Penentuan pH Dan Suhu Optimum Dari Aktivitas Ekstrak Kasar Enzim Selulase Hasil Isolasi Bekicot (Achatina fulica) Terhadap Hidrolisa Substrat Selulosa, Kertas HVS Dan Ampas Tebu

(1)

PENENTUAN pH DAN SUHU OPTIMUM DARI AKTIVITAS

EKSTRAK KASAR ENZIM SELULASE HASIL ISOLASI

BEKICOT (Achatina fulica) TERHADAP HIDROLISA

SUBSTRAT SELULOSA, KERTAS HVS

DAN AMPAS TEBU

SKRIPSI

DECY NOVITA SARI

070802014

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(2)

PENENTUAN pH DAN SUHU OPTIMUM DARI AKTIVITAS EKSTRAK KASAR ENZIM SELULASE HASIL ISOLASI BEKICOT

(Achatina fulica) TERHADAP HIDROLISA SUBSTRAT SELULOSA, KERTAS HVS DAN AMPAS TEBU

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

DECY NOVITA SARI 070802014

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(3)

PERSETUJUAN

Judul : PENENTUAN pH DAN SUHU OPTIMUM DARI

AKTIVITAS EKSTRAK KASAR ENZIM SELULASE HASIL ISOLASI BEKICOT (Achatina

fulica) TERHADAP HIDROLISA SUBSTRAT

SELULOSA, KERTAS HVS DAN AMPAS TEBU

Kategori : SKRIPSI

Nama : DECY NOVITA SARI

Nomor Induk Mahasiswa : 070802014

Program Studi : SARJANA (S1) KIMIA

Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Disetujui di

Medan, 5 Agustus 2011 Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Prof. Dr. Jamaran Kaban, M.Sc. Drs. Firman Sebayang, MS NIP. 195106301980021001 NIP. 195607261985031001

Diketahui/Disetujui Oleh

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

Dr. Rumondang Bulan Nasution, MS NIP. 1954080301985032001


(4)

PERNYATAAN

PENENTUAN pH DAN SUHU OPTIMUM DARI AKTIVITAS EKSTRAK KASAR ENZIM SELULASE HASIL ISOLASI BEKICOT (Achatina fulica) TERHADAP

HIDROLISA SUBSTRAT SELULOSA, KERTAS HVS DAN AMPAS TEBU

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dari ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, 5 Agustus 2011

DECY NOVITA SARI 070802014


(5)

PENGHARGAAN

Bismillahirrahmanirrahim…

Syukur alhamdulillah, segala puji penulis ucapkan kehidrat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Dalam hal ini penulis ucapkan terima kasih dan penghargaan kepada:

1. Kedua orang tua tercinta dan tersayang, ayahanda Emly dan ibunda Upik Yani yang dengan doa dan kerja kerasnya telah ikhlas membesarkan, membiayai, dan mendidik penulis agar dapat menjadi manusia yang berguna bagi bangsa dan agama serta bermanfaat bagi orang lain. Abang Yudha Syahputra SE yang selalu menjadi semangat dan memberi dukungan moril kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Drs. Firman Sebayang,MS selaku pembimbing I dan Bapak Prof. Dr. Jamaran Kaban M.Sc selaku pembimbing II dan juga dosen wali penulis, yang telah memberikan arahan, bimbingan, dan dukungan penuh kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Ibu Dr.Rumondang Bulan,MS dan Bapak Drs.Albert Pasaribu,M.Sc selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Kimia FMIPA USU yang telah mensahkan skripsi ini.

4. Bapak dan Ibu dosen di Departemen Kimia FMIPA USU, yang tak kenal lelah dalam mengajar dan telah banyak memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis.

5. Sahabat-sahabatku Pina, Oki, Destia, Reni, Irma, Fitri, Rifky, Rya, Mariana, Mitha, kak Fitri, kak Nelvi, kak Rani, kak Tiwi, kak Febri, Bang Riri serta rekan-rekan stambuk 2006, 2007, dan 2008 atas dukungan, perhatian, keceriaan dan doa yang diberikan kepada penulis.

6. Kepada teman-teman seperjuangan di Laboratorium Biokimia/KBM FMIPA USU (asisten) : kak Nora, kak Nurmala, kak Fiah, kak Vika, bang Agung, bang Egy, bang Eko, bang Ardy, Pina, Oki, Annisa, Arini, Tiwi, Soraya dan Feri atas dorongan dan ide-ide yang diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Teman-teman kos gang Pelita Sempit : Ika, Maya, Masita, Nisa, Putri, Rani, dan Ulfha atas dukungan serta semangat-semangat yang diberikan kepada penulis.

8. Teman dekat penulis Feri Wira Setiawan S.Pd yang telah memberikan semangat dan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.


(6)

9. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah membantu dan memberikan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan kuliah dan mencapai gelar Sarjana Sains, penulis mengucapkan banyak terima kasih. Semoga Allah SWT akan membahas kebaikan-kebaikan yang telah diberikan kepada penulis, Amin.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu diharapkan kritik san saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua. Akhirnya kepada Allah SWT jugalah kita berserah diri, semoga Allah SWT selalu menunjukkan jalan yang lurus kepada kita semua.


(7)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang penentuan pH dan suhu optimum dari aktivitas ekstrak kasar enzim selulase hasil isolasi bekicot terhadap hidrolisa substrat selulosa, kertas HVS dan ampas tebu. Ekstrak enzim selulase diperoleh dengan dua kali sentrifugasi selama 30 menit dengan kecepatan putaran 7000 rpm dengan penambahan aseton dingin dan pengeringan dengan freeze drier. Serbuk ekstrak kasar enzim selulase yang dihasilkan diambil sebanyak 0,5 gram dan dilarutkan dalam 50 ml buffer asetat pH 4,5. Pengujian aktivitas dilakukan secara spektrofotometri dengan metode Nelson Somogyi pada variasi suhu 35oC,40oC,45oC,50oC,55oC dan pH 3,5;4,0;4,5;5,0;5,5. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pH dan suhu optimum dari ekstrak kasar enzim selulase adalah 4,5 dan 45oC dengan aktivitas pada substrat selulosa sebesar 0,0166 U, pada kertas sebesar 0,0154 U dan pada ampas tebu sebesar 0,0083 U.


(8)

DETERMINATION OF OPTIMUM pH AND OPTIMUM TEMPERATURE OF CRUDE CELLULOSE ENZYME ACTIVITY ISOLATED FROM SNAIL

(Achatina fulica) IN CELLULOSE SUBSTRATE, HVS PAPER AND BAGASSE

ABSTRACT

It has been conducted determination of optimum pH and optimum temperature of crude cellulose enzyme activity isolated from snail in cellulose substrate, HVS paper and bagasse. The extract of cellulose enzyme was obtained by two times centrifugation for 30 minutes with rotation 7000 rpm by adding cold acetone and drying with using freeze drier. Cellulose enzyme powder of crude extract that resulting was taken as much as 0,5 g and dissolved in 50 ml acetate buffer pH 4,5. The activity test conducted by using spectrofotometric with Nelson Somogyi method in variant temperature 35oC, 40oC, 45oC, 50oC, 55oC and pH 3,5; 4,0; 4,5; 5,0; 5,5. From the research result indicates that the optimum pH and optimum temperature of crude cellulose enzyme activity were 4,5 and 45oC with activity in cellulose substrate was 0,0166 U, in HVS paper was 0,0154 U and bagasse was 0,0083 U.


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

Judul i

Persetujuan ii

Pernyataan iii

Penghargaan iv

Abstrak vi

Abstract vii

Daftar Isi viii

Daftar Tabel xi

Daftar Gambar xii

Daftar Lampiran xiii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Permasalahan 4

1.3. Pembatasan Masalah 4

1.4. Tujuan Penelitian 4

1.5. Manfaat penelitian 5

1.6. Lokasi Penelitian 5

1.7. Metode Penelitian 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Bekicot (Achatina fulica) 7

2.2. Enzim 9

2.2.1. Sifat – sifat enzim 10

2.2.2. Dasar Kerja Enzim 11

2.2.3. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kerja Enzim 11

2.2.4. Klasifikasi Enzim 13

2.3. Enzim Selulase 15

2.4. Selulosa 17

2.5. Kertas 20

2.6. Ampas Tebu 23

2.7. Metode Analisa Kuantitatif Glukosa 23

2.7.1.Metode Nelson – Somogyi 23

2.7.2.Metode Lane Eynon 23

2.7.3.Metode Saffer Somogyi 24

2.7.4.Metode Anthrone 24

2.7.5.Metode Munson Walker 24

2.8. Spektrofotometer UV- Visible 24

2.8.1.Aspek Kualitatif dan Kuantitatif Spektrofotometri UV-Vis 25 BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1. Alat dan Bahan 27


(10)

3.1.2. Bahan – bahan 28

3.2. Prosedur Penelitian 28

3.2.1. Pembuatan Larutan Pereaksi 28

3.2.1.1. Pembuatan Larutan Buffer Asetat 0,2 M 28 3.2.1.2. Pembuatan Larutan NaOH 0,1 N 29

3.2.1.3. Pembuatan Larutan NaCl 1% 29

3.2.1.4. Pembuatan Larutan Glukosa 0,2 mg/ml 29 3.2.1.5. Pembuatan Larutan Pereaksi Nelson 29 3.2.1.6. Pembuatan Larutan Arsenomolibdat 30 3.2.2. Penyediaan Ekstrak Kasar Enzim Selulase 30 3.2.3. Pengukuran Panjang Gelombang Maksimum Larutan 30

Glukosa

3.2.4. Penyiapan Kurva Standar Glukosa 31

3.2.5. Penentuan Suhu Optimum Ekstrak Kasar Enzim Selulase 31 3.2.6. Penentuan pH Optimum Ekstrak Kasar Enzim Selulase 31 3.2.7. Pegukuran Aktivitas Ekstrak Kasar Enzim Selulase 32

3.3. Bagan Penelitian 33

3.3.1. Penyediaan Ekstrak Kasar Enzim Selulase 33 3.3.2. Penentuan Suhu Optimum Hidrolisa Selulosa oleh Enzim 34

Selulase

3.3.3. Penentuan pH Optimum Hidrolisa Selulosa oleh Enzim 35 Selulase

3.3.4. Pengukuran Aktivitas Ekstrak Kasar Enzim Selulase Pada

Kondisi Optimum 36

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian Dan Pembahasan 38

4.1.1. Isolasi Ekstrak Kasar Enzim Selulase dari Bekicot 38 4.1.2. Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Ekstrak Kasar Enzim 38

Selulase Pada Substrat Selulosa, Kertas HVS dan Ampas Tebu

4.1.3. Pengaruh pH Terhadap Aktivitas Ekstrak Kasar Enzim 41 Selulase

4.1.4. Pengujian Aktivitas Ekstrak Kasar Enzim Selulase Pada 44 Kondisi Optimum Pada Substrat Selulosa, Kertas HVS

dan Ampas Tebu

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan 47

5.2. Saran 47

DAFTAR PUSTAKA 48


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Komposisi Kimia dari Pulp Kertas 20

Tabel 2.2. Komposisi Kimia Ampas Tebu 23

Tabel 3.1. Pembuatan Larutan Buffer Asetat 0,2 M 29 Tabel 4.1 Data Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Ekstrak Kasar 39

Enzim Selulase Pada Substrat Selulosa

Tabel 4.2 Data Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Ekstrak Kasar Enzim Selulase 39 Pada Substrat Kertas HVS

Tabel 4.3 Data Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Ekstrak Kasar Enzim 40 Selulase Pada Substrat Ampas Tebu

Tabel 4.4 Data Pengaruh pH Terhadap Aktivitas Ekstrak Kasar Enzim Selulase 42 Pada Substrat Selulosa

Tabel 4.5 Data Pengaruh pH Terhadap Aktivitas Ekstrak Kasar Enzim Selulase 42 Pada Substrat Kertas HVS

Tabel 4.6 Data Pengaruh pH Terhadap Aktivitas Ekstrak Kasar Enzim Selulase 43 Pada Substrat Ampas Tebu

Tabel 4.7 Data Aktivitas Ekstrak Kasar Enzim Selulase Pada Kondisi Optimum 44 Pada Substrat Selulosa

Tabel 4.8 Data Aktivitas Ekstrak Kasar Enzim Selulase Pada Kondisi Optimum 44 Pada Substrat Kertas HVS

Tabel 4.9 Data Aktivitas Ekstrak Kasar Enzim Selulase Pada Kondisi Optimum 45 Pada Substrat Ampas Tebu


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Anatomi Tubuh Bekicot 7

Gambar 2.2. Struktur Dari Selulosa 18

Gambar 2.3. Mekanisme Pemecahan Selulosa menjadi Glukosa 19 Gambar 4.1. Grafik Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Ekstrak Kasar 40

Enzim Selulase

Gambar 4.2. Grafik Pengaruh pH Terhadap Aktivitas Ekstrak Kasar Enzim 43 Selulase


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kurva Spektrum λmaks Larutan Standar Glukosa 51

Lampiran 2. Kurva Kalibrasi Larutan Standar Glukosa 52 Lampiran 3. Harga erf (t) atau ert(hx) dari harga T 53 Lampiran 4 Data Pengukuran absorbansi Glukosa Hasil Hidrolisa Selulosa 54 Lampiran 5. Data Pengukuran absorbansi Glukosa Hasil Hidrolisa Kertas 55 Lampiran 6. Data Pengukuran absorbansi Glukosa Hasil Hidrolisa Ampas Tebu 56 Lampiran 7. Perhitungan Kadar Glukosa Hasil Hidrolisis Selulosa 1%, 58 Kertas HVS 1% dan Ampas Tebu 1%

Lampiran 8. Perhitungan Kandungan Glukosa Ekstrak Hasil Isolasi Pada 59 Kondisi Optimum

Lampiran 9. Perhitungan Aktivitas Ekstrak Kasar Enzim Selulase 60


(14)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang penentuan pH dan suhu optimum dari aktivitas ekstrak kasar enzim selulase hasil isolasi bekicot terhadap hidrolisa substrat selulosa, kertas HVS dan ampas tebu. Ekstrak enzim selulase diperoleh dengan dua kali sentrifugasi selama 30 menit dengan kecepatan putaran 7000 rpm dengan penambahan aseton dingin dan pengeringan dengan freeze drier. Serbuk ekstrak kasar enzim selulase yang dihasilkan diambil sebanyak 0,5 gram dan dilarutkan dalam 50 ml buffer asetat pH 4,5. Pengujian aktivitas dilakukan secara spektrofotometri dengan metode Nelson Somogyi pada variasi suhu 35oC,40oC,45oC,50oC,55oC dan pH 3,5;4,0;4,5;5,0;5,5. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pH dan suhu optimum dari ekstrak kasar enzim selulase adalah 4,5 dan 45oC dengan aktivitas pada substrat selulosa sebesar 0,0166 U, pada kertas sebesar 0,0154 U dan pada ampas tebu sebesar 0,0083 U.


