hirst et al. 1949). D-tagatosa memiliki struktur kimia yang mirip dengan

fruktosa dan telah dikenal sebagai pemanis yang aman digunakan pada bahan
pangan dan produk farmasi. Food and Drug Administration Amerika Serikat (US.
FDA) telah menetapkan D-tagatosa sebagai komponen Generally Recognized As
Safe (GRAS) (Levin 2002).

Gambar 1 Perbandingan struktur molekul tagatosa dan fruktosa (Skytte 2006)
Temperatur leleh (Tm) D-tagatosa berkisar 134oC dan stabil pada pH 2-7. Dtagatosa memiliki kelarutan yang tinggi (58% (w/w) pada suhu 21oC). D-tagatosa
merupakan gula reduksi dan akan mengalami reaksi karamelisasi pada temperatur
tinggi sehingga akan menghasilkan warna coklat. D-tagatosa lebih mudah terurai
pada temperatur tinggi dibandingkan dengan sukrosa (Kim 2004; Levin 2002). Dtagatosa merupakan gula malabsorbing, gula ini dapat diserap dalam jumlah
sedikit di usus kecil (Buemann et al. 1999a,b, 2000; Laerke dan Jensen 1999).
Fraksi D-tagatosa yang tidak dapat diserap tubuh dapat ditemukan pada usus besar
dan difermentasi oleh mikroflora usus (Bertelsen et al. 2001). D-tagatosa
memiliki kemiripan rasa dan tingkat kemanisan (92%) dengan gula sukrosa
namun tidak menimbulkan cooling effects setelah mengkonsumsinya (Levin et al
1995). Meskipun rasa D-tagatosa mirip dengan sukrosa, D-tagatosa tidak berperan
dalam menghasilkan kalori (Levin 2002, Zehner dan Lee 1988).
Tabel 1 Karakteristik fisik dan kimia D-tagatosa (Levin 2002; Skytte 2006)
Karakteristik
Penjelasan
Nama umum
D-tagatosa, tagatosa
Sinonim
D-lyxo-hexulose
Titik leleh
133-137oC
Massa jenis (g/mL)
0.7-0.9
Bentuk fisik
Kristal
Nilai kalori
< 1.5 Kkal/g
Cooling effect dan karsinogenesitas
Tidak ada

5

D-tagatosa bermanfaat bagi kesehatan karena berperan dalam penurunan
berat badan (Buemann et al. 2000), tidak memiliki efek glikemik (Donner et al.
1999; Seri et al. 1993), dapat mengurangi gejala diabetes tipe 2, hiperglikemia,
anemia, dan hemofilia (Levin 2002; Seri et al. 1993). D-tagatosa dapat digunakan
sebagai pemanis rendah kalori dalam berbagai makanan, minuman, suplemen
kesehatan, obat-obatan, dan pasta gigi, dll. D-tagatosa juga digunakan dalam
sintesis senyawa aktif, dan sebagai bahan tambahan dalam detergen, kosmetik,
dan formula obat-obatan (Ibrahim dan Spardlin 2000).
D-tagatosa dapat diproduksi dengan metode kimia menggunakan katalis
kalsium (Beadle et al. 1991), namun metode kimia memiliki beberapa kelemahan
seperti membutuhkan proses purifikasi yang kompleks, menghasilkan limbah
kimia dan produk samping. Untuk mengatasi hal tersebut, maka dikembangkan
metode produksi D-tagatosa melalui proses biologis dengan menggunakan
biokatalis. Pembentukan D-tagatosa secara biologi telah dipelajari menggunakan
beberapa sumber biokatalis, seperti enzim sorbitol dehidrogenase yang dihasilkan
oleh Arthrobacter globiformis (Izumori et al. 1984), Gluconobacter oxydans
(Manzoni dan Rollini 2001; Rollini dan Manzoni 2005), Mycobacterium
smegmatis (Izumori dan Tsuzaki 1988), Klebsiella pneumoniae (Shimonishi et al.
1994) dan Enterobacter agglomerans (Muniruzzanman et al. 1994) yang dapat
mengkonversi D-galaktikol menjadi D-tagatosa (Rollini & Manzoni 2005). Selain
itu, enzim D-psikosa 3-epimerase dari Agrobacterium tumefaciens (Kim et al.
2006) dan D-tagatosa 3-epimerase yang dihasilkan oleh Pseudomonas cichorii
yang dapat mengkonversi D-sorbosa menjadi D-tagatosa (Itoh et al. 1994; Ishida
et al. 1997; Yoshida et al. 2007). Namun, D-sorbosa dan D-galaktikol merupakan
substrat yang mahal sehingga kecil kemungkinan untuk dapat diproduksi pada
skala industri.
Mekanisme baru dalam memproduksi D-tagatosa adalah menggunakan
mekanisme konversi D-galaktosa menjadi D-tagatosa (Cheetham dan Wootton
1993; Patel et al. 2016). E. agglomerans dapat menghasilkan D-tagatosa dari Dgalaktosa ketika ditumbuhkan dalam media terinduksi L-arabinosa (Oh et al.
1998). Berdasarkan studi selajutnya ditemukan enzim L-AI dari mikroorganisme
seperti E. coli dan Bacillus subtilis yang dapat mengkatalis konversi D-tagatosa
dari D-galaktosa (Roh et al. 2000).

