Formulasi Inokulum Cendawan Mikoriza Arbuskula dan Aplikasinya sebagai Pupuk Hayati Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor L. Moench) dan Gandum (Triticum aestivum L.)

FORMULASI INOKULUM CENDAWAN MIKORIZA
ARBUSKULA DAN APLIKASINYA SEBAGAI PUPUK
HAYATI TANAMAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench)
DAN GANDUM (Triticum aestivum L.)

ERWIN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Formulasi Inokulum
Cendawan Mikoriza Arbuskula dan Aplikasinya sebagai Pupuk Hayati Tanaman
Sorgum (Sorghum bicolor L. Moench) dan Gandum (Triticum aestivum L.) adalah
benar karya bersama saya dengan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di

bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014
Erwin
NIM G3511000

RINGKASAN
ERWIN. Formulasi Inokulum Cendawan Mikoriza Arbuskula dan Aplikasinya
sebagai Pupuk Hayati Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor L. Moench) dan
Gandum (Triticum aestivum L.). Dibimbing oleh NAMPIAH SUKARNO dan
UTUT WIDYASTUTI.
Peranan mikoriza arbuskula (MA) dalam bidang pertanian telah terbukti
sangat signifikan, namun terkendala dengan ketersediaan inokulum terformulasi
untuk diaplikasikan di lapang. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari
formulasi inokulum MA dan pemanfaatannya sebagai pupuk hayati tanaman
sorgum (Sorghum bicolor L. Moench) dan gandum (Triticum aestivum L.).
Formulasi yang dibentuk ialah tablet yang mengandung inokulum (Z) dan bahan
pengisi gipsum (G) dan tanah liat (C). Parameter yang diuji ialah diameter pori
permukaan dan dalam tablet, dan stabilitas tablet. Perlakuan inokulasi pada

tanaman sorgum ialah jumlah tablet, sedangkan perlakuan inokulasi pada tiga
belas galur gandum ialah hasil tablet yang terbaik dari pertumbuhan sorgum.
Parameter yang diuji pada tanaman sorgum dan gandum ialah pertumbuhan MA,
berupa persen kolonisasi, jumlah entry point, hifa internal, arbuskula dan vesikula,
sedangkan pertumbuhan tanamannya yaitu tinggi tajuk, berat basah akar,berat
basah dan kering tajuk. Data hasil analisis menunjukkan bahwa penambahan tanah
liat pada formula menurunkan diameter pori tablet dan meningkatkan stabilitasnya.
Tablet dengan komposisi Z:G:C 1:1:5 menghasilkan diameter pori terendah dan
stabilitas tablet tertinggi. Hasil uji tablet pada tanaman menunjukkan bahwa
inokulum tablet dapat menkolonisasi akar dengan baik. Kolonisasi akar dan
struktur cendawan dalam akar yaitu entry point, hifa internal arbuskula dan
vesikula meningkat dengan meningkatnya jumlah tablet yang diinokulasikan.
Peningkatan kolonisasi juga berkorelasi positif dengan pertumbuhan sorgum yaitu
tinggi tajuk, bobot basah, bobot kering tajuk, dan bobot basah akar. Respon
terbaik pada kolonisasi MA dan pertumbuhan tanaman sorgum diperoleh pada
perlakuan jumlah tablet sebanyak 30 buah. Tablet inokulum sebanyak 30 buah
hasil formulasi meningkatkan pertumbuhan tinggi tajuk, bobot basah dan kering
tajuk, bobot basah akar dari 13 galur gandum. Seluruh galur gandum terkolonisasi
MA, dengan kolonisasi terendah sebesar 62% pada galur S03 dan tertinggi sebesar
80% pada galur Oasis dan SBR.

Kata kunci: formulasi inokulum, mikoriza arbuskula, S. bicolor, T. aestivum.

SUMMARY
ERWIN.Inoculum Formulation of Arbuscular Mycorrhiza and its Aplication as
Biofertilizer for Sorghum (Sorghum bicolor L. Moench) and Wheat (Triticum
aestivum L.). Supervised by NAMPIAH SUKARNO and UTUT WIDYASTUTI.
Arbuscular mycorrhiza is a mutualistic symbiosis between plant and soil
fungi. The role of arbuscular mycorrhiza in agriculture as bio-fertilizer to improve
plant growth and yield are already well known. The application of the mycorrhiza
in field however was limited by availability of formulated inoculum. Sorghum
(Sorghum bicolor L. Moench) and wheat (Triticum aestivum L.) are subtropical
plants that are selected to be cultivated in Indonesia. The plants are reported to
have higher dependency on arbuscular mycorrhiza for their growth and
development. This research aimed to develop inoculum formulation of arbuscular
mycorrhizal fungi for biofertilizer of S. bicolor and T. aestivum. The inoculum
formulation was developed in the form of tablet using composition of inoculum,
gypsum and clay. The quality of inoculum was tested based on its pore and
stability as well as the viability of the fungi to colonize S. bicolor root system.
Thirteen varieties of T. aestivum were tested in this research. The results indicated
that the tablet formulated inoculum had pore size of 1 mm and stable in wet soil

for 65 hours. In addition, the tablet had good quality by producing entry point,
intercellular hyphae, arbuscules, and vesicles. All the 13 varieties of T.aestivum
were heavily infected by the arbuscular mycorrhizal fungi and the inoculation
increased both root and shoot of 30 days old plants. The colonization ranged from
62 to 80%. The lowest colonization found in S03 varieties, whereas the highest
was observed in Oasis and SBR.
Keywords: arbuscular mycorrhiza, inoculum formulation, S. bicolor, T. aestivum

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

FORMULASI INOKULUM CENDAWAN MIKORIZA
ARBUSKULA DAN APLIKASINYA SEBAGAI PUPUK

HAYATI TANAMAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench)
DAN GANDUM (Triticum aestivum L.)

ERWIN

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Mikrobiologi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Aris Tjahjoleksono, DEA

Judul Tesis : Formulasi Inokulum Cendawan Mikoriza Arbuskula dan
Aplikasinya sebagai Pupuk Hayati Tanaman Sorgum (Sorghum

bicolor L. Moench) dan Gandum (Triticum aestivum L.)
Nama
: Erwin
NIM
: G351100031

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Nampiah Sukarno
Ketua

Dr Ir Utut Widyastuti, MS
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Mikrobiologi


Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Anja Meryandini, MS

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian:

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga tesis dengan topik Formulasi Inokulum Mikoriza Arbuskula dan
Aplikasinya sebagai Pupuk Hayati pada Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor L.
Moench) dan Tanaman Gandum (Triticum aestivum L.) berhasil diselesaikan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Nampiah dan Ibu Dr Ir
Utut Widyastuti, MS selaku pembimbing atas kesabarannya dalam memberikan
saran, bimbingan, dukungan dana pendidikan, semangat serta kesempatan dalam
pelaksanaan penelitian dan penyempurnaan penyusunan karya ilmiah ini. Terima
kasih pula penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Aris Tjahjoleksono, DEA selaku
penguji luar komisi atas masukan dan Ibu Prof Dr Anja Meryandini selaku ketua

program studi Mikrobiologi yang telah memberikan masukan dan dukungan yang
berharga dalam penyelesaian studi.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Gayuh Rahayu yang telah
banyak membantu dalam penelitian. Terima kasih kepada Ibu Ir Agustin Widya
Gunawan, MS yang telah membantu dalam memberikan masukan penelitian.
Terima kasih kepada Ibu Dr Nisa Rachmania Mubarik atas nasihat berharganya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Adel, Ibu Dr
Trikoesoemaningtyas, Bapak Dr Miftahudin, dan Kakak Karlina yang telah
memberikan bantuan dalam mendapatkan benih tiga belas galur gandum untuk
penelitian ini. Penulis juga berterima kasih kepada saudara Mafrikhul Muttaqien,
Sepriyadi Rihi, Yessy Velina yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan
tesis ini. Terima kasih kepada teman-teman Mikrobiologi 2010 dan 2011, temanteman laboratorium Mikologi (Nicho, Ivan, Oktan, Ginanjar, Fajar, Ladie, Siti,
Evi Lestari, Riana, Ibu Dini, Ibu Efry, Ibu Yuyun, Ibu Cinta,Uni Dezi, Uni Ade,
Pak Basri, Ujang, Ikbar, Agil, Dwi). Terima kasih juga kepada Ibu Ir Helyu
Mizawati, Bapak Kusnaidi, Ibu Ratna, Ibu Noor Faiqoh, Ibu Hasanah, Ibu Susan,
Bapak Adi, Bapak Entis, Bapak Jaka, Mas Achmad, Aldian atas bantuan selama
ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, kakak Fitriana,
kakak Emira, kakak Achmad Yani dan keponakan tercinta Hadi, Raihan, Rizki
Abdillah atas doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2014
ERWIN

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN

viii

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang

Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

1
1
2
2

2

TINJAUAN PUSTAKA
Mikoriza
Produksi Inokulum dan Pengembangan Formulasi Inokulum MA
Tanah liat
Gipsum
Zeolit
Sorgum
Gandum

3

3
4
5
5
6
7
8

3

METODE
10
Waktu dan Tempat Penelitian
10
Alat dan Bahan Penelitian
10
Alat Penelitian
10
Bahan Penelitian
10
Prosedur Penelitian
10
Persiapan Media Tanam
10
Persemaian Benih
10
Produksi Massal Inokulum
11
Formulasi Mikoriza Arbuskula
11
Pengukuran Diameter Pori dan Kestabilan Tablet Inokulum Hasil
Formulasi
11
UjiAplikasi Inokulum Hasil Formulasi pada Tanaman Sorgum (S.
bicolor L. Moench).
11
Uji Aplikasi Inokulum Hasil Tablet Terbaik untuk Tanaman Gandum
(Triticum aestivum L.)
12
Analisis Data
12

4

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Formulasi Tablet Inokulum MA
Pengaruh Inokulasi Tablet pada Tanaman Sorgum (S.bicolor
L.Moench)
Pengaruh Inokulasi Tablet pada Tanaman Gandum (T. aestivum L.)

13
13
13
14
17

5

Pembahasan
Formulasi Tablet Inokulum
Pengaruh Inokulasi Tablet pada Tanaman Sorgum (S.bicolor L.
Moench) dan Tanaman Gandum (T.aestivum L)

21
21
21

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

23
23
24

DAFTAR PUSTAKA

24

LAMPIRAN

29

RIWAYAT HIDUP

33

DAFTAR TABEL
1

Stabilitas tablet inokulum mikoriza arbuskula hasil formulasi yang
dinyatakan dalam waktu hancur tablet (jam) pada 3 perlakuan.
14

2

Struktur cendawan mikoriza arbuskula pada akar tanaman inang sorgum (S.
bicolor L. Moench.) umur 30 hari setelah diinokulasi.
15

3

Parameter pertumbuhan tanaman sorgum (S. bicolor L. Moench.) pada usia
30hari setelah diinokulasi.
16

4

Struktur cendawan mikoriza arbuskula pada akar tanaman gandum (T.
aestivum L.) umur 30 hari setelah diinokulasi.
18

5

Parameter pertumbuhan tanaman gandum (T. aestivum L.) pada usia 30 hari
setelah diinokulasi.
19

DAFTAR GAMBAR
1

Diameter pori bagian luar (
) dan bagian dalam (
) tablet inokulum
cendawan mikoriza arbuskula hasil formulasi yang mengandung berbagai
komposisi inokulum (Z), gipsum (G), dan tanah (C) (Z:G:C).
13

2

Morfologi bentuk formulasi tablet inokulum MA.

3

Stabilitas tablet formulasi inokulum dengan perlakuan (a) disemprot dengan
air, (b) diletakkan pada pasir basah (c) dan direndam dalam air.
14

4

Persen kolonisasi cendawan mikoriza arbuskula pada akar tanaman sorgum
(S. bicolor L. Moench.) umur 30 hari setelah diinokulasi (HSI).
15

5

Panjang akar terkolonisasi ( ), dan total panjang akar ( ) tanaman sorgum
(S. bicolor L. Moench.) per pot pada umur 30 hari setelah inokulasi (HSI)
pada perlakuan jumlah tablet inokulum.
16

6

Struktur mikoriza arbuskula pada akar tanaman sorgum (S. bicolor) umur 30
hari setelah diinokulasi tablet inokulum.
16

7

Persen kolonisasi MA pada akar tanaman 13 galur gandum (T. aestivum L)
umur 30 hari setelah diinokulasi (HSI).
17

8

Struktur mikoriza arbuskula pada akar tanaman 13 galur gandum (T.
aestivum L.) umur 30 hari setelah diinokulasi tablet inokulum.
18

9

Panjang akar terkolonisasi ( ), dan total panjang akar ( ) tanaman 13
galur gandum (T. aestivum L.) tiap pot pada umur 30 hari setelah inokulasi
(HSI).
19

13

DAFTAR LAMPIRAN
1

Diameter pori tablet formulasi inokulum MA.

30

2

Persen Kolonisasi mikoriza arbuskula pada tanaman sorgum (S. bicolor L.
Moench) umur 30 hari setelah diinokulasi.
30

3

Panjang akar terkolonisasi dan total panjang akar tanaman sorgum (S.
bicolor L. Moench) umur 30 hari setelah diinokulasi.
30

4

Persen kolonisasi MA pada tanaman gandum (T. aestivum L.) umur 30 hari
setelah diinokulasi.
30

5

Panjang akar terkolonisasi dan total panjang akar tanaman gandum (T.
aestivum L.) umur 30 hari setelah diinokulasi.
31

6

Komposisi larutan hara Johnson.

