dilihat dari sudut debitur, adalah debitur tinggal memiliki salah satu pilihan dari dua pilihan yakni menerima atau menolak, tanpa adanya kemungkinan melakukan
negosiasi atau tawar menawar dengan bank. Dalam hal ini debitur tidak dapat berbuat banyak dalam menghadapi kreditur karena perjanjian baku telah
ditentukan oleh bank. Keberadaan perjanjian kredit sangat penting karena berfungsi sebagai
dasar hubungan kontraktual antara para pihak. Dalam perjanjian kredit dapat ditelusuri berbagai hal tentang pemberian, pengelolaan ataupun penatalaksanaan
kredit itu sendiri. Untuk itu sangat perlu diperhatikan bersama. Wardoyo dalam Hermansyah mengemukakan bahwa perjanjian kredit itu memiliki tiga fungsi,
yaitu :
16
a. Berfungsi sebagai perjanjian pokok, artinya perjanjian kredit merupakan sesuatu yang menentukan batal atau tidak batalnya perjanjian lain yang
mengikutinya, misalnya perjanjian pengikatan jaminan; b. Berfungsi sebagai alat bukti mengenai batasan-batasan hak dan kewajiban
diantara kreditur dan debitur; c. Berfungsi sebagai alat untuk melakukan monitoring kredit
H. Kredit Macet
Ekonomi suatu negara seharusnya merupakan suatu paduan yang efisien dan suportif diantara kegiatan-kegiatan sektor riil. Saat ini dapat dikatakan bahwa
penyediaan berbagai jasa keuangan perbankan merupakan sektor yang strictly
16
Wardoyo dan Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Jakarta: PT. Kencana Prenada Media Group, 2006, hal 72.
Universitas Sumatera Utara
well regulated. Hal ini terjadi karena perbankan menyangkut kepentingan jumlah orang banyak. Situasi di Indonesia adalah suatu hal yang cukup memberi
gambaran bahwa perbankan merupakan sektor yang sangat diatur. Lebih lanjut H. Budi Untung menyebutkan bahwa meskipun perbankan merupakan sektor yang
strictly well regulated, tetapi kredit macet masih saja terjadi diantaranya dapat disebabkan karena :
17
1 Kesalahan appraisal 2 Membiayai proyek dari pemilik terafiliasi
3 Membiayai proyek yang direkomendasi oleh kekuatan tertentu 4 Dampak makro ekonomi unforecasted variable
5 Kenakalan nasabah Siswanto Sutojo mengatakan bahwa kredit bermasalah dapat timbul selain
karena sebab-sebab dari pihak kreditur, sebagian besar kredit bermasalah timbul karena hal-hal yang terjadi pada pihak debitur, antara lain :
18
1 Menurunnya kondisi usaha bisnis perusahaan yang disebabkan merosotnya kondisi ekonomi umum dan atau bidang usaha dimana mereka beroperasi.
2 Adanya salah urus dalam pengelolaan usaha bisnis perusahaan, atau karena kurang berpengalaman dalam bidang usaha yang mereka tangani.
3 Problem keluarga, misalnya perceraian, kematian, sakit yang berkepanjangan, atau pemborosan dana oleh salah satu atau beberapa
orang anggota keluarga debitur.
17
H. Budi Untung, Kredit Perbankan di Indonesia Yogyakarta: Andi Offset, 2000, hal 121
18
Siswanto Sutojo, The Management of Commercial Bank, Jakarta: Damar Mulia Pustaka 2007, hal. 171-172
Universitas Sumatera Utara
4 Kegagalan debitur pada bidang usaha atau perusahaan mereka yang lain. 5 Kesulitan likuiditas keuangan yang serius.
6 Munculnya kejadian di luar kekuasaan debitur, misalnya perang dan bencana alam.
7 Watak buruk debitur yang dari semula memang telah merencanakan untuk tidak akan mengembalikan kredit.
Sebagian besar kredit bermasalah tidak muncul secara tiba-tiba. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya kasus kredit bermasalah merupakan satu proses,
yang diibaratkan api dalam sekam. Banyak gejala tidak menguntungkan yang menjurus kepada kasus kredit bermasalah, sebenarnya telah bermunculan jauh
sebelum kasus itu sendiri timbul dipermukaan. Bilamana gejala tersebut dapat dideteksi dengan tepat dan ditangani secara professional sedini mungkin, ada
harapan kredit yang bersangkutan dapat ditolong. Sebaliknya bilamana api yang membara dalam sekam itu tidak dideteksi atau dibiarkan saja, transaksi kredit
akan berakhir dengan bencana, terutama bagi pihak kreditur. Gejala-gejala yang muncul sebagai tanda akan terjadinya kredit bermasalah adalah :
19
1 Penyimpangan dari berbagai ketentuan dalam perjanjian kredit, 2 Penurunan kondisi keuangan perusahaan,
3 Frekuensi pergantian pimpinan dan tenaga inti, 4 Penyajian bahan masukan secara tidak benar,
5 Menurunnya sikap kooperatif debitur, 6 Penurunan nilai jaminan yang disediakan,
7 Problem keuangan atau pribadi.
19
Ibid. hal. 173
Universitas Sumatera Utara
BAB III TINJAUAN UMUM TERHADAP HAK JAMINAN