Gaya Hidup, Pola Konsumsi Pangan, Status Gizi, Dan Kebugaran Kardiorespiratori Satuan Pengamanan Institut Pertanian Bogor

GAYA HIDUP, POLA KONSUMSI PANGAN, STATUS GIZI,
DAN KEBUGARAN KARDIORESPIRATORI SATUAN
PENGAMANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

EKSAN APRIAWAN

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

2

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Gaya Hidup, Pola
Konsumsi Pangan, Status Gizi, dan Kebugaran Kardiorespiratori Satuan
Pengamanan Institut Pertanian Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang

diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2015

Eksan Apriawan
NIM I14110057

4

ABSTRAK
EKSAN APRIAWAN. Gaya Hidup, Pola Konsumsi Pangan, Status Gizi, dan
Kebugaran Kardiorespiratori Satuan Pengamanan Institut Pertanian Bogor.
Dibimbing oleh SRI ANNA MARLIYATI
Kebugaran kardiorespiratori ditentukan oleh jumlah maksimal oksigen per
menit yang dimanfaatkan tubuh (VO2 max) untuk melakukan aktivitas fisik. Tujuan
penelitian ini adalah menganalisis hubungan antara konsumsi kopi, kebiasaan
merokok, aktivitas fisik, status gizi, tingkat kecukupan energi, protein dengan

kebugaran kardiorespiratori satpam kampus IPB. Desain penelitian menggunakan
metode cross sectional study. Pemilihan tempat penelitian dilakukan secara
purposive dengan jumlah subjek sebanyak 72 orang dengan kriteria inklusi yaitu,
laki-laki, tidak menderita penyakit jantung, dan bersedia menjadi subjek penelitian.
Hasil uji Pearson menunjukkan terdapat hubungan signifikan (p0.05) antara konsumsi kopi, rokok, aktivitas fisik, dengan kebugaran
kardiorespiratori (VO2 max). Faktor-faktor yang memengaruhi tingkat kebugaran
kardiorespiratori berdasarkan hasil uji Regresi Linear adalah usia dan tingkat
kecukupan energi (p30%

1.
2.
3.
4.

Underweight IMT < 18.5 kg/m2
Normal IMT 18.5-25 kg/m2
Overweight IMT 25.0- 27.0 kg/m2
Obesitas IMT ≥ 27.0 kg/m2

Definisi Operasional

Kebugaran adalah daya tahan seseorang untuk melakukan aktivitas fisik dalam
waktu tertentu.
Contoh adalah satuan pengamanan (satpam) kampus IPB yang dijadikan sebagai
subjek penelitian.
Status Gizi (IMT) adalah kategori kondisi tubuh yang dilihat dengan pengukuran
tinggi dan berat badan sehingga didapatkan nilai Index Massa Tubuh
(IMT). IMT dibedakan menjadi 4 kategori yaitu underwight (5 juta
Total

n

%

30
39
3
72

41.67
54.17

4.17
100,00

38.63±9.54
0
3
2
67
0
72

0.00
4.17
2.78
93.06
0.00
100.00

46
22

4
72

63.89
30.56
5.56
100

51
15
3
3
0
72

70.83
20.83
4.17
4.17
0.00

100.00

12

Usia
Usia merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kebugaran
tubuh. Andersen et. al 1978 membuktikan bahwa nilai kemampuan
kardiorespiratori tertinggi terdapat pada umur 20 sampai dengan 30 tahun. Subjek
pada penelitian ini berusia 24-65 tahun. Berdasarkan hasil penelitian, sebaran
subjek berdasarkan usia dibagi menjadi tiga kategori usia yaitu, dewasa awal,
dewasa madya, dan dewasa lanjut. Subjek yang masuk ke dalam golongan usia
dewasa awal sebanyak 41.67%, usia dewasa madya 54.17% dan usia dewasa akhir
4.17%. Rata-rata usia subjek 38.63±9.54 tahun. Daya tahan kardiovaskuler akan
terus meningkat ketika usia anak-anak hingga sekitar umur 20 tahun dan mencapai
puncaknya pada usia antara 20-30 tahun (Morehouse 1972). Penelitian lainnya
menyebutkan bahwa kebugaran kardiorespiratori tertinggi terdapat pada umur 20
hingga 30 tahun, setelah itu akan cenderung menurun (Andersen et. al 1978).
Pendidikan
Pola pikir, pengetahuan gizi, dan kesehatan dapat dipengaruhi oleh tinggi
rendahnya tingkat pendidikan seseorang, baik dari pendidikan formal maupun

