Pengembangan Produk Bubur Instan Berbasis Pati Singkong Manihot Esculenta Crantz) Termodifikasi

i

PENGEMBANGAN PRODUK BUBUR INSTAN BERBASIS PATI
SINGKONG (Manihot esculenta Crantz) TERMODIFIKASI

CAESAR LAINE ANGGI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011

ii

ABSTRACT
CAESAR LAINE ANGGI. Development of Instant Porridge Product Based on
Modified Starch of Cassava (Manihot esculenta Crantz). Under direction of
RIMBAWAN.
In Indonesia, cassava is the two largest foodstuff produced after rice.
However, utilization of cassava for food with specific beneficial to health is still
limited. Cassava starch can be technically modified to produce resistant starch.

Resistant starch is a product of starch degradation that is not absorbed in the
small intestine. Resistant starch has beneficial physiological effects to health.
Resistant starch can be processed form carbohydrates of a food source such as
cassava. Considering an enormous potential of cassava resistant starch, a
research of making instant porridge form cassava resistant starch has been
conducted. The objective of this research was to study the process of making
instant porridge made from cassava starch modification by autoclaving-cooling
cycle process. The instant porridge made consisted of five treatments, namely a
control of porridge prepared from pure cassava starch, cassava modification
starch prepared using one autoclaving-cooling cycle (one cycle) porridge,
cassava modification starch prepared using three autoclaving-cooling cycle
(three cycle) porridge, and cassava modification starch porridge formulated with
added emulsion flour containing protein and fat from soy protein isolate,
vegetable oil and eggwhite (formula porridge). Formula porridge is developed by
addition 15 grams, 30 grams, and 50 grams emulsion flour in one portion of
porridge. Using organoleptic test, this study showed that the best formulation
was obtained by adding 15 grams emulsion flour. In one serving size, this
product belongs to the class of high fiber foods and high energy foods.
Key words : resistant starch, instant porridge, autoclaving-cooling cyling, high
fiber.


iii

RINGKASAN
CAESAR LAINE ANGGI. Pengembangan Produk Bubur Instan Berbasis Pati
Singkong (Manihot esculenta Crantz) Termodifikasi. Dibimbing oleh Dr.
RIMBAWAN.
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mempelajari proses pembuatan
bubur instan dari bahan pati singkong termodifikasi. Tujuan khususnya adalah 1)
Mempelajari modifikasi pati singkong dengan perlakuan autoclaving-cooling
cycling; 2) Menyusun formula bubur instan berbasis pati singkong termodifikasi;
3) Menganalisis karakteristik fisikokimia pati singkong termodifikasi dan tepung
bubur instan;4) Menganalisis pengaruh modifikasi terhadap karakteristik kimiawi
pati singkong termodifikasi dan tepung bubur instan; 5) Menganalisis kandungan
gizi pati dan serat pangan pati termodifikasi serta bubur instan; 6) Menganalisis
kandungan energi dan harga energi serta serat pangan bubur instan sebagai
pangan fungsional.Penelitian ini diharapkan dapat member manfaat bagi
masayarakat dan industri pangan, khususnya pmberian alternative produk
pangan berbasis pati singkong resisten.
Tahapan penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan. Tahapan tersebut

terdiri dari 1) Pembuatan pati singkong termodifikasi; 2) Formulasi bubur instan;
3) Uji organoleptik bubur instan; 4) Analisis karateristik fisikokimia, kimiawi, dan
kandungan gizi; 5) Analisis biaya pembuatan produk dan harga energi serta serat
pangan pada bubur instan. Pembuatan pati singkong termodifikasi terdiri dari pati
singkong tergelatinisasi dan pati singkong resisten dilakukan dengan metode
autoclaving-cooling yang dimodifikasi. Proses modifikasi dilakukan dengan
pengulangan siklus 1 kali dan 3 kali dengan waktu gelatinisasi masing-masing 30
menit dan 15 menit. Pati singkong termodifikasi digunakan untuk formulasi bubur
instan. Formula bubur instan yang paling disukai dari uji organoleptik adalah
formula bubur instan dengan penambahan tepung emulsi 15 gram.
Hasil analisis karakteristik fisikokimia pati dan bubur instan menunjukkan
bahwa pola gelatinisasi pati singkong dan pati singkong resisten menunjukkan
pola yang berbeda dikarenakan proses pengolahan autoclaving-cooling
meningkatkan kekentalan atau viskositas pati singkong dan menurunkan suhu
gelatinisasi pati. Pengamatan granula pati pada pati singkong termodifikasi
menunjukkan bahwa sifat birefringence semakin tidak terlihat jelas akibat
degradasi amilosa yang menyebabkan pembengkakan granula saat autoclavingcooling cycling. Derajat putih paling tinggi adalah pati singkong, sedangkan
produknya adalah bubur pati singkong resisten 1 siklus. Densitas kamba yang
tinggi pada pati singkong resisten 3 siklus (RS 3) dan tepung bubur instan pati
singkong resisten 3 siklus (BRS 3) menyebabkan rasa kenyang yang lebih tahan

lama daripada kedua jenis pati dan tepung bubur instan lainnya. Derajat putih
tertinggi adalah pati singkong.
Pengaruh pengolahan autoclaving-cooling pada pati singkong
termodifikasi dan tepung bubur instan pati singkong termodifikasi dilamati dari
daya cerna patinya, kandungan amilosa, total pati, serta kandungan pati resisten
yang terukur sebagai serat tak larut (insoluble dietary fiber). Kadar pati resisten
yang tinggi berhubungan dengan daya cerna pati dan total pati yang rendah
serta kandungan amilosa yang tinggi. Kadar pati resisten tertinggi adalah pati
singkong resisten 3 siklus (RS 3) 10.5% (bk), dengan total pati terendah 60.89%
(bk) dan daya cerna pati terendah 74.62% (bk). Kandungan amilosa pati
singkong resisten 3 siklus (RS 3) juga tertinggi diantara 2 jenis pati yang lain,

iv

yaitu 26.14% (bk). Produk bubur instannya sama dengan pati yang menjadi
bahan bakunya.
Hasil analisis kandungan gizi pati berupa kadar air, kadar abu, kadar
lemak, kadar protein, dan kadar karbohidrat menunjukkan bahwa kadar air dan
karbohidrat tertinggi adalah pati singkong (PS) 15.05% (bk) dan 98.63% (bk),
sedangkan abu, kadar lemak, protein, pati singkong resisten 3 siklus (RS 3)

masing-masing sebesar 0.78% (bk), 2.15% (bk), dan 0.39% (bk). Kandungan gizi
tepung bubur instan yang paling tinggi adalah karbohidrat mencapai 97.25% (bk)
untuk tepung bubur pati singkong (BPS). Kadar lemak dan kadar protein yang
paling tinggi adalah tepung bubur instan formula terpilih (F3) sebesar 2.34% (bk)
dan 17.45% (bk). Serat pangan pati singkong termodifikasi tertinggi adalah pati
singkong resisten 3 siklus sebesar tepung bubur instan pati singkong resisten 3
siklus (RS 3) sebesar 9.1% (bk), sedangkan serat pangan tepung bubur instan
pati singkong termodifikasinya adalah tepung bubur instan pati singkong resisten
3 siklus (BRS 3) sebesar 7.5% (bk). Serat pangan tidak larut (insoluble dietary
fiber) lebih banyak terdapat pati singkong termodifikasi dan tepung bubur instan.
Tingginya kadar serat pangan pati singkong resisten 3 siklus (RS 3) dan bubur
pati singkong resisten 3 siklus (BRS 3) menyebabkan kedua bahan pangan
tersebut digolongkan sebagai pangan tinggi serat karena memenuhi 30% acuan
label gizi serat pangan.
Kandungan energi bubur instan berbasis pati singkong resisten berkisar
antara 398 Kalori hingga 407 Kalori per 400 gram bubur. Bubur instan berbasis
pati singkong resisten memenuhi 20% AKG sarapan dari kebutuhan AKG sehari
sehingga cocok dikonsumsi sebagai sarapan sebagai pangan tinggi energi.
Harga serat pangan dan energi yang lebih murah pada BRS 3 daripada pangan
instan komersial lainnya menunjukkan bahwa bubur instan kontrol (BRS 3) layak

dipasarkan sebagai pangan fungsional.
Kata kunci

: pati resisten, bubur instan, siklus pemanasan pendinginan, tinggi
serat

v

PENGEMBANGAN PRODUK BUBUR INSTAN BERBASIS PATI
SINGKONG (Manihot esculenta Crantz) TERMODIFIKASI

CAESAR LAINE ANGGI

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Gizi pada Fakultas Ekologi Manusia
Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011

vi

Judul Skripsi
Nama
NIM

: Pengembangan Produk Bubur Instan Berbasis Pati Singkong
Manihot Esculenta Crantz) Termodifikasi
: Caesar Laine Anggi
: I14070037

Disetujui,
Dosen Pembimbing

Dr. Rimbawan
NIP 19620406 198603 1 002


Diketahui,
Ketua Departemen Gizi Masyarakat

Dr. Ir. Budi Setiawan, MS
NIP 19621218 198703 1 001

Tanggal Pengesahan :

vii

PRAKATA
Puji syukur kehadirat Alloh SWT yang telah melimpahkan segenap
rahmat, karunia, dan segala keindahan hidup sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “ Pengembangan Produk Bubur Instan
Berbasis Pati Singkong (Manihot esculenta Crantz) Termodifikasi”. Shalawat
serta salam senantiasa tercurah pada Rasul Alloh, Muhammad SAW yang telah
memberikan suri tauladan hidup kepada umatnya hingga akhir jaman.
Terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada:
1. Papah Ato Sunarto dan mamah Elvi Sulistiani atas semua kasih sayang,
didikan dan semangat yang tiada hentinya yang mungkin sampai

kapanpun takkan terbalas serta kesabaran dan pengertiannya selama ini.
Adik Aprilla Alvie Herwanda atas semangat dan doa yang diberikan.
2. Bapak Dr. Rimbawan sebagai pembimbing yang telah memberikan
arahan, masukan, saran, semangat, motivasi, dan nasihat serta
pembelajaran hidup sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir
ini.
3. Ibu Dr. Ir. Lilik Kustiyah, M.Si selaku dosen pemandu dan dosen penguji
atas masukan, saran, dan perbaikan dalam penulisan karya tulis ini,
4. Ibu Dr.Ir. Yayuk Farida Baliwati, MS selaku dosen pembimbing akademik
yang telah memberikan bimbingan selama perkuliahan.
5. Kementrian Pendidikan Nasional (DIKTI) atas dana hibah penelitian PKM
6. Bapak Mashudi, Bapak Nurwanto, Bapak Wahid, Bapak Iyas, Ibu
Rubiyah, Ibu Ari, Ibu Titi, Ibu Nina, Ibu Rizki, Firdaus dan Yoghatama
Cindya Zancer atas bantuan tekhnis dan kerjasama dalam penyelesaian
tugas akhir.
7. Saudari Ima Karimah, teman terbaik selama perkuliahan dan penelitian
atas kerjasamanya, doa, dukungan, saran, kritikan, dan kesabarannya.
8. Ryan Maydianza atas cintanya, semangat, doa, dukungan, masukan
selama ini. Semoga kebersamaan kita berakhir indah.
9. Teman-teman tercinta Intan Deviana Safitri, Irla Nurlinda, GM 44

Chalimatus Syakdiyah, Ossiriadewi Maulanaputri, Putri Kusumawinahyu,
Nonly Stevanie, Purnawati Hustina Rahman, Atika Primadala Amrin,
Mutiara Uswah Hasanah Nadya Belatrix Paramitha, Stefani Pasanea,
Novi Erliyani, Hanifah Dwiyani, Imas Septiyani, Nurlaely Fitriana, Imam

viii

Saloso yang selalu memberikan doa, dukungan, semangat, dan masukan
serta pembelajaran hidup.
10. Rekan-rekan sejawat penelitian laboratorium Adiarti Nursasanti, Panji
Azahari, Mahmud Aditya Rifki, Lina Agestika, Mia Srimiati dan Rahmi
Khalida atas dukungan dan kerjasamanya.
11. Rekan-rekan satu bimbingan atas semangatnya Titien Dwi Arianti,
Waldemar Sebastian, Fatma Silviana.
12. Dosen dan Staf GM yang telah memberikan didikan, ajaran, dukungan,
dan bantuan selama 4 tahun masa studi.
13. Teman-teman “Harmony 2” Kak Santi, Riska, Via, Ayu 1, Ayu 2, Ola, Arin,
Rinrin.
14. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu,


Semoga karya tulis ini bermanfaat.

Bogor, September 2011
Penulis

ix

RIWAYAT HIDUP
Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara, puteri pasangan
Bapak Ato Sunarto dan Ibu Elvi Sulistiani. Penulis dilahirkan di Cilacap, 13
Oktober 1989. Pendidikan sekolah dasar penulis ditempuh pada tahun 1995
sampai 2001 di SDN Sidanegara 06 Cilacap, 2001 sampai 2004 di SMPN 1
Cilacap, dan pada tahun 2004 sampai 2007 penulis melanjutkan pendidikan di
SMAN 1 Cilacap.
Tahun

2007

penulis

melanjutkan

pendidikan

sarjana

di

Ilmu

Gizi,Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian
Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis aktif dalam
kegiatan akademik dan non akademik. Penulis pernah menjadi asisten praktikum
Ektensi pada mata kuliah Metabolisme Zat Gizi. Tahun 2010 penulis
melaksanakan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Desa Batulayang, Puncak Bogor,
Jawa Barat dan pada Juni 2011 penulis telah melaksanankan Internship Dietetic
di Rumah Sakit Umum Daerah Cibinong, Bogor.
Penulis

aktif

dalam

organisasi

kemahasiswaan,

seperti

IAAS

(International Association of Students in Agriculture and Related Sciences)
sebagai bendahara umum periode 2009/2010, HIMAGIZI (Himpunan Mahasiswa
Ilmu Gizi) sebagai staf Keprofesian Gizi 2009/2010, Emulsi (majalah pangan dan
gizi) sebagai advertisements periode 2008/2009. Penulis juga aktif dalam
berbagai kepanitiaan, baik yang diselenggarakan HIMAGIZI maupun FEMA.
Penulis aktif sebagai Private Tutor dari Express IAAS pada tahun 2009. Penulis
aktif mengikuti perlombaan Kompetisi Karya Tulis Mahasiswa (KKTM) dan
Program Kreatifitas Mahasiswa (PKM).
Penulis pernah menjuarai lomba essay yang berjudul “Vegetarian dan
Pemanasan Global” dan aktif sebagai Penulis pernah mengikuti symposium
lingkungan di Universty Putra Malaysia, Serdang, Malaysia. Penulis juga menjadi
Nasional Top 10 Finalis dalam kompetisi “Indonesian Youth Bussines” tentang
proposal bisnis. Penulis mendapatkan dana hibah penelitian DIKTI melalui PKMP
yang berjudul “ Pengembangan Produk Bubur Instan Berbasi Pati Resisten
Singkong dengan Indeks Glikemik Rendah untuk Penderita Diabetes Mellitus”.

x

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL…………………………………………………………............. xii
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………...………….

xiii

DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………………..

xv

PENDAHULUAN…………………………………………………………………..
Latar Belakang…..………………………..…………………………………....
Tujuan…………………………………...………………………………….…...
Kegunaan…………...……………………….……………………………...…..

1
1
2
3

TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………………….
Singkong…………………………………………………………………….…..
Pati Singkong…………………………………………………………………...
Amilosa Pati………………………………………………………………..
Amilopektin Pati……………………………………………………………
Gelatinisasi Pati……………………………………………………………
Retrogradasi Pati…………………………………………………………..
Pati Resisten…………………………………………………………………….
Serat Pangan……………………………………………………………………
Daya Cerna Pati…………………………………………………………..…….
Modifikasi Pati Secara Fisik……………………………………………………
Bubur Instan……………………………………………………………………..
Pengeringan…………………………………………………………………..…
Drum dryer……………………………………………………………..…..
Sukralosa…………………...………………………………………………..….
Emulsi…………………………………………………………………………….
Telur…………….……………………………………………………………
Isolat Protein Kedelai………...…………………………………………….
Minyak Kelapa Sawit……………………………………………………….
Uji Organoleptik…………………………………………………………………

4
4
5
6
7
7
8
8
9
10
11
12
12
13
14
14
15
15
16
16

METODE……...…………………………………………………………………….
Waktu dan Tempat………………………………..………………………….…
Bahan dan Alat………………………………………………………………….
Tahapan…………...…………………………………………………………….
Pembuatan Pati Singkong Termodifikasi…………………………………….
Pembuatan Pati Singkong Tergelatinisasi……………………………..
Pembuatan Pati Resisten 1 Siklus……………………………………..
Pembuatan Pati Resisten 3 Siklus……………………………………..
Formulasi Bubur Instan…………………………………………………………
Uji Organoleptik Bubur Instan………………………………………………….
Analisis Karakteristik Fisikokimia, Kimiawi, dan Kandungan Gizi, ………..
Pengolahan dan Analisis Data…..……………………………………………

18
18
18
19
20
20
21
21
22
26
27
27

HASIL DAN PEMBAHASAN……………………………………………………..
Modifikasi Pati Singkong……….………………………………………………
Formulasi Bubur Instan…………………………………………………………
Karakteristik Organoleptik Bubur Instan……………………………………..
Karakteristik Fisikokimia Pati dan Tepung Bubur Instan…...………………

29
29
31
32
43

xi

Pengaruh Pengolahan terhadap Karakteristik Kimiawi Pati dan
Tepung Bubur Instan…………………………………………….……………..
Kandungan Gizi Pati………..…………………………..………………………
Kandungan Gizi Tepung Bubur Instan………………………………………..
Kadar Serat Pangan…………………………………………………………….
Kandungan Zat Gizi dan Energi Bubur Instan.……………..………………..
Perbandingan Harga Energi dan Serat Pangan Tepung
Bubur Instan………………………..……………………………………………

51
59
62
65
69
70

KESIMPULAN DAN SARAN……………………………………………………..
Kesimpulan………………………………………………………………………
Saran……………………………………………………………………………..

72
72
73

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………

74

LAMPIRAN……………………………...………………………………………….

79

xii

DAFTAR TABEL
Halaman
1

Kandungan gizi singkong………………………………………………

5

2

Formulasi produk bubur instan dari pati singkong termodifikasi……

25

3

Formulasi tepung emulsi bubur instan…………………..…………….

26

4

Presentase hedonik panelis terhadap bubur instan formula………..

42

5

Presentase

mutu

hedonik

panelis

terhadap

bubur

instan

formula…………………………………………………………………..

43

6

Sifat amilografi pati…………..……………………….………………….

44

7

Perbandingan kadar total pati, amilosa, dan amilopektin…….……..

53

8

Kandungan gizi pati singkong, pati singkong resisten 1 siklus dan 3
siklus……………………………………………………………………..

59

9

Kandungan gizi tepung bubur instan……………..…………………..

62

10

Kandungan zat gizi dan energi bubur instan….................................

69

11

Harga per kalori energi per gram dan harga per gram serat
pangan pada pangan instan ……………………………………………

70

xiii

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1

Ubi Kayu………………………………………………………..………

4

2

Granula pati singkong……………………………..………................

6

3

Diagram alir keseluruhan penelitian……………….........................

19

4

Bagan proses pembuatan pati singkong tergelatinisasi…………...

20

5
6
7
8
9

Bagan proses pembuatan pati singkong resisten 1 siklus
(Lehnmann 2003 yang dimodifikasi)…………………………………
Bagan proses pembuatan pati singkong resisten 3 siklus
(Lehnmann 2003 yang dimodifikasi)…………………………………
Bagan proses formulasi bubur instan kontrol (Hendy 2007 yang
dimodifikasi)…………………………………………………………….
Bagan proses formulasi bubur instanformula (Hendy 2007 yang
dimodifikasi)…………………………………………………………….
Bubur pati singkong (BPS) (a); Bubur Pati Resisten 1 siklus
(BRS 1) (b); Bubur Pati Resisten F1, F2, F3 (c), (d), (e)………….

21
22
23
24
33

10

Grafik mutu hedonik bubur instan………………….………………..

34

11

Grafik hedonik warna bubur instan……………………. ……………

35

12

Grafik mutu hedonik aroma bubur instan…………………………..

36

13

Grafik hedonik aroma bubur instan………………………................

37

14

Grafik mutu hedonik rasa bubur instan……………………………..

38

15

Grafik hedonik rasa bubur instan…………………………………….

39

16

Grafik mutu hedonik tekstur bubur instan………............................

40

17

Grafik hedonik tekstur bubur instan………………………………….

41

18

Grafik hedonik keseluruhan bubur instan…………………………..

42

19

Granula pati singkong sebelum pemanasan 400 X………………..

46

20

Granula pati singkong resisten 1 siklus (RS 1) 400 X (a); Granula
pati resisten singkong 3 siklus (RS 3) 200 X (b)……………………

47

21

Grafik presentase derajat putih tepung bubur instan………………

49

22

Grafik presentase densitas kamba pati……………………………..

50

23

Grafik presentase densitas kamba tepung bubur instan….……….

51

24

Grafik presentase amilosa pati dan tepung bubur instan…...........

52

25

Grafik presentase total pati pada pati dan tepung bubur instan….

53

26

Grafik presentase kadar pati resisten pada pati dan tepung bubur
instan………..…………………………………………………………..

55

xiv

27

Grafik presentase daya cerna pati pada pati dan tepung bubur
instan…………………………………………………………….……...

58

28

Grafik presentase kadar serat pangan pati……….……………….

66

29

Grafik presentase kadar serat pangan tepung bubur instan…..….

67

xv

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1

Prosedur analisis karakteristik fisikokimia……………………………….

80

2

Prosedur analisis karakteristik kimiawi…………………………….……

80

3

Prosedur analisis kandungan gizi………………………………..………

83

4

Prosedur analisis kadar serat pangan metode enzimatis (AOAC
1995)………………………………………………………………………..

85

5

Lembar uji organoleptik………………………………………….………..

86

6

Hasil analisis karakteristik fisikokimia pati dan tepung bubur instan....

88

7

Hasil analisis karakteristik kimiawi pati dan tepung bubur instan…….

88

8

Hasil analisis kandungan gizi pati dan tepung bubur instan…………..

89

9

Hasil analisis kadar serat pangan pati dan tepung bubur instan……..

89

10

Hasil sidik ragam karakteristik organoleptik bubur instan……………..

89

11

Perhitungan harga produk………………………………………………...

92

12

Perbandingan harga energi dan serat pangan pada pangan
instan………………………………………………………………………...

94

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Salah satu pangan lokal yang potensinya cukup besar yaitu singkong.
Singkong merupakan pangan sumber karbohidrat yang mudah ditanam sehingga
mudah diperoleh. Di Indonesia, singkong merupakan produksi hasil pertanian
pangan ke dua terbesar setelah padi sehingga singkong mempunyai potensi
sebagai bahan baku yang penting bagi berbagai produk pangan dan industri.
Produksi singkong di Indonesia pada tahun 2009 mencapai 22 juta ton. Produksi
singkong terus meningkat dari tahun ke tahun sehingga tingkat produktifitas
singkong terus meningkat. Berdasarkan data Kementerian Pertanian, tahun 2008
produksi singkong nasional mencapai 21,75 juta ton dan meningkat menjadi
22,04 juta ton pada tahun 2009. Tingkat produktifitasnya juga terus meningkat
dari 180,57 kuintal per hektare di tahun 2008 menjadi sekitar 189,86 kuintal per
hektare tahun 2009 (BPS 2009).
Pemanfaatan singkong banyak digunakan sebagai bahan baku makanan,
terutama dalam bentuk snack seperti tiwul, getuk, keripik, singkong goreng, dan
singkong rebus. Beberapa tahun terakhir ini pemanfaatan singkong oleh industri
juga berkembang cepat, terdapat beberapa snack ringan berbahan dasar
singkong beredar di masyarakat. Produk olahan singkong yang dikembangkan
oleh industri lebih banyak digemari masyarakat. Melihat kenyataan tersebut
maka sentuhan teknologi dalam pengolahan singkong yang dikembangkan oleh
industri membuat nilai ekonomi singkong menjadi meningkat dibandingkan jika
singkong hanya diolah sebagai makanan tradisional.
Pemanfaatan singkong sebagai bahan baku makanan yang bermanfaat
bagi kesehatan masih terbatas. Padahal, saat ini perhatian masyarakat terhadap
kesehatan cukup besar, termasuk dalam hal pemilihan pangan. Pangan
diharapkan dapat memberikan sifat fungsional, seperti menjaga kesehatan dan
kebugaran tubuh, memperbaiki fungsi fisiologis, atau membantu penyembuhan
penyakit. Kajian mengenai sifat fungsional pangan yang berkhasiat untuk
kesehatan dan kebugaran semakin meningkat sejalan dengan semakin
meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya hidup sehat.
Pati resisten (Resistant starch/RS) merupakan produk dari degradasi pati
yang tidak dapat diserap pada usus halus manusia sehat. Oleh karena itu, pati
resisten terfermentasi di usus besar seperti serat pangan. Pati resisten
mempunyai efek fisiologis yang bermanfaat bagi kesehatan seperti pencegahan

2

kanker kolon, mempunyai efek hipoglikemik (menurunkan kadar gula darah
setelah makan), berperan sebagai prebiotik, mengurangi risiko pembentukan
batu empedu, mempunyai efek hipokolesterolemik, menghambat akumulasi
lemak, dan meningkatkan absorpsi mineral (Sajilata et al. 2006). Hasil penelitian
bahan pangan yang mengandung 16.8% pati resisten dan pati yang dapat
dicerna menunjukkan kemampuan absorbsi kalsium dan besi di intestinal lebih
meningkat daripada pati yang dapat dicerna.
Produk makanan instan sangat digemari oleh masyarakat modern pada
masa kini. Semakin meningkatnya aktivitas menyebabkan seseorang lebih
memilih makanan dengan proses penyajian cepat. Potensi yang besar dari pati
singkong resisten maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai
proses pembuatan bubur instan dari pati singkong resisten.
Tujuan
Tujuan Umum:
Tujuan umum penelitian ini adalah mempelajari proses pembuatan bubur
instan berbasis pati singkong termodifikasi.
Tujuan Khusus:
Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah:
1. Mempelajari modifikasi pati singkong dengan perlakuan autoclavingcooling cycling.
2. Menyusun formula bubur instan berbasis pati singkong termodifikasi.
3. Menganalisis karakteristik fisikokimia pati singkong termodifikasi dan
tepung bubur instan.
4. Menganalisis pengaruh modifikasi terhadap karakteristik kimiawi pati
singkong termodifikasi dan tepung bubur instan.
5. Menganalisis kandungan gizi pati dan serat pangan pati termodifikasi
serta bubur instan.
6. Menganalisis kandungan energi dan harga energi serta serat pangan
bubur instan sebagai pangan fungsional.

3

Kegunaan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat,
khususnya pemberian alternatif produk pangan berbasis pati singkong resisten
maupun industri pangan. Selain itu, penelitian ini diharapkan mampu
meningkatkan nilai ekonomi singkong yang banyak ditanam di wilayah Indonesia
dan belum termanfaatkan dengan baik.

4

TINJAUAN PUSTAKA
Singkong
Tanaman singkong termasuk tanaman tropis yang berasal dari Brazil
(Amerika Selatan). Singkong memiliki peranan penting sebagai makanan pokok
ke-3 setelah padi dan jagung di Indonesia. Peranan singkong menjadi semakin
besar berkaitan dengan daya gunanya di bidang industri, baik industri kecil,
menengah, maupun industri besar, tidak terbatas pada industri dalam negeri,
tetapi juga di negara lain sebagai komoditas ekspor andalan. Singkong
merupakan tanaman multiguna yang dapat digunakan untuk memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari, makanan ternak, dan sebagai bahan baku berbagai
macam industri (Suprapti 2005).
Berikut ini sistematika (taksonomi) tumbuhan tanaman singkong:
kingdom

: Plantae

divisio

: Spermathopyta

subdisivio

: Angiospermae

kelas

: Dicotyledone

ordo

: Euphorbiales

famili

: Euphorbiaceae

genus

: Manihot

species

: Manihot esculenta Crantz sin dan Manihot utilisima

Gambar 1 Ubi Kayu
Sumber: www.bps.co.id
Singkong atau ubi kayu mempunyai banyak nama daerah, yaitu ketela
pohon, ubi jenderal, ubi inggris, telo pohung, kasape, bodin, telo jenderal (Jawa),
sampeu, huwi dang deur, hui jenderal (Sunda), kasbek (Ambon), dan ubi
perancis (Padang). Umbi singkong berbentuk akar yang menggelembung dan
berfungsi sebagai tempat penampung cadangan makanan (pati). Bentuk umbi
biasanya bulat memanjang, terdiri atas: kulit luar tipis (ari) berwarna kecoklatan
(kering); kulit dalam agak tebal berwarna keputihan (basah); dan daging

5

berwarna putih atau kuning (tergantung varietasnya) yang mengandung sianida
dengan kadar yang berbeda-beda. Tanaman yang dikembangkan di Indonesia
terdiri dari berbagai jenis atau varietas, dengan keunggulan masing-masing. Ada
7 jenis varietas unggul singkong yang digunakan untuk membuat tepung yaitu
Adira I, Adira II, Malang I, Malang II, Basiorao, Bogor, dan Mangi (Suprapti
2005). Berikut ini Tabel 1 mengenai kandungan gizi pada umbi singkong:
Tabel 1 Kandungan gizi Singkong

No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.

Komponen Gizi
Kadar per 100 g
Energi
146 Kal
Karbohidrat
34.7 g
Protein
1.2 g
Lemak
0.3 g
Mineral
1.3 g
Zat Besi
0.0007 mg
Kalsium
0.003 mg
Fosfor
0.004 mg
Vitamin C
0.003 mg
Vitamin B
0.006 mg
Air
62.5 g
Sumber: Suprapti (2005)
Pati Singkong
Kandungan pati dalam singkong (% bk) adalah 90 (Cui 2005). Menurut
Wahyu (2008), singkong merupakan salah satu sumber kalori bagi penduduk
kawasan tropis di dunia. Umbi singkong kaya akan karbohidrat yaitu sekitar 8090% (bb) dengan pati sebagai komponen utamanya.
Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik.
Berbagai macam pati tidak sama sifatnya, tergantung dari banyaknya atom C
dan percabangan rantai molekulnya. Pati terdiri dari dua fraksi yang dapat
dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak larut
disebut amilopektin (Winarno 2004). Pati dapat diekstrak dengan berbagai cara,
berdasarkan bahan baku dan penggunaan dari pati itu sendiri. Proses utama
pembuatan pati dari ubi-ubian melalui ekstraksi terdiri dari perendaman,
disintegrasi, dan sentrifugasi. Perendaman dilakukan dalam larutan natrium
bisulfit pada pH yang diatur untuk menghambat reaksi biokimia seperti
perubahan warna ubi. Disintergrasi dan sentrifugasi dilakukan untuk memisahkan
pati dari komponen lainnya (Cui 2005).
Pati singkong mengandung 83% amilopektin yang mengakibatkan pasta
yang terbentuk menjadi bening dan kecil kemungkinan untuk terjadi retrogradasi

6

(Friedman 1950, Gliksman 1969 dikutip Odigboh 1983 dalam Chan 1983). Pati
singkong memiliki granula berwarna putih dengan ukuran diameter yang
bervariasi dari 4-35 µm dan rata-rata 20 µm. Gambar 2 menunjukkan granula pati
singkong.

Gambar 2 Granula pati singkong
Sumber: Hui 2006 dalam Wahyu 2008
Pati dicerna dalam tubuh manusia dengan bantuan enzim amilase. Enzim
ini biasanya terdapat pada saliva (air liur) dan pankreas. Amilase akan
menghidrolisis pati menjadi maltosa. Proses pencernaan pati oleh enzim amilase
dipengaruhi oleh ukuran partikel. Semakin kecil ukuran partikel, luas permukaan
semakin besar sehingga pati lebih cepat dicerna daripada pati yang ukuran
granulanya lebih besar (Tharanathan & Madandevama 2003).
Amilosa Pati
Pati merupakan polimer dari karbohidrat yaitu kompleks anhidroglukosa
yang dihubungkan dengan rantai 1,4 α-gikosidik. Amilosa yang dihidrolisis
dengan asam akan menghasilkan D-glukosa. Amilosa pati mengandung 2002000 unit anhidroglukosa. Setiap monomer memiliki 1 atau 2 grup hidroksil
kecuali ujung amilosa pati. Molekul anhidroglukosa terakhir mengandung 1 atau
3 gugus hidroksil yang disebut sebagai bukan pereduksi. Ujung lain dari
anhidroglukosa mengandung 1 atau 2 gugus hidroksil (gugus aldehid) yang
merupakan grup pereduksi dalam bentuk hemiasetal dalam (Furia 1990).
Molekul amilosa memiliki sifat hidrophilik yang memiliki afinitas air yang
tinggi. Sifat ini menyebabkan amilosa pati dapat semakin paralel dengan ikatan
hidrogen. Jika afinitas air menurun menyebabkan ukuran pati membesar
maksimum dimana presipitasi terjadi pada konsentrasi yang rendah dan
pembentukan gel pada konsentrasi yang lebih rendah. Bentuk gel secara 3
dimensi merupakan ikatan hidrogen yang saling terhubung. Hubungan antara

7

molekul amilosa tersebut disebut retrogradasi. Molekul amilosa yang tidak
bercabang memiliki sifat kuat dan fleksibel (Furia 1990).
Amilosa juga memiliki afinitas terhadap iodine yang memiliki karakteristik
warna biru. Hal ini dapat memberikan estimasi secara kuantitatif kandungan
amilosa pada pati. Amilosa memiliki sifat hidrofilik dan hidrophobik pada ujung
yang lain. Sifat hidrofobik inilah yang menyebabkan pati tidak larut dalam air
dingin, namun apabila dipanaskan pati akan larut dan tergelatinisasi (Furia
1990).
Amilopektin Pati
Amilopektin merupakan polimer pati selain amilosa yang memiliki struktur
bercabang. Setiap cabang mengandung 15-25 anhidroglukosa yang saling
terhubung dengan ikatan 1,4 dan 1,6 α-glikosidik. Bagian cabang amilopektin pati
dihubungkan dengan rantai karbon 1 dan berakhir di rantai karbon 6. Amilopektin
merupakan polimer terbesar dari pati. Ukuran dan cabang amilopektin pati
mempengaruhi mobilitas molekul dan cenderung menjadi kuat dengan adanya
ikatan hidrogen yang dapat teretrogradasi sehingga amilopektin dalam cairan
menjadi jelas dan stabil dengan gel resisten (Furia 1990).
Molekul amilopektin yang bercabang menyebabkan molekul ini tidak
sekuat dan sefleksibel amilosa pati. Amilopektin juga tidak menunjukkan warna
biru bila ditetesi iodine. Stabilitas sol amilopektin merupakan faktor utama dalam
penggunaan amilopektin termodifikasi (Furia 1990).
Gelatinisasi Pati
Pati dalam jaringan tanaman memiliki bentuk granula (butir) yang
berbeda-beda. Jenis pati dapat dibedakan secara mikroskopis karena memiliki
ukuran, bentuk, letak hilum, dan sifat birefringent yang unik (Winarno 2004).
Granula pati memiliki sifat merefleksikan cahaya terpolarisasi sehingga di bawah
moikroskop terlihat kristal gelap terang, sifat inilah yang disebut birefringent.
Gelatinisasi pati merupakan fenomena umum yang terjadi pada pati dan sering
menjadi prinsip utama pada berbagai cara pengolahan pati. Gelatinisasi adalah
peristiwa hilangnya sifat birefringent granula pati akibat penambahan air secara
berlebih dan pemanasan pada waktu serta suhu tertentu sehingga granula
membengkak dan tidak dapat kembali pada kondisi semula (irreversible) (Belitz
dan Grosch 1987). Suhu pada saat granula pati pecah disebut suhu gelatinisasi.
Menurut SNI (1992) dalam Widowati (2000) menyebutkan bahwa suhu
gelatinisasi pati singkong adalah 84˚C dalam waktu sekitar 23 menit.

8

Retrogradasi Pati
Amilosa yang dapat terdispersi oleh air panas akan memyebabkan
peningkatan granula yang membengkak. Pasta pati yang telah mengalami
gelatinisasi terdiri dari granula yang membengkak tersuspensi dalam air panas,
dan molekul-molekul amilosa yang terdispersi dalam air. Molekul-molekul
amilosa akan terus terdispersi selama pasta pati tetap dalam keadaan panas
(Winarno 2004).
Apabila pasta pati didinginkan, energi kinetik tidak lagi cukup untuk
menyatukan kembali molekul-molekul amilosa sehingga molekul-molekul amilosa
akan berikatan dengan cabang amilopektin di pinggir luar granula. Hal tersebut
menyebabkan terbentuknya mikrokristal dan mengendap. Proses kristalisasi
kembali pati yang telah mengalami gelatinisasi disebut retrogradasi. Sebagian
besar pati yang telah menjadi gel bila disimpan atau didinginkan untuk beberapa
hari atau beberapa minggu akan membentuk endapan kristal di dasar wadahnya
(Winarno 2004).
Sebagian air pada pasta pati terbentuk dari butir pati dan endapan amilosa.
Apabila gel dipotong dengan pisau atau disimpan beberapa hari air tersebut akan
keluar dari bahan. Proses keluarnya air dari gel pati disebut sineresis.
Pati Resisten
Pati resisten adalah pati yang tidak dapat dipecah oleh enzim manusia di
usus halus. Pati resisten (Resistant starch atau RS) pati juga mengalami
fermentasi oleh mikroflora pada dinding kolon, sehingga mikroflora menghasilkan
asam lemak rantai pendek (short chain fatty acid atau SCFA) (Englyst et al.
1992; Champ et al. 1999). Profil SCFA yang diperoleh dari RS lebih banyak
mengandung butirat dan lebih sedikit mengandung asetat dibandingkan serat
pangan konvensional. Asam butirat lebih banyak dimetabolisme oleh sel-sel
kolon sebagai substrat sumber energi sel (Elmsthal 2002). Dengan sifat-sifat
yang dimilikinya, RS dapat berfungsi sebagai prebiotik.
Pati resisten mempunyai efek fisiologis yang bermanfaat bagi kesehatan
seperti pencegahan kanker kolon, mempunyai efek hipoglikemik (menurunkan
kadar gula darah setelah makan), berperan sebagai prebiotik, mengurangi risiko
pembentukan batu empedu, mempunyai efek hipokolesterolemik, menghambat
akumulasi lemak, dan meningkatkan absorpsi mineral (Sajilata et al. 2006).
Penggantian 5,4% total karbohidrat dalam diet dengan pati resisten juga

9

mengindikasikan peningkatan oksidasi lipida setelah makan sehingga dapat
menurunkan akumulasi lemak dalam jangka panjang (Higgins 2004).
Pati resisten terdiri dari empat tipe. Tipe pertama (RS I) terdiri atas pati
yang secara fisik terperangkap dalam sel-sel tanaman dan matriks bahan
pangan, misalnya pada sereal, biji, kacang-kacangan, dan pasta. Pati resisten
tipe kedua (RS II) terdiri atas granula pati yang secara alami sangat resisten
terhadap pencernaan oleh enzim α-amilase, misalnya pati pada pisang dan
kentang mentah. Pati resisten tipe ketiga (RS III) terdiri atas pati teretrogradasi
yang terbentuk saat bahan pangan yang mengandung pati dimasak dan
didinginkan. Pati resisten tipe keempat (RS IV) terdiri atas pati yang dimodifikasi
secara kimia, dimana modifikasi tersebut mempengaruhi aktivitas amilolitik dari
enzim-enzim pencernaan (Leu et al. 2003 dalam Satriawan 2010).
Serat Pangan
Menurut Winarno (2004) serat pangan atau dietary fiber merupakan
bagian dari jaringan tanaman yang tahan terhadap proses hidrolisis oleh enzim
dalam lambung dan usus kecil. Sejumlah polisakarida bukan pati pada bahan
pangan nabati disebut polisakarida non pati (non starch polysaccharides atau
NSP) yang merupakan komponen utama serat pangan (Bender 2003). Beberapa
contoh NSP antara lain selulosa, hemiselulosa dan inulin yang termasuk IDF.
Pektin, gum, dan musil tanaman termasuk SDF.
Selulosa merupakan polimer rantai lurus dari glukosa dengan ikatan
rantai β-(1-4) yang tidak dapat dihidrolisis oleh enzim amilase. Hemiselulosa
merupakan polisakarida yang tersusun dari xilosa, galaktosa, glukosa, dan
monosakarida lainnya yang terikat bersama-sama. Pektin merupakan polimer
yang tersusun dari asam galakturonat dan monosakarida lain serta banyak
ditemukan pada dinding sel tanaman. Gum adalah polimer dari galaktosa, asam
glukoronat, dan monosakarida lainnya serta ditemukan dalam eksudat batang
tanaman. Musil adalah polimer dari galaktosa, mannosa, dan monosakarida lain
yang ditemukan dalam rumput laut (Wardlaw 1999). Komponen penting lainnya
dalam serat pangan adalah lignin yang bukan termasuk karbohidrat tetapi
merupakan polimer kompleks dari berbagai jenis alkohol aromatik (Bender 2003).
Serat pangan dikelompokkan berdasarkan kemampuannya larut dalam
air menjadi serat pangan larut (soluble dietary fiber atau SDF) dan serat pangan
tidak larut (insoluble dietary fiber atau IDF). Soluble Dietary Fiber diartikan
sebagai serat pangan yang dapat larut air hangat atau panas serta dapat

10

terendapkan oleh air yang tercampur dengan empat bagian etanol. Insoluble
Dietary Fiber diartikan sebagai serat pangan tidak larut dalam air panas dan air
dingin. Gabungan dari serat pangan tidak larut dan serat pangan tidak larut air
disebut serat pangan total (total dietary fiber atauTDF). Pengertian serat kasar
berbeda dengan serat pangan. Menurut Winarno (2004) serat kasar adalah
bagian makan yang tidak dapat terhidrolisis oleh bahan-bahan kimia yang
digunakan untuk menentukan serat kasar yaitu asam sulfat 1.25% dan natrium
hidroksida 1.25%.
Efek fisiologis dari serat pangan bagi tubuh terutama dalam saluran
pencernaan berbeda-beda pada setiap komponennya. Serat menstimulasi aliran
saliva dan meningkatkan volume makanan di dalam mulut. Saat melewati
lambung serat larut air dan komponen kental serat menunda pengosongan isi
lambung. Dalam usus halus, serat membentuk larutan yang kental sehingga
menghambat daya cerna dan absorbsi karbohidrat dan lemak serta cenderung
menghambat absorpsi glukosa dan memperkecil kadar kolesterol plasma darah.
Fungsi serat larut berlawanan dengan serat tidak larut, komponen serat larut
didegradasi oleh bakteri dalam kolon sehingga tidak mempengaruhi bobot feses
dan tidak menimbulkan efek laksatif (Sardesai 2003). Serat pangan tidak larut
dapat memperbesar volume feses dan mempercepat pengeliminasian sehingga
mengurangi transit time dan mengurangi resiko pembentukan kanker colorectal.
Respon fisiologis dari konsumsi serat pangan menjadi dasar para pakar
menghubungkan diet kaya serat dengan penurunan resiko terhadap penyakit
kronis noninfeksi pada saluran pencernaan seperti konstipasi, penyakit
divertikular dan kanker kolon, gangguan sistem sirkulasi tubuh seperti
aterosklerosis dan penyakit jantung koroner (PJK), serta gangguan metabolisme
seperti obesitas dan diabetes (Sardesai 2003). American Dietetic Association
(ADA) merekomendasikan konsumsi serat konsumsi pangan bagi orang dewasa
sekitar 20-35 gram per hari. Sebuah studi menunjukkan bahwa serat lebih dari
25 gram per hari dapat menurunkan resiko terkena penyakit jantung 36% dan
konsumsi 29 gram serat per hari dapat menurunkan resiko serangan jantung
sebesar 41% (Wardlaw 1999).
Daya Cerna Pati
Daya cerna adalah bagian dari pangan yang dikonsumsi dan tidak
dikeluarkan menjadi feses. Daya cerna pati juga menggambarkan kemampuan
suatu enzim pemecah pati untuk menghidrolisis pati menjadi unit-unit yang lebih

11

kecil. Daya cerna pati membuat bahan baku sumber karbohidrat mempunyai
daya cerna karbohidrat dan protein yang berbeda-beda. Hal ini sangat
dipengaruhi oleh komposisi kimia bahan pangannya dan bukan hanya oleh rasio
amilosa-amilopektin yang menyusun pati bahan dasarnya. Beberapa faktor yang
dapat menurunkan daya cerna pati adalah penggunaan suhu yang terlalu tinggi
pada waktu pengolahan, interaksi antara pati dengan komponen non pati, dan
jumlah resistant starch yang terdapat dalam pati. Resistant starch merupakan
fraksi pati yang tidak dapat dihidrolisis pada usus halus tetapi kemudian
difermentasi oleh mikroflora usus (Prangdimurti, Palupi,& Zakaria 2007).
Pati atau sumber karbohidrat dihidrolisis oleh enzim α-amilase pada suhu 37˚C
dan pH 7.0 selama 30 menit menyerupai kondisi dalam tubuh. Maltosa hasil
hidrolisis pati kemudian diukur jumlahnya menggunakan spektrofotometer
setelah direaksikan dengan asam dinitrosalisilat sehingga dapat diukur pada 520
nm. Kadar maltosa diukur dengan menggunakan kurva standar maltosa murni.
Semakin banyak maltosa yang dihasilkan menunjukkan semakin banyak pati
yang dapat dihidrolisis mengindikasikan daya cernanya tinggi. Daya cerna pati
atau sumber karbohidrat dihitung sebagai persentase relatif terhadap pati murni
(Prangdimurti, Palupi, & Zakaria 2007).
Modifikasi Pati Secara Fisik
Perlakuan modifikasi pati secara fisik melibatkan beberapa faktor yaitu
suhu, tekanan, pemotongan, dan kadar air pada pati. Granula pati dapat diubah
secara parsial maupun total. Prinsip modifikasi fisik secara umum adalah dengan
pemanasan. Apabila dibandingkan dengan modifikasi kimia, modifikasi fisik
cenderung lebih aman karena tidak menggunakan berbagai pereaksi kimia.
Perlakuan modifikasi secara fisik antara lain: ekstruksi, parboiling, steamcooking, iradiasi microwave, pemanggangan, hydrothermal treatment dan
autoclaving (Sajilata et al. 2006; Kaur et al. 2011).
Sebagian besar metode modifikasi fisik yang telah disebutkan dapat
meningkatkan kadar pati resisten (Sajilata et al. 2006). Metode steaming-cooking
dan parboiling umumnya diaplikasikan pada beras. Metode ekstruksi merupakan
metode yang paling popular digunakan untuk memodifiaksi karakteristik
fungsional pati serealia. Prosesnya menggunakan temperatur yang tinggi, waktu
yang singkat, dan gelatinisasi pati terjadi pada kandungan air rendah (Kaur et al.
2011).

12

Perlakuan fisik lainnya adalah metode autoclaving. Menurut Sajilata et al.
(2006), perlakuan pemanasan dengan menggunakan metode autoclaving dapat
meningkatkan produksi pati resisten hingga 9%. Metode autoclaving dilakukan
dengan mensuspensikan pati dengan rasio penambahan air 1:3.5 atau 1:5,
kemudian dipanaskan dengan pemanasan autoklaf pada suhu tinggi. Setelah
diautoklaf, suspensi pati disimpan pada suhu rendah agar terjadi retrogradasi.
Selama retrogradasi, molekul pati kembali membentuk struktur kompak yang
distabilkan dengan adanya ikatan hidrogen. Peningkatan kadar pati resisten
dapat dilakukan dengan menggunakan pengulangan siklus. Perlakuan modifikasi
ini disebut autoclaving-colling cycling treatment (Shin et al. 2002; Zabar et al.
2008).
Bubur Instan
Bubur instan yang lebih dikenal dengan sebutan pure (asal kata dari
bahasa Inggris yakni puree). Pengertian pure berdasarkan Kamus Besar Bahasa
Indonesia (1989) dalam Hendy (2007) adalah pangan atau bahan pangan yang
dilembutkan. Bubur memiliki tekstur yang lunak sehingga mudah dicerna. Bubur
tidak hanya terbuat dari beras saja namun dapat pula dibuat dari kacang hijau
dan beras merah. Bubur diolah dengan memasak bahan penyusun dengan air
seperti bubur nasi, mencampurkan santan (bubur kacang hijau), maupun dengan
mencapurkan susu (bubur susu).
Bubur instan memiliki komponen penyusun seperti halnya bubur. Bubur
yang telah jadi (masak) mengalami proses instanisasi. Instanisasi dilakukan
dengan cara memasak komponen-komponen penyusun bubur yang telah
berbentuk tepung sampai menjadi adonan kental. Bahan tepung yang diperoleh
telah bersifat instan dan dikemas menjadi bubur instan (Perdana 2003).
Pengeringan
Pengeringan adalah proses pindah panas dan kandungan air secara
simultan. Udara panas yang dibawa oleh media pengeringan akan digunakan
untuk menguapkan air yang terdapat didalam bahan. Uap air yang berasal dari
bahan akan dilepaskan dari permukaan bahan ke udara kering (Pramono 1993
dalam Hendy 2007). Dasar proses pengeringan adalah terjadinya penguapan air
ke udara karena perbedaan uap air antara udara dengan bahan yang
dikeringkan. Tujuan pengeringan adalah mengurangi kadar air bahan sampai

13

batas perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim

yang

dapat

menyebakan kebusukan terhambat dan terhenti agar bahan memiliki masa
simpan yang lama (Taib et al.1998 dalam Hendy 2007).
Handerson et al (1976) diacu dalam Hendy (2007) mengungkapkan
bahwa proses pengeringan memberikan keuntungan antara lain masa simpan
produk kering lebih lama, viabilitas biji lebih terjamin, dan memperkecil serta
meringankan volume produk sehingga memudahkan penanganan, penyimpanan
dan transportasi. Pengeringan juga memiliki beberapa kerugian antara lain rusak
atau berkurangnya vitamin-vitamin dan zat warna, hilangnya flavour yang mudah
menguap dan menimbulkan bau gosong jika kondisi pengeringan tidak terkendali
(Desroiser 1988 dalam Fernando 2008)
Drum Dryer
Pengering drum (drum dryer) digunakan untuk mengeringkan bahan
dalam bentuk bubur atau larutan. Drum berputar pada sumbu horizontal dan
dipanaskan secara internal dengan uap air atau medium pemanas lain (Brennan
1974). Bahan yang dikeringkan disebar dalam bentuk lapisan tipis pada
permukaan drum. Pengeringan berlangsung pada saat drum berputar. Proses
pengeringan dapat dilakukan dalam udara terbuka (tekanan 1 atm) atau dalam
keadaan hampa udara. Produk yang kering dilepaskan dengan menggunakan
pisau pengikis pada saat perputaran drum telah mencapai 2/3-3/4 dari bahan
pertama kali dimasukkan ke dalam permukaan drum. Produk kering tersebut
kemudian digling menjadi bubuk yang halus (Desroiser 1988 dalam Fatmawati
2004).
Secara umum alat pengering drum memiliki dua tipe yaitu drum tunggal
dan drum ganda. Drum tunggal dilakukan dengan mencelupkan drum pada
bubur atau larutan, sedangkan pada drum ganda didesain dengan dua drum
yang puncaknya parallel dan bahan yang akan dikeringkan dimasukkan dari
bagian atas pada arah antar dua drum (APV Crepaco 1992 diacu dalam
Fatmawati 2004). Alat pengering drum ganda digunakan untuk mengeringkan
bahan pangan, kimia, dan farmasi dengan berbagai variasi bobot jenis dan
viskositas. Karakteristik bahan yang dapat dikeringkan dengan alat pengeringan
drum ganda adalah berbentuk cairan atau pasta, tahan terhadap panas dan
dipasarkan dalam bentuk bubuk yang mudah direhidrasi.
Keuntungan penggunaan alat pengering drum adalah kecepatan
pengeringan yang tinggi dan penggunaan panas yang ekonomis. Kelemahan alat

14

ini adalah hanya dapat digunakan pada bahan yang berbentuk bubur atau pasta
dan bahan yang tahan terhadap suhu tinggi dalam waktu singkat (Brennan
1974).
Sukralosa
Sukralosa merupakan jenis pemanis rendah kalori baru yang beredar di
pasaran. Sukralos

Dokumen yang terkait

Pengaruh Waktu Vulkanisasi dan Pembebanan Pengisi Tepung Kulit Singkong Termodifikasi Penyerasi Alkanolamida pada Pembuatan Produk Film Lateks Karet Alam

5 231 102

Pengaruh Suhu Vulkanisasi Pada Pembuatan Produk Film Lateks Karet Alam Berpengisi Tepung Kulit Singkong Termodifikasi Penyerasi Alkanolamida

3 50 110

Pemanfaatan Pati Termodifikasi Fisik dari Pisang dan Kentang, Tepung Jagung serta Karaginan Untuk Pembuatan Bihun Instan Berdaya Cerna Rendah

3 56 142

Perbandingan Indeks Glikemik Dan Beban Glikemik Antara Bubur Ayam Instan Dan Tradisional

2 37 68

Pendayagunaan Pati Singkong dan Tepung Kulit Singkong sebagai Bahan Pembuatan Plastik Biodegradable (Kajian Rasio Pati Singkong dan Tepung Kulit Singkong)

0 0 14

BAB 1 PENDAHULUAN - Pengaruh Waktu Vulkanisasi dan Pembebanan Pengisi Tepung Kulit Singkong Termodifikasi Penyerasi Alkanolamida pada Pembuatan Produk Film Lateks Karet Alam

0 2 6

Pengaruh Waktu Vulkanisasi dan Pembebanan Pengisi Tepung Kulit Singkong Termodifikasi Penyerasi Alkanolamida pada Pembuatan Produk Film Lateks Karet Alam

0 0 22

Pengaruh Suhu Vulkanisasi Pada Pembuatan Produk Film Lateks Karet Alam Berpengisi Tepung Kulit Singkong Termodifikasi Penyerasi Alkanolamida

0 0 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Suhu Vulkanisasi Pada Pembuatan Produk Film Lateks Karet Alam Berpengisi Tepung Kulit Singkong Termodifikasi Penyerasi Alkanolamida

0 0 20

Pengaruh Suhu Vulkanisasi Pada Pembuatan Produk Film Lateks Karet Alam Berpengisi Tepung Kulit Singkong Termodifikasi Penyerasi Alkanolamida

0 0 25