ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI, PENDAPATAN USAHATANI DAN EFISIENSI PEMASARAN CABAI MERAH (Capsicum Annum) HIBRIDA DI KABUPATEN PRINGSEWU

(1)

EFISIENSI PEMASARAN CABAI MERAH (Capsicum Annum) HIBRIDA DI KABUPATEN PRINGSEWU

Oleh

Arief Budi Prayitno1, Ali Ibrahim Hasyim2, dan Suriaty Situmorang2 Cabai merah merupakan salah satu jenis tanaman sayuran penting yang dapat dibudidayakan secara komersil di daerah tropis. Kabupaten Pringsewu merupakan daerah yang cukup potensial untuk pengembangan tanaman cabai merah dan mempunyai luas panen yang lebih besar dibandingkan dengan kabupaten lain di Provinsi Lampung, meskipun produktivitasnya masih lebih rendah dibandingkan dengan Kabupaten Lampung Barat, Lampung Selatan, dan Metro. Penelitian bertujuan untuk : (1) Menganalisis penggunaan faktor-faktor produksi cabai merah hibrida di Kabupaten Pringsewu, (2) Menganalisis keuntungan usahatani cabai merah yang diperoleh petani cabai merah hibrida di Kabupaten Pringsewu, dan (3) Menganalisis efisiensi pemasaran cabai merah hibrida di Kabupaten Pringsewu.

Penelitian dilaksanakan pada bulan April- November 2011 di dua desa yang dipilih secara sengaja (purposive),yaitu Desa Adiluwih dan Enggal Rejo. Jumlah responden petani cabai merah sebanyak 60 petani terdiri dari 40 petani di Desa Adiluwih dan 20 petani di Desa Enggal Rejo. Responden petani diperoleh melalui teknik simple random sampling, sedangkan responden pedagang yang terlibat dalam pemasaran ditentukan dengan menggunakan teknik mengikuti alur pemasaran. Jenis data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara langsung kepada petani dan pedagang dengan bantuan kuesioner dan data sekunder diperoleh dari lembaga serta instansi terkait. Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) Faktor-faktor yang nyata

mempengaruhi produksi cabai merah hibrida di Kabupaten Pringsewu adalah benih/ luas lahan, pupuk SP36, dan pestisida. (2) Usahatani cabai merah hibrida di Kabupaten Pringsewu menguntungkan dengan R/C > 1. R/C atas biaya tunai dan biaya total adalah 6,17 dan 3,95.(3) Sistem pemasaran cabai merah hibrida di Kabupaten Pringsewu sudah efisein dilihat dari pangsa produsen (PS >70%), walaupun struktur pasar yang terjadi adalah pasar oligopsoni. Perilaku pasar menunjukkan bahwa harga lebih banyak ditentukan oleh pedagang. Keragaan pasar menunjukkan bahwa terdapat tiga saluran pemasaran dengan penyebaran marjin dan rasio profit margin (RPM) yang tidak merata antar lembaga

pemasaran, korelasi harga antara produsen dan konsumen relatif erat (r=870), dan nilai elastisitas transmisi harga lebih kecil dari satu (Et=0,88).

Kata kunci : usahatani, efisiensi produksi, dan efisiensi pemasaran 1

Mahasiswa Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Lampung 2


(2)

ABSTRACT

THE ANALYSIS OF EFFICIENCY PRODUCTION, FARM INCOME, AND MARKETING EFFICIENCY OF RED CHILI IN PRINGSEWU

DISTRICT

By

Arief Budi Prayitno1, Ali Ibrahim Hasyim2, dan Suriaty Situmorang2 Chili is one important vegetable that can be maintained commercially in tropical areas.Pringsewu district is a very potential area for growing chili and has larger harvest area than other districts, eventhough its production is still less than other districts such as West Lampung, East Lampung, and Metro.This research aimed to : (1) Analyze the use of production factors in the production process of red chili hybrids in Pringsewu District, (2) Analyze the farm income of red chili hybrids in Pringsewu District, and (3) Analyze the marketing efficiency of red chili hybrids in Pringsewu District.

This research took place in two villages,Adiluwih Village and Enggalrejo

Village,from April until December 2011. The respondents were 60 chili farmers, consisting of 40 farmers in Adiluwih Village and 20 in Enggalrejo Village. They were chosen by using Simple Random Sampling Technique. Data used were primary and secondary data. Primary data were obtained by interviewing respondents with questionnaires. Secondary data were obtained from various literatures, printed media and some related agencies.

The results showed that: (1) The factors influencing production of red chili hybrids farming in Pringsewu District were seed, land, SP36 fertilizer, and pesticide.(2) Chili hybrids farming in Pringsewu District were economically advantageous. The R/C ratio based on cash costs and total costs was 6,17 and 3,95.(3) Marketing system of red chilli hybrids in Pringsewu district were already efficient. It was seen from the producers share of greater than 70 percent, although market structure of red chili in Pringsewu district were imperfectly competitive market (oligopsoni). The variability market of red chili in Pringsewu district there were three marketing channels, profit margin ratio (PMR) at marketing of red chili is not prevalent, the coefficient price correlation is close relative (r=870), and then the value of elasticity price transmission of red chili in Pringsewu district is more than one(et=0,88).

Keyword : chili farming, production efficiency, andefficiency of marketing 1

Agribusiness Student of Agriculture Faculty at Lampung Univercity 2


(3)

DI KABUPATEN PRINGSEWU Nama Mahasiswa :

Ariep Budi Prayitno

No. Pokok Mahasiswa : 0714021040

Program Studi : Agribisnis

Fakultas : Pertanian

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Ali Ibrahim Hasyim, M.S. Ir. Suriaty Situmorang, M.Si

NIP 19490614 197603 1 001 NIP 19620816 198703 2 002

2. Ketua Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian

Dr.Ir.R. Hanung Ismono, M.P. NIP 19620623 198603 1 003


(4)

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 4 Oktober 1988, merupakan anak kedua dari dua bersaudara, pasangan Bapak Suparjo dan Taminem.

Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) di TK Asyiah Bustanul Athfal Bandar Lampung pada tahun 1995, pendidikan Sekolah Dasar (SD) di SD Negeri 2 Sukajawa-Bandar Lampung pada tahun 2001, pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) di SLTP Negeri 4 Pahoman-Bandar Lampung pada tahun 2004, dan pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Negeri 9 Ratulangi-Bandar Lampung pada tahun 2007. Penulis terdaftar sebagai Mahasiswa Program Studi Agribisnis Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada tahun 2007.

Tahun 2010, penulis melakukan Praktik Umum (PU) di Koperasi Mitra Tani Parahiyangan Kabupaten Cianjur Jawa Barat dan membuat Laporan Praktik Umum yang berjudul “Sistem Agribisnis Tomat di Kabupaten Cianjur”. Pada tahun 2011 penulis mengikuti Kuliah Kerja Lapang (KKL) selama 10 hari ke Bali, Malang dan Yogyakarta.

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam kegiatan kemahasiswaan, seperti menjadi anggota Sosek English Club (SEC), anggota Korps Muda BEM

Universitas Lampung, anggota Himaseperta 2007-2008, Sekertaris Bidang I (Kewirausahaan) Himaseperta 2008-2009, dan Ketua Bidang IV (Kewirausahaan dan Pendanaan) Himaseperta 2010-2011


(5)

SANWACANA

Bismillahirrohmanirrohim

Alhamdullilahirobbil ‘alamin, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan segala petunjuk, rahmat, serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Sholawat beserta salam senantiasa tercurah kepada baginda Rosullulloh Muhammad SAW, yang telah memberikan teladan dalam setiap kehidupan, juga kepada keluarga, sahabat, dan penerus risalahnya yang mulia.

Dalam penyelesaian skripsi yang berjudul “ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI, PENDAPATAN USAHATANI DAN EFISIENSI PEMASARAN CABAI MERAH HIBRIDA ( Capsicum annum ) DI KABUPATEN PRINGSEWU”ini, banyak pihak yang telah memberikan sumbangsih, bantuan, nasehat, serta saran-saran yang membangun. Oleh karena itu, pada kesempatan ini,dengan rendah hati, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof.Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

2. Dr. Ir. R. Hanung Ismono, M.P., selaku Ketua Jurusan Agribisnis Pertanian Universitas Lampung.


(6)

4. Ir. Suriaty Situmorang, M.Si., selaku pembimbing kedua, yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan dan nasehat kepada penulis.

5. Dr. Ir. Fembriarti Erry Prasmatiwi, M.S, selaku Pembahas,yang telah memberikan banyak masukan untuk kesempurnaan penelitian ini.

6. Ir. Rabiatul Adawiyah M.Si., selaku Pembimbing Akademik, atas bimbingan, petunjuk dan arahan, selama penulis menjadi mahasiswa Agribisnis Fakultas Pertanian.

7. Seluruh dosen, staf administrasi dan karyawan FP Unila yang telah membantu memperlancar kegiatan administrasi dan perkuliahan penulis.

8. Semangat dan kepercayaan akan sebuah ikatan begitu kumaknai bersama kedua orang tua, Bapak Suparjo dan Ibu Taminem tercinta,atas jasa, pengorbanan, keringat, doa yang diberikan sampai saat ini, dan kesabaran menunggu keberhasilanku, serta mamas, dan kakak ipar tersayang (Agus Supriyanto Amd, Ernis Iskandar Amd) dan keponakanku El-Fatih. Semua yang kita jalani bersama adalah lukisan terindah yang telah Allah SWT berikan dalam kehidupanku.

9. Keluarga besarku, atas semangat, motivasi dan doa yang tiada henti-hentinya, dari Kakung, mbok, para paman dan bibiku. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya atas bantuan yang diberikan secara moral maupun material dalam menjalankan penulisan skripsi ini.


(7)

bantuan dan waktu yang telah diberikan.

11. Untuk sahabat-sahabat tercinta SMP 4 (Anday, Ari, Riaz, Sarah Daza, dll) dan sahabat SMA N 9 (Raden, Utie, Ayudia, Nadia, Acil Mutia, dll) yang selalu memberikan doa, motivasi dan hiburan serta dukungan selama ini.

12. Untuk sahabat tercinta almarhum Rhama Saputra El-Kharamy 2007 yang menjadi sahabat terbaik selama masa hidupnya. Kau adalah motivasi dan semangatku dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Saya yakin walaupun kau sudah tidak berada di dunia ini, tetapi di surga, kau bisa tersenyum

bahagia melihat keberhasilan sahabatmu. Semoga ALLAH SWT memberikan tempat yang terbaik disisi-NYA untukmu,Amin.

13. Sahabat-sahabat AGB 2007 : Hendri, Satria, Deni, Sarah, Ayu, Zakia, Tyara, Ella, Lutfi, Rezie, Iyut, Ade, Eri, Ira, Lolita, Diwita, Eliz, Agnes, Ferni, Uya, Dewi, Debby, Yoni, Gilang, Nurjanah, Bambang, Irawan, Anda, Fitri, Aldila, Dwi, Mutaki, Vici, Fatonah, Nuryasin, Arum, Satri, Lisa, Mira, Hesty, Rani, Angga, dan teman-teman AGB 2004, 2005, 2006,2007, 2008, 2009serta 2010 tanpa terkecuali, atas kebersamaan dan dukungannya selama ini.

14. Teman-teman di rumah : Fauzie, Asep, Gondo, Aaf, Rully, Fajri dan

semuanya yang telah memberikan motivasi untuk kelulusan penulis.Semoga kita semua sukses,amin.