L-Arabinosa Isomerase
L-arabinosa isomerase (L-AI; EC 5.3.1.4) merupakan enzim intraseluler
yang mengkatalis konversi L-arabinosa menjadi L-ribulosa sebagai tahap awal

dari jalur metabolisme aldopentosa pada bakteri dengan operon ara. Secara in
vitro L-AI juga memiliki kemampuan untuk mengkatalis proses isomerisasi Dgalaktosa menjadi D-tagatosa (Lee et al. 2004). Kemampuan L-AI dalam
mengkatalis reaksi isomerisasi D-galaktosa menjadi D-tagatosa dikarenakan
kemiripan struktur konfigurasi antara D-galaktosa dengan L-arabinosa (Yoon et
al. 2003). Karena kemampuannya dalam mengkatalis reaksi isomerisasi pada Dgalaktosa, enzim L-AI sering juga disebut sebagai galaktosa isomerase (Zhang, et
al. 2010). Pada tahun 1993, terjadi peningkatan penggunaan L-nukleosida

6
dibandingkan dengan D-nukleosida, karena pada penggunaan L-nukleosida
dihasilkan aktivitas biologis yang lebih tinggi dan toksisitas yang lebih rendah
(Cho et al. 2005).

Gambar 2 Reaksi isomerisasi yang dikatalis enzim L-AI (Lee et al. 2004)
Beberapa mikroorganisme telah diketahui menghasilkan enzim L-AI.
Beberapa mikroorganisme mesofilik yang menghasilkan enzim L-AI antara lain
E. coli (Yoon et al. 2003), B. halodurans (Lee et al. 2005a), dan Lactobacillus
fermentum (Xu et al. 2011). Selain itu L-AI juga telah diisolasi dari
mikroorganisme termofilik seperti G. stearothemophilus (Lee et al. 2005a), G.
thermodenitrificans (Kim dan Oh 2005), B. stearothermophilus US100 (Rhimi
dan Bejar 2005), B. stearothermophilus IAM11001 (Cheng et al. 2010), B.
coagulans (Mei et al. 2016), Alicyclobacillus acidocaldarius (Lee et al. 2005b),
Anoxybacillus flavithermus (Li et al. 2011), Thermus sp. IM6501 (Kim, 2003),
Acidothermus cellulolytics (Cheng et al. 2010), Thermoanaerobacter mathranii
(Jørgensen et al. 2004), dan Enterococcus faecium (Manzo et al. 2015), dan pada
mikroorganisme hipertermofilik seperti Thermotoga neapolitana (Kim et al.
2002), dan T. maritima (Lee et al. 2004; Bortone dan Fidaleo 2015).
Sebagian besar L-AI aktif dan optimal pada temperatur 60-96oC dan pH
lebih dari 7; hanya L-AI yang berasal dari L. sakei23K yang menunjukkan
aktivitas optimum pada temperatur rendah berkisar 30-40oC dan kisaran pH 5-7.
Selain itu, hampir semua karakteristik L-AI memerlukan ion logam bivalen seperti
Mn2+ atau Co2+ sebagai kofaktor untuk stabilitas dan aktivitas yang lebih tinggi
(Lee et al. 2005b). Namun, untuk memproduksi bahan pangan penggunaan
kofaktor Co2+ tidak direkomendasikan karena menimbulkan bahaya kesehatan
(Jørgensen et al. 2004). Beberapa kofaktor lain yang dapat meningkatkan aktivitas
katalis dan stabilitas enzim L-AI antara lain ion Fe2+, Mg2+ dan Ca2+ (Oh 2007;
Kim dan Oh 2005). Aktivitas enzim L-AI akan menurun jika tidak ada ion logam
sebagai kofaktor (Lee et al. 2005a)
Enzim L-AI disandikan oleh gen araA yang terletak pada kompleks gen Larabinosa. Gen araA terdiri dari 1494-1535 pasang basa (pb). Jumlah pb yang
dimiliki gen araA tergantung dari mikroorganisme yang menghasilkannya. Gen
araA yang dimikili G. stearothermophilus strain lokal adalah 1512 pb (Firiani dan
Saksono 2010). Enzim L-AI yang diekspresikan oleh mikroorganisme B.
stearothermophilus US 100, G. stearothermophilus dan G. thermodenitrificans
berukuran sekitar 56 kDa (Rhimi dan Bejar 2006; Kim dan Oh 2005). Umumnya

