3.6 Analisis Data
Analisis statistik untuk mengetahui perbedaan densitas bakteri Vibrio hijau dan total Vibrio di tubuh udang antar perlakuan dievaluasi dengan t-test analysis
menggunakan  software  MINITAB  versi  16  untuk  windows.  Hasil pengamatan lain seperti mortalitas udang dan gejala klinis penyakit dianalisa secara deskriptif.
10 20
30 40
50 60
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
11 12
13 14
Waktu Pengamatan Hari
M o
rta li
ta s
V. harveyi 6 Log cfuml V. harveyi 7 Log cfuml
V. harveyi 8 Log cfuml IMNV
IMNV-V. harveyi 6 Log cfuml IMNV-V. harveyi 7 Log cfuml
IMNV-V. harveyi 8 Log cfuml Kontrol
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil 4.1.1 Percobaan 1. Dampak Ko-Infeksi IMNV dan Berbagai Dosis
V. harveyi terhadap Mortalitas Udang Uji
Pada penelitian ini, udang uji yang diinfeksi tunggal dengan V. harveyi 10
6
dan 10
7
cfuml tidak mengalami mortalitas. Pada dosis infeksi yang lebih tinggi V. harveyi  10
8
cfuml diperoleh hasil bahwa infeksi tunggal V. harveyi menyebabkan awal mortalitas pada pengamatan hari ke-6 setelah infeksi  sebesar
13. Namun setelah hari ke-6 tidak ditemukan adanya mortalitas udang tambahan hingga akhir pengamatan pada hari  ke-14 pasca infeksi Gambar 6. Hasil
pengamatan infeksi tunggal IMNV pada Percobaan 1  menunjukkan bahwa mortalitas mulai terjadi pada hari ke-9 pasca infeksi sebesar 4.2 dan mortalitas
kumulatif  pada akhir pengamatan hari ke-14  sebesar 38. Hasil akhir pengamatan mortalitas tersebut identik dengan hasil perlakuan ko-infeksi IMNV
dan V. harveyi dosis 10
6
Mortalitas udang yang lebih tinggi dan lebih cepat diperoleh dari pengamatan perlakuan ko-infeksi IMNV dengan V. harveyi pada dosis 10
cfuml.
Gambar 6. Mortalitas udang uji pasca infeksi dengan IMNV dan berbagai dosis V.
harveyi .
7
dan 10
8
cfuml. Pada ko-infeksi IMNV dan V. harveyi  10
7
cfuml, mortalitas mulai terdeteksi pada pengamatan hari ke-7  pasca infeksi  sebesar 8.3, sedangkan
3.30 5.30
4.65 6.11
6.45 7.02
7.03
1 2
3 4
5 6
7 8
2 4
6 8
10
Waktu Pengamatan Hari
J u
m la
h B
a k
te r
i L
o g
c fu
u d
a n
g
V. harveyi 7 Log cfuml IMNV + V. harveyi 7 Log cfuml
Kontrol
untuk dosis V. harveyi  10
8
cfuml mortalitas awal terjadi  pada pengamatan  hari ke-3  pasca infeksi  sebesar 4.2. Hasil akhir pengamatan pada hari ke-14
menunjukkan bahwa ko-infeksi IMNV dan dosis V. harveyi  10
7
cfuml menyebabkan mortalitas kumulatif  mencapai 46 sedangkan pada dosis 10
8
Penghitungan jumlah bakteri Vibrio dilakukan di tubuh udang uji dan air pemeliharaannya. Penghitungan dilakukan pada 3 perlakuan yaitu infeksi tunggal
V. harveyi 10
cfuml mortalitas kumulatif mencapai 54.
4.1.2  Percobaan  2.  Penghitungan Jumlah  Bakteri Vibrio,  Perkembangan
Gejala Klinis Penyakit IMN  dan  Konfirmasi  Virus  IMNV  di Tubuh Udang Uji dengan PCR
4.1.2.1 Penghitungan jumlah bakteri Vibrio
7
cfuml, ko-infeksi IMNV dengan V. harveyi 10
7
cfuml dan kontrol. Sampel penghitungan bakteri di tubuh udang diperoleh dari organ hepatopankreas.
Jumlah bakteri Vibrio  koloni hijau berpendar pada tubuh  udang awal adalah 0 cfuudang. Setelah infeksi bakteri dilakukan, bakteri Vibrio koloni hijau berpendar
dapat ditemukan atau diisolasi dari organ sampel  pada perlakuan ko-infeksi dan infeksi tunggal V. harveyi 10
7
Bakteri Vibrio koloni hijau berpendar ditemukan pada setiap pengambilan sampel  pada perlakuan ko-infeksi namun untuk infeksi tunggal V. harveyi  mulai
ditemukan pada hari ke-8 pasca infeksi. Pada perlakuan ko-infeksi, bakteri Vibrio koloni hijau berpendar pada hari ke-2 yaitu 4.65 Log cfuudang  4.5 x 10
cfuml Gambar 7.
Gambar 7. Jumlah bakteri Vibrio koloni hijau berpendar di tubuh udang.
4
6.05 6.39
5.00 5.67
5.43 6.37
6.48 7.00
6.81 6.94
1 2
3 4
5 6
7 8
2 4
6 8
10
Waktu Pengamatan Hari
Ju m
lah B
akt er
i L
o g
cf u
m l
V. harveyi 7 Log cfuml IMNV + V. harveyi 7 Log cfuml
Kontrol
cfuudang. Koloni bakteri Vibrio  hijau berpendar cenderung bertambah tinggi pada pengambilan sampel berikutnya, dan  koloni bakteri tersebut paling tinggi
ditemukan pada  hari ke-10  pasca infeksi  yaitu  7.03  Log cfuudang  1.08  x 10
7
cfuudang. Vibrio koloni hijau berpendar hanya ditemukan 2 kali pada perlakuan infeksi tunggal V. harveyi 10
7
cfuml dan tidak ditemukan pada perlakuan kontrol. Bakteri  Vibrio koloni hijau berpendar pada perlakuan infeksi tunggal V. harveyi
10
7
cfuml diisolasi dari hari ke-8  3.30 Log cfuudang atau 2 x 10
3
cfuudang dan hari ke-10 5.30 Log cfuudang atau 2 x 10
5
cfuudang pasca infeksi. Penghitungan bakteri Vibrio koloni hijau berpendar juga dilakukan di air
pemeliharaan. Jumlah bakteri  Vibrio  koloni hijau berpendar pada perlakuan ko- infeksi IMNV dan V. harveyi 10
7
cfuml yang diperoleh dari 5 waktu pengambilan sampel selalu lebih tinggi dari 6 Log cfuml atau 10
6
cfuml Gambar 8. Jumlah terkecil yang ditemukan yaitu pada hari ke-2 sebesar 6.37  Log cfuml 2.33 x 10
6
cfuml, dan terbesar pada hari ke-6 sebesar 7 Log cfuml 1.01 x 10
7
Untuk perlakuan infeksi tunggal V. harveyi  10 cfuml.
7
cfuml,  jumlah  Vibrio koloni hijau berpendar yang ditemukan cenderung mengalami penurunan. Pada
dua pengamatan pertama yaitu hari ke-2 dan 4 pasca infeksi, jumlah Vibrio hijau berpendar yang ditemukan di atas 6 Log cfuml 10
6
cfuml.  Namun  pada pengamatan selanjutnya hari ke- 4, 6 dan 10 pasca infeksi bakteri Vibrio koloni
hijau berpendar yang ditemukan antara 5 Log cfuml sampai 6 Log cfuml 10
5
– 10
6
cfuml. Sedangkan pada kontrol, koloni  Vibrio  hijau berpendar tidak ditemukan.
Gambar 8. Jumlah bakteri Vibrio koloni hijau berpendar di air pemeliharaan.
4.08 5.78
5.83 6.11
6.84 6.73
4.08 5.54
6.16 6.48
7.12 7.15
4.08 4.74
5.42 6.48
6.36 6.08
0.00 1.00
2.00 3.00
4.00 5.00
6.00 7.00
8.00
2 4
6 8
10
Waktu Pengamatan Hari
J u
m la
h B
a k
te ri
L o
g c
fu u
d a
n g
V. harveyi 7 Log cfuml IMNV + V. harveyi 7 Log cfuml
Kontrol
4.90 6.22
6.48 6.72
6.49 6.80
4.90 6.48
6.52 7.23
7.16 7.22
4.90 6.48
6.62 6.86
6.36 6.99
0.00 1.00
2.00 3.00
4.00 5.00
6.00 7.00
8.00
2 4
6 8
10
Waktu Pengamatan Hari
Ju m
lah B
akt er
i L
o g
cf u
m l
V. harveyi 7 Log cfuml IMNV + V. harveyi 7 Log cfuml
Kontrol
Selain  terhadap bakteri Vibrio  hijau berpendar, penghitungan juga dilakukan terhadap total bakteri Vibrio di tubuh udang dan air pemeliharaan. Pada
perlakuan infeksi tunggal V. harveyi 10
7
Pada perhitungan total bakteri Vibrio  di air pemeliharaan,  bakteri  Vibrio selalu ditemukan pada setiap pengambilan sampel di ke-3 perlakuan. Berdasarkan
5 kali pengambilan sampel hari ke-2, 4, 6, 8 dan 10  pasca infeksi terjadi kecenderungan peningkatan total Vibrio selama pengamatan Gambar 10.
Gambar 10. Jumlah total bakteri Vibrio di air pemeliharaan. cfuml maupun ko-infeksi, bakteri Vibrio
selalu ditemukan pada setiap pengambilan sampel. Pada kedua perlakuan tersebut densitas terendah Vibrio diperoleh pada pengamatan hari ke-2 dan tertinggi pada
hari ke-8  pasca  infeksi  Gambar  9.  Sedangkan pada kontrol, densitas Vibrio terendah pada pengamatan hari ke-2 dan tertinggi pada hari ke-6 pasca infeksi.
Gambar 9. Jumlah total bakteri Vibrio di tubuh udang.
Analisis statistik dengan uji T dilakukan untuk membandingkan jumlah bakteri Vibrio yang ditemukan di tubuh udang pada hari ke-10 pasca infeksi. Pada
perlakuan infeksi tunggal Vibrio harveyi  jumlah  Vibrio  hijau  berpendar  yang diisolasi pada hari ke-10 pasca infeksi yaitu 2x10
5
± 1x10
5
cfuml. Nilai tersebut berbeda  signifikan P0.05 jika dibandingkan dengan jumlah Vibrio  hijau
berpendar  di tubuh udang pada perlakuan ko-infeksi  yaitu sebesar  108x10
5
± 27,06x10
5
cfuml Tabel 5. Perbedaan sangat signifikan diperoleh  pada  analisis jumlah total bakteri Vibrio yang diisolasi pada perlakuan infeksi tunggal dan ko-
infeksi P0.01. Pada infeksi tunggal diperoleh densitas total Vibrio 53,67x10
5
± 6.81x10
5
cfuml sedangkan pada ko-infeksi 139,67x10
5
± 5,69x10
5
Perlakuan
cfuml. Tabel 5. Jumlah bakteri Vibrio rataan±SD pada hari ke-10 pasca infeksi.
Vibrio Hijau Berpendar cfuudang
Total Vibrio
cfuudang
Infeksi tunggal V. harveyi 2x10
5
± 1x10
5
53,67x10
a 5
± 6.81x10
5 a
Ko-infeksi 108x10
5
± 27,06x10
5 b
139,67x10
5
± 5,69x10
5 b
Keterangan: hp=hepatopankreas. =berbeda nyata antara 2 perlakuan P0.05. =berbeda nyata antara 2 perlakuan P0.01.
4.1.2.2 Perkembangan klinis penyakit IMN Perkembangan klinis  penyakit IMN  diamati  pada  perlakuan infeksi
tunggal IMNV, ko-infeksi IMNV dengan V. harveyi 10
7
Perlakuan
cfuml dan kontrol untuk mengetahui awal munculnya gejala klinis, mortalitas awal dan total mortalitas
pada akhir pengamatan Tabel 6. Tabel 6. Observasi gejala klinis dan mortalitas udang uji.
Gejala Klinis Hari
Mortalitas Hari
Mortalitas kumulatif
Konfirmasi PCR Hari
ke-2 Hari
ke-10
IMNV 6
10 13.33
2 sampel: semua -
2 sampel: + dan -
Ko-infeksi 6
4 10
40
2 sampel: semua -
2 sampel: semua +
Kontrol Tidak ada
Tidak ada
1 sampel: -
1 sampel: -
Keterangan:  mortalitas akibat infeksi V. harveyi; kematian awal akibat infeksi virus IMNV; nekrosis lebam putih pada otot
Hasil pengamatan yang dilakukan menunjukkan bahwa pada perlakuan infeksi tunggal IMNV maupun ko-infeksi, gejala klinis visual berupa warna putih
lebam pada jaringan otot pertama kali terlihat pada hari ke-6 pasca infeksi. Namun untuk perlakuan kontrol, tidak ditemukan adanya gejala klinis selama
dilakukannya pengamatan. Mortalitas yang diamati adalah mortalitas awal dan mortalitas kumulatif
setelah 14  hari pengamatan. Mortalitas awal perlakuan infeksi tunggal IMNV didapat pada hari ke-10 pasca  infeksi dan  mortalitas kumulatif  sebesar 13.33 .
Sedangkan pada perlakuan ko-infeksi IMNV dan V. harveyi 10
7
cfuml mortalitas dengan gejala klinis  penyakit  IMN  diperoleh pada  hari ke-10  pasca infeksi.
Sebelumnya pada perlakuan ko-infeksi ditemukan juga mortalitas pada hari ke-4 pasca infeksi, namun mortalitas tersebut belum ditemukan gejala klinis penyakit
IMN sehingga diduga kematian udang lebih disebabkan oleh infeksi V. harveyi. Mortalitas kumulatif hari ke-14 pasca infeksi pada perlakuan ko-infeksi adalah
40  .  Pada perlakuan kontrol tidak ditemukan mortalitas maupun gejala klinis penyakit IMN pada udang uji. Pengamatan akhir perlakuan kontrol di hari ke-14,
menunjukkan nilai mortalitas kumulatif sebesar 0 . Konfirmasi keberadaan virus IMNV di tubuh udang uji dilakukan dengan
mengirimkan sampel ke laboratorium PCR. Pengujian PCR dilakukan pada 3 perlakuan yaitu infeksi tunggal IMNV, ko-infeksi IMNV dengan Vibrio harveyi
10
7
cfuml dan kontrol. Pengujian dilakukan pada pengamatan hari ke-2 dan 10 pasca infeksi. Hasil uji PCR menggunakan kit komersial Nugen-IMNV
menunjukkan bahwa pada sampel hari ke-2  setelah infeksi, ke-3 perlakuan menunjukkan IMNV negatif Tabel 6 dan Gambar 11. Berarti udang uji tidak
atau belum terinfeksi oleh virus IMNV atau terinfeksi namun densitas virus masih rendah sehingga tidak bisa dideteksi oleh kit PCR Nugen-IMNV. Pengujian yang
dilakukan pada hari ke-10 pasca infeksi, perlakuan infeksi tunggal menunjukkan hasil 1 sampel positif terinfeksi IMNV dan 1 sampel lainnya negatif. Perlakuan
ko-infeksi IMNV dan V. harveyi 10
7
Observasi perkembangan gejala klinis dilakukan setiap 2  hari setelah
infeksi terhadap parameter seperti gejala klinis visual lebam putih atau nekrosis, cfuml menunjukkan bahwa 2 sampel yang
diuji positif terinfeksi virus  IMNV. Sedangkan perlakuan kontrol menunjukkan hasil negatif terinfeksi virus IMNV.
histopatologi organ limfoid dan jaringan otot, serta gejala-gejala klinis lain yang diperoleh selama observasi Tabel 7.
Keterangan: Sampel hari ke-2 A dan 10 B pasca infeksi. Marker M, kontrol positif C+, kontrol negatif C-, perlakuan infeksi tunggal IMNV 1, perlakuan ko-infeksi IMNV dan V.
harveyi 10
7
Seperti disebutkan pada Tabel 6, gejala klinis awal berupa munculnya nekrosis dengan bentuk visual berwarna putih tidak transparan pada otot muncul
pertama kali pada hari ke-6 pasca infeksi. Gejala klinis tersebut muncul bersamaan baik pada perlakuan infeksi tunggal IMNV maupun ko-infeksi IMNV
dan  V. harveyi. Gejala klinis tersebut termasuk level 2 berdasarkan Costa et al. 2009, yaitu terdapat sedikit nekrosis pada abdomen udang. Pada ke-2 perlakuan
sampai hari ke-10 setelah infeksi IMNV  gejala klinis visual tersebut tetap pada level 2. Namun pada hari ke-12 dan 14 pasca infeksi, pada ko-infeksi ditemukan
udang pada level 3 yaitu hampir seluruh otot mengalami nekrosis Gambar 12.
cfuml 2 dan kontrol 3. Adanya pita pada 314 bp menunjukkan sampel positif terinfeksi IMNV.
Gambar 11. Hasil pengujian PCR udang uji menggunakan kit PCR Nugen-IMNV.
M              C-           C+           1            1              2              2            3 527 bp
314 bp
1250 bp 700 bp
400 bp 300 bp
527 bp 314 bp
M              C-          C+            1            1             2              2             3 1250 bp
700 bp 400 bp
300 bp
A
B
Tabel 7. Perkembangan gejala klinis luar visual dan histopatologi. No
Gejala Klinis Infeksi Tunggal IMNV Hari
Ko-infeksi IMNV dan V. harveyi Hari
2 4
6 8
10 12
14 2
4 6
8 10
12 14
1 Gejala klinis luar visual
- -
++  ++  ++ ++
+++ -
- ++  ++  ++  +++  +++
2 Histopatologi otot
n n
n n
BI NA
NA n
n n
BI BI
NA NA
3 Gejala klinis organ limfoid visual
- ukuran n
n n
n n
n n
n n
n n
n n
n - warna
n n
n n
n Mrh
Mrh n
n n
n n
n Mrh
4 Histologi organ limfoid
n n
n Ab
Ab NA
NA n
n n
Ab Ab
NA NA
5 Pengamatan visual organ lain usus
n n
n n
n n
n n
n n
n n
n Ab
Keterangan: ++ sedikit nekrosis lebam putih pada otot; +++ nekrosis lebam putih tampak jelas di otot udang; BI badan inklusi; Mrh merah; Ab abnormal; n normal; NA not available tidak diamati.
Keterangan: Sampel udang infeksi tunggal A; sampel udang ko-infeksi B; dan udang normal C.
Gambar 12. Sampel udang pada hari ke-14 dengan gejala klinis nekrosis level 3. B
A C
Pada pengamatan gejala klinis berupa abnormalitas secara visual diperoleh juga abnormalitas pada organ limfoid dan organ usus Tabel 7 dan Gambar 13.
Abnormalitas pada organ limfoid berupa perbedaan warna visual  organ limfoid dengan udang normal. Organ limfoid tersebut berwarna kemerahan dan terjadi
pada kedua perlakuan. Abnormalitas juga terjadi pada organ usus namun hanya ditemukan pada ko-infeksi. Masing-masing abnormalitas tersebut tidak ditemukan
di awal pengamatan setelah infeksi. Abnormalitas warna organ limfoid dan usus ditemukan pada pengamatan hari ke-12 dan 14 pasca infeksi.
Keterangan: Warna organ limfoid pada udang normal A; warna organ limfoid pada udang perlakuan infeksi tunggal IMNV B; abnormalitas bentuk usus dan warna organ limfoid udang
perlakuan ko-infeksi C. Tanda panah menunjukkan organ limfoid dan usus.
Gambar 13. Abnormalitas organ limfoid dan usus dengan observasi visual. A
B
C
Pengamatan perkembangan klinis juga dilakukan dengan pengamatan histopatologi jaringan otot dan organ limfoid udang uji. Pengamatan histologi
hanya dilakukan sampai hari ke-10. Abnormalitas sel ditandai dengan ditemukannya badan inklusi Gambar 14. Badan inklusi pada jaringan otot pada
perlakuan ko-infeksi mulai ditemukan pada hari ke-8  pasca infeksi. Sedangkan pada perlakuan infeksi tunggal IMNV, badan inklusi ditemukan pada  hari ke-10
pasca infeksi.  Abnormalitas organ limfoid melalui pengamatan histopatologi diperoleh juga pada hari  ke-8, namun limfoid organ speroid dapat dilihat pada
sampel yang diambil pada hari ke-10 pasca infeksi. Abnormalitas tersebut terlihat dari bentuk sel yang abnormal pada histologi organ limfoid. Gambar 15.
Keterangan: Infeksi tunggal IMNV A; ko-infeksi B; dan kontrol C. Tanda panah menunjukkan badan inklusi. Skala bar: 50 µm.
Gambar 14. Histopatologi jaringan otot udang uji. A
C B
Keterangan: Infeksi tunggal IMNV A; ko-infeksi B; dan kontrol C. Skala bar: 50 µm.
Gambar 15. Histopatologi organ limfoid udang uji. A
C B
4.2 Pembahasan
Penyakit IMN saat ini masih memerlukan penelitian yang lebih mendalam. Beberapa penelitian penyakit IMN  yang telah  dilakukan  umumnya  mengenai
biomolekuler virus IMNV Tang et al. 2005; Poulos et al. 2006; Andrade et al. 2007;  Andrade  et al.  2008; Tang et al.  2008. Penelitian juga dilakukan untuk
mengkonfirmasi virus IMNV di wilayah yang terkena wabah seperti di Brazil Pinheiro et al. 2007; Costa et al. 2009 dan Indonesia Senapin et al. 2007.
Berdasarkan hasil  penelitian  Gambar 6, infeksi tunggal bakteri V. harveyi
dengan  dosis 10
6
cfuml dan 10
7
cfuml  menggunakan metode perendaman imersi tidak menyebabkan udang uji mengalami kematian
mortalitas. Kematian  dapat  terjadi pada dosis infeksi tunggal 10
8
cfuml yaitu pada saat pengamatan hari ke-6. Hasil berbeda diperoleh Phuoc et al. 2009, yang
melaporkan  bahwa infeksi tunggal V. campbellii  dengan perendaman  pada berbagai dosis 10
6
, 10
7
dan 10
8
Ko-infeksi penyakit virus dan bakteri pada udang juga belum banyak dilaporkan, terutama virus IMNV. Penelitian ko-infeksi virus-bakteri yang telah
dilaporkan yaitu WSSV-bakteri Vibrio di tambak udang Manilal et al. 2010 dan WSSV-bakteri  Vibrio V. campbelli dan V. harveyi skala eksperimen Phuoc et
cfuml pada 6 hari pengamatan setelah dilakukan infeksi tidak menyebabkan mortalitas. Melalui hasil tersebut, Phuoc et al. 2009
menduga bahwa dosis-dosis V. campbelli tersebut tidak cukup untuk menyerang udang vaname  hingga menyebabkan wabah atau kematian. Jika mengandaikan
dengan kondisi alamiah di tambak udang, maka wabah penyakit bakterial dapat terjadi akibat dari interaksi yang komplek Phuoc et al. 2009.
Namun perbedaan hasil tersebut diduga disebabkan oleh perbedaan padat tebar per akuarium atau wadah uji. Pada penelitian ini padat tebar udang per
akuarium adalah 8 ekor  bobot rata-rata= 2.71±0.395  g    per 10 liter air laut, sedangkan Phuoc et al. 2009 menggunakan 6 ekor udang
bobot rata-rata= 2.41±0.65 g
per 10 liter air laut. Seperti diketahui, bahwa disamping status inang kesehatan atau genetik, kejadian penyakit ditentukan juga oleh beberapa faktor
lain seperti:  stressor  fisik dan patogen lain yang membuat portal entry. Bentuk stressor
fisik antara lain fluktuasi di air oksigen, salinitas, temperatur dan padat tebar yang tinggi Kautsky et al. 2000.
al . 2008; Phuoc et al. 2009. Informasi lain mengenai ko-infeksi IPV infectious
pancreatic necrosis - Vibrio pada ikan kerapu Lee et al. 1999. Umumnya ko-
infeksi pada penelitian-penelitian tersebut menyebabkan peningkatan mortalitas terhadap udang.
Pada penelitian ini yang menggunakan ko-infeksi virus IMNV dan bakteri V. harveyi
, udang uji dengan perlakuan ko-infeksi  mengalami mortalitas lebih cepat jika dibandingkan dengan kontrol. Beberapa dosis V. harveyi  yang tidak
menyebabkan kematian pada infeksi tunggal bahkan menghasilkan mortalitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan infeksi tunggal IMNV gambar 6. Costa
et al. 2009 melaporkan dampak infeksi IMNV terhadap nilai kekebalan tubuh
udang vaname. Seperti yang terjadi pada infeksi WSSV, virus IMNV  juga menyebabkan penurunan total hemocyte. Penurunan total hemocyte akibat infeksi
IMNV sebesar 30, bahkan aktivitas antimikrobial pada hemocyte tidak mampu meningkat ketika ada infeksi bakteri Vibrio harveyi  Costa  et al.  2009.
Dilaporkan juga bahwa, pada infeksi virus IMNV dapat menyebabkan peningkatan persentase apoptosis Costa  et al.  2009.  Hal ini diduga bahwa
fenomena meningkatnya mortalitas dan percepatan  kejadian mortalitas awal udang uji pada penelitian ini terjadi karena penurunan aktivitas antimikrobial dan
level  hemocyte  serta  aktivitas kekebalan tubuh udang yang lain. Penurunan aktivitas kekebalan tubuh tersebut dimanfaatkan oleh V. harveyi  ketika
menginfeksi udang. Sehingga pada penelitian ini ditemukan kematian udang sebelum munculnya gejala klinis penyakit IMN pada perlakuan ko-infeksi Tabel
6. Faktanya, pada kondisi infeksi tunggal V. harveyi 10
7
cfuml tidak ditemukan mortalitas pada udang uji. Sebagaimana dilaporkan, bahwa udang  memiliki
kemampuan untuk  mengeliminasi jumlah bakteri Vibrio  dari dalam tubuhnya dengan cepat. Bahkan hanya dalam 2 jam pasca injeksi bakteri  Vibrio, udang
dapat mengeliminasi Vibrio dari haemolymp hingga mencapai 97 Van de Braak et al.
2002. Diduga hal ini yang  menyebabkan infeksi tunggal V. harveyi  pada penelitian ini memerlukan dosis yang tinggi untuk menyebabkan mortalitas udang
uji yaitu 10
8
Penghitungan  Vibrio  di tubuh udang dilakukan untuk mengetahui dampaknya terhadap akselerasi mortalitas udang uji. Penghitungan diutamakan
cfuml.
pada bakteri Vibrio hijau berpendar yang menjadi ciri V. harveyi yang digunakan. V. harveyi
pada infeksi tunggal pada penelitian ini ditemukan mulai  hari ke-8 pasca infeksi Gambar 7.  Sedangkan bakteri Vibrio  hijau berpendar pada
perlakuan ko-infeksi virus IMNV dan V. harveyi 10
7
Jumlah total Vibrio meningkat secara signifikan pada perlakuan ko-infeksi dalam penelitian ini.  Menurut Rodriguez et al.  2010 ada kemungkinan infeksi
lain terutama dari golongan virus seperti WSSV,  IHHNV dan TSV yang menyebabkan peningkatan densitas Vibrio  di tubuh udang pada kasus wabah
vibriosis di tambak dibandingkan dengan densitas Vibrio pada udang normal. Saat ini di lapangan belum dapat dikonfirmasi bahwa bakteri Vibrio  lain termasuk
koloni berwarna kuning dapat menjadi virulen pada kondisi wabah penyakit IMN. Namun pada saat terjadi wabah penyakit WSS, telah dikonfirmasi bahwa terdapat
V. alginolyticus yang virulen dari tambak yang terkena wabah penyakit  WSS
Manilal  et al.  2010.  Sedangkan  pada skala penelitian laboratorium juga telah dilaporkan oleh Phuoc et al. 2009. Dalam penelitiannya Rodriguez et al. 2010
melaporkan bahwa rata-rata jumlah  bakteri Vibrio  yang diisolasi dari cfuml selalu  ditemukan
sejak awal pengambilan sampel hari ke-2 hingga hari ke-10 pasca infeksi. Pada hari ke-10 pasca infeksi densitas Vibrio hijau berbeda signifikan antara perlakuan
infeksi tunggal  V. harveyi dan ko-infeksi P0.05. Selain  itu perbedaan terlihat juga  pada  jumlah  total  Vibrio  di tubuh udang pada  kedua perlakuan  P0.01.
Percepatan  peningkatan jumlah Vibrio  di tubuh udang  menyebabkan percepatan kematian udang uji.
Dengan demikian mekanisme yang terjadi dalam penelitian ini adalah bakteri  Vibrio  bertindak sebagai patogen sekunder yang diduga menyebabkan
percepatan dan peningkatan  mortalitas pada udang yang terinfeksi virus IMNV. Sedangkan virus IMNV bertindak sebagai agen penyakit primer IMNV sebagai
infeksi primer. Hal ini terkait dengan karakteristik  bakteri  V. harveyi  yang merupakan mikroflora alam di perairan laut atau pantai Chrisolite et al. 2008
sedangkan  virus  IMNV  membutuhkan inang untuk hidup. Walaupun bersifat penyakit kronis pada penaeid, penyakit  IMN dapat menyebabkan kerusakan
sistem kekebalan tubuh dan melemahkan udang sehingga memungkinkan untuk masuknya patogen sekunder yang umumnya berasal dari golongan bakteri.
hepatopankreas udang vaname pada saat wabah vibriosis adalah 10
5
cfug. Pada udang sehat dilaporkan bahwa rata-rata Vibrio di hepatopankreas udang vaname
1.3x10
4
cfug  Gomes-Gil  et al.  1998.  Dalam penelitian ini, mortalitas awal perlakuan ko-infeksi terjadi pada hari ke-4 tanpa adanya gejala klinis luar
penyakit  IMN. Pada hari tersebut jumlah bakteri Vibrio  yang diisolasi adalah 1.45x10
6
cfuhp, densitas tersebut sangat  berbeda  jika dibandingkan dengan isolasi dari perlakuan kontrol pada hari yang sama 2.65x10
5
cfuhp maupun pada udang sehat yang dilaporkan oleh Gomez-Gil et al. 1998.
Pada penelitian ini, tidak ada perbedaan awal ditemukannya gejala klinis nekrosis antara perlakuan infeksi tunggal IMNV dan ko-infeksi. Gejala awal
ditemukan pada hari ke-6, sedangkan mortalitas awal diperoleh pada hari ke-10. Mortalitas awal ke-2 perlakuan tersebut juga identik. Hasil penelitian lain yang
dilakukan Tang et al.  2005 melaporkan bahwa udang vaname  yang diinfeksi oleh IMNV menampakkan gejala klinis pertama kali pada hari ke 6 setelah infeksi
dan mengalami mortalitas pertama kali pada hari ke-13.  Mortalitas total udang vaname  pada pengujian tersebut 33.33,  mortalitas tersebut lebih tinggi
dibandingkan infeksi tunggal IMNV penelitian ini yang hanya 13.33. Namun pada perlakuan ko-infeksi mortalitas kumulatif pada hari ke-14 pasca infeksi bisa
mencapai 40, walaupun dosis V. harveyi yang diinfeksikan tidak menyebabkan mortalitas pada infeksi tunggal. Penelitian lain menunjukkan, bahwa  udang
vaname mengalami mortalitas pertama kali pada  hari ke-8, dan mortalitas mencapai 100  pada hari ke-52 setelah infeksi Andrade et al. 2007.
Untuk mengkonfirmasi bahwa udang perlakuan terinfeksi oleh  virus IMNV, maka  dilakukan pengujian PCR dengan menggunakan kit komersial
Nugen-IMNV. Pengujian PCR saat  hari ke-2  pasca infeksi  pada perlakuan infeksi IMNV dan ko-infeksi belum menunjukkan udang terinfeksi positif IMNV.
Namun pada  hari ke-10, sampel dapat dikonfirmasi positif IMNV. Coelho et al. 2009 dalam penelitiannya melaporkan IMNV dapat dikonfirmasi di hari ke-5
setelah  terinfeksi.  Udang vaname yang terinfeksi virus IMNV namun  belum menunjukkan gejala klinis nekrosis juga dapat dikonfirmasi positif dengan RT-
PCR Costa et al. 2009.
Perkembangan gejala klinis penyakit IMN  juga diamati pada perlakuan infeksi tunggal IMNV dan ko-infeksi. Secara umum tidak ada perbedaan gejala
klinis penyakit IMN yang diobservasi dari 2 perlakuan tersebut.  Pada pengamatan visual diketahui, bahwa gejala klinis nekrosis muncul pertama kali pada hari ke-6
pada level nekrosis ringan, sedangkan pada hari ke-14 setelah infeksi mulai ditemukan udang dengan gejala nekrosis di seluruh otot abdomen level moderat.
Hasil ini identik dengan penelitian yang dilakukan oleh Tang et al. 2005. Pada penelitian lain, gejala klinis nekrosis pertama kali dapat dilihat pada hari ke-3
setelah infeksi IMNV Poulos et al. 2006. Beberapa gejala abnormalitas yang diperoleh selama observasi 14 hari
yaitu abnormalitas warna organ limfoid dan abnormalitas bentuk usus. Gejala tersebut belum dapat dikonfirmasi apakah disebabkan oleh IMNV atau oleh
patogen lain. Namun sebagai gambaran bahwa organ limfoid merupakan organ prinsip sebagai sampel untuk pengujian molekuler pada infeksi kronis OIE
2009. Berarti organ limfoid diduga merupakan organ target dari penyakit IMN. Selain organ limfoid, otot merupakan jaringan yang umum digunakan
sebagai  sampel untuk pengujian skala sel maupun molekuler Andrade  et al. 2007. Hasil pengamatan histopatologi terhadap organ limfoid dan jaringan otot
udang uji pada penelitian ini tidak menampakkan perbedaan pada perlakuan infeksi tunggal IMNV dan ko-infeksi.  Pada pengamatan histologi, udang yang
terserang infeksi IMNV sering menampakkan koagulasipenggumpalan nekrosis pada jaringan otot namun tidak selalu Andrade et al.  2008. Sampel yang
diperoleh dari hari ke-10 menampakkan adanya badan inklusi pada histologi jaringan otot. Selain itu terdapat juga penggumpalan jaringan otot seperti nekrosis
Gambar 14. Secara umum udang yang terinfeksi virus IMNV menunjukkan lesi pada otot skeletal, koagulasi nekrosis termasuk nekrosis multifocal, kongesti pada
hemocyte , inflamasi fibrocytic,  fagositosis  dan bodi inklusi sitoplasma  serta
infiltrasi  hemocyte  Tang  et al.  2005; Poulos et al.  2006; Andrade et al.  2007; Coelho et al. 2009.
Infeksi IMNV juga tampak pada organ limfoid udang. Abnormalitas bentuk organ limfoid dimana limfoid tidak dapat mempertahankan  bentuk
normalnya. Terdapat lymphoid organ spreroids LOS yaitu hipertropi sel limfoid,
inklusi virus dan degradulasi granul hemocyte.  Akumulasi dari LOS dapat dijadikan indikasi infeksi IMNV Tang  et al.  2005;  Andrade  et al.  2008.
Sehingga dengan ditemukannya LOS pada histologi organ limfoid, dapat diduga udang uji pada penelitian ini terinfeksi oleh IMNV Gambar 15. Hasil ini
dikuatkan melalui hasil uji PCR terhadap sampel udang pada  hari ke-10 yang terinfeksi positif IMNV.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan