Gaya Hidup, Pola Konsumsi Pangan, Status Gizi, dan Produktivitas Kerja Penderita Hipertensi dan Non-Hipertensi.

1

GAYA HIDUP, POLA KONSUMSI PANGAN, STATUS GIZI,
DAN PRODUKTIVITAS KERJA PENDERITA HIPERTENSI
DAN NON-HIPERTENSI

AFWIN FIRDAUS

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

2

3

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Gaya Hidup, Pola

Konsumsi, Status Gizi, dan Produktivitas Kerja Penderita Hipertensi dan NonHipertensi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2014
Afwin Firdaus
NIM I14100114

4

5

ABSTRAK
AFWIN FIRDAUS. Gaya Hidup, Pola Konsumsi Pangan, Status Gizi, dan
Produktivitas Kerja Penderita Hipertensi dan Non-Hipertensi. Dibimbing oleh SRI
ANNA MARLIYATI dan KARINA RAHMADIA EKAWIDYANI.

Penelitian ini bertujuan mempelajari gaya hidup, pola konsumsi pangan,
status gizi (IMT), dan produktivitas kerja (faktor utilitas kerja) penderita
hipertensi dan non-hipertensi anggota Polresta Bogor berusia diatas 31 tahun.
Desain penelitian yang digunakan adalah case control study dengan jumlah subjek
70 orang yang terdiri dari 35 subjek hipertensi dan 35 subjek non-hipertensi.
Tempat dan subjek penelitian dipilih secara purposive. Uji beda Mann Whitney
menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan (p0.05). Uji
korelasi Pearson tidak menunjukkan adanya hubungan antara tingkat kecukupan
gizi dengan status gizi (IMT) subjek dan hubungan antara status gizi (IMT)
dengan produktivitas kerja (faktor utilitas kerja) subjek (p>0.05).
Kata kunci: gaya hidup, hipertensi, pola konsumsi pangan, produktivitas kerja,
status gizi
ABSTRACT
AFWIN FIRDAUS. Lifestyle, Food Consumption, Nutritional Status, and Labor
Productivity of Patients with Hypertension and Non-Hypertension. Supervised by
SRI ANNA MARLIYATI and KARINA RAHMADIA EKAWIDYANI.
This research was aimed to study the lifestyles, food consumption patterns,
nutritional status (IMT), and work productivity (work utility factor) in
hypertension and non-hypertension subjects of Bogor Police members above 31
years. The study design was case control study with 70 subjects consisting of 35

hypertension subjects and 35 non-hypertension subjects. Place and subjects were
selected purposively. Mann Whitney test showed significant difference (p0.05). Pearson correlation test results
showed no correlation between level of nutritional adequacy with nutritional
status (IMT) of subject and no correlation between nutritional status (IMT) of
subject with work productivity (work utility factor) (P>0.05).
Key words: food consumption patterns, hypertension, lifestyle, nutritional status,
work productivity

6

7

GAYA HIDUP, POLA KONSUMSI PANGAN, STATUS GIZI,
DAN PRODUKTIVITAS KERJA PENDERITA HIPERTENSI
DAN NON-HIPERTENSI

AFWIN FIRDAUS

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Gizi
dari Program Studi Ilmu Gizi pada
Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

8

9

10

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan dengan baik.
Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 ini

adalah Gaya Hidup, dengan judul “Gaya Hidup, Pola Konsumsi Pangan, Status
Gizi, dan Produktivitas Kerja Penderita Hipertensi dan Non-Hipertensi”.
Penelitian ini dimaksudkan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Gizi dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat.
Terima kasih penulis ucapkan kepada:
1. Dr Ir Sri Anna Marliyati, MS selaku dosen pembimbing skripsi 1 dan dr
Karina Rahmadia Ekawidyani, MSc selaku dosen pembimbing skripsi 2
atas waktu, bimbingan, dan masukannya dalam penyusunan karya ilmiah
ini.
2. Leily Amalia Furkon, S.TP, M.Si selaku dosen pemandu seminar dan
penguji yang telah memberikan koreksi dan masukannya demi perbaikan
karya ilmiah ini.
3. Terima kasih kepada keluarga tercinta: H. Ahmad Amin, S.Ag (Ayah), Hj.
Husniyah. S.Pdi, M.Pd (Ibu), Alfian Anhar, S.Si (Abang) beserta Istri
(Novi Aisyah S.S), dan seluruh keluarga atas segala doa, dukungan,
motivasi, dan kasih sayangnya selama penyusunan sehingga penulis dapat
menyelesaikan karya ilmiah ini.
4. Terima kasih kepada teman-teman pembahas seminar: Rizki Amalia Thoif,
Richardson Sijabat, Marlita Jayanti, dan Yazid Ramadhani yang telah
memberikan saran selama seminar.

5. Terima kasih untuk Taufik Hidayat, Farida Hanum, Widya Nurfauziah,
Rahman Ali, I Kadek Hendra Dinata, Desy Dwi Aprilia, Ahmad Fauzi,
Lilis Heriyati, dan Ramdhani Budiman yang telah membantu selama
penelitian.
6. Terima kasih untuk Kapolres Bogor Kota AKBP Bahtiar Ujang Purnama,
S.Ik, M.Si; Kasubbag Pers Bag Sumda AKP Rochpadmi Ariani, SH;
Kaurmintu Sat Reskrim Bogor Kota Aiptu M. Catur Kurniawan; Anggota
Sat Reskrim Aiptu Osep Kadarsah; Paurkes Aipda Darna; dan seluruh
anggota kepolisian Polresta Bogor Kota atas perizinan dan segala
bantuannya selama penelitian ini.
7. Terima kasih untuk Someone who belong with me atas semangat, motivasi,
dan dorongannya selama penyusunan karya ilmiah ini.
8. Terima kasih untuk teman-teman Gizi Masyarakat 47 atas segala bantuan,
dukungan, doa dan kasih sayangnya kepada penulis selama penyusunan
karya ilmiah ini.
Penulis memohon maaf atas segala kekurangan ataupun kekhilafan yang
penulis lakukan dalam karya ilmiah ini. Semoga ide yang disampaikan dapat
tersampaikan dengan baik dan memberikan manfaat bagi pihak yang
membutuhkan.
Bogor, Juli 2014

Afwin Firdaus

11

iii

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN


1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitan

3

Hipotesis Penelitian

4

Manfaat Penelitian

4

KERANGKA PEMIKIRAN


5

METODE

7

Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian

7

Jumlah dan Cara Pengambilan Subjek

7

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

8

Pengolahan dan Analisis Data


10

HASIL DAN PEMBAHASAN

15

Gambaran Umum Polres Resor Kota Bogor

15

Karakteristik Subjek

16

Gaya Hidup

20

Pola Konsumsi Pangan


26

Tingkat Kecukupan Gizi

30

Tekanan Darah

34

Riwayat Hipertensi Pada Orangtua

34

Status Gizi (IMT)

36

Produktivitas Kerja (Faktor Utilitas Kerja)

37

Hubungan Antara Gaya Hidup (Aktivitas Fisik), Asupan Natrium,
dan Produktivitas Kerja (Faktor Utilitas Kerja) dengan Tekanan Darah

38

Hubungan Antara Gaya Hidup, Pola Konsumsi Pangan, Tingkat
Kecukupan Gizi, Tekanan Darah, dan Produktivitas Kerja (Faktor Utilitas
Kerja) dengan Status Gizi (IMT)
39
SIMPULAN DAN SARAN

46

DAFTAR PUSTAKA

48

LAMPIRAN

58

iv

DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data
8
Angka Kecukupan Gizi Pria
12
Cara Pengkatagorian Variabel Penelitian
13
Perbandingan Karakteristik Subjek Hipertensi dan Non-Hipertensi
16
Sebaran Subjek Berdasarkan Usia dan pendidikan
17
Sebaran Subjek Berdasarkan Besar keluarga dan Pendapatan per
Keluarga per Bulan
18
7. Sebaran Subjek Berdasarkan Pengetahuan Gizi
19
8. Perbandingan Gaya Hidup Subjek Hipertensi dan Non-Hipertensi
20
9. Sebaran Subjek Berdasarkan Kebiasaan Merokok
21
10. Sebaran Subjek Berdasarkan Kebiasaan Konsumsi Alkohol
22
11. Sebaran Subjek Berdasarkan Kebiasaan Konsumsi Kopi
24
12. Sebaran Subjek Berdasarkan Aktivitas Fisik
25
13. Perbandingan Pola Konsumsi Pangan dan Tingkat Kecukupan Gizi
Subjek Hipertensi dan Non-Hipertensi
27
14. Sebaran Subjek Berdasarkan Pola Konsumsi Pangan
30
15. Sebaran Subjek Berdasarkan Tingkat Kecukupan Energi dan Protein 31
16. Sebaran Subjek Berdasarkan Tingkat Kecukupan Lemak
32
17. Sebaran Subjek Berdasarkan Asupan Natrium
33
18. Sebaran Subjek Berdasarkan Tekanan Darah
34
19. Sebaran Subjek Berdasarkan Riwayat Hipertensi Pada Orangtua
35
20. Sebaran Subjek Berdasarkan Status Gizi (IMT)
36
21. Sebaran Subjek Berdasarkan Produktivitas Kerja (Faktor Utilitas Kerja)37

DAFTAR GAMBAR
1. Kerangka Gaya Hidup, Pola Konsumsi Pangan, Status Gizi (IMT), dan
Produktivitas Kerja (Faktor Utilitas Kerja) Penderita Hipertensi dan
Non-Hipertensi
6

DAFTAR LAMPIRAN
1. Hasil Korelasi Tingkat Kecukupan Gizi dengan Status Gizi (IMT)
2. Hasil Korelasi Status Gizi (IMT) dengan Produktivitas Kerja
(Faktor Utilitas Kerja)
3. Hasil Korelasi Gaya Hidup (Aktivitas Fisik) dengan Status Gizi (IMT)
4. Hasil korelasi Aktivitas Fisik, Asupan Natrium, dan Produktivitas
Kerja (Faktor Utilitas Kerja) dengan Tekanan Darah
5. Hasil Korelasi Pola Konsumsi Pangan dan Gaya Hidup dengan
Status Gizi (IMT)
6. Hasil Korelasi Tekanan Darah dengan Status Gizi (IMT)

58
59
58
60
61
63

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dewasa ini telah terjadi pergeseran pola penyakit dari penyakit-penyakit
menular ke arah penyakit-penyakit yang tidak menular (degeneratif) seperti
penyakit jantung, hipertensi, diabetes mellitus, dan penyakit-penyakit degeneratif
lainnya (Effendy 1998). Sejumlah 75% kematian karena penyakit tidak menular
terjadi di negara yang sedang berkembang seperti negara-negara di Asia Tenggara.
Beberapa penelitian telah secara jelas menunjukkan bahwa penyakit degeneratif
bersumber dari gaya hidup yang tidak sehat antara lain seperti, mengonsumsi
makanan yang tidak sehat dalam jangka waktu yang lama, merokok, kurang
aktivitas fisik, konsumsi alkohol yang berlebihan dan stress emosional yang
berkaitan dengan pola hidup (Anies 2006).
Berdasarkan profil World Health Organization (WHO) mengenai penyakit
tidak menular di Asia Tenggara, sebagaian besar kelompok dengan prevalensi
penyakit degeneratif tertinggi yaitu pada populasi dewasa akhir dan berusia lanjut
(Anies 2006). Hipertensi adalah penyakit yang semakin banyak dijumpai di
Indonesia terutama di kota besar. Studi epidemiologi menunjukkan bahwa di
Indonesia, angka kejadian hipertensi cukup tinggi. Hasil penelitian MONICA
melaporkan bahwa angka kejadian hipertensi di Indonesia berkisar 2-18% di
berbagai daerah, diperkirakan saat ini kira-kira terdapat 20 juta orang penderita
hipertensi dan berpotensi akan terus terjadi peningkatan terutama sebagai akibat
dari gaya hidup dan konsumsi makanan yang tidak terkontrol (Kabo 2008).
Kementerian Kesehatan RI (2011) menyebutkan bahwa salah satu penyebab
penyakit hipertensi saat ini merupakan akibat dari bergesernya gaya hidup dan
pola konsumsi makanan beragam, bergizi, dan berimbang menjadi pola konsumsi
makanan cepat saji yang tinggi kadar lemak jenuh, energi, garam dan gula serta
rendah serat makanan.
Hipertensi atau penyakit darah tinggi merupakan tekanan darah ≥ 140
mmHg sistolik atau ≥ 90 mmHg diastolik. Hipertensi berkembang secara perlahan,
akan tetapi secara potensial sangat membahayakan. Penyakit hipertensi akan lebih
cepat berkembang jika diikuti oleh faktor-faktor risiko lain, seperti merokok,
konsumsi kopi dan alkohol berlebih (Corwin 1996). Penyakit hipertensi
berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi dua, yaitu hipertensi primer (tidak
diketahui penyebabnya), dan hipertensi sekunder (diketahui penyebabnya).
Sebanyak 95% penderita hipertensi tergolong primer (Kabo 2008). Penyebab
hipertensi primer bersifat multifaktorial yang timbul terutama karena interaksi
antara faktor-faktor risiko tertentu dan diperkirakan sebagai akibat dari obesitas,
aktivitas saraf simpatis yang berlebihan, diet dan asupan garam yang tinggi, stress,
ras, merokok dan genetis (Sudoyo et al. 2006). Hipertensi sekunder adalah
hipertensi yang penyebabnya diketahui misalnya sebagai komplikasi dari penyakit
ginjal, tumor kelenjar suprarenalis, kelainan hormonal atau kelainan pembuluh
darah (Kabo 2008).
Gejala yang sering ditemukan pada hipertensi primer adalah sakit kepala,
mimisan, pusing, sakit di belakang kepala yang disertai rasa berat di tengkuk,
jantung berdebar, sering buang air kecil dan telinga berdengung. Gejala lainnya

2

yaitu sesak napas, suka tidur, mata berkunang, mudah marah dan mudah lelah.
Gejala pada hipertensi sekunder seperti kelainan ginjal, sumbatan pada arteri
ginjal, penyempitan pembuluh darah besar dan gejala-gejala lain akibat kelebihan
hormon kortisol (Marliani dan Tantan 2007).
Orang Indonesia memiliki kebiasaan mengonsumsi makanan yang banyak
mengandung garam dan penyedap rasa (MSG). Konsumsi garam berlebih
dipandang sebagai faktor risiko tinggi bagi penderita hipertensi. Upaya
pencegahan penyakit hipertensi dapat dilakukan dengan mengurangi konsumsi
garam yang berlebih, maksimal 2 gram garam dapur untuk diet setiap harinya
(Anies 2006). Ion natrium (garam) dapat mengakibatkan retensi air sehingga
volume darah bertambah dan menyebabkan resistensi perifer pembuluh darah
meningkat serta dapat juga memperkuat efek vasokontriksi noradrenalin. Secara
statistik ternyata jumlah penderita hipertensi lebih tinggi pada kelompok
penduduk yang mengonsumsi terlalu banyak garam daripada penduduk yang
mengonsumsi hanya sedikit garam. Setiap hari umumnya per individu
mengonsumsi lebih dari 10 gram garam dan lebih dari separuhnya terdapat dalam
berbagai makanan (ikan asin, sayuran, daging, snack, dan lain-lain). Pengurangan
setiap gram garam sehari dapat berefek penurunan tensi 1 mmHg. Maka untuk
mencapai penurunan tekanan darah yang nyata, konsumsi garam harus dibatasi
sampai < 6 gram sehari (Tjay dan Kirana 2007).
Penggunaan MSG dan garam tentu memiliki hubungan yang erat dengan
makanan cepat saji. Makanan cepat saji (Fast Food) merupakan salah satu
penyebab indeks massa tubuh (IMT) berlebih atau biasa disebut dengan istilah
obesitas. Sekitar 60% penderita hipertensi berstatus obesitas (Vitahealth 2004).
Kelebihan berat tubuh sebesar 20% dapat meningkatkan risiko hipertensi 8 kali
lipat, dan peningkatan 15% berat tubuh, mampu memicu peningkatan tekanan
darah sistolik sebesar 18% (My Healthy Life 2010).
Gaya hidup yang tidak sehat serta tuntutan kerja keras dalam situasi yang
penuh dengan tekanan dan stress berisiko meningkatkan kejadian penyakit
degeneratif, salah satunya yaitu penyakit hipertensi (Vitahealth 2004). Hal ini
tentu dapat mempengaruhi produktivitas kerja individu, sehingga diperlukan
pemantauan kesehatan oleh setiap individu secara berkesinambungan agar
kesehatan tetap terjaga (Ide 2007). Jika gaya hidup yang tidak sehat ini terus
dilakukan, maka tidak hanya risiko penyakit hipertensi yang akan meningkat
tetapi juga dapat menyebabkan berbagai masalah pada tubuh seperti terjadi
gangguan penerimaan zat-zat gizi dan oksigen yang dialirkan oleh darah.
Terhambatnya pasokan oksigen dan zat-zat gizi ke otak sebagai akibat dari
hipertensi, menyebabkan kurangnya atau terhentinya pasokan oksigen sehingga
mengakibatkan cedera otak dan fungsi gerak tubuh menjadi terganggu. Hal ini
secara tidak langsung akan mempengaruhi kemampuan, intensitas kerja atau
produktivitas kerja individu (Waluyo 2009).
Faktor-faktor risiko penyakit hipertensi umumnya dapat dicegah dengan
gaya hidup yang baik. Hal yang terpenting adalah menghindari konsumsi
tembakau, pola makan yang tidak sehat, dan meningkatkan aktivitas fisik (Anies
2006), sehingga indeks massa tubuh (IMT) tidak berlebih, risiko penyakit
hipertensi dapat diturunkan, dan produktivitas kerja dapat meningkat seiring
dengan meningkatnya derajat kesehatan dan gizi serta kemampuan fisik yang
prima (Efendi dan Makhfudli 2009). Penyakit hipertensi umumnya lebih banyak

3

terjadi pada pria dibandingkan wanita, dan semakin meningkat dengan
bertambahnya usia (Tambayong 2000). Hal ini sesuai dengan Black dan Hawks
(2005) yang menyatakan bahwa seseorang rentan mengalami hipertensi yaitu pada
usia 30-50 tahun, dimana hipertensi yang biasa dialami adalah hipertensi primer.
Menurut Sumaryono (2012), Kepolisian merupakan profesi dengan tugas yang
sangat penting, polisi bertugas memelihara keselamatan masyarakat, memberikan
perlindungan dan pertolongan, serta mengusahakan ketaatan warga masyarakat
terhadap peraturan-peraturan yang berlaku, sehingga produktivitas kerjanya
sangat dibutuhkan. Menurut Dalimartha et al. (2008), umumnya hipertensi
menyerang pria pada usia di atas 31 tahun. Berdasarkan uraian di atas maka perlu
dilakukan penelitian untuk mengetahui lebih lanjut terkait gaya hidup, pola
konsumsi pangan, status gizi, dan produktivitas kerja anggota kepolisian penderita
hipertensi dan non-hipertensi di Kantor Polres Resor Kota (Polresta) Bogor.

Tujuan Penelitian
Tujuan umum
Secara umum, tujuan penelitian ini adalah mempelajari gaya hidup, pola
konsumsi pangan, status gizi, dan produktivitas kerja penderita hipertensi dan
non-hipertensi anggota kepolisian Polresta Bogor.
Tujuan khusus
Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah:
1. Mengidentifikasi karakteristik subjek, meliputi: usia, pendapatan, pendidikan,
pengetahuan gizi, dan besar keluarga.
2. Mengidentifikasi gaya hidup subjek, meliputi: kebiasaan merokok, kebiasaan
konsumsi kopi, kebiasaan konsumsi alkohol, dan kebiasaan aktivitas fisik.
3. Mengidentifikasi pola konsumsi pangan subjek, meliputi: frekuensi konsumsi
pangan dan tingkat kecukupan energi, protein, lemak, dan asupan natrium.
4. Mengidentifikasi riwayat hipertensi pada orangtua, tekanan darah, status gizi
(IMT), dan produktivitas kerja (Faktor Utilitas Kerja) subjek.
5. Membandingkan karakteristik, gaya hidup, pola konsumsi pangan, riwayat
hipertensi pada orangtua, status gizi (IMT), dan produktivitas kerja (Faktor
Utilitas Kerja) subjek hipertensi dan non-hipertensi.
6. Menganalisis hubungan gaya hidup (aktivitas fisik), asupan natrium, dan
produktivitas kerja (Faktor Utilitas Kerja) dengan tekanan darah subjek.
7. Menganalisis hubungan gaya hidup, pola konsumsi pangan, dan tekanan darah
dengan status gizi (IMT) subjek.
8. Menganalisis hubungan status gizi (IMT) dengan produktivitas kerja (Faktor
Utilitas Kerja) subjek.

4

Hipotesis Penelitian
H0: 1. Tidak terdapat perbedaan gaya hidup, pola konsumsi pangan, status gizi
(IMT), dan produktivitas kerja (Faktor Utilitas Kerja) yang signifikan
antara penderita hipertensi dan non-hipertensi
2. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara gaya hidup (aktivitas
fisik), asupan natrium, dan produktivitas kerja (Faktor Utilitas Kerja)
dengan tekanan darah penderita hipertensi dan non-hipertensi
3. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara gaya hidup, pola
konsumsi pangan, dan tekanan darah dengan status gizi (IMT) penderita
hipertensi dan non-hipertensi
4. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi (IMT) dengan
produktivitas kerja (Faktor Utilitas Kerja) penderita hipertensi dan nonhipertensi
H1: 1. Terdapat perbedaan gaya hidup, pola konsumsi pangan, status gizi (IMT),
dan produktivitas kerja (Faktor Utilitas Kerja) yang signifikan antara
penderita hipertensi dan non-hipertensi
2. Terdapat hubungan yang signifikan antara gaya hidup (aktivitas fisik),
asupan natrium, dan produktivitas kerja (Faktor Utilitas Kerja) dengan
tekanan darah penderita hipertensi dan non-hipertensi
3. Terdapat hubungan yang signifikan antara gaya hidup, pola konsumsi
pangan, dan tekanan darah dengan status gizi (IMT) penderita hipertensi
dan non-hipertensi
4. Terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi (IMT) dengan
produktivitas kerja (Faktor Utilitas Kerja) penderita hipertensi dan nonhipertensi

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang gaya hidup
yang baik dan sehat kepada Satuan Polres Resor Kota (Polresta) Bogor.
Memberikan informasi tentang pola konsumsi pangan yang tepat dan baik untuk
penderita hipertensi maupun non-hipertensi. Harapan dari pemberian informasi ini
yaitu dapat membantu anggota kepolisian Polresta Bogor untuk mencapai dan
mempertahankan derajat kesehatan dan status gizi yang ideal sebagai upaya
peningkatan produktivitas kerja.
Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi informasi bagi masyarakat
sebagai suatu pertimbangan dalam upaya menjaga kesehatan terutama bagi
penderita hipertensi, yaitu dapat memilih gaya hidup dan pola konsumsi yang
tepat dan sehat sebagai upaya pengendalian penyakit hipertensi. Selain itu, bagi
masyarakat non-hipertensi dapat dijadikan sebagai pengetahuan untuk mengatur
gaya hidup yang sehat dan pola makan yang terkontrol sebagai upaya pencegahan
terhadap resiko penyakit hipertensi.

5

KERANGKA PEMIKIRAN
Gaya hidup yang tidak baik dan tepat dapat mengakibatkan masalah gizi
kurang dan gizi lebih atau biasa disebut dengan istilah masalah gizi ganda.
Masalah Gizi lebih (obesitas) merupakan status gizi yang rawan terhadap penyakit
karena dapat memicu timbulnya penyakit degeneratif seperti hipertensi. Penyakit
hipertensi berisiko menurunkan kesehatan dan produktivitas kerja penderitanya.
Status gizi dipengaruhi oleh karakteristik subjek (usia, pendapatan, pendidikan,
pengetahuan gizi, dan besar keluarga), gaya hidup (kebiasaan merokok, kebiasaan
konsumsi alkohol, kebiasaan konsumsi kopi, dan aktivitas fisik), dan riwayat
keluarga.
Pemilihan bahan pangan dan konsumsi pangan yang tepat, bergizi, beragam,
dan berimbang serta tidak menimbulkan risiko penyakit tentu tidak terlepas dari
tingkat pengetahuan seseorang, sehingga pengetahuan terkait gizi dan kesehatan
sangat diperlukan oleh setiap individu (Uliyah dan Hidayat 2008). Selain itu
dengan terjadinya kenaikan dan penurunan pendapatan cenderung dapat
mengubah gaya hidup (life style) seeorang maupun kelompok. Karakteristik, gaya
hidup, dan pola konsumsi pangan dapat berpengaruh terhadap status gizi dan
kesehatan seseorang yang secara otomatis akan berdampak pada produktivitas
kerja yang dilakukan (Gibney et al. 2008).
Pola konsumsi (frekuensi makan sehari dan asupan energi, protein, lemak,
dan natrium) dapat mempengaruhi tingkat kecukupan gizi seseorang yang secara
langsung berpengaruh terhadap status gizi dan kesehatan. Status gizi ditentukan
oleh zat gizi yang dikonsumsi sehari-hari. Konsumsi makanan berlemak dan
manis merupakan beberapa faktor yang mengakibatkan terjadinya kegemukan
atau obesitas yang dapat meningkatkan risiko penyakit hipertensi. Hal ini
disebabkan karena semakin besar massa tubuh mengakibatkan tekanan darah lebih
besar pada dinding arteri untuk memompa darah ke seluruh jaringan tubuh
(Khomsan 2003). Kelebihan berat badan juga dapat meningkatkan frekuensi
denyut jantung dan kadar insulin dalam darah. Peningkatan insulin ini menjadikan
tubuh menahan natrium dan air sehingga risiko hipertensi semakin besar (Hull
1996). Keadaan ini dapat juga terjadi sebaliknya, konsumsi zat gizi yang kurang
atau tidak memenuhi kebutuhan individu akan menjadikan gizi kurang, kurang
stamina, dan juga mengakibatkan timbulnya penyakit (Dewi 2010). Hal ini tentu
akan berpengaruh terhadap produktivitas kerja seseorang yang dapat menjadi
faktor penghambat efektivitas dan keberhasilan suatu pekerjaan. Secara
keseluruhan, hubungan antar variabel dapat dilihat pada Gambar 1.

6

Karakteristik Subjek
 Usia
 Pendidikan
 Pengetahuan Gizi
 Pendapatan
 Besar keluarga






Gaya Hidup
Kebiasaan merokok
Kebiasaan konsumsi
alkohol
Kebiasaan konsumsi
kopi
Aktivitas fisik




Pola Konsumsi
Frekuensi makan sehari
Asupan energi, protein,
lemak, dan natrium

Tingkat Kecukupan Energi, Protein,
Lemak, dan Asupan Natrium

Riwayat Hipertensi
Orangtua

Tekanan darah

Status Gizi
 Indeks Massa Tubuh (IMT)

Produktivitas Kerja
 Faktor Utilitas Kerja
Gambar 1 Kerangka penelitian gaya hidup, pola konsumsi pangan, status gizi
(IMT), dan produktivitas kerja (faktor utilitas kerja) penderita hipertensi dan nonhipertensi
Keterangan:
Hubungan yang diteliti
Hubungan yang tidak diteliti
Variabel yang diteliti

7

METODE
Desain, Tempat, dan Waktu
Penelitian gaya hidup, pola konsumsi pangan, status gizi, dan produktivitas
kerja penderita hipertensi dan non-hipertensi merupakan penelitian observational
dengan menggunakan desain case control study. Penelitian dilakukan di Polres
Resor Kota (Polresta) Bogor. Lokasi penelitian ini dipilih secara purposive
dengan pertimbangan kemudahan akses. Penelitian dilaksanakan selama bulan
Maret-Juni 2014.