7
L-AI terdiri dari 4 (tetramer) struktur sekunder yang berbentuk alfa-heliks, namun
L-AI yang dihasilkan oleh E. coli terdiri dari heksamer. Asam amino yang berada
pada sisi aktif L-AI adalah asam glutamat pada posisi 305 dan 330 yang akan

mengikat substrat arabinosa maupun galaktosa untuk dikatalis menjadi produk.
Struktur L-AI pada saat mengikat substrat galaktosa dapat dilihat pada gambar 3
dibawah ini.

Gambar 3 Model molekul L-AI ketika mengikat substrat galaktosa (Kim et al.
2009)

Sistem Ekspresi P. pastoris
Dalam pengembangan industri bioproses, pemilihan inang mikroorganisme
yang sesuai merupakan hal yang paling penting. Beberapa parameter yang harus
dipertimbangkan dalam memilih inang mikroorganisme antara lain harus aman,
mudah diperoleh, memiliki produktivitas yang tinggi, menghasilkan sedikit
produk samping, dapat tumbuh dalam media yang sederhana, dapat tumbuh dalam
kondisi yang moderat dan memungkinkan untuk peningkatan skala produksi (Kirk
dan Othmer 1994; Soetaert dan Vandamme 2010).
Salah satu sel inang yang paling populer digunakan untuk ekspresi protein
rekombinan yang merupakan turunan dari genom eukariotik adalah khamir
metilotropik P. pastoris (Eckart dan Bussineau 1996). P. pastoris merupakan
khamir metilotropik yang memanfaatkan metanol sebagai sumber karbon tunggal
dan pertama kali dilaporkan oleh Ogata et al. (1969). P. pastoris diketahui
berpotensi sebagai penghasil protein sel tunggal (PST) untuk pakan ternak. Pada
tahun 1970, Philips Petroleum Company mengembangkan metode pertumbuhan
dan komposisi media untuk P. pastoris dan diketahui bahwa pertumbuhan P.
pastoris pada media metanol kultur kontinu mencapai kepadatan sel tertinggi
berkisar > 130 g/L berat sel kering (Wegner 1990). Setelah itu di tahun 1980-an,
Philips Petroleum Company and Salk Institute Biotechnology/Industrial
Associates Inc. (SIBIA, La Jolla, CA) mulai mempelajari P. pastoris sebagai
sistem ekspresi untuk produksi protein heterolog (Cereghino dan Cregg, 2000).
Kelebihan menggunakan sistem ekspresi P. pastoris yang merupakan
organisme eukariot antara lain (1) teknik biologi molekuler yang diterapkan sama
seperti yang dipelajari pada khamir S. cerevisiae, (2) memiliki kemampuan untuk
ekspresi protein asing baik secara intraseluler maupun ekstraseluler, (3) memiliki
kemampuan untuk melakukan banyak modifikasi pasca translasi seperti proses

