PENGARUH KERAPATAN TANAMAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL BEBERAPA VARIETAS SORGUM (Sorghum bicolor (L.) Moench)

(1)

Sherly Ardhani Pithaloka ii

ABSTRAK

PENGARUH KERAPATAN TANAMAN TERHADAP PERTUMBUHAN

DAN HASIL BEBERAPA VARIETAS SORGUM (Sorghum bicolor (L.) Moench)

Oleh

SHERLY ARDHANI PITHALOKA

Sorgum (Sorghum bicolor (L.)) merupakan salah satu tanaman serealia yang sangat penting. Budidaya sorgum di Indonesia masih belum intensif dilakukan oleh masyarakat Indonesia. Salah satu cara untuk meningkatkan potensi sorgum adalah dengan pengembangan teknik budidaya sorgum yang dapat diterapkan yaitu upaya mengatur kerapatan tanaman sorgum. Selain penentuan kerapatan tanaman, varietas yang berbeda juga dilihat pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) tingkat kerapatan tanaman terbaik untuk pertumbuhan dan hasil tanaman sorgum; (2) pengaruh perbedaan varietas pada pertumbuhan dan hasil tanaman sorgum; dan (3) pengaruh interaksi antara kerapatan tanaman dan varietas pada pertumbuhan dan hasil tanaman sorgum.

Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit Kebun Percobaan Natar, Desa Negara Ratu, Kecamatan Natar, Kabupaten


(2)

Sherly Ardhani Pithaloka ii menggunakan rancangan perlakuan pola faktorial (3x4) dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah kerapatan tanaman dan faktor kedua adalah varietas tanaman sorgum. Kerapatan tanaman ( P) dibagi menjadi empat taraf, yaitu satu (p1), dua (p2), tiga (p3), dan empat (p4) tanaman/ lubang tanam sedangkan varietas (G) yang digunakan ada tiga, yaitu Numbu (g1), Keller (g2), dan Wray (g3). Pemupukan dilakukan dengan menggunakan pupuk Urea, SP36, dan KCl masing-masing 100 kg, 100 kg, dan 150 kg/ ha.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Varietas Numbu, Keller dan Wray tidak menunjukan perbedaan pertumbuhan yang nyata, walaupun ketiga varietas

tersebut menunjukkan perbedaan pada jumlah biji/tanaman Varietas Numbu lebih tinggi dibandingkan dengan Varietas Keller dan Wray; (2) kerapatan tanaman sangat mempengaruhi pertumbuhan dan komponen hasil tanaman sorgum. Kerapatan tanaman tinggi (3 dan 4 tanaman/lubang) dapat memberikan hasil yang lebih tinggi untuk jumlah biji per satuan luas (hektar) dibandingkan dengan penggunaan kerapatan tanaman rendah (1 dan 2 tanaman/lubang); dan (3)

pengaruh kerapatan tanaman terhadap pertumbuhan dan hasil sorgum tergantung pada varietas. Pada kerapatan tanaman tinggi ( 3 dan 4 tanaman/lubang) Varietas Numbu memiliki jumlah biji/tanaman dan bobot biji/tanaman yang tertinggi dibandingkan dengan Varietas Keller dan Wray.


(3)

PENGARUH KERAPATAN TANAMAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL BEBERAPA VARIETAS SORGUM

(Sorghum bicolor (L.) Moench)

Oleh

SHERLY ARDHANI PITHALOKA Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN

pada

Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(4)

(5)

(6)

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Metro pada tanggal 28 Juni 1992, sebagai anak Pertama dari pasangan Bapak Hari Jendi Saputra dan Ibu Noerlela, S.Sos.

Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-kanak di TK Pertiwi Kota Metro pada tahun 1998, kemudian melanjutkan pendidikan Sekolah Dasar di SD Pertiwi Teladan Kota Metro dan lulus pada tahun 2004, setelah itu melanjutkan

pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 2 Metro dan lulus pada tahun 2007, pendidikan menengah atas ditempuh penulis di SMA Negeri 2 Metro dan lulus pada tahun 2010.

Pada tahun 2010, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui jalur PKAB (Penelusuran Kemampuan Akademik dan Bakat). Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi asisten dosen mata kuliah Produksi Tanaman Pangan tahun ajaran

2012/2013, Dasar-Dasar Budidaya Tanaman dan Produksi Tanaman Pangan tahun ajaran 2013/2014. Penulis pernah menjabat sebagai Sekretaris Bidang 2

(Lingkungan Hidup dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) dengan masa jabatan pada tahun 2012- 2013. Pada tahun 2013 penulis mengikuti kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik Universitas Lampung di Kecamatan Batanghari Nuban, Kabupaten Lampung Timur. Pada tahun yang sama juga melaksanakan


(8)

Praktik Umum (PU) di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Lampung Kebun Percobaan Natar yang berjudul “Deskripsi Tanaman Terung (Solanum melongena L.) di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Lampung Kebun Percobaan (KP) Natar Kabupaten Lampung Selatan”.


(9)

Moto:

Keberhasilan adalah sebuah proses. Niat adalah awal dari keberhasilan. Peluh keringatmu adalah penyedapnya. Tetesan air matamu adalah pewarnanya. Doamu dan orang-orang di sekitarmu adalah bara api yang

mematangkannya. Kegagalan merupakan pengawetnya. Maka dari itu bersabarlah. Allah selalu menyertai orang-orang yang penuh kesabaran

dalam proses menuju keberhasilan. Sesungguhnya kesabaran akan membuatmu mengerti bagaimana cara mensyukuri sebuah keberhasilan.

Selesaikan seluruh tugasmu dengan kemampuan terbaik yang ada didirimu, jika bertemu pada titik penat dan jenuh tidak perlu berfikir terlalu rumit karena masih ada

kekuatan Do’a. (Sherly, 2014)

Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Karena itu apabila kamu telah selesai (mengerjakan yang lain). Dan, maka berharaplah kepada Allah.


(10)

Bismillahirrahmanirrahim

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Kupersembahkan karya kecil ini dengan rasa syukur yang selalu teriring kepada Kedua orang tuaku, khususnya Mamah sebagai ungkapan rasa kasih sayang dan

salah satu tanda baktiku kepada mereka yang kusayangi.

Almarhumah Maksu yang memberikan kasih sayang, nasehat, dukungan yang menjadikan semangat yang sangat kuat hingga penulisan karya kecil ini

terselesaikan, semoga menjadi salah satu alasan senyuman di sana, Amin..

Alm. Opah dan Almh. Omah Tercinta.

Cici, Holati, Paksu, Om Yanto serta kedua adikku Nur Chandra Hidayatullah dan Nazaila Ramadhani Putri yang senantiasa memberikan semangat, dukungan cinta

dan kasih sayang serta menjadi penghapus lelah selama ini.

Almamaterku tercinta

Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

Semoga ilmu dan karya kecil ini bermanfaat dan mendapatkan ridho dari Allah SWT.


(11)

i SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat melaksanakan penelitian dan mampu menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih belum sempurna dan masih banyak kesalahan yang tidak disengaja. Pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi ini tidak dapat berjalan dengan baik tanpa bantuan, dukungan, dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Ir. Sunyoto, M.Agr., selaku Dosen Pembimbing Pertama selaku pembimbing utama yang telah membimbing penulis, memberikan nasehat dan motivasi kepada penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi. 2. Bapak Prof. Dr. Ir. M. Kamal, M.Sc., selaku Dosen Pembimbing Kedua atas

bimbingan, bantuan, saran, nasihat, dan motivasi yang diberikan selama pelaksanaan penelitian hingga penulisan skripsi ini selesai;

3. Bapak Dr. Ir. Kuswanta Futas Hidayat, M.P., selaku Dosen Penguji dan Ketua Jurusan Agroteknologi atas segala saran yang diberikan kepada penulis hingga penulisan skripsi ini selesai;


(12)

ii 5. Bapak Prof. Dr. Setyo Dwi Utomo, M.Sc., selaku Ketua Bidang Budidaya

Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung;

6. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung;

7. Balai Pengkajian Teknologi Pangan (BPTP) Lampung Kebun Percobaan (KP) Natar dan segenap karyawan khususnya Pak Sumarko, Pak Jumari, dan Pakde Untung atas bantuan, arahan dan pengalaman teknis selama di lapangan; 8. Kedua oang tua penulis khususnya Mamah Noerlela, Almh. Maksu, Cici,

Holati, adikku Nur Chandra Hidayatullah dan Nazaila Ramadhani Putri yang senantiasa memberikan kasih sayang, semangat, perhatian, doa, dan

dukungan kepada penulis;

9. Sahabat, partner, teman terbaik selama penelitian dan penulisan skripsi Galih Dwi Cahyo, serta sahabat terbaik Alifah, Tiara, Sinta dan Wulan terimakasih atas bantuan, saran dan semangat yang diberikan;

10. Teman seperjuangan dalam melaksanakan penelitian Ryzkita, Novri, Dian, Desi, Bangun, dan Iyut atas kerjasamanya dalam melaksanakan penelitian. 11. Teman-teman Agroteknologi 2010 Agung A.B, Alawiyah, Ade Y.L, Annisa,

Septi, Wanda, Viaz, Amey dan yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Semoga Allah SWT membalas kebaikan mereka dan semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Bandar Lampung, 2014 Penulis


(13)

iii DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... x

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang dan Masalah ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 5

1.3 Kerangka Pemikiran ... 5

1.4 Hipotesis ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Sorgum ... 9

2.1.1 Klasifikasi Tanaman Sorgum ... 9

2.1.2 Morfologi Tanaman Sorgum ... 10

2.2 Syarat Tumbuh Tanaman Sorgum ... 13

2.3 Kandungan Gizi Sorgum ... 13

2.4 Kerapatan Tanaman ... 14

2.5 Varietas ... 15

III. BAHAN DAN METODE ... 17

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 17

3.2 Bahan dan Alat ... 17

3.3 Metode Penelitian ... 19


(14)

iv

3.4.1 Pengolahan Tanah ... 22

3.4.2 Pembuatan Petakan/ Plotting ... 23

3.4.3 Penentuan Jarak Tanam ... 23

3.4.4 Penanaman ... 23

3.4.5 Pemupukan ... 23

3.4.6 Penyulaman dan Penjarangan ... 24

3.4.7 Pemeliharaan ... 24

3.4.8 Pemanenan ... 25

3.5 Variabel yang diamati ... 25

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30

4.1 Hasil Penelitian ... 30

4.1.1 Tinggi tanaman ... 32

4.1.2 Jumlah daun ... 34

4.1.3 Diameter batang ... 37

4.1.4 Tingkat hijau daun (klorofil) ... 40

4.1.5 Komponen hasil ... 42

4.1.5.1 Umur berbunga ... 44

4.1.5.2Bobot basah brangkasan ... 44

4.1.5.3Bobot kering brangkasan ... 44

4.1.5.4Panjang malai ... 45

4.1.5.5Jumlah biji/ malai ... 46

4.1.5.6Bobot biji/ malai ... 46

4.1.5.7Bobot 100 butir biji kering dengan kadar air 14 % ... 47

4.1.6 Komponen hasil dalam satuan luas (m2) ... 46

4.1.6.1Bobot berangkasan basah/ m2 ... 49

4.1.6.2Bobot berangkasan kering/ m2 ... 50

4.1.6.3Jumlahbiji/ m2 ... 50

4.1.6.4 Bobotbji/ m2 ... 51


(15)

v

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 61

5.1 Kesimpulan ... 61

5.2 Saran ... 62

PUSTAKA ACUAN ... 63


(16)

vi DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Kandungan Nutrisi dalam 100 g biji tanaman pangan. ... 14 2. Susunan perlakuan dalam penelitian. ... 19 3. Rekapitulasi hasil analisis ragam pengaruh

kerapatan tanaman,varietas dan interaksi

pada pertumbuhan dan hasil tanaman sorgum. ... 30 4. Pengaruh kerapatan tanaman dan varietas terhadap tinggi

tanaman sorgum pada umur 4, 5, 6, 7, 8, dan 9 mst. ... 32 5. Pengaruh kerapatan tanamandan varietas terhadap jumlah

daun tanaman sorgum pada umur 4, 5, 6, 7 dan 9 mst. ... 35 6. Interaksi antarakerapatan tanamandan varietas terhadap

jumlah daun (helai) tanaman sorgum pada umur 8 mst. ... 37 7. Interaksi antara kerapatan tanaman dan varietas terhadap

diameter batang tanaman sorgum pada umur 7 mst. ... 38 8. Interaksi antara kerapatan tanaman dan varietas terhadap

diameter batang tanaman sorgum pada umur 8 mst. ... 39 9. Interaksi antara kerapatan tanaman dan varietas terhadap

diameter batang tanaman sorgum pada umur 9 mst. ... 40 10. Pengaruh kerapatan tanaman dan varietas terhadap tingkat

hijau daun tanaman sorgum pada umur panen. ... 41 11. Pengaruh kerapatan tanaman dan varietas terhadap umur

berbunga, bobot basah berangkasan, bobot kering berangkasan, panjang malai, jumlah biji/ malai, dan bobot 100 butir biji. ... 43 12. Interaksi antara kerapatan tanaman dan varietas terhadap bobot

kering berangkasan tanaman sorgum (gram). ... 45 13. Interaksi antara kerapatan tanaman dan varietas terhadap


(17)

vii 14. Pengaruh kerapatan tanaman dan varietas terhadap bobot kering

berangkasan/m2 dan jumlah biji/m2. ... 49

15. Interaksi antara kerapatan tanaman terhadap bobot basah berangkasan dalam satuan luas (m2). ... 50

16. Interaksi antara kerapatan tanaman dan varietas terhadap bobot biji dalam satuan luas (m2). ... 51

17. Rata-rata tinggi tanaman sorgum pada umur 4 mst. ... 68

18. Analisis ragam untuk tinggi tanaman sorgum pada umur 4 mst. ... 68

19. Rata-rata tinggi tanaman sorgum pada umur 5 mst. ... 69

20. Analisis ragam untuk tinggi tanaman sorgum pada umur 5 mst. ... 69

21. Rata-rata tinggi tanaman sorgum pada umur 6 mst. ... 70

22. Analisis ragam untuk tinggi tanaman sorgum pada umur 6 mst. ... 70

23. Rata-rata tinggi tanaman sorgum pada umur 7 mst. ... 71

24. Analisis ragam untuk tinggi tanaman sorgum pada umur 7mst. ... 71

25. Rata-rata tinggi tanaman sorgum pada umur 8 mst. ... 72

26. Analisis ragam untuk tinggi tanaman sorgum pada umur 8 mst. ... 72

27. Rata-rata tinggi tanaman sorgum pada umur 9 mst. ... 73

28. Analisis ragam untuk tinggi tanaman sorgum pada umur 9 mst. ... 73

29. Rata-rata jumlah daun tanaman sorgum pada umur 4 mst. ... 74

30. Analisis ragam untuk jumlah daun tanaman sorgum pada umur 4 mst. ... 74

31. Rata-rata jumlah daun tanaman sorgum pada umur 5 mst ... 75

32. Analisis ragam untuk jumlah daun tanaman sorgum pada umur 5 mst ... 75

33. Rata-rata jumlah daun tanaman sorgum pada umur 6 mst. ... 76

34. Analisis ragam untuk jumlah daun tanaman sorgum pada umur 6 mst. ... 76


(18)

viii 36. Analisis ragam untuk jumlah daun tanaman sorgum

pada umur 7 mst. ... 77 37. Rata-rata jumlah daun tanaman sorgum pada umur 8 MST. ... 78 38. Analisis ragam untuk jumlah daun tanaman sorgum

pada umur 8 mst. ……… ... 78

39. Rata-rata jumlah daun tanaman sorgum pada umur 9 mst. ... 79 40. Analisis ragam untuk jumlah daun tanaman sorgum

pada umur 9 mst. ……… ... 79

41. Rata-rata diameter tanaman sorgum pada umur 7 mst. ... 80 42. Analisis ragam diameter tanaman sorgum pada umur 7 mst. ……… 80 43. Rata-rata diameter tanaman sorgum pada umur 8 mst. ... 81 44. Analisis ragam diameter tanaman sorgum pada umur 8 mst. …… ... 81 45. Rata-Rata diameter tanaman sorgum pada umur 9 mst. ... 82 46. Analisis ragam diameter tanaman sorgum pada umur 9 mst. …….. 82 47. Rata-rata umur berbunga tanaman sorgum. ... 83 48. Analisis ragam umur berbunga tanaman sorgum. ……… . 83 49. Rata-rata tingkat klorofil (unit) daun tanaman sorgum

saat panen. ... 84 50. Analisis ragam tingkat klorofil daun tanaman sorgum

saat panen. ... 84 51. Rata-rata bobot basah berangkasan tanaman sorgum

saat panen. ... 85 52. Analisis ragam bobot basah berangkasan tanaman sorgum

saat panen. ... 85 53. Rata-rata bobot kering berangkasan tanaman sorgum

setelah dioven. ... 86 54. Analisis ragam bobot kering berangkasan sorgum

setelah dioven. ... 86 55. Rata-rata panjang malai tanaman sorgum. ... 87 56. Analisis ragam panjang malai tanaman sorgum. ... 87


(19)

ix

57. Rata-rata jumlah biji tanaman sorgum per malai. ... 88

58. Analisis ragam jumlah biji tanaman sorgum per malai. ... 88

59. Rata-rata bobot biji/ malai tanaman sorgum. ... 89

60. Analisis ragam bobot biji/ malai tanaman sorgum. ... 89

61. Rata-rata bobot 100 butir biji tanaman sorgum. ... 90

62. Analisis ragam bobot 100 butir tanaman sorgum. ... 90

63. Rata-rata bobot basah berangkasan/ m2. ... 91

64. Analisis ragam bobot basah berangkasan/ m2. ... 91

65. Rata-rata bobot kering berangkasan/ m2. ... 92

66. Analisis ragam bobot kering berangkasan/ m2. ... 92

67. Rata-rata jumlah biji/ m2. ... 93

68. Analisis ragam jumlah biji/ m2. ... 93

69. Rata-rata bobot biji/ m2. ... 94

70. Analisis ragam bobot biji/ m2. ... 94

71. Data analisis tanah setelah dilakukan penelitian. ... 95

72. Data curah hujan stasiun Rejosari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan saat penelitian berlangsung. . ... 95


(20)

x DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Tata letak percobaan. ... 21

2. Tata letak lubang tanam per satuan percobaan. ... 22

3. Tanaman sorgum umur 5 mst. ... 97

4. Tanaman sorgum umur 7 mst. ... 97

5. Tanaman sorgum umur 9 mst. ... 98

6. Malai tanaman sorgum Varietas Numbu. ... 98

7. Malai tanaman sorgum Varietas Keller. ... 99

8. Malai tanaman sorgum Varietas Wray. ... 99

9. Batang tanaman sorgum Varietas Numbu kerapatan 1, 2, 3 dan 4 tanaman/lubang. ... 100

10. Batang tanaman sorgum Varietas Keller kerapatan 1, 2, 3 dan 4 tanaman/lubang. ... 100

11. Batang tanaman sorgum Varietas Wray kerapatan 1, 2, 3 dan 4 tanaman/lubang. ... 101


(21)

1

I. PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang dan Masalah

Pangan merupakan substansi pokok dalam kehidupan manusia sehingga

diperlukan untuk mencukupi kebutuhan setiap penduduk. Di Indonesia, masalah ketahanan pangan dan krisis energi sampai saat ini masih menjadi salah satu perhatian utama. Usaha peningkatan produksi bahan pangan terus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pangan terutama makanan pokok yang sejalan dengan laju pertambahan penduduk. Usaha ini tidak terbatas pada tanaman utama (padi) melainkan penganekaragaman (diversifikasi) dengan mengembangkan tanaman pangan alternatif seperti sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench).

