Optimasi Pembuatan Pati Resisten Tipe III dari Pati Singkong Gen (Manihot esculenta Crantz)

i

OPTIMASI PEMBUATAN PATI RESISTEN TIPE III DARI
PATI SINGKONG (Manihot esculenta Crantz)

ZAHRA ZAHRUNIYA

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Optimasi Pembuatan
Pati Resisten Tipe III Dari Pati Singkong (Manihot esculenta Crantz) adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang

berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Zahra Zahruniya
NIM G84100052

ABSTRAK
ZAHRA ZAHRUNIYA. Optimasi Pembuatan Pati Resisten Tipe III dari
Pati Singkong (Manihot esculenta Crantz). Dibimbing oleh SURYANI dan
INDA SETYAWATI
Salah satu produk modifikasi pati singkong dapat berupa pati
resisten. Pati resisten memiliki beberapa manfaat diantaranya dapat berperan
dalam metabolisme lemak dan kolesterol, mengikat racun, asam empedu,
mencegah kanker kolon, penyakit jantung koroner dan diabetes tipe II.
Tujuan penelitian ini adalah melakukan optimasi pembuatan pati singkong
(Manihot esculenta Crantz) dengan metode autoclaving-cooling dan metode
debrancing dengan pululanase untuk menghasilkan pati resisten tipe III.

Ekstrak pati singkong memiliki kadar air sebesar 9.58% dengan rendemen
sebesar 17.44%. Berdasarkan modifikasi pati singkong dengan metode
autoclaving-cooling diperoleh kadar pati resisten tertinggi berada pada suhu
inkubasi -20°C sebesar 32.8 % dan kadar pati resisten tertinggi hasil
perlakuan debranching dengan enzim pululanase sebesar 87.64% dengan
konsentrasi enzim pululanase yang digunakan 1.04 U/g. Kadar pati resisten
terbaik adalah pada modifikasi pati singkong dengan metode debranching
oleh enzim pululanase.
Kata kunci: autoclaving-cooling, debranching, kadar pati resisten, pati
singkong

ABSTRACT
ZAHRA ZAHRUNIYA. Optimization of resistant starch type III making
from Cassava Starch. Supervised by SURYANI and INDA SETYAWATI.
One of products of cassava starch modification is resistant starch.
Resistant starch has several benefits which of play a role in the metabolism
of fat and cholesterol, binding toxins, bile acids, preventing colon cancer,
coronary heart disease and diabetes type II. The purpose of this research is
to optimization of making starch cassava (Manhot esculenta Crantz) with
autoclaving-cooling method and debranching with pululanase enzyme

method to produce resistant starch type III. Extract cassava starch has a
moisture content of 9.58% with yield of 17.44%. The yield of starch
modification by using a drying oven. Based on this study, modification of
cassava starch with autoclaving-cooling method obtained the highest
resistant starch content by debranching method was 87.64% at a
concentration 1.04 U/g. In this study showed that the best resistnt starch
content, modification of starch was using debrancing with pululanase
enzyme method.
Keywords: Autoclaving-cooling, cassava starch, debrancing, resistant starch

iii

OPTIMASI PEMBUATAN PATI RESISTEN TIPE III DARI
PATI SINGKONG (Manihot esculenta Crantz)

ZAHRA ZAHRUNIYA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains

pada
Departemen Biokimia

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

iv

Judul Skripsi : Optimasi Pembuatan Pati Resisten Tipe III dari Pati Singkong Gen
(Manihot esculenta Crantz)
Nama
: Zahra Zahruniya
NIM
: G84100052

Disetujui oleh


Dr Suryani, SP MSc
Pembimbing I

Inda Setyawati, STP MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir I Made Artika, MAppSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

ii

PRAKATA
Bismillahirrahmanirrahim
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret hingga bulan September 2014 ini

adalah Optimasi Pembuatan Pati Resisten Tipe III dari Pati Singkong (Manihot
esculenta Crantz)
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing Dr.
Suryani, SP M.Sc dan Inda Setyawati, STP M.Si atas segala arahan dan
bimbingannya kepada penulis. Ucapan terima kasih tak lupa penulis berikan
kepada seluruh keluarga yang senantiasa selalu memberi dukungan, doa, serta
kasih sayangnya kepada penulis. Selain itu, terima kasih juga penulis ucapkan
kepada teman-teman Biokimia 47 yang telah mendukung dan membantu selama
penelitian ini berjalan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat
Bogor, Agustus 2014
Zahra Zahruniya

DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR

4

DAFTAR LAMPIRAN


4

PENDAHULUAN

5

METODE

6

Bahan dan alat

6

Prosedur Penelitian

6

Ekstraksi pati singkong


6

Analisis kadar air

7

Perhitungan rendemen

7

Pembuatan pati resisten tipe III metode Autoclaving-cooling

7

Perlakuan debranching dan autoclaving-cooling

8

Pengukuran kadar pati resisten


8

HASIL

8

Kadar air dan rendemen ekstrak Pati Singkong

8

Kadar pati resisten tipe III modifikasi autoclaving-cooling

9

Kadar pati resisten tipe III modifikasi autoclaving-cooling dan debranching

9

PEMBAHASAN


10

Kadar air dan rendemen ekstrak pati singkong

10

Kadar pati resisten tipe III modifikasi autoclaving-cooling

11

Kadar pati resisten tipe III modifikasi autoclaving-cooling dan debranching

14

SIMPULAN DAN SARAN

15

Simpulan


15

Saran

15

DAFTAR PUSTAKA

16

LAMPIRAN

19

4

DAFTAR GAMBAR
1 Kadar pati resisten singkong hasil modifikasi autoclaving cooling
2 Kadar pati resisten singkong hasil modifikasi autoclaving cooling dan
debranching
3 Mekanisme gelatinisasi dan retrogradasi pati
4 Struktur pati resisten tipe III

9
10
13
15

DAFTAR LAMPIRAN
1 Diagram alur penelitian
2 Kadar air ekstrak pati singkong
3 Rendemen pati singkong
4 Kadar pati resisten modifikasi autoclaving-cooling
5 Kadar pati resisten modifikasi autoclaving-cooling dan debranching

20
21
23
22
22

5

PENDAHULUAN
Seiring dengan perkembangan zaman, tuntutan konsumen terhadap bahan
pangan tidak hanya yang memiliki nilai gizi tinggi saja, tetapi konsumen
mengharapkan bahan pangan yang fungsional yaitu berfungsi untuk menjaga
kesehatan. Berbagai penelitian mengenai sifat fungsional pangan yang berkhasiat
untuk kesehatan semakin meningkat sejalan dengan semakin tingginya kesadaran
masyarakat akan pentingnya hidup sehat (Sugiyono et al. 2009). Pati singkong
termasuk bahan pangan yang jika dilakukan modifikasi tehadap patinya akan
menambah nilai fungsional. Salah satu produk modifikasi pati singkong adalah
berupa pati resisten (Onyango et al. 2006). Secara garis besar pati resisten
mempunyai tiga sistem terkait dengan efek metabolisme dan nilai fungsional dalam
tubuh yaitu sebagai bahan untuk fortifikasi serat, penurun kalori, dan oksidasi
lemak. Sebagai bahan untuk fortifikasi serat pati resisten dapat diperoleh dengan
cara mengonsumsi bahan pangan sumber pati resisten seperti roti, biskuit, kembang
gula, pasta dan sereal. Pada tahun 2003 WHO mendeklarasikan bahwa serat pangan
dapat menurunkan berat badan. Hal ini terkait dengan pengendalian sistem hormon
untuk mencerna makanan dan mengendalikan rasa lapar (WHO 2003; Slavin 2005).
Sebagai bahan untuk oksidasi lemak, pati resisten dapat membakar lemak sehingga
menurunkan jumlah lemak yang disimpan dalam tubuh. Hasil penelitian
menunjukkan mengonsumsi pati resistan dapat menaikkan oksidasi lemak. Hal ini
terkait dengan proses metabolisme karbohidrat dan protein dalam tubuh (Higgins et
al. 2004).
Pati resisten (resistant starch atau RS) didefinisikan sebagai fraksi pati atau
produk degradasi pati yang tidak terabsorbsi dalam usus halus individu yang sehat,
karena masih diperoleh setelah melewati degradasi enzim secara sempurna
(Prangdimurti et al. 2007). Onyango et al. (2006) menyatakan bahwa pati resisten
memiliki beberapa manfaat diantaranya dapat berperan dalam metabolisme lemak
dan kolesterol, mengurangi penyebab kanker kolon, penyakit jantung koroner,
sembelit dan diabetes tipe II, mengikat racun, asam empedu dan karsinogen. Pati
resisten (RS) dalam Jenie et al. (2012) dapat dikelompokkan menjadi empat tipe,
yaitu pati resisten yang secara fisik terperangkap dalam matriks dinding sel bahan
pangan (RS I), pati resisten yang secara alami tahan terhadap enzim pencernaan
(RS II), pati resisten yang dimodifikasi secara fisik (RS III) dan pati resisten yang
dimodifikasi secara kimia (RS IV). Diantara keempat jenis pati resisten tersebut,
RS III yang paling sering digunakan dalam pemanfaatan bahan pangan,
dikarenakan pati jenis ini relatif tahan panas sehingga dapat mempertahankan
sifatnya selama proses pengolahan (Sugiyono 2009).
Penelitian Juliana (2007) juga menunjukkan bahwa singkong memiliki kadar
pati resisten tipe III yang cukup baik. Pati resisten tipe III ini diproses dengan
pemanasan (gelatinisasi) yaitu pada suhu 120°C selama 20 menit, yang diikuti
dengan proses pendinginan pada suhu ruang (Garcia-Alonso et al. 1999). Pati
resisten tipe III dapat diperoleh dalam gel pati, tepung, adonan, produk yang
dipanggang, dan amilosa hasil fragmentasi. Sifat resisten tersebut disebabkan oleh
adanya pati yang teretrogradasi. Pati resisten tipe III yang diperoleh dari hasil
retrogradasi merupakan salah satu jenis pati resisten yang banyak digunakan dalam
pemanfaatan pangan karena dapat mempertahankan karakteristik organoleptik suatu
makanan. Selain itu, pati resisten tipe III ini tahan panas, sehingga sifatnya tetap

6

terjaga selama proses pengolahan (Sugiyono 2009). Beberapa penelitian telah
dilakukan terkait modifikasi berbagai jenis pati dengan beragam teknik untuk
pembuatan pati resisten tipe III diantaranya (Sugiyono et al. 2009) memodifikasi
pati singkong dengan autoclaving-cooling cycling untuk menghasilkan pati resisten
tipe III, hidrolisis asam secara lambat yang dilanjutkan dengan siklus autoclavingcooling pada singkong (Onyango et al. 2006) dan hidrolisis menggunakan
pululanase pada jagung (Zhang 2011; Shi et al. 2013).
Pululanase ini biasa digunakan dalam modifikasi pati. Beberapa penelitian
meunujukkan bahwa modifikasi pati dengan pululanase dapat meningkatkan kadar
pati resisten. seperti penelitian Zhang (2011) bahwa modifikasi dengan pululanase
dapat meningkatkan kadar pati resisten sebesar 44.7 %. Soto (2007) juga
melakukan debranching terhadap pati pisang dapat meningkatkan kadar pati
resisten pisang tersebut. Pembuatan pati resisten tipe III yang berasal dari singkong
dengan metode autoclaving-cooling dan debranching oleh enzim pululanase belum
dilakukan oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk melakukan optimasi
pembuatan pati singkong (Manihot esculenta Crantz) dengan metode autoclavingcooling dan metode debrancing dengan pululanase untuk menghasilkan pati
resisten tipe III.
Hipotesis penelitian ini adalah metode autoclaving-cooling dan debranching
dengan pululanase dapat meningkatkan kadar pati resisten tipe III pada pati
singkong. Manfaat penelitian ini untuk memperoleh kondisi optimum pembuatan
pati resisten tipe III dari singkong (Manihot esculenta Crantz) yang dapat
diaplikasikan untuk pembuatan pati resisten tipe III sehingga dapat dimanfaatkan
sebagai pangan fungsional. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian,
Departemen Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut
Pertanian Bogor, yaitu dari bulan Maret hingga Agustus 2014.

METODE
Bahan dan alat
Alat-alat yang digunakan adalah oven, neraca analitik, pipet volumetrik,
gelas piala, tabung reaksi, labu Erlenmeyer, shaker, labu takar, cawan, porselen,
sudip, pipet mikro, tip, bulb, stirer, autoklaf, freezer, water bath dan vorteks.
Bahan-bahan yang digunakan adalah umbi singkong (Manihot esculenta
Crantz) yang diperoleh dari daerah Ciampea Kab. Bogor berumur ± 8 bulan,
alumunium foil, akuades, NaOH, Na2SO3, enzim α-amilase (140 U/g), enzim
protease (1000 U/g), enzim pululanase (104 U/g), enzim amiloglukosidase (120
U/g), HCl 2 M, NaOH 0.5 M, NaH2PO4, Na2HPO4. 7H2O, dan bufer asetat pH 5.2.