pendidikan non-formal (Rifai dan Gulat 2003). Tingkat pendidikan yang lebih
tinggi akan cenderung merubah pengetahuan, sikap, dan perilaku konsumsi pangan
ke arah yang lebih baik. Pendidikan terakhir subjek pada penelitian ini mayoritas
adalah lulusan SMA/Sederajat (93.06%), lulusan SD (4.17%), dan lulusan SMP
(2.78%). Permata (2012) menyebutkan bahwa selain dapat meningkatkan
pengetahuan gizi dan kesehatan, tingkat pendidikan juga ikut berperan dalam
peningkatan kemampuan akses pangan dan taraf hidup.
Besar Keluarga
Berdasarkan (BKKBN 1998) sebaran subjek penelitian ini digolongkan
menjadi tiga kategori yaitu, kecil, sedang, dan besar dengan persentase tertinggi
merupakan keluarga dengan kategori kecil (63.89%), sedang (30.56%) dan besar
(5.56%). Deliarnov (2009) menyebutkan bahwa banyaknya keluarga tentu akan
memengaruhi konsumsi pangan individu, oleh karena itu perlu adanya perhatian
khusus agar setiap individu anggota keluarga dapat mempunyai akses pangan dan
dapat mengonsumsi pangan yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing individu
tersebut. Semakin banyak anggota keluarga maka semakin tinggi tanggung jawab
orang tua untuk mencukupi kebutuhan sosial ekonomi anggota keluarganya.
Pendapatan
Sumarwan (2003) menyebutkan bahwa tinggi rendahnya pendapatan akan
mempengaruhi daya beli, yang artinya akses jual beli pangan sangat ditentukan oleh

tingkat pendapatan. Subjek pada penelitian ini umumnya memiliki penghasilan
1000000-2000000 (70.83%) perbulan dari pekerjaannya sebagai satpam. Subjek
penelitian mengeluhkan bahwa penghasilan dari pekerjaannya tersebut masih
sangat rendah untuk mencukupi kebutuhan keluarga terutama dalam pemenuhan
kebutuhan makanan, sehingga dapat memengaruhi tingkat kecukupan gizi individu
keluarganya. Tinggi rendahnya pendapatan tentu akan merubah gaya hidup
sesorang, namun terkadang peningkatan pendapatan tidak jarang dapat merubah ke
gaya hidup yang tidak sehat.

13

Gaya Hidup
Konsumsi Kopi
Kopi merupakan minuman yang sangat populer dan digemari oleh
masyarakat Indonesia bahkan dunia terutama dikalangan pria. Konsumsi kopi
berlebih diatas 3 gelas perhari akan memiliki efek samping yang akan mengganggu
kesehatan, yaitu osteoporosis, tekanan darah tinggi, penyakit jantung, insomnia,
infertilisasi, depresi, gelisah, tremor otot, dan menyebabkan kematian (ADF 2011).
Konsumsi kopi pada subjek penelitian ini tertinggi pada kategori 1-2 gelas per hari
sebanyak 32 orang (44.44%), 3-5 gelas per hari 18 orang (25.00%), 5 gelas per hari sebanyak 2 orang (2.78%), dan sisanya

sebanyak 7 orang (9.72%) merupakan subjek yang tidak mengonsumsi kopi.
Sebaran subjek berdasarkan kebiasaan konsumsi kopi disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6 Sebaran subjek berdasarkan kebiasaan konsumsi kopi
Kategori
n
%
Tidak ngopi
7
9.72
< 1 gelas
13
18.06
1-2 gelas
32
44.44
3-5 gelas
18
25.00
>5 gelas
2

