Pengaruh sistem pertukaran sosial pada tingkat keberlanjutan usaha kerajinan

PENGARUH SISTEM PERTUKARAN SOSIAL PADA
TINGKAT KEBERLANJUTAN USAHA KERAJINAN BAMBU

ZAMALUDIN

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

ii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudulPengaruh Sistem
Pertukaran Sosial pada Tingkat Keberlanjutan Usaha Kerajinan Bambu adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di

bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2014
Zamaludin
NIM I34100084

ii

ABSTRAK
ZAMALUDIN. Pengaruh Sistem Pertukaran Sosial pada Tingkat Keberlanjutan
Usaha Kerajinan Bambu. Di bawah bimbingan SAHARUDDIN.
Industri kerajinan merupakan industri yang mempunyai peranan luar biasa
terhadap perekonomian Indonesia. Berdasarkan data yang didapatkan dari
Departemen Perdagangan (2007), rata-rata nilai PDB industri kerajinan dalam
periode 2002-2006 mencapai Rp 29 triliun. Ini berarti bahwa industri kerajinan
memberi kontribusi PDB sebesar 1,76 persen terhadap total PDB nasional pada
periode tersebut. Dalam periode yang sama, sumbangan industri kerajinan untuk
lapangan pekerjaan yang dihasilkan juga besar yakni mencapai 1,8 juta pekerja.
Produkivitas tenaga kerja mencapai rata-rata 16,1 juta rupiah per pekerja

pertahun. Selain PDB dan penyerapan tenaga kerja, industri kerajinan juga
memiliki kontribusi terhadap ekspor. Penelitian ini membahas mengenai pengaruh
sistem pertukaran sosial terhadap tingkat keberlanjutan usaha kerajinan bambu di
Desa Gunung Bunder I. Hasil Penelitian menunjukan bahwa sitem pertukaran
sosial memiliki pengaruh sebesar 29,9%, sedangkan bentuk pertukaran sosial yang
paling berpengaruh adalah bentuk redistribusi.
Kata Kunci: Sistem Pertukaran Sosial, Kerajinan Bambu, Keberlanjutan Usaha
ABSTRACT
ZAMALUDIN. The Effect of Social Exchange System of the Continuity Bamboo
Craft Business. Supervised by SAHARUDDIN.
Craft industry is an industry that has a tremendous role in the Indonesian
economy. Based on the data obtained from the Department of Commerce (2007),
the average GDP of the craft industry in the period 2002-2006 to reach Rp 29
trillion. This means that the craft industry contributes GDP by 1.76 percent of
total national GDP in that period. In the same period, the contribution of the craft
industry for employment also produced large, reaching 1.8 million workers.
Labor productivity at an average of 16.1 million dollars per worker per year. In
addition to GDP and employment, the craft industry has also contributed to
export. This research discusses the influence of social exchange on the level of
system sustainability bamboo handicraft business in Desa Bunder I. Outcomes

Research shows that social exchange has influence sitem of 29.9%, while the form
of the most influential social exchange is a form of redistribution.
Keywords: Social Exchange System, Bamboo Crafts, Business Continuity.

iv

PENGARUH SISTEM PERTUKARAN SOSIAL PADA
TINGKAT KEBERLANJUTAN USAHA KERAJINAN BAMBU

ZAMALUDIN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
pada
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2014

vi

Judul Skripsi
Nama
NIM

: Pengaruh Sistem Pertukaran Sosial pada Tingkat Keberlanjutan
Usaha Kerajinan Bambu
: Zamaludin
: I34100084

Disetujui oleh

Dr. Ir. Saharuddin, M.Si
Pembimbing

Diketahui oleh


Dr. Ir. Siti Amanah, M.Sc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus: ________________

viii

PRAKATA
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
proposal penelitian berjudul “Pengaruh Sistem Pertukaran Sosial pada Tingkat
Keberlanjutan Usaha Kerajinan Bambu” dengan baik. Proposal penelitian ini
ditujukan untuk memenuhi syarat pelaksanaan penelitian pada Mayor Sains
Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Departemen Sains Komunikasi dan
Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyadari bahwa studi pustaka ini dapat terselesaikan dengan baik
karena dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan rasa teruma kasih kepada:
1. Ibunda Enjun, Ayahanda Suhandi, beserta seluruh keluarga yang selalu

memberikan motivasi dan dorongan untuk keberhasilan penulis.
2. Dr. Ir. Saharuddin, M.Si, selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak
mencurahkan waktu untuk membimbing dan memberikan masukan yang
sangat berarti selama penulisan skripsi ini.
3. Megawati Simanjuntak S.P M.Si, yang selalu memberikan dorongan dan
motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan studi.
4. Dikti dan Kemendikbud yang telah memberikan beasiswa penuh selama
kuliah serta Direktorat Kemahasiswaan yang telah membantu kelancaran
kuliah serta atas semangat dan motivasi untuk berprestasi.
5. Teman-teman seperjuangan Tuti Artianingsih, Suhartini, Laras Lestari, Agus
Harianto, Fingki Ardiansyah, Audi Agung Permadi, dan Muhammad Demmy
Bustomi yang selalu menjadi tempat untuk bertukar pikiran dan keceriaan.
6. Keluarga Bapak Erik dan segenap warga Kampung Legok Nyenang yang
telah membantu selama proses penelitian.
7. Teman-teman satu bimbingan, Eva Masrifah dan Muhammad Sadri Sugra
yang saling menyemangati satu sama lain.
8. Teman-teman seperjuangan SKPM 47 atas semangat dan kebersamaan
selama ini.
9. Dan semua pihak yang telah memberikan dukungan sehingga
terselesaikannya studi pustaka ini

Akhirnya penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan
pembaca dalam memahami lebih jauh tentang sistem pertukaran sosial.
Bogor, Juni 2014

Zamaludin

x

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Kegunaan Penelitian
PENDEKATAN TEORITIS
Tinjauan Pustaka
Kewirausahaan

Industri Kerajinan
Pertukaran Sosial
Keberlanjutan Usaha
Kerangka Pemikiran
Hipotesis Penelitian
Definisi Operasional
PENDEKATAN LAPANGAN
Lokasi dan Waktu
Teknik Pengumpulan Data
Teknik Pengolahan dan Analisis Data
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELIIAN
Kondisi Geografis
Kondisi Sosial Budaya
Kondisi Ekonomi
Ikhtisar
KARAKTERISTIK USAHA KERAJINAN BAMBU DI DESA
GUNUNG BUNDER I
Potensi Kerajinan Bambu Desa Gunung Bunder I
Siklus Produksi Kerajinan Bambu
Lama Berusaha dalam Sektor Kerajinan Bambu