Sorgum merupakan salah satu tanaman serealia yang sangat penting untuk

memenuhi kebutuhan karbohidrat dan telah dimanfaatkan sebagai sumber pangan pokok ke-5 di dunia setelah gandum, padi, jagung, dan barley (FAO, 2005). Sorgum adalah komoditas pangan alternatif yang memiliki potensi cukup besar untuk dikembangkan di Indonesia. Sorgum termasuk salah satu komoditi unggulan karena proses budidaya sorgum dapat di integrasikan dalam satuan dimensi dan ruang untuk tujuan meningkatkan produksi bahan pangan dan energi (Sungkono et al., 2009). Biji sorgum dapat digunakan sebagai bahan makanan yang banyak mengandung karbohidrat sebagai bahan pakan ternak (Mudjisihono


(22)

2 dan Damardjati, 1987). Nilai keunggulan tanaman sorgum yang tidak dimiliki oleh tanaman serealia lain diantaranya produksi tanaman cukup tinggi serta mudah dibudidayakan (Sudaryono et al., 1994).

Tanaman sorgum masih dapat menghasilkan biji pada lahan yang tergolong marginal. Budidayanya mudah dengan biaya yang relatif murah, dapat ditanam monokultur dan tumpangsari, produktivitas tanaman sangat tinggi dan dapat diratun (dapat dipanen lebih dari satu kali dalam sekali tanam dengan hasil yang tidak jauh berbeda, tergantung pemeliharaan tanamannya). Selain itu tanaman sorgum lebih tahan terhadap serangan hama dan penyakit sehingga risiko kegagalan panen relatif rendah (Samanhudi, 2010)

Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) mempunyai potensi dan prospek yang baik jika dikembangkan di lahan kering. Salah satu kelebihan sorgum dibanding dengan padi dan jagung adalah tanaman ini tahan terhadap kekeringan. Peluang sorgum manis dikembangkan pada lahan kering cukup luas, baik pada wilayah beriklim basah (Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua) maupun wilayah beriklim kering (Nusa Tenggara, Sulawesi Tenggara, dan sebagian Sumatera dan Jawa). Total lahan kering di Indonesia diperkirakan seluas 143,9 juta hektar. Dari luasan tersebut, 31,5 juta ha berupa lahan kering dengan topografi yang datar berombak (kemiringan lereng < 8 %) dan sesuai untuk dibangun perkebunan sorgum (Trikoesoemaningtyas et al., 2006). Menurut Tourre et al. (2004) dan Borrel et al. (2005) yang dikutip oleh Hoeman (2007). Sorgum mempunyai potensi untuk dikembangkan sejalan dengan upaya peningkatan produktivitas


(23)

3 lahan marginal karena sorgum memiliki daya adaptasi yang luas dan memerlukan jumlah air yang relatif sedikit untuk pertumbuhannya.

Walaupun tanaman sorgum memiliki potensi besar sebagai sumber bahan pangan, pakan, dan bioetanol tetapi budidaya sorgum di Indonesia masih belum intensif dilakukan oleh masyarakat. Hal ini mungkin terkait dengan persepsi masyarakat tentang nilai tambah tanaman sorgum yang belum maksimal. Disamping itu, produktivitas biji sorgum menunjukan kecenderungan yang masih rendah yaitu 2,0 – 3,5 ton per hektar, sementara potensinya dapat mencapai lebih dari 4,0 ton per hektar yang dinyatakan oleh Puspitasari et al. (2012).

Puspitasari et al. (2012) menyatakan salah satu cara pengembangan teknik budidaya sorgum yaitu upaya untuk mengatur kerapatan atau populasi tanaman sorgum, sehingga peningkatan produktivitas sorgum masih dapat dilakukan dengan mengatur kerapatan yang sesuai. Dengan ketersediaan air di musim kemarau yang cenderung kurang, tanaman sorgum dapat memenuhi

kebutuhannya, maka hal ini membuka peluang bagi pengembangan tanaman sorgum yang lebih tahan kekeringan.

Menurut Atus’sadiyah (2004), penentuan kerapatan tanaman pada suatu areal pertanaman pada hakekatnya merupakan salah satu cara untuk mendapatkan hasil tanaman secara maksimal. Dengan pengaturan kepadatan tanaman sampai batas tertentu, tanaman dapat memanfaatkan lingkungan tumbuhnya secara efisien.

Kepadatan populasi berkaitan erat dengan jumlah radiasi matahari yang dapat diserap oleh tanaman. Disamping itu, kerapatan tanaman juga mempengaruhi persaingan diantara tanaman dalam menggunakan unsur hara. Sitompul dan


(24)

4 Guritno (1995) menyatakan bahwa yang mempengaruhi terjadinya kompetisi ada dua faktor, pertama adalah hadirnya suatu individu atau kelompok tanaman lain disekitar individu tersebut, faktor kedua adalah kuantitas faktor pertumbuhan yang tersedia. Ketersedian faktor-faktor pertumbuhan akan memperkecil terjadinya kompetisi. Pada kondisi lapang, kompetisi biasanya terjadi setelah tanaman mencapai tingkat pertumbuhan tertentu, kemudian kompetisi semakin besar sesuai dengan pertumbuhan ukuran dan fungsi pertumbuhanya. Daya kompetitif

tanaman tergantung pada kapasitas organ akar dan daun dalam melaksanakan fungsi untuk pertumbuhan.

Di Indonesia telah banyak dilakukan pengembangan varietas-varietas unggul baru yang diharapkan dapat memberikan hasil yang lebih tinggi dari varietas-varietas sebelumnya. Selain penentuan kerapatan tanam, varietas yang berbeda juga dilihat pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Apakah tingkat kerapatan tanaman yang berbeda dapat mempengaruhi pertumbuhan dan hasil tanaman sorgum ?

2. Apakah perbedaan varietas tanaman memberikan pengaruh berbeda pada pertumbuhan dan hasil tanaman sorgum ?

3. Apakah terdapat pengaruh interaksi antara kerapatan tanaman dan varietas pada pertumbuhan dan hasil tanaman sorgum ?


(25)

5 1.1 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini untuk:

1. Mengetahui tingkat kerapatan tanaman terbaik untuk pertumbuhan dan hasil tanaman sorgum.

2. Mengetahui pengaruh perbedaan varietas pada pertumbuhan dan hasil tanaman sorgum.

3. Mengetahui pengaruh interaksi antara kerapatan tanaman dan varietas pada pertumbuhan dan hasil tanaman sorgum.

1.2 Kerangka Pemikiran

Dengan beberapa kelebihan tanaman sorgum dibanding dengan tanaman pangan lainnya maka dilakukanlah penelitian tentang tanaman sorgum ini dengan teknologi tingkat kerapatan dan genotipe berbeda yang diterapkan pada tanaman sorgum.

Sorgum terkenal sebagai tanaman yang tahan tumbuh pada kondisi kekeringan. Secara fisiologis, permukaan daun sorgum yang mengandung lapisan lilin dan sistem perakaran yang ekstensif, fibrous dan dalam cenderung membuat tanaman efisien dalam absorpsi dan pemanfaatan air (laju evavotranspirasi sangat rendah). Akumulasi bahan kering sorgum hanya memerlukan 332 kg air, sedangkan

jagung, barley dan gandum berturut-turut memerlukan 368, 434 dan 514 kg air. Dibanding tanaman jagung, sorgum juga memiliki sifat yang lebih tahan terhadap genangan air, kadar air tinggi dan keracunan alumunium ( House, 1995).


(26)

6 Salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman adalah kerapatan. Dimana kerapatan tanaman atau populasi per lubang tanam dapat mempengaruhi pertumbuhan dan hasil suatu tanaman.

Produsen terus mencari metode yang dapat meningkatkan hasil lahan, mengurangi biaya, ataupun kombinasi keduanya. Jumlah tanaman pada lahan, sebagai akibat kerapatan tanaman ataupun jarak tanam masih menjadi perhatian selama beberapa dekade. Dengan penambahan kerapatan tanaman, maka jarak tanam menjadi lebih dekat dan meningkatkan persaingan antar tanaman (Farnham, 1999). Kerapatan tanaman merupakan salah satu teknologi yang diterapkan untuk mendapatkan hasil yang lebih maksimal dari suatu luasan areal tanam. Akan tetapi, perlu diketahui bahwa ketika dilakukan peningkatan jumlah populasi per lubang tanam atau per satuan luas lahan maka tingkat kompetisi pun akan semakin meningkat, bukan lagi persaingan penyerapan unsur hara, ruang tumbuh, serapan sinar matahari, air dan komponen tumbuh lainnya dengan gulma melainkan dengan tanaman sejenis.

Menurut Gardner et al. (1991), kerapatan tanaman merupakan faktor yang mempengaruhi pertumbuhan karena penyerapan energi matahari oleh permukaan daun sangat menentukan pertumbuhan tanaman. Jika kondisi tanaman terlalu rapat sehingga cahaya tidak dapat mengenai sebagian besar tubuh tanaman dapat menekan perkembangan vegetatif dan hasil panen akibat laju fotosintesis rendah.

Kerapatan tanaman selain mampu meningkatkan produksi juga mampu menekan pertumbuhan gulma, sebab radiasi matahari terhalang oleh daun-daun tanaman sorgum, yang membentuk kanopi sehingga menutupi permukaan tanah.


(27)

7 Peningkatan kerapatan tanaman per lubang tanam tentu meningkatkan produksi sorgum namun pada taraf tertentu bisa menurunkan hasil produksi, karena akan terjadi persaingan dalam pemanfaatan air, unsur hara, dan cahaya matahari. Hal ini sejalan dengan pernyataan Mintarsih et al. (1989) yang dikutip oleh Murrinie (2004) menyatakan bahwa peningkatan kerapatan populasi tanaman persatuan luas pada suatu batas tertentu dapat meningkatkan hasil biji jagung. Namun penambahan jumlah tanaman selanjutnya akan menurunkan hasil karena terjadi kompetisi unsur hara, air, ruang tumbuh dan sinar matahari.