Bandar Lampung, Desember 2012 Penulis

ARIEP BUDI PRAYITNO


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xiii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang dan Masalah ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 9

C. Kegunaan Penelitian ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS ... 10

A. Tinjauan Pustaka ... 10

1. Klasifikasi tanaman cabai merah ... 10

2. Teori usahatani ... 16

3. Teori produksi ... 19

4. Konsep efisiensi Produksi ... 23

5. Teori pemasaran ... 26

6. Penelitian terdahulu ... 36

B. Kerangka Pemikiran ... 37

C. Hipotesis ... 41

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 42

A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional ... 42

B. Lokasi Penelitian,Waktu Penelitian dan Pengambilan sampel .. 47

C. Metode Pengumpulan Data ... 49

D. Metode Analisis ... 50

1. Analisis keuntungan usahatani cabai merah ... 50


(9)

3. Efisiensi penggunaan faktor produksi ... 54

4. Efisiensi pemasaran cabai merah ... 55

a. Pangsa produsen ... ………… 56

b. Analisis marjin pemasaran ... 57

c. Koefisien korelasi harga ... 58

d. Analisis elastisitas transmisi harga ... 59

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN ... 61

A. Keadaan Umum Kabupaten Pringsewu ... 61

B. Keadaan Umum Kecamatan Adiluwih ... 62

1. Keadaan Umum Desa Adiluwih ... 62

2. Keadaan Umum Desa Enggal Rejo ... 67

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 71

A. Keadaan umum petani cabai merah ... 71

1. Umur petani responden ... 71

2. Tingkat pendidikan petani responden... 72

3. Jumlah tanggungan keluarga ... 73

4. Pengalaman berusahatani petani responden ... 73

5. Suku petani responden ... 75

6. Luas lahan dan status kepemilikan lahan ... 75

7. Pekerjaan sampingan petani responden ... 76

8. Permodalan petani responden ... 77

B. Keragaan usahatani cabai merah ... 77

1. Pola Tanam ... 77

2. Budidaya cabai merah ... 78

C. Penggunaan sarana produksi ... 80

1. Penggunaan benih ... 80

2. Penggunaan pupuk ... 81

3. Penggunaan pestisida ... 82

4. Penggunaan tenaga kerja ... 83

5. Penggunaan peralatan ... 85

D. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi cabai merah ... 85

1. Pendugaan fungsi produksi usahatani cabai merah ... 85

a. Faktor luas lahan/luas lahan (X21) ... 90

b. Faktor pupuk SP36 (X3) ... 90

c. Faktor pestisida (X9) ... 91

2. Analisis efisiensi ekonomi ... 91

E. Analisis Pendapatan Usahatani Cabai Merah ... 92


(10)

F. Pemasaran ... 95

1. Karakteristik lembaga-lembaga pemasaran ... 95

a. Pedagang pengumpul ... 95

b. Pedagang besar ... 96

c. Pedagang pengecer I ... 97

d. Pedagang pengecer II... 98

2. Analisis pemasaran ... 99

a. Saluran pemasaran ... 99

b. Analisis efisiensi pemasaran ... 103

(1). Struktur pasar (Market Structure) ... 103

(2). Perilaku Pasar (Market Conduct) ... 104

(3). Keragaan pasar ( Market Performance) ... 105

(a). Pangsa produsen, marjin, rasio profit marjin ... 106

(b). Analisis regresi dan korelasi harga ... 110

(c). Analisis elastisitas transmisi harga... 111

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 113

A. Kesimpulan ... 113

B. Saran... 114

DAFTAR PUSTAKA ... . 115

LAMPIRAN ... . 118


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman 1. Luas panen, produksi, dan produktivitas komoditas cabai merah

Provinsi Lampung, tahun 2005-2009 ... 3 2. Luas panen, produksi,dan produktivitas komoditas cabai merah

menurut kabupaten/kota di Provinsi Lampung, tahun 2007-2009 .... 4 3. Luas panen, produksi, dan produksivitas komoditas cabai merah

menurut kecamatan di Kabupaten Pringsewu bulan Januari- Juli

2010 ... 5 4. Perkembangan harga cabai merah di tingkat petani produsen dan pedagang eceran di Kabupaten Pringsewu, tahun 2010 ... .. 7 5. Sebaran petani cabai merah menurut desa di Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu, tahun 2011 ... 47 6. Distribusi penduduk berdasarkan kelompok usia di Desa Adiluwih Kecamatan Adiluwih, tahun 2010 ... 63 7. Distribusi penduduk berdasarkan bidang mata pencaharian di Desa

Adiluwih Kecamatan Adiluwih, tahun 2010 ... 65 8. Sarana dan prasarana di Desa Adiluwih Kecamatan Adiluwih

Kabupaten Pringsewu, tahun 2010 ... 65 9. Distribusi penduduk berdasarkan kelompok usia di Desa Enggal

Rejo Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu, tahun 2010 ... 68 10. Sarana dan prasarana di Desa Enggal Rejo Kecamatan Adiluwih

Kabupaten Pringsewu, tahun 2010 ... 69 11. Sebaran petani responden berdasarkan tingkat pendidikan,

tahun 2011 ... 72 12. Sebaran tanggungan keluarga petani responden cabai merah,


(12)

13. Sebaran petani responden berdasarkan pengalaman berusahatani

cabai merah, tahun 2011 ... 74

14. Sebaran petani responden berdasarkan suku, tahun 2011 ... 75

15. Sebaran petani responden berdasarkan luas lahan cabai merah, tahun 2011 ... 76

16. Sebaran petani responden cabai merah berdasarkan pekerjaan sampingan, tahun 2011 ... 77

17. Penggunaan pupuk oleh petani responden per usahatani dan per hektar di lokasi penelitian, tahun 2010. ... 82

18. Penggunaan pestisida oleh petani responden cabai merah di lokasi penelitian, tahun 2010 ... 83

19. Rata-rata penggunaan tenaga kerja petani responden cabai merah di lokasi penelitian, tahun 2010 ... 84

20. Rata-rata nilai penyusutan peralaatan untuk usahatani cabai merah di lokasi penelitian pada tiap musim per tahun ... 85

21. Hasil analisis regresi I pendugaan model produksi cabai merah ... 86

22. Hasil analisis regresi II pendugaan model produksi cabai merah .... 87

23. Hasil analisis regresi III pendugaan model produksi cabai merah ... 88

24. Rata-rata penerimaan, biaya, pendapatan, dan R/C usahatani cabai merah satu kali musim tanam dengan luas lahan 0,43 Ha dan 1 Ha di lokasi penelitian, tahun 2011 ... 93

25. Karakteristik pedagang pengumpul... 95

26. Karakteristik pedagang besar ... 96

27. Karakteristik pedagang pengecer I ... 97

28. Karakteristik pedagang pengecer II ... 98

29. Pangsa produsen, marjin, dan RPM pemasaran cabai merah pada saluran pemasaran I di lokasi penelitian, tahun 2011 ... 106

30. Pangsa produsen, marjin, dan RPM pemasaran cabai merah pada saluran pemasaran 2 di lokasi penelitian, tahun 2011 ... 107


(13)

31. Pangsa produsen, marjin, dan RPM pemasaran cabai merah pada

saluran pemasaran 3 di lokasi penelitian, tahun 2011 ... 109 32. Koefisien regresi dan korelasi harga cabai merah di Kabupaten

Pringsewu, tahun 2011 ... 111 33. Identitas responden dan anggota keluarga responden, tahun 2011 ... 119 34. Rincian harga benih dan harga pupuk petani responden, tahun

2011 ... 121 35. Rata-rata penggunaan pestisida oleh petani cabai merah, tahun

2011 ... 124 36. Biaya angkut usahatani cabai merah, tahun 2011 ... 126 37. Harga sewa dan pajak yang diterima petani cabai merah,

tahun 2011 ... 127 38. Keuntungan usahatani cabai merah Kecamatan Adiluwih,

tahun 2011 ... 128 39. Regresi produksi usahatani cabai merah Kecamatan Adiluwih,

tahun 2011 ... 131 40. Analisis regresi I produksi usahatani cabai merah di Kecamatan

Adiluwih Kabupaten Pringsewu, tahun 2011 ... 133 41. Analisis regresi II produksi usahatani cabai merah di Kecamatan

Adiluwih Kabupaten Pringsewu, tahun 2011 ... 136 42. Analisis regresi III produksi usahatani cabai merah di Kecamatan

Adiluwih Kabupaten Pringsewu, tahun 2011 ... 139 43. Analisis regresi harga produsen dan konsumen dan cabai merah di

Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu,tahun 2011 ... 142 44. Harga cabai merah di tingkat produsen dan konsumen akhir

Kabupaten Pringsewu, tahun 2011 ... 143 45. Kriteria Pedagang cabai merah Kabupaten Pringsewu,

tahun 2011 ... 145


(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman 1. Hubungan Antara Produk Total (PT), Produk Rata-Rata (PR),

Produk Marjinal (PM), dan Elastisitas Produksi (EP)... 22 2. Alur Pemikiran Analisis usahatani dan efisiensi pemasaran

cabai merah di Kabupaten Pringsewu tahun 2011 ... 40 3. Pola tanam usahatani cabai merah di Kecamatan Adiluwih,

tahun 2010 ... 78 4. Mendeteksi autokorelasi berdasarkan nilai Durbin Watson

Kecamatan Adiluwih ... 90 5. Saluran pemasaran cabai merah di Kecamatan Adiluwih ... 100

6. Peta Kecamatan Terbanggi Besar ... 141 Peta Kabupaten Lampung Tenga


(15)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah

Sektor pertanian di Indonesia masih memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini ditunjukkan oleh banyaknya penduduk dan tenaga kerja yang hidup atau bekerja di sektor pertanian.Sejak awal pembangunan, peranan sektor pertanian dalam pembangunan Indonesia tidak perlu diragukan lagi. Pembangunan sektor pertanian diarahkan untuk meningkatkan produktivitas hasil pertanian guna memenuhi kebutuhan pangan masyarakat dan kebutuhan industri dalam negeri, meningkatkan ekspor, meningkatkan pendapatan petani, memperluas kesempatan kerja serta mendorong kesempatan berusaha (Mubyarto, 1995).

Pertanian dalam arti luas terdiri dari lima subsektor, yaitu tanaman pangan, perkebunan, perternakan, perikanan, dan kehutanan. Salah satu komoditas pertanian tanaman pangan yang mempunyai peluang pasar cukup baik dan produksi yang cukup besar adalah komoditas hortikultura. Pengembangan dan peningkatan agribisnis holtikultura selaras dengan tujuan pembangunan

pertanian di Indonesia, yaitu untuk meningkatkan pendapatan dan taraf hidup petani (Dinas Pertanian Tanaman Pangan atau Hortikultura Provinsi


(16)

Perkembangan komoditas hortikultura, terutama sayur-sayuran, baik sayuran daun maupun sayuran buah, cukup potensial dan prospektif, karena didukung oleh potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, ketersediaan teknologi, dan potensi serapan pasar di dalam negeri dan pasar internasional yang terus meningkat. Komoditas sayuran merupakan bagian dari tanaman pangan yang dapat diandalkan dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan kontribusi sub sektor tanaman pangan terhadap PDRB Provinsi Lampung. Menurut Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Lampung (2004) dalam Syaifudin (2005), Lampung memiliki potensi lahan dan agroklimat yang mendukung untuk mengembangkan komoditas sayuran. Oleh karena itu usaha-usaha peningkatan produksi sayuran difokuskan pada tanaman yang pada saat ini produksinya masih rendah, tetapi memiliki nilai ekonomis yang tinggi.