Prosedur Penelitian
Ekstraksi Pati Singkong (Modifikasi Sugiyono et al. 2009 dan Onyango et al.
2006)
Ekstraksi singkong dilakukan dengan metode ekstraksi basah dengan
memodifikasi metode Sugiyono et al. (2009) dan Onyago at al. (2006). Singkong
dibersihkan, dikupas dan dicuci dengan air bersih lalu ditimbang untuk dihitung

7

rendemen patinya. Singkong yang telah dikupas kemudian direndam dalam air
bersih selama 1 jam. Singkong selanjutnya dihancurkan dengan parutan dengan
penambahan air (1 : 3.5). Hancuran singkong kemudian disaring dengan ayakan
bergoyang untuk memperoleh bagian patinya. Bagian suspensi yang melewati
ayakan bergoyang kemudian didiamkan selama 2 jam pada suhu ruang untuk
mengendapkan bagian patinya. Bagian pati yang mengendap kemudian dipisahkan
dari bagian ampasnya. Pati yang diperoleh kemudian dicuci dengan air bersih dan
dikeringkan dalam oven pada suhu 50 oC selama 6 jam. Pati singkong kering
digiling dengan menggunakan disc mill, kemudian disaring dan diayak.
Selanjutnya, sampel dianalisis kadar air dan kadar pati resistennya. Pati yang tersisa
dikemas dan disimpan di dalam freezer -20 oC sampai digunakan.
Analisis Kadar Air Pati Singkong (AOAC 2005)
Tahap pertama yang dilakukan pada analisis kadar air adalah mengeringkan
cawan porselen dalam oven pada suhu 102-105 oC selama 12 jam. Cawan tersebut
diletakkan dalam desikator (kurang lebih 30 menit) hingga dingin kemudian
ditimbang sampai beratnya konstan. Sampel yang berupa pati singkong sebesar 5
gram kemudian ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan. Cawan tersebut
kemudian dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 105 oC selama 6 jam. Cawan
yang berisi sampel tersebut dimasukkan ke dalam desikator dan dibiarkan sampai
dingin kemudian ditimbang. Perhitungan kadar air pati singkong ditentukan dengan
rumus:
x 100%
Kadar air (%) =
Keterangan :
A = Berat cawan kosong (gram)
B = Berat cawan yang diisi sampel (gram)
C = Berat cawan dengan sampel yang sudah dikeringkan (gram)
Perhitungan Rendemen Pati Singkong (Juliana 2007)
Pengukuran rendemen pati singkong dihitung berdasarkan perbandingan
berat pati yang diperoleh terhadap berat singkong tanpa kulit yang dinyatakan
dalam persen (%), yaitu:
e
i
m
en emen
i e e me
m
Pembuatan Pati Resisten Tipe III dengan Metode Autoclaving-cooling
(Modifikasi Onyango et al. 2006)
Sebanyak 20,0 g pati singkong dalam labu Erlenmeyer 300 mL yang
disuspensikan dalam akuades (20% b/v) . Sampel kemudian dipanaskan pada suhu
tinggi di dalam autoklaf 121 oC selama 1 jam. Selanjutnya pasta pati diinkubasi
dengan lima level suhu (-20, 4, 30, 60 dan 100 oC) dan pada tiga level waktu
inkubasi (6, 24 dan 48 jam). Sampel pati kemudian dikeringkan, digiling dan
diayak 60 mesh. Selanjutnya, sampel dianalisis kadar pati resistennya.

8

Pembuatan Pati Resisten Tipe III dengan Metode Debranching oleh Enzim
Pululanase dan Autoclaving-cooling (Faridah 2011; Shi et al. 2013; Soto et al.
2007)
Hasil analisis terbaik dari pembuatan pati resisten tipe III dengan metode
autoclaving-cooling dilanjutkan dengan metode debranching dengan enzim
pululanase untuk mengetahui perbedaan kadar pati resisten setelah autoclavingcooling dan debranching. Pati singkong ditimbang sebanyak 25 gram dalam 100
mL bufer asetat pH 5.2 dipanaskan pada suhu 95 oC selama 10 menit, kemudian di
autoklaf pada 121 oC selama 30 menit dan diresuspensi dengan 125 mL bufer asetat
pH 5.2, lalu didinginkan hingga suhu 50 oC kemudian dihidrolisis dengan enzim
pululanase dengan dua level konsentrasi (0.52 dan 1.04 U/g pati). Sampel kemudian
diinkubasi pada suhu 50 oC dalam bufer asetat pH 5.2 selama 24 jam sambil
digoyang pada kecepatan 160 rpm. Penghentian reaksi enzimatis dilakukan dengan
pemanasan pati terhdirolisis dalam autoklaf selama 1 jam lalu didinginkan pada
suhu dan waktu optimum dari tahap pembuatan pati dengan autoclaving-cooling.
Selanjutnya, sampel dianalisis kadar pati resistennya.
Pengukuran kadar pati resisten (Kim et al., 2003)
Sebanyak 0,5 gram pati didispersikan ke dalam 25 ml bufer fosfat (0.08M,
pH 6), ditambahkan 0.05 ml alfa-amilase. Gelas piala ditutup dengan alumunium
foil dimasukkan ke dalam penangas air dengan suhu 95°C selama 15 menit,
diagitasi setiap 5 menit, lalu didinginkan pada suhu ruang kemudian ditambahkan 5
ml NaOH (0.275N) dan 0.05 ml protease (50 mg/ml larutan protease dalam bufer
fosfat). Campuran dimasukkan ke dalam penangas air dengan suhu 60°C selama 30
menit, lalu didinginkan di suhu ruang kemudian 5 ml HCl (0.325 N) ditambahkan
sehingga pH menjadi 4.3.Sebanyak 0.06 ml enzim amyloglukosidase ditambahkan
dimasukkan ke penangas air bergoyang pada suhu 60°C selama 30 menit. Ethanol
95% ditambahkan dan campuran dibiarkan di suhu ruang semalaman. Endapan
disaring dengan kertas saring. Residu yang larut dicuci dengan 20 ml etanol 78%
(3 kali), 10 ml etanol murni (2 kali) dan 10 ml aseton (2 kali). Residu dikeringkan
dalam oven pada suhu 40°C.
Kadar pati resisten (%) = berat residu yang tidak larut (g) x 100
berat sampel (g)

HASIL
Kadar Air dan Rendemen Ekstrak Pati Singkong
Pati singkong dibuat melalui tahapan proses pengupasan, pencucian,
perendaman, ekstraksi, pengendapan, pengeringan, penggilingan dan pengayakan.
Ekstraksi pati singkong merupakan proses untuk memisahkan granula-granula pati
dari umbinya yang dapat dipisahkan dengan pemurnian atau pencucian
menggunakan air. Agar dihasilkan pati yang optimal maka penambahan air
dilakukan dengan perbandingan antara air dan bahan adalah 1 : 3.5. Pati singkong
yang telah diekstraksi menghasilkan rendemen sebesar 17.44%. Pati singkong
tersebut dianalisis kadar air pati singkong untuk menghilangkan kandungan air pada

9

pati singkong agar dapat diketahui umur simpan pati singkong. Kadar air pati
singkong yang diperoleh yaitu sebesar 9.58% .
Kadar Pati Resisten Tipe III (Modifikasi autoclaving-cooling)
Pengukuran kadar pati resisten tipe III modifikasi autoclaving-cooling
bertujuan untuk membandingkan hasil kadar pati resisten pada pati singkong
terhadap waktu inkubasi (6 jam, 24 jam dan 48 jam) serta suhu inkubasi (-20°C,
4°C, 30°C, 60°C dan 100°C) Hasil pengukuran kadar pati resisten tipe III
menggunakan modifikasi secara autoclaving-cooling menunjukkan kadar pati
resisten pada suhu inkubasi -20°C selama enam jam mengandung kadar pati resiten
yang lebih tinggi dibanding kadar pati resisten pada suhu inkubasi lainnya (Gambar
1). Kadar pati resisten tertinggi diperoleh pada suhu inkubasi -20°C sebesar 31.9 %
dan kadar pati resisten terendah diperoleh pada suhu inkubasi 100°C sebesar 12.4
% sedangkan kadar pati resisten pada suhu inkubasi 30°C, 60°C dan 100°C
menunjukkan kadar pati resisten yang tidak berbeda jauh yaitu 16.3%, 15.4% dan
12.4% (Gambar 1).
35

kadar pati (%)

