18
pelayanan maupun pemasaran yang dinilai oleh supervisor memiliki kesiapan
readiness yang tinggi dalam bekerja.
Ketika persyaratan style range sudah terpenuhi, perlu dianalisis style range tersebut efektiftidak efektif dalam pemakaiannya. Hasil pen
elitian menunjukkan bahwa sekalipun 86.2 74.7 dan 11.5 supervisor memiliki
style range yang tergolong cukup luas, hanya 56.3 supervisor yang mampu mengadaptasikan style range tersebut pada saat yang tepat. Ada sebanyak 27.6
supervisor terkategori tidak efektif dalam mengubah-ubah potensi gaya kepemimpinan yang dimilikinya. Ini menunjukkan bahwa style range tidak
menjamin efektivitas suatu kepemimpinan, jika adaptabilitasnya rendah. Mengingat bahwa kepemimpinan yang efektif merupakan salah satu faktor
penting bagi keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuan-tujuannya, persentase 16.1 dan 27.6 kepemimpinan yang kurang efektif menjadi salah satu
gambaran mengapa supervisor PT.PI di Jawa secara khusus tergolong lamban dalam meningkatkan kinerja kantor cabang pembantu. Dalam hal ini, supervisor
dapat diduga kurang mampu mengidentifikasi secara tepat tingkat kesiapan bawahan dalam bekerja dan juga kurang mampu mengadaptasikan gaya
kepemimpinan yang dimilikinya berdasarkan tingkat kesiapan bawahan tersebut, sehingga belum mampu mengarahkanmemimpin bawahannya untuk bekerja lebih
baik, yang berdampak pada pencapaian target yang kurang optimal. Secara teoretis, faktor penyebab lainnya pada supervisor yang kurang mendukung
kemampuan adaptabilitasnya dalam mengubah gaya kepemimpinan yaitu faktor trust kepada bawahan dan kemampuan komunikasi yang persuasive. Meski
demikian, masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui secara pasti faktor penyebab yang sebenarnya bagi kondisi tersebut, mengingat bahwa 86.2
supervisor PT. PI di Jawa memiliki potensi yang cukup untuk menjadi pemimpin yang efektif namun belum teraktualisasi.
Secara khusus berikut pemaparan untuk masing-masing propinsi wilayah kerja di Jawa.
1. Kepemimpinan Supervisor PT PI di Wilayah Jawa Barat
19
Secara khusus, pada 29 supervisor dari unit kerja wilayah Jawa Barat, style range yang dimiliki juga cukup lebar, dengan perincian sebanyak 14 memiliki empat
gaya kepemimpinan, 66 memiliki tiga gaya kepemimpinan, 21 memiliki dua gaya kepemimpinan, dan tidak seorang pun supervisor yang hanya terpaku
menggunakan satu gaya kepemimpinan dalam mengarahkan bawahannya. Ini mengindikasikan bahwa secara umum, mereka cukup berpotensi untuk menjadi
supervisor yang efektif, manakala mereka mampu mengadaptasikan berbagai gaya kepemimpinan yang dimiliki pada situasi yang tepat. Meski demikian, dari
80 66 dan 14 supervisor yang berpotensi efektif tersebut, efektivitas kepemimpinan hanya dimiliki oleh 55.2 supervisor. Masih terdapat 24.1
supervisor yang terkategori netral dan 20.7 yang tidak efektif. Berbagai faktor masih berpeluang terbuka untuk diargumentasikan sebagai penyebab bagi
terciptanya kondisi tersebut, sampai dilakukan penelitian lanjutan yang dapat memastikan kebenaran faktor penyebabnya.
Dalam style range tersebut, Telling dan Selling menjadi gaya kepemimpinan yang paling populer digunakan oleh para supervisor tersebut
100, Participating dipakai oleh sebanyak 75.9 supervisor dan Delegating dipakai oleh sebanyak 17.2 supervisor. Dengan kata lain, gaya kepemimpinan
mereka kebanyakan diwarnai oleh task oriented yang tinggi. Hal tersebut diperkuat pula oleh munculnya Selling sebagai gaya kepemimpinan yang paling
dominan dipakai dalam keseharian kepemimpinan supervisor PT. Pos Indonesia di wilayah Jawa Barat 69. Ada 41.4 supervisor menjadikan menjadikan
Telling sebagai gaya utamanya dalam memimpin, 6.9 supervisor menjadikan Participating sebagai gaya utamanya, dan tidak seorang pun supervisor memakai
Delegating sebagai gaya yang paling mewarnai perilaku kepemimpinannya. Dikaitkan dengan tingkat kesiapan bawahan untuk bekerja, para supervisor ini
memandang bahwa para bawahannya di unit kerja PT. PI wilayah Jawa Barat kebanyakan masih berada di tingkat kesiapan R2, yaitu tidakbelum mampu
namun percaya diri dan sudah memiliki kemauan untuk bekerja. Terlepas dari apakah persepsi supervisor akan tingkat kesiapan kerja bawahannya adalah benar
dan tepat, perilaku keseharian kepemimpinan para supervisor tersebut adalah
20
secara terus-menerus memberikan arahan, mengingatkan, dan memperjelas akan tugas-tugas yang harus diselesaikan sambil membuka komunikasi dua arah
dengan bawahannya untuk memberikan dorongangugahanmotivasi bagi proses
kerja yang terjadi. 2.
Kepemimpinan Supervisor PT. PI di Wilayah Jawa Timur
Di wilayah kerja Jawa Timur, dari 30 supervisor PT. PI yang ikut terlibat dalam penelitian ini, 13.3 diantaranya memiliki empat gaya kepemimpinan, 70
memiliki tiga gaya kepemimpinan, 16.7 memiliki dua gaya kepemimpinan, dan tidak seorang pun supervisor yang hanya terpaku menggunakan satu gaya
kepemimpinan tertentu. Hanya saja, sekalipun 83.3 70 dan 13.3 supervisor tersebut memiliki style range yang cukup luas untuk bisa bertindak
sebagai pemimpin yang efektif, hanya 46.7 supervisor yang tergolong efektif dalam kepemimpinannya. Bahkan, presentase yang tidak jauh berbeda dengan
itu, yaitu 40, masih tergolong tidak efektif dan 13.3 terkagetori nol belum efektif namun tidak tergolong tidak efektif.
Dalam style range tersebut, tampaknya Telling dan Selling adalah gaya kepemimpinan yang ’wajib’ dimiliki oleh setiap supervisor 100, Participating
menjadi salah satu gaya yang dimiliki oleh 80 supervisor dalam style range- nya, dan Delegating dimiliki oleh 16.7 supervisor. Meski demikian, yang
menjadi gaya kepemimpinan yang paling dominan dipakai oleh mayoritas supervisor adalah Selling 80, sehingga kepemimpinan supervisor PT. Pos
Indonesia di wilayah kerja Jawa Timur pada umumnya diwarnai oleh task behavior dan relationship behavior yang tinggi. Selain itu, meskipun Delegating
termasuk salah satu alternatif gaya kepemimpinan yang dimiliki dalam style range supervisor tersebut, tidak seorang pun supervisor yang menjadikan Delegating
sebagai gaya yang paling seringdominan ditampilkan dalam keseharian perilaku kepemimpinannya. Kondisi ini semakin mempertegas temuan bahwa para tenaga
pelayanan dan pemasaran di wilayah Jawa Timur belum memiliki tingkat kesiapan kerja yang tinggi.
3. Kepemimpinan Supervisor PT. PI di Wilayah Jawa Tengah