(15)

DETERMINATION OF OPTIMUM pH AND OPTIMUM TEMPERATURE OF CRUDE CELLULOSE ENZYME ACTIVITY ISOLATED FROM SNAIL

(Achatina fulica) IN CELLULOSE SUBSTRATE, HVS PAPER AND BAGASSE

ABSTRACT

It has been conducted determination of optimum pH and optimum temperature of crude cellulose enzyme activity isolated from snail in cellulose substrate, HVS paper and bagasse. The extract of cellulose enzyme was obtained by two times centrifugation for 30 minutes with rotation 7000 rpm by adding cold acetone and drying with using freeze drier. Cellulose enzyme powder of crude extract that resulting was taken as much as 0,5 g and dissolved in 50 ml acetate buffer pH 4,5. The activity test conducted by using spectrofotometric with Nelson Somogyi method in variant temperature 35oC, 40oC, 45oC, 50oC, 55oC and pH 3,5; 4,0; 4,5; 5,0; 5,5. From the research result indicates that the optimum pH and optimum temperature of crude cellulose enzyme activity were 4,5 and 45oC with activity in cellulose substrate was 0,0166 U, in HVS paper was 0,0154 U and bagasse was 0,0083 U.


(16)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Bekicot (Achatina Fulica) tercakup di dalam subkelas Pulmonata dari kelas Gastropoda yang merupakan kelompok molusca yang sangat besar. Meskipun didalam subkelas ini sudah terdapat spesialisasi untuk hidup di daratan kering,tetapi masih menunjukkan banyak sifat pokok kelas Gastropoda sebagai keseluruhannya. Pada tahun 1847 seorang kolektor concha yang mengunjungi Mauriius membawa beberapa spesimen hidup di Calcuta.Disitu Achatina fulica berkembang baik dan tersebar luas tanpa ada musuhnya. Pada tahun 1900 ia telah mencapai Cylon dan menjadi hama pertanian. Pada tahun 1911 sudah tersebar di Singapura dan selanjutnya ke Kalimantan. Di Sumatera dan Jawa,hewan ini telah merusak perkebunan karet. Pada tahun itu juga telah mencapai Taiwan,dan disambut hangat oleh orang – orang Jepang sebagai makanan yang menarik dan berkhasiat obat( Radiopoetro, 1995).

Selulosa merupakan senyawa organik yang paling banyak melimpah di alam.Diperkirakan sekitar 1011 ton selulosa dibiosintesis tiap tahun.Daun kering mengandung 10-20% selulosa,kayu 50% dan kapas 90%. Selulosa merupakan homopolisakarida linier yang tidak bercabang,terdiri dari 10.000 atau lebih unit D-glukosa yang dihubungkan oleh ikatan 1,4-β-glikosida (Wijayanti, 2005).

Di alam, selulosa banyak dijumpai sebagai selulosa natif yang berikatan dengan senyawa lain seperti lignin dan selulosa. Ada pula selulosa yang telah dihilangkan kadar ligninnya seperti pada kertas. Kertas adalah bahan yang tipis dan rata, yang dihasilkan dengan kompresi serat yang berasal dari pulp. Serat yang digunakan biasanya alami, dan mengandung selulosa dan hemiselulosa.


(17)

Selulosa banyak terdapat dalam limbah pertanian atau kehutanan dan belum banyak dimanfaatkan. Limbah ini merupakan salah satu bentuk energi yang cukup potensial dan pada umumnya merupakan bahan berselulosa yang dapat dimaanfaatkan.Salah satu limbah pertanian yang dapat dimaanfaatkan adalah ampas tebu. Ampas tebu merupakan limbah padat industri gula tebu yang mengandung serat selulosa yang biasanya digunakan sebagai bahan baku industri kertas dan bahan bakar.

Enzim yang dapat digunakan untuk mendegradasi selulosa adalah enzim selulase. Selulase adalah enzim yang mampu menguraikan selulosa dalam menghidrolisis ikatan β (1,4) glikosida menjadi bentuk yang lebih sederhana yang kemudian menguraikan lebih lanjut hingga menjadi monomer glukosa. Penguraian oleh enzim selulase penting sekali mengingat banyaknya selulosa yang terdapat di alam, yang perlu diuraikan kembali dimana selulosa merupakan pembentuk struktur dasar dari tumbuh – tumbuhan,komponen utama pada limbah pertanian dan banyak terdapat sebagai limbah perkotaan. Mikroorganisme tertentu mempunyai kesanggupan untuk tumbuh pada selulosa. Mikroorganisme yang digunakan untuk mendapatkan selulase diantaranya: Myrotechium verucaria,Penecillium pusillim,Trichoderma

viridae,Strepromyces sp (Marsiati, 1989).

Enzim selulase selain dihasilkan oleh mikroba selulolitik yang hidup di alam bebas juga dapat dihasilkan oleh mikroba selulolitik yang terdapat dalam tubuh hewan.Secara komersil, harga enzim selulase yang dihasilkan dari jamur atau bakteri cukup mahal sehingga permasalahan yang sering muncul dalam hidrolisis enzimatis adalah kurang tersedianya enzim selulase yang murah dan efisien.Oleh karena itu dilakukan upaya mencari sumber enzim lain yang dapat memproduksi enzim selulase.

Keong mas (Pomacea caniculata) merupakan salah satu hewan yang menghasilkan enzim selulase. Siregar, (1999) telah mencoba mengisolasi enzim selulase dari pankreas keong mas dan menggunakannya untuk meghidrolisis selulosa.. Enzim selulase juga dihasilkan dari hewan bekicot (Achatina fulica) yang merupakan kelas Gastropoda yang sama dengan keong mas. Bekicot merupakan salah satu hewan yang menggunakan selulosa sebagai sumber energi sehingga didalam tubuhnya


(18)

banyak ditemukan mikroba selulolitik. Silaban, (1999), berhasil menemukan mikroba selulolitik tersebut yaitu Pseudomonas alcaligenes PaAf-18 dan Enterobacter

agglomerans EaAf-18. Mikroba ini banyak ditemukan pada sistem pencernaan bekicot

karena di daerah organ inilah selulosa dan senyawa polisakarida lainnya dicerna.

Sewaktu bekicot ditangkap,biasanya perut bekicot dibuang agar tidak ikut dimasak. Padahal dalam getah lambung dan pankreas terdapat enzim yang dapat menghidrolisa selulosa menjadi glukosa,sedangka glukosa merupakan sumber energi.Isolasi enzim selulase bertujuan untuk mendapatkan enzim selulase yang dapat digunakan untuk mengkonversi selulosa menjadi glukosa dalam industri pangan (Siregar,1999).

Enzim ini dianggap lebih efektif dan efisien karena isolasi enzim dari bekicot cukup mudah, murah dan tidak membutuhkan waktu yang lama serta enzim dapat disimpan dalam waktu 4 bulan dalam suhu -15oC ( Soedigdo,et al). Enzim selulase yang diproduksi mikroba sebagian besar disimpan dalam hepatopankreas yang salurannya bermuara ke saluran pencernaan. Sementara itu,cangkang bekicot dapat dimanfaatkan sebagai hiasan,dan pembuatan kitosan. Dengan demikan bekicot bisa dijadikan alternatif sumber enzim selulase sehingga diharapkan bekicot dapat bermanfaat bagi kehidupan.. Masfufatun(2009) telah melakukan penelitian tentang hidrolisis Carboxy Methyl Cellulose (CMC) dengan enzim selulase dari bekicot untuk produksi etanol dengan menggunakan Zymomonas mobilis. Dari hasil penelitiannya didapatkan bahwa enzim selulase bekerja pada kondisi optimum 50o C dan pH 5,2 dan menghasilkan etanol sebesar 0,457 g/g glukosa atau yield etanol sebesar 89,6%.

Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk mengisolasi dan menentukan pengaruh pH dan suhu optimum terhadap aktivitas ekstrak kasar enzim selulase dari bekicot serta mengetahui apakah terdapat perbedaan aktivitas ekstrak kasar enzim selulase terhadap hidrolisa substrat selulosa, kertas HVS dan ampas tebu.


(19)

1.2. Permasalahan

1. Bagaimana cara mengisolasi ekstrak kasar enzim selulase dari bekicot?

2. Bagaimana pengaruh suhu dan pH optimum terhadap aktivitas ekstrak kasar enzim selulase?

3. Apakah terdapat perbedaan aktivitas ekstrak kasar enzim selulase terhadap substrat selulosa, kertas HVS dan ampas tebu?

1.2Pembatasan masalah

Dalam penelitian ini permasalahan dibatasi pada:

1. Bekicot (Achatina fulica) yang digunakan diperoleh dari daerah kelurahan Pahlawan,Kebun Lada, Binjai yang diisolasi dari hasil pengendapan dengan aseton 50%.

2. Substrat yang digunakan adalah selulosa 1%,kertas 1% dan ampas tebu 1% 3. Pengujian aktivitas dilakukan secara Spektrofotometri dengan metode Nelson

Somogyi

4. Buffer yang digunakan adalah buffr asetat 0,2 M dengan variasi pH 3,5; 4,0; 4,5; 5,0 dan 5,5.

5. Variasi suhu adalah 35oC, 40oC, 45oC, 50oC dan 55oC. 6. Waktu inkubasi yang digunakan adalah 60 menit.

1.3Tujuan Penelitian

1. Menentukan pH dan suhu optimum ekstrak kasar enzim selulase dari bekicot. 2. Membandingkan aktivitas ekstrak kasar enzim selulase terhadap hidrolisa

substrat selulosa, kertas HVS dan ampas tebu.

1.4Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian diharapkan enzim selulase dari bekicot dapat dimanfaatkan pada pengolahan limbah yang mengandung bahan selulosa seperti limbah pertanian maupun limbah industri, misalnya limbah pabrik kertas dan pulp.


(20)

1.5Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biokimia FMIPA-USU Medan, Laboratorium Teknologi Pangan Fakultas PertanianUSU, Laboratorium Kuantitatif Fakultas Farmasi USU serta Laboratorium Penelitian FMIPA-USU Medan.

1.6Metodologi Penelitian

Penelitian ini adalah eksperimen yang dilakukan di laboratorium. Sampel yang berupa bekicot (Achatina fulica) diperoleh dari daerah Kelurahan Pahlawan, Kebun Lada, Binjai. Enzim selulase yang berasal dari saluran pencernaan bekicot diperoleh dengan cara pengendapan dengan aseton dingin dan sentrifugasi yang digunakan untuk memisahkan enzim dari pelarut dan proteinnya. Selanjutnya aktivitas enzim dianalisa dengan metode Nelson – Somogyi menggunakan Spektrofotometer pada λ = 761 nm.

Adapun variabel – variabel dalam penelitian adalah:

1. Variabel bebas adalah variabel yang mempunyai pengaruh terhadap kadar glukosa yaitu :

• pH yang digunakan yaitu 3,5; 4,0; 4,5; 5,0 dan 5,5

• Suhu yang digunakan yaitu 35oC, 40oC, 45oC, 50oC dan 55oC

2. Variabel terikat adalah variabel yang terukur terhadap perubahan perlakuan. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel terikat, yaitu :

• Aktivitas enzim selulase

3. Variabel tetap adalah variabel yang dibuat tetap sehingga tidak menyebabkan terjadinya perubahan variabel terikat. Dalam penelitian ini variabel tetap adalah :

• Konsentrasi enzim

• Konsentrasi substrat

• Jenis substrat


(21)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bekicot( Achatina Fulica)

Menurut taksonomi hewan, bekicot diklasifikasikan sebagai berikut: Divisi : Mollusca

Kelas : Gastropoda Ordo : Pulmonata Famili : Achatinidae Genus : Achatinidae Spesies : Achatina fulica

( http://neilstancwart.wordpress.com)

Bekicot berbeda dengan gastropoda lainnya, pertama dalam hal pernafasan ia sudah tidak memiliki Ctenidia yaitu semacam insang dan fungsinya telah diganti oleh bagian pillium yang tipis dan kaya dengan pembuluh darah.