Salah satu jenis tanaman sayuranyang banyak dikonsumsi oleh masyarakat adalah cabai merah yang memiliki nama ilmiah Capsicum Annum. Cabai merah merupakan salah satu jenis tanaman sayuran yang dapat dibudidayakan secara komersial di daerah tropis. Pada umumnya cabai merah digunakan sebagai bumbu masakan, bahan industri, obat-obatan, dan zat pewarna. Dengan semakin beragamnya penggunaan sayuran yang berasa dan beraroma pedas ini, permintaan akan cabai merah dalam pasar dalam negeri semakin meningkat dari waktu ke waktu. Sadar akan peningkatan permintaan tersebut, maka semakin banyak pula petani yang membudidayakannya. Provinsi Lampung merupakan salah satu daerah yang berpotensial untuk


(17)

dan produktivitas tanaman cabai merah di Provinsi Lampung tahun 2005-2009 dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Luas panen, produksi, dan produktivitas tanaman cabai merah di Provinsi Lampung, tahun 2005-2009

Tahun Luas panen (ha)

Produksi (kuintal)

Produktivitas (kuintal/ha)

2005 3.996 125.453 31.39

2006 4.684 157.420 33.57

2007 4.829 152.288 31.54

2008 5.084 159.631 31.40

2009 5.364 203.680 37.97

Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Lampung, tahun 2010

Tabel 1 menunjukkan bahwa luas panen tanaman cabai merah di Provinsi Lampung lima tahun terakhir mengalami peningkatan, meskipun produksi dan produktivitas cabai merah masih mengalami fluktuasi. Luas panen, produksi, dan produktivitas cabai merahpada tahun 2009 mengalami peningkatan yang cukup signifikan sehingga Provinsi Lampung memiliki potensi yang cukup besar dalam mengembangkan tanaman tersebut.

Peningkatan luas panen dan produksi cabai merah merupakan berita baik bagi dunia pertanian dan pemerintah Provinsi Lampung, karena peningkatan produksi cabai merah diharapkan nantinya dapat memenuhi kebutuhan dalam provinsi. Secara tidak langsung peningkatan ini juga mengindikasikan semakin banyaknya petani yang kini mengusahakan tanaman cabai merah sebagai salah satu pilihan usaha. Luas panen, produksi, dan produktivitas tanaman cabai merah menurut kabupaten/kota di Provinsi Lampung tahun 2007-2009 dapat dilihat pada Tabel 2.


(18)

Tabel 2. Luas panen, produksi, dan produktivitas tanaman cabai merah menurut kabupaten/kota di Provinsi Lampung, tahun 2007-2009

Kab./Kota

2007 2008 2009

Luas lahan (ha) Produksi (ton) Produkti vitas (ton/ha) Luas lahan (ha) Produksi (ton) Produkti vitas (ton/ha) Luas lahan (ha Produksi (ton) o Produkti vitas (ton/ha)

L. Barat 415 2.704,3 6,52 406 3.262,9 8,04 525 3.828,7 7,29

Tanggamus 1.116 2.862,4 2,56 1.418 4.585,8 3,23 1.215 5.496,4 4,52

L. Selatan 1.027 5.541,7 5,39 303 1.821,2 6,01 523 3.523 6,73

L. Timur 479 1.398,4 2,92 532 1.150,5 2,16 459 952,4 2,07

L. Tengah 629 1.272,8 2,02 611 1.881,3 3,08 716 1.979,6 2,76

L. Utara 610 510,2 0,84 369 640,6 1,74 299 401,9 1,34

Way Kanan 181 204,8 1,13 180 214,9 1,19 174 608,0 3,49

T. Bawang 309 639,8 2,07 286 857,3 2,99 271 856,8 3,16

Pesawaran - - - 923 1.345,3 1,46 1.120 2.539,2 2,26

B. Lampung 46 48,4 1,05 42 121,4 2,89 49 119,6 2,44

Metro 17 46,0 2,70 14 81,9 5,85 13 62,4 4,80

Keterangan : (-) tidak diperoleh data

Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung, tahun 2010

Berdasarkan Tabel 2 maka diketahui bahwa Kabupaten Tanggamus

mempunyai luas panen yang paling besar dibandingkan dengan kabupaten lain, meskipun produktivitasnya masih lebih rendah dibandingkan dengan

Kabupaten Lampung Barat, Lampung Selatan, dan Metro. Kondisi ini terjadi karena teknik usahatani belum sepenuhnya dikuasai petani, di antaranya penggunaan kombinasi faktor-faktor produksi oleh petani diduga belum optimal.

Salah satu daerah penghasil cabai merah terbesar di Kabupaten Tanggamus adalah Pringsewu. Pringsewu merupakan pemekaran dari Kabupaten Tanggamus dan cukup potensial untuk terus dikembangkan. Selain keadaan tanahnya yang cocok untuk usahatani cabai merah, juga masih banyak terdapat lahan yang dapat diusahakan untuk usahatani cabai merah. Di Kabupaten Pringsewu terdapat wilayah yang memiliki luas panen komoditas cabai merah terbesar, yaitu Kecamatan Adiluwih. Perkembangan luas panen, produksi, dan


(19)

produktivitas tanaman cabai merah menurut kecamatan di Kabupaten Pringsewu untuk bulan Januari-Juli 2010 dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Luas panen, produksi dan produktivitas cabai merah menurut kecamatan di Kabupaten Pringsewu, bulan Januari s/d Juli 2010

No Kecamatan Luas panen

( ha)

Produksi (kuintal)

Produktivitas (kuintal/ha)

1 Gading Rejo 25 576 23,40

2 Pringsewu 5 100 20,00

3 Sukoharjo - - -

4 Ambarawa 29 670 23,10

5 Banyumas 6 173 28,00

6 Adiluwih 141 2.085 14,78

7 Pagelaran 35 188 5,37

8 Pardasuka 130 605 4,65

Keterangan : (-) tidak ada data

Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Pringsewu, 2010

Tabel 3 menunjukkan bahwa kecamatan dengan produksi dan luas panen cabai merah tertinggi untuk Kabupaten Pringsewu adalah Kecamatan Adiluwih. Namun demikian, tingginya produksi dan luas panen cabai merah di Kecamatan Adiluwih belum diiringi oleh produktivitas cabai merah yang tinggi, yaituhanya 14.78 kuintal/ha. Produktivitas usahatani cabai merah di Kecamatan Adiluwih yang masih tergolong rendah tersebut diduga disebabkan oleh faktor-faktor produksi yang digunakan petani belum optimal atau tidak sesuai dengan rekomendasi Dinas Pertanian. Keberhasilan suatu usahatani dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor dari dalam usahatani tersebut, seperti penggunaan benih, pupuk, lahan, pestisida, dan tenaga kerja langsung, serta faktor dari luar, seperti sarana transportasi, fasilitas kredit, dan harga yang sedang berlaku.


(20)

Peningkatan produksi usahatani berhubungan erat dengan motivasi petani. Petani memproduksi cabai merah untuk dijual, sehingga perbandingan harga dan biaya yang dikeluarkan menjadi perangsang untuk meningkatkan hasil. Dengan kata lain, peningkatan produksi petani diharapkan akan meningkatkan pendapatan mereka.

Harga cabai merah menjadi salah satu indikator bagi petani untuk

meningkatkan produksinya. Jika harga cabai merah sangat rendah, maka petani akan mengalami kerugian, sehingga tidak berminat untuk memproduksi pada periode berikutnya. Hal ini berarti tingkat harga cabai merah merupakan faktor yang sangat menentukan pengembangan usahatani cabai merah. Jika produktivitas rendah diikuti dengan harga cabai merah yang juga rendah, maka kemauan petani untuk berusahatani cabai merah juga rendah, akibatnya

usahatani cabai merah sulit berkembang. Perkembangan harga cabai merah di tingkat petani produsen dan eceran di Kabupaten Pringsewu pada tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 4.


(21)

Tabel 4. Perkembangan harga cabai merah di tingkat petani produsen dan eceran di Kabupaten Pringsewu, tahun 2010

Bulan Harga

produsen (Rp/kg) Harga pengecer (Rp/kg) Marjin harga produsen dan pengecer (Rp/kg)

Januari 14.700 17.500 2.800

Februari 23.000 24.800 1.800

Maret 8.700 11.200 2.500

April 9.100 12.500 3.400

Mei 14.775 15.750 1.975

Juni 20.100 24.400 4.300

Juli 28.750 34.250 5.500

Agustus 26.500 31.000 4.500

September 11.500 17.000 6.500

Oktober 10.000 15.000 5.000

November 18.750 25.750 7.000

Desember 19.000 27.000 8.000

Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Lampung, 2011

Harga cabai merah di tingkat petani yang berfluktuasi menyebabkan rendahnya motivasi petani untuk mengembangkan usahatani cabai merah, yang berakibat berkurangnya produksi yang dihasilkan. Fluktuasi harga yang diterima petani menyebabkan pendapatan petani juga berfluktuasi. Keadaan ini tentu saja akan lebih parah lagi jika sistem tataniaga juga kurang memadai, karena pendapatan usahatani cabai merah tidak hanya ditentukan oleh produksi, tetapi juga sangat ditentukan oleh harga yang rendah dan fluktuaktif di pasaran.

Margin pemasaran adalah selisih antara harga yang dibayarkan oleh konsumen dengan harga yang diterima produsen. Margin ini akan diperoleh oleh lembaga perantara pemasaran yang terlibat dalam proses pemasaran tersebut. Semakin panjang saluran pemasaran (makin banyak lembaga perantarapemasaran yang terlibat), maka semakin besar margin pemasaran (Daniel, 2004). Hal tersebut


(22)

dapat mengakibatkan pendapatan petani produsen menjadi rendah. Perbedaan harga (margin pemasaran) yang relatif besar merupakan salah satu hambatan pemasaran yang sering dijumpai dalam pemasaran komoditas pertanian.

Pemasaran merupakan proses yang harus dilalui petani sebagai produsen untuk menyalurkan produknya sampai ke tangan konsumen. Sistem pemasaran yang ada perlu mendapat perhatian, karena diduga fungsi-fungsi pemasaran belum berjalan dengan baik. Menurut Soekartawi (2002), kelemahan dalam sistem pertanian di negara berkembang pada umumnya sama, yaitu kurangnya perhatian dalam bidang pemasaran. Fungsi-fungsi pemasaran sering tidak berjalan seperti yang diharapkan sehingga pemasaran menjadi kurang efisien.

Dalam komoditas pertanian, seringkali dijumpai rantai pemasaran yang panjang, sehingga banyak pelaku pemasaran yang terlibat dalam pemasaran tersebut. Hal ini mengakibatkan banyaknya balas jasa atau keuntungan pemasaran yang harus diambil oleh para pelaku pemasaran, yang akhirnya akan mempengaruhi tingkat harga yang diterima petani produsen dan yang dibayar oleh konsumen akhir.

Berdasarkan uraian di atas, maka dirumuskan permasalahan penelitian, yaitu : (1). Apakah penggunaan faktor-faktor produksi cabai merah sudah efisien? (2). Apakah usahatani cabai menguntungkan bagi petani cabai merah di Kabupaten Pringsewu?


(23)

B. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah

1. Mengetahui penggunaan faktor-faktor produksi dalam proses produksi cabai merah di Kabupaten Pringsewu.

2. Mengetahui besarnya keuntungan usahatani cabai merah yang diperoleh petani cabai merah di Kabupaten Pringsewu.

3. Mengetahui efisiensi pemasaran cabai di Kabupaten Pringsewu.

C. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi:

1. Petani, sebagai sumber informasi dalam mengelola usahatani dan mengembangkan pemasaran cabai merah.

2. Pemerintah dan instansi terkait, sebagai masukan dan bahan pertimbangan dalam pengembangan usaha pertanian cabai dan pembuatan kebijakan.


