PERILAKU SOSIAL TEORI PERTUKARAN BLAU

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Pada umumnya hubungan sosial terdiri dari masyarakat, maka kita dan
masyarakat lain dilihat mempunyai perilaku yang saling mempengaruhi dalam
hubungan tersebut yang terdapat unsur ganjaran, pengorbanan dan keuntungan.
Ganjaran

merupakan

segala

hal

yang

diperolehi

melalui


adanya

pengorbanan,manakala pengorbanan merupakan semua hal yang dihindarkan, dan
keuntungan adalah ganjaran dikurangi oleh pengorbanan. Jadi perilaku sosial
terdiri atas pertukaran paling sedikit antara dua orang berdasarkan perhitungan
untung-rugi. Misalnya, pola-pola perilaku di tempat kerja, percintaan, perkawinan
dan persahabatan.
Analogi dari hal tersebut, pada suatu ketika anda merasa bahwa setiap
teman anda yang di satu kelas selalu berusaha memperoleh sesuatu dari anda.
Pada saat tersebut anda selalu memberikan apa yang teman anda butuhkan dari
anda, akan tetapi hal sebaliknya justru terjadi ketika anda membutuhkan sesuatu
dari teman anda. Setiap individu menjalin pertemanan tentunya mempunyai tujuan
untuk saling memperhatikan satu sama lain. Individu tersebut pasti diharapkan
untuk berbuat sesuatu bagi sesamanya, saling membantu jikalau dibutuhkan, dan
saling memberikan dukungan dikala sedih. Akan tetapi mempertahankan
hubungan persahabatan itu juga membutuhkan biaya (cost) tertentu, seperti hilang
waktu dan energi serta kegiatan-kegiatan lainnya yang tidak jadi dilaksanakan.
Meskipun biaya-biaya ini tidak dilihat sebagai sesuatu hal yang mahal atau
membebani ketika dipandang dari sudut penghargaan (reward) yang didapatkan

dari persahabatan tersebut. namun, biaya tersebut harus dipertimbangkan apabila
kita menganalisis secara obyektif hubungan-hubungan transaksi yang ada dalam
persahabatan. Apabila biaya yang dikeluarkan terlihat tidak sesuai dengan
imbalannya, yang terjadi justru perasaan tidak enak di pihak yang merasa bahwa
imbalan yang diterima itu terlalu rendah dibandingkan dengan biaya atau
pengorbanan yang sudah diberikan.
Analisa mengenai hubungan sosial yang terjadi menurut cost and reward
ini merupakan salah satu ciri khas teori pertukaran. Teori pertukaran ini

1

memusatkan perhatiannya pada tingkat analisis mikro, khususnya pada tingkat
kenyataan sosial antarpribadi (interpersonal). Pada pembahasan ini akan
ditekankan pada pemikiran teori pertukaran oleh Homans dan Blau. Homans
dalam analisisnya berpegang pada keharusan menggunakan prinsip-prinsip
psikologi individu untuk menjelaskan perilaku sosial daripada hanya sekedar
menggambarkannya. Akan tetapi Blau di lain pihak berusaha beranjak dari tingkat
pertukaran antarpribadi di tingkat mikro, ke tingkat yang lebih makro yaitu
struktur sosial. Ia berusaha untuk menunjukkan bagaimana struktur sosial yang
lebih besar itu muncul dari proses-proses pertukaran dasar.

1.2 Masalah atau Topik Pembahasan
1. Apa Konteks Sosial yang Melahirkan Teori Pertukaran Sosial?
2. Apa Pemikiran yang Melatarbelakangi?
3. Bagaimana Latar Belakang Pribadi Peter M. Blau?
4. Apa Asumsi-Asumsi yang Mendasar?
5. Apa Pertanyaan yang Diajukan?
6. Apa Proposisi yang Ditawarkan?
7. Apa Unit Analisis Realitas Sosial yang menjadi Fokus Kajian?
8. Apa Metodologi yang Digunakan?
9. Apa Bias (Nilai, Kekuasaan, Kepentingan) yang Terkandung?
10. Bagaimana Penjelasan (Deskripsi) Teori?
1.3 Tujuan
“Tujuan dibuatnya makalah ini adalah untuk mengetahui serta memahami
teori pertukaran sosial menurut Peter M Blau”.

II.
II.1

PEMBAHASAN


Konteks Sosial yang Melahirkan Teori

Berbeda dengan Homans, yang secara jelas membatasi proposisi teoritisnya
pada hubungan-hubungan antar pribadi. Peter Blau menempatkan dirinya pada
permasalahan yang bersumber proses sosial, yang mengatur struktur sosialyang

2

sangat kompleks dari proses yang lebih mendasar yang meluas pada aktivitas
keseharian hubungan antara individu dan hubungan antar pribadi mereka.
Sebagaimana yang telah ditunjukkan dalam bukunya, Blau menempatkan
kekuasaan, dominasi, dan konflik kepentingan sebgai pusat analisisnya. Hasil
konsepnya tentang realitas sosial lebih bermanfaat dibandingkan dengan Parsons
maupun Homans. Pada level individu Blau dan Homans tertarik pada proses
serupa. Namun, konsep pertukaran sosial yang dikemukakan Blau, terbatas pada
tindakan-tindakan yang tergantung pada reaksi dari orang lain – tindakan yang
akan hilang ketika reaksi-reaksi yang diharapkan tindak muncul. Bagi Blau, orang
tertarik satu sama lain karena berbagai alasan yang mendorong mereka
membangun asosiasi sosial. Saat ikatan awal terbangun, imbalan yang diberikan
satu sama lain berfungsi untuk memelihara dan memperkuat ikatan. Imbalan yang

dipertukarkan dapat bersifat intrinsik (misalnya cinta, kasih, rasa hormat) atau
ekstrinsik (misalnya uang atau kerja fisik). Masing-masing pihak tidak mungkin
selalu memberikan imbalan secara setara. Ketika terjadi ketimpangan, perbedaan
kekuasaan akan muncul.