Jenis Kerajinan Bambu yang Diproduksi
Ikhtisar
KARAKTERISTIK RESPONDEN
Jenis Kelamin dan Usia Responden
Tingkat Pendidikan Responden
Modal Usaha
Tingkat Pendapatan Responden
Ikhtisar
BENTUK PERTUKARAN SOSIAL PADA MASYARAKAT PELAKU
KERAJINAN BAMBU
Pertukaran Pasar
Resiprositas
Redistribusi
Ikhtisar

xiii
xiv
xiv
1
1

3
3
3
5
5
5
6
6
10
11
12
12
15
15
16
16
19
19
20
21

22

23
23
24
25
25
26
29
29
30
30
31
32
33
33
35
36
37

xii

ANALISIS KEBERLANJUTAN USAHA KERAJINAN BAMBU
Tingkat Keberlanjutan Usaha
Kapasitas Pengrajin
Keadilan Berusaha
Kemandirian Pengrajin
Ikhtisar
PENGARUH BENTUK PERTUKARAN SOSIAL PADA TINGKAT
KEBERLANJUTAN USAHA KERAJINAN BAMBU
Pengaruh Sistem Pertukaran Sosial pada Tingkat Keberlanjutan Usaha
Perbandingan Pengaruh Tiap Bentuk Pertukaran Sosial pada
Keberlanjutan Usaha
Ikhtisar
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

39
39
40
42
44
47
49
49
50
51
53
53
53
55
57
68

DAFTAR TABEL
Tabel
Judul
Halaman
1 Jadwal Rencana Pelaksanaan Penelitian Periode Tahun 2013/2014
15
2 Metode Pengumpulan Data
16
3 Tabel Frekuensi Tingkat Pendidikan Masyarakat Desa Gunung
Bunder I
21
4 Tabel Frekuensi Responden berdasarkan Jenis Kerajinan Bambu
yang Diproduksi
26
5 Skema Kebutuhan Produksi dan Keuntungan Kerajinan Bambu
26
6 Tabel Frekuensi Responden berdasarkan Jenis Kelamin
29
7 Tabel Frekuensi Jenis Kelamin Responden berdasarkan Kategori
Usia
29
8 Tabel Frekuensi Responden berdasarkan Tingkat Pendapatan
Tahun 2014
31
9 Tabel Frekuensi Responden berdasarkan Tingkat Keberlanjutan
Usaha
40
10 Tabel Frekuensi Tabel Frekuensi Responden berdasarkan Tingkat
Kapasitas Pengrajin
41
11 Tabel Frekuensi Responden berdasarkan Tingkat Keadilan
Berusaha
43
12 Tabel Frekuensi Responden berdasarkan Tingkat Kemandirian
Pengrajin
45
13 Tabel Frekuensi Responden berdasarkan Tingkat Pemenuhan
Kebutuhan Pangan
46
14 Tabel Frekuensi Responden berdasarkan Tingkat Pemenuhan
Kebutuhan Pendidikan
46
15 Tabel Frekuensi Responden berdasarkan Pemenuhan Kebutuhan
Kesehatan Responden 46
16 Tabel Frekuensi Responden berdasarkan Tingkat Kepercayaan Diri
47
17 Hasil analisis SPSS Pengaruh Sistem Pertukaran Sosial terhadap
Tingkat Keberlanjutan Usaha
49
18 Hasil analisis SPSS Uji Korelasi Sistem Pertukaran Sosial dan
Tingkat Keberlanjutan Usaha
50
20 Perbandingan Pengaruh Tiap Bentuk Pertukaran Sosial pada
Keberlanjutan Usaha
50

xiv

DAFTAR GAMBAR
Gambar
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Judul
Halaman
Kerangka Pemikiran
11
Luas Wilayah Menurut Penggunaan
19
Tingkat Pendidikan Menurut Jenis Kelamin
20
Mata Pencaharian Penduduk Desa Gunung Bunder I
21
Tingkat Pendidikan Responden
30
Tingkat Pendapatan Responden
31
Kecenderungan Bentuk Pertukaran Sosial pada Setiap Pelaku
Usaha
33
Presentase Tingkat Keberlanjutan Usaha
39
Presentase Tingkat Kapasitas Pengrajin
40
Presentase Tingkat Keadilan Berusaha
42
Presentase Tingkat Kemandirian Pengrajin
45
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran
Judul
Halaman
1
Peta Desa Gunung Bunder 1, Kecamatan Pamijahan,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat
57
2
Hasil Analisis SPSS Penelitian
58
3
Daftar Responden
60
4
Dokumentasi Penelitian
61
5
Kuisioner Penelitian
62
6
Panduan Wawancara Mendalam
67

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Industri kerajinan merupakan sebuah sektor ekonomi yang memiliki
kontribusi yang besar terhadap perekonomian Indonesia. Berdasarkan data yang
didapatkan dari Departemen Perdagangan (2007), rata-rata nilai PDB industri
kerajinan dalam periode 2002-2006 mencapai Rp 29 triliun. Ini berarti bahwa
industri kerajinan memberi kontribusi PDB sebesar 1,76 persen terhadap total
PDB nasional pada periode tersebut. Dalam periode yang sama, sumbangan
industri kerajinan untuk lapangan pekerjaan yang dihasilkan juga besar yakni
mencapai 1,8 juta pekerja. Produkivitas tenaga kerja mencapai rata-rata 16,1 juta
rupiah per pekerja pertahun. Selain PDB dan penyerapan tenaga kerja, industri
kerajinan juga memiliki kontribusi terhadap ekspor. Nilai ekspor dalam industri
ini mencapai rata-rata 24,18 triliun rupiah, yaitu menyumbang 3,72 persen dari
seluruh ekspor yang dilakukan Indonesia dalam periode tersebut. Hal ini berarti
bahwa kinerja yang optimal dari industri kerajinan dapat memiliki kontribusi
besar terhadap perekonomian Indonesia.
Dalam pandangan ekonom, pusat kajian ekonomi adalah pertukaran
ekonomi, pasar, dan ekonomi, sedangkan masyarakat dianggap sebagai sesuatu
yang sudah ada atau sesuatu yang ada diluar proses ekonomi tersebut (cateris
paribus). Sosiologi memandang ekonomi sebagai bagian integral dari masyarakat.
Sebagai contoh adalah masyarakat adat yang memiliki mata pencaharian sebagai
pengrajin disuatu wilayah. Masyarakat tersebut pada umumnya memproduksi
barang untuk dua tujuan. Tujuan pertama adalah untuk digunakan (use value) oleh
masyarakat tersebut, kedua untuk diperjual belikan (exchange value) (Damsar
2011). Hal tersebut tidak bukan adalah sebagai upaya masyarakat untuk
mempertahankan eksistensinya. Tujuan masyarakat melakukan tindakan ekonomi
dapat dilihat dari beberapa teori, salah satunya adalah teori pertukaran. Teori
pertukaran melihat dunia ini sebagai arena pertukaran, tempat orang-orang saling
bertukar ganjaran/hadiah. Apapun bentuk perilaku sosial seperti persahabatan,
perkawinan, atau perceraian tidak lepas dari soal pertukaran. Beberapa asumsi
manusia melakukan pertukaran diantaranya: manusia adalah makhluk yang
rasional yang memperhitungkan untung dan rugi, pertukaran berorientasi pada
tujuan yang hanya dapat dicapai jika berinteraksi dengan orang lain, dan transaksi
pertukaran tersebut hanya terjadi jika pihak yang terlibat memperoleh keuntungan
dari pertukaran itu. Teori menyatakan bahwa dalam hubungan sosial terdapat
unsur ganjaran, pengorbanan, dan keuntungan yang saling memengaruhi. Dalam
teori ini dikatakan bahwa manusia melakukan suatu pertukaran untuk
keseimbangan antara apa yang di berikan dan apa yang dikeluarkan dari
pertukaran yang dilakukan. Dengan kata lain dalam teori ini dibahas mengenai
motif pengrajin dalam menjalin hubungan dengan pengrajin lainnya dipengaruhi
oleh unsur ganjaran, pengorbanan dan keuntungan. Ganjaran merupakan segala
hal yang diperoleh melalui adanya pengorbanan,manakala pengorbanan
merupakan semua hal yang dihindarkan, dan keuntungan adalah ganjaran