30
25
20
15
10
5
0
-20

4

30

60

100

Suhu inkubasi °C
Gambar 1 Kadar pati resisten singkong hasil modifikasi autoclaving-cooling
Keterangan : Waktu inkubasi 6 jam Waktu inkubasi 24 jam Waktu
inkubasi 48 jam
Kadar Pati Resisten Tipe III (Modifikasi autoclaving-cooling dan debranching
enzim pululanase)
Pengukuran kadar pati resisten tipe II dengan modifikasi autoclaving-cooling
dan debranching dengan enzim pululanase bertujuan untuk membandingkan hasil
kadar pati resisten modifikasi autoclaving-cooling dan debranching pada
konsentrasi enzim 0.52 U/g dan 1.04 U/g. Hasil pengukuran kadar pati resisten tipe
III menggunakan modifikasi secara autoclaving-cooling dan debranching dengan
enzim pululanase menunjukkan kadar pati resisten pada konsentrasi enzim 1.04 U/g
lebih tinggi dibanding kadar pati resisten pada konsentrasi enzim 0.52 U/g (Gambar
2). Selain itu kadar pati resisten tertinggi sebesar 87.64% dan yang terendah sebesar
67.05%.

10

100

87.64 %

Kadar Pati Resiten (%)

90
80
70

67.05 %

60
50
40
30
20
10
0

0.52
0,52

1.04
1,04
Konsentrasi Enzim (U/g)

Gambar 2 Kadar pati resisten singkong hasil modifikasi autoclaving-cooling dan
debranching dengan enzim pululanase

PEMBAHASAN
Kadar Air dan Rendemen Ekstrak Pati Singkong
Singkong yang digunakan diperoleh dari kebun di daerah Ciampea Bogor
menurut narasumber, tanaman yang dipanen berumur sekitar ± 8 bulan. Umbi
singkong pada umur panen tersebut sangat cocok untuk diekstrak patinya karena
pembentukan pati sudah optimum. Pati maksimum adalah pada saat umbi singkong
berusia 12 bulan namun umbi telah banyak berserat sehingga pati sulit diekstrak,
oleh karena itu umumnya umbi singkong yang digunakan sebagai bahan baku
pembuatan tepung dan pati singkong adalah umbi berumur 8-11 bulan. Umbi
singkong yang masih muda seperti yang digunakan pada penelitian ini biasanya
diolah menjadi makanan kecil dengan cara dikukus, direbus, atau dibakar (Badrudin
2004).
Ekstraksi pati singkong pada dasarnya merupakan suatu proses untuk
memisahkan granula-granula pati dari umbinya. Granula-granula pati ini terikat di
dalam sel-sel bersama dengan bahan lain pembentuk protoplasma seperti protein,
karbohidrat terlarut, lemak, dan lain-lain, sehingga perlu dipisahkan pada proses
pemurnian atau pencucian menggunakan air (Pudjiono 2008). Pati singkong yang
sudah diekstraksi dalam penelitian ini menghasilkan rendemen pati singkong
sebanyak 17.44% (Tabel 1). Rendemen pati singkong dihitung berdasarkan
perbandingan berat kering dengan umbi yang telah dibersihkan kulitnya. Rendemen
pati yang didapat tergolong rendah hal ini dapat disebabkan oleh pembentukan pati
singkong yang belum optimum. Pembentukan pati dipengaruhi oleh beberapa
faktor yang berpengaruh terhadap penyusunan amilum diantaranya temperatur
yang rendah mempunyai pengaruh baik bagi pengubahan amilum menjadi gula,
persediaan air yang berlebihan akan menambah produksi untuk penyusunan
amilum, perubahan pH terutama pada pH di atas 7 akan meningkatkan produksi
pati dan intensitas sinar matahari (Dwijoseputro 2003).

11

Pati dapat diekstrak dengan berbagai cara berdasarkan bahan baku dan
penggunaan dari pati itu sendiri. Untuk pati dari umbi-umbian, proses utama dari
ekstraksi terdiri perendaman, disintegrasi, dan sentrifugasi. Perendaman biasanya
dilakukan dalam larutan natrium bisulfit pada pH yang diatur untuk menghambat
reaksi biokimia seperti perubahan warna dari umbi. Disintegrasi dan sentrifugasi
dilakukan untuk memisahkan pati dari komponen lainnya (Liu, 2005 dalam Cui,
2005) namun pada penelitian ini perendaman dilakukan menggunakan air.
Penambahan air bertujuan untuk menyempurnakan kerusakan jaringan umbi dan
memberi tekanan kepada parutan agar pati keluar dari jaringannya.Penyiapan pati
singkong dilakukan dalam penelitian ini berdasarkan modifikasi metode Mariati
(2001) yaitu perbandingan penambahan air dan bahan dengan rasio 1 : 3.5.
Ekstraksi akan memisahkan antara cairan (suspensi pati) dan ampas selanjutnya
dilakukan ekstraksi kembali terhadap ampas yang diperoleh dari proses pemisahan
sebanyak dua kali dengan rasio penambahan air 1:3.5.
Pengeringan pati singkong yang basah dilakukan dengan menggunakan oven
pengering bersuhu 55°C selama kurang lebih 48 jam untuk menghilangkan kadar
airnya. Namun terdapat kekurangan menggunakan oven pengering yaitu rendemen
yang dihasilkan rendah. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Apriyadi
(2009). Rendemen pati singkong yang diperoleh dalam penelitian ini hanya 17.44%
sedangkan rendemen pati singkong yang didapat dengan pengeringan menggunakan
oven berkisar antara 22-54%. Penelitian Pratiwi (2008) menghasilkan rendemen
pati singkong sebesar 70.58% dengan pengeringan menggunakan drum dryer.
Rendahnya rendemen pati singkong dengan menggunakan oven pengering
menghasilkan pati kering berbentuk kristal-kristal yang keras dan sulit untuk
dihaluskan. Pati selanjutnya digiling untuk mengecilkan ukuran dengan
menggunakan discmill kemudian dilakukan pengayakan untuk menghasilkan
ukuran pati yang seragam. Pati singkong yang telah diayak selanjutnya digunakan
digunakan untuk analisis kadar air.
Kadar air pati singkong pada penelitian ini sebesar 9.58% kadar air yang
diperoleh pada pati singkong ini tergolong rendah. Rendahnya kadar air suatu
bahan pangan merupakan salah satu faktor yang dapat membuat bahan pangan
menjadi awet (Pangestuti, 2010). Menurut Anggraini (2007), masa simpan tepung
pada kadar air dibawah 14% adalah satu tahun. Kadar air sampel yang diuji
dibawah 14% sehingga diharapkan dapat disimpan sekitar satu tahun tanpa terjadi
kerusakan akibat mikroba.
Kadar Pati Resisten Tipe III (Modifikasi autoclaving-cooling)
Pati singkong yang telah diekstraksi sehingga menjadi tepung pati kemudian
dimodifikasi menjadi pati resisten tipe III. Modifikasi pati sudah banyak dilakukan
dengan berbagai metode pada penelitian ini modifikasi pada pati singkong adalah
dengan modifikasi autoclaving-cooling. Menurut Sajilata et al. (2006) perlakuan
pemanasan dengan menggunakan metode autoclaving dapat meningkatkan
produksi pati resisten hingga 9%. Proses modifikasi ini terdiri atas dua tahap yaitu
gelatinisasi dan retrogradasi. Pada tahap awal pati yang digelatinisasi terlebih
dahulu pada suhu tinggi dengan proses autoclaving pada suhu 121°C selama satu
jam. Tujuan gelatinasi dengan autoclaving ini untuk pembengkakan granula pati
melalui pemanasan menggunakan air sehingga amilosa keluar.

12

Tahapan awal modifikasi ini adalah pati singkong digelatinasi terlebih dahulu
lalu diberi perlakuan yang terdiri atas lima perlakuan suhu inkubasi (-20°C, 4°C,
30°C, 60°C dan 100°C) pada tiga waktu inkubasi (6 jam, 12 jam dan 24 jam) untuk
proses retrogradasi. Hasil pengukuran kadar pati resisten tipe III menggunakan
modifikasi secara autoclaving-cooling menunjukkan kadar pati resisten pada suhu
inkubasi paling rendah yaitu -20°C mengandung kadar pati resiten yang lebih tinggi
dibanding kadar pati resisten pada suhu dan waktu inkubasi lainnya. Data
memperlihatkan kadar pati resisten tertinggi berada pada suhu inkubasi -20°C
sebesar 31.9 % dan kadar pati resisten terendah berada pada suhu inkubasi paling
tinggi yaitu 100°C sebesar 12.4% (Gambar 1) dan kadar pati resisten mengalami
penurunan seiring naiknya suhu inkubasi. Modifikasi pati menggunakan metode
autoclaving-cooling proses gelatinasi dan retrogradasi sangat berpengaruh terhadap
naiknya kadar pati resisten seperti yang diperoleh dalam penelitian ini. Retrogradasi
menyebabkan perubahan sifat-sifat gel pati diantaranya meningkatkan ketahanan
pati terhadap hidrolisis oleh enzim amilolitik, menurunkan kemampuan melalukan
cahaya (transmisi) dan kehilangan kemampuan untuk membentuk kompleks
berwarna biru dan iodin (Ratnayake et al. 2002 dan Jane 2004). Faktor-faktor yang
mendukung terjadinya retrogradasi adalah suhu yang rendah, pH netral dan derajat
polimerisasi yang relatif rendah tidak adanya percabangan ikatan dari molekul,
konsentrasi amilosa yang tinggi dan adanya ion-ion organik tertentu Jane (2004).
Dengan demikian terbukti dalam penelitian ini bahwa suhu yang rendah
menghasilkan kadar pati resisten yang tinggi karena proses retrogradasi.
Kadar pati resisten pada suhu inkubasi 60°C dan 100°C menunjukkan kadar
pati resisten yang tidak berbeda jauh yaitu 14.3% dan 12.4%. Pati singkong hasil
modifikasi autoclaving-cooling tersebut termasuk dalam pati resisten sedang belum
mencapai kategori pati resisten tinggi seperti kadar pati resisten pada suhu inkubasi
-20°C. Hal ini diduga akibat proses pemutusan ikatan cabang yang kurang
optimum. Penyebab lainnya adalah tidak adanya proses retrogradasi pada suhu
rendah yang dapat memicu kristalisasi amilosa. Dalam modifikasi pati
menggunakan metode autoclaving-cooling retrogradasi pada suhu rendah dapat
meningkatkan kadar pati resisten, karena salah satu faktor yang mendukung
terjadinya retrogradasi adalah temperatur yang rendah (Pratiwi 2008).
Pembentukan pati resisten pada gel pati yang paling tinggi terbentuk dari
retrogradasi amilosa, meskipun amilopektin juga dapat teretrogradasi akan tetapi
memerlukan waktu yang lama (Huang and Rooney 2001). Pati sebelumnya
dipanaskan terlebih dahulu pada suhu 95°C agar diperoleh pasta pati yang
homogen. Pati yang telah melalui proses gelatinisasi didinginkan pada suhu dan
waktu inkubasi tertentu sehingga terjadi retrogradasi seperti pada Gambar 3 agar
molekul pati kembali membentuk struktur kompak yang distabilkan dengan adanya
ikatan hidrogen (Sajilata et.al.2006). Pada saat proses pendinginan atau
pengeringan akan terjadi peristiwa rekristalisasi dan selama pendinginan rantai
polimer amilosa yang terlarut karena gelatinisasi akan mengalami reasosiasi
kembali membentuk struktur heliks ganda yang distabilkan oleh ikatan hidrogen
mengakibatkan pati sulit dicerna oleh enzim amilase. Pati yang sulit dicerna oleh
enzim amilase dapat meningkatkan kadar pati resisten singkong (Sajilata et al.,
2006. Ini berarti perlakuan pendinginan dapat meningkatkan kadar pati resisten
seperti pada hasil kadar pati resisten singkong suhu inkubasi terendah pada
penelitian ini yaitu -20°C dengan kadar pati resisten tertinggi sebesar 31.9 %.

13

Gambar 3 Mekanisme gelatinisasi dan retrogradasi pati (Srichuwong 2006)
Modifikasi pati dengan autoclaving dan penambahan air dapat menyebabkan
ekspansi matrik pati dan gelatinisasi granula. Selama proses pendinginan setelah
autoclaving, sebagian fragmen yang terlarut akan menyatu kembali membentuk
lapisan kaku dan kuat pada permukaan granula. Perubahan saat modifikasi pati
terjadi karena penyatuan kembali amilosa-amilosa, amilosa-amilopektin,
amilopektin-amilopektin dan pembentukan gel yang keras menyebabkan granula
pati tahan terhadap panas dan resisten terhadap enzimolisis (Raja dan Shindu 2000).
Kandungan pati resisten dapat ditingkatkan melalui pemanasan pendinginan
berulang dan pada penelitian ini modifikasi pati singkong dengan metode
autoclaving-cooling menggunakan satu siklus dapat meningkatkan kadar pati
resisten 12.4%-31.9%.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembentukan pati resisten
tipe III menurut Sajilata et al.(2006) diantaranya nisbah pati dan air atau
konsentrasi pati, suhu autoclaving, jumlah siklus autoclaving-cooling, nisbah
amilosa dan amilopektin, panjang rantai amilosa, hidrolisis asam (lintnerisasi) dan
debranching amilopektin. Faktor lain yang berpengaruh terhadap pembentukan pati
resisten tipe III melalui proses autoclaving-cooling adalah konsentrasi pati dan suhu
autoklaf, yaitu pembentukan pati resisten tipe III yang paling optimum berlangsung
bila konsentrasi suspensi pati dalam air sebesar 20% (b/b) dengan suhu autoklaf
sebesar 121°C sama halnya yang dilakukan pada penelitian ini sehingga kadar pati
resisten dapat meningkat. Pembentukan pati resisten tipe III dengan metode
autoclaving-cooling dipengaruhi oleh konsentrasi suspensi pati. Beberapa laporan
menyebutkan bahwa konsentrasi suspensi pati yang optimum untuk pembentukan
pati resisten tipe III adalah 20% (b/b) (Lehmann et al. 2003). Konsentrasi suspensi
pati yang lebih kecil atau lebih besar dari 20% (b/b) menghasilkan kadar pati
resisten tipe III yang cenderung menurun. Proses gelatinisasi granula pati juga
sangat dipengaruhi oleh nisbah pati dan air. Penambahan air yang terlalu sedikit ke
dalam suspensi pati menyebabkan jumlah amilosa yang keluar dari granula tidak
optimum (Raja dan Shindu 2000). Hal ini dapat mengurangi kadar pati resisten

14

yang terbentuk yang disebabkan oleh menurunnya peluang terjadinya reasosiasi
amilosa-amilosa dan amilosa-amilopektin (Sajilata et al. 2006)
Kadar Pati Resisten Tipe III (Modifikasi autoclaving-cooling dan debranching
dengan enzim pululanase)
Hasil terbaik dari modifikasi pati singkong dengan metode autoclavingcooling yaitu pada suhu inkubasi -20°C selama 6 jam selanjutnya diberi perlakuan
debranching oleh ezim pululanase dengan konsentrasi yang berbeda yaitu 0.52 U/g
dan 1.04 U/g untuk melihat kadar pati resisten tertinggi . Hasil dari penelitian ini
menunjukkan bahwa kadar pati resisten pati dengan perlakuan debranching
meningkat hingga 67.05% pada konsentrasi 0.52 U/g dan 87.64% pada konsentrasi
enzim 1.04 U/g. Penambahan enzim pululanase dengan konsentrasi tinggi dapat
meningkatkan kadar pati resisten hingga 87.64%. Hasil penelitian yang diperoleh
dari penelitian ini jauh lebih tinggi kadar pati resistennya dari penelitian
sebelumnya. Mutungi et al. (2009) melakukan proses debranching pati singkong
dengan enzim pululanase (25 U/g pati) selama 24 jam. Proses debranching
dilakukan setelah pemanasan dahulu di dalam autoklaf pada 121°C selama 15
menit. Hasil modifikasi tersebut dapat meningkatkan kadar pati resisten tipe III dari
21,4% menjadi 88,4%. Peningkatan kadar pati resisten tipe III yang menyolok
dapat berhubungan dengan peningkatan jumlah fraksi amilosa rantai pendek.
Sedangkan penambahan enzim pululanase dengan konsentrasi rendah belum
menyebabkan semua titik percabangan α,1-6 terhidrolisis sehingga peluang untuk
depolimerisasi rantai glukan hasil pemotongan titik percabangan amilopektin
debranching lebih rendah. Semakin tinggi konsentrasi enzim pululanase maka
semakin banyak titik percabangan α1,-6 amilopektin yang terputus.
Peningkatan kadar pati resisten tipe II dapat juga dilakukan dengan
pemutusan ikatan cabang α-1,6 amilopektin (debranching) oleh enzim pululanase
yang dilanjutkan dengan siklus autoclaving-cooling (Leong et al. 2007; Ozturk et
al. 2009; Pongjanta et al. 2009). Pemutusan ikatan percabangan (debranching) oleh
pululanase e j i
i
n i i i α-1,6 secara acak pada bagian dalam.
Enzim ini bersifat stabil terhadap panas, bekerja pada rantai sisi cabang terluar dua
atau lebih unit glukosa (Harianie 2009). Pengaruh perlakuan debranching rantai
amilopektin dengan enzim pululanase dalam meningkatkan kadar pati resisten tipe
III telah dilaporkan oleh beberapa peneliti (Gon-zales-Soto et al. 2004; 2007;
Leong et al. 2007; Pongjanta et al. 2009; Miao et al. 2009; Mutungi et al. 2009;
Ozturk et al. 2009). Hasil penelitian tersebut memberikan kadar pati resisten tipe III
yang berbeda-beda untuk jenis pati dan kondisi proses debranching yang berbeda.
Secara umum, kadar pati resisten tipe III dipengaruhi oleh konsentrasi enzim
pululanase dan waktu inkubasi selama proses debranching, serta suhu dan waktu
pemanasan (autoclaving) dan pendinginan (cooling) setelah proses debranching.
Semakin lama proses debranching maka proses hidrolisis amilopektin semakin
banyak sehingga dihasilkan amilosa rantai pendek yang dapat memperbanyak
peluang pembentukan pati resisten tipe III (Gambar 4). Pada penelitian ini proses
debranching dilakukan selama 24 jam yang dilanjutkan dengan proses autoclavingcooling. Lamanya waktu debranching menyebabkan kadar pati resisten pada pati
singkong meningkat hingga 88.64%. Ini berarti lamanya waktu proses debranching
dapat meningkatkan kadar pati resisten pada pati singkong dengan penambahan
enzim pululanase.

15

Gambar 4 Struktur pati resisten tipe III (Salijata et al. 2006).

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Kadar air yang diperoleh pada penelitian ini sebesar 9.58% dengan rendemen
sebesar 17.44%. Kadar pati resisten tipe III tertinggi diperoleh pada modifikasi pati
singkong dengan metode debranching oleh enzim pululanase yaitu sebesar 87.64%
dengan konsentrasi enzim 1.04 U/g sedangkan kadar pati resisten tipe III yang
diperoleh dengan metode autoclaving-cooling tertinggi sebesar 31.9%.
Saran
Perlunya dilakukan pengujian daya cerna pati untuk mengetahui tingkat
kemudahan suatu jenis pati untuk dapat dihidrolisis oleh enzim pemecah pati
menjadi unit-unit yang lebih kecil.

DAFTAR PUSTAKA
[AOAC] Association of Official Analytical Chemyst. 2005. Official Method of
Analysis of The Assosiation of Official Analytical Chemist. Virginia (US):
Association of Official Analytical Chemist Inc.
Anggraini RW. 2007. Resistant starch tipe III dan tipe IV pati ganyong (Canna
edulis), kentang (Solanum tuberosum), dan kimpul (Xanthosoma violaceum
Schott) sebagai prebiotik [skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Apriyadi MS. 2009. Modifikasi Pati Garut (Marantha arundinaceae L.) dengan
Perlakuan Hidrolisis Asam dan Siklus Pemanasan-Pendinginan untuk
Menghasilkan Pati Resisten Tipe III [Skripsi]. Departemen Ilmu dan
Teknologi Pangan. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor,
Bogor.

16

Cui, S. W. 2005. Food Carbohidrates Chemistry, Physical Properties, and
Aplications. CRC Press, Boca Raton, London, New York, Singapore
Dwidjoseputro, D. 2003. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan, Jakarta.
Faridah DN. 2011. Perubahan karakteristik kristalin pati garut (Maranta
arundinaceae L.) dalam pengembangan pati resisten tipe III [tesis]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Garcia-Alonso, A Jimenez-Escrig, N Martin- Carron. Bravo, F Saura-Calixto. 1999.
Assessment of some parameters involved in the gelatinization and
retrogradation of starch. Food Chem. 66: 181–187.
Gonzales-Soto RA, Agama-Acevedo E, Solorza-Feria J, Rendón-Villalobos R,
Bello-Pérez LA. 2004. Resistant starch made from banana starch by
autoclaving and debranching. Starch/Stärke 56: 495–499.
Harianie L, Yunianta, Argo BD. 2009. Pembuatan pati tinggi amilosa secara
enzimatis dari pati ubi kayu (Manihot esculenta) dan aplikasinya untuk
pembuatan maltosa. El-Hayah; 1(1): 14-24.
Higgins JA, DR Higbee, WT Donahoo, IL Brown, ML Bell, DH Bessesen. 2004.
Resistant starch consumption promotes lipid oxidation. Nutr. Metabolism 1:
8.
Huang, D.P. and L.W. Rooney. 2001. Starches for Snacks Foods. Dalam R.W.
Lusas and L.W. Rooney (eds). 2001. Snack Foods Processing. CRC Press.
New York
Jane JI. 2004. Starch: Structure and Properties. CRC Press LLC.
Jenie BSL, Putra RP, Kusnandar F. 2012. Fermentasi kultur campuran bakteri asam
laktat dan pemanasan otoklaf dalam meningkatkan kadar pati resisten dan
sifat fungsional tepung pisang tanduk (Musa paradisiaca formatypica). J
Pascapanen; 9(1): 18-26.
Juliana R. 2007. Resisten starch tipe III dan tipe IV pati singkong (Manihot
esculenta Crantz), suweg (Amorphophallus campanulatus), dan ubi jalar
(Ipomoea batatas L.) sebagai prebiotik [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Kim SK, Kwak JE. 2003. Formation of resistant starch in corn starch and
estimation of its content from physicochemical properties. Starch/Stärke 61:
514–519.
Lehman U, Rossler C, Schmiedl D, Jacobash G. 2003. Production and
physicochemical characterization of resistant starch type 3 derived from pea
starch. Food/Nahrung 47 (1):60-63.
Leong YH, Karim AA, Norziah MH. 2007. Effect of pululanase debranching of
sago (Metroxylon sagu) starch at subgelatinization temperature on the yield of
resistant starch. Starch/Starke 59: 21-32.
Lingga PB, Sarwono F, Rahadi PC, Raharja JJ, Afistini, Rini W, Apriadi WH.
1986. Bertanam Umbi-umbian. Penebar swadaya. Jakarta.
Mariati. 2001. Karakterisasi Sifat Fisikokimia Pati dan Tepung Garut (Marantha
arundinacea L.) dari Beberapa Varietas Lokal. Skripsi. Fakultas Teknologi
Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Miao M, Jiang B, Zhang T. 2009. Effect of pululanase debranching and
recrystallization on structure and digestibility of waxy maize starch.
Carbohydrate Polymers 76: 214–221.

17

Mutungi C, Rosta F, Onyangob C, Jarosa D, Rohma H. 2009. Crystallinity, thermal
and morphological characteristics of resistant starch type III Produced by
hydrothermal treatment of debranched cassava starch. Starch/Starke 61:1-12.
Onyango C, Bley T, Jacob A, Henle T, Rohm H. 2006. Influence of incubation
temperature and time on resisten starch type III formation from autoclaved
and acid-hydroysed cassava starch. Carbohydrate Polymers; 66: 494-499.
Ozturk S, H Koksel, Kahraman K. 2009. Effect of debranching and heat treatments
on formation and functional properties of resistant starch from highamylose
corn starch. Eur Food Tes Technol 229: 115-125.
Pangestuti BD. 2010. Karakteristik Tapioka dari Berbagai Varietas Ubi Kayu
(Manihot esculenta Crantz). [skripsi]. Departemen Ilmu dan Teknologi
Pangan. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Pomeranz Y, Meloan CE. 2000. X-ray methods. In: Food Analysis: Theory and
Practice (3rd ed). hlm. 158-171. Gaithersburg, Maryland: Aspen Publishers,
Inc.
Pongjanta J, Utaipattanaceep O, Naivikul, Piyachomkwan K. 2009. Effect of
preheated treatments on physicochemical properties of resistant starch type III
from pululanase hydrolysis of high amylose rice starch. American Journal of
Food Technology 4(2): 79-89.
Prangdimurti E, Palupi NS, Zakaria FR. 2007. Metode evaluasi nilai biologis
karbohidrat dan lemak. Modul e-Learning [Internet]. [diunduh 2013 Des 12];
Departemen Ilmu & Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertania, Institut
Pertanian
Bogor.
Tersedia
pada:
http://xa.yimg.com/kq/groups/
20875559/932235840/name/modul12.pdf.
Pratiwi R. 2008. Modifiksi Pati Garut Perlakuan Siklus Pemanasan Suhu TinggiPendingininan untuk Menghasilkan Pati Resisten Tipe 3. [skripsi]-Bogor:
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Pudjiono S. 2008. Penerapan perbanyakan tanaman secara vegetatif pada pemuliaan
pohon. Paper presented at the Makalah Gelar Teknologi Perbenihan Tanaman
Hutan, Pekanbaru, Riau.
Raja MKC, Shindu P. 2000. Properties of starch-treated arrowroot (Marantha
arundinacea) starch. Starch/Starke 52: 471-476.
Ratnayake WS, Hoover R, Warkentin T. 2002. Pea starch: composition, structure
and properties: a review. Starch/Starke 54: 217-234.
Sajilata, M.G., R.S. Singhal, and P.R. Kulkarni. 2006. Resistant starch-A review.
Comprehensive Reviews in Food Science and Food Safety 5: − 7.
Slavin, J. L. 2005. Dietary fiber and body weight. Nutrition 2 3 : 4 −4 8.
Soto RAG, Escobedo RM, Sanchez HH, Rivera MS, Perez LAB. 2007. The
influence of time and storage temperature on resisten starch formation from
autoclaved debranched banana starch. Food Research International; 40: 304310.
Srichuwong S. 2006. Starches from Different Plant Origins: From Structure to
Physicochemical Properties [Disertasi]. Mie University. Japan.
Sugiyono, Pratiwi R, Faridah DN. 2009. Modifikasi pati garut (Marantha
arundinacea) dengan perlakuan siklus pemanasan suhu tinggi-pendinginan
(autoclaving-cooling) untuk menghasilkan pati resisten tipe III. J Teknol
Indust Pangan ; 20(1): 17-24.

18

WHO. 2003. Diet, Nutrition and the Prevention of Chronic Diseases. WHO/FAO
Expert Consultation, WHO Technical Report Series 916.
Zhang H, Jin Z. 2011. Preparation of resisten starch by hydrolysis of maize starch
with pululanase. Carbohydrate Polymers; 83: 865-867.

19

LAMPIRAN

20

Lampiran 1 Diagram alur penelitian

Ekstraksi Pati Singkong

Perhitungan Kadar Air dan Rendemen Pati

Pembuatan Pati Resisten Metode AutoclavingCooling

Perhitungan Kadar Pati Resisten Metode
Autoclaving-Cooling

Pembuatan Pati Resisten Metode Debranching
dan Autoclaving-Cooling

Perhitungan Kadar Pati Resisten Metode Debranching
dan Autoclaving-Cooling

Analisis data

21

Lampiran 2 Kadar air ekstrak pati singkong
Sampel

Ulangan

Ekstrak pati
singkong

1
2
3

A
(gram)
35.05
32.84
28.54

B
(gram)
40.07
37.84
33.56

C
(gram)
39.59
37.36
33.07

Kadar
air (%)
9.60
9.57
9.58

Rata-rata
(%)
9.58

Keterangan

: A = Bobot cawan kosong (gram)
B = Bobot cawan + sampel (gram)
C = Bobot sampel + caman yang sudah dikeringkan (gram)
Contoh perhitungan:
Kadar air (%) =

x 100%

40.07-39.59 x 100% = 9.58%
40.07-35.05
Rata-rata % kadar air :
9.60+9.57+9.58 = 9.58%
= 9.58
3
Lampiran 3 Rendemen pati singkong
Jenis
A
B
Rendemen
Ekstrak
(gram)
(gram)
(%)
Ekstrak
pati
7450
1300
17.44
singkong
Keterangan : A = Bobot awal sampel (gram)

B = Bobot akhir sampel (gram)

Contoh Perhitungan:
Rendemen (%) =

bobot ekstrak pati singkong (g)
x 100%
bobot pati singkong sebelum diekstrak (g)
1300 gram x 100%
7450 gram

22

Lampiran 4 Hasil kadar pati resisten modifikasi autoclaving-cooling
Waktu
Inkubasi
(jam)
6
24
48
6
24
48
6
24
48
6
24
48
6
24
48

Suhu
Inkubasi
(°C)
-20
-20
-20
4
4
4
30
30
30
60
60
60
100
100
100

Kadar Pati Resisten (%)
Ulangan Ulangan Ulangan
1
2
3
31,4
32,8
31,5
30,7
31,3
30,6
27,4
26,5
28,9
23,9
24,7
28,3
23,8
23,9
27,1
20,3
21,6
23,7
18,7
19,8
23,4
17,9
18,5
22,5
15,1
16,4
17,3
14,6
15,3
16,4
14,4
14,7
15,8
14,1
14,3
14,6
13,2
13,9
14,1
12,2
13,3
13,1
12
12,8
12,4

Rata-rata
(%)

SD

31,9
30,9
27,6
25,6
24,9
21,9
20,6
19,6
16,3
15,4
15,0
14,3
13,7
12,9
12,4

0,78
0,38
1,21
2,34
1,88
1,72
2,46
2,50
1,11
0,91
0,74
0,25
0,47
0,59
0,40

Contoh Perhitungan
Kadar pati resisten (%) = berat residu yang tidak larut (g) x 100
berat sampel (g)
0.0314 x 100% = 31.4%
0.1
Lampiran 5 Hasil kadar pati resisten modifikasi autoclaving-cooling dan
debranching
Konsentrasi
Enzim (U/g)
0,52
1,04

Kadar Pati Resisten (%)
Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3
66,48
68,44
66,23
87,58
87,34
88,01

Rata-rata (%)
67,05
87,64

Contoh perhitungan
Kadar pati resisten (%) = berat residu yang tidak larut (g) x 100
berat sampel (g)
0.06648 x 100% = 66.48%
0.1

SD
1,21
0,34

23

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada 22 Desember 1991 dari ayah bernama
Alimin dan ibu bernama Alin Sulfiani. Penulis merupakan anak pertama dari dua
bersaudara. Tahun 2010 penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah
Atas di SMA Negeri 1 Kota Bogor dan pada tahun yang sama lolos seleksi masuk
Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI dan diterima di Departemen
Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif dalam kegiatan organisasi
kampus, diantaranya sebagai staff Divisi Metabolisme Community Research and
Educatioan of Biochemistry C EB’ periode 2011/2012. Penulis juga pernah
aktif dalam beberapa kepanitiaan seperti panitia Biochemistry Champion League
2011, Seminar Kesehatan 2012, Masa Perkenalan Kampus Mahasiswa Biokimia
tahun 2012, Seminar dan Kajian Ilmiah Kehalalan 2012, IPB Art Contest.
2012/2013. Bulan Juli-Agustus 2013 penulis melakukan Praktik Lapang di
Laboratorium Kultur Jaringan, UPTD Balai Pengembangan Perbenihan Tanaman
Pangan dan Hortikultura Jl. Gondosuli No. 2B Yogyakarta dengan judul Teknik
Kultur Jaringan Pada Pisang Ambon (Musa paradisiacal L.)

Dokumen yang terkait

Resistant Starch Tipe Iii Dan Tipe IV Pati Singkong (Manihot Esculenta Crantz), Suweg (Amorphophallus Campanulatus), Dan Ubi Jalar (Ipomoea Batatas L.) Sebagai Prebiotik

1 20 54

Pengembangan Produk Bubur Instan Berbasis Pati Singkong Manihot Esculenta Crantz) Termodifikasi

0 9 205

Pembuatan Bioplastik dari Pati Kulit Singkong (Manihot esculenta) Berpengisi Mikrokristalin Selulosa AvicelPH-101 (Wood pulp) dengan Plastisizer Sorbitol

23 122 122

UJI KADAR PROTEIN PADA PEMBUATAN BOLU KUKUS DARI TEPUNG SINGKONG (Manihot esculenta Crantz) DAN PENAMBAHAN Uji Kadar Protein Pada Pembuatan Bolu Kukus Dari Tepung Singkong (Manihot Esculenta Crantz) Dan Penambahan Ekstrak Buah Naga Merah (Hylocereus Poly

0 2 16

UJI KADAR PROTEIN PADA PEMBUATAN BOLU KUKUS DARI TEPUNG SINGKONG (Manihot esculenta Crantz) DAN PENAMBAHAN Uji Kadar Protein Pada Pembuatan Bolu Kukus Dari Tepung Singkong (Manihot Esculenta Crantz) Dan Penambahan Ekstrak Buah Naga Merah (Hylocereus Poly

0 1 14

PEMBUATAN BIOETANOL DARI LIMBAH KULIT SINGKONG (Manihot Esculenta Crantz) DENGAN PROSES HIDROLISA ASAM (H2SO4).

0 0 11

Pembuatan Bioplastik dari Pati Kulit Singkong (Manihot esculenta) Berpengisi Mikrokristalin Selulosa AvicelPH-101 (Wood pulp) dengan Plastisizer Sorbitol

2 3 21

HIDROLISIS ASAM KLORIDA TEPUNG PATI SINGKONG (Manihot esculenta Crantz) DALAM PEMBUATAN GULA CAIR

1 10 9

PEMBUATAN NIOSOM BERBASIS MALTODEKSTRIN DE 5-10 DARI PATI SINGKONG( Manihot Utilissima)

0 0 11

PEMBUATAN FILM BIODEGRADABLE MENGGUNAKAN PATI DARI SINGKONG KARET (Manihot glazovii) - POLSRI REPOSITORY

0 0 14