8
glikolisasi, pembentukan ikatan disulfida, dan proses sproteolitik, (4) ketersediaan
sistem ekspresi sebagai kit komersial, (5) dapat hidup pada media yang sederhana
(6) memiliki promotor yang sangat kuat yaitu alkohol oksidase 1 (PAOX1) sehingga
tingkat ekspresinya tinggi dan dapat menginduksi hingga 1000 kali lipat ketika
sumber karbon diubah menjadi metanol, (7) penggunaan metanol dapat
mengurangi kontaminasi bakteri, (8) kemampuannya untuk tumbuh hingga
diperoleh kepadatan sel yang tinggi mencapai 10 kali lipat dibandingkan dengan
kultur S. cerevisiae sehingga memungkinkan untuk diproduksi dalam skala besar,
dan (9) mensekresikan sangat sedikit protein native sehingga mempermudah
proses purifikasi protein rekombinan yang disekresikan (Cereghino dan Cregg
2000). Sudah lebih dari 700 protein telah diekspresikan menggunakan P. pastoris
(Zhang et al. 2009), diantaranya adalah enzim Lipase B yang dihasilkan oleh
Candida antartica (Moura et al. 2015), Lipase dari Rhizopus orizae (Li et al.
2015), serta protein mPmRab7 dab pVP28 yang merupakan protein pertahanan
dari White Spot Syndrome Virus (WSS) pada udang (Ananphongmanee et al.
2015).
Ada tiga fenotipe P. pastoris yang dapat memanfaatkan metanol. Pertama,
Mut+ atau methanol utilization plus phenotype yang mempunyai gen AOX1 dan
AOX2, tumbuh dalam metanol pada tingkat tipe liar dan karena itu membutuhkan
metanol dalam jumlah banyak pada saat kultivasi skala besar (Cereghino dan
Cregg 2000). Kedua, Muts atau methanol utilization slow phenotype, gen AOX1
dihilangkan sehingga tingkat penyerapan metanol melambat karena AOX2 lemah.
Pada kasus yang sama strain Muts mempunyai produktivitas yang tinggi
dibandingkan dengan strain tipe liar (Cregg et al. 1987; Pal et al. 2006). Yang
ketiga Mut- atau methanol-utilising minus phenotype, dimana kedua gen AOX
dihilangkan sehingga tidak dapat tumbuh pada metanol dan memiliki tingkat
pertumbuhan yang rendah (Macauley-Patrick et al. 2005). Ekspresi protein
rekombinan sebagian besar dilakukan menggunakan strain fenotip Mut+
(Macauley-Patrick et al. 2005).
Promotor yang biasa digunakan dalam sistem ekspresi protein rekombinan
pada P. pastoris adalah promotor alkohol oksidase 1 (PAOX1) (Cereghino dan
Cregg 2000, Bushell et al. 2003, Lee et al. 2003, Macauley-Patrick et al. 2005,
Jahic et al. 2006, Potvin et al. 2010). PAOX1 akan ditekan/direpresi ketika P.
pastoris tumbuh dalam medium yang mengandung glukosa atau gliserol, tapi akan
terinduksi kuat hingga 1000 kali lipat ketika sel ditumbuhkan pada media yang
mengandung metanol. Kemampuan menekan ekspresi protein asing akan
bermanfaat ketika protein yang dihasilkan merupakan racun bagi sel (Cereghino et
al. 2002). Enzim alkohol oksidase membuat hingga 33% dari total protein sel
ketika sel ditumbuhkan pada media metanol (Couderec dan Baretti 1980).

