Analisis Usahatani Cabai Merah Besar Dan Tomat Pada Gapoktan Sumber Katon, Kecamatan Adiluwih, Kabupaten Pringsewu, Lampung.

ANALISIS USAHATANI CABAI MERAH BESAR DAN
TOMAT PADA GAPOKTAN SUMBER KATON,
KECAMATAN ADILUWIH, KABUPATEN PRINGSEWU,
LAMPUNG

FUAD MAULVI AHMAD

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA1
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Usahatani
Cabai Merah Besar dan Tomat pada Gapoktan Sumber Katon, Kecamatan
Adiluwih, Kabupaten Pringsewu, Lampung adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam

teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2015

Fuad Maulvi Ahmad
NIM H3412401

1

Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerjasama dengan pihak luar IPB harus
didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait

ABSTRAK
FUAD MAULVI AHMAD. Analisis Usahatani Cabai Merah Besar dan Tomat
pada Gapoktan Sumber Katon, Kecamatan Adiluwih, Kabupaten Pringsewu,
Lampung. Dibimbing oleh NETTI TINAPRILLA.
Usahatani cabai merah besar dan tomat di Desa Srikaton menggunakan data
produksi pada musim tanam Oktober 2013 – Maret 2014. Penelitian ini bertujuan
untuk membandingkan kinerja usahatani cabai merah besar dan tomat dengan

menggunakan analisis struktur biaya, analisis pendapatan dan R/C rasio, usahatani
mana yang lebih menguntungkan dari segi ekonomi dan lebih efisien. Analisis
struktur biaya mengenalisis input-input yang digunakan dan biaya-biaya yang
beruhubungan dengan kegiata usahatani, dan analisis pendapatan dihitung dengan
menggunakan ukuran penampilan usahatani seperti return to total capital, return
to farm equity capital, dan return to family labour. Dari hasil peneltian
menunjukkan bahwa usahatani cabai merah besar lebih menguntungkan dan lebih
efisien dari pada usahatani tomat. Usahatani tomat menghasilkan nilai rata-rata
pendapatan total yang negatif, akan tetapi memiliki nilai positif pada pendapatan
terhadap biaya tunai sehingga menghasilkan R/C rasio lebih dari 1. Oleh karena
itu usahatani tomat masih dapat dijalankan dengan memperbaiki cara pengelolaan
biaya-biaya input dengan lebih efektifdanefisien.
Kata kunci: cabai merah besar, tomat, pendapatan usahatani, efisiensi

ABSTRACT
FUAD MAULVI AHMAD. Farming Analysis of the Big Red Chili and Tomato
on Gapoktan Sumber Katon, District Adiluwih, Pringsewu Regency, Lampung.
Guided by NETTI TINAPRILLA.
Red chilli and tomato farm in the village of Srikaton using production data
to the planting season in October 2013 - March 2014. This study aimed to

compare the performance of farming red chilli and tomato using cost structure
analysis, analysis of revenue and R / C ratio, which is more profitable farming
economically and more efficiently. Analyze the cost structure analysis inputs used
and the costs associated with farming activities, and be calculated the revenue
analysis by using the size of farm performance such as return to total capital,
return to farm equity capital, and returns to family labor. From the research
findings indicate that red chili farming more profitable and more efficient than the
tomato farm. Tomato farm produce average value of total revenue negative, but
have a positive value on earnings to cash expenses so that the value of R / C ratio
of more than 1. Therefore farming tomatoes can still be run by improving the way
the management of input costs with more effective and efficient
Keywords:red chili, tomato, revenue, efficiency

2

ANALISIS USAHATANI CABAI MERAH BESAR DAN
TOMATPADA GAPOKTAN SUMBER KATON, KECAMATAN
ADILUWIH, KABUPATEN PRINGSEWU, LAMPUNG

FUAD MAULVI AHMAD


Skripsi
sebagaisalahsatusyaratuntukmemperolehgelar
SarjanaEkonomi
pada
DepartemenAgribisnis

DEPAREMENAGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

4

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2010 ini ialah
kekeringan, dengan judul Sebaran Indeks Kekeringan Wilayah Jawa Barat.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir.Netti Tinaprilla, MM selaku
pembimbing, serta Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS yang telah berkenan menjadi
penguji dan memberikan saran pada ujian akhir skripsi. Di samping itu,
penghargaan penulis sampaikan kepada Ibu Tri Wahyuningsih, AMdselaku orang
tua sekaligus THL-TBPP (Tenaga Harian Lepas Tenaga Bantu Penyuluh
Pertanian) pada Badan Penyuluh Pertanian, Peternakan, Perikanan, dan Kehutanan
di Kecamatan Adiluwih, danseluruh petani di Desa Srikaton yang telah bersedia
dilakukan wawancara selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa, dukungan,
motivasi, dan kasih sayangnya. Saya ucapkan terimakasih juga kepada rekanrekan yang telah membantu memberikan masukan dalam proses penyelesaian
penelitian ini, serta seluruh sahabat-sahabat Alih Jenis Agribisnis terutama
Angkatan 3.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2015
Fuad Maulvi Ahmad

5

DAFTAR ISI


DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup
TINJAUAN PUSTAKA
Penerimaan Usahatani Cabai Merah Besar dan Tomat
Struktur Biaya Usahatani Cabai Merah Besar dan Tomat
Pendapatan Usahatani Cabai Merah Besar dan Tomat
Efisiensi Usahatani Cabai Merah Besar dan Tomat
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritik
Kerangka Pemikiran Operasional
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan sumber Data

Metode Pengumpulan Data
Metode Pengolahan dan Analisis Data
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Keadaan Umum dan Kondisi Geografis Desa Srikaton
Keadaan Penduduk
Fasilitas Pendukung
Karakteristik Petani Responden
Keragaan Usahatani Cabai Merah Besar dan Tomat di Desa Srikaton
Alur Pemasaran Cabai Merah Besar dan Tomat
HASIL DAN PEMBAHASAN
Produksi Usahatani Cabai Merah Besar dan Tomat
Penerimaan Usahatani Cabai Merah Besar dan Tomat
Analisis Struktur Biaya Usahatani Cabai Merah Besar dan Tomat
Analisis Pendapatan Atas Biaya Total Usahatani Cabai Merah Besar dan
Tomat
Analisis Pendapatan Atas Biaya Tunai Usahatani Cabai Merah Besar dan
Tomat
Analisi Penampilan Usahatani Cabai Merah Besar dan Tomat
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan

Saran
DAFTAR PUSTAKA

v
v
1
1
3
5
6
6
6
6
7
8
8
9
9
12
13

13
13
14
14
18
18
18
20
20
24
33
34
34
36
36
41
42
43
46
46

47
47

6

DAFTAR TABEL
1 Produksi Sayuran di Indonesia Berdasarkan Komoditas Periode 20092010
2 Perkembangan HarjJga rata-rata cabai merah besar dan tomat periode
2008-2012
3 Pengelompokan dan perhitungan komponen biaya tunai dan non tunai
4 Perhitungan penampilan usahatani cabai merah besar dan tomat
5 Jumlah penduduk di Desa Srikaton berdasrakan mata pencaharian
6 Jumlah penduduk di Desa Srikaton berdasarkan usia
7 Fasilitas pendukung usahatani di Desa Srikaton
8 Jumlah petani berdasarkan pengalaman petani
9 Jumlah petani berdasarkan sumber modal
10 Umur benih siap pidah tanam berdasarkan media tanam di Desa
Srikaton
11 Rata-rata produksi cabai merah besar dan tomat di Desa Srikaton
12 Penerimaan rata-rata usahatani cabai merah besar dan tomat