31

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Mikoriza ialah simbiosis mutualisme antara cendawan asal tanah dengan
akar tumbuhan yang fungsi utamanya sebagai pupuk hayati. Mikoriza arbuskula
ialah salah satu tipe mikoriza yang membentuk kolonisasi hifa secara interseluler,
intraseluler, arbuskula, dan kadang-kadang vesikula di dalam akar tumbuhan
inang, serta jalinan miselia di dalam tanah yang disebut hifa eksternal. Arbuskula
ialah struktur yang berperan dalam transfer nutrisi dari cendawan ke dalam
tumbuhan inang (Bucking et al. 2012), sedangkan transfer unsur karbon hasil
fotosintesis dari tumbuhan terhadap cendawan. Smith dan Read (2008)
melaporkan bahwa transfer karbon dilakukan melalui struktur hifa internal
berdasarkan bukti bahwa terdapat aktivitas ATP-ase pada daerah awal
pertumbuhan hifa internal dan bagian membran peri-arbuskula (Requena et al.
2003). Vesikula ialah struktur yang dibentuk sebagai makanan cadangan makanan.
Kuantitas dan kualitas seluruh struktur cendawan tersebut menentukan efisiensi
dan efektivitas simbiosis dari cendawan mikoriza arbuskula. Oleh karena itu,
kualitas inokulum mikoriza arbuskula ditentukan oleh kemampuan cendawan
dalam membentuk struktur-struktur simbiosis tersebut.
Sebagai pupuk hayati, hifa eksternal cendawan tumbuh membentuk jalinan
hifa mengeksplorasi seluruh rizosfer tanaman inang untuk melakukan penyerapan
unsur makro hara diantaranya P, K, N dalam bentuk amonium (NH4+), S, Mg, dan
Ca, sedangkan jenis unsur mikro yang diserap ialah Zn, Cu, B, Co, Fe, Mn, Cl, Na,
Mo, dan Si. Hifa eksternal juga mampu menyerap dan melindungi perakaran dari
logam berat Cd, Ni, Sr, Cs serta penyerap anion Br, dan I (Sieverding 1991) baik
di tanah masam, netral maupun basa. Hifa cendawan berukuran 5-30 µm sehingga
dapat tumbuh ke dalam pori-pori tanah yang berukuran kecil yang pori-pori
tersebut tidak dapat ditembus oleh akar tanaman inang.
Sorgum (S. bicolor L. Moench) dan gandum (T. aestivum L.) ialah
tanaman pertanian yang mempunyai nilai ekonomi penting. Sorgum selain sebagai
sumber pangan juga digunakan sebagai bahan baku produksi bio-etanol, sebagai
bahan ransum pakan ternak, bahan alternatif pembuatan gula, monosodium
glutamat, asam amino dan minuman (Sirappa 2003). Tanaman sorgum juga
bersifat mikotropik yaitu mampu bersimbiosis dengan cendawan mikoriza
arbuskula. Ketergantungan tanaman sorgum terhadap mikoriza arbuskula cukup
tinggi sehingga sering digunakan sebagai salah satu tanaman inang dalam
produksi inokulum mikoriza arbuskula (Carrenho et al. 2007).
Seperti halnya sorgum, gandum merupakan tanaman serealia pertanian
yang sangat penting. Gandum digunakan sebagai sumber tepung terigu. Salah satu
keunggulan gandum adalah kandungan gluteinnya yang mencapai 80%. Glutein
adalah protein yang bersifat kohesif dan liat sehingga bahan pangan yang
mengandung glutein banyak digunakan untuk membuat roti, mie, biskuit, kue,
semolina, bulgar dan sereal (Porter 2005). Respon tanaman gandum terhadap
aplikasi mikoriza menunjukkan hasil yang signifikan untuk meningkatkan
pertumbuhan gandum (Fasaei dan Mayel 2012).Tanaman gandum juga bersifat
mikotropik yaitu mampu bersimbiosis dengan cendawan mikoriza arbuskula.

2
Ketergantungan tanaman sorgum dan gandum terhadap mikoriza arbuskula cukup
tinggi sehingga sering digunakan sebagai salah satu tanaman inang dalam
produksi inokulum mikoriza arbuskula.
Ketersediaan inokulum yang berkualitas sering menjadi kendala dalam
pemanfaatan mikoriza arbuskula sebagai pupuk hayati karena cendawannya
bersifat simbion obligat yaitu hanya dapat tumbuh jika bersimbiosis dengan akar
tumbuhan inang (Smith dan Read 2008). Perbanyakan cendawan biasanya
dilakukan dengan kultur pot menggunakan media tumbuh tanaman seperti zeolit,
pasir atau tanah steril (Anas dan Tampubolon 2004). Cendawan bersama-sama
dengan akar tanaman yang terkolonisasi dan seluruh media tumbuh tanaman
digunakan sebagai sumber inokulum. Penggunaan inokulum tanpa formulasi
biasanya mengalami berbagai hambatan yang diantaranya ialah penurunan
kualitas inokulum dengan cepat serta kesulitan dalam penyimpanan, distribusi dan
aplikasi di lapang. Formulasi inokulum dapat dilakukan dengan berbagai cara
diantaranya ialah dengan formulasi tablet yaitu formulasi inokulum mikoriza
arbuskula yang paling murah dan efektif untuk skala aplikasi lapang. Salah satu
standar utama yang harus dipenuhi dalam formulasi inokulum ialah viabilitas
inokulum yang ditunjukkan dengan kemampuan cendawan dalam mengkolonisasi
akar inang dan membentuk struktur-struktur kolonisasi seperti entry point, hifa
internal, arbuskula dan vesikula.
Permintaan terhadap inokulum mikoriza arbuskula untuk pertanian,
perkebunan dan kehutanan di Indonesia sangat tinggi, namun ketersediaan
inokulum yang berkualitas dan terformulasi belum tersedia dengan baik. Hampir
seluruh tanaman pertanian kecuali Brasicaceae, Amaranthaceae, Cruciferae
bersimbiosis dengan mikoriza arbuskula dan peran simbiosis dalam peningkatan
pertumbuhan tanaman baik di rumah kaca maupun di lapang telah terbukti sangat
signifikan (Adewole et al. 2010; Jiao et al. 2011). Pemanfaatan mikoriza
arbuskula sebagai pupuk hayati di lapang terkendala ketidaktersediaan inokulum
yang mudah dan murah untuk diaplikasikan di lapang
Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut :
1. Mendapatkan formulasi inokulum mikoriza arbuskula yang berkualitas.
2. Mempelajari respon pertumbuhan sorgum terhadap aplikasi pupuk hayati.
3. Mempelajari respon pertumbuhan gandum terhadap aplikasi pupuk hayati.
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah :
1. Memberikan data formulasi inokulum mikoriza arbuskula yang tepat.
2. Mendapatkan informasi perlakuan pupuk hayati pada tanaman sorgum.
3. Mendapatkan informasi perlakuan pupuk hayati pada tanaman gandum.