Jumlah dan Cara Pengambilan Subjek
Populasi adalah seluruh anggota kepolisian Polresta Bogor, subjek
penelitian yaitu pria dewasa usia 31 tahun ke atas. Pemilihan subjek didasarkan
pada data primer dengan memberikan kuesioner kepada subjek yang telah
memenuhi kriteria inklusi. Kriteria inklusi yang digunakan 1) Subjek kasus: pria
dewasa berusia di atas 31 tahun yang terdeteksi menderita hipertensi dan bersedia
untuk menjadi subjek penelitian 2) Subjek kontrol: pria dewasa berusia di atas 31
tahun yang tidak terdeteksi menderita hipertensi dan bersedia untuk menjadi
subjek penelitian . Subjek dipilih secara purposive berdasarkan screening tekanan
darah, selanjutnya subjek diklasifikasikan sebagai penderita hipertensi dan nonhipertensi sesuai data hasil pengukuran.
Data kesehatan subjek didapatkan melalui data sekunder yaitu pencatatan
langsung oleh Urusan Kesehatan (URKES) kantor Polresta Bogor untuk
mengetahui anggota-anggota yang terdeteksi menderita hipertensi. Berdasarkan
hasil penelitian Julaeha (2013), prevalensi hipertensi anggota reserse kepolisian
sebesar 11.3% dan prevalensi yang memiliki tekanan darah normal (non
hipertensi) sebesar 45.2%. Jumlah minimal subjek dalam penelitian ini diperoleh
dengan menggunakan rumus case control study (Lemeshow, David 1997):

n=



n=
Keterangan:
n
= Jumlah subjek minimal kelompok hipertensi dan kontrol
= Nilai pada distribusi normal standar yang sama dengan tingkat

kemaknaan α (untuk α = 0.05 adalah 1.96)
= Nilai pada distribusi normal standar yang sama dengan kuasa
(power) sebesar diinginkan (untuk β = 0.10 adalah 1.28)
p0
= Proporsi paparan pada kelompok kontrol (tekanan darah normal) =
0.452
p1
= Proporsi paparan pada kelompok kasus (hipertensi) = 0.113
q0
= 1- p0 dan q1 = 1- p1

8

Berdasarkan perhitungan rumus di atas, maka jumlah subjek minimum yang
memenuhi kriteria inklusi adalah 32 subjek ditambah dengan 10% untuk
mengantisipasi kemungkinan subjek drop out, sehingga didapatkan n=35.
Berdasarkan prevalensi dan perbandingan 1:1 antara kelompok hipertensi dan
non-hipertensi, maka diperoleh sebanyak 35 subjek kelompok hipertensi dan 35
subjek kelompok non-hipertensi sehingga didapatkan jumlah subjek keseluruhan
adalah 70 orang.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer didapatkan melalui metode wawancara menggunakan
kuesioner dan recall. Beberapa pertanyaan pada kuesioner yang digunakan
merupakan modifikasi dari tesis Suparto (2010), skripsi Hasibuan (2011), jurnal
Martiani dan Rosa (2012), Suhardi (2011). Data-data primer yang dikumpulkan
meliputi: karakteristik subjek (usia, pendidikan, pengetahuan gizi, pendapatan,
dan besar keluarga), gaya hidup subjek (kebiasaan merokok, kebiasaan konsumsi
alkohol, kebiasaan konsumsi kopi, dan aktivitas fisik), dan pola konsumsi makan.
Data primer tekanan darah subjek didapatkan melalui wawancara, screening dan
pengukuran tekanan darah secara langsung. Pengukuran tekanan darah subjek
dilakukan sebanyak dua kali pada anggota Urusan Kesehatan Polresta Bogor.
Menurut Dalimartha et al. (2008), untuk memastikan tekanan darah seseorang
sebaiknya dilakukan pengukuran ataupun pengecekan tekanan darah sebanyak dua
atau tiga kali pemeriksaan. Pengukuran tekanan dilakukan sesaat setelah subjek
melaksanakan apel bersama, setelah istirahat 5-10 menit dilakukan pengukuran
tekanan darah dan diketahui subjek sebelumnya tidak mengonsumsi rokok
maupun kopi. Menurut Djauzi (2009), pengukuran tekanan darah sebaiknya
dilakukan setelah subjek cukup beristirahat (paling sedikit 5 menit), jika subjek
merokok atau minum kopi maka pengukuran tekanan darah dilakukan paling
sedikit 30 menit setelah merokok atau minum kopi. Data status gizi subjek
ditentukan berdasarkan indeks massa tubuh (IMT) hasil pengukuran secara
langsung dan perhitungan berat badan (BB) serta tinggi badan (TB) subjek,
sedangkan data produktivitas kerja didapatkan melalui wawancara menggunakan
kuesioner kepada setiap subjek. Data sekunder didapatkan dari Urusan Kesehatan
(URKES) kantor Polresta Bogor yaitu berupa catatan kesehatan terakhir anggota
kepolisian. Jenis dan cara pengumpulan data dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Jenis dan Cara Pengumpulan Data
No.
1.

2.

Variabel Data
Karakteristik Subjek
- Usia
- Pendidikan
- Pengetahuan Gizi
- Pendapatan
- Besar Keluarga
Kebiasaan Merokok
- Jumlah konsumsi rokok yang
dihisap subjek

Jenis Data
Primer

Cara Pengumpulan Data
Wawancara menggunakan
kuesioner

Primer

Wawancara menggunakan
kuesioner

9

Tabel 1 Jenis dan Cara Pengumpulan Data (lanjutan)
No.
3.

4.
5.

6.

7.

Variabel Data
Kebiasaan Konsumsi Alkohol
- Jumlah konsumsi alkohol
- Frekuensi konsumsi alkohol
Kebiasaan Konsumsi Kopi
- Jumlah konsumsi kopi
Aktivitas Fisik
- Jenis dan durasi aktivitas fisik
subjek
Pola Konsumsi
- Food Recall
- Frekuensi makan subjek

Tekanan Darah

Jenis Data
Primer

Cara Pengumpulan Data
Wawancara menggunakan
kuesioner

Primer

Wawancara menggunakan
kuesioner
Kuesioner recall activity
2x24 jam

Primer

Primer

Primer

Sekunder
8.

Riwayat hipertensi pada orangtua

Primer

9.

Status Gizi
- Berat Badan (BB)
- Tinggi Badan (TB)
- IMT (kg/m2)

Primer

10.

Produktivitas Kerja
- Durasi kerja (waktu efektif
kerja dan waktu tidak efektif
kerja sehari)
- Waktu kerja kontribusi sehari
- Jabatan pekerjaan
- Jenis pekerjaan

Primer

Kuesioner recall 2x24
jam dan wawancara
menggunakan kuesioner
kebiasaan konsumsi
pangan
Pengukuran tekanan darah
secara langsung
menggunakan
sphygmomanometer
digital dan wawancara
Catatan kesehatan terakhir
anggota Polresta Bogor
Wawancara menggunakan
kuesioner
Pengukuran langsung BB
menggunakan timbangan
injak digital dan
Pengukuran langsung TB
menggunakan staturmeter
Wawancara menggunakan
kuesioner

Pengolahan dan Analisis Data
Data-data primer dan sekunder yang telah dikumpulkan selanjutnya diolah
dan dianalisis dengan menggunakan program komputer Microsoft Excel 2010,
Statistical Program for Social Science (SPSS) version 16.0 for windows.
Data usia dan pendidikan terkahir didapatkan melalui wawancara subjek,
klasifikasi data usia subjek dibagi menjadi 2 yaitu usia ≤ 45 tahun dan usia > 45
tahun (Widjaja et al. 2013). Data pendidikan terakhir subjek diklasifikasikan
menjadi dua yaitu SMA/Sederajat dan Perguruan Tinggi (Dahlianti et al. 2005).
Data pengetahuan gizi subjek didapatkan dengan memberikan 10 pertanyaan
pilihan ganda seputar gaya hidup dan gizi dengan total nilai 100. Pengetahuan gizi
subjek dikategorikan rendah jika kurang dari 60% jawaban benar, sedang jika

10

antara 60-80% jawaban benar, dan tinggi jika lebih dari 80% jawaban benar
(Khomsan 2000).
Data besar keluarga dan pendapatan subjek didapatkan melalui metode
wawancara, besar keluarga dikategorikan menjadi keluarga kecil (≤ 4 orang),
keluarga sedang (5-6 orang), dan keluarga besar (≥ 7 orang) (BKKBN 1997). Data
pendapatan subjek per bulan berdasarkan Sekretariat Kabinet Republik Indonesia
dapat diklasifikasikan menjadi Rp. 1-2 juta, Rp. 2-3 juta, Rp. 3-4 juta, Rp. 4-≤ 5
juta, dan Rp. > 5 juta (Setkab RI 2013).
Data kebiasaan merokok didapatkan dari hasil jawaban wawancara subjek
dan melalui kuesioner meliputi jumlah rokok yang dihisap subjek per hari.
Menurut Cahyono (2012), pengkategorian tipe perokok menurut jumlah rokok
yang dihisap per hari yaitu kategori ringan jika ≤ 10 batang, sedang 11-20 batang,
dan berat ≥ 21 batang.
Data kebiasaan konsumsi alkohol didapatkan dari hasil jawaban wawancara
subjek dan melalui kuesioner. Menurut U.S. Department of Agriculture dan U.S.
Department of Health and Humas Services dalam Dietary Guidelines for
Americans (2010), pengkatagorian konsumsi alkohol untuk pria yaitu, konsumsi
alkohol kategori ringan kurang dari 2 gelas per hari, kategori sedang yaitu
mengonsumsi sampai 2 gelas per hari, dan kategori berat yaitu mengonsumsi lebih
dari gelas 4 gelas per hari atau lebih dari 14 gelas dalam seminggu. Menurut
Sobell dan Sobell (1995), frekuensi konsumsi alkohol per 30 hari dapat
diklasifikasikan menjadi frekuensi rendah jika mengonsumsi alkohol 1-2 kali,
sedang 3-4 kali, tinggi 5-8 kali, dan sangat tinggi lebih dari 8 kali.
Data kebiasaan konsumsi kopi didapatkan dari hasil jawaban wawancara
subjek dan melalui kuesioner. Menurut Schardt (2008), konsumsi kafein sesuai
kadarnya dapat diklasifikasikan menjadi kadar rendah jika konsumsi kafein
kurang dari 100 mg dalam secangkir kopi, kadar sedang 100-200 mg kafein dalam
secangkir kopi, dan kadar tinggi jika lebih atau sama dengan 300 mg kafein dalam
secangkir kopi. Diketahui dalam 180 ml kopi kemasan mengandung 100 mg
kafein, dalam ukuran rumah tangga umumnya satu gelas kopi (250 ml)
mengandung 138.9 mg kafein (Weinberg dan Bealer 2002). Menurut SNI (2006)
tentang kandungan kafein dalam kopi, kafein yang terkandung dalam produk
minuman di pasaran berkisar 50-150 mg per sajian atau kemasan. Sekitar 3
sendok kecil kopi (sdt) atau 1 sendok makan (sdm) dalam satuan penukar setara
dengan 69.45 mg kafein. Menurut Zhang et al. (2011), kategori konsumsi kopi per
hari berdasarkan jumlahnya yaitu kategori rendah mengkonsumsi kurang dari 1
cangkir kopi, kategori sedang mengonsumsi 1-2 cangkir kopi, kategori tinggi 3-5
cangkir kopi, dan kategori sangat tinggi yaitu lebih dari 5 cangkir kopi.
Data variabel aktivitas fisik didapatkan dari hasil jawaban wawancara
subjek dan recall activity 2x24 jam pada hari berbeda melalui kuesioner. Menurut
FAO/WHO/UNU (2001), variabel aktivitas fisik dinyatakan dalam PAL (Physical
Activity Level) dan dihitung menggunakan rumus PAL dengan pengkategorian
pada Tabel 5 berikut ini.

11

PAL
Keterangan:

=



PAL = Physical Activity Level (Tingkat aktivitas fisik)
PAR = Physical Activity Ratio (Jumlah energi yang dikeluarkan
untuk jenis aktivitas per satuan waktu tertentu)

Data variabel aktifitas fisik dapat dikategorikan berdasarkan hasil PAL
(Physical Activity Level). Aktivitas fisik dikategorikan rendah jika bernilai (1.40 ≤
PAL ≤ 1.69), sedang jika bernilai (1.70 ≤ PAL ≤ 1.99), dan berat jika bernilai
(2.00 ≤ PAL ≤ 2.39).
Data variabel pola konsumsi didapatkan dari hasil jawaban wawancara
subjek dengan mengumpulkan jawaban terkait frekuensi konsumsi pangan subjek
per hari, dan item pertanyaan (Ya/Tidak) terkait kebiasaan konsumsi
makanan/minuman manis, kebiasaan konsumsi jeroan, kebiasaan konsumsi
makanan asin dan awetan, dan kebiasaan konsumsi fast food (Moeliono et al.
2007).
Data variabel konsumsi pangan didapatkan dari hasil jawaban wawancara
subjek dan recall 2x24 jam melalui kuesioner pada hari libur dan hari kerja.
Kandungan zat gizi makanan yang dikonsumsi subjek dihitung berdasarkan Daftar
Komposisi Bahan Makanan (DKBM 2010) dengan menggunakan Microsoft Excel.
Rumus yang digunakan yaitu (Hardinsyah dan Briawan 1994):
Kgij = {(Bj/100) x (Gij x (BDDj/100)}
Keterangan:
Kgij = Kandungan zat gizi-i dalam bahan makanan-j
Bj
= Berat makanan-j yang dikonsumsi (g)
Gij
= Kandungan zat gizi-i dalam 100 gram BDD bahan makanan-j
BDDj = Bagian Bahan makanan-j yang dapat dimakan
Setelah diketahui kandungan-kandungan zat gizi dari pangan yang
dikonsumsi subjek, maka dapat diketahui Tingkat Kecukupan Gizi (TKG) pada
subjek tersebut, yaitu dengan membandingkan antara konsumsi zat gizi aktual
subjek dengan angka kecukupan gizi yang dianjurkan menurut AKG 2013. Rumus
untuk menghitung TKG sebagai berikut (Hardinsyah dan Briawan 1994):
TKG

=

x 100%

Tingkat kecukupan energi dan zat gizi subjek dinyatakan dalam persen.
Kemudian nilai persentase tersebut diklasifikasikan menjadi beberapa kategori.
Klasifikasi tingkat kecukupan energi dan protein dibagi menjadi lima kategori
menurut Hardinsyah et al (2002):
1. Defisit berat : 30% kecukupan energi
Asupan natrium menurut WHO (1990):
1. Cukup : ≤ 2400 mg
2. Lebih : > 2400 mg
Asupan natrium subjek dinyatakan dalam miligram (mg) dan dihitung
menggunakan NutriSurvey for Windows 2005.
Tabel 2 Angka kecukupan gizi pria
No.