13 Rata-rata biaya usahatani cabai merah besar dan tomat per periode
tanam per hektar
14 Pendapatan atas biaya total usahatani cabai merah besar dan tomat
15 Pendapatan atas biaya tunai usahatani cabai merah besar dan tomat
16 Penampilan usahatani cabai merah besar dan tomat

1
3
16
17
19
19
20
22
24
27
35
36
37
41
42
43

DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka operasional
2 Sebaran usia petani responden
3 Jumlah petani berdasarkan luasan lahan
4 Guludan untuk penanaman setelah semai
5 Benih cabai merah besar berumur sekitar 2 minggu
6 Kurva hasil panen rata-rata cabai merah besar dan tomat tiap petikan
7 Hasil panen (a) cabai merah besar dan (b) tomat
8 Alur/ rantai pemasaran cabai merah besar dan tomat di Desa Srikaton

13
21
23
27
28
32
33
34

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pembangunan sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam
mendukung keberlangsungan sektor-sektor non pertanian yaitu dalam memenuhi
kebutuhan pangan dan industri. Sektor pertanian menjadi tumpuan untuk
menghasilkan produk usahatani yang berkualitas dan berkelanjutan. Untuk itu ,
pembangunan sector pertanian penting diarahkan dalam peningkatan produksi
secara efisien pada subsistem usahatani dan penguatan kesinergisan peran
subsistem hulu dan sub sistem hilir dengan usahatani tersebut. Pengembangan
pada masing-masing sektor pertanian perlu dilakukan secara berkesinambungan.
Salah satu sektor pertanian yang penting dilakukan pengembangan yaitu
hortikultura. Sektor hortikultura memiliki peranan dan kontribusi yang penting
dalam pertanian karena merupakan sektor yang menjadi penghasil kebutuhan
pangan pelengkap di masyarakat. Hortikultura mencakup tanaman obat/
biofarmaka, tanaman hias, sayur-sayuran, dan buah-buahan.
Sayuran merupakan komoditas hortikultura yang menjadi kebutuhan pokok
masyarakat Indonesia disamping konsumsi komoditas tanaman pangan. Produksi
sayuran di Indonesia berdasarkan komoditas periode 2009-2013 dapat dilihat pada
Tabel 1.
Tabel 1 Produksi sayuran di Indonesia berdasarkan komoditas periode 2009-2013
(ton)
Komoditas

2009
2010
Bawang merah
965 164
1 048 934
Kentang
1 176 304
1 060 805
Kubis
1 358 113
1 385 044
Cabai
1 378 727
1 328 864
Petsai/sawi
562 838
583 770
Wortel
358 014
403 827
Bawang Putih
15 419
12 295
Daun Bawang
549 365
541 374
Kembang Kol
96 038
101 205
Lobak
29 759
32 381
Kacang Panjang
483 793
489 449
Tomat
853 061
891 616
Terong
451 564
482 305
Sumber: Badan Pusat Statistik Indonesia 2009-2013

Tahun
2011
893 124
955 488
1 363 741
1 483 079
580 969
526 917
14 749
526 774
113 491
27 279
458 307
954 046
519 481

2012
964 221
1 094 240
1 450 046
1 656 615
594 934
465 534
17 638
596 824
135 837
39 054
455 615
893 504
518 827

2013
1 010 773
1 124 282
1 480 625
1 726 382
635 728
512 112
15 766
579 973
151 288
32 372
450 859
992 780
545 646

Hasil produksi terbesar komoditas sayuran pada Tabel 1 secara berturutturut yaitu cabai, kubis, kentang, dan bawang merah dan keempat komoditas
tersebut produksinya meningkat ditiap tahunnya mulai tahun 2011 hingga 2013.
Suatu komoditas yang produksinya semakin meningkat dapat diindikasikan bahwa
kebutuhan masyarakat terhadap komoditas tersebut juga meningkat. Kebutuhan
yang meningkat terhadap suatu produk karena telah dirasakan manfaatnya baik
dipengaruhi selera, kebutuhan keluarga, dan pola hidup. Sayuran merupakan
sumber karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral, dan serat yang sangat
bermanfaat bagi tubuh manusia. Salah satu manfaat sssayuran adalah sebagai
antioksidan. Seperti yang disebutkan dalam Manfaat (2014), sayuran memiliki

berlimpah antioksidan yang berguna untuk mencegah pertumbuhan kanker.
Antioksidan akan meningkatkan kekebalan tubuh.
Propinsi Lampung merupakan salah satu propinsi yang memiliki potensi
pengembangan sayuran. Luas areal yang baik untuk pertanian adalah sekitar
2.424.665 ha atau sekitar 68,5 persen dari luas seluruh daerah. Pada tahun 2013,
produksi sayuran sebesar 275 054 ton dengan luasan panen sebesar 64 898 Ha
(BPS 2013). Total produksi sayuran tersebut tidak hanya untuk memenuhi
kebutuhan lokal tetapi didistribusikan ke beberapa provinsi lainnnya seperti
Banten dan DKI Jakarta. Karena potensi wilayah pertanian yang cukup luas, maka
setiap kabupaten/ kota di Propinsi Lampung mampu menghasilkan sayuran
dengan mengembangkan potensi komoditas kabupten/ kota masing-masing.
Salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang mengusahakan sayuran
adalah Kabupaten Pringsewu. Jumlah produksi sayuran di Kabupaten Pringsewu
pada tahun 2013 sebesar 2 137 ton. Jumlah produksi tersebut terdiri dari berbagai
komoditas seperti bawang merah, cabe, kentang, kubis, wortel, petsai, dan sayuran
lainnya. Keberlangsungan produksi sayuran dan pertanian secara umum di
Pringsewu ditunjang dari keberminatan masyarakat untuk ikut serta dalam
mengembangkan pertanian. Tercatat pada Sensus Pertanian 2013, jumlah Rumah
Tangga Petani (RTP) sebanyak 54 877 rumah tangga artinya sebagian besar
pendapatan bersumber dari sektor pertanian. Kecamatan yang mempunyai RTP
terbesar di Kabupaten Pringsewu yaitu Kecamatan Pagelaran, Kecamatan
Gadingrejo, Kecamatan Sukoharjo, dan Kecamatan Adiluwih. Salah satu
kecamatan yang memfokuskan pengembangan sayuran di Kabupaten Pringsewu
adalah Kecamatan Adiluwih.
Komoditas yang banyak dibudidayakan oleh petani di Kecamatan Adiluwih
terutama di Desa Srikaton yaitu cabai merah besar dan tomat. Tanaman cabai
merah besar dan tomat ini menjadi komoditas primadona masyarakat sehingga
selalu di tanam setiap tahun diwaktu musim penghujan. Rata-rata luasan lahan
yang digunakan petani untuk mengusahakan cabai merah besar dan tomat yaitu
petani-petani kecil dengan luasan lahan yaitu 1/8 hektar – ¼ hektar, meskipun ada
juga yang memiliki luasan lahan yang ≥ 0,5 hektar. Sama halnya dengan
komoditas sayuran lainnya, penggunaan input akan sangat mempengaruhi hasil
produksi yang akan diperoleh petani dalam mengusahakan cabai merah besar dan
tomat. Kendala input baik harga yang semakin meningkat, kebutuhan input yang
semakin banyak, ataupun penggunaan input yang berlebihan. Harga input
produksi seperti benih, pupuk, pestisida, dan kapur pertanian terus menerus
meningkat sehingga akan menjadi beban biaya yang semakin besar. Kebutuhan
input yang semakin banyak akan terjadi jika lahan yang digunakan semakin luas.
Petani akan menambah input pupuk, kapur pertanian, tenaga kerja, dan lain-lain
yang juga menyebabkan semakin besarnya biaya yang harus dikeluarkan petani.
Penggunaan input yang berlebihan sering terjadi pada usahatani cabai merah besar
dan tomat di Desa Srikaton. Hal ini bisanya disebabkan rasa ketidakpuasan petani
dalam melakukan kegiatan pemeliharaan. Misalnya pemberian pupuk kimia yang
berlebihan. Dikarenakan petani menginginkan tanamannya tumbuh subur secara
cepat, terkadang petani tidak memperhatikan anjuran dosis baik dari kemasan obat
ataupun dari penyuluh pertanian sehingga dapat menyebabkan tanaman layu dan
mati. Disamping petani mengeluarkan biaya yang lebih besar untuk pupuk, petani
juga mendapatkan kerugian dari tanaman yang mati.