Sistem Tampilan Permukaan Khamir (Yeast Surface Display/YSD)
Sel dan virus memiliki sejumlah molekul protein dan kompleks lipid seperti
membran sel, dinding sel atau mantel protein yang memiliki kemampuan dalam
mempertahankan kondisi fisiologis. Molekul protein dan kompleks lipid pada
permukaan sel bukan hanya sebagai pembatas antara bagian sitosol sel dan bagian
luar sel tetapi juga berperan dalam komunikasi antara bagian dalam dan luar sel,

9
pertukaran molekul, transpor protein dan sebagainya (Shibasaki et al. 2009)
Beberapa protein permukaan diperpanjang melintasi membran plasma dan yang
lainnya terikat oleh interaksi kovalen maupun nonkovalen dengan komponen
permukaan sel. Sel memiliki sistem untuk menahan protein permukaan spesifik
dan untuk membatasi protein permukaan domain tertentu pada permukaan sel. Di
bidang bioteknologi, permukaan sel dapat dimanfaatkan dengan memanfaatkan
mekanisme transpor protein ke permukaan sel. Pembentukan sistem untuk
menampilkan protein heterolog pada permukaan sel mikrooraganisme diharapkan
dapat digunakan dalam pemisahan polipeptida yang dihasilkan; memproduksi
katalis mikroba, dan vaksin hidup, dan screening dan modifikasi protein baru.
Pemanfaatan permukaan sel hidup sangat berguna untuk aplikasi dalam bidang
mikrobiologi dan biologi molekuler (Ueda dan Tanaka 2000a, b).
Sistem ekspresi permukaan awalnya diketahui ketika sebuah penelitian
menunjukkan bahwa peptida dapat berfusi dengan protein docking (PIII) dari
filament fage tanpa mempengaruhi kemampuannya untuk menginfeksi E. coli
(Scott dan Smith 1990). Hal ini menyebabkan pengembangan terhadap sistem
tampilan fage (Chiswell dan McCafferty 1992; Wu et al. 2016; Tan et al. 2016).
Namun, hibridisasi polipeptida yang berukuran lebih besar dan menyatu dengan
mantel protein fage membuatnya tidak mudah untuk dimasukkan ke dalam fage,
akhirnya muncul teknologi baru yang menggunakan bakteri sebagai inang untuk
ekspresi protein heterolog (Georgiou et al. 1997; Little et al. 1993; Ko et al. 2015;
Michon et al. 2016). Bakteri gram negatif seperti E. coli yang memiliki membran
luar pada permukaan selnya telah digunakan untuk ekspresi sejumlah protein
heterolog pada permukaan sel. Selain itu bakteri gram positif dalam kelompok
Staphylococcus telah digunakan sebagai inang sistem tampilan permukaan
(Francisco et al. 1993). Meskipun beragam mikroorganisme telah diteliti, namun
untuk menampilkan ekspresi protein heterolog yang berasal dari organisme
eukariot sangat sulit dilakukan di sel bakteri (Shibasaki et al. 2009) sehingga
dikembangkan teknik baru menggunakan khamir sebagai inang untuk ekspresi
protein heterolog.
Sistem ekspresi YSD merupakan teknik yang paling populer digunakan
diantara berbagai sistem ekspresi protein heterolog yang telah dikembangkan
(Kondo dan Ueda 2004; Liu et al. 2015; Tanaka dan Kondo, 2015). Sistem
ekspresi ini merupakan salah satu metode ekspresi protein fungsional yang kuat
dan dapat digunakan untuk meningkatkan afinitas, spesifisitas dan stabilitas
protein yang diekspresikan (Boder dan Wittrup 1997). Kelebihan utama dari
sistem ekspresi tampilan permukaan sel khamir adalah pada kesamaan mekanisme
pelipatan dan sekresi protein dengan sel mamalia. Pada sistem ini protein
rekombinan diekspresikan pada permukaan sel khamir dalam bentuk fusi dengan
protein permukaan yang bertindak sebagai jangkar protein (anchoring protein)
(Kondo dan Ueda 2004). Sistem ekspresi pada pemukaan sel khamir pertama kali
dikembangkan menggunakan S. cerevisiae (Screuder et al. 1993). S. cerevisiae
telah memiliki status GRAS yang menyatakan khamir ini aman digunakan untuk
aplikasi di bidang pangan dan farmasi (Kondo dan Ueda 2004)
S. cerevisiae merupakan sel inang eukariot yang digunakan dalam rekayasa
genetika. Penggunaan S. cerevisisiae sebagai sel inang disebabkan karena sel ini
dapat melakukan modifikasi pasca translasi seperti melipat protein dan melakukan
glikosilasi pada protein heterolog eukariot. Selain itu penggunaan S. cerevisiae