(22)

Kedua mengenai sistem Nervosium, ganglia yang utama terkumpul membentuk bangunan serupa cincin mengelilingi esophagus tanpa jaringan pengikat didalamnya.Sistem digestorium bekicot terdiri dari rongga mulut dengan alat – alatnya,esophagus,ingluvies,ventriculus,intestinum,rectum da anus. Pada dasar rongga mulut terdapat semacam lidah yang disebut radula dan otot – otot yang mengatur geraknya. Radula terjadi dari satu lapis membran basalis yang mengalami kornifikasi dan diatasnya melekat deretan – deretan gigi – gigi yang membengkok ke belakang. Radula ini tiap kali dibentuk baru,oleh sel – sel khusus di dalam kantong radula,karena yang lama telah rusak dipakai dan dilepaskan. Radula diperkuat dengan jaringan serupa cartilago,yang juga berguna untuk melekatnya otot.Rongga mulut dilanjutkan diri kedalam esophagus yang sempit,yang kemudian melebar membentuk ingluvies. Ingluvies berupa sebuah kantong besar dengan deretan glandulae salivales dalam sepanjang dindingnya dan saluran- salurannya bermuara di ujung anterior esophagus. Mereka menghasilkan lendir berair yang berisi enzim – enzim diastase,yaitu yang menguraikan hidrat arang. Ingluvies juga berisi cairan yang berasal dari glandulae digestoriae yang mengalir dari tempat keluarnya kedalam ventriculus. Cairan ini berisi enzim – enzim. Rupa – rupanya termasuk juga didalamnya ezim cytase yang mencerna selulosa,seperti halnya pada Helix,yaitu sejenis siput darat yang ada di Eropa.

Penelitian Soedigdo et al, 1962 menunjukkan bahwa cytase itu berasal dari bakteri hidup di dalam intestinum dan ingluives. Enzim ini menghancurkan dinding sel tumbuh- tumbuhan sehingga isi sel dapat dilepaskan keluar.Bagian berikutnya setelah ingluives adalah ventriculus yang berupa kantong yag cukup luas tetapi sederhana,dilingkupi oleh glandulae digestoriae yang menggerombol di sekeliling kebanyakan alat – alat dalam. Glandulae digestoriae terdiri dari kumpulan tubuli yang bercabang – cabang dan berakhir buntu pada gerombolan sel – sel. Dikenal ada tiga macam sel,yaitu:

1). Sel – sel yang menghasilkan enzim- enzim untuk pencernaan ekstraseluler.

2). Sel – sel yang menyerap partikel- partikel makanan dan mencernakannya intra-seluler,juga menyerap hasil –hasil pencernaan di luar sel.

3). Sel – sel yang mengasilkan CaCO3 , fungsinya terutama ialah untuk membetuk


(23)

berakhir pada rektum yang bermuara keluar melalui anus. Penyerapan hasil – hasil pencernaan terutama berlangsung di dalam intestinum ( Radiopoetro, 1995).

Bekicot adalah salah satu hewan yang hidupnya bergantung pada enzim selulolitik untuk mencerna makanannya. Pada tahun 1970,Soedigdo,dkk.melaporkan bahwa bekicot tidak memiliki enzim selulase,melainkan oleh mikroba selulolitik yang berasal dari luar tubuhnya.Mengenai jenis mikroba selulolitik maupun non selulolitik dalam saluran pencernaan bekicot,hingga kini belum pernah diungkap atau diteliti oleh para peneliti sebelumnya.

Pada sistem pencernaan bekicot, selulosa dan senyawa polisakarida lainnya dicerna dalam lambung dan intestin, yang berarti bahwa mikroba selulolitik ditemukan banyak disekitar organ tersebut. Enzim yang diproduksi sebagian disimpan dalam hepatopankreas yang salurannya bermuara ke sistem pencernaan yang mungkin sebagai cadangan enzim. Mengingat bahwa bekicot menggunakan selulosa natif sebagai makanannya,tentu ia telah menyeleksi secara alami mikroba yang efektif membantu sistem pencernaannya. Saluran pencernaan hewan ini sangat sederhana yang memungkinkan bagi hidupnya mikroba aerob maupun fakultatif aerob. Penelusuran mengenai mikroba aerob ini perlu dilakukan agar mudah memanfaatkannya,mengingat bahwa peristiwa alami umumnya berlangsung secara aerob (Silaban, 1999).

2.2 Enzim

Kata enzim berasal dari “en-zyme” yang berarti dalam ragi (yeast), mulai dipakai sejak 1877. Sebelumnya telah dikenal diastase (A.Payen dan J.Persoz,1833), pepsin (T.Schwan,1836), emulsion (J.V.Liebig dan F.Wohler,1837), masing – masing adalah senyawa organik yang dapat menghidrolisis pati, protein dan glikosida.

Enzim adalah suatu biokatalisator yang dapat bertindak menguraikan molekul yang rantainya panjang menjadi lebih sederhana, serta dapat juga membantu mekanisme reaksi yang mana tergantung pada enzimnya. Walaupun enzim ikut serta


(24)

dalam reaksi dan mengalami perubahan fisik selama reaksi, enzim akan kembali kepada keadaan semula bila reaksi telah selesai.

Enzim mempunyai tenaga katalitik yang luar biasa dan biasanya jauh lebih besar dari katalisator sintetik. Spesifitas enzim sangat tinggi terhadap substratnya. Enzim mempercepat reaksi kimia secara spesifik tanpa pembentukan produk samping. Enzim merupakan unit fungsional untuk metabolisme dalam sel, bekerja menurut urutan yang teratur. Sistem enzim terkoordinasi dengan baik menghasilkan suatu hubungan yang harmonis diantara sejumlah aktivitas metabolik yang berbeda.

Kebanyakan enzim diberi nama dengan penambahan akhiran –ase pada kata yang menunjukkan senyawa asal yang diubah oleh enzim atau pada nama jenis reaksi kimia yang dikatalisis enzim.

2.2.1. Sifat – Sifat Enzim

1. Spesifitas

Aktivitas enzim sangat spesifik. Pada umumnya enzim tertentu hanya dapat mengkatalisis satu reaksi. Sebagai contoh, laktase menghidrolisis gula laktosa tetapi tidak berpengaruh terhadap disakarida yang lain. Hanya molekul laktosa saja yang akan sesuai dalam sisi aktif molekul.

2. Pengaruh suhu

Aktivitas enzim sangat dipengaruhi oleh suhu. Suhu optimalnya adalah antara 35oC dan 40oC, yaitu suhu tubuh. Pada suhu diatas dan dibawah optimalnya, aktivitas enzim berkurang.

3. Pengaruh pH

Masing – masing reaksi yang dikatalisis oleh enzim paling cepat terjadi pada pH yang tertentu. Untuk kebanyakan enzim pH optimal adalah sekitar pH 7 (netral) dan jika medium menjadi sangat asam atau sangat alkalis enzim mengalami inaktivasi.


(25)

4. Ko-enzim dan aktivator

Enzim sering kali memerlukan bantuan substansi lain agar berfungsi secara efektif. Ko-enzim adalah substansi bukan protein yang mengaktifkan enzim (Gaman and Sherington, 1992).

2.2.2 Dasar Kerja Enzim

Pada umumnya terdapat 2 mekanisme kerja enzim mempengaruhi reaksi katalisis. Mekanisme tersebut adalah:

1. Enzim meningkatkan kemungkinan molekul – molekul yang bereaksi saling bertemu dengan permukaan yang saling berorientasi. Hal ini terjadi sebab enzim mempunyai suatu affinitas yang tinggi terhadap substrat dan mempunyai kemampuan mengikatnya walaupun bersifat sementara. Penyatuan antara substrat dengan enzim tidak seenaknya,melainkan substrat terikat dengan enzim sedemikian rupa,sehingga setiap substrat terorientasi secara tepat untuk terjadi reaksi.

2. Pembentukan ikatan yang sementara antara substrat dengan enzim menimbulkan penyebaran elektron dalam molekul substrat dan penyebaran ini menyebabkan suatu regangan pada ikatan kovalen spesifik dalam molekul substrat,sehingga ikatan kovalen tersebut menjadi mudah terpecah. Para ahli biokimia menamakan keadaan dimana terjadi regangan ikatan molekul substrat setelah berinteraksi dengan enzim,disebut pengaktifan substrat (Shahib, 1992).

2.2.3 Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Kerja Enzim

1. Konsentrasi Substrat

Hasil eksperimen menunjukkan bahwa dengan konsentrasi enzim yang tetap,maka pertambahan konsentrasi substrat akan menaikkan kecepatan reaksi. Akan tetapi pada batas konsentrasi tertentu, tidak akan terjadi kenaikan kecepatan reaksi walaupun konsentrasi substrat diperbesar. Keadaan ini telah dijelaskan oleh Michealis – Menten dengan hipotesis mereka tentang terjadinya kompleks enzim substrat. Untuk dapat terjadi kompleks enzim substrat sebagaimana telah dijelaskan tadi,perlu adanya kontak antara enzim dengan substrat. Kontak ini


(26)

terjadi pada suatu tempat atau bagian enzim yang disebut bagian aktif. Pada konsentrasi substrat rendah,bagian aktif enzim ini hanya menampung substrat sedikit. Bila konsentrasi substrat diperbesar,makin banyak substrat yang berhubungan dengan enzim pada bagian aktif tersebut. Dengan demikian konsentrasi kompleks enzim substrar makin besar dan hal ini menyebabkan makin besarnya kecepatan reaksi. Pada suatu batas konsentrasi substrat tertentu,semua bagian aktif telah dipenuhi oleh substrat atau telah jenuh dengan substrat. Dalam hal ini, bertambahnya konsentrasi substrat tidak menyebabkan bertambah besarnya konsentrasi kompleks enzim substrat, sehingga jumlah hasil reaksi pun tidak bertambah besar.

2. Suhu

Oleh karena reaksi kimia itu dapat dipengaruhi oleh suhu, maka reaksi yang menggunakan katalis enzim yang dapat dipengaruhi oleh suhu. Pada suhu rendah reaksi kimia berlangsung lambat, sedangkan pada suhu yang tinggi reaksi berlangsung cepat.

Disamping itu, karena enzim adalah suatu protein, maka kenaikan suhu dapat menyebabkan terjadinya proses denaturasi. Apabila terjadi proses denaturasi, maka bagian aktif enzim akan terganggu dan dengan demikian konsentrasi efektif enzim menjadi berkurang dan kecepatan reaksinya pun akan menurun.

3. Pengaruh pH

Seperti protein pada umumnya, struktur ion enzim tergantung pada pH lingkungannya. Enzim dapat berbentuk ion positif, ion negatif atau ion bermuatan ganda (zwitter ion). Dengan demikian perubahan pH lingkungan akan berpengaruh terhadap efektivitas bagian aktif enzim dalam membentuk kompleks enzim substrat.

Di samping pengaruh terhadap struktur ion pada enzim, pH rendah atau pH tinggi dapat pula menyebabkan terjadinya proses denaturasi dan ini akan mengakibatkan menurunnya aktivitas enzim.


(27)

Oleh karena hambatan atau inhibisi pada suatu reaksi yang menggunakan enzim sebagai katalis dapat terjadi apabila penggabungan substrat pada bagian aktif enzim mengalami hambatan. Molekul atau ion yang dapat menghambat reaksi tersebut dinamakan inhibitor. Hambatan yang dilakukan inhibitor dapat berupa hambatan tidak reversibel atau hambatan reversibel. Hambatan tidak reversibel pada umumnya disebabkan oleh terjadinya proses modifikasi sebuah gugus fungsi atau lebih yang terdapat pada molekul enzim. Hambatan reversibel dapat berupa hambatan bersaing atau hambatan tidak bersaing (Poedjiadi, 1995).

2.2.4 Klasifikasi Enzim

Pada tahun 1956, The International Union of Biochemistry membentuk suatu panitia untuk menyusun konsep dan mengusulkan klasifikasi dan nomenklatur enzim. Baru tahun 1961 usul tersebut diterima secara resmi.

Prinsip penamaan tersebut ternyata berdasarkan tipe reaksi yang dikatalisis dan enzim yang dibagi menjadi enam kelompok utama, yaitu :

1. Oksidoreduktase

Enzim oksidoreduktase adalah enzim yang dapat mengkatalisis reaksi oksidasi atau reduksi suatu bahan. Dalam golongan ini terdapat 2 jenis enzim yang paling utama yaitu oksidase dan dehidrogenase.

Oksidase adalah enzim yang mengkatalisis reaksi antara substrat dengan molekul oksigen. Yang termasuk enzim oksidase adalah katalase, peroksidase, tirosinase, dan asam askorbat oksidase.

Dehidrogenase adalah enzim yang aktif dalam pengambilan atom hidrogen dari substrat. Contohnya yaitu suksinat dehidrogenase, glutamat dehidrogenase, dan laktat dehidrogenase.