Dengan demikian, melihat perilaku petani dalam berusahatani cabai merah
besar dan tomat sangat beragam, menarik untuk dipelajari mengenai struktur biaya
usahatani, pendapatan yang diperoleh petani, dan efisiensi usahatani cabai merah
besar dan tomat yang dilakukan petani anggota Gapoktan Sumber Katon di Desa
Srikaton.

Perumusan Masalah
Gapoktan Sumber Katon yang ada di Desa Srikaton secara konsisten telah
melakukan usahatani sayuran selama kurang lebih 15 tahun. Komoditas sayuran
yang mayoritas dibudidayakan meliputi cabai merah besar dan tomat. Alasan
petani membudidayakan sayuran antara lain teknik budidaya yang cukup mudah,
luasan lahan terbatas, mudah untuk dilakukan diversifikasi, merupakan kebutuhan
pokok masyarakat, dan ekspektasi harga yang cukup tinggi. Desa Srikaton
mempunyai lahan ladang seluas 270 Ha dan perkebunan seluas 80 Ha yang
berpotensi dilakukan pengembangan usahatani sayuran terutama cabai merah
besar dan tomat.
Cabai merah besar dan tomat merupakan dua komoditas yang sering
ditanam bersama dalam satu periode tanam. Alasan petani sering menanam
komoditas tersebut dalam satu periode tanam antara lain kemiripan dari
karakteristik tanaman, hasil penerimaan tomat digunakan untuk mensubsidi biaya
operasional cabai merah besar, dan sebagian petani menggunakan tanaman tomat
sebagai tanaman pengendali organisme pengganggu bagi cabai merah besar. Akan
tetapi secara umum petani tertarik dengan harga jual cabai merah besar dan tomat
yang cukup tinggi. Perkembangan harga cabai merah besar dan tomat menurut
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementerian Pertanian periode 2008 –
2012 di Provinsi Lampung berdasarkan harga konsumen pedesaan dapat dilihat
pada Tabel 2.
Tabel 2 Perkembangan harga rata-rata cabai merah besar dan tomat periode 20082012
Harga rata-rata cabai merah besar
Harga rata-rata tomat per
Tahun
per kg
kg
2008
16 775
3 517
2009
15 538
4 187
2010
21 959
5 883
2011
27 268
5 865
2012
34 253
5 491
Sumber: Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementerian Pertanian 2013

Dari Tabel 2 di atas dapat dilihat bahwa perkembangan harga cabai merah
besar dmemiliki data tren harga yang naik hingga mencapai Rp 34 253 per kg
pada tahun 2012. Sama halnya pada tomat, tren harga tomat juga mengalami
kenaikkan, hanya ditahun 2012 produksi tomat menurun. Kenaikkan harga kedua
komoditas tersebut cukup stabil sehingga dapat memberikan gambaran kepada
petani bahwa usahatani cabai merah besar dan tomat prospektif dan dapat
dijalankan.

Dalam melakukan kegiatan usahatani cabai merah besar dan tomat, selain
memperhatikan fluktuasi harga yang menggiurkan tetapi juga harus
mempertimbangkan beberapa kendala yang sering dihadapi petani dalam
budidaya yaitu petani dihadapkan pada harga input-input produksi yang semakin
mahal, semakin banyak serta resistennya organisme pengganggu tanaman (OPT),
dan penggunaan input yang berlebihan. Input-input produksi biasanya terjadi
kenaikkan harga di awal periode tanam. Beberapa input produksi yang sering
terjadi kenaikkan antara lain benih, pupuk kandang, pupuk kimia, kapur pertanian,
dan obat-obatan. Benih cabai merah besar dan tomat yang biasa dibudidayakan
petani di Desa Srikaton berasal dari PT Panah Merah. Pada tahun 2013, harga
benih cabai merah besar berkisar antara Rp 100 000 – Rp 110 000 per pack dan
benih tomat berkisar antara Rp 160 000-Rp 170 000 per pack. Pada tahun 2014,
harga benih naik menjadi Rp 115 000-125 000 per pack untuk benih cabai dan Rp
170 000-Rp 190 000 untuk benih tomat. Meskipun kenaikkan harga benih relatif
kecil, akan tetapi benih menjadi semakin mahal dari tahun ke tahun. Input
selanjutnya adalah pupuk kandang. Pupuk kandang yang digunakan petani
biasanya dibeli dari agen pupuk, jarang petani yang menggunakan pupuk dari
limbah ternak sendiri. Harga pupuk kadang dari tahun 2013 ke 2014 naik sebesar
Rp 1 000 per karung. Harga pupuk kandang per karung biasanya Rp 8 500
menjadi Rp 9 000. Sama halnya dengan harga benih, meskipun pupuk kandang
kenaikkannya relatif kecil, akan tetapi jumlah yang dibutuhkan petani untuk
memupuk lahannya cukup banyak sehingga biaya yang dibutuhkan juga besar.
Sebagai contoh petani membutuhkan pupuk sebanyak 1 ton untuk luasan lahan 2
500 m2. Apabila harga pupuk kandang naik Rp 1 000 per karung dengan bobot
rata-rata per karung yaitu 25 kg pupuk, maka petani harus mengeluarkan
tambahan biaya sebanyak Rp 1 000 per karung dikalikan 40 karung yaitu Rp 40
000. Artinya beban biaya tersebut jika digunakan untuk membeli pupuk kadang
kembali, petani memperoleh sekitar 4 karung pupuk kadang. Oleh karena itu
meskipun kenaikkan harga input secara perlahan-lahan, akan tetapi secara sadar
petani akan dibebani oleh biaya tambahan untuk membeli input-input tersebut.
Kendala kedua adalah organisme penganggu tanaman (OPT). OPT yang
sering menyerang tanaman cabai merah besar dan tomat antara lain tungau, kutu
kebul, bercak daun, krepek (serangan cendawan), dan busuk buah. Dalam
melakukan penanggulangan baik kegiatan pencegahan maupun pengobatan
tanaman, petani perlu melakukan pergiliran pestisida yang digunakan meskipun
menggunakan obat yang fungsinya sama. Hal ini bertujuan untuk memutus siklus
hidup OPT dan meminimalkan resistensi OPT terhadap pestisida. Sebagai contoh
pengendalian hama menggunakan insektisida. Menurut Moekasan et al (2014)
serangga pada umumnya memiliki siklus hidup selama kurang lebih 3 minggu
sehingga satu jenis insektisida digunakan paling lama 3 minggu. Apabila ada
serangga yang lolos dari perlakuan insektisida maka akan menurunkan generasi
yang resisten terhadap insektisida tersebut. Oleh karena itu, kegiatan pergiliran
pestisida ini akan membutuhkan banyak jenis-jenis pestisida yang berimplikasi
pada kebutuhan biaya yang semakin besar. Terlebih jika OPT telah menjadi
resisten, maka membutuhkan pestisida yang mempunyai cara kerja berbeda.
Kendala ke tiga adalah penggunaan input yang berlebihan. Penggunaan
input yang berlebihan biasanya terjadi pada penggunaan benih, pestisida, dan
tenaga kerja. Pada luasan lahan 2 500 m2 benih yang dibutuhkan sebanyak 2 pack