Sorgum memiliki banyak varietas dan setiap varietas memiliki kemampuan genetik yang berbeda. Sumber koleksi plasma nutfah sorgum berasal dari varietas lokal, introduksi dari ICRISAT dan China, dan beberapa galur hasil riset

pemuliaan tanaman di BATAN. Dalam koleksi plasma nutfah terdapat beberapa jenis sorgum manis yang memiliki peluang dapat dikembangkan lebih lanjut sebagai bahan baku bioetanol (Soeranto et al., 2006) Hal inilah yang menjadi dasar pemikiran untuk menggunakan beberapa jenis varietas seperti Numbu, Keller dan Wray. Diharapkan melalui perlakuan ini dapat diketahui interaksi antara varietas yang ditanam dengan kerapatan tanaman yang digunakan.

Keberadaan varietas-varietas unggul terus diupayakan agar dapat memberikan produksi yang lebih tinggi dan juga rasa yang enak terutama untuk sorgum yang tujuannya dikonsumsi. Setiap varietas memiliki sifat genotipe yang berbeda-beda dan juga akan berpengaruh terhadap hasil tanaman sorgum. Menurut Sirappa (2003), telah banyak dilakukan pengembangan varietas sorgum untuk mendapatkan sorgum unggul.


(28)

8 Masalah utama pengembangan sorgum adalah nilai keunggulan komparatif dan kompetitif sorgum yang relatif rendah dan usaha tani sorgum di tingkat petani belum intensif. Untuk mengatasi masalah tersebut diperlukan pengelolaan sistem produksi sorgum secara menyeluruh (holistik) melalui empat dimensi, yaitu wilayah (areal tanam sorgum), ekonomi (nilai keunggulan komparatif dan kompetitif sorgum terhadap komoditas lain), sosial (sikap dan persepsi produsen terhadap sorgum sebagai bagian dari usaha taninya), dan industri (nilai manfaat sorgum sebagai bahan baku industri makanan dan pakan ternak).

1.3 Hipotesis

Dari rumusan masalah yang dikemukakan maka ditetapkan beberapa hipotesis dalam penelitian ini, antara lain :

1. Kerapatan tanaman yang berbeda akan memberikan perbedaan pertumbuhan dan hasil tanaman sorgum.

2. Perbedaan varietas sorgum memberikan perbedaan pertumbuhan dan hasil tanaman sorgum.

3. Terdapat pengaruh interaksi antara kerapatan tanaman dan varietas pada pertumbuhan dan hasil tanaman sorgum.


(29)

9

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Sorgum

2.1.1. Klasifikasi Tanaman Sorgum

Sorgum (Sorgum bicolor (L.) Moench) merupakan tanaman yang termasuk di dalam famili Graminae bersama dengan padi, jagung, tebu, gandum, dan lain-lain. Di Jawa Tengah dan Jawa Timur, sorgum dikenal dengan nama jagung cantel, sedangkan di Jawa Barat dikenal dengan nama jagung cantrik dan batara tojeng di Sulawesi Selatan (Suprapto dan Mudjisihono, 1987).

Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) semula bernama Sorgum vulgare Pers, tetapi karena dalam kerabat Sorghum vulgare terdapat kelompok tanaman liar maka Doggett (1970) memberikan nama khusus kepada sorgum yang telah dibudidayakan dengan nama Sorghum bicolor (L.) Moench. Ras bicolor

didapatkan di Asia dan Afrika. Tanaman sorgum ini termasuk famili Gramineae atau rerumputan.


(30)

10 Berdasarkan klasifikasi botaninya, Sorghum bicolor L. Moench termasuk ke dalam :

Genus : Sorghum Ordo : Cyperales

Kelas : Liliopsida/Monokotiledon Divisi : Magnoliophyta

Superdivisi : Spermatophyta Subkingdom : Tracheobionta Kingdom : Plantae.

Tanaman sorgum setidaknya memiliki 30 spesies, namun yang sangat umum dibudidayakan meliputi tiga spesies, yaitu Sorghum helepense (L.) Pers., Sorghum propinquum (Kunth) Hitchc., dan Sorghum bicolor (L.) Moench. (House, 1985). Dari ketiga spesies tersebut yang sangat populer dan menjadi tanaman komersial di dunia adalah Sorghum bicolor (L.) Moench. Penyebaran spesies ini meliputi seluruh dunia yang dikembangkan sebagai tanaman pangan, pakan ternak, dan bahan baku berbagai industri (House, 1985).

2.1.2. Morfologi Tanaman Sorgum

Bunga sorgum tersusun dalam bentuk malai dengan banyak bunga pada setiap malai sekitar 1500 – 4000 bunga. Bunga sorgum akan mekar teratur dari 7 cabang malai paling atas ke bawah. Malai sorgum memiliki tangkai yang tegak atau melengkung, berukuran panjang atau pendek dan berbentuk kompak sampai terbuka (Poehlman dan Sleper, 1995; Dicko et al., 2006). Tanaman sorgum merupakan tanaman menyerbuk sendiri dengan peluang menyerbuk silang sekitar 6 %. (Poehlman dan Sleper, 1995).


(31)

11 Biji sorgum berbentuk bulat, dengan ukuran 4-8 mm. Diantara kulit

(pericarp) dan endosperm dilapisi oleh lapisan testa dan aleuron. Lapisan testa termasuk pada bagian perikarp dan lapisan aleuron termasuk pada

bagian dari endosperm. Komposisi bagian biji sorgum terdiri atas kulit luar 8 %, lembaga 10 % dan endosperm 82%. Warna biji sorgum sangat bervariasi mulai dari putih, kuning, merah, coklat dan ungu. Warna biji dipengaruhi oleh warna dan ketebalan kulit (pericarp), terdapatnya testa serta tekstur dan warna

endosperm (Hahn dan Rooney, 1985).

Tanaman sorgum mempunyai batang yang merupakan rangkaian berseri dari ruas (internodes) dan buku (nodes). Bentuk batangnya silinder dengan ukuran diameter batang pada bagian pangkal antara 0,5 – 5,0 cm. Tinggi batang tanaman sorgum bervariasi yaitu antara 0,5–4,0 m tergantung pada varietas (House, 1985). Tinggi batang sorgum manis yang dikembangkan di China dapat mencapai 5 m, dan struktur tanaman yang tinggi sangat ideal dikembangkan untuk pakan ternak dan penghasil gula (FAO, 2005). Pada beberapa varietas sorgum batangnya dapat menghasilkan tunas baru membentuk percabangan atau anakan dan dapat tumbuh menjadi individu baru selain batang utama (House, 1985).

Daun sorgum bentuknya mirip daun jagung, tetapi daun sorgum dilapisi oleh sejenis lilin yang agak tebal dan berwarna putih (Mudjisihono, 1987). Lapisan lilin ini berfungsi untuk mengurangi atau menahan penguapan air dari dalam tubuh tanaman sorgum sehingga resistensi atau tahan terhadap kekeringan. Dogget (1970) melaporkan bahwa daun sorgum biasanya terdapat secara berselang dalam dua baris pada sisi-sisi batang yang berlawanan dan


(32)

masing-12 masing terdiri atas suatu pelepah dan helaian. Ukuran daun meningkat dari bawah (pertama ketika mulai tumbuh) ke atas umumnya sampai daun ketiga atau

keempat kemudian menurun sampai daun bendera (Martin, 1970).

Bunga sorgum tersusun dalam bentuk malai dengan banyak bunga pada

setiap malai sekitar 1500 – 4000 bunga. Bunga sorgum akan mekar teratur dari 7 cabang malai paling atas ke bawah. Malai sorgum memiliki tangkai yang tegak atau melengkung, berukuran panjang atau pendek dan berbentuk kompak sampai terbuka (Dicko et al., 2006).

Seperti akar tanaman jagung tanaman sorgum memiliki jenis akar serabut. Pada ruas batang terendah diatas permukaan tanah biasanya tumbuh akar. Akar tersebut dinamakan akar adventif (Duljapar, 2000). Sebagai tanaman yang termasuk kelas monokotiledone, sorgum mempunyai sistem perakaran serabut. Akar primer tumbuh pada saat proses perkecambahan berlangsung dan seiring dengan proses pertumbuhan tanaman muncul akar sekunder pada ruas pertama. Akar sekunder kemudian berkembang secara ekstensif yang diikuti matinya akar primer. Pada tahap selanjutnya, akar sekunder inilah yang kemudian berfungsi untuk menyerap air dan unsur hara serta memperkokoh tegaknya batang. Toleransi sorgum terhadap kekeringan disebabkan karena pada endodermis akar sorgum terdapat endapan silika yang berfungsi mencegah kerusakan akar pada kondisi kekeringan (Dogget, 1970). Sorgum juga efisen dalam penggunaan air karena didukung oleh sistem perakaran sorgum yang halus dan letaknya agak dalam sehingga mampu menyerap air dengan cukup intensif (Rismunandar, 1989).


(33)

13 2.2 Syarat Tumbuh Tanaman Sorgum

Tanaman sorgum dapat berproduksi walaupun dibudidayakan dilahan kurang subur, air yang terbatas dan masukkan (input) yang rendah, bahkan dilahan yang berpasirpun sorgum dapat dibudidayakan. Namun apabila ditanam pada daerah yang berketinggian diatas 500 m dpl tanaman sorgum akan terhambat pertumbuhannya dan memiliki umur yang panjang (Departemen Pertanian, 2011). Suhu optimum untuk pertumbuhan sorgum berkisar antara 23° C – 30 ° C

dengan kelembaban relatif 20 – 40 %. Pada daerah-daerah dengan ketinggian 800 m dan permukaan laut dimana suhunya kurang dari 20 ° C, pertumbuhan tanaman akan terhambat. Selama pertumbuhan tanaman, curah hujan yang diperlukan adalah berkisar antara 375 – 425 mm (Pustaka Departemen Pertanian, 2011). Curah hujan yang dibutuhkan tanaman ini adalah 600 mm/tahun.

Tanaman sorgum akan tumbuh baik pada ketinggian 1– 500 m diatas permukaan laut di Indonesia. Tanaman ini akan memperlama umur panen ketika ditanam diatas 500 m diatas permukaan laut. Tanaman ini mampu hidup diatas suhu 47 ° F (Kusuma et al., 2008).