II.2

Pemikiran yang Melatarbelakangi

George C. Homans dan Peter M. Blau merupakan seorang pemikir yang
memberikan sumbangan pemikiran sosiologis yang paling terkenal pada teori
pertukaran sosial. Walaupun Blau terlihat menerima banyak psikologi-perilaku
dari Homans sebagai dasar karyanya, tapi dari pengamatan yang mendalam bahwa
perbedaan antara mereka jauh lebih besar daripada kesamaan yang terlihat di
permukaan.

Blau

juga


berusaha

mengembangkan

sebuah

teori

yang

menggabungkan tingkah laku sosial dasar manusia dengan struktur masyarakat
yang lebih luas, yakni antara kelompok, organisasi atau NegaraMenurut Blau,
banyak orang tertarik pada satu sama lain karena banyak alasan yang
memungkinkan mereka membangun sebuah asosiasi sosial atau sebuah organisasi
sosial. Ketertarikan sosial ini mendorong terjadi nya proses pertukaran soaial,
begitu ikatan awal sudah terbentuk maka ganjaran yang mereka berikan kepada
sesamanya dapat berfungsi untuk mempertahankan dan menguatkan ikatan itu.
Namun dibalik itu, ganjaran yang tidak seimbang juga dapat memperlemah atau
3


bahkan menghancurkan asosiasi itu sendiri yang akan melahirkan sebuah
eksploitasi kekuasaan. Ganjaran yang dimaksud dalam ini pertama adalah
ganjaran yang bersifat Intrinsik, seperti cinta, kasih sayang, afeksi, dan lain-lain.
Ganjaran yang kedua adalah ganjaran yang bersifat ekstrinsik, seperti uang,
barang, dan bahan material lainnya, karena setiap kelompok tidak dapat
memberikan ganjaran secara seimbang, maka disitulah ketimpangan kekuasaan
terjadi.
Konsep Blau mengenai pertukaran sosial terbatas kepada tingkah laku yang
menghasilkan ganjaran atau imbalan, yang artinya tingkah laku akan berhenti bila
pelaku tersebut berasumsi bahwa dia tidak akan mendapat imbalan lagi. Blau
menyatakan bahwa terjadi tarik menarik yang mendasar antara pelaku-pelaku
sosial tersebut yang menyebabkan terjadinya teori pertukaran sosial, dan dia
menggunakan paradigma yang terdapat dalam karya Homans untuk menjelaskan
mengenai ketimpangan kekuasaan. Ketimpangan kekuasaan terjadi karena
ketidakseimbangan ganjaran yang diberikan antara pihak satu dengan pihak lain.
Blau mengatakan bahwa ‘sementara yang lain dapat diganjar dengan cara yang
memadai melalui pengungkapan kepuasan telah menolongnya, maka pihak yang
ditolong itu tidak harus memaksa dirinya dan menghabiskan waktunya untuk
membahas pertolongan dari penolongnya’


II.3

Latar Belakang Pribadi Peter M. Blau

Blau lahir di Wina, Austria, 7 februari 1918. Ia bermigrasi ke AS tahun 1943.
Tahun 1942 ia menerima gelar BA dari Elmhrst College di Elmhurst, Illionis.
Pendidikannya terganggu oleh perang dunia II dan ia bergabung dalam AD dan
menerima penghargaan the Browze Star. Setelah perang ia kembali ke sekolah dan
menyelesaikan pendidikannya, menerima Ph.D. dari Universitas Columbia tahun
1952.
Blau

mendapat

penghargaan

luas

pertama


dalam

sosiologi

karena

sumbangannya dalam studi tentang organisasi formal. Hasil studi empirisnya
tentang organisasi dan buku ajar yang ditylisnya tentang organisasi formal masih
tetap dikutip secara luas dan iaterus memberikan sumbangan yang berarti terhadap
4

kajian tentang organisasi formal ini. Ia pun menulis bersama Otis Dudley uncan,
The American Occupational Structure yang memenangkan hadiah bergengsi
Sorokin Award dari The American Sociological Assosiation tahun 1968. Buku itu
merupakan kontribusi sangat penting studi sosiologi tentang stratifikasi sosial.
Meski ia terkenal karena berbagai karya, yang menjadi sasaran perhatian kita
disini adalah kontribusi Blau terhadap teori sosiologi. Yang menarik adalah bahwa
ia telah memberikan kontribusi penting terhadap dua orientasi teoritis yang
berbeda. Bukunya Exchange and Power ini Social Life (1964) merupakan
komponen utama teori pertukaran masa kini. Kontribusi utama Blau tentang teori

pertukaran pada kelompok primer berskala kecil dicoba diterapkannya pada
kelompok berskala besar. Meski mengandung beberapa kelemahan, karyanya itu
merupakan upaya penting untuk mengintegrasikan secara teoritis masalah
sosiologi berskala luas dan berskala kecil. Blau pun berada di barisan terdepan
pakar tedori struktural. Selama masa jabatannya selaku presiden The American
Sociological Association (1973-1974) ia menjadikan teori stuktural ini sebagai
tema pertemuan-tahunan asosiasi sosiologi itu. Sejak itu ia telah menerbitkan
sejumlah buku dan artikel yang direncanakan untuk menjelaskan dan
mengembangkan teori struktural. Karya terakhirnya dibidang ini adalah Structural
Contexts of Opportunities (1994) dan Crosscutting Social Circles edisi kedua
(Blau dan Schwartz, 1997). Peter Blau meninggal pada 12 Maret 2002.
II.4

Asumsi-Asumsi yang Mendasar

Teori pertukaran sosial dikembangkan berdasarkan tiga asumsi (Haryanto,
2012: 164), yaitu: (1) perilaku sosial merupakan suatu rangkaian pertukaran; (2)
para individu selalu berusaha memaksimalkan imbalan dan meminimalkan biaya
yang harus dikeluarkan; dan (3) ketika individu menerima imbalan dari pihak lain,
mereka mempunyai kewajiban untuk membalasnya atau mengembalikannya.

