Kawasan Budidaya Kawasan Lindung

49 Tabel 14 Luas dan persentase Rencana Pola Ruang revisi RTRW Kabupaten Garut 2010 – 2030 No. KawasanPola Ruang Luas Ha Persen

1. Kawasan Budidaya

79.484,8 25,8 a. Hutan Produksi Terbatas 8.977,72 2,9 b. Hutan Produksi 147,26 0,1 c. Perkebunan 18.952,64 6,2 d. Permukiman 5.119,99 1,7 e. Pertanian Lahan Basah 20.237,70 6,6 f. Pertanian Lahan Kering 25.714,65 8,4 g. Perikanan Budidaya 8,57 0,0 h. Peternakan 326,29 0,1

2. Kawasan Lindung

228.163,62 74,2 a. Hutan Lindung 78.756,47 25,6 b. Hutan Konservasi 12.106,16 3,9 c. Sempadan SungaiPantai 13.943,62 4,5 d. KLNH-Gerakan Tanah 66.715,38 21,7 e. KLNH-Gunung Api 18.545,24 6,0 f. KLNH-Rawan Tsunami 3.435,28 1,1 g. KLNH-Resapan Air 34.661,48 11,3 Jumlah Total 307.648,45 100,0 Sumber: draft RTRW Kabupaten Garut 2010-2030 Berdasarkan informasi pada Tabel 14, proporsi kawasan lindung mencapai 74,2 sedangkan kawasan budidaya mencapai 25,8 dari keseluruhan wilayah. Pada kawasan lindung, terdapat dua pola ruang yang proporsinya cukup besar, yaitu hutan lindung 25,6 dan kawasan lindung non hutan rawan gerakan tanah 21,7. Pada kawasan budidaya, teradapat tiga pola ruang yang proporsinya cukup besar, yaitu pertanian lahan kering, pertanian lahan basah dan perkebunan. 50 HASIL DAN PEMBAHASAN Pemanfaatan Lahan Aktual Berdasarkan hasil interpretasi citra satelit Landsat ETM 7+ tahun 2009, di Kabupaten Garut terdapat sembilan jenis pemanfaatan lahan aktual. Pemanfaatan lahan terbesar terdapat pada pertanian lahan kering PLK, dengan luasan mencapai 139.760 hektar atau meliputi 45,4 wilayah Kabupaten Garut, sedangkan penutupan terkecil terdapat pada pemanfaatan penambangan seluas 200 hektar atau hanya meliputi 0,1 wilayah Kabupaten Garut yang dimanfaatkan sebagai areal penambangan pasir. Pemanfaatan lahan lain yang cukup dominan adalah hutan dan pertanian lahan basah PLB, dengan masing- masing luasan sebesar 73.290 hektar dan 51.870 hektar. Secara terperinci luas dan persentase penutupanpenggunaan lahan di Kabupaten Garut dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15 Luas dan persentase pemanfaatan lahan aktual di Kabupaten Garut tahun 2009 No. Pemanfaatan Lahan Aktual Luas Ha Persen 1. Hutan 73.290 23,8 2. Padang Rumput 230 0,1 3. Perkebunan 25.090 8,2 4. Permukiman 14.260 4,6 5. Penambangan 200 0,1 6. Pertanian Lahan Basah 51.870 16,9 7. Pertanian Lahan Kering 139.760 45,4 8. Tanah Terbuka 2.160 0,7 9. Tubuh Air 790 0,3 Jumlah Total 307.646,00 100,0 51 Secara spasial, seperti terlihat pada Gambar 20, sebaran pertanian lahan kering, menyebar merata hampir di semua wilayah kabupaten. Namun secara visual, proporsi penyebarannya terlihat lebih banyak berada di wilayah Selatan Kabupaten Garut, sedangkan pada wilayah Garut bagian Utara, pemanfaatan lahannya lebih didominasi oleh pertanian lahan basah. Gambar 20 Pemanfaatan lahan aktual di Kabupaten Garut tahun 2009 Pemanfaatan lahan hutan termasuk di dalamnya hutan primer dan hutan sekunder sedangkan pemanfaatan perkebunan, berdasarkan hasil interpretasi umumnya didominasi oleh jenis komoditas kelapa sawit, karet dan teh sedangkan jenis komoditas perkebunan lainnya tidak dapat teridentifikasi dengan jelas. 52 Gambar 21 Perkebunan sawit Gambar 22 Perkebunan karet 53 Gambar 23 Perkebunan teh Pada pemanfaatan lahan pertanian lahan kering, umumnya didominasi oleh jenis komoditas palawija dan banyak ditemukan di wilayah Selatan seperti kecamatan Caringin, Bungbulang, Pakenjeng, Cikelet, Pameungpeuk dan Cibalong, sedangkan untuk sebagian wilayah Utara, jenis tanaman yang umum dibudidayakan pada areal pertanian lahan kering umumnya palawija dan sayuran dataran rendah. Di beberapa kecamatan yang memiliki ketinggian tempat lebih dari 800 m dpl, jenis tanaman yang banyak dibudidayakan adalah sayuran dataran tinggi. Kondisi ini dapat ditemukan di kecamatan Cikajang, Cigedug, Cisurupan, Pasirwangi dan Samarang. Penyebaran pemanfaatan lahan pertanian lahan basah, hampir dapat ditemukan di semua wilayah di Kabupaten Garut. Pada jenis pemanfaatan lahan ini termasuk pertanian lahan basah yang ditunjang oleh pengairan irigasi teknis, irigasi perdesaan maupun areal sawah tadah hujan. Varietas yang umum diusahakan adalah IR-64 dan varietas Ciherang pada sawah yang memiliki pengairan teknis maupun perdesaan, sedangkan pada areal sawah tadah hujan varietas yang diusahakan adalah Situ Bagendit dan Situ Patenggang dan banyak dibudidayakan pada lahan-lahan di wilayah Selatan yang memiliki jumlah curah hujan relatif lebih rendah dibandingkan daerah Tengah maupun Utara. 54 Gambar 24 Pertanian lahan kering Gambar 25 Pertanian lahan basah Perbedaan yang sangat nyata dari penampakan ketiganya dapat dilihat dari bentuk dan pola penutupannya. Pada pertanian lahan basah yang ditunjang oleh 55 jaringan irigasi teknis, penampakan secara spasial membentuk hamparan yang luas dan berkesinambungan dan berada pada wilayah dengan topografi datar sampai landai. Hal ini dapat dilihat pada pemanfaatan pertanian lahan basah yang ada di wilayah Tengah sampai Utara Kabupaten Garut. Sedangkan pada areal pertanian lahan basah yang ditunjang oleh jaringan irigasi perdesaan maupun sawah tadah hujan, umumnya memiliki bentuk dan pola spasial yang terpisah dengan bentuk hamparan yang relatif lebih kecil dan umumnya banyak ditemukan di daerah yang berbukit atau bergelombang. Areal permukiman, seperti halnya pemanfaatan lahan pertanian lahan basah dan kering, juga hampir dapat ditemukan di semua wilayah. Perbedaan antara pola dan bentuk areal permukiman menunjukkan karakteristik suatu wilayah. Pada areal permukiman yang memiliki bentuk luas dan pola yang lebih kompak umumnya terdapat pada daerah perkotaan sedang di wilayah perdesaan pola dan bentuk areal permukiman lebih tersebar dalam bentuk yang lebih kecil. Gambar 26 Permukiman Pemanfaatan lahan tanah terbuka berdasarkan hasil interpretasi berada di kaki gunung Guntur. Luas areal ini mencapai 2.160 Hektar atau meliputi 0,7 wilayah Kabupaten Garut. Areal ini sebenarnya termasuk ke dalam wilayah Hutan 56 Lindung yang dikelola oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam BKSDA Kementerian Kehutanan, namun karena memiliki deposit pasir yang cukup banyak, material ini banyak digali oleh masyarakat sebagai bahan bangunan. Gambar 27 Tanah terbuka Secara umum berdasarkan interpretasi citra satelit, terlihat bahwa sebagian besar wilayah Kabupaten Garut 70,4 dimanfaatkan untuk aktifitas yang berkaitan dengan pertanian, yaitu pertanian lahan kering 45,4, pertanian lahan basah 16,9 dan perkebunan 8,2. Kondisi ini ditunjang oleh jenis tanah yang umumnya cocok dimanfaatkan bagi kegiatan pertanian seperti aluvial, andosol, regosol dan podsolik. Selain itu kondisi topografi yang sebagian besar merupakan daerah yang datar sampai dengan landai 48,1 dan agak curam 32,1 serta curah hujan yang cukup tinggi 2.500 mmtahun merupakan faktor yang sangat mendukung untuk budidaya pertanian. Hampir semua jenis komoditas pertanian dapat dibudidayakan pada wilayah ini. Berdasarkan data statistik pertanian, terdapat 104 komoditas yang ditanam dan dibudidayakan oleh masyarakat di Kabupaten Garut, diluar komoditas kehutanan, ternak dan perikanan. Namun hanya beberapa komoditas yang proporsi produksinya cukup besar antara lain: ubi kayu, padi dan jagung pada kelompok padi dan palawija serta beberapa komoditas kelompok biofarmaka jahe, kunyit, laos dan kapolaga. 57 Dilihat dari segi pemanfaatan lahan, pada areal pertanian lahan basah, umumnya ditanami oleh padi, palawija atau sayuran. Padi merupakan tanaman yang dominan ditanam pada areal pertanian lahan basah dimana intensitas penanamannya dapat dilakukan sampai dengan 3 kali musim tanam setiap tahunnya. Namun kondisi ini dapat tercapai hanya pada areal pertanian lahan basah yang telah ditunjang oleh pengairan teknis, maupun semi teknis. Palawija atau sayuran yang ditanam pada areal lahan basah umumnya merupakan tanaman penyela musim sebelum kembali ditanami padi pada musim berikutnya. Pada areal pertanian lahan kering, komoditas yang ditanam jauh lebih beragam. Hampir semua komoditas termasuk komoditas perkebunan rakyat ditanam pada areal pertanian lahan kering. Namun demikian dominasi komoditas yang ditanam umumnya di manfaatkan untuk budidaya palawija dan sayuran. Pada komoditas palawija, penanaman umumnya dilakukan pada areal pertanian lahan kering yang berada pada dataran rendah ketinggian kurang dari 800 m dpl, sedangkan komoditas sayuran selain pada areal pertanian lahan kering dataran rendah juga ditanam pada dataran tinggi. Dibandingkan dengan areal pertanian lahan kering pada dataran rendah, pertanian lahan kering pada dataran tinggi umumnya berada pada areal yang memiliki bentuk wilayah agak curam sampai curam. Karakteristik tanaman sayuran yang umumnya sangat sensitif terhadap kelembaban menyebabkan para petani di areal ini sering mengabaikan aspek konservasi tanah sehingga sangat berpotensi terjadinya erosi pada musim penghujan. Kemampuan Lahan Kemampuan lahan merupakan indikator yang digunakan dalam penilaian kesesuaian penggunaan lahan secara umum. Pelaksanaan penilaian terhadap kemampuan lahan dilakukan sebelum dilakukan evaluasi kesesuaian untuk penggunaan tertentu. Di dalam penelitian ini, penentuan kemampuan lahan dilakukan sampai ke tingkat sub kelas sehingga dapat diketahui faktor penghambat utama untuk semua penggunaan secara umum pada setiap kelas kemampuan lahan. Secara rinci, informasi penyebaran dan luas setiap kelas kemampuan dapat dilihat pada Gambar 28 dan Tabel 16, sedangkan luas dan 58 penyebaran setiap sub kelas kemampuan dapat dilihat pada Tabel 17 dan Gambar 29. Tabel 16 Luas dan persentase kelas kemampuan lahan No. Kelas Kemampuan Luas Ha Persen 1. Kelas II 4.640 1,5 2. Kelas III 55.320 18,0 3. Kelas IV 111.880 36,4 4. Kelas V 170 0,1 5. Kelas VI 88.440 28,7 6. Kelas VII 27.210 8,8 7. Kelas VIII 19.830 6,4 8. Unclassified 160 0,1 Jumlah Total 307.650 100,0 Gambar 28 Kelas kemampuan lahan 59 Berdasarkan informasi yang terdapat pada Tabel 16 dan Gambar 28 di Kabupaten Garut tidak terdapat lahan yang memiliki kelas kemampuan I. Luas kelas kemampuan terbesar terdapat pada kelas kemampuan IV seluas 111.880 hektar sedangkan kelas kemampuan dengan luasan terendah terdapat pada kelas kemampuan V. Wilayah yang termasuk dalam Unclassified merupakan daerah permukiman kota dan kaldera gunung Papandayan. Terdapat 27 dua puluh tujuh sub kelas kemampuan lahan yang ada di Kabupaten Garut. Luas terbesar merupakan sub kelas kemampuan IV dengan faktor penghambat utama kelerengan l dan batuan b. Sub kelas ini secara spasial penyebarannya terdapat di wilayah Garut bagian Selatan. Sedangkan sub kelas kemampuan terkecil merupakan sub kelas kemampuan V dengan faktor penghambat utama ancaman banjir o. Sub kelas kemampuan ini pada kenyataannya merupakan daerah aluvial pada muara sungai yang terbentuk dari sedimentasi material tanah yang terbawa aliran sungai. Gambar 29 Sub kelas kemampuan lahan 60 Dilihat dari aspek faktor pembatas utama, kelerengan l merupakan faktor pembatas dominan ditemukan di semua kelas kemampuan. Faktor ini merupakan merupakan faktor terberat yang dapat menjadi penghambat utama dalam pemanfaatan suatu lahan khususnya pemanfaatan pertanian. Selain faktor kelerengan, faktor erosi e juga cukup menjadi penghambat yang ditemukan hampir disemua kelas kemampuan. Faktor kedalaman tanah, batuan, tekstur dan bahaya banjir walaupun bukan merupakan penghambat yang berat, namun pada beberapa kelas kemampuan lahan, faktor ini merupakan faktor pembatas utama. Tabel 17 Luas dan persentase sub kelas kemampuan lahan No. Sub Kelas Kemampuan Luas Ha Persen Keterangan 1 II-k 1.120 0,4 Faktor Pembatas : 2 II-lk 3.520 1,1 b = Batuan 3 III-be 14.480 4,7 e = Erosi 4 III-k 7.120 2,3 k = Kedalaman Tanah 5 III-l 7.970 2,6 l = Lereng 6 III-lbe 2.280 0,7 t = Tekstur Tanah 7 III-lk 10.060 3,3 o = Bahaya Banjir 8 III-lt 870 0,3 d = Drainase 9 III-lte 1.640 0,5 10 III-t 6.770 2,2 11 III-te 1.660 0,5 12 III-tk 2.470 0,8 13 IV-b 1.080 0,4 14 IV-e 5.700 1,9 15 IV-k 910 0,3 16 IV-l 17.780 5,8 17 IV-lb 79.750 25,9 18 IV-le 3.750 1,2 19 IV-lk 2.920 0,9 20 V-o 170 0,1 21 VI-e 74.590 24,2 22 VI-l 12.350 4,0 23 VI-le 1.500 0,5 24 VII-e 5.210 1,7 25 VII-l 22.000 7,2 26 VIII-l 16.880 5,5 27 VIII-lt 2.950 1,0 28 Unclassified 150 0,1 Jumlah Total 307.650 100,0 61 Berdasarkan deskripsi tersebut, sebagian besar lahan 55,9 merupakan areal yang cocok dimanfaatkan untuk berbagai macam penggunaan. Lahan ini terdapat pada kelas kemampuan lahan II 1,5, kemampuan lahan III 18,0 dan kemampuan lahan IV 36,4. Sedangkan pada kelas kemampuan lahan V 0,1 dan kemampuan lahan VI 28,7 masih dapat digunakan untuk penggunaan yang terbatas dengan memperhatikan faktor penghambat pada tiap kelas kemampuan lahan. Pada kelas kemampuan lahan V, secara alamiah terdapat faktor ancaman banjir sebagai penghambat utama. Namun faktor ini dapat menjadi penghambat yang berat jika wilayah tersebut merupakan wilayah dengan frekwensi kejadian banjir tinggi atau pada periode waktu tertentu sering dilanda banjir. Pada kelas kemampuan lahan VI, dominasi faktor penghambat yang terluas terdapat pada faktor erosi. Hal ini menunjukkan secara umum, karakteristik lahan yang ada rentan terhadap terjadinya erosi. Dalam jangka pendek dampak erosi tidak akan terlalu terasa, namun dalam jangka panjang, erosi akan menurunkan kesuburan tanah akibat hilangnya lapisan tanah yang subur dan baik untuk pertumbuhan tanaman serta berkurangnya kemampuan tanah untuk menyerap dan menahan air. Arsyad 2010 secara rinci membagi dampak erosi menjadi empat golongan, yaitu: 1 berbentuk langsung dan berdampak di tempat kejadian erosi, 2 berbentuk langsung dan berdampak di luar tempat kejadian erosi, 3 berbentuk tidak langsung dan berdampak di tempat kejadian erosi, dan 4 berbentuk tidak langsung dan berdampak di luar tempat kejadian erosi. Memperhatikan dampak tersebut, penanganan erosi merupakan hal yang penting dan perlu mendapat perhatian yang utama, diantaranya melalui penerapan metode konservasi tanah dan air. Kesesuaian Pemanfaatan Lahan Aktual, Rencana Pemanfaatan Ruang dan Kemampuan Lahan Tahapan penelitian ini dilakukan untuk melihat sejauhmana kesesuaian pemanfaatan aktual lahan terhadap kelas kemampuannya, rencana pemanfaatan ruang terhadap kelas kemampuannya dan rencana pemanfaatan ruang terhadap pemanfaatan lahan aktual. Evaluasi ketiga aspek tersebut dilakukan dengan 62 menggunakan tabel keputusan yang dibuat untuk mempermudah dalam menentukan keputusan kesesuaian ketiga aspek tersebut. Kesesuaian Pemanfaatan Lahan Aktual terhadap Kemampuan Lahan Berdasarkan hasil analisis, kesesuaian pemanfaatan lahan aktual dengan kelas kemampuan lahan dapat dilihat pada Gambar 30, sedangkan distribusi luasan untuk masing-masing kelas kesesuaian dapat dilihat pada Tabel 18. Kriteria yang disusun meliputi dua kondisi kesesuaian, yaitu sesuai S dan tidak sesuai TS. Pemanfaatan lahan hutan dan tubuh air dikatakan sesuai untuk semua kelas kemampuan. Gambar 30 Kesesuaian pemanfaatan lahan aktual terhadap kemampuan lahan Pada Tabel 17 terlihat bahwa, 152.738 hektar 49,6 lahan yang ada di Kabupaten Garut, pemanfaatannya telah sesuai dengan kemampuan lahan 63 sedangkan 154.908 hektar 50,4 dikatakan pemanfaatannya tidak sesuai dengan kemampuan lahannya. Pemanfaatan lahan tidak sesuai merupakan potensi terjadinya degradasi lahan. Perlu dilakukan upaya-upaya untuk mengendalikan dan mengurangi pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuannya. Tabel 18 Luas dan persentase kesesuaian pemanfaatan lahan aktual terhadap kemampuan lahan Pemanfaatan Lahan Aktual Sesuai Tidak Sesuai Jumlah Total Luas Ha Persen Luas Ha Persen Luas Ha Persen Hutan 73.285 23,8 - - 73.285 23,8 Padang Rumput 49 0,0 185 0,1 234 0,1 Perkebunan 24.529 8,0 559 0,2 25.088 8,2 Permukiman 8.028 2,6 6.230 2,0 14.259 4,6 Pertambangan 17 0,0 185 0,1 202 0,1 Pertanian Lahan Basah 24.321 7,9 27.552 9,0 51.873 16,9 Pertanian Lahan Kering 21.716 7,1 118.042 38,4 139.757 45,4 Tanah Terbuka - - 2.155 0,7 2.155 0,7 Tubuh Air 793 0,3 - - 793 0,3 Jumlah Total 152.738 49,6 154.908 50,4 307.646 100,0 Lahan yang tidak sesuai pemanfaatannya terhadap kemampuan lahan umumnya berada pada lahan yang terdapat aktifitas manusia, antara lain: pertanian lahan kering, pertanian lahan basah dan permukiman. Pertanian lahan kering merupakan pemanfaatan yang paling tinggi persentase ketidaksesuaiannya, yaitu seluas 118.042 hektar 38,4, sedangkan pertanian lahan basah seluas 27.552 hektar 9,0. Hasil analisis pada Lampiran 4 menunjukkan, ketidaksesuaian pertanian lahan kering sebagian besar terdapat pada kelas kemampuan lahan VI sampai dengan VIII. Secara umum, lahan yang memiliki kelas kemampuan lebih dari VI, memiliki faktor penghambat utama kelerengan dan bahaya erosi. Lereng yang agak curam sampai dengan sangat curam merupakan areal yang rawan terhadap timbulnya longsor dan erosi, apabila dibiarkan dalam kondisi yang sangat terbuka. Pada lahan yang terbuka, tanah menjadi sangat mudah terkikis oleh air, terutama 64 pada saat musim hujan yang dapat menyebabkan terjadinya erosi serta berpotensi mengalami longsor. Gambar 31 Pertanian lahan kering pada daerah berbukit Karakteristik budidaya pertanian lahan kering, seperti terlihat pada Gambar 31, umumnya didominasi oleh tanaman palawija dan sayuran. Komoditas sayuran yang banyak mendominasi pertanian pada lahan kering umumnya adalah sayuran dataran tinggi yang banyak ditanam pada daerah-daerah dengan kelerengan di atas 30. Pada kondisi demikian, para petani umumnya tidak menerapkan metode konservasi tanah yang sesuai dengan kondisi yang ada. Hal ini akan menyebabkan tanah secara perlahan akan tererosi dan menurunkan kesuburannya. Pada pemanfaatan lahan pertanian lahan basah, ketidaksesuaian terbesar terdapat pada kelas kemampuan lahan VI sampai dengan VIII. Kondisi demikian akan menyebabkan areal pertanian lahan basah, menjadi rawan terhadap bahaya longsor. Kesesuaian Rencana Pemanfaatan Ruang terhadap Pemanfaatan Lahan Aktual Hasil analisis, kesesuaian rencana pemanfaatan ruang terhadap pemanfaatan lahan aktual dapat dilihat pada Gambar 32, sedangkan luas dan persentase kondisi 65 kesesuaian pada masing-masing pemanfaatan lahan aktual dapat dilihat pada Tabel 19. Gambar 32 Kesesuaian rencana pemanfaatan ruang terhadap pemanfaatan lahan aktual Gambar 32 menunjukkan secara keruangan kondisi kesesuaian rencana pemanfaatan ruang terhadap pemanfaatan lahan aktual. Secara visual kondisi sesuai lebih dominan dibandingkan kondisi tidak sesuai, namun jika dilihat dari aspek lokasional, kondisi sesuai lebih banyak ditemukan di wilayah Garut bagian Utara, sedangkan di wilayah Garut bagian Selatan secara lokasional kondisinya lebih didominasi oleh areal pemanfaatan lahan aktual yang tidak sesuai. Tabel 19 menunjukkan bahwa luas kondisi sesuai mencapai 201.134 hektar atau 65,4 dari pemanfaatan lahan aktual. Kondisi sesuai bersyarat seluas 202 hektar atau 0,1 dari pemanfaatan lahan aktual dan kondisi tidak sesuai seluas 106.310 hektar atau sebesar 34,6 dari pemanfaatan lahan aktual. Besarnya nilai kondisi sesuai, menunjukkan struktur pola ruang yang dibuat, dibentuk berdasarkan pemanfaatan lahan aktual yang ada. 66 Tabel 19 Luas dan persentase kesesuaian rencana pemanfaatan ruang terhadap pemanfaatan lahan aktual Kesesuaian Rencana Pemanfaatan Ruang Luas Ha Persen Sesuai Hutan Konservasi 11.024 3,6 Hutan Lindung 52.211 17,0 Hutan Produksi 126 0,0 Hutan Produksi Terbatas 3.654 1,2 Perikanan Budidaya 39 0,0 Perkebunan 16.081 5,2 Permukiman 20.141 6,5 Pertanian Lahan Basah 30.941 10,1 Pertanian Lahan Kering 63.215 20,5 Peternakan 431 0,1 Sempadan SungaiPantai 3.270 1,1 Jumlah 201.134 65,4 Sesuai Bersyarat Hutan Konservasi 78 0,0 Hutan Lindung 4 0,0 Perkebunan 26 0,0 Pertanian Lahan Basah 10 0,0 Pertanian Lahan Kering 76 0,0 Peternakan 7 0,0 Jumlah 202 0,1 Tidak Sesuai Hutan Konservasi 1.003 0,3 Hutan Lindung 26.541 8,6 Hutan Produksi 45 0,0 Hutan Produksi Terbatas 8.760 2,8 Perkebunan 26.779 8,7 Perlindungan Geologi Karst 34 0,0 Permukiman 9 0,0 Pertanian Lahan Basah 30.785 10,0 Pertanian Lahan Kering 1.675 0,5 Peternakan 6 0,0 Sempadan SungaiPantai 10.674 3,5 Jumlah 106.310 34,6 Jumlah Total 307.646 100,0 Kesesuaian Rencana Pemanfaatan Ruang terhadap Kemampuan Lahan Secara umum hasil analisis ini menunjukkan sejauhmana rencana yang telah dibuat telah sesuai dengan aspek kemampuan lahan. Pertimbangan ini perlu dilakukan mengingat sumberdaya lahan merupakan sumberdaya yang bersifat tetap dalam luasan sehingga pemanfaatannya harus dilakukan sesuai dengan kemampuannya. Hasil analisis menunjukkan, bahwa 179.740 hektar 58,4 lahan, dalam perencanaannya telah sesuai dengan kemampuan lahannya, 52.770 hektar 67 17,2 dalam kondisi sesuai bersyarat dan 75.136 hektar 24,2 perencanaannya tidak sesuai dengan kemampuan lahannya yang secara terperinci dapat dilihat pada Tabel 20. Informasi pada Gambar 33 menunjukkan kesesuaian rencana pemanfaatan ruang terhadap kemampuan lahan didominasi oleh kondisi sesuai. Kondisi tidak sesuai dapat ditemukan pada wilayah Garut bagian Selatan, sebagian di ujung Utara dan di wilayah komplek pegunungan pada daerah perbatasan bagian Barat dan Timur yang memanjang dari Utara ke Selatan. Gambar 33 Kesesuaian rencana pemanfaatan ruang terhadap kemampuan lahan Rencana pemanfaatan ruang yang sesuai dengan kemampuan lahan meliputi hutan lindung, hutan konservasi, sempadan sungaipantai, perlindungan geologi karst, hutan produksi terbatas, hutan produksi, perkebunan, perikanan budidaya, permukiman, pertanian lahan basah, pertanian lahan kering dan peternakan. Kondisi sesuai bersyarat ditemukan pada rencana pemanfaatan ruang hutan 68 produksi terbatas, perkebunan dan pertanian lahan kering, sedangkan kondisi tidak sesuai terdapat pada rencana pemanfaatan ruang hutan produksi, perikanan budidaya, perkebunan, permukiman, pertanian lahan basah, pertanian lahan kering dan peternakan. Tabel 20 Luas dan persentase kesesuaian rencana pemanfaatan ruang terhadap kemampuan lahan Rencana Pemanfaatan Ruang Kesesuaian terhadap Kemampuan Lahan Ha Sesuai Sesuai Bersyarat Tidak Sesuai Jumlah Total Hutan Konservasi 12.106 12.106 Hutan Lindung 78.756 78.756 Hutan Produksi 120 51 171 Hutan Produksi Terbatas 10.595 1.819 12.414 Perikanan Budidaya 1 38 39 Perkebunan 20.264 19.350 3.273 42.887 Perlindungan Geologi Karst 34 34 Permukiman 10.478 9.672 20.150 Pertanian Lahan Basah 21.358 16.939 23.440 61.737 Pertanian Lahan Kering 11.804 14.662 38.500 64.966 Peternakan 282 162 444 Sempadan SungaiPantai 13.944 13.944 Jumlah Total 179.740 52.770 75.136 307.646 Persen 58,4 17,2 24,4 100,0 Secara umum, berdasarkan hasil analisis kesesuaian rencana pemanfaatan ruang terhadap kemampuan lahan, dapat dikatakan perencanaan yang dilakukan belum sepenuhnya memperhatikan aspek kemampuan lahan. Pada kondisi tidak sesuai seperti terlihat pada Tabel 20, bahwa sebagian area tidak sesuai rencana pemanfaatannya akan digunakan sebagai pertanian lahan kering dan lahan basah. Jika dikaitkan dengan kesesuaian rencana pemanfaatan ruang terhadap pemanfaatan lahan aktual dapat dikatakan bahwa, dari 34,6 areal rencana 69 pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan pemanfaatan lahan, 24,4 merupakan areal rencana pemanfaatan yang tidak sesuai dengan kemampuan lahan. Daya Dukung Lingkungan Hidup Daya Dukung Lahan Perhitungan daya dukung lahan dilakukan dengan melihat ketersedian lahan dan kebutuhan lahan. Ketersediaan lahan dipengaruhi oleh aspek kemampuan suatu wilayah untuk menghasilkan bioproduk sehingga mampu memenuhi kebutuhan manusia, sedangkan kebutuhan lahan dipengaruhi oleh jumlah penduduk dalam suatu wilayah. Pada dasarnya metode ini dibuat untuk memudahkan penilaian status daya dukung suatu wilayah yang secara prinsip mengadopsi konsep Ecological Footprints. Perhitungan ketersediaan dilakukan dengan menghitung jumlah nilai produksi dari seluruh bioproduk yang dihasilkan pada wilayah tersebut terhadap nilai produksi beras. Konversi yang digunakan untuk menyetarakan antara produk beras dengan non beras adalah harga Rustiadi et al. 2010. Sedangkan pada perhitungan kebutuhan lahan asumsi yang digunakan adalah kebutuhan hidup layak untuk setiap penduduknya sebesar 1.000 kg beras. Tabel 21 Perhitungan ketersediaan lahan No. Faktor Satuan Nilai 1. Total Nilai Produksi Rp 15.610.955.178.030,50 2. Harga Beras RpKg 7.442 3. Total Beras dari Padi Sawah dan Ladang Kg 429.363.750,00 4. Luas Panen Padi Ha 130.164,25 5. Produktivitas Beras KgHa 3.298,63 Ketersediaan Lahan Ha 635.925,38 Berdasarkan perhitungan seperti terlihat pada Tabel 21, ketersediaan lahan di Kabupaten Garut sebesar 635.925,8 hektar pada harga beras Rp. 7.442Kg. Secara matematis, sensitifitas nilai ketersediaan lahan sangat dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu: 1 jumlah produksi seluruh komoditas dan 2 harga. Kedua faktor 70 tersebut secara umum memiliki karakteristik nilai yang sangat dinamis, dipengaruhi oleh musim dan permintaan pasar. Oleh sebab itu interpretasi dari nilai ketersedian lahan yang diperoleh berdasarkan perhitungan ini perlu melihat aspek lainnya, seperti ketersediaan komoditas di pasaran serta harga komoditas yang digunakan. Total nilai produksi diperoleh dari perhitungan nilai produksi 11 sebelas kelompok komoditas yaitu 1 padi dan palawija, 2 kelompok sayur mayur, 3 biofarmaka, 4 bunga-bungaan, 5 buah-buahan, 6 perkebunan rakyat, 7 kehutanan, 8 daging, 9 telur, 10 susu dan 11 perikanan. Secara terperinci nilai produksi masing-masing komoditas dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22 Nilai produksi setiap kelompok komoditas No. Kelompok Komoditas Jumlah Komoditas Nilai Produksi Rp Persen 1. Padi dan Palawija 7 Komoditas 6.713.821.642.500,- 43,01 2. Sayur Mayur 21 Komoditas 5.195.992.500.000,- 33,28 3. Biofarmaka 14 Komoditas 108.644.339.500,- 0,70 4. Bunga-bungaan 20 Komoditas 1.188.364.475,- 0,01 5. Buah-buahan 21 Komoditas 1.294.001.910.000,- 8,29 6. Perkebunan Rakyat 21 Komoditas 465.451.190.000,- 2,98 7. Kehutanan 19 Komoditas 387.865.854.098,- 2,48 8. Daging 7 Komoditas 196.472.571.482,- 1,26 9. Telur 2 Komoditas 53.754.314.976,- 0,34 10. Susu 1 Komoditas 53.564.976.000,- 0,34 11. Perikanan 9 Komoditas 1.140.197.515.000,- 7,30 Jumlah Nilai Produksi 15.610.955.178.031,- 100,00 Persentase nilai produksi terbesar terdapat pada kelompok padi dan palawija sebesar 43,01 dari total nilai produksi, sedangkan nilai terkecil terdapat pada kelompok bunga-bungaan, yaitu sebesar 0,01 dari total nilai produksi. Kelompok komoditas lain yang memiliki kontribusi cukup tinggi adalah sayur mayur dengan persentase sebesar 33,28. Kontribusi kelompok komoditas lain di luar padi dan palawija serta sayur mayur umumnya kurang dari 10 , bahkan 71 kelompok komoditas biofarmaka, bunga-bungaan, telur dan susu memiliki kontribusi di bawah satu persen. Berdasarkan perhitungan, kebutuhan lahan di Kabupaten Garut dengan jumlah penduduk 2.380.981 jiwa sebesar 721.808,97 hektar. Mengacu kepada nilai ini, dimana nilai kebutuhan lahan 721.808,97 hektar lebih besar daripada nilai ketersediaan lahan 613.496,96 hektar dapat dikatakan kondisi ketersediaan lahan dalam keadaan defisit. Kondisi defisit berdasarkan hasil pehitungan menggunakan metode ini dapat dikatakan sebagai keadaan ketersediaan bioproduk yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidup layak dimana kebutuhan tersebut diasumsikan setara dengan kebutuhan satu ton beras perkapita setiap tahunnya. Namun metode perhitungan ini sangat dipengaruhi oleh produksi dan harga bioproduk yang dicatat pada saat pengambilan data. Pengambilan dan perhitungan data pada waktu yang berbeda sangat mungkin akan mengakibatkan perbedaan kondisi status daya dukung lahan sehingga perlu dipertimbangkan pula faktor musim dan kondisi pasar pada saat perhitungan. Besarnya peluang perbedaan tersebut akan menyebabkan status daya dukung lahan yang dihasilkan melalui perhitungan ini bersifat sangat dinamis. Informasi pada Tabel 22 juga menunjukkan bahwa, terdapat dua kelompok komoditas, yaitu padi dan palawija serta sayur mayur yang memiliki kontribusi nilai bioproduk cukup besar terhadap total nilai bioproduk yang dihasilkan, yaitu sebesar 76,3. Hal ini berarti bahwa kedua kelompok komoditas tersebut merupakan kelompok komoditas yang dominan diusahakan oleh masyarakat di Kabupaten Garut. Selain itu kontribusi nilai yang cukup besar akan berpengaruh terhadap sensitifitas status daya dukung lahan atau dapat dikatakan, perubahan produksi dan harga pada kedua kelompok komoditas tersebut akan mempengaruhi status daya dukung lahannya. Terminologi defisit dalam perhitungan menggunakan metode ini, menurut Rustiadi et al. 2010 lebih tepat diartikan sebagai kondisi ketersedian pangan pada suatu wilayah yang tertutup. Kondisi ini berarti suatu wilayah dianggap tidak memperoleh aliran keluar dan aliran masuk bioproduk dari wilayah lain sehingga dalam keadaan yang sebenarnya hal ini bisa bertolak belakang dengan 72 kenyataan yang ada. Penelitian yang dilakukan oleh Christina 2011 menunjukkan bahwa dilihat dari ketersedian bahan makanan pokok, Kabupaten Garut berada dalam kondisi yang surplus sampai dengan 20 tahun yang akan datang. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat dikatakan bahwa, dilihat dari ketersediaan bahan makanan pokok, Kabupaten Garut dikatakan dalam kondisi yang surplus, sedangkan secara keseluruhan dengan mempertimbangkan kebutuhan seluruh bioproduk dapat dikatakan defisit. Kondisi defisit dalam penelitian diduga berasal dari kebutuhan lain diluar kebutuhan pangan pokok yang tidak terpenuhi, hal ini beradasarkan analisa, jika kebutuhan pangan pokok sudah terpenuhi maka kondisi defisit terdapat pada ketersediaan bioproduk selain pangan pokok. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal tersebut antara lain meningkatkan produktifitas, penerapan sistem budidaya tanaman sesuai anjuran, pemeliharaan tanaman dan penggunaan benih atau bibit bermutu. Daya Dukung Air Perhitungan dilakukan dengan memperhitungkan aspek ketersediaan dan kebutuhan air. Faktor yang mempengaruhi ketersediaan air adalah koefisien limpasan, curah hujan dan luas wilayah sedangkan kebutuhan air dipengaruhi oleh jumlah penduduk serta kebutuhan air untuk hidup layak bagi setiap penduduk. Tabel 23 Perhitungan status daya dukung air Faktor Rumus Nilai Satuan

A. KETERSEDIAAN AIR