2

dikurangi oleh pengorbanan. Jadi perilaku sosial terdiri atas pertukaran paling
sedikit antara dua orang berdasarkan perhitungan untung-rugi. Misalnya, polapola perilaku di tempat kerja para pengrajin. Teori pertukaran ini memusatkan
perhatiannya pada tingkat analisis mikro, khususnya pada tingkat kenyataan sosial
antarpribadi (interpersonal), berbeda dengan analisis yang diungkapkan oleh teori
interaksi simbolik, teori pertukaran ini terutama melihat perilaku nyata, bukan
proses-proses yang bersifat subyektif semata.
Berlakunya sistem pertukaran tersebut sesuai dengan penyataan Zulaikha
(2008) bahwa dalam pengembangan industri kerajinan masyarakat diperlukan
upaya merger antar IKM yang berkaitan atau yang sejenis agar terjalin suatu kerja
tim. Pada satu tim pengrajin dapat dibagi beberapa kelompok tugas khusus dan
saling bersinergi satu sama lain, misalnya bagian bahan baku/peralatan, bagian
desain merangkap penjamin mutu, bagian teknik dan bagian pemasaran. Dalam
penelitiannya Zulaikha juga mengungkapkan terdapat dua faktor yang
menyebabkan industri kerajinan mengalami penurunan kinerja. Faktor tersebut
adalah faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang perlu dibenahi
adalah kualitas dan mentalitas SDM kerajinan tradisional, kegagapan terhadap
perkembangan teknologi, kurangnya wawasan tentang pemasaran serta desain.
Faktor eksternal yang menghambat perkembangan industri kerajinan tradisional
antara lain adalah tingginya tingkat persaingan dengan komoditi sejenis dari
wilayah lain, kenaikan ongkos produksi akibat kenaikan tarif dasar listrik dan
kenaikan BBM, bahan baku yang semakin menipis, maraknya penyelundupan
produk impor dan bencana alam.
Menurut Ndara (1990) dalam Nurlina (2009) Pengembangan sumber
daya manusia akan tampak dari banyaknya manusia pembangunan yang
mempunyai kemampuan untuk mengendalikan masa depan, yang mengandung
implikasi: memiliki kemampuan (capacity), keadilan berusaha (equity),
keberdayaan/kekuasaan
(empowerment),
ketahanan
atau
kemandirian
(sustainability), dan kesalingtergatungan (interdependence). Dengan kata lain,
dengan pembangunan sumber daya manusia yang baik, maka keberlanjutan usaha
dari kerajinan dapat terus berjalan.
Salah satu wilayah yang memiliki potensi kerajinan yang sangat tinggi
adalah Desa Gunung Bunder 1, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Jawa
Barat. Desa ini merupakan sebuah desa dengan potensi hutan bambu yang juga
dijadikan sumber bahan baku kerajinan masyarakat. Kerajinan bambu yang
diproduksi diantaranya bilik bambu, kerajinan kandang ternak, dan beberapa
kerajinan lain yang sudah menjadi kebudayaan turun temurun masyarakat.
Diketahui berdasarkan suurvey awal yang telah dilakukan bahwa kerajinan bambu
ini sudah ada sejak tahun 1960-an dan masih bertahan hingga kini.

Perumusan Masalah

Kerajinan tradisional yang ada di Desa Gunung Bunder I sudah ada sejak
tahun 1960-an ini dapat bertahan dari masa ke masa karena ada interaksi antara
satu pengrajin dengan pengrajin lainnya. Interaksi tersebut berupa pertukaran
diantara pengrajin baik untuk mendapatkan bahan baku produksi hingga

3

pemasaran hasil produksi. Berdasarkan teori pertukaran sosial, pertukaran tersebut
terbagi menjadi tiga bentuk yaitu resiprositas, redistribusi, dan pertukaran pasar.
Untuk itu, apa bentuk-bentuk sistem pertukaran sosial yang terjadi pada
masyarakat pelaku ekonomi kerajinan bilik bambu?
Bertahannnya usaha kerajinan tersebut tentu sangat berkaitan dengan
keberlanjutan usaha pengrajin. Pengukuran mengenai keberlanjutan usaha,
menggunakan tiga hal pokok, yaitu: Kapasitas pelaku usaha (pengrajin), keadilan
berusaha, dan kemandirian pelaku usaha (pengrajin). Untuk itu, bagaimanakah
keberlanjutan usaha pengrajin bilik bambu?
Pertukaran yang berlangsung diantara pengrajin tersebut akan berpengaruh
pada tiga variabel tingkat keberlanjutan usaha pengrajin bambu di Desa Gunung
Bunder I. Untuk itu, Bagaimana pengaruh bentuk-bentuk sistem pertukaran
sosial pada keberlanjutan usaha pelaku ekonomi kerajinan bilik bambu?

Tujuan Penelitian
Penelitian dengan judul “Pengaruh Sistem Pertukaran Sosial pada Tingkat
Keberlanjutan Usaha Kerajinan Bambu” ini bertujuan untuk:
1. Mengidentifikasi bentuk-bentuk pertukaran sosial pada masyarakat pelaku
ekonomi kerajinan bilik bambu.
2. Mengidentifikasi keberlanjutan usaha pengrajin bilik bambu.
3. Menganalisa pengaruh bentuk-bentuk sistem pertukaran sosial pada
keberlanjutan usaha pelaku ekonomi kerajinan bilik bambu.

Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengantar atau sebagai
pengenalan lebih lanjut mengenai bentuk-bentuk pertukaran sosial pada
masyarakat pengrajin di Kabupaten Bogor. Melalui penelitian ini, terdapat juga
beberapa hal yang ingin penulis sumbangkan pada berbagai pihak, yaitu:
1. Bagi akademisi, diharapkan tulisan ini menjadi referensi dalam melakukan
penelitian-penelitian terkait sistem pertukaran sosial.
2. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan dan
pemahaman kepada masyarakat mengenai karakteristik rumah tangga
pengrajin dan strategi nafkah yang dilakukan dalam memenuhi kebutuhan
hidup.
3. Bagi Pemerintah, penelitian ini dapat memberikan masukan berupa kritik dan
saran kepada pemerintah dalam pembuatan kebijakan yang menyangkut
kerajinan tradisional.

4

PENDEKATAN TEORETIS

Tinjauan Pustaka
Kewirausahaan
Kewirausahaan adalah proses menciptakan sesuatu yang lain dengan
menggunakan waktu dan kegiatan disertai modal dan resiko serta menerima balas
jasa dan kepuasan serta kebebasan pribadi. Tidak sedikit pengertian mengenai
kewirausahaan yang saat ini muncul seiring dengan perkembangan ekonomi
dengan semakin meluasnya bidang dan garapan. Kewirausahaan sering dikaitkan
dengan proses, pembentukan atau pertumbuhan suatu bisnis baru yang
berorientasi memperoleh keuntungan, penciptaan nilai dan pembentukan produk
atau jasa baru yang unik dan inovatif. Kewirausahaan juga merupakan
kemampuan kreatif dan inovatif yang dijadikan dasar, kiat dan sumber daya untuk
mencari peluang menuju sukses (Sya'roni 2012).
Konsep usaha sendiri memiliki beberapa komponen penting, yaitu :
1. Konsep Pasar: Pasar dimana produsen menawarkan produknya kepada
konsumen potensialnya tidak dapat dikendalikan oleh perusahaan. Oleh karena
itu, para produsen hendaknya mengetahui dengan baik bagaimana menentukan
pasar produsen yang diinginkan.
2. Konsep Perusahaan: Konsep perusahaan disebut juga sebagai konsep
lingkungan internal perusahaan. Elemen-elemen lingkungan internal
perusahaaan dibagi atas elemen fungsional dan tingkatan manajemennya.
Secara fungsional, lingkungan internal perusahaan terdiri atas fungsional
pemasaran, SDM, keuangan, produksi/operasi dan manajemen. Sementara itu,
berdasarkan tingkatan manajemennya, lingkungan internal perusahaan terdiri
atas tingkat atas, menengah dan tingkat bawah.
3. Konsep Persaingan dan Lingkungan Eksternal: Selain konsep lingkungan
internal, konsep bisnis juga memiliki lingkungan eksternal, yaitu kondisikondisi yang berada di luar perusahaan dan tidak dapat dikendalikan oleh
perusahaan. Kondisi-kondisi ini meliputi; kondisi politik, sosial, kemajuan
teknologi, legal/hukum, lingkungan hidup, dan lain sebagainya.
4. Konsep Perubahan: Kondisi kehidupan dan dinamisasi dunia akan terus
mengalami perubahan setiap saat, begitu juga dengan dunia bisnis.
Lingkungan eksternal bisnis, seperti situasi politik, ekonomi dan lainnya juga
akan terus berubah. Demikian pula situasi pasar, sikap konsumen, perilaku
konsumen serta daur hidup produk juga akan mengalami dinamisasi dan
perubahan.
Evans (1994) dalam Sya'roni (2012) menyebutkan kreativitas adalah
menghubungkan dan merangkai ulang pengetahuan di dalam pikiran-pikiran

6

manusia yang membiarkan dirinya untuk berfikir secara lebih bebas dalam
membangkitkan hal-hal baru, atau menghasilkan gagasan-gagasan yang
mengejutkan pihak lain dalam menghasilkan hal yang bermanfaat.
Sya'roni (2012) juga menyebutkan inovasi dapat didefinisikan sebagai
suatu perubahan ide dalam sekumpulan informasi yang berhubungan diantara
masukan dan luaran. Dari hal tersebut terdapat dua hal yaitu inovasi produk dan
inovasi proses yang merupakan suatu perubahan yang terkait dengan upaya
meningkatkan atau memperbaiki sumber daya yang ada, memodifikasi untuk
menjadikan sesuatu bernilai, menciptakan hal-hal baru yang berbeda, merubah
suatu bahan menjadi sumber daya dan menggabungkan setiap sumberdaya
menjadi suatu konfigurasi baru yang lebih produktif baik langsung atau pun tidak
langsung. Dalam prakteknya inovasi didasari atas tahapan pengenalan, persuasi,
pengambilan keputusan, implementasi, dan konfirmasi yang sesuai dengan
kemampuan mengadopsi baik aktif (innovator, early adopter, dan early majority)
dan pasif (late majority dan laggard) (Hubeis 2005) dalam Sya'roni (2012).
Industri Kerajinan
Menurut Afiff (2012) kerajinan (craft) adalah kegiatan kreatif yang
berkaitan dengan kreasi, produksi dan distribusi produk yang dibuat atau
dihasilkan oleh tenaga pengrajin yang berawal dari desain awal sampai proses
penyelesaian produknya. Antara lain meliputi barang kerajinan yang terbuat dari
batu berharga, serat alam maupun buatan, kulit, rotan, bambu, kayu, logam (emas,
perak, tembaga, perunggu dan besi), kaca, porselen, kain, marmer, tanah liat, dan
kapur. Produk kerajinan pada umumnya hanya diproduksi dalam jumlah yang
relatif kecil (bukan produksi massal).
Berdasarkan data yang didapatkan dari Departemen Perdagangan (2007),
rata-rata nilai PDB industri kerajinan dalam periode 2002-2006 mencapai Rp 29
triliun. Ini berarti bahwa industri kerajinan memberi kontribusi PDB sebesar 1,76
persen terhadap total PDB nasional pada periode tersebut. Dalam periode yang
sama, sumbangan industri kerajinan untuk lapangan pekerjaan yang dihasilkan
juga besar yakni mencapai 1,8 juta pekerja. Produkivitas tenaga kerja mencapai
rata-rata 16,1 juta rupiah per pekerja pertahun. Selain PDB dan penyerapan tenaga
kerja, industri kerajinan juga memiliki kontribusi terhadap ekspor. Nilai ekspor
dalam industri ini mencapai rata-rata 24,18 triliun rupiah, yaitu menyumbang 3,72
persen dari seluruh ekspor yang dilakukan Indonesia dalam periode tersebut. Hal
ini berarti bahwa kinerja yang optimal dari industri kerajinan dapat memiliki
kontribusi besar terhadap perekonomian Indonesia.
Pertukaran Sosial
Dalam bermasyarakat, manusia juga mengenal adanya interaksi sosial.
Interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis, yang menyangkut
hubungan timbal balik antar individu, antar kelompok manusia, maupun antara
seseorang dengan suatu kelompok. Ciri-ciri dari sebuah interaksi sosial adalah,
pelakunya lebih dari satu orang, adanya komunikasi antar pelaku melalui kontak

7

sosial, mempunyai maksud dan tujuan, terlepas dari sama atau tidaknya tujuan
tersebut dengan yang diperkirakan pelaku, terakhir ada dimensi waktu yang akan
menentukan sikap aksi yang sedang berlangsung.
Mustafa (2011) menjelaskan bahwa tokoh-tokoh yang mengembangkan
teori pertukaran sosial (Sosial Exchange Theory) antara lain adalah psikolog John
Thibaut dan Harlod Kelley (1959), sosiolog George Homans (1961), Richard
Emerson (1962), dan Peter Blau (1964). Berdasarkan teori ini, seseorang
melakukan hubungan pertukaran dengan orang lain dilatarbelakangi oleh adanya
imbalan yang didapatkan. Dengan kata lain hubungan pertukaran dengan orang
lain akan menghasilkan suatu imbalan bagi kita. Teori pertukaran sosial melihat
antara perilaku dengan lingkungan terdapat hubungan yang saling mempengaruhi
(reciprocal). Karena lingkungan kita umumnya terdiri atas orang-orang lain, maka
kita dan orang-orang lain tersebut dipandang mempunyai perilaku yang saling
mempengaruhi. Dalam hubungan tersebut terdapat unsur imbalan (reward),
pengorbanan (cost) dan keuntungan (profit).Imbalan merupakan segala hal yang
diperloleh melalui adanya pengorbanan, pengorbanan merupakan semua hal yang
dihindarkan, dan keuntungan adalah imbalan dikurangi oleh pengorbanan. Jadi
perilaku sosial terdiri atas pertukaran paling sedikit antar dua orang berdasarkan
perhitungan untung-rugi. Misalnya, pola-pola perilaku di tempat kerja, percintaan,
perkawinan, persahabatan. Perilaku seseorang dimunculkan karena berdasarkan
perhitungannya, akan menguntungkan bagi dirinya, demikian pula sebaliknya jika
merugikan maka perilaku tersebut tidak ditampilkan.
Mustafa (2011) juga menjelaskan berdasarkan keyakinan tersebut Homans
dalam bukunya ”Elementary Forms of Sosial Behavior, 1974 mengeluarkan
beberapa proposisi dan salah satunya berbunyi :”Semua tindakan yang dilakukan
oleh seseorang, makin sering satu bentuk tindakan tertentu memperoleh imbalan,
makin cenderung orang tersebut menampilkan tindakan tertentu tadi”. Proposisi
ini secara eksplisit menjelaskan bahwa satu tindakan tertentu akan berulang
dilakukan jika ada imbalannya. Proposisi lain yang juga memperkuat proposisi
tersebut berbunyi : ”Makin tinggi nilai hasil suatu perbuatan bagi seseorang,
makin besar pula kemungkinan perbuatan tersebut diulanginya kembali”. Bagi
Homans, prinsip dasar pertukaran sosial adalah ”distributive justice” aturan yang
mengatakan bahwa sebuah imbalan harus sebanding dengan investasi. Proposisi
yang terkenal sehubungan dengan prinsip tersebut berbunyi ” seseorang dalam
hubungan pertukaran dengan orang lain akan mengharapkan imbalan yang
diterima oleh setiap pihak sebanding dengan pengorbanan yang telah
dikeluarkannya - makin tinggi pengorbanan, makin tinggi imbalannya dan
keuntungan yang diterima oleh setiap pihak harus sebanding dengan investasinya
- makin tinggi investasi, makin tinggi keuntungan”.
Homans (1961) dalam Cook dan Rice (2003) menjelaskan dalam perilaku
sosial sebagai pertukaran. Dimana Homans menekankan pada perilaku individu
aktor dalam interaksi dengan satu sama lain. Tujuan utamanya adalah untuk
menjelaskan proses dasar perilaku sosial (kekuasaan, kesesuaian, status,
kepemimpinan, dan keadilan) dari bawah ke atas. Homans percaya bahwa tidak
ada yang muncul dalam kelompok-kelompok sosial yang tidak dapat dijelaskan

8

oleh proposisi tentang individu sebagai individu, bahwa perilaku yang terjadi
adalah untuk berinteraksi.Homans mendefinisikan pertukaran sosial sebagai
pertukaran aktivitas, berwujud atau tidak berwujud, dan lebih atau kurang
menguntungkan atau rugi, yang dilakukan paling sedikit dua orang. Homans
menjelaskan perilaku sosial dan bentuk-bentuk organisasi sosial yang dihasilkan
oleh interaksi sosial dengan menunjukkan bagaimana perilaku A diperkuat
perilaku B (dalam hubungan dua pihak antara aktor A dan B), dan bagaimana
perilaku B diperkuat perilaku A dengan imbalan. Ini adalah dasar yang jelas untuk
interaksi sosial melanjutkan menjelaskan pada "sub-kelembagaan" tingkat.Kondisi
historis dan struktural yang ada diambil seperti yang diberikan.Nilai ditentukan
oleh sejarah aktor penguatan yang menjadi awal dalam hubungan pertukaran.
Fokus utama Homans 'adalah perilaku sosial yang muncul sebagai akibat dari
proses sosial saling memperkuat (reinforcement). Hubungan juga bisa berakhir
atas dasar kegagalan penguatan.
Struktur pertukaran sosial dijelaskan oleh Blau (1964) dalam Cook dan
Rice (2003) yang mengembangkan formulasi teoritis yang bisa membentuk dasar
untuk teori struktur makro-sosial. Yaitu Usahanya untuk membangun hubungan
antara teori mikro-sosiologis perilaku dan teori makro-sosial struktur sosial.
Selain upaya untuk membangun sebuah teori makro-sosial struktur atas dasar teori
mikro-sosial perilaku, Blau mengidentifikasi proses sosial generik dan mekanisme
bahwa dia dipandang sebagai operasi di berbagai tingkatan organisasi sosial. Ini
termasuk tindakan kolektif, legitimasi, oposisi, konflik, dan kerjasama. Karya ini
menetapkan panggung untuk sejumlah perkembangan dalam teori pertukaran lama
kemudian pada tindakan kolektif, pembentukan koalisi, keadilan dan status.
Inti dari teori pertukaran sosial adalah perilaku sosial seseorang hanya bisa
dijelaskan oleh sesuatu yang bisa diamati, bukan oleh proses mentalistik (blackbox). Semua teori yang dipengaruhi oleh perspektif ini menekankan hubungan
langsung antara perilaku yang teramati dengan lingkungan. Pelaku pertukaran
sosial sendiri akan melakukan pertukaran tersebut secara berulang apabila
mendapatkan ganjaran (reward) dan tidak akan melakukan pertukaran tersebut
apabila mereka mendapatkan kerugian (cost) yang tinggi akibat pertukaran
tersebut.
Polanyi (1968) dalam Hudayana (1991) membedakan pertukaran menjadi
tiga pola, yaitu: resiprositas, redistribusi, dan pertukaran pasar. Klasifikasi
tersebut didasarkan pada harapan atau motif-motif yang ingin diperoleh para
partisipan dalam melakukan transisi. Menurutnya, motif yang mendasari
pertukaran, resiprositas dan redistribusi adalah kebutuhan untuk mendapatkan
prestise serta kebutuhan ekonomi akan tetapi kebutuhan ekonomi tersebut tidak
bersifat komersil.
Reprositas adalah pertukaran timbal balik antar individu atau antara
kelompok yang bersifat simetris. Tanpa adanya syarat hubungan yang simetris
pada kenyataannya individu atau kelompok tersebut tidak akan melakukan
pertukaran barang dan jasa yang mereka miliki. Hubungan simetris ini merupakan
hubungan sosial dimana masing-masing pelaku menempatkan diri mereka dalam
suatu peranan yang sama. Selain itu, konsep reprositas juga memerlukan adanya
hubungan personal diantara pihak yang terkait.Pentingnya syarat adanya

9

hubungan personal tersebut berkaitan dengan motif dari orang untuk melakukan
reprositas yang berbentuk penghargaan, kemuliaan, kewibawaan, popularitas,
sanjungan, dan berkah. Ada tiga macam reprositas yang kita kenal, yaitu:
reprositas umum, reprositas sebanding, dan reprositas negatif. Akan tetapi selain
tiga jenis reprositas tersebut swartz dan Jordan (1976) dalam Hudayana (1991)
juga menambahkan reprositas simbolik. Dalam reprositas umum, individu atau
kelompok memberikan barang atau jasa kepada individu atau kelompok lainnya
tanpa menentukan batas waktu mengembalikan. Dalam hal ini, masing-masing
pihak percaya pihak bersangkutan akan memberikan balasan meskipun tidak jelas
waktunya. Reprositas simbolik merupakan salah satu bentuk dari reprositas umum
ini, suatu adat kebiasaan memberi dan menerima sebagai media untuk menjalin
hubungan persahabatan semata, tanpa mempunyai makna yang dekat dengan
usaha memenuhi kebutuhan ekonomi.
Reprositas sebanding menekankan pada barang dan jasa yang
dipertukarkan mempunyai nilai yang sebanding. Dalam pertukaran ini, masingmasing pihak pihak membutuhkan barang atau jasa dari partnernya namun
masing-masing tidak menghendaki untuk memberi dengan nilai lebih
dibandingkan dengan yang diterima. Dengan kata lain pada reprositas ini
diberlakukan dengan jelas aturan dan norma yang mengatur berlangsungnya
reprositas. Sedangkan jenis yang terakhir yaitu reprositas negatif yang merupakan
reprositas yang menggunakan sistem jual beli dalam pelaksanaannya atau lebih
dikenal juga dengan pertukaran pasar.
Redistribusi yaitu pemindahan barang atau jasa yang tersentralisasi, yang
melibatkan proses pengumpulan kembali dari anggota-anggota suatu kelompok
melalui pusat kepada dan pembagian kembali kepada anggota-anggota kelompok
tersebut. Syarat dari redistribusi ini yaitu hubungan yang asimetris yang ditandai
oleh adanya peranan individu tertentu dengan wewenang yang dimiliki didalam
kelompok untuk mengorganisir pengumpulan barang dari anggota kelompok
untuk di distribusikan kembali ke seluruh anggota kelompok tersebut. Di zaman
modern ini redistribusi dapat berupa pajak, fiskal, retribusi, dan sejenisnya yang
dilakukan pemerintah yang selanjutnya dikembalikan lagi kepada rakyat dalam
bentuk subsidi, bantuan, pelayanan publik, pembangunan infrastruktur, dan
lainnnya.Pertukaran pasar yaitu distribusi yang dilakukan atau terjadi melalui
pasar. Dalam kajian sosiologi, pasar dibedakan menjadi pasar sebagai tempat
pasar (market place) dan pasar (market). Pasar sebagai tempat pasar merupakan
bentuk fisik dimana barang dan jasa dibawa untuk dijual dan dimana pembeli
bersedia membeli barang dan jasa tersebut. Sedangkan pasar (market) dilihat oleh
sosiologi sebagai suatu institusi sosial, yaitu suatu struktur sosial yang
memberikan tatanan siap pakai bagi pemecahan persoalan kebutuhan dasar
manusia, khususnya kebutuhan dasar ekonomi dalam distribusi barang dan jasa.
Selain itu, kajian sosiologi pada aspek distribusi dapat dilihat dari beberapa hal
lain, yaitu transportasi, perdagangan, kewirausahaan, uang, pemberian,
perusahaan, ritel, dan lain-lain.
Dengan penjabaran mengenai pola atau jenis pertukaran sosial tersebut,
maka pertukaran sosial dapat terjadi dalam tiga bentuk. Yaitu: reprositas,
redistribusi, dan pertukaran pasar. Reprositas sendiri dibagi kedalam tiga jenis
yaitu reprositas umum, reprositas sebanding, dan reprositas negatif.

10

Keberlanjutan Usaha
Prinsip keberlanjutan usaha (going concern principle) adalah asumsi
bahwa suatu entitas akan tetap berada dalam bisnis di masa mendatang. Entitas
tidak akan terpaksa untuk menghentikan operasi dan melikuidasi aset dalam
waktu dekat. Dengan asumsi ini, akuntan dibenarkan untuk menunda pengakuan
beban tertentu sampai waktu kemudian, ketika entitas masih akan berada dalam
bisnis dan menggunakan asetnya dengan cara yang paling efektif.
Prinsip ini berlaku sepanjang tidak ada informasi penting yang
bertentangan dengannya. Contoh informasi yang bertentangan tersebut adalah
ketidakmampuan entitas untuk memenuhi kewajibannya tanpa terpaksa harus
menjual aset secara obral untuk mendapatkan dana cepat atau merestrukturisasi
utang. Jika situasi ini terjadi, maka nilai aset-aset itu harus dicatat dengan nilai
likuidasi mereka.
Umumnya, asumsi keberlanjutan usaha tidak diterapkan bila auditor
menilai bahwa kelangsungan hidup entitas tidak lebih dari satu tahun setelah
tanggal laporan keuangan yang diaudit. Penilaian itu dilakukan auditor dengan
mempertimbangkan hal-hal seperti tren negatif hasil operasi, kredit macet,
penolakan piutang dagang dari pemasok dan proses hukum kepailitan. Perusahaan
dapat memperbaiki pendapat auditor mengenai status keberlanjutan usaha dengan
mendapatkan jaminan hutang dari pihak ketiga atau injeksi dana tambahan yang
diperlukan (kamusbisnis.com).
Sebuah usaha dikatakan akan berlanjut jika dapat memenuhi komponen
konsep usaha yaitu konsep pasar, konsep perusahaan, konsep persaingan dan
lingkungan eksternal, dan konsep perubahan. Dengan kata lain jika sebuah
perusahaan dapat memenuhi komponen konsep usaha secara baik, maka usahanya
akan terus berlanjut. Beberapa identifikasi menunjukan bahwa terdapat 4 (empat)
faktor kunci yang menjadi penyebab berkesinambungannya sebuah perusahaan
(De Geus 1997 dalam Burhan 2004) yaitu :
1. Perusahaan yang berumur panjang (berkesinambungan) adalah perusahaan
yang memiliki sensitivitas terhadap lingkungan. Meskipun perusahaan yang
bersangkutan melakukan pengkajian dan pengembangan teknologi, atau
memiliki sumberdaya alam yang banyak mereka akan tetap menjaga
harmonisasi dan kestabilan lingkungan.
2. Perusahaan yang berkesinambungan adalah perusahaan yang menjaga nama
besar serta memiliki kohesivitas/keterikatan yang kuat terhadap identitasnya.
Tidak peduli berapa luasnya diversifikasi usaha yang dijalankan perusahaan,
manajemen, karyawan bahkan mitra bisnisnya merasakan berada dalam satu
entitas.
3. Perusahaan yang berkesinambungan memiliki toleransi dan menghindari suatu
kontrol yang terpusat, ditangan satu orang entah itu eksekutif maupun owner,
melainkan selalu berusaha mengembangkan desentralisasi dan pembagian
wewenang sesuai konsep bisnis yang dikembangkannya.
4. Perusahaan yang berkesinambungan adalah perusahaan yang memiliki sikap
konservatif terhadap aspek keuangan.

11

Berdasarkan konsep Chambers dan Conway (1992) dalam Nurlina (2012)
menjelaskan bahwa indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat
keberlanjutan usaha ada tiga, yaitu: Kapasitas pelaku usaha, keadilan berusaha,
dan kemandirian pelaku usaha. Dalam penelitiannya Nurlina melakukan penelitian
terhadap hubungan partisipasi dengan keberlanjutan usaha anggota koperasi. Dari
penelitan tersebut didapatkan hasil bahwa tingkat keberlanjutan usaha seluruh
responden dikatakan cukup. Dan tingkat partisipasi anggota berhubungan positif
dengan tingkat keberlanjutan usaha anggota koperasi, dengan nilai korelasi rank
Spearman (rs) sebesar 0,489, dan jika diinterpretasikan ke dalam aturan Guilford
termasuk hubungan yang cukup berarti.

Kerangka Pemikiran
Dengan perkembangan zaman yang semakin pesat, pengrajin tradisional
masih dapat dikatakan sebagai sektor ekonomi yang dapat bertahan seperti
kerajinan bilik bambu tradisional yang terdapat di Desa Gunung Bunder I.
Beberapa hal yang menyebabkan pengrajin tradisional masih bertahan adalah
karena kelembagaan yang menjadi hukum baik tertulis maupun tidak tertulis yang
mengatur bagaimana pengrajin tradisonal dalam bertindak. Salah satu bentuk
kelambagaan yang terjadi dalam masyarakat pengrajin adalah sistem pertukaran
sosial diantara para pengrajin. Secara umum, interkasi yang terjalin diantara para
pengrajin akan menciptakan sebuah pola hubungan yang juga akan menentukan
bagaimana bentuk sistem pertukaran yang terjadi. Ketiga bentuk pertukaran pasti
ditemui pada setiap individu pengrajin, yang membedakan adalah waktu dan
situasi saat bentuk pertukaran tersebut terjadi. Perbedaan bentuk ini dilakukan
untuk memenuhi kebutuhan dari pengrajin tersebut. Salah satunya adalah sebagai
upaya untuk melanjutkan usaha yang telah dilakukan. Keberlanjutan usaha yang
dapat diukur dari tiga aspek yaitu: kapasitas pengrajin, keadilan berusaha, dan
kemandirian pengrajin ini secara garis besar akan dipengaruhi oleh bentuk
pertukaran yang telah terjadi. Untuk itu kerangka pemikiran dari penelitian ini
dapat digambarkan sebagai berikut:

Bentuk Sistem Pertukaran
Sosial:
1. Resiprositas
2. Redistribusi
3. Pertukaran Pasar
Keterangan:

Mempengaruhi

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

Tingkat
Keberlanjutan
Usaha:
1. Kapasitas Pengrajin
2. Keadilan Berusaha
3. Kemandirian Pengrajin

12

Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dirumuskan maka dapat
disusun hipotesis penelitian sebagai berikut:
1. Setiap bentuk pertukaran mempengaruhi variabel tertentu dalam keberlanjutan
usaha.
Definisi Operasional
Definisi operasional dan peubah dimaksudkan untuk memberikan batasan
yang jelas, sehingga memudahkan dalam melakukan pengukuran. Definisi
operasional dan pengukuran peubah dalam rencana penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Sistem pertukaran sosial adalah suatu pola interaksi antar individu dengan
individu lain yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan individu tersebut.
Dalam hubungan tersebut terdapat unsur imbalan (reward), pengorbanan
(cost) dan keuntungan (profit). Pengukuran dari bentuk sistem pertukaran
sosial ini adalah dengan menggunakan skala likert dengan pemberian skor 4
untuk setuju (S), 3 untuk ragu-ragu (R), 2 untuk tidak setuju (TS) dan 1 untuk
tidak tahu atau tidak menjawab (TT). Pertukaran sosial dapat dibedakan
kedalam tiga bentuk. Yaitu: resiprositas, redistribusi, dan pertukaran ekonomi.
Total skor dari setiap bentuk akan menentukan bentuk pertukaran yang
dominan pada setiap individu.
a. Resiprositas adalah pertukaran timbal balik antar individu atau antara
kelompok yang bersifat simetris. Syarat dari resiprositas ini adalah
hubungan simetris antar pelaku dan menekankan pada barang dan jasa
yang dipertukarkan mempunyai nilai yang sebanding. Dalam kasus
resiprositas yang terjalin di kalangan pengrajin adalah bentuk pertukaran
satu orang pengrajin dengan individu lain yang dalam hal ini barang/jasa
yang dipertukarkan adalah barang/jasa yang bersifat sederhana dan
sebanding. Misalnya rasa saling tolong menolong antar pengrajin yang
tidak jelas perjanjian kapan barang/jasa tersebut harus dikembalikan.
Pengukuran dari resiprositas ini dengan menggunakan skala likert yang
berisi tentang pernyataan mengenai resiprositas. Hasil skor yang
didapatkan akan menentukan tingkat resiprositas dalam masyarakat
pengrajin yang dibagi kedalam tiga kategori yaitu tinggi, sedang, dan
rendah. Pembagian tersebut dilakukan dengan sistem emik atau membagi
kategori berdsarkan nilai yang didapatkan dalam penelitian.
b. Redistribusi yaitu pemindahan barang atau jasa yang tersentralisasi, yang
melibatkan proses pengumpulan kembali dari anggota-anggota suatu
kelompok melalui pusat kepada dan pembagian kembali kepada anggotaanggota kelompok tersebut. Syarat dari redistribusi ini yaitu hubungan

13

yang asimetris yang ditandai oleh adanya peranan individu tertentu dengan
wewenang yang dimiliki didalam kelompok untuk mengorganisir
pengumpulan barang dari anggota kelompok untuk di distribusikan
kembali ke seluruh anggota kelompok tersebut. Dalam kasus redistribusi
yang terjadi di kalangan pengrajin adalah pengumpulan asset melalui
kelompok yang hasilnya aan digunakan pula untuk kepentingan kelompok.
Pengukuran dari redistribusi ini dengan menggunakan skala likert yang
berisi tentang pernyataan mengenai redsitribusi. Hasil skor yang
didapatkan akan menentukan tingkat redistribusi dalam masyarakat
pengrajin yang dibagi kedalam tiga kategori yaitu tinggi, sedang, dan
rendah. Pembagian tersebut dilakukan dengan sistem emik atau membagi
kategori berdasarkan nilai yang didapatkan dalam penelitian.
c. Pertukaran ekonomi yaitu distribusi yang dilakukan atau terjadi melalui
pasar. Dalam kajian sosiologi, pasar dibedakan menjadi pasar sebagai
tempat pasar (market place) dan pasar (market). Pasar sebagai tempat
pasar merupakan bentuk fisik dimana barang dan jasa dibawa untuk dijual
dan dimana pembeli bersedia membeli barang dan jasa tersebut.
Sedangkan pasar (market) dilihat oleh sosiologi sebagai suatu institusi
sosial, yaitu suatu struktur sosial yang memberikan tatanan siap pakai bagi
pemecahan persoalan kebutuhan dasar manusia, khususnya kebutuhan
dasar ekonomi dalam distribusi barang dan jasa. Pengukuran dari
pertukaran pasar ini dengan menggunakan skala likert yang berisi tentang
pernyataan mengenai rpertukaran pasar. Hasil skor yang didapatkan akan
menentukan tingkat pertukaran pasar dalam masyarakat pengrajin yang
dibagi kedalam tiga kategori yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Pembagian
tersebut dilakukan dengan sistem emik atau membagi kategori berdasarkan
nilai yang didapatkan dalam penelitian.
2. Tingkat keberlanjutan usaha adalah ukuran yang digunakan untuk melihat
sejauh mana sebuah usaha dapat berlanjut dimasa yang akan datang. Indikator
yang digunakan untuk mengukur tingkat keberlanjutan usaha adalah Kapasitas
Pengrajin, Keadilan Berusaha, dan Kemandirian Pengrajin. Pengukuran dari
tingkat keberlanjutan usaha adalah dengan menggunakan skala likert dengan
pemberian skor 4 untuk setuju (S), 3 untuk ragu-ragu (R), 2 untuk tidak setuju
(TS) dan 1 untuk sangat tidak tahu atau tidak menjawab (TT). Hasil skor yang
didapatkan akan menentukan tingkat keberlanjutan usaha pengrajin yang
dibagi kedalam tiga kategori yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Pembagian
tersebut dilakukan dengan sistem emik atau membagi kategori berdasarkan
nilai yang didapatkan dalam penelitian.
a. Kapasitas pengrajin adalah penilaian pada individu pengrajin yang dapat
dilihat dari beberapa faktor yaitu kreativitas, inovasi, kerjasama,
pengambilan resiko, dan evaluasi usaha.

14

i. Kreativitas adalah menghubungkan dan merangkai ulang pengetahuan
di dalam pikiran-pikiran manusia yang membiarkan dirinya untuk
berfikir secara lebih bebas dalam membangkitkan hal-hal baru, atau
menghasilkan gagasan-gagasan yang mengejutkan pihak lain dalam
menghasilkan hal yang bermanfaat.
ii. Inovasi adalah perubahan ide dalam sekumpulan informasi
yangberhubungan diantara masukan dan luaran.
iii. Kerjasama adalah bentuk interaksi antar individu dimana individu
tersebut saling membantu untuk mewujudkan tujuan yang sama.
iv. Pengambilan resiko adalah bentuk perilaku individu yang dapat
mengambil sebuah keputusan untuk melakukan satu tindakan dengan
mengetahui dampak yang akan timbul apabila tindakan tersebut gagal
dilakukan.
v. Evaluasi usaha adalah penilaian yang dilakukan terhadap usaha yang
telah dilaksanakan.
b. Keadilan Berusaha adalah variabel terkait dengan kewajaran dalam
melakukan usaha, dimana usaha tersebut harus dapat memberikan
keuntungan untuk setiap pelaku yang terlibat dalam usaha tersebut. Hal
tersebut dapat diukur dengan melihat pembagian kerja dan keuntungan
yang didapatkan pelaku usaha.
i. Pembagian kerja adalah posisi yang didapatkan seorang untuk
mengerjakan suatu tugas tertentu dalam suatu pekerjaan. Dalam
lingkup kerajinan bambu pembagian kerja ini dibagi kedalam dua jenis
pekerjaan, yaitu sebagai pengrajin (produksi) dan bagian pemasaran.
ii. Keuntungan usaha adalah total penerimaan dikurangi dengan modal
yang telah dikeluarkan dalam melakukan usaha kerajinan bambu
c. Kemandirian pengrajin adalah sikap dan prilaku pengrajin yang mampu
memenuhi segala keperluannya dalam melakukan usaha. Hal ini dilihat
dari pemenuhan kebutuhan, kepercayaan diri, dan mempertahankan usaha.
i. Pemenuhan kebutuhan adalah tingkat dimana keinginan manusia
terhadap benda atau jasa yang dapat memberikan kepuasan jasmani
maupun rohani dapat terpenuhi.
ii. Kepercayaan diri adalah sikap positif seorang individu yang
menunjukan bahwa dirinya mampu mengembangkan penilaian positif,
baik untuk dirinya, lingkungan, maupun situasi yang sedang
dihadapinya.
iii. Mempertahankan usaha adalah kemampuan seorang individu untuk
bisa mempertahankan usaha yang dilakukan.

PENDEKATAN LAPANGAN

Lokasi Dan Waktu
Penelitian dilakukan di Desa Gunung Buder 1, Kecamatan Pamijahan,
Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan dengan mempertimbangkan bahwa
Desa Gunung Bunder 1, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor memiliki
potensi kerajinan tradisional yang tinggi dan tepat untuk dijadikan objek
penelitian, peneliti melakukan observasi melalui penelusuran hasil penelitian dari
beberapa peneliti terdahulu. Kegiatan penelitian meliputi penyusunan proposal
skripsi, kolokium, pengambilan data lapangan, pengolahan data dan analisis data,
penulisan draft skripsi, sidang skripsi, dan perbaikan laporan penelitian. Lama
pelaksanaan penelitian sekitar empat bulan dan dapat dilihat pada tabel 2 berikut
ini.
Tabel 1. Jadwal Rencana Pelaksanaan Penelitian Periode Tahun 2013/2014
Aktivitas

1

Maret
2 3 4

1

April
2 3 4

1

Mei
2 3

4

1

Juni
2 3

4

Penyusunan
proposal
skripsi
Kolokium
Perbaikan proposal
Pengambilan data lapang
Pengolahan dan analisis
data
Penulisan draft skripsi
Sidang skripsi
Perbaikan skripsi

Teknik Pengumpulan Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan
skunder. Data primer diperoleh melalui penelitian langsung dengan menggunakan
instrumen kuesioner dan wawancara mendalam kepada responden dan informan,
sementara data skunder diperoleh dari data data berupa dokumen kependudukan
Desa Gunung Bunder 1, Kecamatan pamijahan, Kabupaten Bogor dan hasil
penelitian-penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan terkait sistem pertukaran
sosial.
Populasi sasaran dalam penelitian ini adalah seluruh pengrajin yang
tersebar di Desa Gunung Bunder 1, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor.
Unit analisis dalam penelitian ini adalah individu pengrajin yang berjumlah 35
orang. Jumlah ini dirasa cukup untuk memenuhi reliabilitas dan validitas data
yang dihasilkan.
Pengumpulan data kualitatif dilakukan dengan menggunakan metode
wawancara mendalam terhadap responden maupun informan. Informan dipilih

16

secara purposive atau sengaja. Informan dalam penelitian ini berasal dari berbagai
kalangan mulai dari kepala aparat desa, tokoh masyarakat, dan masyarakat
pengrajin. Adapun panduan wawancara mendalam bisa dilihat pada Lampiran 6.
Selain itu data kualitatif juga diperoleh melalui observasi lapang di lokasi
penelitian guna melihat fenomena faktual yang terjadi dan juga mengkaji
dokumen yang ada seperti data kependudukan.
Tabel 2. Metode Pengumpulan Data
No.
1.

2.

Jenis Data
Data primer:
a. Karakteristik responden
b. Variabel bentuk pertukaran
sosial.
c. Tingkat keberlanjutan usaha
d. Hubungan karakteristik
responden dengan bentuk
pertukaran sosial

Teknik Pengumpulan
Data
Kuisioner

Sumber Data
a. Responden

e. Motivasi dalam melakukan
pertukaran sosial

Wawancara mendalam

a. Responden
b. Informan
c. Tokoh
masyarakat

f. Aktivitas pengrajin dalam
proses produksi, distribusi
dan konsumsi
g. Interaksi pengrajin dengan
masyarakat disekitar tempat
tinggal
Data Sekunder:
a. Gambaran umum desa
melalui data monografi

Observasi

a. Responden

Analisis Dokumen

a. Data
pemerintahan
desa

Teknik Pengolahan Dan Analisis Data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini baik secara kuantitatif maupun
kualitatif diolah dengan cara mereduksi bagian-bagian terpenting sehingga
menjawab masalah penelitian yang diajukan. Data kuantitatif yang diperoleh
melalui kuesioner kemudian diolah dengan proses coding menggunakan Microsoft
Excel 2013, ditabulasi kemudian dianalisis secar