3

2 TINJAUAN PUSTAKA
Mikoriza
Mikoriza berasal dari kata mykes (cendawan) dan riza (akar), yang
dikemukakan oleh Albert Bernhard Frank pada tahun 1885 (Mosse 1981) untuk
menggambarkan asosiasi antara dua organisme yang berbeda, membentuk satu
organ morfologi yang khas. Mikoriza ialah simbiosis mutualisme antara cendawan
asal tanah dengan akar tumbuhan yang memiliki peran utama sebagai pupuk
hayati. Menurut Smith dan Read (2008) mikoriza dibagi menjadi 2 kelompok
besar yaitu ektomikoriza dan endomikoriza. Endomikoriza dibagi menjadi 6
subtipe yaitu, ektendomikoriza, mikoriza monotropoid, mikoriza ericoid, mikoriza
arbutoid, mikoriza anggrek dan mikoriza arbuskula. Mikoriza arbuskula termasuk
filum Glomeromycota, yang selanjutnya dikelompokkan berdasarkan morfologi
dan struktur molekulernya (Scuβler dan Walker 2001). Mikoriza arbuskula ialah
salah satu tipe mikoriza yang membentuk kolonisasi hifa secara interseluler dan
intraseluler, arbuskula dan vesikula di dalam akar tumbuhan inang, serta
membentuk jalinan miselia di dalam tanah yang disebut hifa eksternal (Smith dan
Read 2008). Di alam hampir semua tanaman dapat melakukan asosiasi dengan
Mikoriza Arbuskula (MA) dan hanya beberapa suku tertentu tanaman yang tidak
bersimbiosis dengan MA antara lain Brassicaceae, Amaranthaceae,
Commelinaceae, Juncaceae, Proteaceae, Capparaceae, Polygonaceae, Resedaceae,
Urticaceae, Caryophyllaceae, Cruciferae dan Chenopodiaceae (Aguilar et al.
2009).
Inokulum MA yang digunakan dalam penelitian ialah Glomus manihotis.
G.manihotis memiliki karakteristik ciri warna putih kuning coklat (0-10-60-0)
dengan banyak kuning pucat (0-0-20-0), kuning coklat (0-10-20-0). Ukuran
G.manihotis memiliki beberapa bentuk bulat telur, bulat, kadang-kadang ellips,
lonjong dan tidak teratur (spora yang dibentuk dalam akar) dengan ukuran
distribusi 100-182 µm. Struktur subseluler pada spora G.manihotis memiliki
dinding spora dengan 3 lapisan (L1, L2, L3), lapisan ini membentuk berturut-turut
sebagai dinding spora sebagai pembeda dengan dinding hifa. G. manihotis
membentuk subtending hifa (Schenk dan Perez 1980). G. manihotis telah banyak
dilakukan penelitian yang memiliki peranan penting dalam meningkatkan
pertumbuhan tanaman. G. manihotis merupakan isolat yang berpotensi besar
karena mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman pada tanah masam (Sukarno
dan Setiadi 2001); Sieverding (1991) memperoleh dua isolat unggul jenis
G.manihotis dan Entrophospora colombiana dari hasil pengujian efektivitas
beberapa isolat MA pada tanaman ubi kayu dan berpengaruh positif terhadap
pertumbuhan dan produksi tanaman ubi kayu. Jumlah spora G. manihotis juga
banyak dihasilkan pada media tumbuh tanah dicampur pasir dibandingkan dengan
zeolit dan derajat kolonisasi lebih tinggi pada media tanah dicampur pasir
dibandingkan dengan media zeolit (Anas dan Tampubolon 2004). G. manihotis
sebagai inokulan tunggal adalah toleran pada unsur P yang tinggi (Sieverding
1991). Hal ini sejalan dengan pendapat Smith dan Read (2008) bahwa G.
manihotis mampu menyerap dan menyalurkan hara dari tanah ke akar tanaman
dalam jumlah yang banyak, tetapi kurang mampu menjangkau hara pada jarak

4
yang jauh, keefektifan MA untuk meningkatkan serapan hara dan pertumbuhan
tanaman ditunjukkan oleh respon tanaman yang berbeda tergantung pada tanaman
inang dan jenis MA yang diinokulasikan.

Produksi Inokulum dan Pengembangan Formulasi Inokulum MA
Indonesia memiliki iklim tropis yang kondisinya basah (intensitas hujan
tinggi) sampai kering (sedikit hujan), tentunya kondisi ini menyebabkan
keanekaragaman MA sangat besar. Sumber MA yang beranekaragam ini,
mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai inokulum.MA bersifat simbion
obligat, artinya tidak dapat ditumbuhkan pada medium buatan tanpa tanaman
inang. Untuk memperbanyak MA harus dilakukan menggunakan tanaman inang
seperti jenis tanaman Centrosema pubescens dan Pueraria phaseoloides. Hal ini
menimbulkan kendala pada produksi perbanyakan MA untuk produksi inokulum
dalam skala besar. Untuk menghasilkan inokulum secara sederhana maka
digunakan kultur pot (Sieverding 1991) dan inokulum yang diperoleh merupakan
campuran yang terdiri dari spora, akar tanaman dan medium tumbuh (Brundrett et
al. 1996). Tanaman harus ditumbuhkan pada kondisi bebas dari kontaminasi
patogen, dan selama penyimpanan kualitasnya tidak berubah. Pada proses
perbanyakan yang dilakukan selama ini kontaminasi dari lapang sulit dihindari. Di
luar negeri telah berhasil dikembangkan produksi inokulum yang dapat dilakukan
oleh petani yang biayanya relatif murah. Pada cara ini digunakan inokulum starter
yang diproduksi secara massal oleh perusahaan agroindustri. Inokulum starter ini
selanjutnya digunakan oleh petani atau pengguna budidaya tanaman untuk
produksi inokulum yang digunakan untuk kebutuhan mereka sendiri (Khasa et al.
2009; Sieverding 1991).
Ketersediaan inokulum yang masih mengalami hambatan baik dalam tahap
perbanyakan atau produksi inokulum dan formulasi inokulum. Salah satu faktor
yang sangat menentukan keberhasilan pengembangan pupuk hayati MA ialah
formulasi inokulum. Terdapat beberapa kriteria yang menentukan kualitas suatu
formulasi. Formulasi yang baik ialah bila formula memiliki infektivitas, viabilitas
dan jumlah inokulum yang tinggi, memiliki daya simpan yang lama, aplikasi di
lapangan mudah dan praktis, dan mudah dalam distribusi atau transportasinya
(Jackson dan Magan 2001). Terdapat beberapa formula inokulum MA yang telah
dilaporkan di luar negeri, diantaranya ialah formula berbentuk tepung dengan
karier abu vulkanik, tanah liat, pelet, tablet, dan granula alginat.Kelemahan dari
formulasi tersebut ialah viabilitas dan infektivitas inokulumnya menurun dengan
cepat (Sieverding 1991). Penurunan ini diduga akibat terjadinya peningkatan
kadar air selama dalam proses penyimpanan dan pengaruh lingkungan yang tidak
menguntungkan (Jackson dan Magan 2001). Penambahan suatu bahan yang
berfungsi sebagai desikan untuk mengurangi kelembaban dan bahan protektan
yang dapat melindungi MA dari kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan
di lapangan. Formulasi inokulum dengan komposisi gipsum, tanah liat, dan zeolit
berisi inokulum mikoriza arbuskula dikemas dalam bentuk tablet merupakan salah
satu solusi mengatasi permasalahan dalam pembuatan formula pupuk hayati.

5
Tanah liat
Tanah liat merupakan partikel mineral yang berukuran kecil dari 0.002
mm sampai dengan submikroskopis yang berasal dari pelapukan unsur-unsur
kimiawi penyusun batuan, tanah liat sangat keras dalam keadaan kering dan
bersifat plastis pada kadar air sedang, pada kadar air lebih tinggi bersifat lengket
(kohesif) dan sangat lunak, partikel ini merupakan sumber utama dari kohesi di
dalam tanah yang lunak, susut kering dan susut bakar tinggi, unsur besi dan
karbon lebih tingi karena warna mendekati abu-abu muda (Bowles 1991; Das
1994). Mineral lempung liat merupakan senyawa aluminium silikat yang
kompleks dan terdiri dari satu atau dua unit dasar yaitu silikat tetrahedral dan
aluminium oktahedral. Mineral kaolinit terdiri dari tumpukan lapisan-lapisan
dasar, setiap lapisan dasar mempunyai ketebalan sekitar 7,2 Angstrom (1 A = 1010
m). Luas permukaan partikel kaolinit per unit massa adalah sekitar 15 m2/ gram.
Pada tanah berbutir halus dan liat perlu diperhatikan tingkat plastisitas, hal ini
disebabkan adanya mineral lempung dalam tanah. Plastisitas adalah kemampuan
tanah menyesuaikan perubahan bentuk pada volume konstan tanpa mengalami
keretakan atau kerusakan, bergantung pada keadaan air, tanah dapat berbentuk
cair, plastis, semipadat atau padat. Kedudukan fisik tanah berbutir halus dan liat
pada kadar air tertentu disebut konsistensi. Untuk mengetahui sifat karakteristik
tanah dapat dilakukan pengujian atternberg limit. Pengujian ini menjelaskan sifat
karakterisasi tanah lempung liat pada kadar air yang bervariasi (Rachmansyah et
al. 2008).