10
menguntungkan karena sel ini dapat tumbuh hingga diperoleh kepadatan sel yang
tinggi pada media yang sederhana. Ditambah lagi khamir memiliki kemampuan
untuk menampilkan protein eukariot yang berbeda beda pada permukaan sel yang
sama (Shibasaki et al. 2009). Sel khamir S. cerevisiae dikelilingi oleh dinding sel
yang tebal (Gambar 4) yang terdiri dari rantai β-glukan dan mannoprotein (Fleet,
1991). Dinding sel khamir terdiri dari lapisan glukan pada bagian dalam yang
tersusun atas rantai β-glukan (β-1,3-glukosa dan β1,6-glukosa) (Manners et al.
1973). Dan pada lapisan luar sebagian besar tersusun atas mannoprotein yang
berbentuk fibri atau sisir (Horisberger dan Vonlanthen 1977). Ada berbagai jenis
mannoprotein pada dinding sel (Cid et al. 1995). Salah satu jenis mannoprotein
yang ada pada dinding sel khamir adalah yang beikatan secara non-kovalen
dengan dinding sel dan dapat diekstraksi dengan sodium dodecyl sulfate (SDS),
sedangkan jenis lainnya dapat diekstraksi dengan digesti dinding sel
menggunakan β-1,3- atau β-1,6- glukanase (Fleet dan Manners 1997; Nakayama
et al. 2005).
Mannoprotein yang dapat diekstrak menggunakan glukanase pada
permukaan khamir, antara lain agglutinin (Aga1 dan Aga2), Flo1, Sed1, Cwp1
dan Tip1 yang memiliki jangkar glycosylphosphatidylinositol (GPI) yang tersusun
atas
ethanolamine
phosphate-phosphate-6-mannose-α1,2-mannose-α1,6mannose-α1,4-glucosamine-α1,6-myo-inositol-1-phospholipid (Hardwick et al.
1992; Lipke et al. 1989; Van der Vaart et al. 1995; Watari et al. 1994; Roy et al.
1991). Jangkar GPI ditemukan pada banyak protein membran plasma organisme
eukariot, banyak berperan pada protein permukaan sel dan esensial untuk
viabilitas khamir. Rantai glukofosfolipid ini berikatan kovalen dengan protein Cterminal dan mempunyai fungsi utama dalam asosiasi protein dengan membran
sel.

Gambar 4 Komposisi dan struktur permukaan sel S. cerevisiae (Schreuder et al.
1996)
Protein agglutinin merupakan salah satu mannoprotein yang berikatan
dengan glukan (Lipke dan Ovalle 1998) dan hanya dapat dilepaskan dengan
pemecahan enzimatik menggunakan glukanase dan tidak dapat diekstraksi
menggunakan SDS (Gambar 4) (Schreuder et al. 1996). Agglutinin merupakan

11
komponen dinding sel yang terletak pada permukaan terluar dan berperan dalam
mediasi adhesi sel pada saat reproduksi seksual antara tipe mating sel yang
berbeda. Selama mating, satu dari dua tipe agglutinin diekspresikan ke permukaan
sel. Tipe mating a dan α masing-masing mengekspresikan a-agglutinin dan αagglutinin. Protein a-agglutinin terdiri atas subunit Aga1p yang menghubungkan
ke Aga2p dan merupakan subunit yang lebih kecil melalui ikatan disulfida. Aga1p
dikode oleh gen AGα1 dan Aga2p dikode oleh gen AGα2. Sedangkan α-agglutinin
dikode oleh gen AGα1, dan berinteraksi dengan subunit Aga2p pada tipe sel
mating a. Struktur dari α-agglutinin dan subunit Aga1p tersusun atas daerah sinyal
sekresi, daerah aktif, dan daerah pendukung yang mengandung serin dan treonin,
dan jangkar GPI (Lipke et al. 1989). Domain yang mengandung serin dan treonin
berperan sebagai spacer yang membentuk konformasi seperti batang yang
merupakan hasil perluasan O-glikosilasi (Schreuder et al. 1996). Untuk
menampilkan protein asing pada dinding sel, diperlukan informasi genetik dari
masing-masing tipe agglutinin. Tipe α-agglutinin merupakan jangkar penahan
pada permukaan sel dan sering dikombinasikan dengan sekuen sinyal sekresi
melalui rekayasa genetika (Gambar 5). Fusi pada setengah bagian C-terminal αagglutinin digunakan sebagai jangkar penahan protein asing pada permukaan sel.
Dalam kasus a-agglutinin, tipe protein sekresi Aga2, subunit berikatan dengan
ikatan disulfida pada protein inti Aga1, sehingga protein heterolog akan berikatan
dengan lapisan glukan (Boder dan Wittrup 1997).