(24)

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

A. Tinjauan Pustaka 1. Tanaman Cabai

a. Klasifikasi tanaman cabai

Menurut Pitijo (2003), cabai merupakan tanaman sayuran yang mempunyai nilai ekonomi tinggi dan daya adaptasi yang luas. Cabai merah merupakan sayuran dari famili Solanaceae yang memiliki banyak kegunaan, antara lain sebagai bumbu masak dan bahan ramuan obat-obatan. Dalam bidang farmasi, bahan obat yang berasal dari cabai besar (Capsicum annum L.) disebut

Capsicum fructua. Berdasarkan klasifikasinya, maka tanaman cabai merah termasuk ke dalam:

Kingdom : Plantarum Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Tubiflorae (Solanales) Famili : Sonalaceae

Genus : Capsicum


(25)

Menurut Samsudin (1982), cabai merah yang merupakan tanaman sayuran, menurut bentuknya termasuk golongan perdu yang hasil buahnya dapat dipanen beberapa kali. Permasalahan yang ada pada pertanaman cabai merah tidak hanya terbatas pada masalah budidaya saja, tetapi bagaimana petani mengatasi berbagai macam persoalan tentang cabai yang ditanam, diantaranya bagaimana mengatasi hama dan penyakit tanaman cabai merah (Setiadi, 1993). Secara umum tanaman cabai merah dapat ditanam disembarang daerah, tempat dan waktu. Akan tetapi apabila tidak melihat syarat-syarat tertentu dalam budidaya tanaman cabai merah, maka hasilnya akan mengecewakan.

b. Syarat tumbuh

Cabai merah pada umumnya dapat ditanam di dataran rendah sampai

pegunungan (dataran tinggi) ± 2000 meter dari atas permukaan air laut (dpl) yang mempunyai iklim tidak terlalu dingin dan tidak terlalu lembab. Cabai besar akan lebih sesuai bila ditanam di daerah kering berhawa panas (± 30° C). Keadaan tanah yang ideal untuk tanaman cabai adalah yang subur, gembur, kaya akan bahan organik dan tidak mudah becek (menggenang), serta bebas cacing (nematoda) dan penyakit tular tanah (Rukmana, 1996). Rosliani et al. (2001) mengemukakan bahwa faktor iklim yang berpengaruh pada

pertumbuhan cabai merah antara lain adalah suhu dan radiasi matahari. Dari sisi media pertumbuhan, cabai merah akantumbuh baik pada tanah berdrainase baik, dan relatif subur.


(26)

Menurut surat kabar Sinar Tani (1996), tanaman cabai merah cocok ditanam pada tanah yang kaya humus dan gembur serta tidak tergenang air dengan pH tanah yang ideal sekitar 5 - 6. Waktu tanam yang baik untuk lahan kering adalah pada akhir musim hujan (Maret - April). Untuk memperoleh harga cabe yang tinggi, waktu tanam bisa juga dilakukan pada bulan Oktober dan panen pada bulan Desember, walaupun ada resiko kegagalan.

Tanaman cabai diperbanyak melalui biji, yang ditanam dari tanaman yang sehat serta bebas dari hama dan penyakit. Buah cabai merah yang telah diseleksi untuk bibit dijemur hingga kering. Kalau panasnya cukup, dalam lima hari telah kering kemudian baru diambil bijinya. Untuk areal satu hektar dibutuhkan sekitar 2-3 kg buah cabai merah atau sekitar 300-500 gr biji. (Sinar Tani,1996)

c. Budidaya Cabai Merah

Teknik budidaya cabai merah yang tepat sangat diperlukan agar dapat menghasilkan produksi yang memuaskan, baik dalam jumlah maupun mutu cabai merah itu sendiri. Menurut Wiryanta (2008), langkah-langkah dalam budidaya cabai merah terdiri dari:

(1) Penentuan lokasi budidaya

Cabai merah pada umumnya dapat ditanam di daerah rendah maupun pegunungan. Ada tiga lahan yang biasa digunakan untuk penanaman cabai merah, yakni lahan sawah yang berpengairan teknis, lahan sawah tadah hujan, dan lahan tegalan yang tidak berpengairan teknis.


(27)

Lahan sawah yang memiliki pengairan teknis memiliki potensi yang lebih baik untuk penanaman cabai merah. Ketersediaan air yang cukup saat masa penanaman membantu akar tanaman lebih efektif menyerap unsur hara yang ada didalam tanah. Lahan sawah tadah hujan yang

mengandalkan pengairan dari air hujan memiliki resiko, yakni tanaman akan kekurangan air di musim kering sehingga diperlukan investasi untuk pengadaan sumur dan mesin pompa air. Untuk lahan tegalan, umumnya digunakan lahan yang berada di lereng bukit dan penanamannya biasa dilakukan pada musin penghujan. Untuk musim kemarau dapat ditanami cabai merah, tetapi memerlukan investasi sumur dan pompa air.

(2) Pengolahan lahan dan pemasangan mulsa

Pembukaan lahan atau land clearing adalah pekerjaan awal pengolahan lahan untuk agrobisnis cabai merah. Setelah melakukan land clearing, baik di lahan sawah maupun lahan tegalan, tahap berikutnya yang mutlak dilakukan adalah pencangkulan. Pencangkulan bertujuan untuk

menggemburkan tanah, mengusir beberapa jenis hama dan penyakit dan memberi kesempatan tanah untuk beroksidasi. Pencangkulan dilakukan dengan kedalaman 20cm sebanyak dua kali. Sebelum melakukan pencangkulan kedua hendaknya dilakukan pengapuran.

Tahap berikutnya adalah pembuatan bedengan. Ukuran bedengan cabai merah harus mempertimbangkan beberapa faktor, seperti ukuran

bedengan, ukuran saluran air, dan ketinggian bedengan. Sebagai patokan, lebar bedengan adalah 100-120 cm dan lebar selokan air adalah 20-30cm.


(28)

Panjang bedengan yang biasa digunakan adalah 10-12 m. Panjang bedengan akan mempengaruhi perawatan tanaman cabai merah. Pemberian pupuk dasar dilakukan dengan cara ditebarkan di atas permukaan bedengan. Pupuk yang diberikan adalah pupuk organik dan anorganik. Untuk lahan yang kurang subur, maka pupuk organik yang diberikan dapat mencapai 30 ton perhektar. Setelah dilakukan pemupukan dasar, kegiatan berikutnya adalah pemasangan mulsa. Mulsa dapat

digunakan berupa jerami ataupun plastik hitam perak.

(3) Waktu tanam dan penyemaian benih

Penentuan waktu tanam harus tepat untuk memperoleh produksi cabai merah yang berkualitas dan berkuantitas tinggi. Penyiapan dan

penyemaian benih harus dilakukan dengan baik dan harus diperhatikan varietas benih, seleksi benih yang akan disemai, cara dan media

penyemaian. Media penyemaian biasanya adalah polibag atau kantong plastik yang berisi tanah yang dicampur dengan pupuk kandang.

Selanjutnya benih yang sudah dipilih direndam semalam dengan air untuk memepermudah perkecambahan, kemudian dimasukkan ke dalam polibag, satu biji per polibag.

(4) Penanaman bibit

Bibit yang ditanam merupakan bibit yang sudah berumur 30 hari setelah penyemaian, atau sudah berdaun 6-8helai. Sebelum penanaman, keranjang atau kantong plastik (polibag) tempat pembibitan harus dilepas terlebih dahulu. Setelah itu tanah dan bibitnya ditanam dilubang yang


(29)

sudah disiapkan sebelumnya. Saat pembuangan polibag perlu dijaga agar akar tanamannya tidak rusak. Untuk itu perlakuan harus dilakukan secara hati-hati. Waktu penanaman yang baik adalah disore hari, karena bibit tidak akan terkena sinar matahari terik dan bisa beradaptasi dengan keadaan lahan.

(5) Perawatan tanaman

Tidak semua bibit yang ditanam dapat hidup dengan baik. Oleh karena itu, diperlukan penyulaman untuk mengganti bibit yang mati. Pemberian ajir juga perlu dilakukan untuk menopang tanaman cabai dari terpaan angin. Ajir umumnya terbuat dari bambu dengan ketinggian 1-1,5m. Perompesan adalah membersihkan tanaman dari bagian-bagian tumbuhan yang tidak berguna dan menghambat pertumbuhan seperti tunas air dan bunga yang muncul belum pada waktunya. Pemeriksaan tanaman harus dilakukan untuk melihat kondisi tanaman apakah terdapat penyakit atau tanaman roboh dan perlu ditegakkan, atau melihat apakah terdapat kekurangan dalam perawatan.

(6) Pupuk dan pemupukan

Seminggu setelah penanaman dapat dilakukan pemupukan awal. Jenis dan takaran pupuk yang digunakan tergantung pada daerah setempat. Masing-masing daerah kemungkinan memerlukan jenis dan takaran pupuk yang berbeda-beda. Beberapa macam cara dan waktu pemupukan,


(30)

penanaman monokultur, apabila pada saat pengolahan lahan tidak diberi pupuk dasar, maka dilakukan pemupukan pada lubang tanam dengan dosis 0.5 kg pupuk kandang setiap lubangnya. Pemberian pupuk selanjutnya dilakukan setelah tanaman berusia 2 bulan. Saat itu pupuk yang diberikan adalah 3.5 gr Urea, 3,5 gr TSP dan 3,0 gr KCL per tanaman. Pemupukan ulang dilakukan setiap 20-30 hari sekali, sehingga dalam satu periode tanam terdapat sekurang-kurangnya lima kali

pemupukan.

(7) Pemanenan

Normalnya panen bisa dilakukan 12-20 kali. Tanaman dapat dipanen terus menerus dengan selang waktu 3-4 hari sekali hingga tanaman berumur 6-7 bulan. Jumlah hasil panen cabai merah dari waktu ke waktu tidaklah sama, dan antara satu tempat dengan tempat yang lain juga berbeda. Untuk tanaman cabai merah, dengan asumsi terdapat 17.000 pohon cabai merah per hektar, mampu memproduksi buah cabai merah sebanyak 1,2 kg per pohon. Untuk jenis cabai hibrida mampu memproduksi 20.400 kg cabai merah per hektarnya.

2. Teori Usahatani

Petani adalah seorang atau sekelompok orang yang berusaha mengelola unsur-unsur produksi, seperti alam, tenaga kerja, modal dan keterampilan, dengan tujuan untuk menghasilkan produksi di bidang pertanian. Pada akhirnya kegiatan tersebut akan dinilai dengan uang dan dihitung nilai


(31)

produksi setelah dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan proses selama produksi. Mubyarto (1995) menyatakan bahwa penerimaan usahatani merupakan nilai dari produksi yang dihasilkan dikalikan dengan harga

produksi tersebut.

Biaya adalah seluruh pengeluaran atau korbanan yang dikeluarkan untuk membayar faktor-faktor produksi pertanian. Hermanto (1993) menyatakan bahwa pendapatan adalah penerimaan dari suatu hasil usaha yang telah dikurangi dengan biaya-biaya selama proses produksi. Pendapatan

merupakan bentuk imbalan untuk jasa pengolah (petani) yang menggunakan lahan, tenaga kerja dan modal yang dimiliki dalam berusahatani. Selanjutnya menurut Soekartawi at. all (1986), pendapatan kotor usahatani (gross farm income) didefinisikan sebagai nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Pengeluaran total usahatani (total farm expenses) didefinisikan sebagai nilai semua masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan di dalam produksi, tetapi tidak termasuk tenaga kerja tani. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pendapatan bersih usahatani (net farm income) merupakan selisih antara pendapatan kotor usahatani dengan pengeluaran total usahatani.

Mubyarto (1995) membagi biaya produksi menjadi dua bagian, yaitu biaya tetap dan biaya variable. Biaya tetap adalah biaya yang dikeluarkan untuk input tetap, yang jumlahnya tidak dipengaruhi oleh jumlah produksi yang dihasilkan. Yang tergolong ke dalam biaya tetap adalah sewa tanah, peralatan partanian, pajak dan iuran irigasi. Biaya variable adalah biaya yang


(32)

yang ingin dihasilkan. Yang tergolong ke dalam biaya variable adalah biaya bibit, obat-obatan, pupuk dan tenaga kerja. Dengan demikian, biaya investasi dapat dikategorikan sebagai biaya tetap, dan biaya operasional dikategorikan sebagai biaya variabel.