2.3 Kandungan Gizi Sorgum

Sorgum merupakan salah satu tanaman serealia yang sangat penting untuk

memenuhi kebutuhan karbohidrat dan telah dimanfaatkan sebagai sumber pangan pokok ke-5 di dunia setelah gandum, padi, jagung, dan barley (FAO, 2005). Biji sorgum mengandung gizi yang tidak lebih rendah dari kandungan tanaman serealia lainnya. Sorgum mengandung karbohidrat 83 %, protein 11 %, lemak 3,3 %, vitamin B1, Fe, P, dan Ca (Nurmala, 1998).


(34)

14 Tabel 1. Kandungan Nutrisi Dalam 100 g biji tanaman pangan.

Unsur Nutrisi Kandungan/100 g

Beras Jagung Singkong Sorgum Kedelai

Kalori (cal) 360 361 146 332 286

Protein (g) 6,8 8,7 1,2 11,0 30,2

Lemak (g) 0,7 4,5 0,3 3,3 15,6

Karbohidrt (g) 78,9 72,4 34,7 73,0 30,1

Kalsium (mg) 6,0 9,0 33,0 28,0 196,0

Besi (mg) 0,8 4,6 0,7 4,4 6,9

Posfor (mg) 140 380 40 287 506

Vit. B1 (mg) 0,12 0,27 0,06 0,38 0,93 Sumber: Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan RI (1992).

2.4 Kerapatan Tanaman

Kerapatan tanaman mempunyai hubungan erat dengan hasil tanaman. Kerapatan tanaman dapat diartikan sebagai jumlah tanaman yang terdapat dalam satuan luas lahan. Peningkatan kerapatan tanaman mempunyai arti meningkatkan jumlah tanaman. Bila jumlah tanaman meningkat dan diikuti dengan luas daun serta ILD-nya yang meningkat sehingga akan meningkatkan berat kering total tanaman (Gardner et al., 1991).

Kerapatan tanaman merupakan salah satu faktor penting dalam usaha

meningkatkan hasil panen. Pada populasi optimal, kompetisi antar tanaman masih terjadi sehingga pertumbuhan dan hasil per individu menjadi berkurang, namun karena jumlah tanaman per hektar bertambah dengan meningkatnya populasi, maka hasil panen per hektar masih dapat meningkat. Jika jarak tanaman terlalu rapat atau populasi terlalu tinggi, kompetisi antar individu juga diikuti dengan penurunan hasil panen per hektar. Selanjutnya jika jarak tanaman terlalu


(35)

15 renggang banyak ruang kosong diantara tajuk tanaman (Sugito, 1999). Oleh karena itu spesies tanaman daun yang efisien cenderung menginvestasikan sebagian besar awal pertumbuhan mereka dalam bentuk penambahan luas daun, yang berakibat pada pemanfaatan radiasi matahari yang efisien (Gardner et al., 1991).

2.5 Varietas

Varietas tanaman adalah sekelompok tanaman dari suatu jenis atau spesies yang ditandai oleh bentuk tanaman, pertumbuhan tanaman, daun, bunga, buah, biji, dan ekspresi karakteristik genotipe atau kombinasi genotipe yang dapat membedakan dari jenis atau spesies yang sama oleh sekurang-kurangnya satu sifat yang

menentukan dan apabila diperbanyak tidak mengalami perubahan ( Menurut Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman).

Tingkat hasil suatu tanaman ditentukan oleh interaksi faktor genetis varietas unggul dengan lingkungan tumbuhnya seperti kesuburan tanah, ketersediaan air, dan pengelolaan tanaman. Tingkat hasil varietas unggul yang tercantum dalam deskripsi umumnya berupa angka rata-rata dari hasil yang terendah dan tertinggi pada beberapa lokasi dan musim. Potensi hasil varietas unggul dapat saja lebih tinggi atau lebih rendah pada lokasi tertentu dengan penggunaan masukan dan pengelolaan tertentu pula. Biasanya untuk mendapatkan hasil yang lebih tinggi dari penggunaan varietas unggul diperlukan pengelolaan yang lebih intensif dan perhatian serius serta kondisi lahan yang optimal. Agar memperoleh hasil yang optimal di atas rata-rata dalam deskripsi maka perolehan varietas unggul harus


(36)

16 sesuai 6 tepat (tepat varietas, jumlah, mutu, waktu, lokasi, dan tepat harga) (Gani, 2000).

Berdasarkan bentuk malai dan tipe spikelet, sorgum diklasifikasikan ke dalam 5 ras yaitu ras Bicolor, Guenia, Caudatum, Kafir, dan Durra. Ras Durra yang umumnya berbiji putih merupakan tipe paling banyak dibudidayakan sebagai sorgum biji (grain sorgum) dan digunakan sebagai sumber bahan pangan. Diantara ras Durra terdapat varietas yang memiliki batang dengan kadar gula tinggi disebut sebagai sorgum manis (sweet sorghum). Sedangkan ras-ras lain pada umumnya digunakan sebagai biomasa dan pakan ternak. Program

pemuliaan sorgum telah berhasil memperoleh varietas dengan kandungan gula yang tinggi (sweet sorghum) sehingga dapat menggantikan tanaman tebu sebagai penghasil bahan pemanis. Sorgum manis tersebut telah berhasil dibudidayakan di China sebagai bahan pembuat biofuel (Kusuma et al., 2008).


(37)

17

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit Kebun Percobaan Natar, Desa Negara Ratu, Kecamatan Natar, Kabupaten

Lampung Selatan yang dilaksanakan sejak bulan Mei sampai bulan September 2013. Kebun Percobaan ini berada pada ketinggian 135 m dpl, mempunyai jenis tanah latosol dan sebagian podsolik merah kuning (PMK), serta memiliki iklim disekitar Kebun Percobaan Natar termasuk tipe B, menurut Schmith Firguson (1951) dengan curah hujan rata-rata 1786 mm / tahun. (Departemen Pertanian, 2009)

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah tiga varietas sorgum (Numbu, Keller, dan Wray) yang berasal dari penelitian sebelumnya yang mengkaji tentang respon tumpang sari tanaman sorgum dengan ubi kayu, pupuk Urea, SP36, dan KCl dengan dosis 100, 100, dan 150 kg/ha. Varietas sorgum manis (sweet sorgum) Numbu, Keller dan Wray dipilih dengan alasan pada penelitian sebelumnya memiliki keunggulan masing-masing. Menurut Putnam et al. yang telah mengevaluasi 13 varietas sorgum manis memiliki kadar gula brix hasil ekstraksi 5,8-13,7 % dan hasil ekstraksi gula FC 2,3- 7,0 t/ha. Varietas Numbu memiliki bentuk malai yang


(38)

18 lebih kompak, berbentuk elips, tinggi tanaman mencapai 187 cm (balitsereal, 2013); Varietas Keller dan Wray memiliki diameter batang yang mencapai 1,77 cm dan 1,73 cm; untuk tinggi tanaman mencapai 269,10 cm dan 231,16 cm (Rahmawati, 2013). Varietas Numbu, Keller, dan Wray yang digunakan berasal dari BPPT (Balai Penelitian dan Pengkajian Pertanian) Sulusuban, Lampung Tengah. Benih ini merupakan benih introduksi yang diteliti oleh Prof. Dr.

Soeranto Hoeman dan dibawa ke Lampung oleh Dr. Sungkono. ( Sungkono et al., 2009)

Alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari alat pengolah tanah (bajak singkal dan bajak rotari), golok, sabit, carter, ember, gayung, alat penyedot air, selang, mikrometer sekrup, SPAD, seed counter, seed blower, moisture meter label sampel, gunting, buku, alat tulis, meteran, timbangan, dan oven.


(39)

19

3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan perlakuan pola faktorial (3x4) dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah kerapatan tanam dan faktor kedua adalah varietas tanaman sorgum. Kerapatan tanam (P) dibagi menjadi empat taraf, yaitu satu (p1), dua (p2), tiga (p3), dan empat (p4) tanaman/ lubang tanam sedangkan varietas (G) yang digunakan ada tiga, yaitu Numbu (g1), Keller (g2), dan Wray (g3). Kombinasi perlakuan berjumlah 12 yang terbagi dalam 3 kelompok sebagai ulangan, sehingga terdapat 36 satuan percobaan. Tiap satu satuan percobaan seluas 16 m2 dan digunakan jarak tanam 80 cm x 20 cm sehingga dalam satuan percobaan terdapat 100 lubang tanam dan untuk populasi per hektar untuk kerapatan tanaman 1 terdapat 62.500 populasi tanaman, kerapatan tanaman 2 terdapat 125.000 populasi, kerapatan tanaman 3 terdapat 187.500 populasi dan kerapatan tanaman 4 terdapat 250.000 populasi Susunan perlakuan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Susunan perlakuan dalam penelitian.

Perlakuan Keterangan

g1p1 Sorgum Varietas Numbu 1 tanaman/lubang g1p2 Sorgum Varietas Numbu 2 tanaman/lubang g1p3 Sorgum Varietas Numbu 3 tanaman/lubang g1p4 Sorgum Varietas Numbu 4 tanaman/lubang g2p1 Sorgum Varietas Keller 1 tanaman/lubang g2p2 Sorgum Varietas Keller 2 tanaman/lubang g2p3 Sorgum Varietas Keller 3 tanaman/lubang g2p4 Sorgum Varietas Keller 4 tanaman/lubang g3p1 Sorgum Varietas Wray 1 tanaman/lubang g3p2 Sorgum Varietas Wray 2 tanaman/lubang g3p3 Sorgum Varietas Wray 3 tanaman/lubang g3p4 Sorgum Varietas Wray 4 tanaman/lubang


(40)

20

Homogenitas ragam diuji dengan uji Bartlet dan aditivitas data di uji dengan uji Tukey. Bila kedua asumsi ini terpenuhi, maka data dianalisis dengan analisis ragam dan dilakukan pemisahan nilai tengah menggunakan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf α 5%. Denah tata letak percobaan dapat dilihat pada gambar Gambar 1 dan tata letak lubang tanam per satuan percobaan pada Gambar 2.


