Ukuran Usaha Lama Usaha Latar Belakang Pendidikan

menengah merupakan lanjutan dari pendidikan dasar, yang terdiri atas pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah kejuruan. Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister spesialis dan doktor yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi.

2.5.2 Ukuran Usaha

Menurut Holmes dan Nicholls 1998 dalam Grace 2003 ukuran usaha merupakan kemampuan perusahaan dalam mengelola usahanya dengan melihat total aset, jumlah karyawan yang dipekerjakan dan berapa besar pendapatan yang diperoleh perusahaan dalam satu periode akuntansi. Jumlah pendapatan atau penjualan yang dihasilkan perusahaan dapat menunjukkan perputaran asset atau modal yang dimiliki perusahaan, sehingga semakin besar pendapatan atau penjualan yang diperoleh perusahaan semakin besar pula tingkat kompleksitas perusahaan dalam menggunakan informasi akuntansi. Jumlah karyawan dapat menunjukkan berapa kapasitas perusahaan dalam mengoperasionalkan usahanya, semakin besar jumlah karyawan, semakin besar tingkat kompleksitas perusahaan, sehingga informasi akuntansi sangat dibutuhkan.

2.5.3 Lama Usaha

Lama usaha adalah lamanya suatu Usaha Mikro, Kecil dan Menengah UMKM berdiri atau umur dari UMKM semejak usaha tersebut berdiri sampai pada saat penulis melakukan penelitian Muniarti, 2002. Dalam hal ini berarti lamanya koperasi berdiri atau umur dari koperasi semenjak koperasi berdiri sampai pada saat penulis melakukan penelitian ini. Dengan asumsi bahwa semakin lama koperasi tersebut berjalan maka akan mengakibatkan adanya perkembangan koperasi yang signifikan kearah yang positif atau negatif. Perkembangan dari koperasi tersebut tergantung dari iklim perdagangan dan persaingan yang terjadi di dunia usaha atau pasar. Pada umumnya koperasi yang lebih lama berdiri cenderung lebih berkembang karena sudah memiliki banyak pengalaman dalam menjalankan usahanya, juga dapat dikatakan mampu bersaing dengan badan atau lembaga-lembaga usaha lain dan koperasi yang sejenis lainnya.

2.5.4 Latar Belakang Pendidikan

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Latar belakang pendidikan itu sendiri meliputi pengajaran atas keahlian khusus. Pengertian latar belakang pendidikan disini adalah latar belakang pendidikan formal. Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003 menjelaskan, pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggungjawab Pasal 3 UU RI No. 20 tahun 2003.

2.6 Kerangka Pemikiran

Pancasila adalah dasar negara bangsa Indonesia. Sebagai ideology Negara, Pancasila juga memberikan pedomannya dalam kehidupan kenegaraan, yaitu bidang sosial, budaya, ekonomi, politik dan hankam. Ajaran Pancasila menegaskan, kehidupan moral hanya dapat dibenarkan sejauh kebebasan pribadi manusia merupakan hak yang asasi, yang pada hakekatnya ditolak oleh komunisme. Moral Pancasila menunjukkan bahwa adalah kewajiban setiap warga negara Indonesia untuk berusaha memperbaiki kehidupan bersama berdasarkan kelima sila sebagai nilai sosial dengan kemampuan dan keahliannya. Menurut Pancasila, bukan saja tujuan secara etis halal pula Bernhard, 2012. Dari uraian tersebut, Sistem Ekonomi Pancasila adalah suatu tata ekonomi yang dijiwai ideologi Pancasila atau suatu tata ekonomi nasional yang merupakan usaha bersama dan berazaskan kekeluargaan dan kegotong-royongan di bawah pimpinan pemerintah untuk mewujudkan kemakmuran yang sebesar-besarnya bagi masyarakatrakyat. Pasal 33 UUD 1945 adalah politik sosial ekonomi para pendiri Bangsa Negara Indonesia ketika merumuskan konstitusi bagi Indonesia yang akan merdeka pada pertengahan tahun 1945. Dari sudut pandang nilai budaya, para perumus pasa 33 UUD 1945 sangat menyadari kalau dalam masyarakat Indonesia berkembang sistem nilai budaya gotong-royong, saling menolong dan bekerjasama. Melalui koperasi, orang-orang ekonomi lemah bisa membantu membentuk wadah usaha bersama. Dengan bekerja keras melalui usaha koperasi, orang-orang kelas bawah yang miskin berpotensi naik ke kelas menengah. Itulah makna hakiki dari ayat 1 Pasal 33 UUD 1945 Bernhard, 2012. Setelah dasar-dasar dari koperasi tersebut dipahami, maka dibentuklah peraturan perundang-undangan yang mendasari segala sesuatu tentang koperasi. Peraturan tersebut disusun dalam UU Nomor 25 Tahun 1992. Dimana koperasi itu sendiri dijelaskan dalam UU Nomor 25 Tahun 1992, “koperasi bertujuan memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945” Bernhard, 2012. Salah satu yang menjadi penghalang koperasi menjadi bisnis skala besar secara internal adalah pada kualitas sumber daya manusia, pelaksanaan prinsip koperasi, dan sistem administrasi dan bisnis yang masih rendah Kementrian Koperasi dan UKM, 2014. Dengan kemampuan akuntansi yang memadai diharapkan dapat meningkatkan sistem administrasi koperasi, sehingga dapat mendongkrak koperasi menjadi bisnis berskala besar. Sebuah koperasi yang ingin maju dan berhasil harus memiliki konsep akuntabilitas dalam semua lini kerjanya Bernhard, 2012. Berbagai macam keterbatasan yang dihadapi koperasi mulai dari latar belakang pendidikan yang tidak mengenal akuntansi atau tata buku, kurang disiplin dan rajinnya dalam pelaksanaan pembukuan akuntansi, hingga tidak adanya kecukupan dana untuk mempekerjakan akuntan atau membeli software akuntansi untuk mempermudah pelaksanaan pembukuan akuntansi. Selain itu berbagai kendala atau masalah lain yang dihadapi koperasi antara lain disebabkan rendahnya pendidikan, kurangnya pemahaman teknologi informasi, ukuran usaha, dan kurangnya keandalan karakteristik laporan keuangan. Dari landasan teori yang telah diuraikan di atas, kemudian digambarkan alur pemikiran dari peneliti dalam kerangka pemikiran teoritis yang disusun sebagai berikut : Gambar 2.1 Skema Kerangka Pemikiran Koperasi Undang-Undang RI No. 25 Tahun 1992 UMKM Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2008 Ukuran Usaha Koperasi Grace, 2003 Latar Belakang Pendidikan Murniati, 2002 Jenjang Pendidikan Terakhir Undang Sisdiknas No. 20 tahun 2003 Penggunaan Informasi Akuntansi Rudiantoro, 2011; Kementrian Koperasi, 2014 Perekonomian Rakyat Pasal 33UUD 1945 Pancasila Lama Usaha Koperasi Undang Sisdiknas No. 20 tahun 2003 2.7 Hipotesis Penelitian 2.7.1 Pengaruh Jenjang Pendidikan Terhadap Penggunaan Informasi Akuntansi Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan ber dasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai dan kemampuan yang dikembangkan. Jenjang pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal dan informal yang dapat saling melengkapi. Jenjang pendidikan formal seperti yang tertuang dalam UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003, Bab VI Pasal 14 yang menyatakan bahwa jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Jenjang pendidikan akan diukur berdasarkan pendidikan formal yang pernah diikuti sehingga pengukurannya bersifat kontinyu. Pendidikan formal yang dimaksud adalah pendidikan yang diperoleh dibangku sekolah formal antara lain Sekolah Dasar SD, Sekolah Menengah Pertama SMP, Sekolah Menengah Umum SMU atau sederajat, Sarjana dan Pascasarjana. Muniarti 2002 menemukan bahwa pengusaha dengan jenjang pendidikan formal yang rendah cenderung tidak memiliki persiapan dan penggunaan informasi akuntansi yang memadai dibandingkan pengusaha yang memilki pendidikan formal yang lebih tinggi. Sedangkan menurut Holmes dan Nicholls 1998 dalam Grace 2003 tingkat pendidikan manajer atau pemilik menentukan pemahaman manajerpemilik terhadap pentingnya penggunaan informasi akuntansi. Dari pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa jenjang pendidikan sangat berpengaruh terhadap pemahaman akuntansi di setiap pengurus koperasi yang nantinya akan berpengaruh terhadap persiapan dan kemampuan pengurus koperasi dalam penggunaan informasi akuntansi. Jenjang pendidikan formal yang rendah cenderung membuat pengurus koperasi kurang begitu memahami dalam penggunaan informasi akuntansi dibandingkan dengan pengurus koperasi yang memiliki jenjang pendidikan formal yang lebih tinggi. Dengan kata lain jenjang pendidikan yang dimiliki akan berpengaruh terhadap kelangsungan koperasi tersebut. Dari argumen tersebut, maka hipotesis yang akan dikembangkan adalah sebagai berikut : Ho : Jenjang pendidikan tidak berpengaruh terhadap penggunaan informasi akuntansi. H1 : Jenjang pendidikan secara signifikan berpengaruh terhadap penggunaan informasi akuntansi.

2.7.2 Pengaruh Ukuran Usaha Terhadap Penggunaan Informasi Akuntansi