(per pack 1 750 butir benih). Akan tetapi petani melakukan penyemaian benih
sebanyak 3 pack dengan alasan untuk melakukan penggantian tanaman
seandainya ada yang mati. Kemudian penggunaan pestisida yang juga berlebihan.
Ketika OPT telah melewati masa siklus hidup dan lolos dari aplikasi pestisida,
sedangkan petani masih menggunakan jenis pestisida yang sama untuk OPT yang
sama, akan mengakibatkan tingkat resisten yang tinggi sehingga membutuhkan
pestisida yang lainnya untuk perlakuan pengobatan. Maka petani akan
mengeluarkan biaya yang lebih mahal untuk perlakuan pengobatan. Kemudian
yang ketiga adalah penggunaan tenaga kerja yang berlebihan. Biasanya kegiatab
yang banyak menggunakan tenaga kerja adalah kegiatan panen. Pertimbangan
petani dalam mengalokasikan tenaga kerja untuk panen adalah waktu panen.
Petani ingin cepat selesai untuk kegiatan panennya sehingga lebih cepat untuk
dijual. Pada dasarnya hal ini logis untuk meminimalkan kerusakan buah setelah
panen. Akan tetapi jika petani tidak memperhatikan produktivitas tenaga kerja per
satuan waktu, maka petani akan terbebani dengan biaya upah pekerja yang besar,
sehingga akan memberikan dampak terhadap pengeluaran total petani yang
semakin besar.
Oleh karena itu, akumulasi biaya akibat harga-harga input yang semakin
meningkat dan penanggulangan OPT yang juga membutuhkan biaya yang
semakin besar maka akan membuat biaya total juga semakin besar. Dengan
demikian yang menjadi hal menarik adalah apakah sebenarnya usahatani cabai
merah besar dan tomat masih layak dijalankan jika harga input-input yang
meningkat berbanding lurus dengan peningkatan harga jual produk ?. Apakah
dengan kondisi yang sekarang membuat petani ragu untuk menjalankan usahatani
cabai merah besar dan tomat ? sehingga yang menjadi pertanyaan dalam
perumusan masalah pada penelitian ini adalah
1. Bagaimana struktur biaya usahatani cabai merah besar dan tomat pada
Gapoktan Sumber Katon ?
2. Bagaimana perbandingan pendapatan usahatani cabai merah besar dan tomat
yang diperoleh petani pada Gapoktan Sumber Katon ?
3. Bagaimana perbandingan R/C rasio usahatani cabai merah besar dan tomat
yang diperoleh petani pada Gapoktan Sumber Katon ?

Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka
tujuan penelitian ini adalah:
1. Menganalisis struktur biaya usahatani cabai merah besar dan tomat pada
Gapoktan Sumber Katon
2. Menganalisis perbandingan pendapatan usahatani cabai merah besar dan tomat
yang diperoleh petani pada Gapoktan Sumber Katon
3. Menganalisis efisiensi usahatani cabai merah besar dan tomat pada Gapoktan
Sumber Katon

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang bermanfaat
bagi:
1. Petani
Penelitian ini dapat menjadi informasi kepada petani dalam meningkatkan
kinerja pada usahatani cabai, tomat, dan terong pada Gapoktan Sumber Katon
di Desa Srikaton, Kecamatan Adiluwih, Kabupaten Pringsewu, Lampung.
2. Instansi Penyuluh Pertanian
Penelitian ini dapat menjadi masukan untuk dapat mendukung, memperbaiki,
dan mengembangkan usahatani sayuran di Desa Srikaton, Kecamatan
Adiluwih, Kabupaten Pringsewu, Lampung.

Ruang Lingkup
Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis usahatani cabai merah besar dan
tomat yang berasal dari petani sayuran di Desa Srikaton, Kecamatan Adiluwih,
Kabupaten Pringsewu, Lampung. Data yang digunakan merupakan data primer
dan data sekunder. Data primer berupa hasil observasi lapang dan wawancara
dengan pihak petani. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah
data produksi pada musim tanam bulan Oktober 2013 - Maret 2014. Komoditas
sayuran yang akan dikaji yaitu cabai merah besar dan tomat. Penlitian ini
membandingkan tingkat pendapatan dan R/C rasio yang diperoleh petani dalam
mengusahakan cabai merah besar dan tomat. Penelitian ini memiliki keterbatasan
bahwa perbandingan pendapatan dan R/C rasio disesuaikan berdasarkan lama
periode tanam masing-masing komoditas, tidak dikonversikan ke dalam satuan
periode tanam yang sama. Periode tanam cabai merah besar yaitu 6 bulan,
sedangkan tomat selama 4 bulan.

TINJAUAN PUSTAKA
Penerimaan Usahatani Cabai dan Tomat
Pada peneltian Siregar (2011) menyatakan bahwa usahatani cabai merah
keriting di daerah Ciawi memperoleh penerimaan sebesar Rp 146 537 533 dengan
rata-rata produktivitas sebesar 8 374 kg per Ha dan harga rata-rata yang diperoleh
yaitu Rp 17 500 per kg pada bulan Januari hingga bulan Juni 2011. Pada
penelitian Fazlurrahman (2012) menyebutkan bahwa produktivitas cabai rawit
merah di Desa Cigedug sebesar 19 979.34 kg dengan harga jual yang telah
disepakati oleh pihak kemitraannya sebesar Rp 10 000 per kg, sehingga diperoleh
penerimaan rata-rata sebesar Rp 199 793 382.5. Sedangkan pada penelitian Agung
et al (1999) mnyebutkan bahwa produktivitas cabai merah besar di Desa Parean
Tengah sebesar 11 929 kg per Ha dan harga rata-rata sebesar Rp 8 383/ kg
sehingga didpatkan penerimaan sebesar Rp 99 997 214. Dari ketiga penelitian
tersebut, ternyata harga cabai merah bervariasi tergantung jenis cabai merah itu
sendiri dan daerah. Harga cabai tidak dapat dipastikan akan naik ataupun turun
setiap tahunnya, karena penentu harga adalah pasar dimana semakin banyaknya
volume cabai merah yang ada di pasaran maka harga cabai akan cenderung
menurun atau rendah dan sebaliknya. Akan tetapi untuk menjaga kestabilan harga
ditingkat petani, maka solusinya adalah melakukan kemitraan sehingga petani
dapat melakukan tawar menawar harga sampai terjadi kesepakatan yang tidak
merugikan petani.
Pada penelitian Lisanti (2014) membandingkan penerimaan usahatani tomat
yang menggunakan SOP (Standar Operational Prosedure) dengan yang tidak
menggunakan SOP. Usahatani tomat dengan menggunakan SOP memperoleh
penerimaan sebesar Rp 9 638 408.53 dan sebesar Rp 8 366 495.24 pada usahatani
tomat yang tidak menggunakan SOP. Harga jual rata-rata yang digunakan dalam
perhitungan penerimaan menggunakan tingkat harga yang sama yaitu sebesar Rp
3 966.67. Hasil produksi usahatani tomat dengan SOP ternyata lebih besar yaitu 2
429.85 kg dan non SOP sebesar 2 294.29 kg. Lain halnya dengan penelitian
Sujana (2010) mengenai perbandingan pendapatan usahatani tomat apel yang
bergabung dalam kelompok tani (poktan) dan tidak bergabung dalam kelompok
tani., Produktivitas tomat apel per hektar per periode tanam pada petani yang
tergabung dalam poktan sebesar 46 704.37 kg, sedangkan yang tidak tergabung
poktan sebesar 45 270.65 kg. Sehingga penerimaan yang diperoleh anggota
poktan sebesar Rp 93 408 741 sedangkan penerimaan yang diperoleh petani tomat
non poktan adalah Rp 90.541.310. Dalam penelitian tersebut, indikasi adanya
perbedaan hasil produktivitas yaitu penggunaan pestisida dan pupuk kandang.
Penggunaan pestisida yang berlebihan dan pupuk kandang yang terlalu sedikit dapat
menyebabkan penurunan produktivitas tomat. Kedua gejala tersebut dilakuka oleh
petani yang tidak tergabung dalam kelompok tani sehingga produktivitasnya lebih
rendah dari petani yang menjadi anggota kelompok tani.

Struktur Biaya Usahatani Cabai dan Tomat
Penelitian Fazluraahman (2012) membandingkan biaya usahatani cabai
rawit merah petani yang melakukan kemitraan dan non kemitraan. Baik petani
mitra maupun non mitra, memperoleh biaya tunai terbesar yaitu biaya tenaga kerja
luar keluarga akan tetapi persentasenya lebih besar petani mitra yaitu 43.47 persen
sedangkan petani non mitra sebesar 32.99 persen. Biaya total tunai yang
digunakan oleh petani mitra sebesar Rp 68 681 023.27 per hektar sedangkan
petani non mitra sebesar Rp 18 370 111.55 per hektar. Dengan demikian dapat
disimpulkan biaya tunai pengadaan input produksi lebih kecil petani non mitra.
Sama halnya dengan penelitian Siregar (2011), biaya tunai terbesar pada
usahaatani cabai merah keriting adalah biaya tenaga kerja luar keluarga yaitu
dengan porsi sebesar 50.69 persen dari total biaya sebesar Rp 59 673 680, artinya
lebih dari setengah biaya total dipergunakan untuk membiayai tenaga kerja.
Lisanti (2014) menyebutkan bahwa total biaya usahatani tomat petani non
SOP lebih besar dari petani SOP yaitu sebesar Rp 6 122 539.05 dan petani SOP
sebesar Rp 5 974 048.68. Hal ini menggambarkan bahwa penggunaan input
produksi sesuai standar budidaya yang baik lebih dapat menghemat biaya. Pada
penelitian Sujana (2010), diperoleh biaya usahatani tomat terbesar adalah biaya
tenaga kerja luar keluarga baik pada petani yang tergabung dalam kelompok tani
maupun yang tidak tergabung. Persentase biaya tenaga kerja tersebut sebesar
23.63 persen pada petani poktan dan sebesar 28.99 persen pada petani non poktan.
Sedangkan biaya terkecil adalah biaya pengadaan karung kemas yaitu 0.04 persen
pada petani poktan dan 0.05 persen pada petani non poktan. Total biaya yang
dikeluarkan petani poktan per periode tanam per hektar lebih kecil dari petani non
poktan yaitu sebesar Rp 65 079 497, sedangkan petani non poktan sebesar Rp 69
776 249. Meskipun selisih dari total biaya petani poktan dan non poktan tidak
terlalu besar, akan tetapi petani poktan dapat menggunakan input-input produksi
dengan biaya yang lebih sedikit.
Pendapatan Usahatani Cabai dan Tomat
Hasil penelitian Siregar (2011) diperoleh pendapatan atas biaya tunai pada
usahatani cabai keriting sebesar Rp 91 135 995 dan pendapatan atas biaya total
sebesar Rp 86 863 853. Pada penelitian Putri (2014) mengenai analisis usahatani
cabai kopay, pendapatan dibedakan berdasarkan status kepemilikan lahan.
Didapatkan pendapatan atas biaya tunai pada lahan milik sendiri yaitu Rp 107 616
200, pada lahan sewa sebesar Rp 99 576 815.8, dan pada lahan bagi hasil sebesar Rp
9 586 329.18. Sedangkan pendapatan atas biaya total yang diperoleh sebesar Rp 102
458 097.63 pada lahan milik sendiri, sebesar Rp 96 002 046.57 pada lahan sewa, dan
sebesar Rp 4 840 131.38 pada lahan bagi hasil. Dengan demikian dari kedua
penelitian tersebut dapat dilihat bahwa pendapatan atas biaya tunai akan selalu lebih
besar daripada pendapatan atas biaya total. Pendapatan atas biaya tunai tidak
memperhitungkan biaya non tunai sehingga besaran nilainya lebih kecil dari biaya
total.
Sama halnya dengan usahatani cabai, pada usahatani tomat, pendapatan
terhadap biaya tunai akan selalu lebih besar dari pendapatan atas biaya total. Dapat
dibuktikan dalam penelitian Lisanti (2014) yang membedakan pendapatan
berdasarkan penggunaan SOP. Didapatkan pendapatan terhadap biaya tunai pada

petani SOP sebesar Rp 4 234 804 dan sebesar Rp 3 122 518.59 pada petani non SOP.
Sedangkan pendapatan atas biaya total sebesar Rp 3 384 671.86 pada petani SOP dan
sebesar Rp 2 223 333.86 pada petani non SOP. Begitu pula pada penelitian Sujana
(2010) yang membedakan pendapatan berdasarkan ketergabungan petani kepada
kelompok tani. Pendapatan atas biaya tunai pada petani anggota kelompok tani adalah
sebesar Rp 39.933.696 dan pendapatan atas biaya total adalah Rp 28.329.244.
Sedangkan untuk petani non kelompok tani pendapatan atas biaya tunai adalah Rp
31.418.945 dan pendapatan atas biaya total adalah Rp 20.765.060.
Secara umum, perbandingan pendapatan baik terhadap biaya tunai maupun
biaya total terhadap dua atau lebih kelompok kategori sangat memperhatikan
besarnya biaya. Jika biaya yang dikeluarkan semaki besar, maka pendapatan yang
diperoleh akan semakin kecil jika tidak diimbangi dengan penerimaan yang semakin
besar.

Efisiensi Usahatani Cabai dan Tomat
Efisiensi usahatani diukur dari besarnya nilai rasio antara penerimaan
dengan biaya. Pada penelitian cabai rawit merah oleh Fazlurrahman (2012)
diperoleh R/C rasio terhadap biaya tunai petani non mitra sebesar 3.11 dan
sedangkan pada petani mitra sebesar 4.48. R/C rasio terhadap biaya total diperoleh
sebesar 2.43 pada petani non mitra dan 3.69 pada petani mitra. Dari nilai R/C
rasio tersebut dapat disimpulkan bahwa usahatani cabai rawit merah dengan
menggunakan pola kemitraan lebih efisien dari pada usahatani yang dijalankan
tanpa kemitraan baik dilihat dari R/C rasio terhadap biaya tunai maupun terhadap
biaya total. Sama halnya dengan penelitian Siregar (2011) yang menyatakan
bahwa usahatani cabai merah keriting yang dilakukan pada kecamatan Ciawi
adalah efisien baik terhadap biaya tunai maupun terhadap biaya total karena
nilainya melebihi 1. Nilai R/C rasio atas biaya tunai yang diperoleh pada
usahatani cabai merah keriting sebesar 2.65 dan R/C rasio atas biaya total sebesar
2.46.
Pada analisis usahatani tomat di dalam Lisanti (2014) diperoleh R/C rasio
atas biaya tunai sebesar 1.83 pada usahatani SOP dan 1.6 pada usahatani non SOP.
Sedangkan R/C rasio atas biaya total pada petani SOP sebesar 1.57 dan pada
petani non SOP sebesar 1.36. Dilihat dari nilai R/C rasio tersebut, maka petani
yang menggunakan SOP dapat disimpulkan lebih efisien daripada non SOP.
Dengan demikian, penggunaan SOP sangat berpengaruh terhadap biaya
penggunaan input-input produksi. Pada penelitian Efendi (2014) mengenai
pengaruh penerapan program OVOP (one Village One Product) terhadap
keuntungan usahatani tomat didapatkan nilai R/C rasio terhadap biaya tunai
sebesar 1.63 pada petani OVOP dan sebesar 1.26 pada petani non OVOP.
Sedangkan R/C rasio atas biaya total pada petani OVOP sebesar 1.45 dan 1.13
pada petani non OVOP. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penerapan program
OVOP memicu petani untuk menghasilkan tomat yang berkualitas dengan
penggunaan input yang lebih efektif sehingga berimplikasi pada usahatani yang
semakin efisien.

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritik
Konsep Usahatani
Menurut Soekartawi (1995), ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari
bagaimana seseorang mengalokasikan sumber daya yang ada secara efektif dan
efisien untuk memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Dikatakan
efektif bila petani dapat mengalokasikan sumber daya yang mereka miliki sebaikbaiknya, dan dapat dikatakan efisien bila pemanfaatan sumberdaya tersebut
mengeluarkan output yang melebihi input.
Bachtiar Rifai (1980) di dalam Sukisti (2010) mendefinisikan usahatani
sebagai organisasi dari alam, tenaga kerja dan modal yang ditujukan kepada
produksi di lapangan pertanian. Organisasi ini ketatalaksanaannya berdiri sendiri
dan sengaja diusahakan oleh seseorang atau sekumpulan orang baik yang terikat
genelogis, politis, maupun teritorial sebagai pengelolanya.
Definisi usahatani dapat disimpulkan ilmu yang mempelajari
pengorganisasian dan pengelolaan sumber daya berupa alam, tenaga kerja dan
modal yang dilakukan oleh seseorang dengan orientasi untuk mendapatkan benefit
dari pengelolaan tersebut. Kegiatan usahatani berdasarkan coraknya dapat dibagi
menjadi dua, yaitu usahatani subsisten bertujuan dalam memenuhi kebutuhan
konsumsi keluarga, sedangkan usahatani komersil adalah usahatani dengan tujuan
untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Dari segi petani,
pengelolaan usahatani pada dasarnya terdiri dari pemilihan antara berbagai
alternatif penggunaan sumberdaya yang terbatas yang terdiri dari lahan, tenaga
kerja, modal, waktu, dan pengelolaan. Hal ini dilakukan agar ia dapat mencapai
tujuan sebaik-baiknya dalam lingkungan yang penuh resiko dan kesukarankesukaran lain yang dihadapi dalam melaksanakan usahataninya. Tingkat
produksi dan produktivitas usahatani dipengaruhi oleh teknik budidaya, yang
meliputi varietas yang digunakan, pola tanam, pemeliharaan dan penyiangan.
Pemupukan serta penanganan pasca panen. Ketersediaan berbagai macam sarana
produksi di lingkungan petani mendukung teknik budidaya. Berbagai sarana
produksi yang perlu diperhatikan yaitu bibit, pupuk, obat-obatan serta tenaga kerja
(Aulia, 2008).
Brown (1979) di dalam Aulia (2008) mengemukakan bahwa setiap
usahatani membutuhkan input untuk menghasilkan output, sehingga produksi
yang dihasilkan akan dinilai secara ekonomi berdasarkan biaya yang dikeluarkan
dan penerimaan yang diperoleh. Selisih keduanya merupakan pendapatan dari
kegiatan usahatani. Pendapatan ini dianggap sebagai balas jasa untuk faktor-faktor
produksi yang digunakan.
Konsep Pendapatan
Penerimaan usahatani merupakan jumlah produk (volume produk) yang
dihasilkan dari usahatani dikalikan dengan tingkat harga produk tersebut. Menurut
Hernanto (1991) di dalam Idani (2012), penerimaan usahatani merupakan
penerimaan dari semua sumber usahatani. Penerimaan ini terdiri dari jumlah

penambahan inventaris, nilai penjualan hasil, dan produk yang dikonsumsi rumah
tangga.
Pendapatan usahatani merupakan hasil pengurangan antara penerimaan total
dari kegiatan usahatani dengan biaya usahatani, dimana besar pendapatan sangat
tergantung pada besarnya penerimaan dan biaya usahatani tersebut dalam jangka
waktu tertentu. Analisis pendapatan usahatani dilakukan untuk mengetahui
keberhasilan usahatani dilihat dari pendapatan yang diterima (Ekaningtias, 2011).
Menurut Soekartawi (2004) di dalam Ladiku (2014) pendapatan dibagi menjadi
dua bagian yaitu:
1. Pendapatan Kotor (Penerimaan) usahatani adalah nilai produksi total usahatani
dalam jangka waktu tertentu baik yang dijual, dikonsumsi oleh rumah tangga
petani, dan disimpan digudang pada akhir tahun.
2. Pendapatan bersih usahatani adalah selisih antara pendapatan kotor usahatani
dengan biaya produksi seperti upah buruh, pembelian bibit, obat-obatan dan
pupuk yang digunakan oleh usahatani.
Menurut Soekartawi et al 1986 ada beberapa ukuran dalam menilai
penampilan usahatani yaitu:
1. Pendapatan bersih usahatani (net farm income). Merupakan selisih antata
pendapatan kotor usahatani dengan pengeluaran total. Pendapatan bersiih
usahatani mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan
faktor-faktor produksi kerja, pengelolaan, dan modal milik sendiri atau modal
pinjaman yang diinvestasikan ke dalam usahatani.
2. Penghasilan bersih usahatani (net farm earnings). Perhitungan penghasilan ini
diperoleh dari pendapatan bersih usahatani dikurangkan dengan bunga yang
dibayarkan terhadap modal pinjaman.
3. Imbalan kepada seluruh modal (return to total capital). Dihitung dengan
mnegurangkan nilai kerja keluarga dari pendapatan bersih usahatani. Untuk
ukuran ini, kerja keluarga dinilai menurut tingkat upah yang berlaku. Hasilnya
biasanya dinyatakan dalam persen terhadap seluruh modal.
4. Imbalan kepada modal petani (return to farm equity capital). Diperoleh
dengan mengurangkan nilai kerja keluarga dari penghasilan bersih usahatani.
Ukuran ini biasanya juga dinyatakan dalam bentuk persen.
5. Imabalan kepada tenaga kerja keluarga (return to family labour). Dihitung dari
penghasilan bersih usahatani dengan mengurangkan bunga modal petani yang
diperhitungkan. Ukuran imbalan ini dapat dibagi dengan jumlah anggota
keluarga yang bekerja dalam usahatani untuk memperoleh taksiran imbalan
terhadap setiap orang. Angka ini dapat dibandingkan dengan imbalan atau
upah kerja luar usahatani.
Bentuk dan jumlah pendapatan yang diperoleh petani memiliki manfaat
yang sama, yakni untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari serta sebagai
pembentukan modal usahatani yang akan digunakan untuk mengembangkan
usahatani. Dengan demikian, jumlah pendapatan yang diperoleh petani dapat
menentukan tingkat hidup petani (Idani, 2012). Apabila pendapatan yang
diperoleh seorang petani semakin besar, maka menggambarkan usahatani yang
dijalankan semakin baik dan semakin besar pula nilai pembentukan modal yang
akan digunakan kembali untuk pengembangan usahatani.

Konsep Struktur Biaya Usahatani
Biaya merupakan sejumlah uang yang diperhitungkan dalam menjalankan
suatu kegiatan bisnis. Menurut Soekartawi (1995), biaya usahatani
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel
(variabel cost). Biaya tetap merupakan biaya yang relatif tetap jumlahnya, dan
terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak ataupun sedikit. Jadi
besarnya biaya tetap tidak bergantung padabesar kecilnya produksi yang
diperoleh. Contohnya biaya tetap antara lain pajak, sewa tanah, alat pertanian,
iuran irigasi dan listrik. Biaya variabel merupakan biaya yang besar-kecilnya
dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh. Biasanya komponen yang termasuk
biaya variabel adalah sarana produksi. Jika biaya tetap dan biaya variabel
dijumlahkan maka akan didapatkan biaya total.
Biaya dalam usahatani juga biasa disebut pengeluaran. Soekartawi et al
1989 menyebutkan bahwa pengeluaran usahatani mencakup pengeluaran tunai
dan tidak tunai (non tunai). Jadi, nilai barang atau jasa yang digunakan untuk
keperluan usahatani yang dibayar dengan benda atau kredit, maka nilai barang
tersebut termasuk pengeluaran tunai. Sedangkan nilai barang atau jasa yang tidak
dibayarkan atau hibah seperti penyusutan nilai barang, tenaga kerja dalam
kelauarga, dan penggunaan lahan maka nilai tersbut tetap diperhitungkan ke
dalam pengeluaran tidak tunai. Biaya tunai usahatani misalnya biaya pembelian
sarana produksi, biaya pembelian bibit, pupuk dan obat-obatan serta biaya upah
tenaga kerja. Sedangkan biaya tidak tunai terdiri dari biaya penyusutan alat-alat
pertanian dan biaya sewa lahan (Soekartawi et al 2011 di dalam Idani 2012).
Efisiensi Usahatani
Nilai R/C ratio dapat menunjukan ukuran efisiensi suatu usahatani.
Semakin besar nilai R/C maka semakin efisien usaha yang dilakukan. Rasio antara
besar penerimaan dengan total biaya (R/C) dalam usahatani bisa digunakan untuk
melihat apakah kegiatan usahatani menguntungkan (profitable) atau tidak. Nilai
R/C menunjukan besaran penerimaan yang akan diperoleh dari setiap rupiah yang
dikeluarkan dalam produksi usahatani (Idani, 2012). Apabila nilai R/C ratio > 1,
maka menggambarkan penerimaan yang semakin besar dengan penggunaan biaya
yang semakin efisien. Nilai R/C rasio = 0, menggambarkan penerimaan dan biaya
terjadi impas, sehingga usahatani tidak memperoleh pendapatan. Jika nilai R/C
rasio < 1, maka menggambarkan penerimaan yang lebih kecil dari biaya yang
dikeluarkan, artinya usahatani tersebut tidak efisien dan tidak menguntungkan.
Secara kurva, nilai R (revenue) harus berada lebih tinggi daripada nilai C
(cost)/total biaya, sehingga usahatani yang dijalankan dapat dikatakan efisien.
Apabila nilai R berada dibawah kurva C, maka dapat dikatakan usahataninya
belum efisien.
Kerangka Pemikiran Operasional
Sayuran merupakan komoditas hortikultura yang banyak dibudidayakan dan
dikembangkan di Desa Srikaton. Kegiatan usahatani sayuran sudah dijalankan
sekitar 5 tahun. Alasan petani membudidayakan sayuran antara lain teknik
budidaya yang cukup mudah, luasan lahan terbatas, mudah untuk dilakukan

diversifikasi, dan merupakan kebutuhan pokok masyarakat. Sayuran yang lebih
banyak diusahakan yaitu cabe besar, tomat, dan terong.
Pada penelitian ini akan digunakan analisis deskriptif untuk
menggambarkan usahatani sayuran yang dilakukan pada masing-masing petani
yang meliputi identifikasi input-input produksi, lalu dilakukan analisis struktur
biaya untuk mengidentifikasi dan menghitung biaya yang digunakan dalam
kegiatan usahatani sayuran. Kemudian melakukan analisis pendapatan usahatani
untuk menghitung pendapatan yang diperoleh petani dan efisiensi usahatani
menggunakan R/C rasio. Berdasarkan uraian tersebut, kerangka pemikiran
operasional dalam penelitian ini dapat dilihat gambar kerangka pemikiran
operasional berikut.