Secara matematis, pendapatan petani dari usahatani dihitung dengan menggunakan rumus :

-n

l i

……….. (1) di mana :

π = keuntungan (pendapatan)

Xi = faktor produksi input ke ( i= 1,2,3,………,n ) Pxi = harga faktor produksiinput kei

Y = produksi(output)

Py = harga produksi harga (output) BTT= biaya tetap total

TR = total penerimaan TC = total biaya

Untuk mengetahui usahatani menguntungkan atau tidak secara ekonomi dapat dianalisis dengan menggunakan nisbah atau perbandingan antara penerimaan dan biaya. Secara matematis nisbah penerimaan dengan biaya dirumuskan

sebagai : ………...….. (2)

di mana :

R/C = nisbah penerimaan dan biaya

PT = produksi total (penerimaan) (dalam Rp) BT = biaya total (dalam Rp)


(33)

Kriteria pengambilan keputusan adalah :

Jika R/C > 1, maka usahatani yang dilakukan layak atau menguntungkan karena penerimaan lebih besar dari biaya total.

Jika R/C = 1, maka usahatani mengalami impas karena penerimaan sama dengan biaya yang dikeluarkan.

Jika R/C < 1, maka usahatani yang dilakukan tidak layak, karena penerimaan lebih kecil dari biaya total.

3. Teori Produksi

Produksi diartikan sebagai suatu proses pengkombinasian penggunaan input (faktor produksi) dan sumber daya untuk menghasilkan suatu bentuk barang atau jasa (Arifin, 1995). Menurut Mubyarto (1989), produksi merupakan suatu proses merubah faktor produksi (input) menjadi barang (output). Hubungan antara faktor produksi dengan hasil produksi merupakan hubungan fungsional yang disebut sebagai fungsi produksi.

Menurut Arifin (1995), fungsi produksi merupakan hubungan sebab akibat antara penggunaan input untuk menghasilkan output pada tingkat teknologi tertentu. Fungsi produksi merupakan hubungan fisik atau teknis antara jumlah seluruh faktor produksi yang digunakan dengan jumlah produk yang

dihasilkan persatuan waktu, tanpa memperhitungkan harga produksi yang dihasilkan (Mubyarto, 1989). Secara matematis fungsi produksidinyatakan dalam bentuk persamaan:


(34)

di mana:

Y = Jumlah produk yang dihasilkan.

Xn = Faktor produksi ke-i yang digunakan (i= 1,2,3,……., n).

f = Fungsi produksi yang menunjukkan hubungan dari perubahan input menjadi output.

Menurut Arifin(1995), persentase perubahan output karena persentase perubahan input disebut elastisitas produksi. Elastisitas produksi juga mengukur tingkat respon suatu fungsi produksi terhadap perubahan

penggunaan input. Secara matematis elastisitas produksi (Ep) dapat dituliskan sebagai:

………...……… (4)

...(5)

di mana:

PM = Produk marjinal PR = Produk rata-rata

y = Jumlah output yang dihasilkan x = Jumlah input yang digunakan

Jika Ep lebih besar dari pada satu, maka output sangat responsif terhadap perubahan input. Ep sama dengan satu berarti persentase perubahan penggunaan input persis sama dengan persentase perubahan output yang dihasilkan. Ep yang lebih kecil dari satu menandakan bahwa output responsif terhadap perubahan input, akan tetapi tingkat responnya mengecil seiring


(35)

dengan nilai Ep, sedangkan Ep yang lebih kecil dari nol berimplikasi bahwa perubahan penggunaan input justru menurunkan output.

Berdasarkan hubungan antara PT, PM, PR, dan elastisitas produksi (Ep) dapat ditentukan batas daerah produksi. Daerah produksi I menunjukkan nilai Ep > 1. Dalam daerah ini,penambahan input sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan output yang lebih besar dari satu persen, berarti produksi masih bisa ditingkatkan (increasing rate). Daerah ini disebut daerah irasional. Daerah II (daerah rasional) dengan nilai Ep adalah 0 < Ep < 1. Pada daerah ini penambahan input sebesar satu persen akan menyebabkan

penambahan produksi yang tidak proposional (deminishing rate), namunpada suatu tingkat tertentu, penggunaan input akan memberikan keuntungan yang maksimum, yang berarti penggunaan input sudah optimum. Daerah III (daerah irasional) dengan nilai Ep < 0. Pada derah ini penambahan input akan

menyebabkan penurunan jumlah output yang dihasilkan. Daerah ini mencerminkan penggunaan input yang tidak efisien.

Daerah I dan daerah III disebut sebagai daerah irasional. Pada daerah ini, produsen tidak akan memproduksi, karena pada daerah I walaupun

penambahan input akan menambah output (increasing produktivity), tetapi pada titik tertentu produk marjinal (PM) yang dihasilkan akan terus menurun (deminishing productivity), sedangkan pada daerah III penambahan satu-satuan input akan menurunkan output (decreasing productivity).


(36)

Pada daerah ini setiap upaya penambahan input tetap akan merugikan petani (Gambar 1).

Y

PT

Daerah I Daerah II Daerah III

(Ep > 1) (0<Ep<1) (Ep < 0)

PR

0 Ep=1 Ep=0 PM X Gambar 1. Hubungan antara produk total (PT), produk rata-rata (PR),

produk marjinal (PM), dan elastisitas produksi (Ep) Sumber : Sukirno,2010

Menurut Soekartawi (2003), pemilihan model fungsi yang baik haruslah memperhitungkan fasilitas perhitungan yang ada, sesuai dengan realita, dan kemampuan model dalam menggambarkan suatu masalah yang sedang dianalisis. Untuk mendapatkan fungsi produksi yang baik dan benar harus mengikuti pedoman, yaitu: (1) bentuk aljabar fungsi produksi harus dapat dipertanggung jawabkan, (2) bentuk aljabar fungsi produksi harus mempunyai dasar yang rasional, baik secara fisik maupun ekonomi, (3) mudah dianalisis, dan (4) mempunyai implikasi ekonomi. Pada persamaan yang menggunakan tiga variabel atau lebih disarankan untuk menggunakan fungsi produksi


(37)

Cobb-Douglas, karena lebih sesuai untuk analisis usahatani. Secara matematis, fungsi Cobb-Douglas dapat dirumuskan sebagai:

...(6) di mana:

bo = Intersep

bn = Koefisien regresi penduga variabel ke-n n = Jumlah faktor produksi

Y = Produksi yang dihasilkan

X = Faktor Produksi yang digunakan e = 2.7182 (bilangan natural)

Untuk memudahkan analisis, maka fungsi produksi Cobb-Douglas ditransformasikan ke dalam bentuk logaritma linier sebagai:

...(7)

Penggunaan fungsi produksi Cobb-Douglas mempunyai beberapa kelebihan, yaitu: (1) mempunyai parameter yang dapat diduga dengan metode kuadrat terkecil dan langsung menunjukkan elastisitas produksi, (2) perhitungannya sederhana karena dapat ditransfer ke bentuk linier, dan (3) jumlah

elastisitasnya menunjukkan skala usaha yang sedang berlangsung. Kelemahan dari fungsi produksi Cobb-Douglas adalah sering terjadi multikolinieritas. Untuk mengatasinya digunakan beberapa cara, yaitu: (1) mencari informasi pendahuluan, (2) mengeluarkan satu atau lebih variabel pengganggu, (3) transformasi tabel, dan (4) penambahan data baru.

4. Efisiensi Produksi

Menurut Prasmatiwi, dkk (2008), efesiensi diartikan sebagai suatu tindakan untuk menghasilkan output tertentu dengan menggunakan input minimum (minimisasi) atau menggunakan input tertentu untuk menghasilkan output


(38)

maksimum (maksimisasi). Pada umumnya efesiensi diartikan sebagai

perbandingan antara nilai hasil (output) terhadap nilai masukan (input). Suatu metode produksi dikatakan lebih efesien dari metode produksi lainnya apabila menghasilkan output yang lebih tinggi nilainya untuk tingkatan korban yang sama atau mengurangi input untuk memperoleh output yang sama. Jadi, konsep efesiensi merupakan suatu konsep yang relatif (Susanto, 2007) Menurut Arifin (1995), secara umum terdapat dua syarat pokok yang harus dipenuhi agar keuntungan maksimum dapat tercapai, yaitu : (1). Turunan pertama fungsi keuntungan harus sama dengan nol. (2). Turunan kedua fungsi keuntungan harus bernilai negatif.

Secara matematis fungsi keuntungan dapat dituliskan sebagai :

– ……….……….(8)

di mana :

π = keuntungan Y = produksi

Xi = faktor produksi (i= 1,2,3,…,n)

Py = harga produksi

Pxi = harga faktor produksi

BTT = biaya tetap total

Untuk penggunaan lebih dari satu faktor produksi, maka keuntungan maksimum tercapai apabila :


(39)

di mana :

NPM x i = Nilai produk marjinal dari faktor produksi ke i (i= 1,2,3….,n) P x i = Harga faktor produksi ke 1

Pengukuran efesiensi dengan menggunakan model fungsi Cobb-Douglas adalah:

=

maka ………(10)

Usahatani yang dilakukan efesien jika :

di mana :

bi = koefesien regresi ke-i (i= 1,2,3,……..n) Y = produksi yang dihasilkan

Py = harga jual produksi Xi = faktor produksi ke-i Px = harga faktor produksi NPM = nilai produk marjinal


(40)

Apabila nilai produk marjinal (NPM) lebih besar dari pada harga faktor produksi, maka penggunaan faktor produksi harus ditambah. Sebaliknya, penggunaan faktor produksi harus dikurangi apabila nilai produk marjinal lebih kecil dari harga faktor produksi. Apabila nilai produk marjinal sama dengan harga faktor produksi, maka penggunaan faktor produksi telah efesien secara ekonomi dan menghasilkan keuntungan maksimum.

5. Teori pemasaran

Menurut Assauri (1996), pemasaran mempunyai peranan yang sangat penting dalam pencapaian tujuan dan sasaran perusahaan, karena pemasaran

merupakan pintu terdepan untuk mengalirnya dana kembali ke dalam perusahaan. Kelancaran masuknya kembali dana dari hasil operasi perusahaan sangat ditentukan oleh bidang pemasaran. Di sisi lain,

pencapaian keuntungan usaha perusahaan sangat ditentukan oleh kemampuan perusahaan memasarkan produk perusahaan dengan harga yang

menguntungkan. Pemasaran adalah kegiatan manusia yang diarahkan pada usaha untuk memuaskan keinginan dan kebutuhan melalui proses pertukaran (Swastha, 1983). Nitisemito 2003 dalam Hasyim (1994) menyatakan bahwa pemasaran adalah semua kegiatan yang bertujuan untuk memperlancar arus barang atau jasa dari produsen ke konsumen secara paling efisien dengan maksud untuk menciptakan permintaan efektif.

Menurut Soekartawi (2002), biaya pemasaran adalah biaya yang dikeluarkan untuk keperluan pemasaran, yaitu biaya pengangkutan, biaya sortir, biaya pengemasan, dan biaya tenaga kerja yang digunakan. Semakin efisien


(41)

pemasaran yang dilakukan, maka semakin kecil biaya pemasaran yang dikeluarkan. Besarnya biaya pemasaran berbeda antara satu sama lain produk, karena : (a) macam produk, (b) lokasi pemasaran, (c ) macam lembaga pemasaran dan (d) efektivitas pemsaran yang dilakukan. Dalam menelaah proses pergerakan komoditi, pada dasarnya harus menggunakan beberapa pendekatan. Hasyim (1994) menyatakan bahwa pendekatan-pendekatan analisis pemasaran digolongkan menjadi empat, yaitu :

a. Pendekatan serba barang, yaitu pendekatan dengan menentukan lebih dahulu komoditi apa yang akan ditelaah.

b. Pendekatan serba lembaga, yaitu pendekatan yang menelaah lembaga apa saja (pedagang besar, menengah, pengecer, lembaga pengangkutan) yang ikut atau bekerja dalam proses tersebut.

c. Pendekatan serba fungsi, yaitu pendekatan yang menelaah fungsi-fungsi apa saja yang dilakukan (dilaksanakan) dalam proses tersebut.

d. Pendekatan teori ekonomi, yaitu pendekatan yang meliputi masalah permintaan dan penawaran (termasuk elastisitasnya) yang dihadapi oleh setiap lembaga.

Menurut Downey dan Erickson (1992), pada umumnya fungsi pemasaran dikelompokkan menjadi :

a. Fungsi pertukaran (exchange function), meliputi penjualan dan pembelian, yang menciptakan kegiatan hak milik.

b. Fungsi fisik (physical function), meliputi pengangkutan, penyimpanan, dan pemprosesan produk, yang menciptakan kegunaan tempat dan waktu. c. Fungsi penyediaan sarana (facilitating function), meliputi kegiatan-kegiatan


(42)

yang menyangkut masalah standarisasi dan grading, penanggungan resiko, pembiyaan dan kredit serta informasi pasar dan harga.

a. Saluran Pemasaran

Saluran pemasaran menurut Guiltinan dan Paul (1994) adalah rangkaian dari lembaga pemasaran yang saling terkait yang berfungsi mendistribusikan produk dari produsen ke konsumen atau ke industri pengelolahan. Dalam saluran pemasaran terdapat lembaga-lembaga pemasaran. Lembaga pemasaran adalah badan-badan atau lembaga yang berusaha dalam bidang pemasaran yang menggerakkan barang dari produsen sampai kepada

konsumen melalui penjualan. Ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam memilih saluran pemasaran, yaitu :

(1). Pertimbangan pasar, meliputi konsumen sasaran akhir, mencakup potensi pembeli, geografi pasar, kebiasaan membeli dan volume pesanan.

(2). Pertimbangan barang, meliputi nilai barang per unit, berat barang, tingkat kerusakan, sifat teknis barang, apakah barang tersebut dapat

memenuhi pesanan atau memenuhi pasar.

(3). Pertimbangan intern perusahaan, meliputi besarnya modal dan sumber permodalan, pengalaman manajemen, pengawasan, penyaluran, dan pelayanan.

(4). Pertimbangan terhadap lembaga dalam rantai pemasaran, meliputi segi kemampuan lembaga perantara kesesuaian lembaga perantara, dan kesesuaian lembaga perantara dengan kebijaksanaan perusahaan.


(43)

Dalam pemasaran komoditas pertanian sering kali dijumpai adanya rantai pemasaran yang panjang yang melibatkan banyak pelaku pemasaran. Panjang pendeknya saluran pemasaran yang dilalui oleh suatu

komoditastergantung dari beberapa faktor, yang menurut Hanafiah dan Saefuddin (1986) terdiri dari:

(1). Jarak antara produsen dan konsumen

Makin jauh jarak antara produsen dan konsumen, maka makin panjang saluran pemasaran yang dilalui oleh suatu produk.

(2). Cepat tidaknya produk rusak

Suatu produk yang cepat atau mudah rusak harus segera dikonsumsi oleh konsumen, dan hal ini memerlukan saluran tataniaga yang pendek dan cepat.

(3). Skala produksi

Produksi yang berlangsung dalam skala usaha kecil, jumlah produk yang dihasilkan juga berjumlah kecil. Jika penjualannya langsung dilakukan ke pasar, maka akan menguntungkan. Pedagang perantara tidakterlalu diperlukan peranannya untuk menjual produk hingga ke konsumen akhir. (4). Posisi keuangan perusahaan

Produsen yang mempunyai posisi keuangan yang kuat cenderung memperpendek saluran pemasarannya dan pedagang yang mempunyai posisi keuangan yang kuat akan melakukan fungsi tataniaga yang semakin pendek sehingga keuntungan yang diperoleh semakin banyak dibandingkan dengan pedagang yang posisi modalnya lemah.


(44)

Kotler (1991) menggambarkan panjangnya saluran pemasaran dengan membagi saluran pemasaran dalam beberapa tingkat, yaitu :

(1). Saluran nol tingkat

Saluran ini disebut pula saluran pemasaran langsung yang terdiri dari seorang produsen yang menjual langsung kepada konsumen. Tiga cara penting dalam saluran ini adalah penjualan dari rumah ke rumah, penjualan lewat pos, dan penjualan lewat toko perusahaan. (2). Saluran satu tingkat

Saluran ini mempunyai satu perantara penjualan. Pada pasar konsumen, perantara sekaligus merupakan pengecer.

(3). Saluran dua tingkat

Saluran ini mempunyai dua perantara. Pada pasar konsumen, grosir atau pedagang besar.

(4). Saluran tiga tingkat

Saluran ini mempunyai tiga perantara, misalnya dalam industri pengalengan buah. Dalam industri ini, seorang pemborong biasanya berada di tengah antara grosir dan pengecer. Pemborong membeli dari grosir dan menjual ke pengecer kecil yang biasanya tidak dilayani oleh pedagang kelas kakap,

b. Efisiensi Pemasaran

Menurut Mubyarto (1989), yang dimaksud dengan efisiensi adalah usaha untuk menghasilkan output tertentu dengan menggunakan input minimal


(45)

(minimisasi) atau menggunakan input tertentu untuk menghasilkan output yang maksimal (maksimisasi).Pengukuran efisiensi pemasaran dapat

dilakukan melalui organisasi pasar, yang secara umum dapat dikelompokkan ke dalam tiga komponen,yaitu:

(1). Struktur pasar (market structure), yaitu karakteristik organisasi dari suatu pasar, yang untuk prakteknya adalah karakteristik yang menentukan hubungan antara para pembeli dan para penjual, antara penjual satu dengan penjual yang lain, dan hubungan antara penjual di pasar dengan para penjual potensial yang akan masuk kedalam pasar. (2). Perilaku pasar (market conduct), yaitu pola tingkah laku pedagang atau

perusahaan dalam struktur pasar tertentu, terutama tentang keputusan seorang manajer dalam menghadapi sturuktur pasar yang berbeda. (3). Keragaan pasar (market performance), yaitu sampai sejauh mana

pengaruh riil struktur dan perilaku pasar yang berkenaan dengan harga, biaya, dan volume produksi.

Analisis struktur pasar akan lebih informatif bila disertai oleh analisis keterkaitan pasar. Keterkaitan antara dua pasar atau lebih yang tingkatnya berbeda dapat dicerminkan oleh hubungan harga antar pasar tersebut. Hal ini dapat diketahui melalui pengukuran analisis koefisien korelasi harga dan elastisitas transmisi harga. Analisis koefisien korelasi harga adalah suatu analisis yang memberikan gambaran seberapa jauh perkembangan harga suatu barang pada dua tempat atau pada tingkat yang sama atau berlainan yang saling berhubungan melalui perdagangan. Analisis elastisitas transmisi harga adalah analisis yang menggambarkan sejauhmana dampak perubahan


(46)

harga suatu barang di satu tempat atau tingkat terhadap perubahan harga barang itu di tempat atau tingkat lain. Transmisi harga diukur melalui regresi sederhana di antara dua harga pada dua tingkat pasar, kemudian dihitung elastisitasnya.

Menurut Daniel (2001) suatu sistem pemasaran dikatakan efisien, jika : (1). Menyampaikan hasil-hasil dari petani produsen kepada konsumen

dengan biaya serendah-rendahnya.

(2). Mampu mengadakan pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang dibayar oleh konsumen akhir kepada semua pihak yang ikut serta di dalam kegiatan produksi dan pemasaran barang tersebut.

Indikator yang juga digunakan untuk menilai efisiensi suatu sistem pemasaran adalah pangsa prouden dan sebaran rasio profit marjin (RPM) lembaga

pemasaran yang ikut terlibat dalam suatu proses pemasaran.Pangsa produsen atau producen share (PS) bertujuan untuk mengetahui bagian harga yang diterima produsen. Apabila PS semakin tinggi, maka kinerja pasar semakin baik dari sisi produsen. Pangsa produsen dirumuskan sebagai :

% 100 Pr x Pf

PS ...(12)

di mana:

Ps = Bagian harga cabai merah yang diterima produsen Pf = Harga cabai merah di tingkat produsen


(47)

Rasio profit margin merupakan perbandingan antara tingkat keuntungan yang diperoleh lembaga pemasaran dengan biaya yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran yang bersangkutan (Azzaino, 1982). Secara matematis,

perhitungan marjin pemasaran dan marjin keuntungan dapat ditulis sebagai:

- atau - ………..………... (13) Total marjin pemasaran (Mji) adalah :

n

l i

atau – ………...…… (14)

Rasio profit margin (RPM) adalah :

………..………(15) di mana:

mji = marjin pemasaran tingkat ke-i

Psi = harga jual lembaga pemasaran tingkat ke-i

Pbi = harga beli lembaga pemasaran tingkat ke-i

bti = biaya total lembaga pemasaran tingkat ke-i

πi = keuntungan lembaga pemasaran tingkat ke-i

Mji = total marjin pemasaran

Pf = harga pada tingkat usahatani/produsen Pr = harga di tingkat pengecer/konsumen i = 1,2,3, ……..,n

Hubungan antara harga yang diterima petani produsen dengan harga yang dibayar oleh konsumen akhir merupakan fungsi linier, dan dari nilai korelasi (r) dapat diketahui struktur pasar yang ada. Koefisien korelasi harga


(48)

memberikan petunjuk mengenai derajat integrasi antara tingkat pasar atau sampai seberapa jauh pembentukan harga suatu komoditi pada suatu tingkat lembaga pemasaran dipengaruhi oleh harga di tingkat lembaga lainnya. Pengukuran efisiensi pemasaran, melalui analisis struktur pasar, perilaku pasar dan keragaan pasar, dapat diketahui melalui analisis regresi harga dan korelasi harga serta elastisitas transmisi harga.

Koefisien korelasi harga secara matematis dapat ditulis sebagai :

n n n n n n n pr pr n pf pf n pr pf n pr pf n r . ) ( ) ( . ) ( ) ( ) ).( ( ( ) . ( 2 2 2 2 ……..………….(16)

di mana :

r = koefisien korelasi harga n = jumlah pengamatan

Pf = harga rata-rata di tingkat petani produsen Pr = harga rata-rata di tingkat konsumen

Apabila koefisien korelasi ( r ) mendekati satu, maka keeratan hubungan harga pada dua tingkat pasar sangat erat. Sebaliknya, jika koefisien korelasi ( r ) mendekati nol, berarti hubungan harga pada dua tingkat pasar kurang erat.

Elastisitas transmisi harga adalah analisis yang menggambarkan sejauhmana dampak perubahan harga suatu barang di satu tempat atau tingkatan terhadap perubahan harga barang itu di tempat atau tingkatan lain. Transmisi harga diukur melalui regresi sederhana di antara dua harga pada dua tingkat pasar, kemudian dihitung elastisitasnya (Hasyim, 1994).


(49)

Secara matematis elastisitas transmisi harga (Et) dapat dituliskan sebagai :

...(17)

Kemudian disederhanakan menjadi:

...(18)

Karena Pf dan Pr berhubungan linier, yaitu , maka:

atau = ...(19)

, maka ...(20)

di mana :

Et = elastisitas transmisi harga

Pf = harga rata-rata di tingkat petani produsen Pr = harga rata-rata di tingkat konsumen b = koefisien regresi persamaaan

= diferensial atau penurunan

Kriteria pengukuran analisis elastisitas transmisi harga menurut Hasyim (1994) adalah :

Jika Et = 1, maka : - Laju perubahan harga di tingkat produsen sama dengan laju perubahan harga di tingkat konsumen. - Pasar yang berlaku adalah pasar bersaingsempurna. - Sistem pemasaran yang terjadi sudah efisien. Jika Et<1, maka : - Laju perubahan harga di tingkat konsumen lebih kecil


(50)

dibandingkan dengan laju perubahan harga ditingkat produsen.

- Pasar yang dihadapi adalah pasar bersaing tidak sempurna.

Jika Et>1, maka : - Laju perubahan harga di tingkat konsumen lebih besar dibandingkan dengan laju perubahan harga di tingkat produsen.

- Pasar yang dihadapi oleh pelaku pasar adalah pasar tidak bersaing sempurna.

- Sistem pemasaran yang terjadi belum efisien.