Satu cabaran terpenting yang dikemukakan Peter M. Blau21 (1918-2002) atas
teori pertukaran Homans adalah bahwa teori pertukaran yang dikemukakan
Homans

dinilainya

cenderung

ke

arah

reduksionisme

psikologis

yang

menekankan bahwa penjelasan perilaku individu juga berarti penjelasan seluruh

5

perilaku kelompok. Blau mengisyaratkan para ilmuwan sosial agar waspada akan
bahaya reduksionisme yang mengabaikan kehadiran properti sosial dan struktural.
Tekanan Blau atas kelahiran (emergence) atau properti kelompok yang tak dapat
diredusir pada psikologi berorientasi individual, mengakibatkan Peter Ekeh
menggambarkan karya Blau sebagai suatu “tesis yang bersifat kolektivis
strukturalis” yang dapat dibedakan dari teori individualistik behavioris dari
Homans. Blau juga berpendapat bahwa reduksionisme dalam ilmu sosial akan
menghambat para ilmuwan sosial membahas fenomena yang emergent dan
penting seperti stratifikasi dan kekuasaan. Dia menolak pendapat Homans bahwa
topik demikian dapat dimengerti melalui prinsip-prinsip psikologi perilaku
tentang pertukaran. Di pihak lain banyak ahli teori sosial yang membahas topic itu
telah menjadi korban dari “konsepsi abstrak yang sangat terpisah dari realitas
empiris yang dapat diteliti”. Apa yang dilakukan Blau dalam teorinya tidak lain
adalah memanfaatkan konsep pertukaran dari sosiologi mikro dan menyatukannya
dengan konsep kekuasaan yang merupakan subyek usaha-usaha makro teoritis.
Sebagai hasilnya, Blau berhasil melahirkan karya monumental berjudul Exchange
And Power in Social Life (1964).

II.5

Pertanyaan yang Diajukan

Tujuan Peter Blau (1964) adalah untuk “memahami struktur sosial
berdasarkan analisis proses sosial yang mempengaruhi hubungan antara individu
dan kelompok. Pertanyaan mendasarnya adalah bagaimana cara kehidupan sosial
tersusun menjadi struktur asosiasi yang makin komplek” (1964:2)

II.6

Proposisi yang Ditawarkan

Jika Homans menjelaskan teori pertukaran dengan proposisi-proposisinya
dengan bentuk elementer saja. Blau berusaha melampaui penjelasan tersebut
dengan menjelaskan bahwa pola transaksi pertukaran dalam lingkup mikro bisa ia
terapkan dalam lingkup skala yang lebih besar, yaitu struktur sosial yang
kompleks. Ia memahami teori pertukaran dalam proses interaksi tatap muka antar

6

individu untuk memahami struktur-struktur sosial yang berkembang dan kekuatan
kekuatan sosial yang menandai perkembangan struktur tersebut.
Pusat perhatian Blau dalam proses petukaran ialah perilaku manusia dan
hubungan di antara individu dan kelompok. Proses pertukaran antarpribadi yang
mengarah pada struktur sosial ke perubahan sosial, dibayangkan olehnya, telah
didorong oleh serangkaian empat tahap yaitu, Langkah pertama ialah transaksitransaksi pertukaran antar pribadi akan menghasilkan suatu reward (penghargaan)
atau ketidakpuasan. Langkah kedua adalah diferensiasi status dan kekuasaan
sebagai akibat oleh apa yang dihasilkan pada langkah pertama. Maksudnya,
traksaksi pertukaran yang mengasilkan dua kemungkinan di atas, akan
menimbulkan diferensiasi status dan kekuasaan diantara individu. Langkah ketiga
Blau adalah legitimasi dan organisasi sebagai akibat dari langkah sebelumnya dan
akan mendorong langkah berikutnya. Status dan kekuasaan yang secara otomatis
terbentuk, menunjukkan adanya legitimasi dan organisasi yang formal.
Konsekuensi perbedaan status dan kekuasaan akan menampakkan adanya
legitimasi dan organisasi , dimana posisi individu yang terlibat akan harus
mengakui keberadaan pemimpin dalam kelompok yang menjadi bagian dan ciri
utama dalam organisasi. Langkah terakhir adalah adanya perlawanan dan
perubahan
Paradoksnya

disini

adalah

bahwa

walau

anggota

kelompok

yang

berkemampuan memberikan kesan itu dapat menarik, namun ciri mereka yang
mengesankan itu juga dapat menimbulkan kekhawatiran akan ketergantungan di
pihak anggota kelompok yang lain dan menyebabkan mereka hanya menyatakan
keterikatan dengan rasa enggan. Di tahap awal pembentukan kelompok,
persaingan untuk mendapatkan penghargaan sosial di kalangan anggota kelompok
sebenarnya berperan sebagai tes untuk menyaring pemimpin kelompok yang
potensial. Orang yang mampu memberikan hadiah terbaik, paling besar
peluangnya untuk menempati posisi pemimpin. Orang yang kurang mampu
memberikan hadiah ingin terus menerima hadiah yang ditawarkan oleh pemimpin
potensial, dan ini biasanya lebih dari pengganti kerugian atas kekhawatiran
mereka akan menjadi tergantung pada calon pemimpin itu. Akhirnya, individu

7

yang lebih besar kemampuannya memberi hadiah akan tampil sebagai pemimpin
dan kelompok pun terdiferensiasi.