2.78
Total
72
100.00
Jenis konsumsi kopi yang paling banyak dikonsumsi oleh subjek adalah
kopi hitam. Kopi hitam tersebut selain disukai oleh subjek, juga merupakan
minuman yang diberikan kepada subjek untuk menunjang pekerjaannya. Jatah kopi
hitam tersebut diberikan kepada setiap individu yang bertugas sebagai satpam,
namun tidak jarang juga mereka mengonsumsi kopi kemasan yang banyak dijual di
pasaran. Bhara (2009) menyatakan bahwa konsumsi kafein tidak boleh melebihi
300 mg/hari. Menurut Weinberg dan Bealer (2002), kandungan kafein kopi dalam
ukuran rumah tangga mengandung 138,9 mg per satu gelas kopi (250 ml),
sedangkan 180 ml kopi dalam kemasan mengandung sebanyak 100 mg kafein.
Berdasarkan SNI (2006), satu sendok makan (sdm) kopi hitam mengandung sekitar
69,45 mg kafein dan produk minuman kopi dalam kemasan berkisar antara 50-150
mg per sajiannya. Mengonsumsi kopi 1-2 gelas (180 ml) dalam sehari sama dengan
mengonsumsi 100-200 mg kafein.
Kebiasaan merokok
Rokok merupakan salah satu penyebab menurunnya kesehatan dan menjadi
sebagai salah satu faktor resiko penyakit kardivaskular (Bullock 1996).

Berdasarkan hasil penelitian ini, subjek tertinggi berada dalam kategori sedang
(38.89%), subjek pada kelompok ini mengonsumsi kopi sebanyak 11-20 batang
dalam sehari. Subjek yang termasuk dalam kategori ringan (34.72%), kategori berat
(8.33%), dan sisanya merupakan subjek yang tidak merokok (18.06%). Tingkat
konsumsi rokok juga dapat diduga sebagai salah satu faktor yang memengaruhi
konsumsi pangan subjek. Konsumsi rokok perharinya mungkin dapat menurunkan
jatah atau besaran alokasi uang pendapatan mereka untuk konsumsi pangan.
Berikut ditampilkan sebaran subjek berdasarkan kebiasaan merokok pada Tabel 7.

14

Tabel 7 Sebaran subjek berdasarkan kebiasaan merokok
Kategori
n
%
Tidak merokok
13
18.06
Ringan
25
34.72
Sedang
28
38.89
Berat
6
8.33
Total
72
100.00
Kebiasaan merokok akan menurunkan kapasitas VO2 max karena dapat
menurunkan jumlah udara yang dapat dihirup oleh paru-paru sehingga
mengakibatkan terbatasnya penggunaan oksigen (Indrawagita 2009). Zat-zat
berbahaya yang terkandung dalam rokok antara lain, nikotin, karbon monoksida,
tar, zat aditif untuk rasa dan aroma, serta gas beracun lainnya. Efek yang
ditimbulkan dari zat tersebut yaitu meningkatkan denyut jantung, tekanan darah,
dan metabolisme serta memengaruhi transportasi oksigen ke seluruh tubuh dan
menghambat aktivitas organ-organ tubuh.
Aktivitas Fisik
Aktivitas merupakan suatu kegiatan yang melibatkan kekuatan otot-otot
tubuh dan sistem yang dapat menunjangnya. Kegiatan tersebut tentu memerlukan
tenaga yang dihasilkan dari pemecahan zat-zat gizi menjadi energi. Banyaknya
energi yang digunakan tergantung tingkat aktivitas fisik yang dilakukan, semakin
banyak otot-otot yang terlibat dalam aktivitas fisik maka semakin tinggi energi
yang diperlukan untuk kegiatan tersebut (Almatsier 2006). Berdasarkan hasil
penelitian, subjek yang berjumlah 72 orang memiliki aktivitas fisik yang tergolong
rendah 69 orang (95.83%), dan sisanya 3 orang dengan aktivitas fisik yang
tergolong sedang (4.17%). Aktivitas fisik yang rendah ini berdasarkan observasi
recall activity 2x24 jam disebabkan karena aktivitas pekerjaan yang banyak duduk.
Selama 12 jam bekerja, subjek hanya menghabiskan waktunya untuk duduk santai
dan sekali-kali berkeliling untuk memantau keamanan area tugas mereka.
Kebiasaan olahraga yang merupakan aktivitas fisik yang lumayan berat jarang
dilakukan oleh subjek. Aktivitas olahraga rutin yang diselenggarakan oleh satpam
adalah olahraga sepak bola, namun tidak banyak yang rutin untuk menggeluti
olahraga tersebut. Tingkat aktivitas fisik dihitung menggunakan PAL (Phyisical
Activity Level) diperoleh hasil sebagai berikut yang ditampilkan pada Tabel 8.
Tabel 8 Sebaran subjek berdasarkan tingkat aktivitas fisik
Kategori
n
%
Rendah
69
95.83
Sedang
3
4.17
Tinggi
0
0.00
Total
72
100.00
Tingkat kerja fisik mengindikasikan tinggi rendahnya kadar daya tahan
kardiorespiratori. Aktivitas fisik terdiri dari 3 komponen yaitu, pekerjaan, latihan
fisik atau olahraga, dan aktivitas pada waktu luang (Baecke 1982). Daya tahan
aerobik dapat ditingkatkan sebesar 5% sampai 25% pada orang dewasa sehat yang
sebelumnya tidak terlatih dengan melakukan latihan secara teratur, sehingga jumlah

