Pendugaan Potensi Simpanan Karbon pada Agroforestri Kopi (Coffea arabica L.) dengan Leda (Eucalyptus deglupta Bl.) dan Suren (Toona sureni Merr.)

PENDUGAAN POTENSI SIMPANAN KARBON PADA AGROFORESTRI
KOPI (Coffea arabica L.) DENGAN LEDA (Eucalyptus deglupta Bl.) DAN
SUREN (Toona sureni Merr.)

KUMALA FITRIYANITA

DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014

PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pendugaan
potensi simpanan karbon pada agroforetsri kopi (Coffea arabica L.) dengan
leda (Eucalyptus deglupta Bl.) dan suren (Toona sureni Merr.) adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi
yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada

Institut Pertanian Bogor.
Bogor, November 2014
Kumala Fitriyanita
NIM E44100046

ABSTRAK
KUMALA FITRIYANITA. Pendugaan potensi simpanan karbon pada
agroforetsri kopi (Coffea arabica L.) dengan leda (Eucalyptus deglupta Bl.) dan
suren (Toona sureni Merr.). Dibimbing oleh NURHENI WIJAYANTO.
Emisi gas rumah kaca dapat dikurangi dengan meningkatkan simpanan
karbon melalui pembangunan hutan. Sistem agroforestri diperkirakan memiliki
potensi yang cukup besar sebagai penyimpan karbon dalam bentuk biomassa.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan membandingkan potensi simpanan
karbon pada agroforestri E. deglupta dengan C. arabica dan T. sureni dengan C.
arabica. Pendugaan potensi simpanan karbon tegakan dan tanaman kopi
dilakukan dengan menggunakan persamaan alometrik sedangkan untuk tumbuhan
bawah, serasah, dan buah dengan metode destruktif. Hasil penelitian
menunjukkan perbedaan antara kedua pola agroforestri dimana pola AgF1 (leda
dengan kopi) memiliki nilai simpanan karbon total lebih tinggi dibandingkan pola
AgF2 (suren dengan kopi). Nilai simpanan karbon total pada pola AgF1 adalah

37.49 ton/ha sedangkan pola AgF2 adalah 14.26 ton/ha. Persentase penutupan
tajuk pada pola AgF1 lebih tinggi dibandingkan dengan pola AgF2 dengan nilai
masing-masing 51.13 % dan 30.19%. Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan
penutupan tajuk tidak memiliki pengaruh terhadap biomassa tumbuhan bawah.
Kata kunci: Agroforestri, C. arabica, E. deglupta, simpanan karbon, T. sureni

ABSTRACT
KUMALA FITRIYANITA. Estimation of the potential for carbon stock in
agroforestry coffee (Coffea arabica L.) with leda (Eucalyptus deglupta Bl.) and
suren (Toona sureni Merr.). Supervised by NURHENI WIJAYANTO.
Greenhouse gases emissions can be reduced by increasing carbon stock
through the development of forests. Agroforestry systems are expected to have
considerable potential as a carbon stock in the form of biomass. The aims of this
research are to estimate and compare the potential of carbon stock in agroforestry
E. deglupta with C. arabica and T. sureni with C. arabica. The estimation of
carbon stock in stands and coffee plants using allometric equations while for
understorey, litter, and fruit with destructive methods. The results showed the
difference between the two patterns agroforestry where AgF1 pattern has a total
value of carbon stock is higher than AgF2 pattern. Total carbon stock in AgF1
pattern is 37.49 ton/ha while AgF2 pattern is 14.26 ton/ha. The percentage of

canopy closure in AgF1 pattern higher than AgF2 pattern with values are 51.13 %
and 30.195 %. The value of Pearson correlation test showed canopy closure had
not significant effect of biomass in the understorey .
Keywords: Agroforestry, C. arabica, carbon storage, E. deglupta, T. sureni

PENDUGAAN POTENSI SIMPANAN KARBON PADA AGROFORESTRI
KOPI (Coffea arabica L.) DENGAN LEDA (Eucalyptus deglupta Bl.) DAN
SUREN (Toona sureni Merr.)

KUMALA FITRIYANITA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Silvikultur

DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2014

Judul Skripsi : Pendugaan Potensi Simpanan Karbon pada Agroforestri Kopi
(Coffea arabica L.) dengan Leda (Eucalyptus deglupta Bl.) dan
Suren (Toona sureni Merr.)
Nama
: Kumala Fitriyanita
NIM
: E44100046

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Nurheni Wijayanto, MS
Pembimbing

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Nurheni Wijayanto, MS
Ketua Departemen


Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala yang
telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul Pendugaan potensi simpanan
karbon pada agroforetsri kopi (Coffea arabica L.) dengan leda (Eucalyptus
deglupta Bl.) dan suren (Toona sureni Merr.).
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof Dr Ir Nurheni Wijayanto,
MS selaku dosen pembimbing yang telah memberikan saran dan masukan bagi
penulis. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Supriyatna
Dinuri dan LMDH Rahayu Tani atas kesempatan yang diberikan untuk melakukan
penelitian serta teman penelitian Alfyani yang telah membantu dalam
pengambilan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak, Mama,
Kakak, serta seluruh keluarga atas doa dan kasih sayangnya, keluarga besar
Departemen Silvikultur khususnya Silvikultur 47 dan Ibu Yani, sahabat satu
bimbingan Rummi, Ayu, dan Pak Dino, sahabat seperjuangan Adlan, Hani, Arie,
Mira, Desi, Intan, Nurel, Ade, Aurum, Nurul, Gina, Ninid, Hida, dan teman-teman
Queen 1 yang telah membantu dan memberikan semangat kepada penulis dalam
proses penyelesaian tulisan ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak
kekurangan, untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan
untuk penyempurnaan penulisan lebih baik. Besar harapan penulis, semoga skripsi
ini bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.

Bogor, November 2014
Kumala Fitriyanita

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

viii

DAFTAR GAMBAR

viii

DAFTAR LAMPIRAN

viii


PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

1

Manfaat Penelitian

1

METODE

2


Alat dan Bahan

2

Prosedur Penelitian

2

Analisis Data

3

HASIL DAN PEMBAHASAN

6

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

6


Analisis Vegetasi Tumbuhan Bawah

8

Potensi Biomassa di Atas Permukaan

9

Potensi Biomassa Total di Atas Permukaan

11

Potensi Simpanan Karbon Total di Atas Permukaan

12

Hubungan Penutupan Tajuk dengan Biomassa Tumbuhan Bawah

13


SIMPULAN DAN SARAN

14

Simpulan

14

Saran

14

DAFTAR PUSTAKA

14

LAMPIRAN

16


RIWAYAT HIDUP

18

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5

Persamaan alometrik pendugaan biomassa kopi dan volume tegakan
Lima jenis tumbuhan bawah paling dominan pada pola AgF1
Lima jenis tumbuhan bawah paling dominan pada pola AgF2
Potensi biomassa di atas permukaan
Rataan diameter pohon, jumlah pohon, dan kerapatan kayu
pada masing-masing pola agroforestri
6 Persentase penutupan tajuk dan biomassa tumbuhan bawah

4
8
8
10
10
13

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5

Petak contoh pengambilan data
Kondisi pola AgF1 (A); kondisi pola AgF2 (B)
Lokasi LMDH Rahayu Tani
Perbandingan potensi simpanan biomassa total di atas permukaan
Perbandingan potensi simpanan karbon total di atas permukaan

2
7
7
11
12

DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil perhitungan analisis vegetasi tumbuhan bawah pada pola AgF1
2 Hasil perhitungan analisis vegetasi tumbuhan bawah pada pola AgF2

16
17

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hutan merupakan penyerap dan penyimpan karbon terbesar dalam peranan
penting pada siklus karbon global. Namun fungsi hutan sekarang semakin
menurun melihat terus meningkatnya laju degradasi dan deforestasi. Akibatnya,
terjadi peningkatan jumlah karbondioksida (CO2) di atmosfer yang menimbulkan
efek gas rumah kaca (GRK). Informasi mengenai jumlah karbon (C) yang
tersimpan sangat diperlukan untuk menyusun strategi pengurangan emisi dari
degradasi dan deforestasi hutan terutama untuk pengembangan sistem perhitungan
karbon nasional (Wibowo et al. 2010).
Strategi penurunan emisi gas rumah kaca dapat dilakukan dengan
meningkatkan kemampuan hutan dalam menyerap dan menyimpan karbon
melalui pembangunan hutan. Salah satu sistem yang diperkirakan memiliki
potensi dalam penyerapan dan penyimpanan karbon yang cukup besar adalah
sistem agroforestri. Hasil penelitian Rusolono (2006) menyatakan bahwa
agroforestri sengon dengan kopi pada umur 1 tahun – 12 tahun mampu
menyimpan karbon sebesar 15.40 ton/ha - 80.20 ton/ha dibandingkan dengan hasil
penelitian Heriyanto et al. (2007) pada hutan tanaman Acacia mangium berumur
10 tahun yang hanya mampu menyimpan karbon sebesar 3.08 ton/ha. Walaupun
peran agroforestri dalam mempertahankan simpanan karbon masih lebih rendah
bila dibandingkan dengan hutan alam, tetapi sistem ini dapat menerapkan suatu
tawaran yang dapat memberikan harapan besar dalam meningkatkan simpanan
karbon pada lahan-lahan terdegradasi (Widianto et al. 2003).
Hutan mempunyai kemampuan menyerap karbondioksida (CO2) dari udara
dan menyimpan karbon dalam bentuk biomassa. Oleh karena itu perlu dilakukan
penelitian pengukuran terhadap biomassa untuk mengetahui seberapa besar
jumlah karbon yang tersimpan dalam hutan terutama pada sistem agroforestri.
Penelitian mengenai simpanan karbon pada lahan agrforestri masih sedikit
dilakukan mengingat sistem agroforestri dapat memberikan harapan besar dalam
meningkatkan simpanan karbon pada lahan-lahan terdegradasi.

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menduga dan membandingkan potensi
simpanan karbon pada agroforestri leda dengan kopi dan suren dengan kopi.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan data dan informasi mengenai
kontribusi pengelolaan agroforestri terhadap prospek simpanan karbon. Selain itu,
diharapkan dapat menjadi dasar pertimbangan pihak terkait untuk menentukan
jenis vegetasi yang akan ditanam sebagai upaya peningkatan dalam penyimpanan
karbon.

2

METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Februari 2014 sampai Maret 2014.
Pengambilan data lapangan bertempat di LMDH Rahayu Tani, BKPH Banjaran,
KPH Bandung Selatan, Perum Perhutani Divisi Regional Jawa Barat dan Banten.

Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan adalah kompas, GPS (Global Positioning
System), pita meter, phiband, patok, tali rafia, haga hypsometer, spiracle
densiometer, clinometer, termometer, kantong plastik, label, golok, timbangan,
oven, koran, kamera, alat tulis, dan tally sheet. Bahan yang digunakan adalah
tegakan leda dan tegakan suren yang berumur 6 tahun dengan jarak tanam 5 m x 5
m, dan tanaman kopi berumur 12 tahun dengan jarak tanam 2.5 m x 2.5 m.

Prosedur Penelitian
Penentuan dan Pembuatan Petak di Lapang
Pengambilan data di lapang dilakukan dengan pembuatan petak persegi
panjang berukuran 100 m x 20 m yang dibagi ke dalam 5 subpetak berukuran 20
m x 20 m (Gambar 1). Menurut Hairiah dan Rahayu (2007), dibuat petak
berukuran 100 m x 20 m apabila pada sistem agroforestri atau perkebunan
memiliki jarak tanam antar pohon cukup lebar.

Keterangan:
= plot analisis vegetasi tumbuhan bawah
= plot pengukuran biomassa tumbuhan bawah dan serasah
Gambar 1 Petak contoh pengambilan data (Hairiah dan Rahayu 2007)

3
Metode Pengambilan Contoh Biomassa Pohon dan Tanaman Kopi
Pengambilan data biomassa dilakukan pada plot berukuran 100 m x 20 m.
Biomassa tegakan pohon yang diamati adalah diameter dan tinggi total. Diameter
pohon diukur dengan menggunakan pita meter pada ketinggian setinggi dada
(DBH ± 1,3 m) dan tinggi total pohon diukur menggunakan haga hypsometer.
Pengukuran tanaman kopi dilakukan pada ketinggian 0,5 m dari permukaan tanah
(Yudhistira 2006).
Metode Pengambilan Contoh Biomassa Tumbuhan Bawah dan Serasah
Pengambilan contoh tumbuhan bawah dan serasah dilakukan pada plot
berukuran 1 m x 1 m secara destruktif. Pengukuran serasah dilakukan sebelum
pengukuran biomassa tumbuhan bawah. dan langsung ditimbang untuk
menentukan berat basah total. Berat basah contoh ditimbang sebanyak 200 gram,
apabila berat basahnya kurang dari 200 gram maka berat tersebut adalah berat
basah contohnya. Pengovenan dilakukan pada suhu 80ºC selama 2 x 24 jam
(Hairiah dan Rahayu 2007).
Metode Pengambilan Contoh Biomassa Buah Kopi
Persamaan alometrik kopi pangkas yang sudah tersedia merupakan
persamaan alometrik kopi pangkas tanpa buah. Pengambilan contoh biomassa
buah kopi dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui nilai biomassa yang
terkandung. Pengambilan buah kopi dilakukan dengan memilih tiga pohon kopi
secara purposive sampling pada setiap subpetak berukuran 20 m x 20 m. Buah
kopi diambil secara destruktif seperti pengambilan contoh biomassa tumbuhan
bawah dan serasah. Kemudian diambil berat basah contohnya sebanyak 200 gram
dan di oven selama 2 x 24 jam pada suhu 80ºC.
Metode analisis vegetasi tumbuhan bawah
Analisis vegetasi tumbuhan bawah dilakukan pada masing-masing plot
dengan ukuran 2 m x 2 m. Data yang diambil meliputi nama lokal dan jumlahnya.
Metode pengukuran penutupan tajuk
Spiracle densiometer digunakan untuk mengukur penutupan tajuk yang
dikembangkan oleh Supriyanto dan Irawan (2001). Pengukuran dilakukan pada 5
titik yang mewakili dan masing-masing titik diukur pada 4 arah mata angin yaitu
utara, timur, selatan, dan barat. Masing-masing kotak dihitung persen bayangan
langit yang dapat tertangkap pada cermin dengan pembobotan, yaitu terbuka
penuh memiliki bobot 4 (100%), bobot 3 (75%), bobot 2 (50%), bobot 1 (25%),
dan bobot 0 (tidak ada bayangan langit yang bisa dilihat).

Analisis Data
Analisis Vegetasi Tumbuhan Bawah
Indeks Nilai Penting (INP) digunakan untuk mengetahui tingkat penguasaan
atau dominansi suatu spesies tumbuhan terhadap suatu komunitas (Soegianto
1994 dalam Maisyaroh 2010). Nilai INP tumbuhan bawah didapatkan dengan
menjumlahkan nilai kerapatan relatif (KR) dan frekuensi relatif (FR). INP

4
tumbuhan bawah dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Soerianegara dan
Indrawan 2008) sebagai berikut:
Kerapatan (ind/ha)

=

Kerapatan Relatif (%) =

Frekuensi

=

Frekuensi Relatif (%) =
INP (%)

Jumlah dari individu
Luas plot contoh
Kerapatan dari suatu jenis
Kerapatan seluruh jenis

x 100%

Jumlah plot diketemukannya suatu jenis
Jumlah seluruh plot
Frekuensi dari suatu jenis
Frekuensi seluruh jenis

x 100%

= KR + FR

Perhitungan Biomassa Pohon dan Tanaman Kopi
Potensi biomassa pohon diduga dengan menggunakan persamaan alometrik
yang sudah dikembangkan sebelumnya. Jika persamaan alometrik untuk jenis
yang ditemukan tidak ada, maka dapat menggunakan persamaan alometrik
volume pohon. Persamaan alometrik pendugaan biomassa kopi dan volume pohon
yang tersedia pada Tabel 1.
Tabel 1 Persamaan alometrik pendugaan biomassa kopi dan volume pohon
No
1
2

3

Jenis pohon

Persamaan alometrik

Eucalyptus
V = 0.00004 (D3.13943) (0.97526D)
deglupta (Leda)
Toona
sureni V = 0.00013 (D2.5017)
(Suren)

Kopi pangkas

W = 0.281 (D2.06)

Sumber
Haruni et al. (2012)
Direktorat
Inventarisasi Hutan
(1990) dalam Haruni
et al. (2011)
Arifin (2001) dalam
Hairiah dan Rahayu
(2007)

Keterangan: V = volume pohon (m3); W = biomassa pohon (kg/pohon); D = diameter pohon
(cm)

Penggunaan rumus alometrik volume pohon berdasarkan pada pendekatan 4
yang disebutkan dalam Haruni (2011) yaitu pendekatan ini digunakan apabila
model alometrik volume pohon yang dikembangkan untuk suatu jenis atau tipe
ekosistem yang akan diduga di lokasi tertentu tidak atau belum tersedia, tetapi
model alometrik volume pohon untuk jenis atau tipe ekosistem tersebut sudah
tersedia atau dikembangkan di lokasi lain. Persamaan alometrik volume pohon
jenis leda berasal dari hutan tanaman di daerah Kalimantan Timur, sedangkan
suren berasal dari hutan lahan kering di daerah Nusa Tenggara Barat. Penggunaan
rumus berdasarkan karakteristik masing-masing jenis yang mampu tumbuh pada
kedua lokasi tersebut serta kondisi sebaran diameter. Sebaran diameter yang

5
diperbolehkan untuk hutan tanaman leda adalah 5 – 110 cm sedangkan hutan
lahan kering suren adalah 10 – 150.7 cm.
Untuk mengkonversi nilai volume pohon menjadi nilai biomassa pohon di
atas permukaan tanah, nilai volume pohon yang diperoleh dari model alometrik
volume dikalikan dengan nilai kerapatan kayu (wood density)
Biomassapohon = volumepohon x ρ
Keterangan:
Biomassapohon = biomassa pohon di atas permukaan tanah (kg)
Volumepohon = volume pohon (m3)
ρ
= kerapatan kayu (kg/m3)
Kerapatan kayu leda adalah sebesar 570 kg/m3 dan suren adalah sebesar 390
kg/m3 (P3HH 2008).
Perhitungan Biomassa Tumbuhan Bawah, Serasah, dan Buah Kopi
Pendugaan biomassa tumbuhan bawah, serasah, dan buah kopi dilakukan
untuk mengetahui berat kering total (BKT). Berat kering total dapat dihitung
dengan menggunakan rumus berikut (Hairiah dan Rahayu 2007) :

Keterangan:
BKT = berat kering total
BKc = berat kering contoh
BBc = berat basah contoh
BBT = berat basah total

BKT =

BKc
x BBT
BBc

Perhitungan Pendugaan Potensi Karbon di Atas Permukaan Tanah
Potensi karbon dapat diduga melalui biomassa tumbuhan dengan
mengkonversi 0.47 dari biomassa. Perhitungan karbon dari biomassa menurut
BSN (2011) dapat menggunakan rumus sebagai berikut:
C = B x 0.47
Keterangan:
C
= kandungan karbon dari biomassa (kg)
B
= total biomassa (kg)
0.47 = faktor konversi dari standar internasional untuk pendugaan karbon
Perhitungan Karbon Per Hektar untuk Biomassa di Atas Permukaan Tanah
Perhitungan simpanan karbon per hektar untuk biomassa di atas permukaan
tanah dapat menggunakan persamaan yang sudah dikembangkan oleh BSN (2011)
adalah:
��
� =

� � �
Keterangan:
Cn
= kandungan karbon per hektar pada masing-masing carbon pool pada tiap
plot (ton/ha)
Cx
= kandungan karbon pada masing-masing carbon pool pada tiap plot (kg)
L plot = luas plot pada masing-masing pool (m2)

6
Perhitungan penutupan tajuk
Data pengukuran keterbukaan tajuk pada masing-masing titik dihitung
dengan menggunakan rumus (Supriyanto dan Irawan 2001) sebagai berikut:
Ti

=

T1+T2+T3+…..Tn
N

x 1.04

Keterangan:
Ti
= keterbukaan tajuk
Tn
= bobot pada masing-masing titik pengukuran
N
= jumlah titik pengukuran
1.04 = faktor koreksi
Persentase penutupan tajuk (T) pada masing-masing lokasi dihitung dengan
rumus: T= 100-Ti .

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
LMDH Rahayu Tani bergerak dibidang budidaya holtikultura di bawah
kepemimpinan Bapak Supriatna Dinuri. Sejak tanggal 17 Mei 2001, kelompok
tani ini sepakat hanya menanam satu komoditas yaitu tanaman kopi. Untuk
peningkatan mutu dan kualitas kopi, dilakukanlah revitalisasi lahan dengan
memperbaiki jarak tanam tegakan yang tidak beraturan. Oleh sebab itu umur
tanaman kopi lebih tua dibandingkan umur tegakan.
Tahun 2009, LMDH Rahayu Tani mendapatkan Hak Kelola Hutan
Pangkuan Desa dari PERHUTANI KPH Bandung Selatan, BKPH Banjaran RPH
Logawa seluas 60 Ha dengan Pola PHBM. Pembentukan pola PHBM ini
bertujuan untuk mengurangi perambahan hutan yang sejak dulu sering dilakukan
oleh masyarakat sekitar. Tahun 2010 LMDH Rahayu Tani mendirikan PT Nuga
Ramitra (Kopi Malabar Indonesia) dengan pengembangan kopi luwak malabar.
Tahun 2012 LMDH ini mampu mendirikan koperasi mitra Malabar Provinsi Jawa
Barat. Prestasi yang diraih Kopi Malabar Indonesia meningkatkan citra sehingga
Perhutani memberikan tambahan lahan garapan PHBM seluas 457.50 Ha.
Areal pengelolaan terdiri dari empat pola agroforestri, yakni leda
(Eucalyptus deglupta) dengan kopi (Coffea arabica), suren (Toona sureni) dengan
kopi (Coffea arabica), ki badak (Antidesma montanum) dengan kopi (Coffea
arabica), serta pinus (Pinus merkusii) dengan kopi (Coffea arabica). Pemilihan
jenis ini didasarkan pada penutupan tajuk pohon yang mampu memberikan
naungan baik terhadap pertumbuhan dan produksi kopi. Penelitian ini dilakukan
pada agroforestri leda dengan kopi (AgF1) dan suren dengan kopi (AgF2).
Keadaan kedua lokasi dapat dilihat pada Gambar 2.

7

A

B

Gambar 2 Kondisi pola AgF1 (A); kondisi pola AgF2 (B)
Secara geografis lokasi penelitian berada pada koordinat 7º9’39.4” sampai
7º9’38.2”LS dan 107º35’40.9’’ sampai 107º35’42.3”BT. Secara administrasi
pemerintahan, lokasi LMDH Rahayu Tani terletak di Desa Margamulya,
Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat, terletak
diantara kaki Gunung Tilu dan Gunung Malabar. Peta lokasi LMDH Rahayu Tani
ditunjukkan pada Gambar 3.

Gambar 3 Lokasi LMDH Rahayu Tani
Luas wilayah Desa Margamulya adalah 1 294.136 ha, terdiri dari hutan
lindung 127.053 ha, tanah perkebunan negara 621.044 ha, pemukiman seluas
104.98 ha, kebun dan sawah seluas 441.059 ha (Suharyanto 2004). Pada
umumnya, topografi Desa Margamulya adalah berbukit karena merupakan daerah
dataran tinggi dengan jenis tanah adalah Andosol. Desa ini memiliki pola curah
hujan tipe C (agak basah) menurut klasifikasi Schmidt-Ferguson dengan curah
hujan tahunan sebesar 3147.4 mm/tahun. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan
Desember dengan curah hujan sebesar 625 mm sedangkan curah hujan terendah
terjadi pada bulan Agustus dengan curah hujan sebesar 146 mm. Berdasarkan

8
hasil pengukuran di lapangan, ketinggian lokasi penelitian ± 1 500 m dari
permukaan laut, kelerengan sebesar 33.33% dengan suhu rata-rata 19ºC – 21ºC.
Analisis Vegetasi Tingkat Tumbuhan Bawah
Tumbuhan bawah merupakan suatu jenis vegetasi dasar yang terdapat di
bawah tegakan hutan kecuali permudaan pohon, meliputi rerumputan, herba dan
semak belukar (Soerianegara dan Indrawan 2008). Analisis vegetasi tumbuhan
bawah dilakukan pada plot berukuran 2 m x 2 m yang bertujuan untuk mengetahui
komposisi jenis dan penyebaran dari tumbuhan bawah tersebut. Hasil analisis
vegetasi tumbuhan bawah pada masing-masing pola agroforestri disajikan dalam
Tabel 2 dan Tabel 3.
Tabel 2 Lima jenis tumbuhan bawah paling dominan pada pola AgF1
Nama Lokal

Nama Latin

K (ind/ha)

KR (%)

F

FR (%)

INP (%)

Kremah

Alternanthera
sessilis

24 000

25.20

0.6

12.50

37.70

Babadotan

Ageratum
conyzoides

17 500

18.37

0.8

16.67

35.04

Jukut Haseum

Polygonum
nepalense

11 000

11.55

0.8

16.67

28.22

Ketumpang

Tridax
procumbens

16 250

17.06

0.4

8.33

25.39

Calincing

Oxalis
corniculata

9 500

9.97

0.7

14.58

24.56

Keterangan: K= kerapatan; KR= kerapatan relatif; F= frekuensi; FR= frekuensi relatif; INP=
indeks nilai penting.

Tabel 3 Lima jenis tumbuhan bawah paling dominan pada pola AgF2
Nama Lokal

Nama Latin

K (ind/ha)

KR (%)

F

FR (%)

INP (%)

Babadotan

Ageratum
conyzoides

25 500

16.11

0.8

10.00

26.11

Goletrak

Richardia
brasiliensis

21 250

13.43

1.0

12.50

25.93

Calincing

Oxalis
corniculata

21 500

13.59

0.8

10.00

23.59

Bayam

Alternanthera
sessilis

17 750

11.22

0.9

11.25

22.47

Jukut Haseum

Polygonum
nepalense

8 250

5.21

0.8

10.00

15.21

Keterangan: K= kerapatan; KR= kerapatan relatif; F= frekuensi; FR= frekuensi relatif; INP=
indeks nilai penting.

9
Berdasarkan data yang diperoleh dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan
jumlah jenis pada kedua pola agroforestri. Pada pola AgF1 ditemukan sebanyak
11 jenis (Lampiran 1) sedangkan pola AgF2 ditemukan sebanyak 17 jenis
(Lampiran 2). Jenis tumbuhan bawah pada pola AgF2 lebih banyak ditemukan
jika dibandingkan dengan pola AgF1. Jenis yang paling banyak ditemukan adalah
jenis kremah (A. sessilis) dengan nilai K sebesar 24 000 ind/ha. Namun frekuensi
jenis yang ditemukan pada setiap subpetak terdapat pada jenis babadotan (A.
cnyzoides) dan jukut haseum (P. nepalense) dengan nilai F sebesar 0.8 yang
berarti jenis tersebut ditemukan pada delapan dari sepuluh plot yang ada. Pada
pola AgF2 jenis yang paling banyak ditemukan adalah jenis babadotan (A.
conyzoides) dengan nilai K sebesar 25 500 ind/ha. Namun frekuensi jenis yang
ditemukan pada setiap subpetak terdapat pada jenis goletrak (R. Brasiliensis)
dengan nilai F sebesar 1.0 yang berarti jenis tersebut ditemukan pada sepuluh dari
sepuluh plot yang ada.
Indeks Nilai Penting (INP) digunakan untuk menggambarkan tingkat
penguasaan atau dominansi yang diberikan oleh suatu jenis terhadap komunitas,
semakin besar nilai INP suatu spesies semakin besar tingkat penguasaan terhadap
komunitas dan sebaliknya (Soegianto 1994 dalam Maisyaroh 2010). Tingkat
penguasaan setiap jenis tumbuhan bawah pada masing-masing pola agroforestri
tidaklah sama (Tabel 2 dan Tabel 3). Indeks nilai penting tertinggi pada pola
AgF1 adalah sebesar 37.70 % sedangkan pada pola AgF2 adalah sebesar 26.11%.
Berdasarkan angka tersebut diketahui jenis tumbuhan bawah yang menguasai atau
mendominasi pada pola AgF1 adalah jenis kremah (A. sessilis) sedangkan pada
pola AgF2 adalah jenis babadotan (A. conyzoides).
Secara umum perbedaan pada kedua lokasi ini diduga disebabkan oleh
faktor abiotik tempat tumbuhan bawah tersebut tumbuh atau dengan kata lain
disebabkan oleh habitat yang berbeda. Salah satu faktor yang diduga sangat
berpengaruh adalah intensitas cahaya. Tumbuhan memerlukan kondisi tertentu
untuk dapat tumbuh dan berkembang dengan baik (Maisyaroh 2010).

Potensi Biomassa di Atas Permukaan
Biomassa merupakan jumlah total bahan organik dalam vegetasi yang masih
hidup, dinyatakan dalam berat kering oven per unit area. Pengukuran jumlah
karbon yang disimpan dalam tubuh tanaman hidup (biomassa) pada suatu lahan
dapat menggambarkan banyaknya CO2 di atmosfer yang diserap oleh tanaman
(Hairiah dan Rahayu 2007). Pendugaan biomassa pohon pada penelitian ini
menggunakan persamaan alometrik volume pohon sedangkan untuk tanaman kopi
menggunakan persamaan alometrik biomassa pohon. Hasil volume pohon
kemudian dikalikan dengan nilai kerapatan kayu untuk mendapatkan nilai
biomassa pohon. Potensi biomassa di atas permukaan yang diduga meliputi
biomassa tegakan, tanaman kopi, tumbuhan bawah, serasah dan buah. Hasil
pendugaan potensi biomassa di atas permukaan tersedia dalam Tabel 4.

10
Tabel 4 Potensi biomassa di atas permukaan
Pola
agroforestri

Tegakan

AgF1
AgF2

62.80
15.46

Potensi biomassa (ton/ha)
Kopi
Tumbuhan Serasah
bawah
16.96
0.0003
0.007
14.88
0.0004
0.005

Buah kopi
0.003
0.002

Keterangan: AgF1: leda+kopi; AgF2: suren+kopi

Hasil menunjukkan bahwa potensi biomassa pada semua komponen
penyusun pola AgF1 relatif lebih tinggi dibandingkan dengan pola AgF2 kecuali
biomassa tumbuhan bawah. Komponen yang memiliki nilai biomassa tertinggi
terdapat pada biomassa tegakan. Perbandingan potensi biomassa antara tegakan
suren terhadap tegakan leda mencapai empat kali lipat. Hasil ini dikarenakan
besarnya diameter pohon, jumlah pohon, kerapatan pohon maupun kerapatan kayu
pada pola AgF1 yang terlihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Rataan diameter pohon, jumlah pohon, kerapatan pohon dan kerapatan
kayu pada masing-masing pola agroforestri
Pola
agroforfestri

Jenis
tegakan

AgF1
AgF2

Leda
Suren

Rata-rata
diameter
(cm)
20.76
15.77

Jumlah
pohon
(ind/plot)
66
60

Kerapatan
pohon
(ind/ha)
330
300

Kerapatan
kayu (kg/m3)
570
390

Keterangan: AgF1: leda+kopi; AgF2: suren+kopi

Salah satu faktor yang mempengaruhi besarnya biomassa pohon adalah
volume pohon. Semakin besar volume suatu pohon, biomassa yang tersimpan
pada pohon tersebut semakin besar, maka CO2 yang diserapnya pun semakin
besar. Tumbuhan menyerap CO2 dari udara dan mengkonversinya menjadi
senyawa organik (Dharmawan dan Siregar 2008). Kondisi ini dapat terjadi karena
adanya proses fotosintesis pada setiap tumbuhan. Hasil fotosintesis digunakan
oleh tumbuhan untuk melakukan pertumbuhan ke arah horizontal dan vertikal.
Kopi yang terdapat pada kedua jenis pola agroforestri merupakan kopi
pangkas yang selalu diperhatikan pemeliharaannya mengingat akan kebutuhan
produksi kopi yang berkualitas baik. Secara umum tanaman kopi membutuhkan
naungan, sehingga umumnya kopi ditanam dalam sistem campuran (agroforestri).
Pola AgF1 menunjukkan potensi biomassa kopi tertinggi. Perbedaan hasil
biomassa pada kedua pola dipengaruhi oleh kerapatan penaung yang tinggi
dimana dapat dilihat dalam Tabel 5. Tingkat diversitas jenis pohon dan kerapatan
populasi penaung yang tinggi, serta umur pohon yang beragam menjadikan sistem
agroforestri kopi berpotensi besar sebagai penyerap karbon di udara (melalui
proses fotosintesis) dan penyimpanan karbon dalam waktu yang cukup lama
(Hairiah dan Rahayu 2010).
Potensi biomassa tumbuhan bawah pada masing-masing pola agroforestri
memiliki nilai biomassa yang berbanding terbalik. Pola AgF1 memiliki potensi
biomassa tumbuhan bawah lebih rendah dibandingkan dengan pola AgF2.
Rendahnya nilai biomassa tersebut diduga karena pemeliharaan tanaman berupa
penyiangan gulma baru dilakukan satu bulan sebelum pengambilan contoh

11
biomassa. Perbedaan nilai biomassa yang berbanding terbalik ini terjadi karena
pada pola AgF2 memiliki nilai penutupan tajuk yang lebih rendah dibandingkan
dengan pola AgF1 sehingga lebih banyak cahaya matahari yang diterima oleh
tumbuhan bawah untuk melakukan fotosintesis.
Serasah merupakan kumpulan bahan organik di lantai hutan yang belum
terdekomposisi secara sempurna yang ditandai dengan masih utuhnya bentuk
jaringan (BSN 2011). Potensi biomassa serasah pada pola AgF1 memiliki nilai
lebih tinggi dibandingkan dengan serasah pada pola AgF2. Rata-rata tinggi
serasah pada AgF1 adalah sebesar 2.83 cm sedangkan AgF2 adalah 1.79 cm.
Tingginya kerapatan pohon pada pola AgF1 memungkinkan lebih banyak daun
atau ranting yang jatuh sehingga produksi serasah menjadi lebih tinggi. Selain itu,
faktor lain yang diduga menyebabkan tingginya serasah pada AgF1 yaitu laju
dekomposisi serasah leda berjalan lambat karena mengandung lignin yang sulit
hancur sehingga serasah leda banyak ditemukan di lantai hutan.
Buah merupakan salah satu bagian tanaman yang juga mempengaruhi
kandungan biomassa tanaman walaupun kandungan biomassanya masih lebih
rendah dibandingkan dengan biomassa tegakan. Pengambilan contoh biomassa
buah kopi dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui besarnya biomassa yang
terkandung pada tanaman kopi karena persamaan alometrik pendugaan biomassa
yang digunakan merupakan persamaan alometrik biomassa tanpa buah. Potensi
biomassa buah kopi pada pola AgF1 memiliki nilai biomassa lebih tinggi
dibandingkan dengan pola AgF2. Faktor yang menyebabkan hal tersebut diduga
karena perbedaan kerapatan pohon penaung, intensitas cahaya, dan kualitas
tempat tumbuh yang mempengaruhi dalam pertumbuhan buah kopi.

Potensi Biomassa Total di Atas Permukaan Tanah
Potensi biomassa total di atas permukaan merupakan penjumlahan dari
seluruh biomassa yang terdapat di atas permukaan tanah meliputi biomassa
tegakan, tanaman kopi, tumbuhan bawah, serasah, dan buah. Besarnya biomassa
total di atas permukaan tersedia dalam Gambar 4.

Potensi Simpanan Biomassa Total
(ton/ha)

Potensi Simpanan Biomassa Total di atas
Permukaan
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0

79.77

30.35

AgF1 (leda+kopi)

AgF2
(suren+kopi)

Gambar 4 Perbandingan Potensi Simpanan Biomassa Total di atas Permukaan

12
Pola agroforestri AgF1 memiliki potensi biomassa total tertinggi dengan
kontribusi terbesar berasal dari biomassa tegakan. Perbandingan nilai biomassa
tersebut diduga karena perbedaan jenis pohon penaung, diameter pohon, jumlah
pohon, kerapatan pohon, kerapatan kayu dan kualitas tempat tumbuh. Hasil
penelitian Yudhistira (2006) menunjukkan total rata-rata biomassa di kebun kopi
pangkas berkisar antara 28.27 ton/ha - 77.92 ton/ha. Hasil penelitian tersebut tidak
berbeda jauh dengan hasil penelitian penulis.

Potensi Simpanan Karbon Total di Atas Permukaan
Menurut Widianto et al. (2003) bila ditinjau dari simpanan karbon, sistem
agroforestri lebih menguntungkan dibandingkan sistem pertanian berbasis
tanaman musiman. Kemampuan agroforestri untuk menyimpan karbon
dipengaruhi oleh sistem pemanenan dengan tebang pilih sehingga tegakan masih
tersedia, jumlah jenis yang ditanam lebih dari satu sehingga kemampuan
penyimpanan karbon merupakan kumulatif dari setiap jenis yang ada (Yudhistira
2006).
Pendugaan potensi simpanan karbon didapatkan dari besarnya potensi
biomassa yang dikalikan dengan faktor konversi pendugaan karbon sebesar 0.47
(BSN 2011). Potensi simpanan karbon di atas permukaan pada pola agroforestri
merupakan akumulasi dari simpanan karbon masing-masing komponen seperti
tegakan, tanaman kopi, tumbuhan bawah, serasah, dan buah sehingga penambahan
jumlah biomassa akan diikuti oleh penambahan jumlah simpanan karbon.
Perbedaan potensi simpanan karbon total di atas permukaan tersedia dalam
Gambar 5.

Potensi Simpanan Biomassa Total
(ton/ha)

Potensi Simpanan Karbon Total di atas
Permukaan
40
35
30
25
20
15
10
5
0

37.49

14.26

AgF1 (leda+kopi)

AgF2
(suren+kopi)

Gambar 5 Perbandingan Potensi Simpanan Karbon Total di atas Permukaan
Potensi simpanan karbon total pola AgF1 lebih tinggi dibandingkan dengan
pola AgF2. Perbedaan simpanan karbon tersebut disebabkan kontribusi biomassa
tegakan pada pola AgF1 lebih besar. Proporsi terbesar penyimpanan karbon
daratan umumnya terdapat pada komponen pepohonan atau tegakan (Hairiah dan
Rahayu 2007). Potensi biomassa akan mempengaruhi potensi simpanan karbon
dimana semakin tinggi biomassa maka akan semakin tinggi simpanan karbonnya.

13
Studi kemampuan menyimpan karbon pada lahan agroforestri sederhana
antara sengon dengan kopi pada umur 1 tahun – 12 tahun telah dilakukan oleh
Rusolono (2006) dengan nilai karbon berkisar antara 15.40 ton/ha - 80.20 ton/ha.
Hasil penelitian penulis tidak berbeda jauh dengan nilai kisaran karbon tersebut.
Namun berbeda dengan penelitian Triantomo (2005), nilai karbon pada
agroforestri kebun campuran berkisar antara 33.27 ton/ha – 84.15 ton/ha. Pola
AgF2 tidak masuk ke dalam nilai kisaran tersebut. Adanya perbedaan simpanan
karbon yang cukup besar diduga karena perbedaan komponen penyusun
agroforestri dimana kebun campuran memiliki komponen yang lebih beragam.
Sehingga agroforestri kebun campuran cenderung berpotensi memiliki persediaan
karbon yang lebih besar. Besarnya simpanan karbon pada pola agroforestri sangat
dipengaruhi oleh tipe pengelolaan termasuk pemilihan jenis, kerapatan pohon
penaung, umur kebun, pemupukan dan penyiangan (Hairiah dan Rahayu 2010).

Hubungan Penutupan Tajuk dengan Biomassa Tumbuhan Bawah
Persentase penutupan tajuk tergantung pada jumlah pohon dan tipe
kerapatan tajuk. Tajuk merupakan tempat berlangsungnya metabolisme yang
mempengaruhi dalam pertumbuhan suatu tanaman. Kerapatan penutupan tajuk
pada masing-masing lahan agroforestri memiliki persentase penutupan tajuk yang
berbeda. Perbedaan persentase penutupan tajuk tersedia pada Tabel 6.
Tabel 6 Persentase penutupan tajuk dan biomassa tumbuhan bawah
Pola agroforestri

Penutupan tajuk (%)

AgF1
AgF2

51.13
30.19

Biomassa tumbuhan
bawah (ton/ha)
0.0003
0.0004

Keterangan: AgF1: leda+kopi; AgF2: suren+kopi

Persentase penutupan tajuk menggambarkan besarnya cahaya yang dapat
masuk ke lantai hutan. Pola AgF1 menunjukkan persentase penutupan tajuk yang
tinggi sehingga cahaya matahari yang sampai ke tanah lebih rendah yaitu 48.87%
sedangkan pola AgF2 menunjukkan persentase penutupan tajuk yang rendah
sehingga cahaya matahari yang sampai ke tanah lebih tinggi yaitu 69.81%.
Radiasi cahaya rendah mengakibatkan laju fotosintesis rendah sehingga biomassa
juga rendah dan akhirnya hasil tanaman rendah.
Untuk mengetahui adanya hubungan antara penutupan tajuk dan biomassa
tumbuhan bawah dilakukan uji korelasi menggunakan uji Pearson. Hasil uji
menunjukkan nilai p-value antara penutupan tajuk dan biomassa tumbuhan bawah
pada masing-masing pola adalah sebesar 0.27 dan 0.29 yang berarti penutupan
tajuk tidak memiliki hubungan terhadap biomassa tumbuhan bawah. Nilai p-value
dianggap signifikan atau berpengaruh jika nilai p-value