Dengan kenyataan tersebut, atom yang bereaksi mengakibatkan elektron yang baru datang tersebut dapat memberikan sisa energinya pada elektron-elektron di
kulit K, L, M, N dan seterusnya dengan cara menjatuhkan diri hingga menuju kulit yang terdekat dengan inti dan elektron-elektron kulit-kulit di atasnya akan
kelebihan energi dari sebelumnya sehingga secara beraturan elektron-elektron tersebut masing-masing akan naik menuju ke kulit terluar. Pada saat elektron
kelebihan energi dan pindah ke kulit atasnya itulah akan timbul sinar-X. Dengan melihat kejadian-kejadian tersebut, mikroskop elektron tidak menggunakan sinar-
X tetapi menggunakan elektron yang tereksitasi. Elektron yang tereksitasi tersebut pada umumnya akan memiliki dua sebutan akibat energinya yang terdeteksi pada
posisi tertentu oleh detektor-detektor yang di dekatnya, ditunjukkan pada Gambar 2.15.
Gambar 2.15. Sinyal hasil interaksi berkas elektron dengan sampel Reed, 1993. Data atau tampilan gambar dari topologi permukaan atau lapisan yang tebalnya
sekitar 20 m yang berupa tonjolan dapat diperoleh dari penangkapan elektron
hamburan inelastis yang keluar dari kulit atom yang terluar dengan secondary Pancaran Elektron
Sinar-X BSE
SE
Sampel
electron detector SE. Kemudian diolah dalam bentuk tegangan-tegangan menjadi digital dan tampilan pada layar CRT TV. Hal yang berbeda pada
elektron terhambur balik backscattered electron BE yang mana akan menghasilkan suatu gambar berupa komposisi gambar yang termaksimumkan
akibat penangkapan energi elektron yang keluar dari kulit atom yang terluar hamburan elastis Smith, 1990.
3. SEM yang dilengkapi EDS
SEM Scanning Electron Microscopy dilengkapi dengan EDS Energy Dispersive Spectroscopy yang dapat menentukan unsur dan analisis komposisi
kimia. Bila suatu berkas elektron yang ditembakkan atau dikenai pada sampel akan terjadi interaksi berupa elektron yang keluar dari atomnya, maka elektron
tersebut mempunyai tingkat energi yang lebih rendah dari yang lain. Hal ini menyebabkan atom menjadi kurang stabil, sedangkan suatu atom mempunyai
kecenderungan ingin menjadi stabil. Oleh karena itu, elektron yang mempunyai tingkat energi yang lebih tinggi akan turun transisi ke tingkat yang lebih rendah,
kelebihan energi yang dilepas pada waktu transisi adalah dalam bentuk sinar-X. Karena beda tingkat energi untuk suatu atom tertentu, sehingga sinar-X yang
dihasilkan oleh suatu atom tersebut juga mempunyai energi tertentu dan ini disebut sinar-X karakteristik. Energi pancaran elektron dalam bentuk sinar-X akan
dideteksi dan dihitung oleh EDS dan akan dihasilkan keluaran berupa grafik puncak-puncak tertentu yang mewakili unsur yang terkandung. EDS juga
memiliki kemampuan untuk melakukan elemental masing-masing elemen di permukaan bahan. EDS juga dapat digunakan untuk menganalisis secara kualitatif
dari persentase masing-masing elemen Qulub, 2011.
4. Kelemahan SEM
Teknik karakterisasi menggunakan SEM memiliki beberapa kelemahan, antara lain:
a. Memerlukan kondisi vakum
b. Hanya menganalisis permukaan
c. Resolusi lebih rendah dari TEM
d. Sampel harus bahan yang konduktif, jika tidak konduktor maka perlu dilapisi
logam seperti emas Schmieg, 2012.
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2015 sampai Mei 2015 di Laboratorium Kimia Organik Universitas Lampung, Laboratorium Terpadu UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, Laboratorium Metalurgi PT South East Asia Pipe Industries SEAPI Bakauheni Lampung Selatan, serta Laboratorium Pusat Survei
Geologi Kelautan P3GL Bandung.
B. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari: penguap putar vakum rotary evaporator, neraca digital, alat pemotong baja, gergaji mesin, jangka
sorong, gelas ukur, dsikator, plastik kecil, botol film, beaker glass, blender, spatula, pipet tetes, benang, kayu kecil, aluminium foil, kertas amplas, SEM
Scanning Electron Microscopy, XRD X-Ray Diffraction dan EDS Energy Dispersive Spectroscopy.
Sedangkan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: daun teh, baja karbon rendah C-Mn steel, asam klorida HCl, natrium klorida NaCl, etanol
70, dan aquades.
C. Preparasi Bahan
Prosedur kerja penelitian dapat dilihat pada diagram alir dalam Gambar 3.1.
Gambar 3.1. Diagram alir penelitian Preparasi sampel baja pemotongan dan pembersihan
Penimbangan massa awal sampel Pembuatan Larutan Inhibitor dari daun teh Camelia sinensis
Mencelupkan sampel dalam larutan tanpa dan dengan
inhibitor ekstrak daun teh Camelia sinensis 10, 15,
dan 20 dengan HCl 3 Mencelupkan sampel dalam
larutan tanpa dan dengan inhibitor ekstrak daun teh
Camelia sinensis 10, 15, dan 20 dengan NaCl 3
Pembersihan Sampel
Penimbangan massa akhir sampel
Perhitungan Laju Korosi
Uji XRD
Uji SEM dan EDS Pembuatan medium korosif HCl 3 dan NaCl 3
1.
Pembuatan Larutan Inhibitor dari daun teh Camellia sinensis
Sampel daun teh segar sebanyak 3500 gram dikeringkan dalam suhu kamar selama 20 hari untuk menghilangkan kadar air. Sampel yang telah kering
dihaluskan dengan blender untuk mempermudah dan memaksimalkan proses ekstraksi. Setelah halus maka diekstrak menggunakan metode maserasi. Metode
maserasi dilakukan dengan memasukkan daun teh yang telah dihaluskan ke dalam wadah botol yang berisi etanol 70 selama 5 hari. Hasil perendaman
selanjutnya disaring menggunakan kertas saring hingga diperoleh filtrat. Filtrat yang diperoleh dari proses tersebut diuapkan menggunakan alat penguap putar
vakum rotary evaporator dengan kecepatan 200 rpm dan suhu 50 hingga
menghasilkan ekstrak pekat.
2. Preparasi sampel baja pemotongan dan pembersihan
Untuk menyiapkan baja dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1.
C-Mn steel dipotong dengan panjang 20 mm, lebar 20 mm, dan tinggi 5 mm. 2.
Baja yang telah dipotong dibersihkan dan diperhalus permukaannya menggunakan amplas untuk menghilangkan pengotor.
3. Baja dicelupkan ke dalam aseton untuk membersihkan pengotor yang
menempel pada baja.
3. Penimbangan massa awal sampel
Baja yang akan digunakan ditimbang terlebih dahulu untuk mengetahui massa sebelum pengkorosian.
4. Pembuatan medium korosif
Medium korosi adalah larutan yang dapat mengakibatkan terjadinya korosi. Medium korosi pada penelitian ini adalah HCl dan NaCl dengan konsentrasi 3.
Cara pembuatan larutan HCl yaitu mengencerkan HCl yang memiliki konsentrasi 37 dengan aquades. Untuk pengenceran larutan HCl ditentukan secara
matematis berdasarkan persamaan 3.1. 3.1
Dimana: = Volume mula-mula
= Konsentrasi mula-mula = Volume setelah pengenceran
= Konsentrasi setelah pengenceran
Dari rumus pengenceran, HCl yang digunakan 40,54 ml ditambah aquades sebanyak 459,46 ml. Karena volume medium korosi dibuat dalam 500 ml.
Selanjutnya pembuatan larutan NaCl dengan konsentrasi 3 yaitu 15 gram NaCl ditambahkan dengan aquades sampai volume 500 ml.
5. Perendaman
Dalam tahap perendaman ini sampel yang digunakan ada 8, dibagi menjadi 2 bagian besar dengan 4 sampel direndam dengan inhibitor ekstrak daun teh
camelia sinensis dengan medium korosif HCl dan 4 sampel terakhir direndam dengan inhibitor ekstrak daun teh camelia sinensis dengan medium korosif
NaCl. Konsentrasi inhibitor yang digunakan sebesar 10, 15, dan 20 dan sisanya tanpa penambahan inhibitor.
6. Pembersihan dan Penimbangan Massa Akhir Sampel
Sampel yang telah direndam dalam larutan inhibitor dan medium korosif dibiarkan hingga kering. Selanjutnya ditimbang untuk mengetahui massa akhir
sampel.
7. Uji XRD X-Ray Diffraction
Sampel yang telah mengalami pengkorosian kemudian diuji menggunakan XRD X-Ray Diffraction yang bertujuan untuk mengetahui fasa yang terbentuk pada
sampel.
8. Uji SEM Scanning Electron Microscopy dan EDS Energy Dispersive
Spectroscopy
Sampel yang telah mengalami perlakuan kemudian akan diuji menggunakan SEM Scanning Electron Microscopy yang dilengkapi dengan EDS Energy Dispersive
Spectroscopy dimana bertujuan untuk mengetahui struktur permukaan sampel dan melihat unsur-unsur kimia yang ada pada sampel.
9. Perhitungan Laju Korosi
Perhitungan laju korosi dilakukan menggunakan metode pengurangan massa sampel tiap satuan luas dan waktu menggunakan persamaan 3.2 dengan
konstanta laju korosi yang dapat dilihat pada Tabel 3.1.