(41)

21

Ulangan 3

U

Ulangan 2

`

Ulangan 1

Gambar 1. Tata letak percobaan

g3p1 g3p2 g2p3

g1p1 g1p2 g3p4

g2p1 g2p2 g1p3

g1p4 g3p3 g2p4

g1p3 g1p4 g2p1

g3p1 g2p2 g1p1

g2p1

g2p3 g2p4

g2p4 g3p3

g1p3

g1p2 g3p2 g3p4

g3p1

g2p2 g3p4 g3p2

g3p3 g1p1


(42)

22

Satu petakan terdapat 100 lubang tanam yang terdapat pada gambar (Gambar 2).

U

80 cm

20 cm

40 cm

Gambar 2. Tata letak lubang tanam per satuan perobaan

3.4 Pelaksanaan Penelitian

3.4.1 Pengolahan Tanah

Lahan dibersihkan dari sisa-sisa tanaman sebelumnya, kemudian lahan dibajak dua kali, dicangkul, digaru dan setelah itu tanah diratakan dengan bajak rotari. Kemudian dibuat parit antar petak maupun antar ulangan dengan jarak satu meter.

4 m


(43)

23

3.4.2 Pembuatan Petakan/Plotting

Petak yang dibuat berukuran 4 m x 4 m dengan jarak antar petak satu meter sehingga percobaan ini terdiri dari 36 petak .

3.4.3 Penentuan Jarak Tanam

Jarak tanam yang di gunakan dalam petakan adalah 80 x 20 cm, sehingga terdapat 100 lubang tanam/petakan.

1.4.4 Penanaman

Penanaman dilakukan setelah lahan diolah menggunakan bajak rotary dan bajak singkal sehingga keadaan lahan sudah siap tanam. Benih sorgum ditanam di lubang tanam yang sudah dipersiapkan sesuai dengan kerapatan yang sudah ditentukan.

3.4.5 Pemupukan

Pemupukan menggunakan pupuk kimia yang diberikan untuk percobaan ini yaitu pupuk kimia Urea, SP36, dan KCl yang sesuai dosis standar untuk pertanaman sorgum masing-masing yaitu 100, 100, dan 150 kg/ha, atau dosis pupuk per petakan lahan yaitu Urea 160 gr, SP36 160 gr, dan KCl 240 gr. Pemberian pupuk dilakukan sebanyak dua kali, pemupukan pertama Urea : SP36 : KCl sebanyak 1

/2 : 1 : 1 bagian yang diberikan pada umur dua minggu setelah tanam. . Pemupukan dilakukan sebanyak 2 kali terhadap pupuk Urea, yaitu pemupukan kedua pada saat tanaman berumur 6 minggu sedangkan untuk pupuk SP36 dan KCl diberikan sekaligus pada saat tanaman berumur 2 minggu. Pemupukan ini


(44)

24

dilakukan dengan cara larikan. Pemupukan ini diberikan untuk bertujuan untuk membantu menyediakan unsur hara dalam tanah.

3.4.6 Penyulaman dan Penjarangan

Penyulaman bertujuan untuk mengganti benih yang tidak tumbuh. Hal ini

dilakukan dengan cara menanam kembali benih sorgum pada lubang tanam yang benih sebelumnya tidak tumbuh. Penyulaman dilakukan paling lambat yaitu dua minggu setelah waktu awal pertanaman.

Penjarangan dilakukan terhadap tanaman sorgum yang tumbuh dengan jumlah melebihi kerapatan tanam yang telah ditentukan.

3.4.7 Pemeliharaan

Pemeliharaan meliputi penyiraman dan pengendalian hama penyakit termasuk pengendalian gulma. Penyiraman dilakukan untuk memberi ketersediaan air dalam tanah, agar tanaman tidak kekurangan air dan untuk membantu proses fotosintesis dan masa pembuahan. Selama awal pertumbuhan tanaman.

Pembumbunan dilakukan dengan cara menggemburkan tanah disekitar tanaman. Kemudian menimbunkan tanah tersebut pada pangkal batang tanaman sorgum sehingga membentuk guludan-guludan kecil.

Penyiangan dilakukan dengan cara menyiangi gulma secara hati-hati, agar tidak mengganggu perakaran tanaman sorgum dan dengan cara kimiawi. Penyiangan yang dilakukan masih menggunakan cara manual yang mana cara manual itu justru lebih efektif dan efisien. Penyiangan pertama dilakukan umur 7 – 10 hst selanjutnya jika terdapat gulma yang mengganggu tanaman.


(45)

25

3.4.8 Pemanenan

Pemanenan tanaman sorgum dibagi dua yaitu panen sampel dan panen petak percobaan yang dilakukan pada saat umur sorgum 14 minggu setelah tanam sesuai dengan varietas.

3.5 Variabel yang diamati

Jumlah tanaman yang diamati adalah 5 tanaman setiap petak yang dipilih secara acak. Pengamatan untuk keseluruhan variabel terbagi menjadi dua komponen yaitu komponen pertumbuhan dan komponen hasil.

Komponen pertumbuhan meliputi:

1) Tinggi tanaman

Diukur dengan satuan centimeter (cm) mulai dari pangkal batang sampai titik tumbuh tertinggi pada perlakuan untuk semua petak percobaan. Diukur saat tanaman berumur 4 MST dengan selang waktu setiap minggu sampai tanaman berumur 9 MST.

2) Jumlah daun

Dihitung dengan satuan helai pada setiap perlakuan untuk semua petak percobaan dengan menghitung banyak daun yang ada. Diukur saat tanaman berumur 4 MST dengan selang waktu setiap minggu sampai tanaman berumur 9 MST.


(46)

26

3) Diameter batang

Diukur dengan menggunakan mikrometer sekrup untuk setiap perlakuan pada semua petak percobaan. Pengukuran dilakukan pada bagian tengah batang yang mewakili diameter keseluruhan batang dengan satuan centimeter (cm). Diukur saat tanaman berumur 7 MST dengan selang waktu setiap minggu sampai tanaman berumur 9 MST.

4) Umur berbunga

Dihitung ketika tanaman berbunga lebih dari 50 %. Pengamatan dilakukan dengan menghitung jangka waktu dengan satuan hari dari awal tanam sampai berbunga lebih dari 50% untuk keseluruhan petak percobaan.

5) Tingkat kehijauan daun

Diukur dengan menggunakan alat SPAD pada waktu panen. Pengukuran dilakukan pada daun bendera pada keseluruhan petak percobaan dan dinyatakan dalam satuan unit SPAD.

Komponen hasil meliputi:

1) Bobot berangkasan basah

Didapatkan setelah panen dengan cara menimbang keseluruhan bobot tanaman pada setiap petak percobaan yang dipanen hingga pemotongan untuk ratoon. Pengamatan ini dilakukan dengan menggunakan timbangan digital dan bobot dinyatakan dalan satuan gram (g).


(47)

27

2) Bobot berangkasan kering

Didapatkan setelah panen dengan cara menimbang bobot basah tanaman pada setiap petak percobaan yang sudah dioven dengan suhu 80oC selama 3 hari. Pengamatan ini dilakukan dengan menggunakan timbangan digital dan bobot dinyatakan dalan satuan gram (g).

3) Panjang malai

Diukur panjang malai menggunakan penggaris dari setiap petak percobaan setelah dilakukan pemanenan. Pengukuran ini dilakukan mulai dari pangkal malai sampai ujung malai yang ditandai dengan letak buku pertama, panjang malai dinyatakan dalam satuan centimeter (cm).

4) Jumlah biji/malai

Didapatkan dengan menghitung seluruh jumlah biji/malai hasil panen untuk setiap petak percobaan. Untuk pengamatan variabel jumlah biji/malai dilakukan dengan menggunakan alat Seed Counter dan jumlah biji dinyatakan dalam satuan butir.

5) Bobot biji/malai

Didapatkan dengan menimbang bobot biji/malai hasil panen untuk setiap petak percobaan. Untuk pengamatan variabel bobot biji/malai dilakukan dengan menggunakan timbangan elektrik dan bobot biji/malai dinyatakan dalam satuan gram (g).


(48)

28

6) Bobot 100 butir biji kering dengan kadar air 14 %

Didapatkan dengan menimbang bobot 100 butir biji kering dari setiap perlakuan pada setiap petak percobaan kemudian dilakukan pengamatan kadar air, setelah diketahui persen kadar air setiap sampel maka dilakukan perhitungan untuk penyetaraan kadar air 14 %. Untuk pengamatan variabel bobot 100 butir biji kering dilakukan dengan menggunakan timbangan elektrik dan pengamatan kadar air menggunakan moisture meter. Penyetaraan bobot 100 butir biji kering dengan kadar air dihitung menggunakan rumus:

100 – kadar air terukur x bobot 100 butir terukur 100 – 14 %

Bobot 100 butir biji kering yang sudah disetarakan dengan kadar air 14 % dinyatakan dalam satuan gram (g).

7) Bobot berangkasan basah/ m2

Didapatkan dari nilai rata-rata bobot berangkasan basah pada setiap petak percobaan, kemudian dihitung dengan menggunakan rumus:

(rata-rata bobot berangkasan basah x kerapatan tanam) x (1 m2 : jarak tanam).

8) Bobot berangkasan kering/ m2

Didapatkan dari nilai rata-rata bobot berangkasan kering pada setiap petak perlakuan, kemudian dihitung dengan menggunakan rumus:


(49)

29

9) Jumlah biji/ m2

Didapatkan dari nilai rata-rata jumlah biji/ malai pada setiap petak perlakuan, kemudian dihitung dengan menggunakan rumus:

(rata-rata bobot biji/ malai x kerapatan tanam) x (1 m2 : jarak tanam).