Kelompok Umur

1
2

30-49
50-64

Berat Badan
(Kg)
62
62

Tinggi Badan
(Cm)
168
168

Energi
(Kal)
2625
2325

Protein
(g)
65
65

Sumber: AKG (2013)

Pada variabel BB dan TB, kategori pengukuran yang dilakukan yaitu secara
langsung dengan mengukur BB dan TB masing-masing subjek untuk mengetahui
status gizinya melalui perhitungan Indeks Massa Tubuh (IMT). Perhitungan IMT
yaitu berat badan (kg) dibagi dengan tinggi badan (m2), setelah itu hasil
perhitungan IMT dikategorikan menjadi status gizi yaitu Kurus jika IMT < 18.5,
Normal jika 18.5 ≤ IMT < 25.0, Overweight jika 25.0 ≤ IMT < 27.0, dan Obesitas
jika IMT ≥27.0 (Depkes 2008).
Data tekanan darah subjek didapatkan dari hasil screening dan pengukuran
tekanan darah langsung dengan menggunakan sphygmomanometer digital dan
data urusan kesehatan (URKES) kantor Polresta Bogor. Tekanan darah (TD)
subjek dapat dikategorikan menurut James et al. (2014) dalam The Eighth Report
of Joint national Committe (JNC-8), Normal jika tekanan darah sistolik (TDS)
80%)
Keluarga Kecil (≤ 4 orang)
Keluarga Sedang (5-6 orang)
Keluarga Besar (≥ 7 orang)
Rp. 1-2 juta
Rp. 2-3 juta
Rp. 3-4 juta
Rp. 4-≤ 5 juta
Rp. > 5 juta

1. Ringan (≤ 10 batang/hari)
2. Sedang (11-20 batang/hari)
3. Berat (≥ 21 batang/hari)
1. Ringan (< 2 gelas/hari)
2. Sedang (≥ 2 gelas/hari)
3. Berat (> 4 gelas/hari atau
> 14 gelas/minggu)
1. Rendah (1-2 kali/bulan)
2. Sedang (3-4 kali/bulan)
3. Tinggi (5-8 kali/bulan)
4. Sangat Tinggi (> 8 kali/bulan)
1.
2.
3.
4.

Rendah (< 1 gelas kopi/hari)
Sedang (1-2 gelas kopi/hari)
Tinggi (3-5 gelas kopi/hari)
Sangat Tinggi (> 5 gelas kopi/hari)

1. Rendah (1.40 ≤ PAL ≤ 1.69)
2. Sedang (1.70 ≤ PAL ≤ 1.99)
3. Tinggi (2.00 ≤ PAL ≤ 2.39)

14

Tabel 3 Cara pengkatagorian variabel penelitian (lanjutan)
No.
Variabel
Pola Konsumsi (Moeliono et al. 2007)
11
Frekuensi makan sehari

Kategori Pengukuran

1.
2.
12
Kebiasaan konsumsi makanan/minuman 1.
manis
2.
13
Kebiasaan konsumsi jeroan
3.
4.
14
Kebiasaan konsumsi makanan asin dan 1.
awetan
2.
15
Kebiasaan konsumsi fast food
1.
2.
Konsumsi Pangan Subjek
16
Tingkat kecukupan energi dan protein
1.
(Hardinsyah et al. 2002)
2.
3.
4.
5.
17
Tingkat kecukupan lemak
1.
(Hardinsyah dan Tambunan dalam
2.
WNPG VIII 2004)
18
Asupan Natrium
1.
(WHO 1990)
2.
19
Status Gizi Subjek (Depkes 2008)
1.
2.
3.
4.
20
Tekanan Darah (James et al. 2014)
1.

1-2 kali/hari
2-3 kali/hari
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Defisit Berat (< 70%)
Defisit Sedang (70-79%)
Defisit Ringan (80-89%)
Normal (90-119%)
Berlebih (≥ 120%)
Cukup (20-30% kecukupan energi)
Berlebih (> 30% kecukupan energi)
Cukup (≤ 2400 mg)
Berlebih (> 2400 mg)
Kurus (IMT < 18.5)
Normal (18.5 ≤ IMT < 25.0)
Overweight (25.0 ≤ IMT < 27.0)
Obesitas (IMT ≥ 27.0)

Hipertensi (TDS 140-159 mmHg atau
TDD 90-99 mmHg)
2. Non-Hipertensi (TDS < 140 mmHg
atau TDD < 90 mmHg)

21

Produktivitas Kerja (Oglesby et al. 1989)
1. Efektif (Faktor utilitas kerja > 50%)
2. Tidak Efektif (Faktor utilitas ≤ 50%)

Analisis data dilakukan dengan menggunakan program Statistical Program
for Social Science (SPSS) version 16.0 for windows. Tahap awal analisis yaitu
dengan melakukan uji normalitas menggunakan Kolmogorov-Smirnov test (K-S
test) untuk melihat distribusi data penelitian dan menentukan jenis analisis
berikutnya yang akan digunakan. Uji statistik yang dilakukan antara lain:
1. Analisis Deskriptif
a. Karakteristik subjek: Usia, pendidikan, pengetahuan gizi, besar
keluarga, dan pendapatan.
b. Gaya hidup subjek: kebiasaan konsumsi rokok per hari, kebiasaan
konsumsi alkohol (jumlah konsumsi alkohol gelas/hari dan frekuensi
konsumsi alkohol per bulan), kebiasaan konsumsi kopi (gelas/hari),
dan aktivitas fisik (PAL).