Gambar 5 Prinsip tampilan permukaan sel khamir. A. Desain genetik target
protein yang akan ditampilkan di permukaan sel (Shibasaki et al.
2009). B. mekanisme transport target fusi protein ke permukaan sel
dengan jangkar α-agglutinin (Kuroda dan Ueda 2011)

12

3 METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2014 sampai dengan Juli
2016 di Laboratorium Rekayasa Genetika Terapan dan Disain Protein, Pusat
Penelitian Bioteknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Cibinong.

Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah gen araA penyandi
enzim L-AI yang diperoleh dari isolasi bakteri G. sterothermophylus di Tanjung
Api, Poso, Indonesia (Fitriani dan Saksono 2010). Vektor pJ912-AGα IP-Free, E.
coli DH5α, P. pastoris GS115, enzim restriksi SalI, Kpn2I, NcoI, dan SacI, media
tumbuh bakteri LSLB (Low Salt Luria Bertani), media tumbuh khamir YPD
(Yeast Potato Dextrose), BMGY (Buffered Glycerol Complex Medium), dan
BMMY (Buffered Methanol Complex Medium), antibiotik ampisilin dan zeocin,
primer spesifik untuk proses subkloning maupun sekuensing.
Tabel 2 Primer yang digunakan
Primer
Sekuen nukleotida (5' → 3')
PPAI-F
5'-GCGTCGACATGCATCACCATCACCATCACATGCTGTC
ATTACGTCCTTATGAATTTTGG-3'
PPAI-R
5'-GTCACAGTACTCCGCCCCCGCCAAAATACTTCATTCC
ATC-3'
SeqPPAI-F 5'-CCTTGAGGGTGATTTCGACGTC-3'
SeqPPAI-R 5'-GACCTCGGAAGTAGTTCTGTTTCC-3'
AOX1-F
5' GACTGGTTCCAATTGACAAGC 3'
AOX1-R
5' GCAAATGGCATTCTGACATCC 3'
Desain primer menggunakan software online Primer3Plus

Gambar 6 Vektor kloning dan ekspresi pJ912-AGα (DNA 2.0)

13
Prosedur Penelitian
Konstruksi vektor ekspresi dan sub-kloning
Pada penelitian sebelumnya telah diperoleh gen araA yang mengkode enzim
L-AI yang diisolasi dari isolat G. stearothermophilus asal Tanjung Api, Poso,
Indonesia, dan telah dikloning dalam plasmid pET-21b serta digunakan untuk
transformasi E.coli DH5α.
Sub-kloning gen araA ke dalam plasmid pJ912-AGα diawali dengan proses
amplifikasi gen araA pada plasmid pET-21b. Gen araA diamplifikasi
menggunakan pasangan primer PPAI-F dan PPAI-R. Pada gen araA ditambahkan
tag His dan situs restriksi SalI pada ujung 5' serta situs restriksi Kpn2I pada ujung
3'. Gen araA hasil amplifikasi dan plasmid pJ912-AGα kemudian dipotong dengan
enzim restriksi SalI dan Kpn2I. Fragmen araA dan plasmid pJ912-AGα yang telah
dipotong selanjutnya dielektroforesis pada gel agarosa 1%. Kedua komponen
tersebut kemudian diekstraksi dari gel agarosa menggunakan MinElute Gel
Extraction Kit (Qiagen). Hasil ekstraksi kemudian diverifikasi dengan
elektroforesis gel agarosa 1%. Ligasi antara gen araA dan plasmid pJ912-AGα
dilakukan menurut protokol umum biologi molekuler (Ausubel et al. 2002). Hasil
ligasi kemudian digunakan untuk transformasi E.coli DH5α menggunakan metode
kejut panas (heat shock) dan ditumbuhkan pada media seleksi LSLB agar yang
mengandung antibiotik zeocin (25µg/mL). Zeocin dipilih karena vektor pJ912AGα membawa faktor resisten terhadap antibiotik zeocin.