II.7

Unit Analisis Realitas Sosial yang menjadi Fokus Kajian

Sebagaimana yang telah ditunjukkan dalam bukunya, Blau menempatkan
kekuasaan, dominasi, dan konflik kepentingan sebgai pusat analisisnya. Peter
Blau menempatkan dirinya pada permasalahan yang bersumber proses sosial,
yang mengatur struktur komunitas dan struktur sosial yang sangat kompleks dari
proses yang lebih mendasar yang meluas pada aktivitas keseharian hubungan
antara individu dan hubungan antar pribadi mereka (Zeitlin,1995). Dijelaskan pula
dalam (Peter Blau dalam Ritzer,2009:458) bahwa Tujuan dari teori pertukaran
sosial Peter Blau adalah “memahami struktur sosial berdasarkan analisis proses proses sosial yang mengatur hubungan antar individu dengan kelompok”. Pada
intinya, konsep yang diungkapkan Blau membawa kita jauh dari teori pertukaran
Homans

yang

menitikberatkan

hubungan

tingkah

laku

individu.

Blau

menggunakan istilah masyarakat, kelompok, norma-norma, dan nilai-nilai untuk
menjelaskan masalah apa yang dapat membagi dan mempersatukan masyarakat
dengan bertolak pada keprihatinan yang ada dalam paradigma fakta sosial yang
telah dibahas dalam teori fungsionalisme struktural. Blau lebih memperhatikan
pada perangkat-perangkat dimensi kekuasaan di dalam pertukaran sosial.
Transaksi dan kekuasaan adalah akibat dari pertukaran yang membentuk tekanan
sosial, sehingga harus dipelajan dari dimensi pertukaran itu sendiri, dan bukan
hanya dari sudut pandang nilai dan konteks normatif sehingga dapat membatasi
atau menguatkan studi tersebut.
Karakteristik teori pertukaran sosial dari Blau ini adalah adanya ketimpangan
kekuasaan (dalam Zeitlin, 1995:119121). Blau lebih suka menggunakan
terminologi pertukaran sosial daripada interaksi suka rela, sehingga menolak
adanya suatu tindakan tekanan fisik atau tuntutan kesadaran. Jadi, menurut Blau.
pemberian derma kepada seorang pengemis dapat dianggap sebagai pertukaran
sosial hanya jika tidak menyakiti, tetapi demi kepuasan dan penghargaan yang
akan ia terima sebagai balasannya. Sedangkan tindakan sukarela individu lebih

8

dimotivasi untuk mendapatkan imbalan yang la harapkan yang berasal dari orang
lain. Blau menyatakan bahwa mekanisme pola yang mendasar dari interaksi sosial
itu haruslah ditemukan di dalam kondisi pertukaran, dan bukan dalam norma
hubungan timbal-balik (dalam Zeitlin, 1995: 125).
Blau menekankan adanya kepentingan diri daripada norma-norna moral di
mana kepentingan diri itu merupakan kondisi yang diperlukan dalam pertukaran
individu memenuhi kewajibannya dengan memberikan jasanya pada masa yang
lalu agar ia terus dapat menerimanya pada masa yang mendatang. Keuntungan
yang diharapkan dari hubungan pertukaran itu, dimotivasi dari kepentingan
dirinya yang berinisiatif untuk rnengadakan pertukaran.”Tidak seluruhnya ikatanikatan sosial itu bersifat ikatan norma, sedangkan norma-norma yang telah
diletakkan dalam pertukaran sosial hampir seluruhnya murni” (dalam Zeitlin,
1995:125-126).

II.8

Metodologi yang Digunakan

Mikro ke Makro: Pada level individu Blau dan Homans tertarik pada proses
serupa. Namun, konsep pertukaran sosial yang dikemukakan Blau, terbatas pada
tindakan-tindakan yang tergantung pada reaksi dari orang lain – tindakan yang
akan hilang ketika reaksi-reaksi yang diharapkan tindak muncul. Bagi Blau, orang
tertarik satu sama lain karena berbagai alasan yang mendorong mereka
membangun asosiasi sosial. Saat ikatan awal terbangun, imbalan yang diberikan
satu sama lain berfungsi untuk memelihara dan memperkuat ikatan. Imbalan yang
dipertukarkan dapat bersifat intrinsik (misalnya cinta, kasih, rasa hormat) atau
ekstrinsik (misalnya uang atau kerja fisik). Masing-masing pihak tidak mungkin
selalu memberikan imbalan secara setara. Ketika terjadi ketimpangan, perbedaan
kekuasaan akan muncul.
Bilamana satu pihak memerlukan sesuatu dari pihak lain namun tidak
memiliki sesuatu yang sebanding/setara, tersedia empat alternatif yaitu: Pertama,
orang dapat memaksa orang lain membantunya. Kedua, mereka mencari sumber
lain untuk mendapatkan apa yang mereka buktikan. Ketiga, mereka terus
menjalaninya tanpa sesuatu yang mereka butuhkan dari orang lain. Keempat,
9

mereka meletakkan diri pada posisi lebih rendah dari orang lain sehingga
memberikan nilai umum kepada orang lain dalam hubungan yang mereka jalani;
selanjutnya orang lain dapat menarik kembali penilaian tersebut ketika mereka
ingin melakukan sesuatu (penentuan diletakkan di tangan yang memiliki sumber
yang dibutuhkan oleh pihak lain dalam pertukaran, dalam arti ini merupakan ciri
esensial dari kekuasaan).
II.9

Bias (Nilai, Kekuasaan, Kepentingan) yang Terkandung

1. Nilai-nilai, norma-norma dan kepentingan dalam pertukaran sosial
Menurut Blau, mekanisme yang memerantarai struktur sosial yang kompleks
adalah norma dan nilai (konsesus nilai yang teradapat dalam masyarakat). Nilai
dan norma mengatur proses integrasi sosial serta diferensiasi dalam struktur sosial
kompleks maupun perkembangan organisasi sosial serta reorganisasi yang
terdapat di dalamnya. Akhirnya, dapat kita sebutkan bahwa Blau mengganti peran
individu dengan berbagai jenis fakta sosial, misalnya dengan membahas tentang
kelompok, organisasi, kolektivitas, masyarakat, norma dan nilai. Analisisnya
memusatkan perhatian pada faktor yang mempersatukan unit-unit sosial pada
tingkat skala luas dan faktor yang memisahkan dalam bagian-bagian kecil.
Menurut Ritzer, meski Blau bermaksud memperluas teori pertukaran ke tingkat
masyarakat, ia justru harus mengakui bahwa proses pertukaran yang terjadi di
tingkat kemasyarakatan berbeda secara fundamental dari proses pertukaran di
tingkat individual. Nilai-nilai, Norma-norma, dan Kepentingan dalam Pertukaran
Sosial
Adanya pertanyaan mengenai bagaimana terjadinya pertukaran sosial, Alvin
Gouldner menyatakan bahwa norma hubungan timbal balik ini bukan hanya
bersifat mempertahankan atau mekanisme stabil tetapi juga mengandung suatu
pengertian apa yang disebut dengan mekanisme awal, hal inilah yang menolong
untuk memahami karakter interaksi sosial. Tetapi Blau tidak sependapat dengan
apa yang dikemukakan oleh Alvin Gouldner. Blau memiliki pandangan yaitu
bahwa mekanisme pola yang mendasar dari interaksi sosial itu haruslah
ditemukan di dalam kondisi dari pertukaran dan bukan dalam norma hubungan
10

timbal balik. Blau menekankan adanya kepentingan diri dari pada norma-norma
moral, dimana kepentingan diri itu merupakan kondisi yang diperlukan dalam
pertukaran.
2. Kekuasaan dan Diferensiasinya
Pengertian kekuasaan disini adalah kemampuan untuk menekan kepatuhan
melalui sangsi-sangsi tindakan negatif. Kekuasaan itu merupakan suatu hal yang
secara inheren bersifat hubungan sepihak yang terletak pada jaringan kemampuan
seseorang untuk mempertahankan ganjaran dan menggunakan hukuman terhadap
yang lain. Sumber kekuasaan bersifat ketergantungan yang sepihak. Sebab saling
ketergantungan dan saling memiliki pengaruh terhadap kekuatan yang sama
menunjukan adanya kelemahan kekuasaan tersebut.
3. Alternatif Terhadap Kepatuhan
Dalam buku Richard M Emerson, Blau menyatakan ada empat kemungkinan
yang logis di mana individu dapat menjauhi kepatuhan ini:
 Ia dapat memperoleh pelayanan yang sama sehingga dengan demikian
hubungan dengan yang lainnya masih merupakan hubungan timbal balik
yang sama.
 Ia dapat memperoleh pelayanan yang sama di mana-mana.
 Ia dapat menekan yang lain untuk memberikan pelayanan, hal ini
merupakan hasil dari dominasinya terhadap yang lain.
 Ia bekerja tanpa mengharapkan pelayanan seperti itu atau ia menemukan
beberapa penggantinya.
Jika keempat alternatif ini tidak ada, maka individu ini tidak memiliki pilihan
lain kecuali ia harus tunduk, hal tersebut dikarenakan pihak yang mengontrol
pelayanan yang dibutuhkan itu telah mampu membuat prasyarat untuk patuh.
Adanya empat alternatif ini akan menciptakan suatu kondisi kemandirian sosial,

11

karena dengan adanya empat alternatif tersebut maka individu-individu akan
mampu menjauhi bentuk ketergantungan pelayanan yang lainnya.
Yang diinginkan disini yaitu bahwa siapa yang menginginkan untuk dapat
melaksanakan dan menjaga kekusaan maka haruslah mengambil suatu strategi
tertentu. Disinilah dapat timbulnya konflik kepentingan antara mereka yang
mencoba untuk mendominasi dengan mereka yang mencari kebebasan konflik
kepentingan yang ada di dalam masyarakat secara umum memiliki suatu asumsi
bentuk-bentuk ideologis, ekonomi, politik, dan hukum.
4. Kepemimpinan dan Kekuasaan dalam Organisasi Formal
Sesuai dengan pendapat Blau tentang adanya perbedaan yang mendasar antara
jenis dua bentuk pertukaran yang akan menyebabkan adanya perbedaan
pembagian tugas. Seorang manager akan menambah kekuasaannya dengan cara
mempengaruhi pribadi para bawahan. Pengaruh atasan terhadap individu yang
merasa mempunyai hutang pribadi biasanya masih belum dapat melegitimasi
otoritasnya. Otoritas itu, kata Blau, akan muncul hanya ketika nilai secara kolektif
melegitimasi kekuasaan manager tersebut (Irving M. Zeitlin, 1995: 134). Manager
yang dianggap jujur dan mendukung kesejahteraan bawahannya maka tentu saja
membuat bawahannya akan selalu melaksanakan perintah-perintah dan tunduk
kepada manager tersebut sehingga akan menimbulkan suatu norma sosial yang
akan melegitimasi otoritas manajerial tersebut. Hal tersebut adalah suatu bentuk
manipulasi untuk mengefektifkan kepatuhan dan mengurangi oposisi, sehingga
membuat kewajiban dan operasi organisasi tersebut lebih lancar tanpa mengurangi
ongkos.
5. Pembeda Kognitif
Untuk

dapat

menjelaskan

bagaimana

pihak

yang

diperintah

ini

merasionalisasikan kebutuhan mereka, Blau menggunakan konsep “pembeda
kognitif” dari Leon Festinger. Pengertian pembeda kognitif merujuk pada suatu
situasi di mana individu dihadapkan pada beberapa alternatif yang tarik menarik.
Dalam hal ini individu diharuskan untuk memilih meskipun individu tersebut

12

masih ragu dengan pilihannya itu. Teori ini beserta dengan konsepnya menyatakan
bahwa dengan adanya kesulitan kognitif, maka individu tersebut akan berjuang
untuk mengurangi kesulitannya dengan cara menaikkan pilihannya dan
merendahkan yang bukan pilihannya.
Jika melihat kembali pada hubungan antara manajer dengan pekerjanya, Blau
menyatakan bahwa pembeda kognitif ini hanya akan dialami oleh para pekerja
disaat mereka memiliki rasa tanggung jawab untuk mematuhi perintah-perintah
dari manajer. Pembeda kognitif tidak akan terjadi pada saat pekerja tunduk pada
perintah manajer. Tunduknya para pekerja tersebut akibat adanya rasa takut
terhadap sanksi-sanksi yang akan diterima apabila mereka tidak patuh terhadap
perintahnya.
Versi pembeda kognitif Blau menyatakan bahwa keraguan itu hanya akan
muncul disaat para pekerja merasakan adanya beberapa jasa yang diberikan oleh
pihak penguasa. Jika para penguasa ini tidak menggunakan jabatannya untuk
melaksanakan kehendaknya, maka pihak yang diperintah akan merasa memiliki
suatu kewajiban dan akan mematuhi pihak penguasa sepenuhnya. Tetapi haruskah
keraguan itu muncul pada saat mereka merasakan adanya pemberian jasa dari
pihak penguasa, kemudian mereka menjadikan keraguan itu melebur ke dalam
suatu kepatuhan dan menyenangkan diri mereka sendiri melalui rasionalisasi
bahwa hal ini memang benar, dan bukan sebaliknya.
Bahkan disaat dia memfokuskan kepada kekuasaan pemimpin formal atas
orang lain, seperti kekuasaan yang dimiliki oleh manajer, ternyata ia tidak
menggali

mekanisme

hubungan

dominasi

akan

tetapi

hanya

dengan

membandingan dengan permasalahan yang ada pada pemimpin non-formal.
Pemimpin non-formal harus menggantungkan kepada kualitas-kualitas mereka
sendiri untuk memerintahkan pengikutnya sesuai dengan keinginannya
6. Eksploitasi
Menurut Blau, “oposisi terhadap kekuasaan itu muncul, ketika mereka yang
diperintah merasakan adanya eksploitasi dan penekanan”. Jika seseorang berkuasa

13

maka ia memiliki kemampuan untuk memaksa bawahannya dan memanfaatkan
kekuasaannya. Selanjutnya Blau menyatakan bahwa definisi norma sosial itu
tergantung atas apakah permintaan yang dibuat oleh penguasa itu jujur dan adil
atau apakah permintaan itu terlalu berlebihan dibandingkan dengan jasa yang
diberikan sehingga penguasa mendapatkan keuntungan yang lebih besar dengan
menggunakan

kekuasaannya.

Pemaksaan

secara

berlebihan

yang

tidak

menawarkan adanya keuntungan akan selalu ditolak bahkan ditentang. Jadi pihak
yang dikontrol oleh kekuasaan dan mendapatkan pelayanan, tidak selalu berada
pada posisi yang tidak diuntungkan meskipun terkadang memang berada pada
posisi yang tidak diuntungkan (Irving M. Zeitlin, 1995: 140).
Eksploitasi ini sendiri terjadi apabila para penguasa sudah mengabaikan
norma-norma

sosial

dan

munculnya

ketidakkejujuran

penguasa

kepada

bawahannya. Perasaan balas dendam, kemarahan, merupakan awal dari
kecenderungan adanya perasaan ditekan. Permasalahan pokok konsep eksploitasi
Blau ini adalah terlalu subjektif. Sebab untuk mengetahui apakah dan dalam
tingkat yang bagaimana mereka itu telah dieskploitasi, maka pihak yang
diperintah harus merasakan secara subjektif terhadap pelayanan pihak penguasa
dengan membandingkan porsi ganjaran yang diberikan kepada pihak penguasa
dengan porsi ganjaran yang diberikan oleh pihak penguasa kepada bawahannya
(Irving M. Zeitlin, 1995: 142).
7. Peranan Nilai-nilai dalam Struktur yang Kompleks
Blau menekankan bahwa analisa hubungan sosial yang memadai haruslah
memberikan perhatian terhadap pola-pola kekuasaan, pelapisan dan bagaimana
pola-pola semacam ini dipengaruhi oleh mobilitas dan oposisi. Dengan pengertian
semacam ini maka legitimasi nilai hanya merupakan suatu dimensi dari struktur
makro. Oleh karena itu jika terdapat analisa yang memfokuskan pada nilai-nilai
masyarakat, maka analisa tersebut bersifat sepihak dan tidak efektif sebab
mengabaikan mobilitas dan oposisi.
Nilai-nilai umum cenderung melegitimasi dan membuat stabil hubunganhubungan sosial yang ada. “Bahkan nilai-nilai dan norma-norma itu digunakan
14

sebagai media pertukaran yang sekaligus akan memperluas arah interaksi sosial
dan hubungan struktur sosial itu melalui ruang dan waktu sosial itu sendiri”.
Ketika nilai-nilai umum itu telah melegitimasi dan menjembatani pola-pola secara
normatif, maka dapat dinyatakan bahwa norma-norma itu telah dilembagakan, dan
akan dilangsungkan oleh suatu generasi pada beberapa abad yang lampau maupun
yang akan datang, jika terdapat tiga hal yaitu:
a. Adanya pemindahan prinsip-prinsip organisasi dan tatanan formal itu secara
historis, misalnya hukum, struktur kerja sama, dogma serta ritual keagamaan
tertentu,
b.Pemindahan nilai-nilai legitimasi secara umum dari satu generasi ke generasi
selanjutnya melalui sosialisasi, dan
c. Identifikasi kelompok-kelompok dominan yang ada dalam masyarakat yang
telah memiliki legitimasi nilai dan telah menggunakan kekuasaan itu untuk
menjaga kelembagaan yang mereka perlukan. Oleh karna itu kelembagaan sosial
itu memiliki akar struktur kekuasaan dan memiliki akar kesejarahan yang lebih
mendalam pada masa yang lampa”.

II.10

Penjelasan (Deskripsi) Teori

Peter M. Blau mengatakan tidak semua perilaku manusia dibimbing oleh
pertukaran sosial, tetapi dia berpendapat kebanyakan memang demikian. Social
Exchange yang dimaksudkan dalam teori Blau ialah terbatas pada tindakantindakan yang tergantung pada reaksi-reaksi penghargaan dari orang lain dan
berhenti apabila reaksi-reaksi yang diharapkan itu tidak kunjung muncul.
Dengan menggunakan paradigma menurut ahli sosiologi dari Amerika yaitu
Peter Blau. Beliau menempatkan dirinya pada permasalahan yang bersumberkan
proses sosial yang mengatur struktur komuniti dan struktur sosial yang sangat
kompleks, dari proses yang lebih meluas pada aktivititas seharian hubungan antara
individu dan hubungan pribadi antara mereka. Berbeda dengan Homans, Blau
lebih melihat pada peringkat dimensi kekuasaan di dalam pertukaran sosial.

15

Transaksi dan kekuasaan adalah akibat dari pertukaran yang membentuk tekanan
sosial sehingga harus dipelajari pada dimensi pertukaran itu sendiri dan bukan
hanya dari sudut pandangan nilai dan konteks normatif sehingga dapat membatasi
atau menguatkan studi tersebut. Ketika seseorang menggunakan kekuasaannya
terhadap orang lain dengan segala bentuk kepuasannya berarti ia telah menekan
dan meminta uang dari individu lain yaitu orang yang dibebani oleh kekuasaan
tersebut. Hal ini tidak berarti bahwa hubungan sosial tidak semestinya dalam
permainan yang sama. Tetapi mungkin kekuasaaan itu bermaksud setiap individuindividu dapat memperoleh keuntungan dari perkumpulan mereka.
Perhatian utama Blau ditujukan pada perubahan dalam proses-proses sosial
yang terjadi sementara orang bergerak dari struktur sosial yang terjadi sementara
orang bergerak dari struktur sosial yang sederhana menuju strutuktur sosial yang
kompleks dan pada kekuatan-kekuatan sosial baru yang tumbuh dari yang
terakhir. Tidak semua transisi sosial bersifat simetris dan berdasarkan pertukaran
sosial seimbang.
Blau mengatakan tidak semua perilaku manusia dibimbing oleh pertimbangan
pertukaran sosial, tetapi dia berpendapat kebanyakan memang demikian. Dua
persyaratan yang harus dipenuhi bagi perilaku yang mengurus kepada pertukaran
sosial :
1. Perilaku tersebut “harus berorientasi pada tujuan-tujuan yang hanya dapat
dicapai melalui interaksi dengan orang lain”
2.
Perilaku harus bertujuan untuk memperoleh sarana bagi pencapaian tujuantujuan tersebut.
Pengendalian diri yang bersifat interpersonal adalah sangat penting dalam
masyarakat modern, sedangkan sumber dasar untuk membendung perilaku
interpersonal tersebut adalah kekuasaan, hubungan antara ketergantungan dan
kekuasaan dapat diukur sebagai berikut :
1.
Pelayanan yang baik
2.
Pelayanan diperlukan dimana-mana
3.
Permintaan akan pelayanan dapat dipaksakan
4.
Penarikan diri dapat dilakukan tanpa mengharapkan layanan.

16

Walaupun pertukaran berfungsi sebagai basis interaksi personal yang
paling dasar, akan tetapi nilai-nilai sosial yang diterima bersama berfungsi sebagai
media transaksi sosial bagi organisasi serta kelompok-kelompok sosial.
Empat tipe nilai perantara :
1.
Nilai-nilai yang bersifat khusus berfungsi sebagai media bagi kohesi dan
solidaritas sosial.
2.
Ukuran-ukuran tentang pencapaian dan bantuan sosial yang bersifat umum
melahirkan sistem stratifikasi sosial.
3.
Sebagaimana dapat dilihat, nilai-nilai yang disyahkan itu merupakan
medium pelaksanaan wewenang dan organisasi-organisasi usaha-usaha sosial
berskala besar untuk mencapai tujuan-tujuan kolektif.
4.
Gagasan-gagasan oposisi adalah media reorganisasi dan perubahan, oleh
karena hal ini dapat menimbulkan dukungan bagi gerakan oposisi dan memberi
legitimasi bagi kepemimpinan mereka.
Blau percaya bahwa kompleksitas pola-pola kehidupan sosial yang
dijembatani oleh nilai-nilai bersama itu akan melembaga. Lembaga-lembaga
demikian akan abadi bilamana dipenuhi tiga persayaratan :
1.
Prinsip-prinsip yang di organisir harus merupakan bagian dari prosedurprosedur yang difornalisir (konstitusi atau dokumen lainnya), sehingga setiap saat
bebas dari orang yang melaksanakannya.
2.
Nilai-nilai sosial yang mengesahkan banyak bentuk institusional itu harus
diwariskan kepada generasi selanjutnya melalui proses sosialisasi.
3.
Kelompok-kelompok dominan dalam masyarakat harus menganut nilai-nilai
itu serta harus meminjamkan kekuasaanya untuk mendukung lembaga-lembaga
yang memasyarakatkan nilai-nilai tersebut.
Ide utama Blau mengenai kelompok

sosial

yang

bersifat

“emergent”adalah sebagi berikut :
1.
Dalam hubungan pertukaran yang elementer, orang yang tertarik satu sama
lain

melalui

berbagai

kebutuhan

dan

kepuasan

timbal

balik.

Asumsinya : bahwa orang yang memberikan ganjaran, melakukan hal itu sebagai
pembayaran bagi nilai yang diterimanya.
2.
Pertukaran demikian mudah sekali berkembang menjadi hubunganhubungan persaingan dimana setiap orang harus menunjukkan ganjaran yang
diberikannya dengan maksud menekan orang lain dan sebagai usaha untuk
memperoleh ganjaran yang lebih baik.
3.
Persaingan tersebut melahirkan asal mula sistem stratifikasi di mana
individu-individu dibedakan atas dasar kelangkaan sumber-sumber yang
17

dimilikinya. Di sini kita melihat akar-akar dari konsep “emergent” tentang
kekuasaan.
4. Kekuasaan dapat bersifat sah (wewenang) atau bersifat memaksa, wewenang
tumbuh berdasarkan nilai-nilai yang syah, yang menunjukkan berbagai kelompok
dan organisasi yang bersifat “emergent” berfungsi tanpa mendasarkan dan di atas
hubungan tatap muka.
Social Exchange yang dimaksudkan dalam teori Blau ialah terbatas pada
tindakan-tindakan yang tergantung pada reaksi-reaksi penghargaan dari orang lain
dan berhenti apabila reaksi-reaksi yang diharapkan itu tidak kunjung muncul.
Blau menekankan pentingnya dukungan sosial sebagai suatu kebutuhan yang
bersifat egoistik untuk dipikirkan sebaik-baiknya oleh orang lain, tetapi untuk
memperoleh penghargaan serupa ini individu harus dapat mengatasi dorongan
egoistik yang sempit dan memperhitungkan kebutuhan dan keinginan orang
lain.Hingga disini pendapat Blau sama dengan Homans, tetapi Blau meluaskan
teorinya hingga ke tingkat fakta sosial. Contoh, ia menyatakan bahwa kita tak bisa
meganalisis interaksi sosial terpisah dari struktur sosial yang melingkunginya.
Struktu sosial muncul dari interaksi sosial tetapi sgera setelah muncul, struktur
sosial terpisah keberadaannya dan memengaruhi proses interaksi.
Interaksi sosial mula-mula terjadi di dalam kelompok sosial. Individu
tertarik pada satu kelompok tertentu karena merasa bahwa saling berhubungan
menawarkan hadiah lebih banyakdaripada yang ditawarkan kelompok lain. karena
tertarik pada satu kelompok tertentu, mereka ingin diterima. Untuk dapat diterima,
mereka harus menawarkan hadiah kepada anggota kelompok yang lain. hadiah ini
termasuk pemberian kesan kepada anggota kelompok dengan menunjukkan
bahwa anggota yang bergabung dengan orang baru akan mendapat keuntungan.
Hubungan dengan anggta kelompok akan menjadi kuat karena pendatang baru
mengesankan kelompok ketika anggota menerima hadiah yang mereka harapkan.
Upaya pendatang baru untuk mengesankan anggota kelompok umumnya
menimbulkan persatuan kelompok, tetspi persaingan, dan akhirnya diferensiasi
sosial, akan terjadi ketika terlalu banyak orang yang mencoba saling memberkan
kesan dengan kemampuan mereka menawarkan hadiah.
Pemikiran M. Blau tentang pertukaran sosial mendapatkan respon positif
dari banyak kalangan ilmuwan. Pertukaran sosial Blau merupakan hasil dari
kritikannya atas teori Homans tentang pertukaran sosial yang menitik beratkan
18

pada perilaku individu, menurut Blau malah sebaliknya, hal utama untuk
memahami fakta social adalah memahami struktur social bukan individu seperti
kajian Homans. Meskipun demikian, Blau mengakui kajian perilaku individu
adalah hal yang penting yang arus dilakukan untuk menuju pemahaman yang
lebih kompleks yaitu struktur sosial.
Inti dasar pemikiran M. Blau tentang pertukaran sosial: Pertama,
membedakan kelompok besar (organisasi) dengan kelompok kecil (individu yang
merupakan bagian dari organisasi atau menut Homans perilaku individu), Kedua,
pertukran sosial berlangsung antar individu dengan kelompok. Ketiga, nilai norma
sebagai perantara atau media dalam aktivitas individu dan kelompok tersebut.

III.

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam bukunya, Blau meletakkan
kekuasaan, dominasi dan juga konflik sebagai suatu yang penting sebagai
kajiannya. Hasil konsepnya (kajian) tentang realitas sosial lebih bermanfaat jika
dibandingkan dengan Homans. Dengan mengabstrakkan hubungan kelompokkelompok kecil dunia mikro yang diambil dari konteks yang lebih luas, ini
bermakna Homans telah mengabaikan makna konteks kekuasaan dan dominasi
yang lebih luas seperti pemerintahan birokrasi dan juga sepertimana perlakuan
orang yang berkuasa terhadap orang yang dikuasai. Hal ini berbeda dengan Blau

19

yang selalu menghubungkan tingkat mikro dan makro mengambarkan bagaimana
prinsip tersebut digunakan. Beliau juga mengatakan bahawa pengawalan sumber
atau jasa yang disumbangkan

DAFTAR RUJUKAN
Ritzer, George. 2014. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Kencana Prenadamedia
Group
Zeitlin, Irving. 1995. Memahami Kembali Sosiologi. Yogyakarta : UGM Press

20