15

maksimal oksigen yang dapat dimanfaatkan oleh tubuh untuk melakukan aktivitas
fisikpun meningkat (Anspaugh 1997).
Pola Konsumsi Pangan
Kebiasaan Makan
Kebiasaan makan akan sangat menentukan tingkat kecukupan terhadap
energi dan zat gizi subjek. Waktu makan digolongkan menjadi 5 kali waktu makan
yaitu makan pagi, selingan pagi, makan siang, selingan sore, dan makan malam.
Subjek dalam penelitian ini paling banyak memiliki frekuensi waktu makan 4 kali
(56.94%), 5 kali (23.61%), 3 kali (15.28%) dan 2 kali (4.17%). Sebaran subjek
berdasarkan frekuensi waktu makan sehari ditampilkan pada Tabel 9.
Tabel 9 Sebaran subjek berdasarkan frekuansi makan sehari
Frekuensi makan sehari
n
%
1 kali
0
0.00
2 kali
3
4.17
3 kali
11
15.28
4 kali
41
56.94
5 kali
17
23.61
Total
72
100.00
Menurut Winarno (2002), kontribusi zat gizi untuk satu kali sarapan pagi
menyumbang 20-25% dari kebutuhan energi total. Waktu makan yang paling sering
dilewatkan oleh responden adalah waktu makan siang (30.99%), makan pagi
(25.35%), selingan pagi (16.90%), selingan sore (15.49%), dan makan malam
(11.27%). Melewatkan satu kali waktu makan berarti menurunkan tingkat
kecukupan zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh. Asupan yang tidak adekuat
tentunya dapat menurunkan kemampuan melakukan aktivitas fisik sehingga dapat
menjadi faktor rendahnya tingkat kebugaran tubuh.
Frekuensi Konsumsi
Frekuensi konsumsi pangan diperoleh dengan menggunakan Food
Frequency Questionare (FFQ). Frekuensi konsumsi pangan digolongkan menjadi
6 jenis bahan pangan yaitu, karbohidrat, protein hewani, protein nabati, sayuran,
buah-buahan, dan kelompok jajanan. Sebaran subjek berdasarkan frekuensi
konsumsi pangan subjek disajikan pada Tabel 10.
Tabel 10 Sebaran frekuensi konsumsi pangan subjek
Jenis bahan pangan
Karbohidrat
Nasi Putih
Mie
Kentang
Protein Hewani
Ikan
Telur ayam
Susu sapi