Gambar 7 Konstruksi vektor PJ912-AGα-araA
Analisis vektor rekombinan dapat dilakukan dengan isolasi plasmid
rekombinan dari sel E.coli DH5α yang tumbuh pada media seleksi yang
mengandung zeocin (25µg/mL), PCR vektor rekombinan, dan analisis sekuen
basa DNA.
Pembuatan sel kompeten Pichia pastoris
Sebanyak 1 mL kultur P. pastoris strain GS115 ditumbuhkan pada media
YPD dalam tabung reaksi pada temperatur 30oC selama semalam (overnight).
Selanjutkan diinokulasikan 0.1-0.5 kultur yang telah diinkubasi tersebut dalam 50
mL media baru pada flask berukuran 500 mL, dan ditumbuhkan selama semalam
hingga diperoleh OD600= 1.3-1.5. Kemudian kultur disentrifugasi pada 1500×g
selama 5 menit di temperatur 4oC. Supernatan dibuang dan pelet diresuspensi
dengan 50 mL akuabidestilata dingin steril. Sentrifugasi dilakukan kembali seperti
tahapan sebelumnya dan pelet diresuspensi dengan 25 mL akuabidestilata dingin
steril. Proses sentrifugasi dilakukan kembali dan pelet hasil sentrifugasi

14
diresuspensi dengan 2 mL sorbitol 1M. Kultur kembali disentrifugasi dan
selanjutnya pelet diresuspensi menggunakan sorbitol 1M sebanyak 1 mL. Sel
kompeten P. pastoris GS115 dapat disimpan dalam kondisi beku sebelum
digunakan.
Transformasi P. pastoris melalui elektroporasi
Sebanyak 5-10 μg vektor rekombinan pJ912-AGα-araA dilinearisasi dengan
cara dipotong menggunakan enzim restriksi SacI. Hasil pemotongan diverifikasi
dengan elektroforesis gel agarosa 1%. Vektor rekombinan yang telah dipotong
dipurifikasi menggunakan MinElute Gel Extraction Kit (Qiagen). Transformasi P.
pastoris dilakukan dengan metoda elektroporasi.
Sebanyak 80 µL sel kompeten dan 5-10 µg DNA linier (dalam 5-10 μL air
steril) dimasukkan dalam kuvet elektroporasi steril (2 mm gap) kemudian
diinkubasi dalam es selama 5 menit. Selanjutnya elektroporasi dilakukan
menggunakan elektroporator (Gene Pulser BioRad, USA). Kondisi elektroporasi
adalah kondisi optimal yang disarankan oleh produsen alat (Biorad, USA), yaitu
2000 V, 25 μF, 200 Ω, dan 5 msec. Segera setelah elektroporasi dilakukan,
ditambahkan 1 mL sorbitol 1M ke dalam kuvet, dan isi kuvet kemudian
dipindahkan ke tube 1.5 mL steril untuk selanjutnya diinkubasi pada temperatur
30oC selama 1-2 jam. Hasil elektroporasi disebar pada cawan media YPDS agar
yang mengandung 100 µg/mL zeocin dengan volume beragam pada setiap cawan
(25, 50 dan 100 μL). Cawan diinkubasikan selama 3-10 hari pada temperatur 30oC
sampai koloni tumbuh (Invitrogen 2001)
Seleksi koloni P. pastoris transforman
Analisis integrasi gen araA ke dalam genom P. pastoris dilakukan
menggunakan teknik PCR koloni. Sebelum dilakukan PCR, koloni khamir
rekombinan diberi perlakuan terlebih dahulu. Koloni khamir dicuplik dengan
tusuk gigi steril dan diresuspensikan ke dalam 50 μL