(28)

2. Transferase

Enzim transferase adalah enzim yang ikut serta dalam reaksi pemindahan (transfer) suatu radikal atau gugus. Enzim yang termasuk dalam golongan ini adalah transglikosidase, transfosforilase, transaminase, dan transasetilase.

3. Hidrolase

Enzim hidrolase merupakan enzim yang sangat penting dalam pengolahan pangan, yaitu enzim yang mengkatalisis reaksi hidrolisis suatu substrat atau pemecahan substrat dengan pertolongan molekul air. Enzim yang termasuk kedalam golongan ini adalah lipase yang menghidrolisis ikatan ester pada lemak alami menjadi gliserol dan asam lemak, glikosidase menghidrolisis ikatan glikosida dan sebagainya. Disamping itu masih banyak lagi yang termasuk enzim hidrolase, diantaranya karboksil esterase, pektin metal esterase, selulase, β-amilase, α-amilase dan invertase.

4. Liase

Enzim liase adalah enzim yang aktif dalam pemecahan ikatan C-C dan ikatan C-O dengan tidak menggunakan melekul air. Yang termasuk dalam golongan enzim ini adalah enzim dekarboksilase.

5. Isomerase

Enzim isomerase adalah enzim yang mengkatalisis reaksi perubahan konfigurasi molekul substrat, sehingga dihasilkan molekul baru yang merupakan isomer dari substrat, atau dengan perubahan isomer posisi. Yang termasuk dalam golongan ini adalah enzim fosfoheksosa isomerise atau fosfomanosa isomerase.


(29)

6. Ligase

Enzim ligase adalah enzim yang mengakatlisis pembentukan ikatan - ikatan tertentu, misalnya pembentukan ikatan C-O, C-C, dan C-S dalam biosintesis ko-enzim A serta pembentukan ikatan C-N dalam sintesis glutamin (Winarno, 1983).

2.3 Enzim Selulase

Selulosa merupakan polimer glukosa dengan ikatan β– 1,4.Selulosa kapas mempunyai derajat polimerisasi tinggi yaitu 10.000,sedang yang dari kayu derajat polimerisasi rendah yaitu 600-1.000. Karena adanya konfigurasi β , molekul mudah membentuk ikatan hidrogen dan membentuk serabut kristal fibriler yang rendah daya larutnya dalam air. Molekul kapas terdiri dari 98% selulosa,sedang kayu biasa 40-50% selulosa dan sisanya terdiri dari xilan dan glukomanan.

Selulase merupakan nama umum atau trivial bagi enzim,sedang nama sistematiknya adalah β-1,4 glukan-4-glkanohidrolase (E.C 3.2.1.4). Istilah selulase mula- mula digunakan khusus untuk enzim yang dapat memecah selulosa kapas saja. Kini digunakan dalam arti yang lebih luas yaitu asal dapat memecahkan ikatan glukosidik β-1,4.

Pada hewan,terutama dalam lambung hewan memamah biak banyak terdapat mikroba anaerobik yang menghasilkan enzim selulase yang mampu mencerna selulosa dari rumput dan bahan makanan lain.

Ada tiga jenis selulase yang dikenal:

a. Faktor C1,yaitu suatu faktor yang masih belum jelas peranannya,diperlukan untuk

menghancurkan selulosa dalam bentuk kristal denga tingkat polimerisasi yang tinggi. b. β–Glukanase yang teragi dalam dua jenis yaitu:

1. Ekso-β-1,4-glukanase,menyerupai glukoamilase

2. Endo-β-1,4-glukanase menghidrolisis molekul selulosa secara acak. Endo-β -1,4-glukanase inilah yang disebut faktor -Cx.


(30)

c. β-Glukosidase : affinitasnya tinggi terhadap molekul kecil.

C1 Cx β-glukosidase

Selulosa selulosa reaktif selubiosa glukosa

Mikroorganisme yang digunakan untuk mendapat selulase adalah Myrothecium verrucaria,Penicillium pusillum,dan Trichoderma viridae. Penggunaan Enzim selulase dalam industri pangan masih sangat terbatas ( Winarno, 1983 ).

Mikrofibil selulosa dibusukkan oleh sistem enzim selulase ,tersusun atas endoglukanase,eksoglukanase dan β - glukosidase( dikenal juga sebagai selubiose). Enzim selulase mempunyai aturan yang berbeda dalam pembelahan berbagai ikatan dengan susunan mikrofibil. Ini menyebabkan gangguan pada struktur kristal yang diikuti oleh depolimerisasi menjadi rantai glukosa pendek. Endoglukanase bekerja secara acak pada kedua baik rantai glukosa yang dapat larut dalam air dan yang tidak dapat larut oleh pemotongan ikatan β(1,4) menghasilkan glukosa dan selooligosakarida.

Sejumlah besar organisme dapat menghasilkan selulosa,tetapi hanya beberapa yang memiliki depolimerisasi dan hidrolisis yang lengkap dari susunan mikrofibil kristalin secara in vitro. Sistem selulosa dari tingkat genus jamur Trichoderma telah secara ekstensif dipelajari dan menunjukkan sejumlah produksi endo- β- glukanase dan ekso- β- glukanase tetapi jumlah yang rendah dalam β- glukosidase. Berlawanan dengan Aspergillus yang menghasilkan sejumlah besar endo- β- glukanase dan β- glukosidase tetapi sedikit pada ekso- β- glukanase. Chaetoium, sejenis jamur ascomycetes, ditemukan pada banyak varietas bahwa selulosa pada kertas menjadi kompos khususnya pada lingkungan basa. Ia dapat menghasilkan selulase yang panas yang boleh dijual terus untuk mengubah selulosa menjadi gula sederhana dari sumber daya alam yang tersedia. Jamur lain secara luas telah dipleajari sistem selulasenya termasuk Cremonium celluloyticus, Penicillium, Fusarium dan jamur Agaricus yang dapat dimakan .


(31)

Bakteri mempunyai sistem selulase yang sedikit lebih luas dibandingkan jamur. Bakteri selulase disusun dalam suatu protein globular yang bertangga yang disebut selusom,disekitar dinding. Struktur ini berkoordinasi untuk menyerang kristalin mikrofibil, meningkatkan aktivitas atau efisiensi individual enzim. Gabungan bakteri tanah aerob yang berdepolimerisasi termasuk Acetobacter, Bacteriodes,

Clostridium, Fibrobacter, dan Rummococcus (Paul, 2010)

2.4. Selulosa

Selulosa terdapat dalam tumbuhan sebagai bahan pembentuk dinding sel. Serat kapas boleh dikatakan seluruhnya adalah selulosa. Dalam tubuh kita selulosa tidak dapat dicernakan karena kita tidak mempunyai enzim yang dapat menguraikan selulosa. Dengan asam encer tidak dapat terhidrolisis, tetapi oleh asam dengan konsentrasi tinggi dapat terhidrolisis menjadi selobiosa dan D-glukosa. Selobiosa adalah suatu disakarida yang terdiri atas dua molekul glukosa yang berikatan glikosidik antara atom karbon 1 dengan atom karbon 4.

Meskipun selulosa tidak dapat digunakan sebagai bahan makanan oleh tubuh, namun selulosa yang terdapat sebagai serat – serat tumbuhan, sayuran atau buah – buahan, berguna untuk memperlancar pencernaan makanan. Tentu saja jumlah serat yang terdapat dalam bahan makanan tidak boleh terlalu banyak (Poedjiadi, 1994).

Selulosa umumya terdiri dari sekitar 300.000 satuan monomer dan mempunyai berat molekul berkisar 250.000 sampai lebih dari 1.000.000 g/mol dengan rumus molekul (C5H10O5)n . Di dalam molekul selulosa,monomer- monomernya tersusun

secara linear, sedangkan diantara pita – pita satuan polimernya tersusun secara paralel. Oleh karena itu, diantara pita – pita polimer tersebut terdapat banyak jembatan hidrogen intermolekuler dan intramolekuler yang menyebabkan selulosa mempunyai struktur yang masif / kompak dan merupakan struktur dasar sel tumbuh – tumbuhan (Riswiyanto,2009)

Susunan linear dari ikatan β-glukosa dalam selulosa menghadirkan distribusi yang seragam dari kelompok ”OH” pada setiap antai terluar. Ketika dua atau lebih


(32)

rantai selulosa berhubungan, kelompok hidroksil secara ideal menjadi tertutup rantai secara bersama – sama. Pada cara ini diberikan kelarutan yang besar,kekakuan dan polimer berserabut yang secara ideal digunakan sebagai bahan dinding sel ntuk tumbuhan. Sifat khusus ini dari rantai selulosa,bukan hanya dari ikatan β 1,4 glikosidik,ini juga merupakan konsekuensi dari stereokimia yang tepat dari D- glukosa pada setiap pusat stereo. Dimana D- galaktosa dan D- alosa berikatan pada model yang sama, mereka dengan tepat tidak memberikan tempat untuk pembuatan polimer dengan sifat seperti selulosa. Maka kita mendapat pandangan lain mengapa D- glukosa mendapat posisi yang khusus dalam kimia tumbuha dan hewan (Solomons,1976)

Suatu molekul tunggal selulosa merupakan polimer lurus dari 1,4’-β -glukosa. Hidrolisis lengkap dalam HCl 40 % dalam-air, hanya menghasilkan D-glukosa. Disakarida yang terisolasi dari selulosa yang terhidrolisis sebagian adalah selobiosa, yang dapat dihidrolisis lebih lanjut menjadi D-glukosa dengan suatu katalis asam atau dengan emulsin enzime (Fessenden danFessenden, 1986).

Gambar 2.2 Struktur dari selulosa

Selulosa merupakan homopolisakarida linier tidak bercabang, terdiri dari 10.000 atau lebih unit D-glukosa yang dihubungkan oleh ikatan β-1,4-glikosidik (Lehninger, 1988).

Selulosa lebih sukar diuraikan dan mempunyai sifat-sifat sebagai berikut : memberi bentuk atau struktur pada tanaman, tidak larut dalam air dingin maupun air panas, tidak dapat dicerna oleh pencernaan manusia sehingga tidak dapat menghasilkan energi (Winarno,1995).

Walaupun selulosa sifatnya keras dan kaku, namun selulosa dapat dirombak menjadi zat yang lebih sederhana melalui proses selulolisis. Selulolisis adalah proses


(33)

memecah selulosa menjadi polisakarida yang lebih kecil yang disebut dengan sellodekstrin atau sepenuhnya menjadi unit unit glukosa,hal ini merupakan reaksi hidrólisis. Karena molekul selulosa terikat kuat antar satu molekul dengan molekul lainnya,selulolisis relatif lebih sulit bila dibandingkan dengan pemecahan polisakarida lainnya. Proses selulolisis terjadi pada sistem pencernaan sebagian hewan memamah biak ruminansia untuk mencerna makanan mereka yang mengandung selulosa. Proses selulolisis dibantu oleh enzim selulase.

Enzim yang digunakan untuk membelah hubungan glikosidik di glikosida hidrólisis selulosa termasuk enzim endo-selulase dan ekso glukosidase. Enzim tersebut biasanya dikeluarkan sebagai bagian dari kompleks multienzim yang mungkin termasuk selulosa. Untuk proses selulolisis akan dijelaskan pada gambar dibawah ini.

Gambar 2.3 Mekanisme Pemecahan selulosa menjadi glukosa

Ketiga jenis reaksi yang dikatalisis oleh enzim selulase: 1. Kerusakan dari interaksi non kovalen hadir dalam struktur kristal selulosa (endo – selulase). 2. Hidrlolisis serat selulosa individu untuk memecah gula yang lebih


(34)

kecil(ekso-selulase). 3. Hidrólisis disakarida dan tetrasakarida menjadi glukosa (beta- glukosidase).

2.5 Kertas

Adanya kertas merupakan menyumbangkan arti besar dalam peradaban dunia. Sebelum ditemukan kertas, bangsa-bangsa dahulu menggunakan tablet dari tanah lempung yang dibakar. Hal ini bisa dijumpai dari peradaban bangsa Sumeria, Prasasti dari atau tulang binatang, naskah naska beberapa abad lampau (http://ms.wikipedia. Org/wiki/Kertas)

Dua hal yang paling penting dari material pembuatan selulosa kertas adalah berapa banyak dan berapa panjang serat selulosanya. Banyaknya serat selulosa dalam kayu tertentu menghasilkan pulp,pengurangan proses dan ongkos produksi pulp. Pada tabel berikut menunjukkan komposisi kimia dari proses pembuatan pulp kertas.

Tabel 2.1 Komposisi Kimia dari Pulp Kertas

Proses Pembuatan Pulp

Komponen Kayu

Hasil

Pulp Yang dihilangkan

Proses pemasakan dengan bahan kimia dan pemutihan

Hanya selulosa Lignin,dan

hemiselulosa Kurang dari 40 % Proses pulp dengan

bahan kimia dan pemutihan

Selulosa dan sebagian hemiselulosa

Lignin dan sebagian hemiselulosa

45 – 55%

Proses pulp dengan bahan kimia NO

Selulosa, sebagian hemiselulosa dan sisa lignin

Sebagian lignin dan

selulosa 45 – 55%

Semi- bahan kimia

Selulosa, kebanyakan hemiselulosa dan lignin

Sebagian lignin dan

hemiselulosa 50 – 65%


(35)

Proses Pembuatan kertas (pulp)

1. Kayu diambil dari hutan produksi kemudian dipotong – potong atau lebih dikenal dengan log.Log disimpan ditempat penampungan beberapa bulan sebelum diolah dengan tujuan untuk melunakkan log dan menjaga kesinambungan bahan baku. 2. Kayu dibuang kulitnya dengan mesin atau dikenal dengan istilah De- Barker 3. Kayu dipotong – potong menjadi ukuran kecil (chip) dengan mesin chipping.

Chip yang sesuai ukuran diambil dan yang tidak sesuai diproses ulang.

4. Chip dimasak didalam digester untuk memisahkan serat kayu(bahan yang digunakan untuk membuat kertas)dengan lignin. Proses pemasakan ini ada dua macam yaitu Cheical Pulping Process dan Mechanical Pulping Process. Hasil dari digester ini disebut pulp (bubur kertas). Pulp ini yang diolah menjadi kertas

Proses Pembuatan Kertas (Paper machine)

Sebelum masuk ke areal paper mesin pulp diolah dulu pada bagian stock preparation. bagian ini berfungsi untuk meramu bahan baku seperti: menambahkan pewarna untuk kertas (dye), menambahkan zat retensi, menambahkan filler (untuk mengisi pori - pori diantara serat kayu). Bahan yang keluar dari bagian ini disebut stock (campuran pulp, bahan kimia dan air)

Dari stock preparation sebelum masuk ke headbox dibersihkan dulu dengan alat yang disebut cleaner. Dari cleaner stock masuk ke headbox. headbox berfungsi untuk membentuk lembaran kertas (membentuk formasi) diatas fourdinier table.

Fourdinier berfungsi untuk membuang air yang berada dalam stock (dewatering). Hasil yang keluar disebut dengan web (kertas basah). Kadar padatnya sekitar 20 %.

Press part berfungsi untuk membuang air dari web sehingga kadar padatnya mencapai 50 %. Hasilnya masuk ke bagaian pengering (dryer). Cara kerja press part ini adalah kertas masuk diantara dua roll yang berputar. Satu roll bagian atas di beri tekanan sehingga air keluar dari web. Bagian ini dapat menghemat energi, karena kerja dryer tidak terlalu berat (air sudah dibuang 30 %).


(36)

Dryer berfungsi untuk mengeringkan web sehingga kadar airnya mencapai 6%. Hasilnya digulung di pop reel sehingga berbentuk gulungan kertas yang besar (paper roll).Paper roll ini yang dipotong – potong sesuai ukuran dan dikirim ke konsmen. (http://blogspot.com/poses-pembuatan-kertas.html).

2.6 Ampas Tebu

Tebu (Saccharum officinarum) adalah tanaman yang ditanam untuk bahan baku gula.

Tanaman ini hanya dapat tumbuh di daerah beriklim tropis. Tanaman ini termasuk jenis rumput-rumputan. Umur tanaman sejak ditanam sampai bisa dipanen mencapai kurang lebih 1 tahun. Di Indonesia tebu banyak dibudidayakan di pulau Jawa dan Sumatra (Anonim, 2007).

Ampas tebu atau lazimnya disebut bagas, adalah hasil samping dari proses ekstraksi (pemerahan) cairan tebu. Dari satu pabrik dihasilkan ampas tebu sekitar 35 – 40% dari berat tebu yang digiling . Berdasarkan data dari Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI) ampas tebu yang dihasilkan sebanyak 32% dari berat tebu giling. Pada musim giling 2006 lalu, data yang diperoleh dari Ikatan Ahli Gula Indonesia (Ikagi) menunjukkan bahwa jumlah tebu yang digiling oleh 57 pabrik gula di Indonesia mencapai sekitar 30 juta ton (Anonim, 2007b), sehingga ampas tebu yang dihasilkan diperkirakan mencapai 9.640.000 ton. Namun, sebanyak 60% dari ampas tebu tersebut dimanfaatkan oleh pabrik gula sebagai bahan bakar, bahan baku untuk kertas, bahan baku industri kanvas rem, industri jamur dan lain-lain. Oleh karena itu diperkirakan sebanyak 45 % dari ampas tebu tersebut belum dimanfaatkan.

Ampas tebu sebagian besar mengandung lignoselulosa. Panjang seratnya antara 1,7 sampai 2 mm dengan diameter sekitar 20 mikro, sehingga ampas tebu ini dapat memenuhi persyaratan untuk diolah menjadi papan-papan buatan. Bagase mengandung air 48 - 52%, gula rata-rata 3,3% dan serat rata-rata 47,7%. Serat bagase tidak dapat larut dalam air dan sebagian besar terdiri dari selulosa, pentosan dan lignin.


(37)

Tabel 2.2. Komposisi kimia ampas tebu

Kandungan Kadar (%)

Abu 3,82

Lignin 22,09

Selulosa 37,65

Sari 1,81

Pentosan 27,97

SiO2 3,01

(http://blogspot.com/ampas-tebu.html)

2.7. Metode Analisa Kuantitatif Glukosa 2.7.1. Metode Nelson – Somogyi

Metode ini dapat digunakan untuk mengukur kadar gula reduksi dengan menggunakan pereaksi tembaga arsenomolibdat. Kupri mula-mula direduksi menjadi bentuk kupro dengan pemanasan larutan gula. Kupro yang terbentuk selanjutnya dilarutkan dengan arsenomolibdat menjadi molibdenum berwarna biru yang menunjukkan ukuran konsentrasi gula dengan membandingkannya dengan larutan standar, konsentrasi gula dalam sampel dapat ditentukan. Reaksi warna yang terbentuk dapat menentukan konsentrasi gula dalam sampel dengan mengukur absorbansinya (Sudarmadji, 1989).

2.7.2.Metode Lane-Eynon

Penetapan gula pereduksi dengan metode ini dilakukan secara volumetrik. Biasanya digunakan untuk penentuan laktosa (anhidrat atau monohidrat) glukosa, fruktosa, maltosa (anhidrat atau monohidrat) dan lainnya. Penetapan gula pereduksi dengan metode ini didasarkan atas pengukuran volume larutan gula pereduksi standar yang dibutuhkan untuk mereduksi pereaksi tembaga basa yang diketahui volumenya. Titik akhir titrasi ditunjukkan dengan metilen biru yang warnanya akan hilang karena kelebihan gula pereduksi diatas jumlah yang dibutuhkan untuk mereduksi tembaga.


(38)

2.7.3. Metode Shaffer-Somogyi

Metode ini dapat diterapkan untuk segala jenis bahan pangan. Terutama berguna untuk menetapkan sampel yang mengandung sedikit gula pereduksi. Gula pereduksi akan mereduksi Cu2+ menjadi Cu+. Cu+ akan dioksidasi oleh I2 (yang terbentuk dari

hasil oksidasi KI oleh KIO3 dalam asam) menjadi Cu2+ kembali. Kelebihan I2 dititrasi

dengan Na2S2O3. Dengan menggunakan blanko, maka kadar gula pereduksi dalam

sampel dapat ditentukan.

2.7.4. Metode Anthrone

Metode ini dapat digunakan untuk semua jenis bahan makanan. Anthrone (9,10-dihidro-9-oxanthrasena) merupakan hasil reduksi anthraquinone. Anthrone bereaksi secara spesifik dengan karbohidrat dalam asam sulfat pekat menghasilkan warna biru kehijauan yang khas.

2.7.5. Metode Munson Walker

Penentuan gula reduksi berdasarkan atas banyaknya endapan Cu2O yang terbentuk,

kemudian dengan melihat tabel Hadmond dapat diketahui jumlah gula pereduksinya. Jumlah Cu2O ditentukan secara gravimetris, yaitu dengan menimbang larutan endapan

Cu2O yang terbentuk. Dapat juga ditentukan secara volumetrik yaitu dengan titrasi

menggunakan larutan Na-tiosulfat atau K-permanganat (Apriyanto, 1989).

2.8. Spektrofotometer UV-Visibel

Spektrometri adalah pengukuran absorbansi selektif radiasi elektromagnetik yang dipakai untuk analisis kualitatif dan kuantitatif senyawa kimia. Sedangkan spektrofotometri merupakan suatu metode yang sangat penting dalam analisis kimia kualitatif dan kuantitatif. Banyak kelebihan yang dimilikinya, antara lain :

a. Dapat digunakan secara luas dalam pengukuran secara kualitatif dan kuantitatif untuk senyawa-senyawa organik maupun senyawa anorganik


(39)

b. Kepekaan tinggi, karena dapat mengukur dalam satuan ppm (part per million), bahkan ppb (part per billion) sehingga dapat mengukur komponen trace (renik) c. Sangat selektif bila suatu komponen x akan diperiksa dalam suatu campuran,

dengan cara mengatur panjang gelombang cahaya dimana hanya komponen x yang akan mengabsorbsi cahaya tersebut. Lebih teliti karena hanya mempunyai persen kesalahan 1 - 3 % bahkan dengan teknik tertentu dapat mengurangi persen kesalahan sampai 1/10 (Underwood, 1999).

Spektrofotometri UV-Vis adalah pengukuran panjang gelombang dan intensitas sinar ultraviolet dan cahaya tampak yang diabsorbsi oleh sampel. Sinar ultraviolet dan cahaya tampak memiliki energi yang cukup untuk mempromosikan elektron pada kulit terluar ke tingkat energi yang lebih tinggi. Spektroskopi UV-Vis biasanya digunakan untuk molekul dan ion anorganik atau kompleks di dalam larutan. Spektrum UV-Vis mempunyai bentuk yang lebar dan hanya sedikit informasi tentang struktur yang bisa didapatkan dari spektrum ini. Tetapi spektrum ini sangat berguna untuk pengukuran secara kuantitatif.

Sinar ultraviolet berada pada panjang gelombang 200-400 nm sedangkan sinar tampak berada pada panjang gelombang 400-800 nm.

Ada dua jenis instrumentasi spektrofotometri UV-Vis, yaitu :

1. Spektrofotometri UV-Vis yang memiliki sumber cahaya tunggal (single

beam), dimana sinyal pelarut dihilangkan terlebih dahulu dengan mengukur

pelarut, setelah itu larutan sampel diukur.

2. Spektrofotometri UV-Vis yang memiliki sumber cahaya ganda (double beam), dimana larutan sampel dimasukkan secara bersama-sama dengan pelarut yang tidak mengandung sampel. Alat ini lebih praktis dan mudah serta memberikan hasil yang optimal (Dachriyanus, 2004).

2.8.1.Aspek Kualitatif dan Kuantitatif Spektofotometri UV-Vis

Spektra UV-Vis dapat digunakan untuk informasi kualitatif dan sekaligus dapat digunakan untuk analisis kuantitatif.


(40)

1. Aspek kualitatif

Data yang diperoleh dari spektroskopi UV dan Vis adalah panjang gelombang maksimal, intensitas, efek pH, dan pelarut ; yang kesemuanya itu dapat diperbandingkan dengan data yang sudah dipublikasikan.Misal : dari data spektra yang diperoleh dapat dilihat, serapan (absorbansi) berubah atau tidak karena perubahan pH. Jika berubah, bagaimana perubahannya apakah dari batokromik ke hipsokromik dan sebaliknya atau dari hipokromik kehiperkromik, dan sebagainya.

2. Aspek Kuantitatif

Dalam aspek kuantitatif, suatu berkas radiasi dikenakan pada cuplikan (larutan sampel) dan intensitas sinar radiasi yang diteruskan diukur besarnya. Radiasi yang diserap oleh cuplikan ditentukan dengan membandingkan intensitas sinar yang diteruskan dengan intensitas sinar yang diserap jika tidak ada spesies penyerap lainnya. Intensitas atau kekuatan radiasi cahaya sebanding dengan jumlah foton yang melalui satu satuan luas penampang perdetik. Serapan dapat terjadi jika foton/radiasi yang mengenai cuplikan memiliki energi yang sama denagan energi yang dibutuhkan untuk menyebabkan terjadinya perubahan tenaga. Kekuatan radiasi juga mengalami penurunan denagan adanya penghamburan dan pemantulan cahaya, akan tetapi penurunan karena hal ini sangat kecil dibandingkan dengan proses penyerapan (Rohman, 2007).


(41)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Alat dan Bahan

3.1.1 Alat - Alat

1. Gelas Ukur Pyrex

2. Spektrofotometer Genesys 20

3. Gelas Beaker Pyrex

4. Tabung reaksi Pyrex

5. Rak tabung reaksi

6. Labu Takar Pyrex

7. Neraca Analitis Mettler Toledo

8. Sentrifugasi 7000 rpm Gemmy Corp KCE

9. Blender National

10.Inkubator Gallenkamp

11.Pipet Tetes 12.Kapas

13.Botol Akuades

14.pH meter Walklab

15.Penangas air

16.Pipet Serologi Pyrex

17.Pipet Volumetri Pyrex

18.Spatula

19.Aluminium foil

20.Termometer Fisher


(42)

3.1.2 Bahan - Bahan

1. Bekicot

2. Aseton p.a.(E.Merck)

3. Selulosa p.a(E.Merck)

4. Ampas tebu 5. Kertas

6. CuSO4.5H2O p.a(E.Merck)

7. KNaC4H4O6.4H2O p.a(E.Merck)

8. NaHCO3 p.a(E.Merck)

9. Na2SO4 p.a(E.Merck)

10.Na2CO3 p.a(E.Merck)

11.H2SO4(p) p.a(E.Merck)

12.(NH4)6Mo7O24.4H2O p.a(E.Merck)

13.Na2HA SO4.7H2O p.a(E.Merck)

14.NaOH p.a(E.Merck)

15.NaCl p.a(E.Merck)

16.CH3COOH p.a(E.Merck)

17.C6H12O6 p.a(E.Merck)

18.Natrium Asetat p.a(E.Merck)

19.Akuades

3.2 Prosedur Penelitian

3.2.1 Pembuatan Larutan Pereaksi

3.2.1.1 Pembuatan Larutan Buffer Asetat 0,2 M

Dipipet sebanyak 11,55 ml asam asetat p.a lalu diencerkan dalam labu takar 100 ml sehingga konsentrasi larutan asam asetat 0,2 M. Kemudian ditimbang natrium asetat sebanyak 16,4 gram C2H3O2Na.3H2O dilarutkan dalam labu takar 100 ml sehingga

konentrasi larutan garam natrium asetat 0,2 M. Kemudian untuk membuat larutan buffer asetat dengan pH tertentu maka diambil sebanyak x ml larutan 0,2 M asam


(43)

asetat dicampurkan dengan larutan 0,2 M larutan garam natrium asetat sebanyak y ml. Lihat tabel di bawah ini:

Tabel 3.1. Pembuatan Larutan Buffer Asetat 0,2 M

pH 0,2 M Asam Asetat 0,2 M Natium Asetat

3,5 46,3 ml 3,7 ml

4,0 41,0 ml 9,0 ml

4,5 25,5 ml 24,5 ml

5,5 14,8 ml 35,2 ml

5,5 4,8 ml 45,2 ml

3.2.1.2.Pembuatan Larutan NaOH 0,1 N

Dilarutkan 0,4 g NaOH dengan akuades kemudian dimasukkan kedalam labu takar 100 ml dan diencerkan sampai garis tanda.

3.2.1. 3 Pembuatan Larutan NaCl 1%

Dimasukkan 1 g NaCl dalam labu takar 100 ml kemudian diencerkan dengan akuades sampai garis tanda.

3.2.1.4 Pembuatan Larutan Glukosa 0,2mg/ml

Sebanyak 20 mg glukosa anhidrat dilarutkan dengan akuades dalam labu takar 100 ml sampai garis tanda dan dikocok sampai homogen.

3.2.1.5 Pembuatan Larutan pereaksi Nelson

Nelson A :

Dilarutkan12,5 g Natrium karbonat anhidrat, 12,5 g garam Rochelle (K-Na-Tartrat), 10 g Natrium Bikarbonat dan 100 g Natrium Sulfat anhidrat dalam 300 ml akuades dan diencerkan sampai 500 ml.


(44)

Nelson B :

Dilarutkan 7,5 g CuSO4.5H2O dalam 50 ml akuades dan ditambahkan 1 tetes asam

sulfat pekat.

Pereaksi Nelson dibuat dengan cara mencampur 25 bagian larutan Nelson A dan I bagian Nelson B. Pencampuran dilakukan setiap kali akan digunakan.

3.2.1.6 Pembuatan Larutan Arsenomolibdat

Dilarutkan 25 g ammonium molibdat dalam 450 ml aquades dan ditambahkan 25 ml H2SO4(p) .Dilarutkan pada tempat yang lain 3 g Na2HAsO4.7H2O dalam 25 ml

akuades kemudian dituangkan larutan ini kedalam larutan yang pertama.Disimpan dalam botol, berwarna coklat dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam. Larutan pereaksi ini dapat digunakan setelah masa inkubasi dan berwarna kuning.

3.2.2 Penyediaan Ekstrak Kasar Enzim Selulase

Ditimbang 250 g saluran pencenaan bekicot,ditambahkan 500 ml larutan NaCl 1% (dingin) dan diblender selama ± 30 detik kemudian di sentrifugasi pada 7000 rpm selama 30 menit. Supernatan yang terbentuk sebanyak 400 ml kemudian ditambahkan aseton dingin sebanyak 200 ml hingga terjadi suatu suspensi. Kemudian suspensi ini disentrifugasi pada 7000 rpm selama 30 menit. Pellet yang diperoleh di keringkan dalam freeze drier pada suhu -40oC sampai pellet dalam keadaan kering. Kemudian ekstrak serbuk yang didapat diambil sebanyak 0,5 gram dan dilarutkan dalam 50 ml buffer asetat 0,1 M pH 4,5. Kemudian ekstrak kasar enzim selulase disimpan di lemari es dan siap untuk di analisis.

3.2.3 Pengukuran Panjang Gelombang Maksimum Larutan Standar Glukosa

Ditimbang 20 mg glukosa dan dilarutkan dengan akuades sampai volume 100 mL (Larutan glukosa 0,2 mg/mL). Dipipet 25 ml larutan lalu diencerkan dengan akuades sampai volume 100 mL (larutan glukosa 0,05 mg/mL).Dipipet 1 mL larutan glukosa 0,05 mg/mL kedalam tabung reaksi, lalu ditambahkan 1 mL pereaksi Nelson lalu ditutup dengan kapas dan dipanaskan pada penangas air sampai mendidih selama 30


(45)

menit lalu didinginkan. Lalu ditambahkan 0,5 mL Larutan arsenomolibdat lalu dikocok hingga semua endapan larut. Ditambahkan 7 mL akuades dikocok hinga homogen. Diukur serapan panjang gelombang pada 400 – 800 nm. (diperoleh panjang gelombang maksimum).

3.2.4 Penyiapan Kurva Standar Glukosa

Disiapkan larutan glukosa standar dalam beberapa tabung reaksi dengan konsentrasi bertingkat dari 0,01 – 0,05 mg/mL. Ditambahkan 1 mL Larutan Nelson kemudian dipanaskan hingga mendidih selama 30 menit dan didinginkan.Ditambahkan 0,5 mL Larutan arsenomolibdat lalu dikocok. Kemudian ditambahkan 7 mL akuades lalu dikocok hingga homogen. Diukur serapannya pada panjang gelombang 761 nm. Dibuat kurva standar yang menunjukkan hubungan antara konsentrasi gula standar dan absorbansi.

3.2.5. Penentuan Suhu Optimum Ekstrak Kasar Enzim Selulase

Ditimbang 0,05 mg selulosa dan dimasukkan masing – masing ke dalam 5 gelas beaker dan ditambahkan 5 ml buffer asetat pH 4,5 ( 6 ml untuk blanko). Ditambahkan 1 ml ekstrak kasar enzim selulase (blanko tanpa enzim) lalu ditambahkan 1 ml NaCl 1%. Kemudian diinkubasi dengan variasi suhu 35oC; 40oC; 45oC; 50oC dan 55oC selama 1 jam. Setelah itu ditambahkan 1 ml NaOH 0,1 N lalu disentrifugasi pada 3400 rpm selama 20 menit. Diambil 1 ml supernatan lalu diencerkan dalam labu takar 10 ml kemudian dihomogenkan. Dimasukkan 1 ml hasil pengenceran kedalam tabung reaksi kemudian ditambahkan 1 ml pereaksi Nelson dan dipanaskan dalam penangas air selama 20 menit. Kemudian diangkat dan didinginkan sampai suhunya mencapai 25oC. Diambahkan 0,5 ml arsenomolibdat lalu dikocok sampai semua endapan larut .Kemudian ditambahkan 7 ml akuades lalu dikocok hingga homogen. Diukur serapannya pada panjang gelombang 761 nm. Dilakukan perlakuan yang sama untuk substrat kertas dan ampas tebu.


(46)

3.2.6. Penentuan pH Optimum Ekstrak Kasar Enzim Selulase

Ditimbang 0,05 mg selulosa dan dimasukkan masing – masing kedalam 5 gelas beaker dan ditambahkan 5 ml buffer asetat pH 3,5; 4,0; 4,5; 5; 5,5 (6 ml untuk blanko). Ditambahkan 1 ml ekstrak kasar enzim selulase (blanko tanpa enzim) lalu ditambahkan 1 ml NaCl 1%. Kemudian diinkubasi pada suhu 45oC selama 1 jam. Setelah itu ditambahkan 1 ml NaOH 0,1 N lalu disentrifugasi pada 3400 rpm selama 20 menit.. Diambil 1 ml supernatan lalu diencerkan dalam labu takar 10 ml kemudian dihomogenkan. Dimasukkan 1 ml hasil pengenceran kedalam tabung reaksi kemudian ditambahkan 1 ml pereaksi Nelson dan dipanaskan dalam penangas air selama 20 menit. Kemudian diangkat dan didinginkan sampai suhunya mencapai 25oC. Diambahkan 0,5 ml arsenomolibdat lalu dikocok sampai semua endapan larut. Kemudian ditambahkan 7 ml akuades lalu dikocok hingga homogen. Diukur serapannya pada panjang gelombang 761 nm. Dilakukan perlakuan yang sama untuk substrat kertas dan ampas tebu.

3.2.7 Pengukuran Aktivitas Ekstrak Kasar Enzim Selulase

Dimasukkan 0,05 mg selulosa (blanko tanpa substrat) kedalam tabung reaksi lalu ditambahkan 5 ml buffer asetat pH 4,5. Ditambahkan 1 ml ekstrak kasar enzim selulase lalu ditambahkan 1 ml NaCl 1%. Kemudian diinkubasi pada suhu 45o C selama 1 jam. Setelah itu ditambahkan 1 ml NaOH 0,1 N lalu disentrifugasi pada 3400 rpm selama 20 menit.. Diambil 1 ml supernatan lalu diencerkan dalam labu takar 10 ml kemudian dihomogenkan. Dimasukkan 1 ml hasil pengenceran kedalam tabung reaksi kemudian ditambahkan 1 ml pereaksi Nelson dan dipanaskan dalam penangas air selama 20 menit. Kemudian diangkat dan didinginkan sampai suhunya mencapai 25oC. Diambahkan 0,5 ml arsenomolibdat lalu dikocok sampai semua endapan larut .Kemudian ditambahkan 7 ml akuades lalu dikocok hingga homogen. Diukur serapannya pada panjang gelombang 761 nm. Dilakukan perlakuan yang sama untuk substrat kertas dan ampas tebu.


(47)

3.3 Bagan Penelitian

3.3.1 Penyediaan Ekstrak Kasar Enzim Selulase

Ditambahkan 500 ml larutan NaCl 1% isotonic (dingin)

Diblender ± 30 detik

Disentrifugasi pada 7000 rpm selama 30 menit

Ditambah 200 ml aseton dingin

Disentrifugasi pada kecepatan 7000 rpm selama 30 menit Didekantasi (dalam suasana dingin)

Dikeringbekukan pada suhu -40oC

Diambil 0,5 gr dilarutkan dalam 50 ml buffer asetat 0,1 M pH 4,5

Di ukur aktivitasnya 250 g saluran pencernaan bekicot

Supernatan(400ml) pellet

Suspensi

supernatan pellet

Serbuk ekstrak kasar (8,9 gr)

Ekstrak kasar enzim selulase


(48)

3.3.2 Penentuan Suhu Optimum Hidrolisa Selulosa Oleh Enzim Selulase

Dimasukkan masing – masing ke dalam 5 gelas beaker Ditambahkan masing – masing 5 ml larutan buffer asetat pH 4,5 ( 6 ml untuk blanko)

Ditambahkan 1 ml enzim selulase(blanko tanpa enzim)

Ditambahkan 1 ml NaCl 1%

Diinkubasi selama 1 jam pada suhu 35oC,40oC, 45oC, 50oC dan 55oC

Ditambahkan 1 ml NaOH 0,1 N

Disentrifugasi pada kecepatan 3400 rpm selama 20 menit

0,05 mg selulosa

supernatan

Diambil 1 ml

Diencerkan dalam labu takar 10 ml dan dihomogenkan Diambil 1 ml hasil pengenceran

Ditambahkan 1 ml pereaksi Nelson

Dipanaskan pada penangas air selama 30 menit Didinginkan pada air mengalir sampai suhu 25 oC Ditambahkan 0,5 ml arsenomolibdat

Dikocok sampai semua endapan larut Ditambahkan 7 ml akuades

Diukur absorbansinya pada panjang gelombang 761 nm

* Dilakukan perlakuan yang sama untuk substrat kertas dan ampas tebu pellet


(49)

3.3.3 Penentuan pH Optimum Hidrolisa Selulosa Oleh Enzim Selulase

Dimasukkan masing – masing ke dalam 5 gelas beaker Ditambahkan masing – masing 5 ml larutan buffer asetat pH 3,5; 4,0;4,5;5,0; dan 5,5( 6 ml untuk blanko) Ditambahkan 1 ml enzim selulase(blanko tanpa enzim)

Ditambahkan 1 ml NaCl 1%

Diinkubasi selama 1 jam pada suhu 45oC Ditambahkan 1 ml NaOH 0,1 N

Disentrifugasi pada kecepatan 3400 rpm selama 20 menit

0,05 mg selulosa

Diambil 1 ml

Diencerkan dalam labu takar 10 ml dan digomogenkan Diambil 1 ml hasil pengenceran

Ditambahkan 1 ml pereaksi Nelson

Dipanaskan pada penangas air selama 30 menit Didingiinkan pada air mengalir sampai suhu 25 oC Ditambahkan 0,5 ml arsenomolibdat

Dikocok sampai semua endapan larut Ditambahkan 7 ml akuades

Diukur absorbansinya pada panjang gelombang 761 nm Hasil

* Dilakukan perlakuan yang sama untuk substrat kertas dan ampas tebu pellet supernatan


(50)

3.3.4 Pengukuran Aktivitas Ekstrak Kasar Enzim Selulase Pada Kondisi Optimum

supernatan pellet

Diambil 1 ml

Diencerkan dalam labu takar 10 ml dan dihomogenkan Diambil 1 ml hasil pengenceran

Ditambahkan 1 ml pereaksi Nelson

Dipanaskan pada penangas air selama 30 menit Didingiinkan pada air mengalir sampai suhu 25 oC Ditambahkan 0,5 ml arsenomolibdat

Dikocok sampai semua endapan larut Ditambahkan 7 ml akuades

Diukur absorbansinya pada panjang gelombang 761 nm Hasil

PembuatanLarutan Sampel

* Dilakukan perlakuan yang sama untuk substrat kertas dan ampas tebu Dimasukkan ke dalam gelas beaker

Ditambahkan 5 ml buffer asetat pH 4,5 Ditambahkan 1 ml enzim selulase Ditambahkan 1 ml NaCl 1 %

Diinkubasi selama 1 jam pada suhu 45o C Ditambahkan 1 ml NaOH 0,1 N

Disentrifugasi pada kecepatan 3400 rpm selama 20 menit


(51)

Dimasukkan ke dalam gelas beaker Ditambahkan 5 ml buffer asetat pH 4,5 Ditambahkan 1 ml NaCl 1 %

Diinkubasi selama 1 jam pada suhu 45o C Ditambahkan 1 ml NaOH 0,1 N

Disentrifugasi pada kecepatan 3400 rpm selama 20 menit

1 ml enzim selulase

supernatan pellet

Diambil 1 ml

Diencerkan dalam labu takar 10 ml dan dihomogenkan Diambil 1 ml hasil pengenceran

Ditambahkan 1 ml pereaksi Nelson

Dipanaskan pada penangas air selama 30 menit Didingiinkan pada air mengalir sampai suhu 25 oC Ditambahkan 0,5 ml arsenomolibdat

Dikocok sampai semua endapan larut Ditambahkan 7 ml akuades

Diukur absorbansinya pada panjang gelombang 761 nm Hasil


(52)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4

.1.Hasil Penelitian Dan Pembahasan

4.1.1 Isolasi Ekstrak Kasar Enzim Selulase Dari Bekicot

Isolasi ekstrak enzim selulase dari bekicot pada penelitian ini menggunakan cara isolasi dengan aseton. Pada isolasi dengan menggunakan aseton ini hanya terjadi satu kali tahap fraksinasi yaitu memisahkan protein dengan komponen yang lain. Aseton berfungsi untuk merusak mantel air yang terdapat di sekeliling enzim, mengakibatkan larutan enzim berkurang dalam air sehingga protein akan mengendap.Keuntungan pengendapan dengan aseton adalah waktunya singkat,karena lamanya waktu yang diperlukan untuk isolasi akan mempengaruhi aktivitas enzim. Selain itu pengendapan dengan aseton dapat dikerjakan pada suhu di bawah nol. Hal yang paling penting bahwa suhu dijaga tetap rendah.Karena bila suhu tinggi efek denaturasi akan terjadi. Setelah tahap pengendapan, dilakukan sentrifugasi dan pengeringan beku sehingga diperoleh ekstrak kasar enzim selulase sebesar 8,9 gram.

4.1.2 Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Ekstrak Kasar Enzim Selulase Pada

Substrat Selulosa,Kertas HVS dan Ampas Tebu

Perhitungan pengaruh suhu terhadap aktivitas ekstrak kasar enzim selulase terhadap ketiga jenis substrat dapat dilihat pada lampiran 9.

Hasil Perhitungan dapat dilihat pada tabel dibawah ini:


(53)

Tabel 4.1: Data Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Ekstrak Kasar Enzim Selulase Pada Substrat Selulosa

Tabel 4.2 : Data Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Ekstrak Kasar Enzim Selulase Pada Substrat Kertas HVS

Suhu

(oC) C C T

Absorbansi Konsentrasi glukosa (mg/ml)

U U rata -

rata

Sampel Kontrol Sampel kontrol Hasil

hidrolisa 35 s s s 0.2594* 0,2601* 0,2605* 0,0305* 0,0267* 0,0270* 0,083 0,083 0,083 0,006 0,006 0,006 0,077 0,078 0,078 0,0071 0,0072 0,0072 0,0072 40 s s s 0,4160* 0,4163* 0,4163* 0,0435* 0,0438* 0,0442* 0,135 0,135 0,135 0,011 0,011 0,011 0,124 0,124 0,124 0,011 0,011 0,011 0,011 45 s s s 0,8588* 0,8564* 0,8629* 0,1429* 0,1439* 0,14448 0,282 0,281 0,284 0,044 0,044 0,044 0,238 0,237 0,24 0,220 0,219 0,222 0,0220 50 s s s 0,7449* 0,7499* 0,7550* 0,0905* 0,0902* 0,0907* 0,244 0,246 0,248 0,026 0,026 0,026 0,218 0,22 0,222 0,02 0,02 0,021 0,0203 55 s s s 0,6603* 0,6603* 0,6608* 0,0797* 0,0808* 0,0820* 0,216 0,216 0,216 0,023 0,023 0,023 0,193 0,193 0,193 0,0179 0,0179 0,0179 0,0179 Suhu (oC)

C C T

Absorbansi Konsentrasi glukosa (mg/ml)

U U rata -

rata

Sampel Kontrol Sampel Kontrol Hasil

Hidrolisa 35 s s s 0,1616* 0,1621* 0,1622* 0,0284* 0,0288* 0,0289* 0,050 0,050 0,050 0,006 0,006 0,006 0,044 0,044 0,044 0,0040 0,0040 0,0040 0,0040 40 s s s 0,4094* 0,4104* 0,4106* 0,0427* 0,0432* 0,0458* 0,133 0,133 0,133 0,010 0,010 0,010 0,123 0,122 0,122 0,0110 0,0112 0,0112 0,0111 45 S s s 0,7434* 0,7439* 0,7434* 0,1287* 0,1277* 0,1287* 0,244 0,244 0,244 0,025 0,025 0,025 0,219 0,219 0,219 0,0202 0,0202 0,0202 0,202 50 S s s 0,7259* 0,7280* 0,7267* 0,0822* 0,0823* 0,0825* 0,238 0,239 0,238 0,023 0,024 0,024 0,215 0,215 0,215 0,0198 0,0199 0,0198 0,0198 55 S s s 0,5331* 0,5331* 0,5327* 0,0809* 0,0811* 0,0796* 0,174 0,174 0,174 0,023 0,023 0,023 0,151 0,151 0,151 0,0140 0,0140 0,0140 0,0140


(54)

Tabel 4.3 : Data Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Ekstrak Kasar Enzim Selulase Pada Substrat Ampas Tebu

Suhu (oC)

C C T

Absorbansi Konsentrasi glukosa (mg/ml)

U U rata -

rata

Sampel Kontrol Sampel Kontrol Hasil

Hidrolisa 35 S s s 0,1299* 0,1328* 0,1339* 0,0251* 0,0258* 0,0247* 0,039 0,040 0,041 0,004 0,005 0,004 0,035 0,035 0,037 0,0032 0,0032 0,0034 0,0032 40 S s s 0,3026* 0,3043* 0,3047* 0,0399* 0,0405* 0,0408* 0,097 0,098 0,098 0,009 0,010 0,010 0,088 0,088 0,088 0,0081 0,0081 0,0081 0,0081 45 S s s 0,5002* 0,4972* 0,5012* 0,1230* 0,1235* 0,1241* 0,163 0,162 0,163 0,037 0,037 0,037 0,126 0,125 0,126 0,0117 0,0117 0,0117 0,0116 50 S s s 0,4562* 0,4575* 0,4543* 0,0813* 0,0813* 0,0813* 0,148 0,149 0,148 0,023 0,023 0,023 0,115 0,116 0,115 0,0106 0,0107 0,0106 0,0106 55 S s s 0,3458* 0,3462* 0,3469* 0,0734* 0,0736* 0,0741* 0,111 0,111 0,112 0,021 0,021 0,021 0,09 0,09 0,09 0,0083 0,0083 0,0083 0,0083

Keterangan *= 10 kali pengenceran s= signifikan

Untuk membandingkan ketiga data diatas dapat dilihat pada grafik berikut:

Gambar 4.1. Grafik Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Ekstrak Kasar Enzim Selulase 0 0,005 0,01 0,015 0,02 0,025

35 40 45 50 55

A k ti v it a s ( U ) Suhu (oC)

Pengaruh SuhuTerhadap Aktivitas Ekstrak Kasar Enzim Selulase

Aktivitas pada substrat selulosa

Aktivitas pada substrat kertas

Aktivitas pada substrat ampas tebu


(55)

Pada gambar 4.1 diatas dapat dilihat bahwa suhu optimum yang diperoleh dari hasil penelitian untuk substrat selulosa, kertas HVS dan ampas tebu adalah 45oC. Ini menunjukkan bahwa pada suhu 45oC dapat menghasilkan enzim selulase yang lebih baik dibandingkan pada suhu yang lain. Disini terlihat bahwa mulai dari suhu 35oC semakin tinggi suhu semakin aktif enzim tersebut.Keadaan tersebut mencapai optimum pada suhu 45oC secara itu menurun secara perlahan pada suhu 50 dan 55oC.Hal ini disebabkan jika di bawah suhu tersebut energi kinetik molekul enzim maupun molekul substrat masih rendah,sehingga interaksi molekul enzim substrat masih rendah. Kenaikan suhu menyebabkan aktivitas enzim meningkat sampai mencapai kondisi optimum,tetapi setelah itu aktivitas enzim menurun. Kecepatan reaksi sangat tergantung dari energi kinetik molekul- molekul yang bereaksi. Kecepatan reaksi enzim di bawah suhu optimum adalah hasil bertambahnya energi kinetik molekul – molekul yang bereaksi,tetapi bila suhu dinaikkan terus,energi kinetik molekul – molekul enzim menjadi demikian besar sehingga melampaui penghalang energi untuk memecah ikatan sekunder yang mempertahankan enzim dalam keadaan katalitik aktif, berubahnya struktur sekunder dan tersier menyebabkan hilangnya aktivitas enzim.

Pada suhu rendah reaksi kimia berlangsung lambat, sedangkan pada suhu tinggi reaksi berlangsung cepat. Disamping itu, karena enzim adalah suatu protein, maka kenaikan suhu dapat menyebabkan terjadinya proses denaturasi. Apabila terjadi proses denaturasi, maka bagian aktif enzim akan terganggu dan dengan demikian konsentrasi efektif enzim menjadi berkurang dan kecepatan reaksinya pun akan menurun. Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa aktivitas enzim selulase yang paling besar terdapat pada substrat selulosa yaitu sebesar 0,0220 U kemudian diikuti oleh substrat kertas yaitu sebesar 0,202 U dan terakhir oleh substrat ampas tebu yaitu 0,0116 U.

4.1.3 Pengaruh pH Terhadap Aktivitas Ekstrak Kasar Enzim Selulase Pada

Substrat Selulosa,Kertas HVS dan Ampas Tebu


(56)

Tabel 4.4 : Data Pengaruh pH Terhadap Aktivitas Ekstrak Kasar Enzim Selulase Pada Substrat Selulosa

pH C C T

Absorbansi Konsentrasi glukosa (mg/ml)

U U rata

– rata

Sampel Kontrol Sampel Kontrol Hasil

Hidrolisa 3,5 s s s 0,3627* 0,3624* 0,3627* 0,0698* 0,0697* 0,0692* 0,117 0,117 0,117 0,019 0,019 0,019 0,098 0,098 0,098 0,091 0,091 0,091 0,0091 4,0 s s s 0,5876* 0,5890* 0,5895* 0,0885* 0,0886* 0,0886* 0,192 0,192 0,193 0,026 0,026 0,026 0,166 0,166 0,167 0,0153 0,0153 0,0153 0,0153 4,5 s s s 0,8884* 0,8896* 0,8896* 0,1082* 0,1084* 0,1084* 0,292 0,292 0,293 0,032 0,032 0,032 0,26 0,26 0,26 0,0241 0,0241 0,0241 0,0241 5,0 s s s 0,6422* 0,6427* 0,6431* 0,0995* 0,0994* 0,0992* 0,210 0,210 0,210 0,029 0,029 0,029 0,181 0,181 0,181 0,0198 0,0198 0,0198 0,0198 5,5 s s s 0,4526* 0,4526* 0,4529* 0,0735* 0,0737* 0,0740* 0,147 0,147 0,147 0,021 0,021 0,021 0,126 0,126 0,126 0,0116 0,0116 0,0116 0,0116

Tabel 4.5 : Data Pengaruh pH Terhadap Aktivitas Ekstrak Kasar Enzim Selulase Pada Substrat kertas

pH C C T

Absorbansi Konsentrasi glukosa (mg/ml)

U U rata

– rata

Sampel Kontrol Sampel Kontrol Hasil

Hidrolisa 3,5 s s s 0,2698* 0,2706* 0,2705* 0,0626* 0,0626* 0,0626* 0,086 0,086 0,086 0,017 0,017 0,017 0,069 0,069 0,069 0,0063 0,0063 0,0063 0,0063 4,0 s s s 0,4761* 0,4761* 0,4781* 0,0833* 0,0835* 0,0839* 0,155 0,155 0,155 0,024 0,024 0,024 0,131 0,131 0,131 0,012 0,012 0,012 0,012 4,5 s s s 0,7439* 0,7434* 0,7439* 0,1019* 0,1014* 0,1013* 0,244 0,244 0,244 0,030 0,030 0,030 0,214 0,214 0,214 0,0198 0,0198 0,0198 0,0198 5,0 s s s 0,5840* 0,5844* 0,5844* 0,0922* 0,0920* 0,0917* 0,191 0,191 0,191 0,027 0,027 0.027 0,164 0,164 0,164 0,0161 0,0161 0,0161 0,0161 5,5 s s s 0,4070* 0,4072* 0,4075* 0,0651* 0,0649* 0,0652* 0,131 0,132 0,132 0,018 0,018 0,018 0,114 0,114 0,114 0,0105 0,0105 0,015 0,0105


(57)

Tabel 4.6 : Data Pengaruh pH Terhadap Aktivitas Ekstrak Kasar Enzim Selulase Pada Substrat Ampas Tebu

pH C C T

Absorbansi Konsentrasi glukosa (mg/ml)

U U rata –

rata

Sampel Kontrol Sampel Kontrol Hasil

Hidrolisa 3,5 s s s 0,2480* 0,2490* 0,2498* 0,0587* 0,0588* 0,05878 0,069 0,069 0,069 0,016 0,016 0,016 0,053 0,053 0,053 0,0049 0,0049 0,0049 0,0049 4,0 S s s 0,2584* 0,2594* 0,2598* 0,0804* 0,0807* 0,0807* 0,082 0,083 0,083 0,023 0,023 0,023 0,059 0,059 0,059 0,0055 0,0055 0,0055 0,0055 4,5 s s s 0,7344* 0,7358* 0,7358* 0,0962* 0,0962* 0,0962* 0,241 0,241 0,241 0,028 0,028 0,028 0,213 0,213 0,213 0,0167 0,0167 0,0167 0,0167 5,0 s s s 0,5286* 0,5289* 0,5303* 0,0861* 0,0864* 0,0861* 0,172 0,172 0,173 0,025 0,025 0,025 0,147 0,147 0,147 0,0136 0,0136 0,0137 0,0136 5,5 s s s 0,3218* 0,3220* 0,3225* 0,0610* 0,0612* 0,0612* 0,103 0,103 0,104 0,016 0,016 0,016 0,087 0,087 0,087 0,0081 0,0081 0,0081 0,0081

Keterangan *= 10 kali pengenceran s= signifikan

Untuk membandingkan ketiga data diatas dapat dilihat pada grafik berikut:

Gambar 4.2. Grafik Pengaruh pH Terhadap Aktivitas Ekstrak Kasar Enzim Selulase 0 0,005 0,01 0,015 0,02 0,025 0,03

3,5 4 4,5 5 5,5

A k ti v ita s (U ) pH

Pengaruh pH Terhadap Aktivitas Ekstrak Kasar Enzim Selulase

Aktivitas pada substrat kertas

Aktivitas pada substrat selulosa

Aktivitas pada substrat ampas tebu


(1)

Untuk A2′ = 0,0005

Maka ht = 1960

0005 , 0

98 , 0

=

Sedangkan hhitung adalah

Karena 1960 > 1428,5 ht > hh ), maka data signifikan dan dapat diterima, data pengukuran pertama dan ketiga juga signifikan.

Lampiran 5. Data Pengukuran absorbansi Glukosa Hasil Hidrolisa Kertas

Untuk melakukan metode Chauvenet Criterion Test (CCT) perlu harga ht dan hh dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

S2 =

1 )

( ' 2

− −

n A Ai

Dimana :

A = Absorbansi A1 = 0,7666 A2 = 0,7490 A3 = 0,7501 A = 0,7552

A1’ = A1 - A = 0,7666– 0,7552 = 0,0114 A2’ = A2 - A = 0,7490– 0,7552 = – 0,0062 A3’ = A3 - A = 0,7501– 0,7552 = – 0,0051

5 , 1428 )

4142 , 1 )( 0005 , 0 (

1 2

1

= =

=

S hhitung


(2)

S2 =

1 3

) 0051 , 0 ( ) 0062 , 0 ( ) 0144 , 0 ( 1

)

( ' 2 2 2 2

− + −

− + =

− −

n A Ai

S2 = 3

3

10 0690 , 1 2

10 1381 ,

2 −

= x

x

S = 0,0327

Maka erf ht│A′1│ = 0,8333 6

5 2

1 2

= = −

n n

ht│A′1│ = 0,98 (diperoleh dari lampiran 3)

Untuk A2′ = 0,0062

Maka ht = 158,06 0062

, 0

98 , 0

=

Sedangkan hhitung adalah

Karena 158,06 > 113,63 (ht > hh ), maka data signifikan dan dapat diterima, data pengukuran pertama dan ketiga juga signifikan

Lampiran 6. Data Pengukuran absorbansi Glukosa Hasil Hidrolisa Ampas Tebu

Untuk melakukan metode Chauvenet Criterion Test (CCT) perlu harga ht dan hh dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

S2 =

1 )

( ' 2

− −

n A Ai

Dimana :

A = Absorbansi A1 = 0,6117

63 , 113 ) 4142 , 1 )( 0062 , 0 (

1 2

1

= =

=

S hhitung


(3)

A2 = 0,4828 A3 = 0,4828 A = 0,5257

A1’ = A1 - A = 0,6117– 0,5257 = 0,086 A2’ = A2 - A = 0,4828– 0,5257 = – 0,0429 A3’ = A3 - A = 0,4828– 0,5257 = – 0,0429

S2 =

1 3

) 0429 , 0 ( ) 0429 , 0 ( ) 086 , 0 ( 1

)

( ' 2 2 2 2

− + −

− + =

− −

n A Ai

S2 = 3

2

10 5384 , 5 2

10 1077 ,

1 −

= x

x

S = 0,0744

Maka erf ht│A′1│ = 0,8333 6

5 2

1 2

= = −

n n

ht│A′1│ = 0,98 (diperoleh dari lapiran 3)

Untuk A2′ = 0,0429

Maka ht = 22,8438 0429

, 0

98 , 0

=

Sedangkan hhitung adalah

Karena 22,8438 > 9,5057 (ht > hh ), maka data signifikan dan dapat diterima, data pengukuran pertama dan ketiga juga signifikan.

5057 , 9 ) 4142 , 1 )( 0744 , 0 (

1 2

1

= =

=

S hhitung


(4)

Lampiran 7. Perhitungan Kadar Glukosa Hasil Hidrolisis Selulosa 1%,Kertas HVS 1% dan Ampas Tebu 1%

Untuk Menghitung kadar glukosa hasil hidrolisis selulosa 1%, Kertas HVS 1% dan ampas tebu 1% maka terlebih dahulu harus dicari persamaan garis regresi larutan glukosa standar dari berbagai konsentrasi.

Tabel 4.1. Larutan Standar Glukosa Pada Berbagai Konsentrasi

No X Y X2 XY

1 0,00 0,00 0 0

2 0,01 0,322 0,0001 0,00322

3 0,015 0,462 0,000225 0,00693

4 0,02 0,604 0,0004 0,01208

5 0,025 0,765 0,000625 0,019125

6 0,03 0,911 0,0009 0,02733

7 0,035 1,087 0,001225 0,038045

8 0,04 1,205 0,0016 0,0482

9 0,045 1,372 0,002025 0,06174

10 0,05 1,492 0,0025 0,0746

0,27 8,22 0,0096 0,29127

(

)

12 , 30 ) 27 , 0 ( ) 0096 , 0 ( 10 ) 22 , 8 )( 27 , 0 ( ) 29127 , 0 ( 10 ) ( ) ( ) ( ( ) 2 2 2 = − − = ∑ − ∑ − ∑ ∑ ∑ = X X n Y X XY n a

( )

( )

011 , 0 ) 27 , 0 ( ) 0096 , 0 ( 10 ) 29127 , 0 )( 27 , 0 ( ) 22 , 8 )( 0096 , 0 ( ) )( ( ) )( ( 2 2 2 2 = − − = ∑ − ∑ ∑ ∑ − ∑ ∑ = X X n XY X Y X b


(5)

Maka persamaan garis regresinya adalah

Y = aX + b

Dimana : Y = Absorbansi

X = kadar glukosa (mg/mL) a = slope

b = intersep

Sehingga diperoleh Persamaan garis regresi adalah: Y = 30,12 x + 0,011

Lampiran 8. Perhitungan Kandungan Glukosa Ekstrak Hasil Isolasi Pada Kondisi Optimum

Hasil Kandungan Glucosa Ekstrak Kasar Hasil Isolasi pada substrat celulosa 1%,yertas HVS 1% dan ampas tebu 1% dapat dilihat pada Tabel 4.7

a. Kandungan glukosa ekstrak hasil isolasi pada kondisi optimum. Dari hasil pengukuran untuk subtrat celulosa diperoleh A = 0,8037 0,8037 = 30,12 x + 0,011

30,12 011 , 0 8037 ,

0 −

=

X

X = 0,0263 mg / ml

Lampiran 9. Perhitungan Aktivitas Ekstrak Kasar Enzim Selulase

Satuan aktivitas suatu enzim dinyatakan dengan unit aktivitas. Sedangkan yang dimaksud dengan satu unit aktivitas ekstrak adalah banyaknya µ mol glukosa yang dihasilkan per ml ekstrak enzim per menit dalam kondisi optimum,dimana 1 unit =

1μmol/ml/menit

Misal: Dari table 4.7 diperoleh data kandungan glukosa rata – rata untuk substrat selulosa 1% ( setelah dikurangi kontrol) ekstak enzim dan hasil isolasi sebesar:


(6)

Maka µ mol ekstrak enzim :

180 18 , 0 =

X

X = 1,0 μ mol

Aktivitas ekstrak enzim = μ mol / menit

= 1,0 µ mol/ 60 menit = 0,0166 U

Jadi konsentrasinya: X =0,0263x10 X = 0,263 mg / ml

b. Dari hasil pengukuran untuk substrat selulosa diperoleh A= 0,2812 0,2812 = 30,12 x + 0,011

12 , 30

011 , 0 2812 ,

0 −

=

X

X = 0,0080 mg / ml

Jadi konsentrasinya: X=0,0080x10 X = 0,080 mg / ml

c. Kandungan glukosa hasil hidrolisa selulosa 1% pada kondisi optimum X = Kandungan glukosa ekstrak hasil isolasi – Kandungan glukosa kontrol X = 0,264 – 0,080

X = 0,184 mg / ml

Hal yang sama juga dilakukan untuk perhitungan penentuan pH dan Suhu optimum.


Dokumen yang terkait

Penentuan Ph Dan Suhu Optimum Untuk Aktivitas Ekstrak Kasar Enzim Lipase Dari Kecambah Biji Karet (Hevea brasiliensis) Terhadap Hidrolisis PKO (Palm Kernel Oil)

0 74 47

Penentuan pH dan Suhu Optimum untuk Aktivitas Ekstrak Kasar Enzim Lipase dari Kecambah Biji Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) terhadap Hidrolisis RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil)

3 61 61

Penentuan pH Dan Suhu Optimum Untuk Aktivitas Ekstrak Kasar Enzim Lipase Dari Kecambah Biji Karet (Hevea Brasiliensis) Terhadap Hidrolisis PKO (Palm Kernel Oil)

6 63 60

Pengaruh Lama Dan Suhu Pengeringan Briket Biomassa Ampas Tebu Terhadap Kualitas Nilai Bakar Yang Dihasilkan

3 55 93

Penentuan Ph Dan Suhu Optimum Untuk Aktivitas Ekstrak Kasar Enzim Lipase Dari Kecambah Biji Jarak Kepyar (Ricinus communis L) Terhadap Hidrolisis Minyak Wijen

7 94 61

Semi Sintesis N,N-Bis(2-Hidroksietil)-3-(4-Metoksifenil) Akrilamida Dari Etil P-Metoksisinamat Hasil Isolasi Rimpang Kencur (Kaempferia Galanga, L) Melalui Amidasi Dengan Dietanolamin

8 65 59

Senyawa Antrakuinon Hasil Isolasi Dari Umbi Bawang Sabrang (Eleutherine Palmifolia (L.) Merr).

32 176 87

Penentuan Sifat Kimia Fisika Senyawa Alkaloid Hasil Isolasi Dari Daun Bandotan (Ageratum Conyzoides Linn.)

0 26 3

Isolasi dan Pengukuran Aktivitas Enzim Bromelin dari Ekstrak Kasar Bonggol Nanas (Ananas comosus) pada Variasi Suhu dan pH

0 0 7

Penentuan pH Dan Suhu Optimum Untuk Aktivitas Ekstrak Kasar Enzim Lipase Dari Kecambah Biji Karet (Hevea Brasiliensis) Terhadap Hidrolisis PKO (Palm Kernel Oil)

0 0 12