10) Bobot biji/ m2

Didapatkan dari nilai rata-rata bobot biji/ malai pada setiap petak perlakuan dan kemudian dihitung dengan menggunakan rumus:


(50)

62

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian pengaruh kerapatan tanaman terhadap pertumbuhan dan hasil beberapa varietas sorgum dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Varietas Numbu, Keller dan Wray tidak menunjukan perbedaan pertumbuhan yang nyata, walaupun ketiga varietas tersebut menunjukkan perbedaan pada jumlah biji/tanaman Varietas Numbu lebih tinggi dibandingkan dengan Varietas Keller dan Wray.

2. Kerapatan tanaman sangat mempengaruhi pertumbuhan dan komponen hasil tanaman sorgum. Kerapatan tanaman tinggi (3 dan 4 tanaman/lubang) dapat memberikan hasil yang lebih tinggi untuk jumlah biji per satuan luas (hektar) dibandingkan dengan penggunaan kerapatan tanaman rendah (1 dan 2

tanaman/lubang).

3. Pengaruh kerapatan tanaman terhadap pertumbuhan dan hasil sorgum tergantung pada varietas. Pada kerapatan tanaman tinggi ( 3 dan 4

tanaman/lubang) Varietas Numbu memiliki jumlah biji/tanaman dan bobot biji/tanaman yang tertinggi dibandingkan dengan Varietas Keller dan Wray.


(51)

62 5.2 Saran

Dari hasil penelitian penulis menyarankan beberapa hal yaitu:

1. Perlu dilakukannya pengamatan indeks luas daun untuk mendukung komponen panen yang dihasilkan.

2. Penggunaan kerapatan tanaman tinggi yaitu 4 tanaman per lubang tanam untuk mendapatkan hasil yang optimum.

3. Penggunaan Varietas Numbu untuk mendapatkan potensi hasil tertinggi dibandingkan dengan Varietas Keller dan Wray yang telah diuji.


(52)

63

PUSTAKA ACUAN

Alsabah, R. 2014. Akumulasi Bahan Kering Beberapa Varietas Jagung (Zea mays L.) yang Ditumpangsarikan dengan Ubikayu (Manihot esculenta Crantz). Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Atus’sadiyah, M. 2004. Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Buncis (Phaseolus

vulgaris L) Tipe Tegak Pada Berbagai Variasi Kepadatan Tanaman dan Waktu Pemangkasan Pucuk. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang.

Dapartemen Kesehatan RI. 1992. Direktorat Gizi. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Penerbit Bhratara-Jakarta. Hal. 57. Distan. 2011. Teknologi Budidaya Sorgum. Diakses dari

http://www.distan.pemda-diy.go.idimagestoriesTeknologi sorgum.pdf pada tanggal 8 Agustus 2013. Deptan. 2011. Sorgum. Diakses dari

www.deptan.go.id/ditjentan/admin/rb/Sorgum.pdf pada tanggal 8 Agustus 2013.

Departemen Pertanian. 1989. Teknologi Budidaya Sorgum. Balai Informasi Pertanian. Irian Jaya.

Departemen Pertanian. 2009. Sekilas Kebun Percobaan Natar. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Lampung.

Dharmaputra, O.S., A. Santi, dan I. Retnowati. 2012. Postharvest Quality

Improvement of Sorghum (Sorghum bicolor (L.) Moench) Grains. Institut Pertanian Bogor. BIOTROPIA 19 (2): 115 – 129

Dicko, M.H., H. Gruppen, A.S. Traore, A.G.J. Voragen and W.J.H Van Berkel. 2006.Sorghum grain as human food in Africa, relevance of content of starch and amylase activities. African Journal of Biotechnology 5 (5):384-395

Duljapar, K. H.2000. Budidaya dan Prospek Bisnis. Penebar Swadaya. Jakarta. Dogget, H. 1970. Sorghum. Longmans Green & Co. Ltd. Cambridge, USA.


(53)

64 FAO. 2005. FAO Fisheries Global Information System: Species Identification

Sheet. Diakses dari http://[email protected] pada tanggal 19 Agustus 2013.

Farnhamm, D.E. 2001. Row Spacing, Plant Density, and Hybrid Effects on Corn Grain Yield and Moisture. J. Agron. 93: 1049-1053

Gani, J. A. 2000. Kedelai Varietas Unggul. Lembar Informasi Pertanian (Liptan). Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian. Mataram.

Gardner, F.P., R.B. Pearce, R.L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. UI Press. Jakarta. 428 hal.

Hahn, D. H., L. W. Rooney, dan C. F. Earp. 1984. Tannins and Phenols of Sorghum. Cereal Food World 29: 776-779.

Hatta, M. 2011. Pengaruh Tipe Jarak Tanam Terhadap Anakan, Komponen Hasil dan Hasil Dua Varietas Padi pada Metode SRI. J. Floratek 6: 104-113 Hoeman, S. 2007. Peluang dan potensi pengembangan sorgum manis. Makalah

pada workshop “Peluang dan Tantangan Sorgum Manis sebagai Bahan

Baku Bioetanol”. Dirjen Perkebunan. Departemen Pertanian. Jakarta. House, L.R. 1985. A guide to Sorghum Breeding. 2nd Ed. International Crops

Research Institute ffor Semi-Arid Tropics (ICRISAT). India. 206 p. Irwan, W., A. Wahyudin, R. Susilawati, dan T. Nurmala. 2004. Interaksi jarak

tanam dan jenis pupuk kandang terhadap komponen hasil dan kadar tepung sorghum (Sorghum bicolor L. Moench) pada Inseptisol di Jatinangor. Jurnal Budidaya Tanaman. 4:128-136.

Kusuma, J., F. N. Azis, Erifah, M. Iqbal, A. Reza, dan Sarno. 2008. Sorgum. Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.

Laimeheriwa, J. 1990. Teknologi budidaya sorgum. Departemen Pertanian. Balai informasi pertanian. Irian Jaya.

Martin, J. H. 1970. History and classification of sorghum. In J. S. Wall and W. M. Ross (Eds.). Sorghum production and utilization. The Avi

Publishing Co. Inc. Westport Connecticut. 702 p.

Mudjisihono, R. dan H.S. Suprapto. 1987. Budidaya dan Pengolahan Sorghum. Penebar Swadaya, Jakarta.

Murrinie, D.E. 2004. Analisis Pertumbuhan Tanaman Kacang Tanah Dan Pergeseran Komposisi Gulma Pada Frekuensi Penyiangan Dan Jarak Tanam Yang Berbeda. Fakultas Pertanian Universitas Muria Kudus. ISSN : 1979-6870.


(54)

65 Nurmala, T., 1998. Serelia Sumber Karbohidrat Utama. Rineka Cipta, Jakarta. Poehlman, J. M. and D. A. Sleper, 1995. Beerding Field Crops. Pamina Publishing Corporation. New Delhi.

Prafithriasari, M. dan A. Nurbaity. 2010. Infektivitas Inokulan Glomus sp. dan Gigaspora sp. Pada Berbagai Komposisi Media Zeolit-Arang Sekam dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Sorgum (Sorghum bicolor). Jurnal Agrikultura. 21 (1): 39-45.

Pustaka Deptan. 2010. Teknologi Budidaya Sorgum. Diakses dari

http://www.pustakadeptan.go.id/agritek/ppua0162.pdf pada tanggal 15Agustus 2013.

Puspitasari, G., K. Doddy, dan W. Sriyanto. 2012. Pertumbuhan Dan Hasil

Sorgum Manis (Sorghum Bicolor (L.) Moench) Tanam Baru Dan Ratoon Pada Jarak Tanam Berbeda. Jurnal Budidaya Pertanian 1(4): 11-17. Fakultas Pertanian UGM. Yogyakarta.

Rahmawati, A. 2013. Respons Beberapa Genotipe Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) Terhadap Sistem Tumpang Sari dengan Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz). Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung

Rismunandar. 1989. Sorghum Tanaman Serba Guna. Bandung: Sinarbaru. Rukmana, H dan Y. Oesman. 2001. Usaha tani sorgum. Kanisius. Jakarta. 40 hal.

Putnam, D.H., W.E. Lueschen, B.K. Kanne, and T.R. Hoverstad. 1991. A

comparison of sweet sorghum cultivars and maize for ethanol production. Prod. Agric. 4:377-381.

Samanhudi. 2010. Pengujian Cepat Ketahanan Tanaman Sorgum Manis Terhadap Cekaman Kekeringan. Jurnal Agrosains. 12(1): 9-13.

Sirappa, M. P. 2003. Prospek Pengembangan Sorgum di Indonesia Sebagai Komoditas Alternatif untuk Pangan, Pakan dan Industri. Jurnal Litbang Pertanian. 22 (4):133-140.

Sitompul, S.M. dan B. Guritno. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Soeranto, H., Sihono, dan Parno. 2006. Perbaikan genetik sorgum melalui program pemuliaan tanaman. Makalah dalam Fukus Grup Diskusi “Prospek Sorgum untuk Mendukung Ketahanan Pangan dan Energi”. MENRISTEK-BATAN. Serpong, 5 Sept.


(55)

66 Sudaryono, A. Taupiq dan C. Ismail. 1994. Evaluasi paket teknologi budidaya

sorghum pada lahan sawah tadah hujan di Ponegoro. Risalah Hasil Penelitian Tanaman Pangan Balitan Malang.

Sungkono, Trikoesoemaningtyas, D. Wirnas, D. Sopandie, S. Human dan M.A. Yudiarto. 2009. Pendugaan Parameter Genetik dan Seleksi Galur Mutan Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) di Tanah Masam. J. Agron. Indonesia. 37 (3): 220-225.

Sugito, Y. 1999. Ekologi Tanaman. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang. 1-127 h.

Trikoesoemaningtyas dan Suwarto. 2006. Potensi pengembangan sorgum di lahan marginal. Makalah dalam Fukus Grup Diskusi “Prospek Sorgum untuk

Mendukung Ketahanan Pangan dan Energi”. MENRISTEK-BATAN.

Serpong, 5 Sept. 2006.

Undang-Undang No. 29. 2000. Perlindungan Varietas Tanaman. Diakses dari http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20852/3/Chapter%20II.p df. Pada tanggal 26 Agustus 2013


(1)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian pengaruh kerapatan tanaman terhadap pertumbuhan dan hasil beberapa varietas sorgum dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Varietas Numbu, Keller dan Wray tidak menunjukan perbedaan pertumbuhan yang nyata, walaupun ketiga varietas tersebut menunjukkan perbedaan pada jumlah biji/tanaman Varietas Numbu lebih tinggi dibandingkan dengan Varietas Keller dan Wray.

2. Kerapatan tanaman sangat mempengaruhi pertumbuhan dan komponen hasil tanaman sorgum. Kerapatan tanaman tinggi (3 dan 4 tanaman/lubang) dapat memberikan hasil yang lebih tinggi untuk jumlah biji per satuan luas (hektar) dibandingkan dengan penggunaan kerapatan tanaman rendah (1 dan 2

tanaman/lubang).

3. Pengaruh kerapatan tanaman terhadap pertumbuhan dan hasil sorgum tergantung pada varietas. Pada kerapatan tanaman tinggi ( 3 dan 4

tanaman/lubang) Varietas Numbu memiliki jumlah biji/tanaman dan bobot biji/tanaman yang tertinggi dibandingkan dengan Varietas Keller dan Wray.


(2)

5.2 Saran

Dari hasil penelitian penulis menyarankan beberapa hal yaitu:

1. Perlu dilakukannya pengamatan indeks luas daun untuk mendukung komponen panen yang dihasilkan.

2. Penggunaan kerapatan tanaman tinggi yaitu 4 tanaman per lubang tanam untuk mendapatkan hasil yang optimum.

3. Penggunaan Varietas Numbu untuk mendapatkan potensi hasil tertinggi dibandingkan dengan Varietas Keller dan Wray yang telah diuji.


(3)

PUSTAKA ACUAN

Alsabah, R. 2014. Akumulasi Bahan Kering Beberapa Varietas Jagung (Zea mays L.) yang Ditumpangsarikan dengan Ubikayu (Manihot esculenta Crantz). Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Atus’sadiyah, M. 2004. Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Buncis (Phaseolus

vulgaris L) Tipe Tegak Pada Berbagai Variasi Kepadatan Tanaman dan Waktu Pemangkasan Pucuk. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang.

Dapartemen Kesehatan RI. 1992. Direktorat Gizi. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Penerbit Bhratara-Jakarta. Hal. 57. Distan. 2011. Teknologi Budidaya Sorgum. Diakses dari

http://www.distan.pemda-diy.go.idimagestoriesTeknologi sorgum.pdf pada tanggal 8 Agustus 2013. Deptan. 2011. Sorgum. Diakses dari

www.deptan.go.id/ditjentan/admin/rb/Sorgum.pdf pada tanggal 8 Agustus 2013.

Departemen Pertanian. 1989. Teknologi Budidaya Sorgum. Balai Informasi Pertanian. Irian Jaya.

Departemen Pertanian. 2009. Sekilas Kebun Percobaan Natar. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Lampung.

Dharmaputra, O.S., A. Santi, dan I. Retnowati. 2012. Postharvest Quality

Improvement of Sorghum (Sorghum bicolor (L.) Moench) Grains. Institut Pertanian Bogor. BIOTROPIA 19 (2): 115 – 129

Dicko, M.H., H. Gruppen, A.S. Traore, A.G.J. Voragen and W.J.H Van Berkel. 2006.Sorghum grain as human food in Africa, relevance of content of starch and amylase activities. African Journal of Biotechnology 5 (5):384-395

Duljapar, K. H.2000. Budidaya dan Prospek Bisnis. Penebar Swadaya. Jakarta. Dogget, H. 1970. Sorghum. Longmans Green & Co. Ltd. Cambridge, USA.


(4)

FAO. 2005. FAO Fisheries Global Information System: Species Identification Sheet. Diakses dari http://[email protected] pada tanggal 19 Agustus 2013.

Farnhamm, D.E. 2001. Row Spacing, Plant Density, and Hybrid Effects on Corn Grain Yield and Moisture. J. Agron. 93: 1049-1053

Gani, J. A. 2000. Kedelai Varietas Unggul. Lembar Informasi Pertanian (Liptan). Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian. Mataram.

Gardner, F.P., R.B. Pearce, R.L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. UI Press. Jakarta. 428 hal.

Hahn, D. H., L. W. Rooney, dan C. F. Earp. 1984. Tannins and Phenols of Sorghum. Cereal Food World 29: 776-779.

Hatta, M. 2011. Pengaruh Tipe Jarak Tanam Terhadap Anakan, Komponen Hasil dan Hasil Dua Varietas Padi pada Metode SRI. J. Floratek 6: 104-113 Hoeman, S. 2007. Peluang dan potensi pengembangan sorgum manis. Makalah

pada workshop “Peluang dan Tantangan Sorgum Manis sebagai Bahan

Baku Bioetanol”. Dirjen Perkebunan. Departemen Pertanian. Jakarta. House, L.R. 1985. A guide to Sorghum Breeding. 2nd Ed. International Crops

Research Institute ffor Semi-Arid Tropics (ICRISAT). India. 206 p. Irwan, W., A. Wahyudin, R. Susilawati, dan T. Nurmala. 2004. Interaksi jarak

tanam dan jenis pupuk kandang terhadap komponen hasil dan kadar tepung sorghum (Sorghum bicolor L. Moench) pada Inseptisol di Jatinangor. Jurnal Budidaya Tanaman. 4:128-136.

Kusuma, J., F. N. Azis, Erifah, M. Iqbal, A. Reza, dan Sarno. 2008. Sorgum. Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.

Laimeheriwa, J. 1990. Teknologi budidaya sorgum. Departemen Pertanian. Balai informasi pertanian. Irian Jaya.

Martin, J. H. 1970. History and classification of sorghum. In J. S. Wall and W. M. Ross (Eds.). Sorghum production and utilization. The Avi

Publishing Co. Inc. Westport Connecticut. 702 p.

Mudjisihono, R. dan H.S. Suprapto. 1987. Budidaya dan Pengolahan Sorghum. Penebar Swadaya, Jakarta.

Murrinie, D.E. 2004. Analisis Pertumbuhan Tanaman Kacang Tanah Dan Pergeseran Komposisi Gulma Pada Frekuensi Penyiangan Dan Jarak Tanam Yang Berbeda. Fakultas Pertanian Universitas Muria Kudus. ISSN : 1979-6870.


(5)

Nurmala, T., 1998. Serelia Sumber Karbohidrat Utama. Rineka Cipta, Jakarta. Poehlman, J. M. and D. A. Sleper, 1995. Beerding Field Crops. Pamina Publishing Corporation. New Delhi.

Prafithriasari, M. dan A. Nurbaity. 2010. Infektivitas Inokulan Glomus sp. dan Gigaspora sp. Pada Berbagai Komposisi Media Zeolit-Arang Sekam dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Sorgum (Sorghum bicolor). Jurnal Agrikultura. 21 (1): 39-45.

Pustaka Deptan. 2010. Teknologi Budidaya Sorgum. Diakses dari

http://www.pustakadeptan.go.id/agritek/ppua0162.pdf pada tanggal 15Agustus 2013.

Puspitasari, G., K. Doddy, dan W. Sriyanto. 2012. Pertumbuhan Dan Hasil

Sorgum Manis (Sorghum Bicolor (L.) Moench) Tanam Baru Dan Ratoon Pada Jarak Tanam Berbeda. Jurnal Budidaya Pertanian 1(4): 11-17. Fakultas Pertanian UGM. Yogyakarta.

Rahmawati, A. 2013. Respons Beberapa Genotipe Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) Terhadap Sistem Tumpang Sari dengan Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz). Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung

Rismunandar. 1989. Sorghum Tanaman Serba Guna. Bandung: Sinarbaru. Rukmana, H dan Y. Oesman. 2001. Usaha tani sorgum. Kanisius. Jakarta. 40 hal.

Putnam, D.H., W.E. Lueschen, B.K. Kanne, and T.R. Hoverstad. 1991. A

comparison of sweet sorghum cultivars and maize for ethanol production. Prod. Agric. 4:377-381.

Samanhudi. 2010. Pengujian Cepat Ketahanan Tanaman Sorgum Manis Terhadap Cekaman Kekeringan. Jurnal Agrosains. 12(1): 9-13.

Sirappa, M. P. 2003. Prospek Pengembangan Sorgum di Indonesia Sebagai Komoditas Alternatif untuk Pangan, Pakan dan Industri. Jurnal Litbang Pertanian. 22 (4):133-140.

Sitompul, S.M. dan B. Guritno. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Soeranto, H., Sihono, dan Parno. 2006. Perbaikan genetik sorgum melalui program pemuliaan tanaman. Makalah dalam Fukus Grup Diskusi “Prospek Sorgum untuk Mendukung Ketahanan Pangan dan Energi”. MENRISTEK-BATAN. Serpong, 5 Sept.


(6)

Sudaryono, A. Taupiq dan C. Ismail. 1994. Evaluasi paket teknologi budidaya sorghum pada lahan sawah tadah hujan di Ponegoro. Risalah Hasil Penelitian Tanaman Pangan Balitan Malang.

Sungkono, Trikoesoemaningtyas, D. Wirnas, D. Sopandie, S. Human dan M.A. Yudiarto. 2009. Pendugaan Parameter Genetik dan Seleksi Galur Mutan Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) di Tanah Masam. J. Agron. Indonesia. 37 (3): 220-225.

Sugito, Y. 1999. Ekologi Tanaman. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang. 1-127 h.

Trikoesoemaningtyas dan Suwarto. 2006. Potensi pengembangan sorgum di lahan marginal. Makalah dalam Fukus Grup Diskusi “Prospek Sorgum untuk

Mendukung Ketahanan Pangan dan Energi”. MENRISTEK-BATAN.

Serpong, 5 Sept. 2006.

Undang-Undang No. 29. 2000. Perlindungan Varietas Tanaman. Diakses dari http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20852/3/Chapter%20II.p df. Pada tanggal 26 Agustus 2013