Gambar 2.1 Sistem pengelolaan sampah
2.3.1 Sistem organisasi
Organisasi dan manajemen disamping sebagai faktor utama dalam peningkatan daya guna dan hasil guna dalam pengelolaan sampah, juga memiliki
peranan dalam menggerakan, mengaktifkan dan mengarahkan sistem pengelolaan sampah dengan membentuk suatu institusiorganisasi, personalia dan manajemen
dalam pelaksanaan pengelolaan sampah. Hal ini terkait dengan suatu kegiatan yang bertumpu pada teknik dan manajemen yang menyangkut aspek-aspek
ekonomi, sosial budaya dan kondisi fisik wilayah kota serta memperhatikan masyarakat sebagai pihak yang dilayani.
Bentuk kelembagaan yang dianjurkan untuk berbagai kategori kota di
Indonesia sesuai Standar SK-SNI T-1-1990-F dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Bentuk Kelembagaan Pengelola Persampahan
No Kategori Kota
Jumlah Penduduk jiwa Bentuk Kelembagaan
1. Kota Raya
metropolitan 1.000.000
Perusahaan daerah atau Dinas tersendiri
2. Kota Sedang I
500.000 – 1.000.000 Dinas tersendiri
3. Kota Sedang II
250.000 – 500.000
DinasSuku Dinas
UPTDPU
SeksiPU 4.
Kota Kecil 20.000 – 100.000
UPTDPU
SeksiPU
Sumber: SNI T-1-1990-F
Jumlah personil pengelolaan persampahan harus cukup memadai sesuai dengan lingkup tugasnya. Sistem pengumpulan jumlah personil minimal 1 orang
9
per 1000 penduduk yang dilayani sedangkan sistem pengangkutan, sistem pembuangan akhir dan staf minimal 1 orang per 1000 penduduk. Bentuk
pendekatan perhitungan tenaga staf berbeda dengan perhitungan tenaga pelaksana. Perhitungan jumlah tenaga staf memperhatikan struktur organisasi dan beban
tugas. Perhitungan jumlah tenaga operasional memperhatikan desain pengendalian, desain dan jumlah peralatan, desain operasional, keperluan tenaga
penunjang dan pembantu serta beban penugasan. Bentuk-bentuk organisasi pengelola persampahan di Indonesia pada
umumnya adalah: a. Seksi KebersihanPenanggulangan Kebersihan dalam satu Dinas, misalkan
Dinas Pekerjaan Umum apabila masalah persampahan kota masih bisa ditangani oleh suatu seksi dibawah dinas tersebut.
b. Unit Pelaksana Teknis Dinas UPTD dibawah suatu dinas misalnya Dinas Pekerjaan Umum apabila dalam suatu struktur organisasi tidak ada seksi
khusus dibawah dinas yang mengelola kebersihan, sehingga dapat lebih memberikan tekanan pada masalah operasional dan lebih memiliki otonomi
dibandingkan seksi. c. Dinas Kebersihan akan dapat memberikan percepatan dan pelayanan pada
masyarakat luas dan bersifat nirlaba. Dinas perlu dibentuk karena aktivitas dan volume pekerjaan yang meningkat.
d. Perusahaan Daerah Kebersihan merupakan organisasi pengelola yang dibentuk apabila permasalahan di kota tersebut sudah sangat luas dan kompleks.
Prinsipnya perusahaan daerah tidak lagi disubsidi oleh Pemerintah Daerah sehingga efektifitas penarikan retribusi akan lebih menentukan.
Struktur organisasi tidak cukup mencerminkan aktivitas atau interaksinya sehingga perlu dirancang tata laksana kerjanya. Tata laksana kerja mendefinisikan
lingkup tugas, wewenang, tanggung jawab serta bentuk interaksi antar unit organisasi. Hal yang harus diperhatikan dalam menyusun tata laksana kerja yang
baik adalah menciptakan pembebanan yang merata, pendelegasian wewenang yang proporsional dan berimbang, pelaporan dan evaluasi yang baku.
2.3.2 Sistem teknik operasional