Gipsum
Gipsum merupakan kalsium klorida (CaCl2) dan kalsium sulfat (CaSO4).
kristal bening. CaCl2 berstruktur rutil terdistorsi dan kalsium dikelilingi oleh enam
khlorin dalam koordinasi oktahedral. CaCl2 larut dalam air, etanol, dan aseton.
CaCl2 menyerap air dan digunakan sebagai desikan. Dikenal hidratnya dengan 1,
2, 4, atau 6 molekul air terkoordinasi (Saito 1996). Gipsum termasuk mineral
dengan sistem kristal monoklin 2/m, namun kristal gipsnya masuk ke dalam
sistem kristal orthorombik. Gipsum umumnya berwarna putih, kelabu, cokelat,
kuning, dan transparan. Hal ini tergantung mineral lain yang bercampur dengan
gipsum. Gipsum umumnya memiliki sifat lunak dengan skala Mohs 1,5 –2. Berat
jenis gipsum antara 2,31 – 2,35, kelarutan dalam air 1,8 gr/liter pada 0 °C yang
meningkat menjadi 2,1 gr/liter pada 40 °C, tetapi menurun lagi ketika suhu
semakin tinggi. Gipsum memiliki pecahan, antara 66 sampai dengan 114 dan
belahannya adalah jenis choncoidal. Gipsum memiliki kilap sutra hingga kilap
lilin, tergantung dari jenisnya. Gores gipsum berwarna putih, memiliki derajat
ketransparanan dari jenis transparan hingga translucent, serta memiliki sifat
menolak magnet atau disebut diamagnetit (Khatib et al. 2012).
Kegunaan gipsum dapat digolongkan menjadi dua macam. Pertama yang
belum mengalami kalsinasi dipergunakan dalam pembuatan semen Portland dan
sebagai pupuk. Jenis ini meliputi 28% dari seluruh volume industri. Kedua yang
mengalami proses kalsinasi, sebagian besar digunakan sebagai bahan bangunan,
bahan dasar untuk pembuatan kapur, tuangan logam, gigi palsu, bedak dan

6
sebagainya. Jumlahnya meliputi 75% dari seluruh volume perdagangan. Gipsum
sebagai perekat mineral mempunyai sifat yang lebih baik dibanding dengan
perekat organik sebab tidak menimbulkan pencemaran udara, murah, tahan api,
dan kahat terhadap zat kimia. Gipsum mempunyai sifat cepat mengeras adalah
sekitar 10 menit. Karena itu dalam pembuatan papan gipsum harus menggunakan
bahan kimia untuk memperlambat proses pengerasan tanpa mengubah sifat
gipsum sebagai perekat. Perlambatan tersebut dimaksudkan agar tersedia cukup
waktu mulai dari tahap pencampuran bahan sampai tahap pengempakan.Waktu
pengerasan gipsum bervariasi tergantung pada kandungan bahan dan airnya.
Dalam proses pengerasan gipsum setelah dicampur dengan air maka terjadi
hidratasi yang menyebabkan kenaikan suhu. Kenaikan suhu tersebut tidak boleh
melebihi suhu 400 ˚C. Suhu yang lebih tinggi lagi akan mengakibatkan
pengeringan gipsum dalam bentuk CaSO4.2H2O sehingga mengurangi bobot air
hidratasi. Pengurangan tersebut akan menyebabkan berkurangnya kekokohan
gipsum (Trisna dan Mahyudin 2012).

Zeolit
Zeolit merupakan material yang memiliki banyak kegunaan.Zeolit telah
banyak diaplikasikan sebagai adsorben, penukar ion dan sebagai katalis.Zeolit
adalah mineral kristal alumina silika tetrahidrat berpori yang mempunyai struktur
kerangka tiga dimensi, terbentuk oleh tetrahedral (SiO4)4 dan (AlO4)5 yang saling
terhubungkan oleh atom-atom oksigen sedemikian rupa, sehingga membentuk
kerangka tiga dimensi terbuka yang mengandung kanal-kanal dan rongga-rongga
yang didalamnya terisi oleh ion-ion logam, biasanya adalah logam-logam alkali
atau alkali tanah dan molekul air yang dapat bergerak bebas (Chetam 1992).
Zeolit alam terbentuk karena adanya proses kimia dan fisika yang kompleks dari
batu-batuan yang mengalami macam perubahan di alam. Para ahli geokimia dan
mineralogi memperkirakan bahwa zeolit merupakan produk gunung berapi yang
membeku menjadi batuan vulkanik, batuan sedimen dan batuan metamorfosis
yang selanjutnya mengalami proses pelapukan karena pengaruh panas dan dingin
sehingga akhirnya terbentuk mineral-mineral zeolit. (Firdaus et al. 2013).
Zeolit alam adalah zeolit yang ditambang langsung dari alam, dengan
demikian harganya jauh lebih murah daripada zeolit sintetis. Zeolit alam
merupakan mineral yang jumlahnya banyak tetapi distribusinya tidak merata,
seperti klinoptilotit, mordenit, phillipsit,chabazit dan laumontit. Namun zeolit
alam memiliki beberapa kelemahan diantaranya mengandung banyak pengotor
seperti Na, K, Ca, Mg dan Fe serta kristalinitasnya kurang baik.Keberadaan
pengotor tersebut mengurangi aktivitas dari zeolit untuk memperbaiki karakter
zeolit alam sehingga dapat digunakan sebagai katalis, absorben atau aplikasi
lainnya. Kelebihan zeolit alam memiliki luas permukaan dan keasaman yang
mudah dimodifikasi (Yuanita 2010). Air yang terkandung dalam pori zeolit dapat
dilepas dengan pemanasan temperatur 300 °C hingga 400 °C. Pemanasan pada
temperatur tersebut air dapat keluar dari pori-pori zeolit, sehingga zeolit dapat
berfungsi sebagai penyerap gas atau cairan (Suwadana 2008). Jumlah air yang
terkandung dalam zeolit sesuai dengan banyaknya pori atau volume pori.

7
Struktur khas dari zeolit ialah hampir sebagian besar merupakan kanal dan
pori, menyebabkan zeolit memiliki luas permukaan yang besar. Keadaan ini dapat
dijelaskan bahwa masing-masing pori dan kanal maupun antar kristal dianggap
berbentuk silinder, maka luas permukaan total zeolit adalah akumulasi dari luas
permukaan dinding pori dan kanal-kanal penyusun zeolit. Semakin banyak jumlah
pori yang dimiliki, semakin besar luas permukaan total yang dimiliki zeolit.
Menurut Dyer (1988) luas permukaan internal zeolit dapat mencapai puluhan
bahkan ratusan kali lebih besar dibanding bagian permukaan luarnya. Luas
permukaan yang besar ini sangat menguntungkan dalam pemanfaatan zeolit baik
sebagai adsorben ataupun sebagai katalis heterogen.

Sorgum
Sorgum (Sorghum bicolor L. Moench) merupakan salah satu jenis
tanaman serealia yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan di Indonesia
karena mempunyai daerah adaptasi yang luas. Indonesia termasuk negara yang
masih ketinggalan baik dalam penelitian, produksi, pengembangan, penggunaan,
maupun ekspor sorgum, meskipun dalam jumlah terbatas, produksi sorgum
Indonesia telah mampu diekspor ke Singapura, Hongkong, Taiwan, Malaysia dan
Jepang. (Sirappa 2003) Tanaman sorgum toleran terhadap kekeringan dan
genangan air, dapat berproduksi pada lahan marginal serta relatif tahan terhadap
gangguan hama dan penyakit. Biji sorgum dapat digunakan sebagai bahan pangan
serta bahan baku industri pakan ransum ternak, hijauan pakan ternak dan pangan
seperti industri gula, monosodium glutamat, asam amino, pati, bioetanol, industri
minuman.
Menurut Beti et al. (1990), Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan
Hortikultura (1996), sorgum merupakan komoditas sumber karbohidrat yang
cukup potensial karena kandungan karbohidratnya cukup tinggi, sekitar 73 g/100
g bahan. Namun, masalah utama penggunaan biji sorgum sebagai bahan pangan
maupun pakan adalah kandungan tanin yang cukup tinggi, mencapai 0,40-3,6%
(Rooney dan Sullines 1977) sehingga hasil olahannya kurang enak. Menurut
Sudaryono (1996), masalah ini dapat diatasi dengan menmperbaiki teknologi
pengolahan kulit biji dan lapisan testa dikikis menggunakan mesin penyosoh beras.
Sorgum juga merupakan tanaman penghasil pakan hijauan sekitar 15-20t/ha/tahun
dan pada kondisi optimum dapat mencapai 30-45 t/ha/tahun, (Wardhani 1996).
Limbah sorgum (daun dan batang segar) dapat dimanfaatkan sebagai hijauan
pakan ternak. (Soebarinoto dan Hermanto 1996). Areal yang berpotensi untuk
pengembangan sorgum di Indonesia sangat luas, meliputi daerah beriklim kering
atau musim hujannya pendek serta tanah yang kurang subur sebab sorgum
mempunyai daya adaptasi lingkungan yang cukup luas (Sirappa 2003).
Sorgum bersifat mikotropik yaitu tanaman yang mampu bersimbiosis
dengan cendawan mikoriza arbuskula. Pertumbuhan sorgum sangat peka terhadap
defisiensi unsur hara P (Agustina et al. 2010) sehingga tanaman ini memiliki
ketergantungan terhadap MA cukup tinggi untuk mendapatkan unsur hara
terutama P (Avinash et al. 2013; Carrenho et al. 2007), meningkatkan serapan
hara P, Mg, Ca, N (Sing 2011). Aplikasi MA juga membantu pertumbuhan
sorgum tetap cukup baik di daerah cekaman stres kekeringan air dan di daerah

8
tingkat salinitas tinggi (Nasr et al. 2013). Inokulasi MA pada sorgum juga
meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman karena daya serap nutrisi dan
mencegah tanaman dari serangan penyakit (Olagunju et al. 2014). MA juga
mempengaruhi sorgum dan aktivitas mikroba tanah lainnya dengan menstimulasi
produksi eksudat akar phytoalexins dan senyawa fenolik yang mampu
meningkatkan aktivitas gen pertahanan khususnya kandungan zat chitinase,
glukanase, biosintesis flavonoid.
Pemberian MA pada sorgum mampu meningkatkan trehalose, ameliorasi
dan protein di daerah lahan kering (Kadiri 2014). Pada kombinasi pemberian
kompos, vermikompos pada tanaman sorgum tidak memberikan efek
penghambatan pada kolonisasi MA, justru peningkatan luas area daun menjadi
lebih meningkat dan pemberian kombinasi jenis MA mampu meningkatkan
produktivitas biji sorgum manis, meningkatkan nira tanaman sorgum (Hameeda et
al. 2009).

Gandum
Gandum (Triticum aestivum L.) merupakan tanaman serealia pertanian
yang sangat penting, memiliki peran strategis dalam mendukung ketahanan
pangan dan pemenuhan kebutuhan pangan manusia. Ditinjau dari kandungan
nutrisi, gandum merupakan tanaman serealia yang memiliki nutrisi cukup tinggi
dengan komposisi protein 13%, karbohidrat 69%, namun yang paling penting
adalah gandum memiliki kandungan glutein tinggi mencapai 80%. Kandungan
glutein merupakan karakter kandungan fitokimia khas untuk gandum dibanding
serealia lain. Glutein adalah protein yang bersifat kohesif dan liat yang berperan
sebagai zat penentu elastisitas adonan berbasis tepung (Sleper dan Poehlman
2006).
Gandum digunakan sebagai sumber tepung terigu yang banyak digunakan
dalam pembuatan roti, mie, biskuit, kue, semolina, bulgar dan sereal. Tepung
terigu sebagai produk olahan dari biji gandum sebagai bahan baku makanan.
Beragamnya produk olahan berbasis terigu menyebabkan produksi terigu dan
permintaan gandum meningkat sebanding dengan tingkat konsumsi masyarakat
terkait dengan tingkat pendapatan dan laju pertambahan penduduk yang selalu
meningkat (Adnyana et al. 2006).
Gandum merupakan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk dunia.
Keragaman nutrisi yang tinggi menjadikan gandum sebagai bahan makanan pokok
lebih dari sepertiga populasi dunia. Tanaman yang berperan sebagai tanaman
industri makanan olahan ini mempunyai peran strategis dalam memenuhi
kebutuhan terigu masyarakat Indonesia. Saat ini, ketergantungan Indonesia
terhadap impor gandum sangat tinggi. Salah satu upaya untuk mengurangi volume
impor tepung terigu ialah mengembangkan gandum di dalam negeri dengan
penerapan teknologi budidaya yang sesuai dengan kondisi agroklimat di Indonesia.
Nur et.al (2012) menyatakan bahwa hal ini disebabkan pengembangan budidaya
gandum di Indonesia masih sangat terbatas karena kondisi lingkungan fisik
kurang cocok untuk tanaman gandum yang merupakan tanaman subtropis,
walaupun demikian para pakar dibidang agronomi terus berupaya untuk dapat
mengembangkan budidaya gandum di Indonesia.

9
Gandum sebagai tanaman subtropis, pengembangannya di Indonesia yang
merupakan lingkungan tropis terkendala masalah iklim, sehingga
pengembangannya selama ini masih di daerah dataran tinggi yang memiliki iklim
mirip dengan lingkungan subtropis, khususnya suhu yang rendah. Proses adaptasi
tanaman gandum dilingkungan tropis khususnya dataran rendah dibatasi faktor
iklim yang memiliki variasi cukup tinggi, utamanya suhu, kelembaban, lama
penyinaran dan intensitas penyinaran. Wahyu et al. (2013) menyatakan bahwa
terbatasnya luas dataran tinggi yang banyak ditanami dengan komoditas
hortikultura yang mempunyai nilai ekonomis tinggi juga berpengaruh terhadap
pengembangan gandum di Indonesia sehingga diperlukan pengembangan gandum
di dataran rendah. Kendala utama yang dihadapi dalam pengembangan gandum
ini adalah cekaman lingkungan di dataran rendah khususnya cekaman lingkungan
di dataran rendah khususnya cekaman suhu tinggi.
Beberapa penelitian dalam rangka pengembangan gandum yang toleran
dataran rendah sedang dilakukan di Indonesia (Wahyu et al. 2013). Adanya
variasi lingkungan tidak akan menjamin suatu genotipe atau varietas tanaman
gandum akan tumbuh baik dan memberikan hasil panen tinggi di semua wilayah.
Hal ini terkait dengan kemungkinan ada tidaknya interaksi antara galur tanaman
dengan kisaran keragaman lingkungan. Memahami mekanisme genetik dan
fisiologis tanaman gandum sangat penting untuk menciptakan strategi efisien
untuk mengembangkan kultivar gandum tahan cekaman suhu tinggi untuk sistem
produksi yang berkelanjutan (Rao 2001). Saat ini pemerintah sedang melakukan
uji coba kultivar gandum yang sesuai untuk dataran rendah .
Gandum bersifat mikotropik yaitu mampu bersimbiosis dengan cendawan
mikoriza arbuskula. MA mampu membantu penyerapan unsur P pada tanaman
gandum (Zhu dan Smith 2001; Rubio et al. 2003; Mohammad et al. 2004), MA
berperan juga dalam meningkatkan penyerapan unsur hara dan unsur mikro pada
tanaman gandum sehingga mengurangi penggunaan pupuk kimia (Sawers et al.
2008; Fasaei dan Mayel 2012; Noori et al. 2014), Gandum di tanah kategori
ventrosol yang diberi aplikasi MA menunjukkan peningkatan kolonisasi MA pada
gandum dan meningkatkan penyerapan unsur hara (Ryan et al. 2002), begitu juga
pada kategori tanah alkalin, MA mampu membantu dalam penyerapan hara
terutama P pada tanaman gandum (Al-Kariki dan Al-Omoush 2002) dan pada
tanah Andosol juga memberikan respon pertumbuhan gandum cukup baik dengan
aplikasi MA (Castillo et al. 2012). Pada perlakuan berbagai varietas gandum
dengan aplikasi MA memberikan respon yang beragam juga terhadap
pertumbuhan tanaman gandum (Sing dan Adholeya 2004). Pemberian mikroba
tambahan seperti Azotobacter dikombinasi dengan MA tetap mampu
meningkatkan perkecambahan gandum, pertumbuhan dan meningkatkan bobot
massa tanaman gandum yang cukup tinggi (Behl 2003; Majid 2013). Pada kondisi
lingkungan miskin hara kaya akan kadar logam tinggi seperti Aluminium, MA
mampu mengikat kadar logam berat sehingga tingkat pertumbuhan stres pada
tanaman gandum bisa dikurangi (Daei et al. 2009; Gamal 2005). MA juga mampu
membantu respon pertumbuhan gandum di lokasi daerah cekaman kekeringan
untuk tetap tumbuh (Al-Karaki et al. 2004; Hooda et al. 2008). MA membantu
dalam peningkatan kadar klorofil a dan b pada tanaman gandum yang mengalami
cekaman kekeringan (Mouchechi et al. 2012). Distribusi kolonisasi MA pada
tanaman gandum dan jagung sebesar 60 % (Nasrullah et al. 2010).

10

3 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari 2011 sampai Mei 2013 di
laboratorium Mikologi dan Rumah Kaca Departemen Biologi FMIPA IPB.

Alat dan Bahan Penelitian
Alat Penelitian
Alat yang digunakan ialah saringan bertingkat (450µm, 250µm, 180 µm,
125 µm, 106 µm, 90 µm), sentrifugasi, mikroskop stereo, mikroskop majemuk,
autoklaf, pinset spora, plastik tahan panas, cawan Petri, timbangan analitik, oven,
water bath, cetakan inokulum, pot ukuran 300 gram, aluminium foil.
Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan ialah isolat Glomus manihotis koleksi bagian
Mikologi Departemen Biologi IPB, tanaman inokulum Centrosema pubescens,
Pueraria phaseoloides, tanaman aplikasi formulasi Sorghum bicolor galur mutiara
dan Triticum aestivum galur HP, Oasis, SBR, YMH, Wax, Munal, H20, SO3, SO5,
S805, S809, Nias, Selayar. Bahan formulasi yang digunakan ialah zeolit berisi
inokulum mikoriza arbuskula, gipsum dan tanah liat. Bahan pewarnaan akar
berupa KOH 10 %, HCl 1 N, Biru tripan 0,05 %, gliserol 50 %, PVLG, Melzer’s,
sukrosa 60 %, larutan hara Johnson P 25 %, aquades, air steril.

Prosedur Penelitian
Persiapan Media Tanam
Zeolit dicuci bersih dengan air mengalir agar debu yang melekat pada
permukaan zeolit hilang (sampai air cuciannya bening atau tidak keruh), setelah
bersih zeolit dimasukkan ke wadah penampungan untuk dijemur dibawah sinar
matahari sampai kering dan kemudian zeolit ditimbang dan siap dimasukkan ke
dalam kantong plastik tahan panas untuk disterilisasi dengan autoklaf selama 120
menit pada suhu 121°C. Zeolit steril kemudian digunakan sebagai media tanam.
Persemaian Benih
Benih C. pubescens dan P. phaseoloides dilakukan sterilisasi permukaan
dengan cara direndam dalam alkohol 70 % selama 5 menit lalu direndam ke air
steril sebanyak 3 kali masing-masing 5 menit, dimasukkan ke larutan hidrogen
peroksida 5 % selama 1 menit, kemudian dibilas dengan air steril sebanyak 5 kali
masing-masing 5 menit, serta dikeringkan benih diatas kertas saring steril selama
2-3 jam. Benih C. pubescens dan P. phaseoloides siap ditanam pada media zeolit
steril yang telah disiapkan pada tahap sebelumnya.

11
Produksi Massal Inokulum
Produksi inokulum dilakukan dengan menumbuhkan mikoriza arbuskula
jenis G. manihotis dan tanaman inang C. pubescens, P. phaseoloides dengan
diinokulasi mikoriza arbuskula jenis G. manihotis sebanyak 250 spora, yang
sebelumnya telah disaring dan dibersihkan dengan teknik tuang saring basah
(Gerdermann dan Nicolson, 1963) dan modifikasi dengan larutan sukrosa 60 %
(Brundrett et al. 1996). Pot dipelihara di rumah kaca selama 10 minggu.
Penyiraman dilakukan setiap hari dan pemupukan dilakukan setiap minggu
menggunakan larutan hara Johnson dengan konsentrasi fosfor (P) sebanyak
seperempat dari konsentrasi normal. Pot kontrol tanpa inokulasi diproduksi
dengan cara yang sama. Pada umur tanaman mendekati delapan minggu,
dilakukan pengamatan terhadap kolonisasi mikoriza arbuskula dengan metode
Philips dan Hayman (1970) dan Giovanetti dan Mosse (1980). Pot yang
mempunyai nilai kolonisasi akar lebih besar dari 75 % dilakukan penghentian
penyiraman dan pemupukan selama dua minggu. Selanjutnya akar dan media
tumbuh zeolit yang mengandung spora dan miselia cendawan mikoriza arbuskula
dipanen dan digunakan sebagai inokulum dalam pembuatan formulasi tablet. Pot
kontrol mendapat perlakuan yang sama seperti pot yang diinokulasi.
Formulasi Mikoriza Arbuskula
Zeolit yang berisi inokulum (Z) yang sudah kering udara dihomogenkan
dengan cara diaduk perlahan-lahan, kemudian dicampur dengan gipsum (G)
dengan perbandingan 1:1 (v/v). Selanjutnya campuran inokulum dan gipsum
dicampur dengan berbagai komposisi tanah liat (C) sebagai perlakuan yaitu 1, 2, 3,
4, dan 5 bagian. Sebelum dicampurkan ke dalam gipsum, tanah liat dilarutkan
dalam air terlebih dahulu dengan perbandingan 1:5 (w/v).Campuran bahan
tersebut dicetak dengan alat berukuran diameter 1 cm dan tinggi 1 cm. Tablet
yang sudah dicetak dikeringkan di dalam oven pada suhu 45 ˚C selama 36 jam.
Bobot rata-rata tablet yang dihasilkan ialah sekitar 200 mg. Tablet selanjutnya
diukur diameter pori permukan dan bagian dalamnya menggunakan mikroskop
stereo serta diuji stabilitasnya. Stabilitas tablet diukur dengan cara mengamati
perubahan fisik tablet.
Pengukuran Diameter Pori dan Kestabilan Tablet Inokulum Hasil Formulasi
Diameter pori tablet hasil formulasi diamati dibawah mikroskop stereo dan
diukur. Pengukuran dilakukan terhadap tablet utuh untuk mengukur diameter pori
bagian luar tablet dan yang disayat melintang untuk mengukur pori bagian dalam.
Stabilitas tablet hasil formulasi diukur secara fisik dengan 3 macam perlakuan
yaitu disemprot dengan air, ditanam di pasir basah dan direndam pada air
tergenang. Perubahan yang diamati ialah daya hancur tablet dalam satuan jam.
Formulasi terbaik dipilih untuk digunakan dalam pengujian aplikasi inokulum
pada tanaman inang sorgum.
UjiAplikasi Inokulum Hasil Formulasi pada Tanaman Sorgum (S. bicolor L.
Moench).
Tablet yang mempunyai diameter pori dan stabilitas terbaik selanjutnya
diinokulasikan pada tanaman sorgum. Jumlah tablet yang diinokulasikan sebagai
perlakuan yaitu 5, 10, 15 dan 30 tablet. Tablet diletakkan pada bagian tengah pot

12
berukuran 300 gram yang berisi zeolit steril, selanjutnya pot ditanami benih
sorgum berumur 4 hari. Pot kontrol diberi tablet tanpa inokulum cendawan MA.
Tanaman ditumbuhkan di rumah kaca, disiram setiap hari dan dipupuk setiap
minggu dengan larutan hara Johnson dengan konsentrasi P sebanyak seperempat
dari konsentrasi normal (Lampiran 6).Tanaman dipelihara sampai berumur 30 hari
setelah tanaman. Setiap perlakuan diulang sebanyak 5 kali. Pada saat panen,
bagian tajuk setiap tanaman diukur tingginya, selanjutnya tajuk dipotong secara
terpisah dan ditimbang untuk mendapatkan berat basahnya, kemudian dimasukkan
ke dalam oven pada suhu 65 ˚C selama 48 jam sampai beratnya konstan untuk
mendapatkan berat kering. Bagian akar dicuci dengan air mengalir, kemudian
dikeringkan dengan kertas merang dan ditimbang. Akar kemudian diwarnai
dengan metode Philips dan Hayman (1970). Parameter yang diukur ialah persen
kolonisasi akar, panjang akar terkolonisasi, entry point, hifa internal, arbuskula,
dan vesikula.
Uji Aplikasi Inokulum Hasil Tablet Terbaik untuk Tanaman Gandum
(Triticum aestivum L.)
Tablet inokulum yang terbaik dari pertumbuhan tanaman sorgum yaitu 30
tablet digunakan untuk uji aplikasi pada tanaman gandum 13 galur yaitu Oasis,
SBR, HP,YMH,Wax, Munal, S03, S05, S805, S809, H20, Nias, Selayar. Tablet
diletakkan pada bagian tengah pot berukuran 300 gram yang berisi zeolit steril,
selanjutnya pot ditanami benih gandum berumur 3 hari. Pot kontrol diberi tablet
tanpa inokulum cendawan MA. Tanaman ditumbuhkan di rumah kaca, disiram
setiap hari dan dipupuk setiap minggu dengan larutan hara Johnson dengan
konsentrasi P sebanyak seperempat dari konsentrasi normal untuk kontrol negatif
dan pot kontrol positif diberi larutan hara Johnson P 100 %. Pot berisi inokulum
mikoriza arbuskula juga disiram setiap hari dan dipupuk setiap minggu dengan
larutan hara Johnson dengan konsentrasi P sebanyak seperempat dari konsentrasi
normal. Tanaman dipelihara sampai berumur 30 hari setelah tanaman. Setiap
perlakuan diulang sebanyak 3 kali. Pada saat panen, bagian tajuk setiap tanaman
diukur tingginya, selanjutnya tajuk dipotong secara terpisah dan ditimbang untuk
mendapatkan berat basahnya, kemudian dimasukkan ke dalam oven pada suhu 65
˚C selama 48 jam sampai beratnya konstan untuk mendapatkan berat kering.
Bagian akar dicuci dengan air mengalir, kemudian dikeringkan dengan kertas
HVS dan ditimbang. Akar kemudian diwarnai dengan metode Philips dan
Hayman (1970). Parameter yang diukur ialah persen kolonisasi akar, panjang akar
terkolonisasi, entry point, hifa internal, arbuskula, dan vesikula.

Analisis Data
Terdapat dua jenis rancangan percobaan penelitian yang digunakan yaitu
rancangan acak lengkap untuk pembuatan formulasi inokulum dan rancangan acak
kelompok untuk aplikasi inokulum pada tanaman sorgum dan gandum di rumah
kaca, masing-masing percobaan dilakukan sebanyak lima kali ulangan dan
gandum lima kali ulangan. Data dianalisis secara statistik dengan perangkat lunak
SPSS (Statistical Package for Social Science) 17.0 dan perangkat lunak SAS seri
9.0 dan diuji lanjut menggunakan Duncan’s Multiple Range Test (DMRT).

13

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil

Diameter pori
(mm)

Formulasi Tablet Inokulum MA
Diameter pori bagian permukaan dan dalam tablet merupakan karakteristik
tablet yang sangat penting karena menentukan aerasi dan merupakan habitat
pertumbuhan cendawan MA. Gambar 1 menunjukkan ukuran diameter pori tablet
inokulum MA hasil formulasi.
4
3
2
1
0

1:1:1

1:1:2

1:1:3

1:1:4

1:1:5

Komposisi tablet Z:G:C
Gambar 1. Diameter pori bagian luar ( ) dan bagian dalam ( ) tablet inokulum
cendawan mikoriza arbuskula hasil formulasi yang mengandung
berbagai komposisi inokulum (Z), gipsum (G), dan tanah (C) (Z:G:C).
Gambar 1 menunjukkan bahwa ukuran diameter pori tablet menurun
dengan penambahan tanah liat dalam formulasi. Formula dengan komposisi
Z:G:C 1:1:1 dan 1:1:2 menghasilkan ukuran diameter pori permukaan tablet yang
sama yaitu 3 mm, sedangkan komposisi 1:1:3 dan 1:1:4 mengha