kali/hari

kali/minggu

2,65
0,42
0,22

20.17
3.22
1.68

0,61
0,61
0,31

4.67
4.63
2.32

16

Jenis bahan pangan
kali/hari
kali/minggu
Ayam
0,30
2.26
Protein Nabati
Tempe
0,81
6.15
Tahu
0,72
5.48
Kacang tanah
0,14
1.06
Sayuran
Wortel
0,34
2.61
Bayam
0,30
2.25
Kangkung
0,26
1.96
Buah-buahan
Rambutan
0,38
2.89
Pisang
0,22
1.65
Jeruk manis
0,20
1.52
Jajanaan
Gorengan
0,82
6.22
Bakso
0,23
1.72
Pangan sumber karbohidrat subjek yang paling sering dikonsumsi adalah
nasi putih yaitu, 2.65 kali/hari, mie 0.42 kali/hari dan kentang 0.22 kali/hari dengan
jumlah konsumsi golongan karbohidrat sebanyak 3.29 kali/hari. Hal tersebut sudah
sesuai dengan anjuran gizi seimbang yang menyarankan untuk mengonsumsi
sumber karbohidrat setidaknya 3-4 piring nasi, namun perlu diperhatikan porsi yang
dianjurkan agar dapat memenuhi kebutuhan energi subjek sehingga tidak terjadi
defesiensi energi. Protein hewani yang paling sering dikonsumsi adalah ikan 0.61
kali/hari. Jenis ikan yang dikonsumsi adalah ikan asin, ikan tongkol, ikan kembung,
ikan mas dan ikan nila. Telur ayam juga merupakan pangan hewani yang paling
sering dikonsumsi oleh subjek yaitu, 0.61 kali/hari, susu sapi 0.31 kali/hari, dan
ayam 0.30 kali/hari dengan jumlah total konsumsi golongan pangan sumber protein
hewani adalah 1.83 kali/hari. Konsumsi pangan sumber pangan hewani masih
kurang untuk memenuhi kebutuhan protein hewani dalam sehari. Konsumsi daging,
hati yang merupakan sumber zat besi jarang dikonsumsi subjek, padahal menurut
anjuran gizi seimbang konsumsi pangan kelompok daging-dagingan merupakan
kelompok pangan sumber zat besi yang dapat mencegah terjadinya anemia.
Konsumsi pangan kelompok protein nabati paling sering dikonsumsi adalah tempe
yaitu, 0.81 kali/hari, tahu 0.71 kali/hari, dan kacang tanah 0.14 kali/hari dengan
jumlah konsumsi pangan sumber protein nabati 1.66 kali/hari. Konsumsi pangan
sumber protein nabati dapat meningkatkan asupan protein subjek dan saling
melengkapi dengan konsumsi pangan sumber protein hewani.
Sayuran yang paling diminati oleh subjek adalah sayur wortel yaitu, 0.34
kali/hari, bayam 0.30 kali/hari, dan kangkung 0.26 kali/hari dengan jumlah
konsumsi golongan sayuran adalah 0.90 kali/hari. Konsumsi buah paling tinggi
adalah rambutan yaitu, 0.38 kali/hari. Buah ini dikonsumsi subjek karena pada saat
dilaksanakan penelitian, rambutan sedang mengalami masa panen. Konsumsi buah
lainnya adalah pisang yaitu, 0.22 kali/hari, dan jeruk manis 0.20 kali/hari dengan
jumlah konsumsi kelompok pangan buah-buahan adalah 0.80 kali/hari. Konsumsi
sayur dan buah sebagai sumber serat masih digolongkan kurang berdasarkan

17

anjuran gizi seimbang. Konsumsi sayur dan buah yang dianjurkan adalah 5 porsi
dalam sehari sedangkan konsumsi sayur dan buah subjek sebanyak 1.70 kali/hari.
Konsumsi sayur dan buah subjek perlu ditingkatkan. Konsumsi sayur dan buah
sebagai sumber serat memiliki dampak kesehatan yang baik dan sebagai sumber
vitamin dan mineral dalam pemenuhan zat gizi mikro subjek. Konsumsi jajanan
tersering adalah konsumsi gorengan yaitu, 0.82 kali/hari yang artinya hampir setiap
hari konsumsi jajanan subjek adalah gorengan. Konsumsi gorengan sebagai sumber
lemak akan meningkatkan konsumsi lemak. Konsumsi lemak yang berlebihan dapat
mengakibatkan berbagai masalah kesehatan misalnya, jantung koroner,
arteroslerosis, dan hipertensi (Khomsan dan Faisal 2008), selanjutnya dapat
menurunkan status kesehatan dan meningkatnya nilai IMT sehingga kemampuan
aktivitas fisik menjadi menurun.

Tingkat Kecukupan Gizi
Konsumsi makanan merupakan sumber tenaga bagi tubuh untuk melakukan
aktivitas fisik. Konsumsi makanan yang seimbang penting untuk memenuhi
kebutuhan gizi. Asupan energi, protein, lemak dan zat gizi lainnya akan sangat
menentuan banyak hal yaitu, status gizi, status kesehatan, dan performa dalam
melakukan aktivitas fisik.
Tingkat Kecukupan Energi (TKE)
Kebutuhan energi individual dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu, usia,
jenis kelamain, berat badan, tinggi badan, dan tingkat aktivitas keseharian. Tingkat
kecukupan gizi ini dihitung dari hasil wawancara food recall dikonversi
kekandungan zat gizi dan kemudian disesuaikan dengan Angka kecukupan Gizi
(AKG 2013) individu. Hasil tingkat kecukupan energi dan zat gizi diklasifikasikan
menjadi 5 kategori menurut (Depkes 1996). Berikut sebaran subjek berdasarkan
tingkat kecukupan energi ditampilkan pada Tabel 11.
Tabel 11 Sebaran subjek berdasarkan TKE
Kategori
n
%
Defisit berat
50
69.44
Defisit sedang
13
18.06
Defisit ringan
4
5.56
Normal
4
5.56
Lebih
1
1.39
Total
72
100.00
Rata-rata±SD
1759.57±391.86 kkal
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi energi
subjek adalah 1759.57±391.86 kkal, dengan kelompok kategori tertinggi berada
pada kategori defisit berat (69.44%), defisit sedang (18.06%), defisit ringan
(5.56%), normal (5.56%), dan lebih (1.39%). Hal ini diduga disebabkan banyak
subjek yang tidak biasa sarapan dan cenderung beberapa kali meninggalkan waktu
makan dalam sehari. Berdasarkan hasil penelitian dinyatakan bahwa setidaknya ada
71 kali kejadian waktu makan yang ditinggalkan subjek.

18

Waktu makan paling sering ditinggalkan subjek adalah waktu makan siang
(30.99%), waktu makan pagi (25.35%). Waktu makan siang yang ditinggalkan
subjek ini tentu dapat mengurangi konsumsi makan dan memengaruhi asupan zat
gizi subjek. Waktu makan siang dapat menghilangkan setidaknya 30% dari asupan
gizi dari kebutuhan individu perharinya, sedangkan waktu makan pagi dapat
menghilangkan kontribusi asupan zat gizi sehari sebesar 20% dari total asupan yang
dibutuhkan oleh tubuh. Faktor lainnya yang membuat subjek dapat meninggalkan
waktu makannya adalah konsumsi kopi.
Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata responden
yang mengonsumsi kopi sebelum waktu makannya cenderung merasakan kenyang
dan akhirnya menunda bahkan meninggalkan waktu makannya. Efek ini terjadi
karena kandungan kafein dalam kopi dapat menekan nafsu makan subjek. Kulkosky
(1981) menyebutkan bahwa efek dari kafein dapat menunda rasa lapar, dan
menekan nafsu makan. Penelitian tersebut dibuktikan dengan tikus yang diberikan
pil kafein. Selain itu penelitian lainnya menyatakan bahwa apabila berat badan
bertambah pada penderita anoreksia nervosa maka mereka akan mengonsumsi kopi
atau sumber kafein lainnya untuk menekan dan menghilangkan selera makannya
(Sours 1983). Bray (2000) mekanisme kerja kafein dalam menekan nafsu makan
berhubungan dengan aktifnya sistem saraf simpatik oleh kafein dengan
memunculkan rasa kenyang sehingga berpengaruh terhadap konsumsi makanan dan
asupan zat gizi.
Tingkat Kecukupan Protein (TKP)
Williams (2002) menyatakan bahwa diet protein tinggi pada atlet dapat
meningkatkan performa atlet. Protein merupakan zat gizi yang paling utama dalam
menjalankan fungsi sebagai zat pembangun, pertumbuhan, pembentukan enzim,
hormon, neurotransmitter, antibodi, memperbaiki jaringan rusak, dan membentuk
struktur tubuh. Rata-rata konsumsi subjek 46.61±12.21 g dalam sehari, berdasarkan
usia dan berat badan yang dianjurkan (AKG 2013) subjek tertinggi masuk kedalam
golongan defisit berat (58.33%), defisit sedang (19.44%), normal (11.11%), defisit
ringan (9.72%), dan lebih (1.39%). Sebaran subjek berdasarkan tinkat kecukupan
protein ditampilkan pada Tabel 12.
Tabel 12 Sebaran subjek berdasarkan TKP
Kategori
n
%
Defisit berat
42
58.33
Defisit sedang
14
19.44
Defisit ringan
7
9.72
Normal
8
11.11
Lebih
1
1.39
Total
72
100.00
Rata-rata±SD
46.61±12.21 g
Asupan protein diperoleh dari jenis pangan sumber protein hewani dan
protein nabati. Sumber protein hewani yang paling sering dikonsumsi oleh subjek
adalah ikan (4.67 kali/minggu) sedangkan protein nabati adalah tempe (6.15
kali/minggu). Putra (2014) menyatakan bahwa protein berpengaruh positif terhadap
kebugaran kardiorespiratori pada mahasiswa UKM dan Non-UKM sepakbola di

19

IPB. Transportasi oksigen ke dalam eritrosit dibantu oleh hemoglobin dan
transportasi oksigen ke otot dibantu oleh mioglobin yang merupakan salah satu
peran protein. Oleh karena itu protein merupakan salah satu faktor yang dapat
memengaruhi daya tahan kardiorespiratori.
Tingkat Kecukupan Lemak (TKL)
Lemak merupakan komponen zat gizi yang menyumbang energi terbesar 9
kkal/gram lemak yang dikonsumsi. Hardinsyah dan Tambunan dalam WNPG VIII
(2004), asupan lemak hanya dianjurkan untuk dikonsumsi maksimal 30% dari
kebutuhan energi individu yang dianjurkan menurut AKG 2013. Rata-rata
konsumsi lemak subjek 45.54±14.28 g, konsumsi lemak subjek dikategorikan
kurang (91.67), cukup (6.94%) dan kategori lebih (1.39%). Konsumsi lemak subjek
mayoritas kurang. Konsumsi lemak subjek berasal dari jajanan gorengan yang
hampir tiap hari. Konsumsi gorengan mencapai 0.82 kali/hari. Selain itu konsumsi
makanan yang cenderung menggunakan minyak pada pengolahannya juga disukai
dan paling sering dikonsumsi oleh subjek. Namun, konsumsi lemak yang kurang
pada subjek disebabkan karena konsumsi pangan pada saat penelitian sedikit karena
adanya kecenderungan pengurangan konsumsi pangan secara sengaja yang
dilakukan oleh subjek, sehingga berdampak pada tingkat kecukupan lemak dan
energi subjek. Sebaran subjek berdasarkan tingkat kecukapan lemak ditampilkan
pada Tabel 13.
Tabel 13 Sebaran subjek berdasarkan TKL
Kategori
n
%
Kurang
66
91.67
Cukup
5
6.94
Lebih
1
1.39
Total
72
100.00
Rata-rata±SD
45.54±14.28 g
Khomsan dan Faisal (2008), konsumsi lemak dan minyak dapat
meningkatkan asupan energi, namun konsumsi lemak secara berlebihan dapat
menimbulkan damp