15

c. Pola konsumsi pangan subjek: Frekuensi makan sehari, kebiasaan
konsumsi makanan/minuman manis, kebiasaan konsumsi jeroan,
kebiasaan konsumsi makanan asin dan awetan, kebiasaan konsumsi
fast food, dan tingkat kecukupan energi, protein, lemak, dan asupan
natrium.
d. Tekanan darah dan riwayat hipertensi orangtua
e. Status gizi (IMT) subjek
f. Produktivitas kerja (faktor utilitas kerja) subjek
2. Uji beda menggunakan Uji Mann Whitney digunakan untuk menguji
perbedaan variabel karakteristik, gaya hidup, pola konsumsi, tekanan
darah, status gizi (IMT), dan produktivitas kerja (faktor utilitas kerja)
antara subjek hipertensi dan non-hipertensi.
3. Uji korelasi Spearman digunakan untuk mengetahui hubungan antara gaya
hidup (aktivitas fisik), asupan natrium, dan produktivitas kerja (faktor
utilitas kerja) dengan tekanan darah subjek, dan untuk mengetahui
hubungan antara gaya hidup, pola konsumsi pangan, dan tekanan darah
dengan status gizi (IMT) subjek.
4. Uji korelasi Pearson digunakan untuk mengetahui hubungan antara tingkat
kecukupan gizi dengan status gizi (IMT) subjek dan hubungan antara
status gizi (IMT) dengan produktivitas kerja (faktor utilitas kerja) subjek.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Polres Resor Kota Bogor
Polres Kota Bogor merupakan Kepolisian yang berada di wilayah Kota
Bogor yang berdiri sejak pada tahun 1946. Pada tahun 2010 berubah menjadi
Polres Resor Bogor Kota. Pada saat itu Polres Kota Bogor bertempat didaerah
Jalan Kapten Muslihat. Pada tanggal 1 Mei Polres Kota Bogor pindah ke Jalan
Jalan Raya Kedung Halang Km 6 Kelurahan Cibuluh hingga saat ini. Adapun
pada tahun 2010 Polres Kota Bogor dengan Skep Kapolri Nomer 366/VI/2010,
tanggal 14 Juni 2010, dengan likwidasi Polwil Bogor dihapuskan maka Polres
Kota Bogor berganti namanya menjadi Polres Bogor Kota.
Terdapat dua mako yang pertama mako utama berada di Jalan Kapten
Muslihat dengan fungsi untuk pelayanan kepada masyarakat yaitu Kapolres,
Waka Polres, Bag Operasi, Bagian Administrasi, Sat Binmas, Kasium, Intelejen,
Kesehatan, sedangkan yang mempuyai dua mako yaitu Sat Lantas untuk
pelayanan tilang dan Laka Lantas berada di Kapten Muslihat sedangkan untuk
pembuatan SIM masih beratempat di Kedung Halang. Sat Reskrim untuk
penerimaan laporan berada di Mako Utama sedangkan untuk sidik lebih lanjut
terdapat di Kedung Halang sama dengan Sat Narkoba, dan Logistik yang
berkaitan dengan perkantoran berada di Jalan Kapten Muslihat. Persenjataan atau
barang yang berfungsi untuk kebutuhan anggota terdapat di Mako lama dan
bagian perencanaan ada di Kedung Halang, Sat Tahti.
Luas wilayah Polres Kota Bogor kurang lebih 11.850 Ha dengan curah
hujan cukup tinggi sepanjang tahun. Ditinjau dari segi administrasi, Pemda Kota

16

Bogor membawahi 6 kecamatan dengan Polsek sebayak 6 Polsekta yaitu
Kecamatan Bogor Utara, Kecamatan Bogor Timur, Kecamatan Bogor Selatan,
Kecamatan Bogor Barat, Kecamatan Bogor Tengah dan Kecamatan Tanah Sareal,
sedangkan untuk Kelurahan seluruhnya terdiri dari 68 Kelurahan. Adapun jumlah
penduduk Kota Bogor sekarang ini berjumlah 1.069.778 orang dengan perincian
jumlah laki-laki sebanyak 552.020 orang dan jumlah perempuan sebanyak
517.758 orang (Juli 2010 Catatan dari Kanducapil Kota Bogor).
Sebagai penyandang Ibu Kota Bogor, Polres Kota Bogor sangat dibutuhkan
pelayanan ektra kepada community disamping sebagai pelindung dan pengayom
masyarakat harus memberi rasa aman bagi penduduk kota Bogor khususnya,
dikarenakan sebagian besar penduduk Kota Bogor bekerja di Jakarta dan Kota
Bogor hanya sebagai tempat istirahat saja, serta menjadi tempat wisata bagi turis
lokal maupun mancanegara. personil Polres Kota Bogor sebanyak 1.030 orang,
apabila dibandingkan dengan jumlah penduduk di wilayah hukum Polres kota
Bogor sebanyak 1.052.138 orang, dengan perbandingan 1 : 1003 orang, sehingga
kinerja dan produktivitas personil Polres Kota Bogor yang optimal sangat
dibutuhkan.

Karakteristik Subjek
Karakteristik subjek yang diteliti pada penelitian ini adalah usia (tahun),
pendidikan, besar keluarga (orang), pendapatan (Rp/bulan), dan pengetahuan gizi
(skor). Perbandingan karakteristik subjek hipertensi dan non-hipertensi disajikan
pada Tabel 4.
Tabel 4 Perbandingan karakteristik subjek hipertensi dan non-hipertensi
Variabel Karakteristik
Subjek
Usia (tahun)
Besar Keluarga (orang)
Pendapatan (Rp/bln)
Pengetahuan Gizi (skor)

Rata-Rata
Non-Hipertensi
Hipertensi
43.8±8.1
47.2±7.1
4.4±0.9
4.3±0.8
6 310 000±3 775 065 8 800 000±13 510 000
56.0±15.8
58.6±15.4

n

p

70
70
70
70

0.065
0.750
0.925
0.375

Usia
Subjek penelitian ini berusia 31-58 tahun. Secara keseluruhan proporsi
usia subjek hampir tersebar merata. Rata-rata usia subjek adalah 45.5±7.71 tahun,
dengan subjek terbanyak berusia > 45 tahun (57.1%). Berdasarkan Tabel 5,
jumlah terbanyak subjek hipertensi terdapat pada usia > 45 tahun (65.7%),
sedangkan pada subjek non-hipertensi jumlah subjek terbanyak terdapat pada usia
≤ 45 tahun (51.4%). Berdasarkan hasil Uji Mann Whitney diperoleh nilai
signifikansi p=0.065 atau (p>0.05) yang menunjukkan tidak terdapat perbedaan
usia yang signifikan antara subjek hipertensi dan non-hipertensi. Namun, subjek
hipertensi cenderung memiliki rata-rata usia lebih tinggi daripada subjek nonhipertensi (Tabel 4).
Menurut Widjaja et al. (2013), seseorang dengan tekanan darah normal
maupun prehipertensi dapat berisiko hipertensi, risiko ini akan meningkat dan
terus berkembang pada usia > 45 tahun, sehingga pengelompokan usia didasarkan
pada usia dibawah dan diatas 45 tahun. Hal ini mengindikasikan bahwa risiko
hipertensi terus meningkat seiring dengan bertambahnya usia (Black dan Hawks

17

2005). Menurut Price et al. (1995), dengan bertambahnya usia arteri akan
kehilangan elastisitas atau kelenturan sehingga mengakibatkan peningkatan
tekanan darah. Penyakit hipertensi paling banyak dialami oleh kelompok umur 3155 tahun dan umumnya berkembang pada saat usia seseorang mencapai paruh
baya. Angka peningkatan kejadian hipertensi akan terus bertambah khusunya pada
usia lanjut atau pada usia 60 tahun ke atas (Krummel 2004). Hal ini didukung oleh
hasil penelitian Sugiharto (2007) yang menjelaskan bahwa adanya peningkatan
kejadian hipertensi seiring bertambahnya usia, kelompok usia diatas 46 tahun
memiliki risiko hipertensi lebih besar yaitu 19.91 kali dibandingkan kelompok
dibawah usia 46 tahun. Berikut sebaran subjek berdasarkan usia dan pendidikan
disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5 Sebaran subjek berdasarkan usia dan pendidikan
Karakteristik Subjek
Usia (Tahun)
≤ 45
> 45
Total
Pendidikan
SMA/Sederajat
Perguruan Tinggi
Total

Non-Hipertensi
n
%

Hipertensi
n
%

Total
n

%

18
17
35

51.4
48.6
100

12
23
35

34.3
65.7