Usahatani sayuran (cabai dan tomat) di Desa
Srikaton, Kecamatan Adiluwih, Kabupaten Pringsewu,
Lampung

Analisis struktur
biaya

Analisis Pendapatan
Usahatani

1. Return to total capital
2. Return to farm equity
capital
3. Return to family labour

Kesimpulan dan evaluasi

Rekomendasi

Gambar 1 Kerangka Operasional

Analisis Efisiensi
Usahatani

R/C rasio

METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Desa Srikaton, Kecamatan Adiluwih,
Kabupaten Pringsewu, Lampung. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara
purposive (sengaja) dengan pertimbangan bahwa lokasi tersebut merupakan salah
satu penghasil sayuran yang potensial dan berkelanjutan di Kabupaten Pringsewu,
Lampung. Pengambilan data akan dilakukan bulan Desember 2014.
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian bersumber dari data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh dari pengamatan secara langsung (observasi) dan
wawancara dengan petani. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner. Data
primer yang akan digunakan meliputi data karakteristik petani dan usahatani
sayuran. Data sekunder diperoleh dari berbagai sumber referensi yang
berhubungan dengan topik penelitian dan diperoleh melalui beberapa instansi,
antara lain Badan Pusat Statistik, Departemen Pertanian, Direktorat Jendral
Hortikultura, Badan Penyuluh Pertanian, dan internet. Penentuan responden
dilakukan dengan metode sensus yaitu peneliti melakuakan penyelidikan untuk
memperoleh data yang faktual pada responden yang mengusahakan cabai merah besar
dan tomat. Jumlah petani yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah 19
petani dari jumlah 68 petani sayuran dan dari 625 petani pada Gapoktan Sumber
Katon, dengan kriteria responden yaitu petani yang melakukan penanaman cabai
merah besar dan tomat pada musim tanam Oktober 2013 dan Oktober 2014, luasan
lahan minimal 1/8 Ha, dan telah melakukan usahatani cabai merah besar dan tomat
minimal 5 kali musim panen.
Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan penulis disesuaikan dengan
metode pengumpulan data menurut Soekartawi et al 1986 yaitu pengamatan
langsung, wawancara dengan responden, dan catatan yang dimiliki responden.
Pengamatan langsung merupakan cara pengumpulan data yang dilakukan sendiri
oleh peneliti. Pengamatan langsung yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu
megamati organisme pengganggu tanaman, kegiatan budidaya seperti proses
pemeliharaan tanaman (pengendalian organisme pengganggu tanaman dan wiwil
pada tanaman tomat), dan penaksiran produktivitas. Metode wawancara dengan
responden merupakan penggalian informasi dengan tanya jawab kepada
responden baik secara tatap muka langsung maupun menggunakan media
elektronik seperti handphone. Wawancara dilakukan dengan mendatangi
responden satu per satu dirumah ataupun di lahan usahatani mereka. Tujuan
mendatangi petani satu per satu yaitu agar informasi yang diinginkan lebih akurat
dan sesuai pengalaman atau pengetahuan petani (tidak dipengaruhi orang lain).
Metode pengumpulan data yang ke tiga adalah menggali informasi dari
catatan yang dibuat responden. Catatan yang telah dibuat oleh responden sangat
berharga guna mengetahui data yang mudah terlupakan seperti data panen, data

harga, dan data rincian biaya penggunaan saprodi. Akan tetapi metode ini tidak
dapat dilakukan pada semua responden karena tidak semua responden melakukan
pencatatan secara disiplin dan rinci.
Metode Pengolahan dan Analisis Data
Metode yang digunakan dalam analisis data yaitu analisis kualitatif dan
analisis kuantitatif. Analisis kualitatif meliputi gambaran umum lokasi penelitian,
karakteristik petani, dan semua informasi yang berkaitan dengan aspek-aspek
usahatani sayuran. Analisis kualitatif digunakan untuk menginterpretasikan hasil
pengolahan data dengan menggunakan gambar dan tabulasi. Analisis kuantitatif
yang digunakan meliputi analisis pendapatan usahatani, analisis struktur biaya
usahatani, dan analisis R/C rasio. Pengolahan dan analisis data yang telah diperoleh
dilakukan dengan menggunakan program Microsoft Excel.
Analisis Penerimaan
Penerimaan merupakan total produk yang dihasilkan dikalikan harga per
satuan produk. Perhitungan penerimaan usahatani tidak selalu menggunakan
tingkat harga yang sama untuk satu produk yang dihasilkan karena harga produk
tersebut berubah-ubah sesuai permintaan konsumen dan ketersediaannya di pasar..
Pada perhitungan penerimaan untuk komoditas cabai merah besar dan tomat,
penerimaan dihitung secara parsial yaitu setiap kegiatan hasil petikan dengan
tingkat harga yang berbeda-beda, sehingga penerimaan total (total revenue)
merupakan penjumlahan dari penerimaan per petikan panen. Rata-rata panen yang
dilakukan pada usahatani cabai merah besar sebanyak 16 kali petikan dan 13 kali
petikan pada usahatani tomat. Secara matematis, rumus menghitung penerimaan
sebagai berikut:
TRcabai = TR1 + TR2 + TR3 + . . . + TR16
= (P1 x Q1) + (P2 x Q2) + (P3 x Q3) + . . . + (P16 x Q16)
TRtomat = TR1 + TR2 + TR3 + . . . + TR13
= (P1 x Q1) + (P2 x Q2) + (P3 x Q3) + . . . + (P13 x Q13)
Keterangan:
TR (total revenue)
P
Q

= penerimaan total
= harga jual produk (Rp)
= jumlah output produksi (kg)

Analisis Struktur Biaya
Analisis struktur biaya pada penelitian ini akan membahas biaya tunai dan
biaya non tunai yang berkaitan dengan pengadaan input-input produksi. Komponen
biaya tunai dan non tunai pada usahatani cabai merah besar dan usahatani tomat
relatif sama tapi secara jumlah berbeda. Pengelompokan komponen biaya tunai dan
non tunai berdasarkan cara pembayaran pengadaan input produksi (seperti yang telah
dijelaskan pada kerangka teori struktur biaya sebelumnya). Input-input yang termasuk
dalam biaya tunai pada penelitian ini yaitu benih, polibag semai, pupuk, kapur
pertanian, pestisida (fungisida, insektisida, dan herbisida), mulsa, ajir (turus bambu),

tali rafia, tali bendeng, plastik tandon air, bahan bakar, karung atau peti kemas, tenaga
kerja luar keluarga (TKLK), dan biaya lain-lain (iuran desa dan PBB). Sedangkan
komponen biaya non tunai meliputi biaya penyusutan, tenaga kerja dalam keluarga
(TKDK), karung bekas, dan sewa lahan. Sistematika perhitungan biaya tunai dan non
tunai dapat dilihat pada Tabel 3 beriku
Tabel 1 Pengelompokan dan perhitungan kompon