6. Hasil Penelitian Terdahulu

Satyarini (2009) dalam penelitiannya dengan judul “Analisis Usahatani Cabai di Lahan Pantai (Studi Kasus di Pantai Pandan Simo, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta)” menyimpulkan bahwa: (1) Pendapatan usahatani cabai merah di lahan pantai adalah Rp. 14.706.246 per hektar dengan keuntungan Rp.

14.092.913 per hektar. Pendapatan perusahatani dengan luas lahan 0,93 ha adalah Rp. 13.736.246, sedangkan keuntungannya adalah Rp. 13.132.913 per usahatani; (2) Usahatani cabai merah di lahan pasir memiliki BEP volume produksi sebesar 608kg, BEP harga produksi sebesar Rp. 2135, dengan R/C sebesar 3,89. Berdasarkan dua analisis tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa usahatani cabai di lahan pasir layak untuk diusahakan.

Syaifudin (2005) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Efisiensi Produksi dan Pemasaran Cabai Merah (Capsicum annum sp) di Kecamatan


(51)

Kedondong Kabupaten Lampung Selatan” menyatakan bahwa usahatani cabai merah yang diusahakan petani di Kecamatan Kedondong memiliki rata-rata luas garapan 0,29 hektar dengan tingkat produksi 4.130,13 kilogram dan keuntungan sebesar Rp. 5.659.670,50 serta R/C 1,75. Faktor-faktor produksi luas lahan, jumlah benih, jumlah pupuk urea, jumlah pupuk TSP, jumlah pupuk NPK dan tenaga kerja berpengaruh positif terhadap produksi cabai. Penggunaan faktor produksi luas lahan dan benih pada usahatani cabai merah belum efisien sehingga jumlahnya dapat ditingkatkan, sedangkan penggunaan faktor produksi pupuk urea, TSP, NPK dan tenaga kerja telah berlebih

sehingga perlu dikurangi.

B. Kerangka Pemikiran

Usahatani merupakan suatu proses kegiatan produksi, yaitu dengan

memasukkan faktor alam dengan faktor produksi lain untuk menghasilkan output pertanian (barang atau jasa) dari suatu kegiatan. Penggunaan faktor-faktor produksi merupakan hal yang mutlak ada dalam proses produksi. Keuntungan maksimum hanya akan tercapai dengan mengkombinasikan faktor-faktor produksi secara efesien. Faktor-faktor produksi yang diduga berpengaruh terhadap produksi cabai merah adalah lahan, jumlah benih, pupuk kandang, pupuk NPK, pupuk SP36, pestisida, dan tenaga kerja.

Keuntungan maksimum akan diperoleh petani jika petani mampu

mengalokasikan dan mengkombinasikan faktor-faktor produksi secara optimal.

Keuntungan merupakan selisih antara biaya dan penerimaan. Besarnya keuntungan yang diterima petani ditentukan oleh harga hasil produksi dan


(52)

harga input. Oleh sebab itu, semakin tinggi harga yang diterima petani maka akan semakin tinggi keuntungan petani. Keuntungan petani dapat ditingkatkan melalui kegiatan produksi, sedangkan produksi dapat ditingkatkan melalui perbaikan penggunaan faktor produksi. Selain itu, keuntungan yang diperoleh petani bergantung pada jumlah komoditi yang dijual, tingkat harga yang diterima, dan sistem pemasaran komoditi yang diproduksi. Oleh karena itu, sistem pemasaran sangat penting untuk diketahui.

Ada beberapa metode yang sering digunakan untuk mengetahui apakah suatu sistem pemasaran efesien atau tidak. Analisis mengenai organisasi pasar terdiri dari struktur, perilaku dan keragaan pasar. Selain itu, analisis margin tataniaga dan koefesien korelasi harga merupakan alat yang saling mendukung dan sering digunakan untuk menentukan efesinsi sistem pemasaran. Analisis margin pemasaran digunakan untuk mengetahui perbandingan keuntungan dan biaya pemasaran antara produsen dan konsumen serta dari berbagai lembaga perantara pemasaran yang terlibat, sedangkan analisis transmisi harga

digunakan untuk mengetahui integrasi pasar, terutama melihat seberapa besar perubahan harga pada tingkat konsumen ditransmisikan ke tingkat produsen. Pada dasarnya usahatani bertujuan untuk memperoleh pendapatan yang semaksimal mungkin.

Peningkatan produksi cabai belum tentu memberikan sumbangan penuh terhadap pendapatan petani, karena pendapatan ditentukan oleh aspek pemasaran. Efisien tidaknya sistem pemasaran akan sangat menentukan besarnya harga dan pendapatan yang diterima petani. Pendapatan petani,


(53)

di samping ditentukan oleh jumlah produksi yang dihasilkan, juga ditentukan oleh tingkat harga yang diterima petani, yang hanya mampu diberikan oleh sistem pemasaran yang baik dan efisien.Sistem pemasaran yang tidak efisien akan merugikan petani cabai, sedangkan lembaga pemasaran akan

mendapatkan keuntungan tinggi. Pada umumnya tingkat harga yang diterima oleh petani cenderung rendah. Hal ini disebabkan oleh sebagian besar petani kurang mengetahui informasi pasar, dan rantai pemasaran yang terlalu panjang.

Banyaknya lembaga perantara pemasaran yang ikut serta dalam proses pemasaran akan mengakibatkan saluran pemasaran tidak efisien dan biaya pemasaran akan bertambah besar, karena jasa lembaga perantara pemasaran tersebut terlampau banyak. Bila jumlah perantara lebih sedikit dan masing-masing melakukan usahanya dengan biaya persatuan yang lebih rendah, maka hal tersebut dapat mengurangi besarnya biaya pemasaran, sekaligus juga berarti memperbesar efisiensi pemasaran.Marjin pemasaran adalah perbedaan harga yang diterima petani produsen dengan harga yang dibayar konsumen. Analisis marjin pemasaran merupakan salah satu indikator dalam menentukan efisiensi pemasaran, antara lain ditandai dengan meratanya distribusi marjin antar lembaga pemasaran serta besarnya bagian yang diterima oleh petani produsen.

Hubungan antara perubahan harga ditingkat produsen dengan perubahan harga ditingkat konsumen menunjukkan suatu mekanisme pembentukan harga. Sistem pemasaran yang efisien ditunjukkan oleh eratnya hubungan tersebut, yang berarti bahwa laju perubahan harga ditingkat produsen sama dengan laju perubahan harga ditingkat konsumen. Sebaliknya, jika laju perubahan harga


(54)

ditingkat produsen tidak sama dengan laju perubahan harga ditingkat konsumen, maka pemasaran berlangsung tidak efisien.

Paradigma kerangka pemikiran disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Alur pemikiran analisis efisiensi produksi, pendapatan usahatani dan efisiensi pemasaran cabai merah hibrida Kabupaten Pringsewu, 2011

Harga Output

Penerimaan

- Keuntungan usahatani Cabai Merah

- R/C ratio Biaya

Produksi

Efesiensi Produksi

Faktor produksi usahatani cabai;

1. Luas Lahan (x1) 2. Benih (x2) 3. Pupuk SP36 (x3) 4. Pupuk NPK (x4) 5. Pupuk Urea (x5) 6. Pupuk kandang (x6) 7. Pestisida(x7) 8. Tenaga Kerja (x8)

Harga input

Efesiensi pemasaran : 1. Saluran

pemasaran 2. Margin

pemasaran 3. RPM 4. Analisis

korelasi harga 5. Elastisitas

transmisi harga Produksi Lembaga Pemasaran Pasar Cabai


(55)

C. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitiani, adalah :

1. Diduga penggunaan faktor-faktor produksi pada usahatani cabai merah di Kabupaten Pringsewu belum efesien.

2. Diduga sistem pemasaran cabai merah di Kabupaten Pringsewu belum efesien.


(56)

III. METODE PENELITIAN

A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional

Konsep dasar dan batasan operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data yang akan dianalisis sehubungan dengan tujuan penelitian.

Petani cabai adalah semua petani yang berusahatani cabai dan mendapatkan keuntungan dari usahanya.

Usahatani cabai merah merupakan suatu kegiatan pengalokasian sumber daya yang ada secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh pendapatan usahatani cabai yang tinggi pada jangka waktu tertentu. Cabai dalam penelitian ini merupakan jenis cabai merah keriting yang segar dan diukur dalam satuan kilogram (kg).

Proses produksi adalah suatu proses di mana berbagai faktor produksi saling berinteraksi, untuk menghasilkan sejumlah produksi.

Produksi cabai merah adalah jumlah cabai merah yang dihasilkan selama proses produksi berlangsung dalam satu musim tanam, diukur dalam satuan kilogram (kg).


(57)

Lahan adalah tempat di mana petani melakukan kegiatan usahatani cabai merah. Satuan pengukurannya adalah hektar (ha).

Jumlah benih adalah banyaknya benih cabai merah yang digunakan petani untuk ditanam yang diukur dalam satuan kilogram (kg).

Jumlah pupuk adalah banyaknya unsur hara buatan yang digunakan dalam proses produksi, terdiri dari pupuk NPK, pupuk Urea, pupuk SP36, dan pupuk kandang. Satuan yang digunakan adalah kilogram (kg).

Jumlah pestisida adalah banyaknya bahan kimia (pestisida) yang digunakan untuk memberantas gulma serta hama dan penyakit tanaman dalam

satu kali musim tanam, diukur dalam satuan liter bahan aktif (lt).

Biaya korbanan marjinal pestisida dihitung dari jumlah obat-obatan yang digunakan selama satu musim tanam dikalikan dengan harga tiap liter bahan aktif, diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Tenaga kerja adalah banyaknya tenaga kerja yang dicurahkan dalam proses produksi, mulai dari pengolahan sampai panen, yang terdiri dari tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga, diukur setara dengan hari orang kerja (HOK).

Biaya total usaha tani cabai merah adalah jumlah seluruh biaya yang dikeluarkan untuk usahatani cabai merah selama satu kali proses produksi.


(58)

Biaya total merupakan penjumlahan dari biaya tetap total dan biaya variabel total yang digunakan dalam satu kali proses produksi, diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Biaya tetap adalah biaya yang besarnya tidak tergatung pada volume produksi dalam satu kali proses produksi. Biaya tetap terdiri dari sewa lahan diukur dalam hektar (ha) dan biaya peralatan pertanian.

Biaya tetap peralatan pertanian dihitung menggunakan penyusutan dengan rumus selisih antara harga beli dengan nilai sisa dibagi umur ekonomis dikalikan dengan jumlah peralatan, diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Biaya variabel adalah biaya yang besarnya tergantung pada volume produksi, seperti biaya benih, biaya pupuk, biaya obat-obatan dan biaya upah tenaga kerja, diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Biaya bibit adalah biaya yang harus dikeluarkan untuk pembelian benih cabai dalam usahataninya, diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Biaya pupuk adalah biaya yang harus dikeluarkan petani cabai untuk pembelian pupuk, diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Biaya obatan adalah biaya yang dikeluarkan untuk pembelian obat-obatan yang digunakan oleh petani dalam melakukan kegiatan usahatani cabai, diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Biaya tenaga kerja adalah upah tenaga kerja yang harus dibayarkan dalam kegiatan usaha tani cabai, diukur dalam satuan rupiah (Rp).


(59)

Harga produsen adalah harga yang diterima petani (harga jual pada tingkat petani) pada saat jual beli, diukur dalam satuan rupiah per kilogram (Rp/Kg).

Harga konsumen adalah harga yang dibayarkan oleh konsumen pada waktu terjadinya transaksi jual beli, diukur dalam satuan rupiah per kilogram (Rp/Kg).

Penerimaan adalah jumlah uang yang diperoleh dari kegiatan menjual hasil produksi cabai merah. Penerimaan merupakan perkalian antara jumlah produksi dengan harga per satuan produksi, diukur dalam satuan rupiah (Rp). Keuntungan usahatani cabai merah adalah jumlah penerimaan yang diperoleh

petani cabai merah setelah dikurangi dengan total biaya yang dikeluarkan, diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Nisbah penerimaan dan biaya (R/C) adalah rasio penerimaan dengan biaya total yang dikeluarkan dalam usahatani cabai merah.

Pemasaran adalah proses pertukaran yang mencakup serangkaian aktivitas yang ditujukan untuk memindahkan barang dan jasa dari produsen ke tangan konsumen dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan.

Saluran pemasaran cabai merah adalah suatu kesatuan urutan lembaga-lembaga pemasaran yang melakukan fungsi-fungsi pemasaran untuk memperlancar aliran pemasaran cabai merah dari produsen (petani) sampai ketangan konsumen akhir.


(60)

Lembaga pemasaran adalah lembaga yang berperan dalam pemasaran hasil produksi dari petani produsen sampai ke konsumen akhir, yang termasuk lembaga pemasaran adalah produsen, pedagang pengumpul dan pengecer.

Pedagang pengumpul adalah pedagang yang membeli cabai merah dari petani produsen untuk dijual ke pedagang pengecer.

Pedagang pegecer adalah pedagang yang membeli cabai merah dari pedagang pengumpul untuk dijual ke konsumen di pasar.

Marjin pemasaran merupakan selisih harga yang diterima oleh lembaga pemasaran dalam jenjang pemasaran sebagai hasil kegiatannya membeli dan menjual cabai merah yang diukur dalam satuan rupiah per kilogram (Rp/kg).

Rasio marjin keuntungan (RPM) adalah perbandingan antara tingkat keuntungan yang diperoleh lembaga pemasaran dengan biaya yang dikeluarkan pada kegiatan pemasaran, diukur dalam persen (%).

Perilaku pasar adalah pola tingkah laku dari lembaga pemasaran dalam hubungannya dengan sistem pembentukan harga dan praktek transaksi (melakukan pembelian dan penjualan) secara horizontal maupun vertical.

Struktur pasar adalah karakteristik dari organisasi pasar yang membentuk hubungan keterkaitan antara penjual satu sama lain, hubungan antara penjual dan pembeli serta hubungan antara penjual di pasar dengan penjual potensial yang akan masuk pasar.


(61)

B. Lokasi Penelitian, Waktu Penelitian, dan Pengambilan Sampel Penelitian akan dilakukan Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu. Pemilihan lokasi ditentukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa :

1. Pringsewu merupakan daerah pemekaran dari Kabupaten Tanggamus yang cukup potensial untuk pengembangan produksi cabai merah.

2. Kecamatan Adiluwih merupakan daerah yang memiliki luas panen cabai merah terbesar di Kabupaten Pringsewu.

Waktu turun lapang (pengambilan data) dilakukan pada bulan April -November 2011. Sampel penelitian adalah petani cabai merah hibrda di

Kecamatan Adiluwih. Sebaran petani di Kecamata Adiluwih berdasarkan desa dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Sebaran petani cabai merah menurut desa di Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu, 2011

Kecamatan Desa Jumlah petani

(orang)

Adiluwih Adiluwih 102

Enggal Rejo 50

Purwodadi -

Sinawaya -

Bandung baru -

Tritunggal mulyo -

Waringin sari timur -

Sukoharum -


(62)

Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa petani cabai di Kecamatan Adiluwih tersebar pada dua desa, yaitu Desa Adiluwih dan Desa Enggal Rejo.

Pemilihan lokasi penelitian dilakukan dengan pertimbangan bahwa daerah ini merupakan daerah-daerah penghasil cabai di masing-masing Kecamatan Adiluwih. Responden dalam penelitian terdiri dari petani cabai merah pada satu kali musim tanam selama satu tahun dan memiliki lahan yang telah atau sedang berproduksi. Responden petani dianggap homogen dalam hal (1) semua petani menghasilkan produk yang sama, (2) semua petani

mengembangkan teknik budidaya yang sama, dan (3) semua petani

menginginkan kemudahan-kemudahan dalam memasarkan hasil produksinya.

Responden dalam penelitian terdiri dari petani cabai merah yang dipilih secara acak sederhana (Simple Random Sampling) sejumlah 60 orang responden dari total 152 petani cabai merah di Kecamatan Adiluwih yang terdiri dari Desa Adiluwih dan Desa Enggal Rejo. Kemudian sampel tersebut dibagi secara proposional, yaitu 60 petani dari Kecamatan Adiluwih (40 petani Desa Adiluwih dan 20 petani Desa Enggal Rejo). Penentuan jumlah sampel petani cabai mengacu pada rumus Slovin ( Umar, 2000), yaitu:

n= ……….……….(21)

n= = 60 petani responden di mana: n = jumlah sampel

N = jumlah populasi (152)

e2 = persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih bisa ditolerir (10%= 0,01)


(1)

Tabel 31. Pangsa produsen, marjin, RPM pemasaran cabai merah pada saluran pemasaran 3 Kabupaten Pringsewu, tahun 2011

No Uraian Satuan Nilai Share

%

1 Harga jual petani Rp/Kg 13.500,00 71,05 *) 2 Harga pedagang pengumpul I Rp/Kg 15.000,00 78,95

Biaya pemasaran: Rp/Kg 880,00 4,63

a. Sortasi Rp/Kg 800,00 4,21

b. Pengepakan Rp/Kg 30,00 0,15

c. Kuli angkut Rp/Kg 50,00 0,26

Margin pemasaran Rp/Kg 1.500,00 7,89

Profit margin Rp/Kg 620,00 3,26

RPM % 70,50

3 Harga jual pedagang Besar Rp/Kg 1.625,00 85,53 Biaya pemasaran: Rp/Kg 495,00 2,60 a. Transportasi Rp/Kg 150,00 0,78 b. kuli bongkar Rp/Kg 40,00 0,21 c. Penyusutan Rp/Kg 305,00 1,60 Margin pemasaran Rp/Kg 1.250,00 6,57

Profit margin Rp/Kg 755,00 3,97

RPM % 153,00

4 Harga jual pedagang pengecer Rp/Kg 17.500,00 92,11 Biaya pemasaran: Rp/Kg 486,74 2,56

a. Pajak pasar Rp/Kg 37,50 0,19

b. Kuli angkut Rp/Kg 40,00 0,21

c. kemasan Rp/Kg 50,00 0,26

d.Penyusutan Rp/Kg 325,00 1,71

e.Sewa tempat Rp/Kg 34,24 0,18

Margin pemasaran Rp/Kg 1.250,00 6,57

Profit margin Rp/Kg 763,26 4,01

RPM % 157,00

5 Harga jual pedagang pengecer 2 Rp/Kg 19.000,00 100,00 Biaya pemasaran: Rp/Kg 487,22 2,56

a. Pajak pasar Rp/Kg 37,50 0,19

b. Kuli angkut Rp/Kg 40,00 0,21

c. kemasan Rp/Kg 50,00 0,26

d.Penyusutan Rp/Kg 325,00 1,71

e.Sewa tempat Rp/Kg 34,72 0,18

Margin pemasaran Rp/Kg 1.500,00 7,89 Profit margin Rp/Kg 1.012,78 5,33

RPM % 208,00

*) Share (pangsa produsen ) = 100%

Pr x

Pf PS


(2)

110

Berdasarkan Tabel 31 diketahui bahwa pada saluran pemasaran 3, pangsa produsen adalah 71,05 persen, marjin pemasaran tertinggi terdapat pada pedagang pengumpul dan pedagang pengecer 2, dan Rasio Profit Margin (RPM) tertinggi ada pada pedagang pengecer. Nilai RPM yang tinggi pada pedagang pengecer terjadi karena keuntungan yang diperoleh pedagang pengecer lebih dari 200% dari biaya yang dikeluarkannya. Distribusi marjin pemasaran dan nisbah marjin keuntungan pada masing-masing lembaga perantara

(pedagang) tidak merata, sehingga dapat dikatakan bahwa pada saluran pemasaran 3 relatif kurang efisien, walaupun pangsa produsen sudah di atas 70%.

(b) Analisis korelasi harga

Berdasarkan hasil perhitungan koefisien korelasi harga antara harga jual di tingkat produsen dengan harga di tingkat konsumen akhir pada pemasaran cabai merah di Kecamatan Adiluwih diperoleh persamaan regresi:

Pf = a + b Pr

Pf = -1.989 + 0,758 Pr r = 0,870

di mana:

Pf = Harga di tingkat produsen Pr = Harga di tingkat konsumen


(3)

Tabel 32. Koefisien regresi dan korelasi harga cabai merah di Kabupaten Pringsewu, tahun 2011

Konstanta Koefisien regresi

Standar error

Koefisien korelasi

Prob (sign)

1989,19 0,758 0,094 0,870 0,000

Hasil perhitungan analisis korelasi harga cabai merah hibrida diketahui bahwa nilai r hitung adalah 0,870, berarti nilai r hitung hamper mendekati satu. Hal ini menunjukkan hubngan harga di tingkat petani produsen dan tingkat konsumen relative erat. (c) Elastisitas Transmisi Harga (Et)

Analisis elastisitas transmisi harga merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk mengetahui besarnya dampak perubahan harga di tingkat produsen terhadap perubahan harga di tingkat konsumen.

Dari hasil perhitungan diketahui bahwa nilai elastisitas transimisi harga yang diperoleh dari pemasaran cabai merah di Kecamatan Adiluwih adalah :

1 Pf Et = . b Pr 1 15.008 Et = .

0,758 22.408 15.008

Et = = 0,88 16.985


(4)

112

Nilai elastisitas transmisi harga lebih kecil dari 1, berarti laju perubahan harga di tingkat konsumen lebih kecil dibandingkan dengan laju perubahan di tingkat produsen. Keadaan ini berarti bahwa pasar yang dihadapi pelaku tataniaga adalah pasar bersaing tidak sempurna, dan terdapat kekuatan oligopsoni.


(5)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Penggunaan faktor-faktor produksi usahatani cabai merah hibrida pada

Kabupaten Pringsewu belum efisien, di mana proses produksi berada pada daerah increasing return to scale. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap produksi usahatani cabai merah hibrida adalah benih per luas lahan (X21), pupuk Sp36 (X3), dan pestisida (X9).

2. Usahatani cabai merah hibrida di Kabupaten Pringsewu menguntungkan dengan R/C > 1, di mana R/C atas biaya tunai adalah6,17 dan atas biaya total adalah 3,95.

3. Sistem pemasaran cabai merah hibrida di Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu sudah efisien dilihat dari pangsa produsen (PS >70%), walaupun struktur pasar yang terjadi adalah pasar oligopsoni. Perilaku pasar menunjukkan bahwa harga lebih banyak ditentukan oleh pedagang. Keragaan pasar menunjukkan bahwa terdapat tiga saluran pemasaran dengan penyebaran marjin dan rasio profit margin (RPM) yang tidak merata antar lembaga pemasaran, korelasi harga di tingkat


(6)

114

produsen dengan harga di tingkat konsumen relatif erat (r= 0,870), dan nilai elastisitas transmisi harga lebih kecil dari satu (Et=0,88).

B. Saran

Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka saran yang dianjurkan dalam penelitian ini adalah :

1. Petani diharapkan dapat menggunakan penggunaan faktor- faktor produksi terutama penggunaan pupuk yang sesuai dengan rekomendasi dari penyuluh lapang agar dapat meningkatkan produksi cabai merah lebih maksimal. Seperti dalam penggunaan pupuk kandang di lokasi penelitian yang melebihi anjuran penyuluh lapang sehingga

mengakibatkan menurunnya produksi cabai merah setiap penambahan satu persen penggunaan pupuk kandang.

2. Perlu adanya peran serta pemerintah dan instasi terkait dalam kegiatan penyuluhan pertanian di daerah penelitian yang lebih maksimal tentang anjuran penggunaan pupuk yang cukup dalam kegiatan usahatani cabai merah hibrida di Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu.