PENGHAMBATAN LAJU KOROSI PADA BAJA KARBON C-Mn STEEL MENGGUNAKAN INHIBITOR EKSTRAK KULIT BUAH MANGGIS (GARCINIA MANGOSTANA)

(1)

ABSTRAK

PENGHAMBATAN LAJU KOROSI PADA BAJA KARBON C-MnSTEEL

MENGGUNAKAN INHIBITOR EKSTRAK KULIT BUAH MANGGIS (GARCINIA MANGOSTANA)

Oleh

LULUK JAZILAH ISSA

Abstrak. Telah dilakukan penelitian mengenai inhibisi korosi pada baja karbon rendah C-Mnsteeloleh ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana) dalam media korosif Asam Sulfat (HCl) dan Natrium Klorida (NaCl) dengan konsentrasi 1 M. Pengujian dilakukan dengan metode penurunan berat. Laju korosi diuji pada baja C-Mn steel dengan inhibitor ekstrak kulit buah manggis selama 120 jam dengan konsentrasi 0%, 10%, 15%, dan 20%. Hasil laju korosi dan efisiensi inhibitor menunjukkan bahwa semakin bertambahnya konsentrasi inhibitor maka laju korosi menurun dan efisiensi inhibitor meningkat. Hasil karakterisasi X-Ray Diffraction (XRD) memperlihatkan bahwa fasa yang terbentuk adalah Fe murni. Karakterisasi Scanning Electron Microscopy (SEM) menunjukkan adanya gumpalan, retakan, dan lubang pada permukaan sampel. Hasil uji Energy Dispersive Spectroscopy(EDS), produk korosi yang paling banyak adalah FeO.

Kata kunci: C-Mn Steel, ekstrak Garcinia mangostana, inhibisi korosi, SEM-EDS, XRD.


(2)

ABSTRACT

INHIBITION CORROSION RATE OF CARBON C-MN STEEL USING INHIBITOR EXTRACT OF MANGOSTEEN PEEL

(GARCINIA MANGOSTANA) Oleh

LULUK JAZILAH ISSA

Abstrac. Corrosion inhibition of low carbon C-Mn steel by extract of mangosteen peel (Garcinia mangostana) in corrosive medium of Hydrochloride Acid (HCl) and Natrium Chloride (NaCl) of 1 M. Corrosion rate was tested on C-Mn steel with the extract of mangosteen peel for 120 hour with concentration of 0%, 10%, 15%, and 20%. The results rate corrosion and inhibitor efficiency suggests that the increasing concentration of inhibitor, the rate of corrosion inhibitor decreases and the efficiency increases. The X-Ray Diffraction (XRD) result showed that the phase was Fe. Scanning Electron Microscopy (SEM) showed that the cluster, crack, and hole. Energy Dispersive Spectroscopy (EDS) showed that the most widely corrosion product is FeO.

Key words. C-Mn steel, Garcinia mangostana extract, corrosion inhibition, SEM-EDS, XRD.


(3)

iii

PENGHAMBATAN LAJU KOROSI PADA BAJA KARBON C-MnSTEEL

MENGGUNAKAN INHIBITOR EKSTRAK KULIT BUAH MANGGIS (Garcinia mangostana)

Oleh

Luluk Jazilah Issa

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA SAINS

pada Jurusan Fisika

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(4)

(5)

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis yang bernama lengkap Luluk Jazilah Issa, dilahirkan di Martapura-Sumatera Selatan pada tanggal 13 Juli 1994 dari pasangan berbahagia Bapak Drs. Imam Syafi’I dan Ibu Siti A’Ida sebagai anak pertama dari tiga bersaudara.

Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri 3 Martapura pada tahun 2005, melanjutkan pendidikan Madrasah Tsanawiyah MTs Negri Srono Banyuwangi tahun 2008, dan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Cluring Banyuwangi Jawa Timur pada tahun 2011. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa di Universitas Lampung, Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam melalui jalur mandiri.

Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dalam Himpunan Mahasiswa Fisika Universitas Lampung, penulis pernah menjadi anggota kaderisasi HIMAFI, penulis pernah menjadi anggota kaderisasi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM MIPA). Penulis pernah menjadi asisten Praktikum Fisika Dasar I, Praktikum Fisika Dasar II. Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Pusat Penelitian Fisika-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2F – LIPI), Serpong-Banten pada tahun 2014 dengan judul “PENGARUH VARIASI Ph

TERHADAP KARAKTERISASI LAPISAN TIPIS Co-Cr PADA


(7)

PERSEMBAHAN

Dengan rasa syukur kepada ALLAH SAW. Skripsi ini kupersembahkan kepada:

Abah dan Ibu Tersayang (Drs. Imam Syafii dan Siti A ida) yang telah

memberikan kasih sayang, dukungan materi, doa,

serta motivator terbesar dalan hidupku

Adik- adik ku Tercinta (Alin Nisamukarromah Issa dan Nur Muhammad

Faiz Issa) yang telah memberikan motivasi untuk tetap terus

semangat dan berjuang

Sahabat FISIKA 2011


(8)

viii MOTTO

Everythings Possible Nothings Easy Keep Struggle and Truly

Belive in ALLAH


(9)

SANWACANA

Alhamdulillahirabbil ’alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan sekalian alam yang maha kuasa atas bumi, langit dan seluruh isinya, serta hakim yang maha adil di hari akhir nanti, sebab hanya dengan kehendaknya maka penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam tak lupa semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai pembawa Rahmatan Lil’Aalaamiin, serta kepada dua malaikat yang setiap saat mencatat segala tingkah laku penulis, dengan sangat jujur dan tanpa lelah,RaqibdanAtid.

Penulis menyadari ini bukanlah hasil jerih payah sendiri akan tetapi berkat bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak baik moril maupun materiil sehingga penulisan skripsi ini dapat selesai. Oleh karena itu, di dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan ucapan rasa terima kasih yang tulus kepada :

1. Bapak Drs. Ediman Giniting Suka-suka, S.Si,. M.Si selaku Pembimbing I (satu) yang telah banyak mengarahkan dalam perbaikan skripsi ini agar menjadi lebih baik.

2. Ibu Suprihatin, S.Si,. M.Si selaku Pembimbing II (dua) yang telah meluangkan waktu di tengah kesibukannya untuk memberikan coretan-coretan yang sangat membantu dalam perbaikan skripsi penulis, dan petuahnya yang tidak terlupakan yaitu agar selalu memperbanyak membaca buku. Terima kasih atas ilmu dan nasehat yang diberikan selama masa kuliah.

3. Bapak Drs. Pulung Karo-karo, S.Si,. M.Si selaku pembahas yang telah meluangkan waktu untuk menguji hasil penelitian yang penulis lakukan.

4. Bapak Prof. Dr. Warsito, DEA yang sudah menjadi Pembimbing Akademik penulis.


(10)

6. Kedua orang tua,Ibu Siti A’ida dan Abah Drs. Imam Syafi’Iyang telah menjadi inspirasi terbesar penulis, terimakasih atas bimbingan, motivasi

7. Adik ku tercinta Alinnisa Mukarromah Issa dan Muhammad Fais Issa yang telah memberi semangat walaupun bikin jengkel terus.

8. Kakak Hadi dan Hendra. Terimakasih atas support, motivasi dan kasih sayang nya untuk selalu membantu dalam menyelesaikan skripsi penulis.

9. Sahabatku Ayu Sevtia Anggraini yang telah melewati susah senang besama-sama.

10. Sahabat-sahabat seperjuangan Kalsum Sari Asih, S.H, Moh. Iqbal Immadudin, Umi Rohmah, Desty Neni, Laras Pancawati, Ulil Ulfah terimakasih telah memberi dukungan lansung maupun tidak langsung kepada penulis.

11. Sahabat fisika 2011 fmpia UNILA PUTRI, FATHUL, NAWIRA, NESYA, GANA, DANI, PAUL, MARLINA, SHELA, NUR, NINDY, UMI.L, EXSA, ABDAN, HENDRI, HERY, DIWAN, SAMI, ANISA, YUNI, NIKA, VIVI, ALI, BAWANI, EDO, DITA, SUNARSIH, RINI, NAILA, yang telah menghabiskan waktu bersama-sama.

Semoga atas segala bantuan, doa, motivasi, dan dukungan menjadi yang terbaik untuk penulis,. Penulis berharap kiranya skripsi ini bermanfaat bagi semuanya.

Bandar Lampung, 2015 Penulis


(11)

KATA PENGHANTAR

Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat, rahmat, taufik dan hidayah-Nya, penyusunan skripsi yang berjudul “Penghambatan Laju Korosi Pada Baja C-Mn Steel menggunakan ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana) dapat diselesaikan dengan baik.

Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan skripsi ini banyak mengalami kendala, namun berkat bantuan, bimbingan, kerjasama dari berbagai pihak dan berkah dari Allah SWT sehingga kendala-kendala yang dihadapi tersebut dapat diatasi. Untuk itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Bapak Drs. Ediman Ginting Suka-suka, S.Si., M.Si selaku pembimbing I 2. Ibu Suprihatin, S.Si., M.Si selaku pembimbing II

3. Bapak Drs. Pulung Karo-karo selaku pembahas

Akhirnya, dengan segala kerendahan hati penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan-kekurangan, sehingga penulis mengharapkan adanya saran dan kritikyang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Bandar Lampung, November 2015 Penulis,


(12)

(13)

i DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR GAMBAR ... iii

DAFTAR TABEL ... vi

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Batasan Masalah ... 4

D. Tujuan Penelitian ... 5

E. Manfaat Penelitian ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Baja ... 6

B. Buah Manggis ... 9

C. Tanin ... 11

D. Maserasi ... 14

E. Evaporasi ... 15

F. Korosi ... 17

G. Asam Klorida ... 23

H. Natrium Klorida ... 24

I. Scanning Electron Microscopy (SEM) dilengkapi dengan Energy Dispersive Spectroscopy (EDS) ... 25

J. X-Ray Diffraction (XRD) ... 26

III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 30

B. Alat dan Bahan ... 30

C. Proses Ekstraksi ... 31


(14)

ii

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Uji Komposisi Kimia ... 37

B. Hasil Karakterisasi Laju Korosi dan Efesiensi ... 38

C. Hasil Karakterisasi Scanning Electron Microscopy (SEM) ... 43

D. Hasil Karakterisasi X-Ray Difraction (XRD) ... 47

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 50

B. Saran ... 51

DAFTAR PUSTAKA ... 52 LAMPIRAN


(15)

i

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Konstanta Laju Korosi ... 35 Tabel 2. Komposisi Kimia Baja C-Mn Steel ... 38 Tabel 3. Penimbangan Massa pada Sampel Sebelum dan Setelah Perendaman ... 39 Tabel 4. Laju Korosi dan Efesiensi dalam media korosif HCl dan NaCl dengan

Penambahan Inhibitor Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana)

dengan Konsentrasi 0%, 10%, 15% dan 20% ... 40 Tabel 5. Produk Korosi yang Terdeteksi dengan EDS ... 46 Tabel 6. Perbandingan Hasil Sampel C-Mn Steel +HCl 0%(-) dengan PCPDFWIN ... 48 Tabel 7. Perbandingan Hasil Sampel C-Mn Steel +HCl 20%(+) dengan PCPDFWIN .... 49 Tabel 8. Hasil perhitungan massa sampel sebelum dan sesudah pencelupan …………... 85 .


(16)

i

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Gallotani ... 12

Gambar 2. Elagitanin ... 13

Gambar 3. Floroglusinol ... 13

Gambar 4. Rotary Evaporator ... 16

Gambar 5. Korosi Galvanik ... 18

Gambar 6. Mekanisme Korosi Celah ... 19

Gambar 7. Mekanisme Korosi Sumuran ... 20

Gambar 8. Korosi Batas Butir ... 21

Gambar 9. Korosi Erosi ... 21

Gambar 10. SEM (Scanning Electron Spectroscopy) ... 25

Gambar 11. XRD (X-Ray Diffraction) ... 27

Gambar 12. Proses Ekstraksi Kulit Manggis ... 31

Gambar 13. Proses Preparasi Sampel ... 32

Gambar 14. Hubungan antara laju korosi pada Baja C-Mn Steel dengan konsentrasi inhibitor ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana) dalam media korosif HCl dan NaCl ... 40

Gambar 15. Hubungan antara efesiensi inhibitor (%) pada Baja C-Mn Steel dengan konsentrasi inhibitor ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana) dalam media korosif HCl dan NaCl ... 41

Gambar 16. Hasil Foto SEM dengan perbesaran 500x (a) Sampel Baja C-Mn Steel +HCl 0% (-), (b) Sampel Baja C-Mn Steel +HCl 20% (+) ... 43

Gambar 17. Hasil EDS sampel C-Mn Steel +HCl 0% (-) ... 45


(17)

ii

Gambar 19. Hasil Analisis Difraksi Sinar-X Sampel Baja C-Mn Steel +HCl 0% (-) dan

Sampel Baja C-Mn Steel +HCl 20% (+) ... 48

Gambar 20. Jangka Sorong Analog ... 57

Gambar 21. Neraca Sartorius Digital ... 57

Gambar 22. Pipet Tetes ... 57

Gambar 23. Spatula ... 58

Gambar 24. Amplas ... 58

Gambar 25. Tissue ... 58

Gambar 26. Allumunium Foil ... 59

Gambar 27. Beaker Glass ... 59

Gambar 28. Gelas ukur ... 59

Gambar 29. Benang ... 60

Gambar 30. Kayu ... 60

Gambar 31. Rotary Vaccum Evaporator ... 60

Gambar 32. X-Ray Diffraction (XRD) ... 61

Gambar 33. Scanning Electron Microscopy (SEM) ... 61

Gambar 34. Baja C-Mn Steel ... 62

Gambar 35. Kulit Buah Manggis (Garcinia Mangostana) ... 62

Gambar 36. Asam sulfat (HCl) ... 62

Gambar 37. Natrium klorida (NaCl) ... 63

Gambar 38. Aquades ... 63

Gambar 39. Hasil ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana) ... 64

Gambar 40. Pembuatan Media Korosif ... 64

Gambar 41. Perendaman baja C-Mn Steel pada media korosif HCl dengan konsentrasi inhibitor 0%. ... 65

Gambar 42. Perendaman baja C-Mn Steel pada media korosif HCl dengan konsentrasi inhibitor 10%. ... 65

Gambar 43. Perendaman baja C-Mn Steel pada media korosif HCl dengan konsentrasi inhibitor 15%. ... 65


(18)

iii

Gambar 44. Perendaman baja C-Mn Steel pada media korosif HCl dengan konsentrasi inhibitor 20%. ... 66 Gambar 45. Perendaman baja C-Mn Steel pada media korosif NaCl dengan

konsentrasi inhibitor 0%. ... 66 Gambar 46. Perendaman baja C-Mn Steel pada media korosif NaCl dengan

konsentrasi inhibitor 10%. ... 66 Gambar 47. Perendaman baja C-Mn Steel pada media korosif NaCl dengan

konsentrasi inhibitor 15%. ... 67 Gambar 48. Perendaman baja C-Mn Steel pada media korosif NaCl dengan

konsentrasi inhibitor 20%. ... 67 Gambar 49. Hasil PCPDFWIN unsur Fe untuk nilai d(A) ... 68 Gambar 50. Hasil PCPDFWIN unsur Fe untuk nilai 2Ɵ ... 68 .


(19)

(20)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia telah banyak memanfaatkan logam untuk berbagai keperluan di dalam hidupnya. Salah satu contoh diantaranya penggunaan pelat baja lunak yang biasa digunakan sebagai pelat pada kapal laut (Surya, 2007). Namun dari berbagai pengalaman disadari bahwa akibat reaksi dengan lingkungan, logam mengalami penurunan mutu atau kerusakan material. Penurunan mutu logam atau kerusakan material tersebut dikenal dengan korosi (Scendo, 2007).

Di Indonesia permasalahan korosi perlu mendapat perhatian serius, mengingat dua pertiga wilayah nusantara terdiri dari lautan dan terletak pada daerah tropis dengan curah hujan tinggi, kandungan senyawa klorida yang tinggi, dimana lingkungan seperti ini dikenal sangat korosif. Lingkungan yang menyebabkan korosi sangat dipengaruhi oleh adanya gas limbah (sulfur dioksida, sulfat, hidrogen sulfida, klorida), kandungan O2, pH larutan, temperatur, kelembaban, dan kecepatan alir (Smallman dan Bishop, 1999).

Korosi adalah penurunan mutu logam yang disebabkan oleh reaksi elektrokimia antara logam dengan lingkungan sekitarnya. Berdasarkan pada teori kimia, korosi terjadi akibat adanya reaksi oksidasi dan reduksi antara material dengan


(21)

2

lingkungannya (Mohammad, 2009). Reaksi oksidasi diartikan sebagai reaksi yang menghasilkan elektron dan reduksi adalah reaksi antara dua unsur yang mengikat elektron. Metode pencegahan korosi bisa berupa pemberian lapisan pelindung (coating) proteksi katodik dan pemilihan material (Hidayat, 2010).

Sebagian besar kebutuhan material untuk pembuatan alat dan peralatan produksi menggunakan baja. Material baja dengan unsur paduan utama karbon, sering dinamakan baja karbon. Baja jenis ini dibedakan menjadi tiga yaitu: baja karbon rendah, baja karbon medium dan baja karbon tinggi. Baja karbon rendah lebih banyak digunakan untuk konstruksi mesin dibandingkan kedua jenis baja karbon lainnya. Disamping harganya lebih murah, baja ini mempunyai kemampuan untuk dimesin maupun dilas yang sangat baik (Supardi, 1997).

Pemanfaatan tumbuhan sebagai inhibitor korosi (anti karat) merupakan suatu alternatif yang perlu dikaji terus menerus karena bahan alam biasanya lebih aman dan ramah lingkungan dibandingkan senyawa kimia yang diproduksi sendiri. Indonesia yang kaya dengan berbagai jenis tumbuhan, sangat memungkinkan menyimpan potensi yang bisa dimanfaatkan sebagai bahan anti karat (Surya, 2004; Raja, 2007).

Inhibitor korosi merupakan suatu senyawa kimia yang sengaja dimasukkan ke dalam media korosif, dapat berasal dari senyawa anorganik, organik atau campurannya. Inhibitor anorganik bersifat toksik dan karsinogenik, sehingga penggunaannya tidak aman untuk lingkungan dan kesehatan. Sedangkan inhibitor organik tidak bersifat toksik maupun karsinogenik, relatif mudah didapat dan biodegradable (mudah diuraikan oleh mikroorganisme) (Roberge, 1999).


(22)

3

Penggunaan inhibitor organik telah banyak diteliti, contohnya Rahmi dkk (2007) menemukan efisiensi inhibitor tanin dari Rhizospora apiculata dalam asam sulfat mencapai 73,6%. Kemudian Oki dkk (2011) menemukan efisiensi inhibitor tanin dari Rhizospora racemosa dalam asam klorida mencapai 55%, lalu Obot dkk (2011) menemukan efisiensi inhibitor tanin dalam asam sulfat mencapai 93,12% dan Carvas dkk (2012) menemukan efisiensi inhibitor antosianin dalam air tercampur diesel dan biodiesel mencapai 90%.

Ekstrak kulit buah manggis banyak mengandung senyawa-senyawa organik seperti antosianin, tanin dan xanton. Senyawa-senyawa tersebut banyak mengandung pasangan elektron bebas dan dapat berikatan langsung pada permukaan logam sehingga permukaan logam tidak mengalami kontak langsung dengan media korosif (Adriana dkk, 2000).

Asam klorida dipilih sebagai media korosif karena sangat reaktif dan juga sering digunakan di industri sebagai pembersih karat (produk korosi) yang dapat memicu terjadinya karat baru (Chaovanalikit dkk, 2012).

Pada penelitian ini akan dilakukan penghambatan korosi pada baja C-Mn steel dengan inhibitor ekstrak kulit buah manggis dan media korosif natrium klorida (NaCl) dan asam klorida (HCl) dengan kadar 1M. Variasi inhibitor ekstrak kulit buah manggis yang dilakukan yaitu 0%, 10%, 15%, dan 20%, direndam selama 120 jam. Karakterisasi yang akan dilakukan menggunakan XRD (X-Ray Diffraction) dan SEM (Scanning Electron Microscopy) yang dilengkapi dengan EDS (Energy Dispersive Spectroscopy), dan perhitungan laju korosi dan efisiensi.


(23)

4

B. Rumusan Masalah

Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah unsur produk korosi yang dihasilkan pada baja C-Mn Steel setelah direndam dalam media korosif, dengan konsentrasi inhibitor 0%, 10%, 15%, dan 20%?

2. Bagaimana pengaruh konsentrasi larutan asam klorida dan natrium klorida tanpa dan dengan inhibitor terhadap laju korosi, struktur mikro dan fasa baja C-Mn Steel?

3. Bagaimana pengaruh laju korosi dan efisiensi inhibitor akibat variasi konsentrasi inhibitor ekstrak kulit buah manggis sebesar 0%, 10%, 15%, dan 20%?

C. Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Baja yang digunakan adalah baja C-Mn Steel.

2. Inhibitor yang digunakan yaitu ekstrak kulit buah manggis.

3. Baja direndam dalam larutan asam klorida dan natrium klorida dengan konsentrasi inhibitor ekstrak kulit buah manggis 0%, 10%, 15%, dan 20% selama 120 jam.

4. Karakterisasi yang dilakukan adalah X-Ray Diffraction (XRD), Scanning Electron Microscopy (SEM) yang dilengkapi EDS (Energy Dispersive Spectroscopy), perhitungan laju korosi dan efisiensi.


(24)

5

D. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui unsur produk korosi yang dihasilkan pada baja C-Mn Steel perendaman dalam media korosif dengan inhibitor 0%, 10%, 15%, dan 20%. 2. Mengetahui pengaruh konsentrasi larutan asam klorida dan natrium klorida

tanpa dan dengan inhibitor terhadap laju korosi, struktur mikro dan fasa baja C-Mn Steel.

3. Mengetahui pengaruh laju korosi dan efisiensi inhibitor akibat variasi konsentrasi inhibitor ekstrak kulit buah manggis sebesar 0%, 10%, 15%, dan 20%.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Meningkatkan pengetahuan mengenai baja C-Mn Steel. 2. Memperoleh informasi tentang inhibitor kulit buah manggis.

3. Sebagai informasi dan referensi untuk pihak-pihak yang ingin melakukan penelitian mengenai baja karbon rendah dan korosi yang terjadi pada lingkungan asam klorida dan natrium klorida tanpa dan dengan inhibitor ekstrak kulit buah manggis.


(25)

6

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Baja

Baja adalah paduan logam yang tersusun dari besi sebagai unsur utama dan karbon sebagai unsur penguat. Unsur karbon inilah yang banyak berperan dalam peningkatan performan. Perlakuan panas dapat mengubah sifat baja dari lunak seperti kawat menjadi keras seperti pisau (Purboto, 2009). Penyebabnya adalah perlakuan panas mengubah struktur mikro besi yang berubah-ubah dari susunan kristal berbentuk kubik berpusat ruang menjadi kubik berpusat sisi atau heksagonal. Dengan perubahan struktur kristal, besi adakalanya memiliki sifat magnetik dan adakalanya tidak. Besi memang bahan bersifat unik.

Bijih besi bertebaran hampir di seluruh permukaan bumi dalam bentuk oksida besi. Meskipun inti bumi tersusun dari logam besi dan nikel, oksida besi yang ada di permukaan bumi tidak berasal darinya, melainkan dari meteor yang jatuh ke bumi. Di Australia, Brasil, dan Kanada, ditemukan bongkahan bijih besi berketebalan beberapa puluh meter dan mengandung 65 persen besi (Trethewey, 1991).

Baja karbon adalah baja yang hanya terdiri dari besi (Fe) dan karbon (C) saja tanpa adanya bahan campuran. Unsur lain yang kadang terdapat pada baja karbon seperti Si, Mn, P, S hanyalah dengan presentase yang sangat kecil yang biasa dinamakan impurities. Pengaruh dari unsur diatas adalah:


(26)

7

1. Si dan Mn

Biasanya kandungan paling banyak untuk Si adalah 0,4% dan untuk Mn adalah 0,5-0,8%. Kedua unsur ini tidak banyak berarti pengaruhnya terhadap sifat mekanik dari baja. Mn dipakai untuk mengurangi sifat rapuh dan mampu menghilangkan lubang-lubang pada saat proses penuangan atau pembuatan baja.

2. Phosphor

Phosphor dalam baja karbon akan mengakibatkan kerapuhan dalam keadaan dingin. Semakin besar presentase phosphor semakin tinggi batas tegangan tariknya, tetapi impact strength dan ductility nya turun.

3. Sulfur

Presentase sulfur pada baja karbon 0,04%. Sulfur dapat mempengaruhi sifat rapuh-panas (Jones, 1996).

a) Klasifikasi Baja

Berdasarkan kandungan komposisi kimia baja dapat dibagi menjadi tiga, yaitu: 1. Baja Karbon (Carbon steel)

Baja karbon adalah baja yang terdiri dari campuran besi (Fe) dan karbon (C) saja tanpa adanya bahan atau unsur lainnya. Baja karbon dibagi menjadi tiga macam: a) Baja karbon rendah (low carbon steel)

Baja karbon rendah adalah baja yang memiliki kandungan kurang dari 0,3%. Baja karbon rendah ini memiliki sifat yang relatif lunak dan lemah serta memiliki keuletan dan ketangguhan yang tinggi. Baja dapat diaplikasikan dalam pembutan bodi mobil, pagar dan lan-lainnya.


(27)

8

b) Baja karbon medium (medium carbon steel)

Baja karbon medium adalah baja yang memiliki kandungan karbon sebesar 0,3%-0,6%. Baja karbon medium sifat mekaniknya dapat dinaikkan melalui perlakuan panas (austenitizing, quenching, dan tempering). Baja jenis ini banyak digunakan dalam poros, roda gigi dan lain-lainnya.

c) Baja karbon tinggi (high carbon steel)

Baja karbon tinggi adalah baja yang memiliki kandungan karbon sebesar 0,6%-1,7%. Sifat baja karbon tinggi adalah paling kuat, paling keras dan paling getas bila dibandingkan dengan baja karbon lainnya. Baja karbon tinggi banyak diaplikasikan pada pisau cukr dan alat-alat perkakas dan lain-lainnya.

2. Baja Paduan (Alloy Steel)

Pada baja, selain unsur karbon biasanya ada pula unsur-unsur lainnya yang ikut dalam baja seperti ini umumnya disebut baja paduan. Baja paduan ini terdiri dari kromium, mangan, vanadium dan unsur-unsur lainnya. Baja paduan dapat dibagi menjadi dua macam:

a) Baja paduan rendah (low alloy steel)

Low alloy steel adalah baja paduan yang memiliki kadar paduan yang rendah, yaitu kurang dari 8%. Baja jenis ini memiliki kekuatan dan ketangguhan yang tinggi bila dibandingkan dengan baja karbon.

b) Baja paduan tinggi (high alloy steel)

High alloy steel adalah baja yang memiliki kadar paduan yang tinggi yaitu lebih dari 8%. Penggunaan baja paduan tinggi ini biasanya bertujuan untuk meningkatkan sifat-sifat baja (Abimanyu, 2011).


(28)

9

3. Baja Tahan Karat (Stainless Steel)

Baja tahan karat adalah baja paduan tinggi yang mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap korosi. Unsur utama dalam paduan tersebut adalah krom, biasanya lebih dari 10,5%. Sifat yang dimiliki oleh baja tahan karat adalah mudah dibentuk, mempunyai kemampuan las, dan ketangguhan yang tinggi (Ekaditya, 2011).

B. Buah Manggis

Buah manggis (Garcinia mangostana), buah yang tumbuh di daerah tropis di Asia Tenggara seperti Malaysia, Indonesia, Thailand, Philipina dan Vietnam, terdiri dari kulit halus tebal berwarna ungu gelap yang di kenal dengan sebutan “ Queen of Fruits” atau si ratu buah, sebutan ini yakni lepas dari kulit, daging, dan juga biji buah itu sendiri.

Buah manggis kaya akan vitamin B1, B2 dan C, serta kalsium, potassium, sodium dan zat besi. Manggis juga mengandung xanthone, mangostin, garsinon, flavonoid, epicatechin, spingomyolinase dan gartanin. Dalam kulit buahnya, kandungan xanthone yang tertinggi, yaitu 40 persen. Dengan kandungan xanthone yang tinggi (123,97 mg/ml) dalam kulit buah manggis, dapat membunuh penyakit dan memperbaiki sel yang telah rusak serta melindungi sel-sel di dalam tubuh. xanthone adalah substansi kimia alami, yang tergolong senyawa polyhenolic yang dapat digunakan sebagai zat untuk mengatasi berbagai penyakit. Xanthone bermanfaat mengobati penyakit jantung, aterosklorosis (plak di pembuluh darah), hipertensi dan trombosis.


(29)

10

Kulit Buah

Kulit buah manggis memiliki permukaan bagian luar yang halus dengan tebal 4-8 mm, keras, berwarna ungu kecoklatan pada bagian luarnya dan ungu pada bagian dalamnya (pada buah tua) dan mengandung getah kuning yang pahit.

Kekerasan merupakan salah satu indikasi kerusakan buah, semakin keras kulit buah manggis semakin rusak dan tidak disukai oleh konsumen. Menurut Sawanagul (1989), pengerasan cangkang buah secara fisiologis terjadi setelah mengalami proses pemasakan, yaitu setelah melalui proses klimaterik disertai dengan dehidrasi tinggi. Lama kelamaan permukaan buah secara keseluruhan mengalami pengerasan sehingga sangat sulit untuk dibuka.

Tekstur kulit buah bergantung pada ketegangan, ukuran, bentuk dan keterikatan sel-sel, adanya jaringan penunjang dan susunan tanamannya. Ketegangan disebabkan oleh tekanan isi sel pada dinding sel, dan bergantung pada konsentrasi zat-zat osmotik aktif dalam vakuola, permeabilitas protoplasma dan elastisitas dinding sel (Pantastico 1989).

Pada buah yang masih muda, banyak mengandung senyawa protopektin yang berfungsi sebagai penguat lamella tengah dan membran sel. Protopektin tersebut merupakan makromolekul yang tersusun dari polimer asam galakturonat, banyak kalsium dan magnesium. Pengaruh kekerasan oleh ion kalsium disebabkan terbentuknya ikatan menyilang antara ion kalsium divalent dengan polimer senyawa pektin yang bermuatan negatif yaitu pada gugus karboksil asam galakturonat. Ikatan tersebut akan mempengaruhi daya larut senyawa pektin sehingga akan semakin kokoh dari gangguan mekanis (Winarno dan Aman 1981).


(30)

11

C. Tanin

Metabolisme sekunder yang terjadi pada tumbuhan akan menghasilkan beberapa senyawa yang tidak digunakan sebagai cadangan energi, tetapi sebagai menunjang kelangsungan hidupnya seperti untuk pertahanan dari predator. Beberapa senyawa seperti alkaloid, triterpen dan golongan phenol merupakan senyawa-senyawa yang dihasilkan dari metabolisme skunder. Golongan fenol dicirikan oleh adanya cincin aromatik dengan satu atau dua gugus hidroksil. Kelompok fenol terdiri dari ribuan senyawa, meliputi flavonoid, fenil propanoid, asam fenolat, antosianin, pigmen kuinon, melanin, lignin, dan tanin, yang tersebar luas di berbagai jenis tumbuhan (Harbone, 1996). Tanin merupakan salah satu jenis senyawa yang termasuk ke dalam golongan polifenol. Senyawa tanin ini banyak dijumpai pada tumbuhan. Tanin dahulu digunakan untuk menyamakkan kulit hewan karena sifatnya yang dapat mengikat protein. Selain itu tanin dapat mengikat alkaloid dan glatin (Auliani, 2010).

Tanin secara umum didefinisikan sebagai senyawa polifenol yang memiliki berat molekul cukup tinggi (lebih dari 1000) dan dapat membentuk kompleks dengan protein. Berdasarkan strukturnya, tanin dibedakan menjadi dua kelas yaitu tanin terkondensasi (condensed tannins) dan tanin-terhidrolisiskan (hydrolysable-tannins) (Hagerman dkk, 1992). Tanin memiliki peranan biologis yang kompleks. Hal ini dikarenakan sifat tanin yang sangat kompleks mulai dari pengendap protein hingga pelengketan logam. Maka dari itu efek yang disebabkan tanin tidak dapat diprediksi. Tanin juga dapat berfungsi sebagai antioksidan biologis. Maka dari itu semua penelitian tentang berbagai jenis senyawa tanin mulai dilirik para peneliti sekarang (Hagerman, 2002).


(31)

12

1) Klasifikasi Tanin

Senyawa tanin termasuk senyawa polifenol yang artinya senyawa yang memiliki bagian berupa fenolik. Senyawa tanin dibagi menjadi dua yaitu tanin yang terhidrolisis dan tanin yang terkondensasi.

a) Tanin Terhidrolisis (hydrolysable tanins).

Tanin ini biasanya berikatan dengan karbohidrat dengan membentuk jembatan oksigen, maka tanin ini dapat dihidrolisis menggunakan asam sulfat atau asam klorida. Salah satu contoh jenis tanin ini adalah gallotanin yang merupakan senyawa gabungan dari karbohidrat dengan asam galat. Contoh jenis tanin terhidrolisis dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Gallotanin (Hermawan, 2002).

Selain membentuk gallotanin, dua asam galat akan membentuk tanin terhidrolisis yang bisa disebut ellagitanin.

Ellagitanin sederhana disebut juga ester asam hexa hydroxy diphenic (HHDP). Senyawa ini dapat terpecah menjadi asam galik jika dilarutkan dalam air. Ellagitanin dapat dilihat pada Gambar 2.


(32)

13

Gambar 2. Ellagitanin. b) Tanin terkondensasi (condensed tannins).

Tanin jenis ini biasanya tidak dapat dihidrolisis, tetapi dapat terkondensasi menghasilkan asam klorida. Tanin jenis ini kebanyakan terdiri dari polimer flafonoid. Nama lain dari tanin ini adalah proanthocyanidin. Salah satu contohnya adalah sorghum procyanidin, senyawa ini merupakan trimer yang tersusun dari epiccatechin dan catechin. Senyawa ini jika dikondensasi akan menghasilkan flavonoid jenis flavan dengan bantuan nukleofil berupa floroglusinol. Floroglusinol dapat dilihat pada Gambar 3.


(33)

14

2) Sifat umum tanin a) Sifat Fisika.

1) Jika dilarutkan ke dalam air akan membentuk koloid, memiliki rasa asam dan sepet.

2) Jika dicampur dengan alkaloid dan glatin terjadi endapan. 3) Tidak dapat mengkristal.

4) Mengendapkan protein dari larutannya dan bersenyawa dengan protein tersebut sehingga tidak dipengaruhi oleh enzim protiolitik.

b) Sifat kimia.

1) Merupakan senyawa kompleks dalam bentuk campuran polifenol yang sulit dipisahkan sehingga sulit mengkristal.

2) Tanin dapat diidentifikasikan dengan kromotografi.

3) Senyawa fenol dari tanin mempunyai aksi adstrigensia, antiseptik dan pemberi warna.

D. Maserasi

Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisa dalam cairan penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk kedalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dan adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif didalam sel dengan yang diluar sel, maka larutan yang pekat didesak keluar. Peristiwa ini berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan diluar sel dan didalam sel. Berikut ini keuntungan dan kelemahan metode maserasi:


(34)

15

1. Keuntungan dari metode ini:

a. Unit alat yang dipakai sederhana, hanya dibutuhkan bejana perendam b. Biaya operasionalnya relatif rendah

c. Prosesnya relatif hemat penyari d. Tanpa pemanasan (Mejeha, 2010).

2. Kelemahan dari metode ini:

a. Proses penyariannya tidak sempurna, karena zat aktif hanya mampu terekstraksi sebesar 50% saja

b. Prosesnya lama, butuh waktu beberapa hari.

Cairan penyari yang digunakan dapat berupa air, etanol, air-etanol, atau pelarut lain. Bila cairan penyari digunakan air maka untuk mencegah timbulnya kapang, dapat ditambahkan bahan pengawet, yang diberikan pada awal penyarian (Pramana, 2010).

E. Evaporasi

Rotary vacuum evaporator adalah instrumen yang menggunakan prinsip destilasi (pemisahan). Prinsip utama dalam instrumen ini terletak pada penurunan tekanan pada labu alas bulat dan pemutaran labu alas bulat hingga berguna agar pelarut dapat menguap lebih cepat di bawah titik didihnya. Instrumen ini lebih disukai, karena hasil yang diperoleh sangatlah akurat, bila dibandingkan dengan teknik pemisahan lainnya. Alat rotary vacuum evaporator dapat diperlihatkan pada Gambar 4.


(35)

16

Gambar 4. Rotary vacuum evaporator. a. Nama dan fungsinya alat pada rotary vacuum evaporator

1) Hot plate berfungsi untuk mengatur suhu pada water bath sesuai temperatur yang diinginkan (tergantung pada titik didih pelarut).

2) Water bath berfungsi sebagai wadah air yang dipanaskan oleh hot plate untuk labu alas yang berisi “sampel”.

3) Ujung rotor “sampel” berfungsi sebagai tempat labu alas bulat sampel bergantung.

4) Lubang kondensor berfungsi sebagai pintu masuk bagi air ke dalam kondensor yang airnya disedot oleh pompa vakum.

5) Kondensor berfungsi sebagai pendingin yang mempercepat proses perubahan fasa, dari fasa gas ke fasa cair.

6) Lubang kondensor berfungsi sebagai pintu keluar bagi air dari dalam kondensor.

7) Labu alas bulat penampung berfungsi sebagai wadah bagi penampung pelarut.

8) Ujung rotor “penampung” berfungsi sebagai tempat labu alas bulat penampung bergantung.


(36)

17

F. Korosi

Korosi didefinisikan sebagai penurunan mutu logam akibat reaksi elektrokimia dengan lingkungannya (Trethewey, 1991). Pada peristiwa korosi, logam mengalami oksidasi, sedangkan oksigen (udara) mengalami reduksi. Peristiwa korosi sendiri merupakan proses elektrokimia, yaitu proses (perubahan atau reaksi kimia) yang melibatkan adanya aliran listrik. Bagian tertentu dari logam berlaku sebagai kutub negatif (elektroda negatif, anoda), sementara bagian yang lain sebagai kutub positif (elektroda positif, katoda). Elektron mengalir dari anoda ke katoda, sehingga terjadi peristiwa korosi (Daryanto, 2003).

a) Jenis korosi

Secara umum, korosi dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Korosi Seragam (Uniform Corrosion)

Korosi seragam merupakan korosi dengan serangan merata pada seluruh permukaan logam. Korosi terjadi pada permukaan logam yang terekspos pada lingkungan korosif. Jenis korosi ini biasanya dikategorikan, menurut reaksi elektrokimia secara menyeluruh, karena logam memiliki kesamaan metalurgi dan komposisi kimia. Bentuk korosi ini merupakan bentuk paling utama dari bentuk-bentuk korosi. Luas penampang logam yang mengalami korosi jenis ini akan semakin kecil. Contohnya peristiwa korosi seragam ini dapat dilihat pada tangki-tangki atau pada baja karbon yang mengandung H2S. Korosi jenis ini dapat diatasi dengan cara melakukan teknik pelapisan (coating) menggunakan inhibitor dan pelindung dengan katoda (cathodic protection) (Fontana, 1986).


(37)

18

2. Korosi Galvanik

Korosi galvanik terjadi jika dua logam yang berbeda tersambung melalui elektrolit sehingga salah satu dari logam tersebut akan terserang korosi sedang lainnya terlindungi dari korosi. Untuk memprediksi logam yang terkorosi pada korosi galvanik dapat dilihat pada deret galvanik. Logam yang memiliki nilai potensial elektroda yang lebih rendah dalam daftar deret elektrokimia akan memiliki ketahanan korosi yang lebih rendah pula dibandingkan dengan logam yang memiliki potensial elektroda yang tinggi (Widayat, 2010).

Logam atau material yang meliliki ketahanan korosi yang rendah akan menjadi anoda dan logam material yang memiliki ketahanan korosi yang tinggi akan bertindak sebagai katoda. Contoh dari korosi galvanik adalah logam baja dan alumunium yang menempel, maka yang akan bertindak sebagai anoda sehingga alumunium akan mengalami korosi (Sarmin, 2011). Bentuk dari korosi galvanik antara baja dan alumunium dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Korosi galvanik

3. Korosi Celah

Mirip dengan korosi galvanik, dengan pengecualian pada perbedaan konsentrasi media korosifnya. Celah atau ketidakteraturan permukaan lainnya seperti celah paku keling (rivet), baut, washer, gasket, deposit dan sebagainya, yang bersentuhan dengan media korosif dapat menyebabkan korosi terlokalisasi. Penyebab terjadinya


(38)

19

korosi ini adalah adanya genangan cairan yang ada di celah logam, adanya pengotor yang mengendap dipermukaan logam, serta adanya perbedaan kandungan oksigen yang terdapat pada celah dan diluar celah pada logam atau material. Korosi ini dapat dicegah dengan cara mengeringkan air yang terperangkap pada logam atau material dan dengan cara membersihkan kotoran-kotoran yang menempel pada celah-celah logam atau material. Mekanisme korosi celah dapat diperlihatkan pada Gambar 6.

Gambar 6. Mekanisme korosi celah

Pada Gambar 6. (a) kondisi awal Korosi terjadi di seluruh permukaan logam (b) Kondisi akhir pelarutan logam hanya terjadi di sebelah dalam celah karena keasaman meningkat, konsentrasi ion klorida meningkat, dan reaksi selanjutnya mampu berjalan sendiri (Septiana, 2012).

4. Korosi Sumuran

Korosi sumuran terjadi karena adanya serangan korosi lokal pada permukaan logam sehingga membentuk cekungan atau lubang pada permukaan logam. Korosi logam pada baja tahan karat terjadi karena rusaknya lapisan pelindung (passive film). Korosi ini menyerang logam atau material secara lokal yang membentuk lubang halus yang sulit diamati dengan mata. Umumnya lubang-lubang halus pada logam


(39)

20

atau material digambarkan sebagai rongga atau lubang dengan diameter lubang kira-kira sama bahkan lebih kecil dari kedalamannya. Bentuk sumuran atau pit yang terjadi akibat korosi jenis ini bervariasi. Mekanisme terjadinya korosi sumuran dapat dilihat pada Gambar 7 (Berlian, 2011).

Gambar 7. Mekanisme korosi sumuran.

4. Korosi Batas Butir ( intergranular corrosion )

Korosi batas butir adalah jenis korosi yang terjadi pada batas butir, yang merupakan tempat berkumpulnya impurity pada logam atau material. Adanya batas butir (grain boundary) banyak memberikan efek dari aplikasi atau penggunaan suatu material. Jika suatu logam terkorosi secara merata maka batas butir akan terlihat jelas lebih reaktif dibandingkan pada butir material tersebut. Pada beberapa kondisi, pertemuan butir sangat reaktif dan menyebabkan terjadinya korosi pada batas butir lebih cepat dibandingkan dengan korosi pada butir. Intergranular corrosion akan mengurangi atau menghilangkan kekuatan dari material (Ardra, 2013). Korosi batas butir dapat diperlihatkan pada Gambar 8.


(40)

21

Gambar 8. Korosi batas butir

5. Korosi Erosi

Korosi erosi disebabkan oleh kombinasi fluida korosif dan kecepatan aliran yang tinggi. Bagian fluida yang kecepatan alirannya rendah akan mengalami laju korosi rendah, sedangkan fluida kecepatan tinggi menyebabkan terjadinya erosi dan dapat menggerus lapisan pelindung sehingga mempercepat korosi (Lucya, 2012).

Kegagalan pada sistem perpipaan dapat menyebabkan berbagai dampak yang sangat serius (Sarmin, 2011). Bila sistem perpipaan tersebut merupakan jalur penghubung untuk fluida yang berbahaya, maka dampak utama yang ditimbulkan akan sangat mengancam kehidupan manusia dan ekosistem sekitar daerah dimana sistem perpipaan tersebut melintas. Korosi erosi dapat dilihat pada Gambar 9.


(41)

22

6. Korosi Aliran (Flow induced Corrosion)

Korosi Aliran digambarkan sebagai efek dari aliran terhadap terjadinya korosi. Meskipun mirip tetapi antara korosi aliran dan korosi erosi adalah merupakan dua hal yang berbeda. Korosi aliran adalah peningkatan laju korosi yang disebabkan oleh turbulensi fluida dan perpindahan massa akibat dari aliran fluida di atas permukaan logam. Korosi erosi adalah naiknya korosi dikarenakan benturan secara fisik pada permukaan oleh partikel yang terbawa fluida (Caturina, 2008).

b) Laju Korosi

Laju korosi adalah peristiwa merambatnya proses korosi yang terjadi pada suatu material. Pada beberapa pengujian korosi sebagian besar yang dilakukan adalah laju korosi. Hal ini disebabkan laju korosi berkaitan erat nilai ekonomis dan teknis material. Laju korosi pada umumnya dapat diukur menggunakan dua metode yaitu: metode kehilangan berat dan metode elektrokimia. Metode kehilangan berat adalah menghitung kehilangan berat yang terjadi setelah beberapa waktu pencelupan (Emriadi, 2000).

Beberapa cara yang dapat memperlambat laju reaksi korosi antara lain dengan cara pelapisan permukaan logam agar terpisah dari medium korosif, membuat paduan logam yang cocok sehingga tahan korosi, dan dengan penambahan zat tertentu yang berfungsi sebagai inhibitor reaksi korosi (Favre, 1993).

c) Inhibitor

Inhibitor dalah suatu zat kimia yang dapat menghambat atau memperlambat suatu reaksi kimia. Sedangkan inhibitor korosi adalah suatu zat kimia yang bila ditambahkan ke dalam suatu lingkungan, dapat menurunkan laju penyerangan


(42)

23

korosi lingkungan itu terhadap suatu logam. Mekanisme penghambatannya terkadang lebih dari satu jenis (Qosim, 2007). Menurut bahan dasarnya, inhibitor korosi dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu:

a. Inhibitor Organik

Merupakan inhibitor yang menghambat korosi dengan cara teradsorbsi kimiawi. Inhibitor organik menurunkan laju korosi dengan cara mengisolasi permukaan logam dari lingkungan yang korosif dalam pembentukan film teradsorbsi. Cara kerja dari inhibitor organik adalah dengan membentuk lapisan pelindung pada permukaan logam. Inhibitor ini diperoleh dari bahan organik (Halimatuddahliana, 2003).

b. Inhibitor Anorganik

Inhibitor anorganik adalah jenis inhibitor yang terbuat dari bahan-bahan anorganik. Inhibitor ini diperoleh dari mineral-mineral yang mengandung unsur karbon di dalam senyawanya. Contoh inhibitor anorganik adalah kromat, nitrit, silikat, dan posfat (Firmansyah, 2011).

G. Asam Klorida (HCl)

Asam klorida adalah larutan gas HCl dalam air. Kelarutan gas HCl dalam air dapat mencapai 450 liter air pada suhu 0oC dan tekanan 1 atmosfer. Gas HCl tidak berwarna, membentuk kabut jika terkena udara lembab, baunya sangat menusuk dan sangat asam. Udara yang mengandung 0,004 % gas tersebut dapat membunuh. Asam klorida pekat yang murni berupa cairan tidak berwarna, sedangkan yang teknis berwarna agak kuning karena mengandung feri. Asam klorida pekat memiliki massa jenis 1,19 dan memiliki kadar sebesar 38%. Asam klorida adalah asam yang


(43)

24

sangat kuat, dapat melarutkan hampir semua logam, termasuk Pb pada kondisi panas, kecuali logam-logam mulia (Meilizia dkk, 2011).

Sejak Revolusi Industri, senyawa ini menjadi sangat penting dan digunakan untuk berbagai tujuan, meliputi produksi massal senyawa kimia organik seperti vinil klorida untuk plastik PVC dan MDI/TDI untuk poliuretana. Kegunaan kecil lainnya meliputi penggunaan dalam pembersih rumah, produksi gelatin, dan aditif makanan. Sekitar 20 juta ton gas HCl diproduksi setiap tahunnya.

Potensi bahaya dari asam klorida pekat (asam klorida berasap) yaitu akan membentuk kabut asam. Baik kabut dan larutan tersebut bersifat korosif terhadap jaringan tubuh, dengan potensi kerusakan pada organ pernapasan, mata, kulit, dan usus. Seketika asam klorida bercampur dengan bahan kimia oksidator lainnya, seperti natrium hipoklorit (pemutih NaClO) atau kalium permanganat (KMnO4), gas beracun klorin akan terbentuk (Meilizia dkk, 2011).

H. Natrium Klorida (NaCl)

Natrium klorida yang dikenal sebagai garam meja atau garam karang merupakan senyawa ion dengan rumus NaCl. Natrium klorida adalah garam yang paling berperan penting dalam salinitas laut dan dalam cairan ekstraselular dari banyak organisme multiselular. NaCl sangat umum digunakan sebagai bumbu makanan dan pengawet. Natrium klorida adalah garam yang berbentuk kristal atau bubuk berwarna putih. NaCl dapat larut dalam air tetapi tidak larut dalam alkohol. NaCl juga merupakan senyawa natrium yang berlimpah di alam (Sarma, 1972).


(44)

25

I. Scanning Electron Microscopy (SEM) yang dilengkapi dengan Energy Dispersive Spectroscopy (EDS)

SEM (Scanning Electron Microscopy) adalah salah satu jenis microscopy electron yang menggunakan berkas elektron untuk menggambarkan bentuk permukaan dari material yang dianalisis. Prinsip kerja dari SEM adalah dengan menggambarkan permukaan benda atau material dengan berkas elektron yang dipantulkan dengan energi tinggi. Permukaan material yang disinari atau terkena berkar elektron akan memantulkan kembali berkas elektron atau dinamakan berkas elektron sekunder ke segala arah. Tetapi dari semua berkas elektron yang dipantulkan terdapat satu berkas elektron yang dipantulkan dengan intensitas tertinggi. Detektor yang terdapat di dalam SEM akan mendeteksi berkas elektron berintensitas tertinggi yang dipantulkan oleh benda atau material yang dianalisis. Selain itu juga dapat menentukan lokasi berkas elektron yang berintensitas tertinggi itu. Skema SEM dapat diperlihatkan pada Gambar 10.

Gambar 10. SEM (Scanning Electron Microscopy).

SEM yang dilengkapi dengan EDS dapat menentukan unsur dan komposisi kimia. Bila suatu berkas elektron ditembakkan atau dikenai pada sampel akan terjadi


(45)

26

interaksi berupa elektron yang keluar dari atomnya, maka elektron tersebut mempunyai tingkat energi yang lebih rendah dari yang lain. Hal ini menyebabkan atom kurang stabil, sedangkan suatu atom mempunyai kecenderungan ingin menjadi stabil. Oleh karena itu, elektron yang mempunyai tingkat energi yang lebih tinggi akan turun (transisi) ke tingkat yang lebih rendah. Kelebihan energi yang dilepas pada waktu transisi membentuk sinar-X. Karena beda tingkat energi untuk suatu atom tertentu, sehingga sinar-X yang dihasilkan suatu atom tersebut juga mempunyai energi tertentu dan ini disebut sinar-X karakteristik.

Energi pancaran elektron dalam bentuk sinar-X akan dideteksi dan dihitung oleh EDS dan akan dihasilkan keluaran berbentuk grafik puncak-puncak tertentu yang mewakili unsur yang terkandung. EDS juga memiliki kemampuan untuk melakukan elemental maping (pemetaan elemen) dengan memberikan warna berbeda-beda dari masing-masing elemen di permukaan bahan. EDS juga dapat digunakan untuk menganasisis secara kualitatif dari presentase masing-masing elemen (Qulub, 2011).

J. X-Ray Diffraction (XRD)

Sinar-X ditemukan pertama kali oleh Wilhelm Conrad Rontgen pada tahun 1895. Karena asalnya tidak diketahui waktu itu maka disebut sinar-X. Sinar-X digunakan untuk tujuan pemeriksaan yang tidak merusak pada material maupun manusia. Disamping itu, sinar-X dapat juga digunakan untuk menghasilkan pola difraksi tertentu yang dapat digunakan dalam analisis kualitatif dan kuantitatif material (Agus, 2008).


(46)

27

Pada waktu suatu material dikenai sinar-X, maka intensitas sinar yang ditransmisikan lebih rendah dari intensitas sinar datang. Hal ini disebabkan adanya penyerapan oleh material dan juga penghamburan oleh atom-atom dalam material tersebut. Berkas sinar-X yang dihamburkan tersebut ada yang saling menghilangkan karena fasanya berbeda dan ada juga yang saling menguatkan karena fasanya sama. Berkas sinar-X yang saling menguatkan itulah yang disebut sebagai berkas difraksi. Skema X-Ray Diffraction dapat diperlihatkan pada Gambar 11.

Gambar 11. X-Ray Diffraction (XRD).

Hukum Bragg merupakan perumusan matematika tentang persyaratan yang harus dipenuhi agar berkas sinar-X yang dihamburkan tersebut merupakan berkas difraksi. Sinar-X dihasilkan dari tumbukan antara elektron kecepatan tinggi dengan logam target. Dari prinsip dasar ini, maka dibuatlah berbagai jenis alat yang memanfaatkan prinsip dari Hukum Bragg ini.

XRD atau X-Ray Diffraction merupakan salah satu alat yang memanfaatkan prinsip tersebut dengan menggunakan metode karakterisasi material yang paling tua dan paling sering digunakan hingga sekarang. Teknik ini digunakan untuk mengidentifikasi fasa kristalin dalam material dengan cara menentukan parameter struktur kisi serta untuk mendapatkan ukuran partikel (Akda, 2012).


(47)

28

Pendifraksian sinar-X yaitu difraksi sinar-X terjadi pada hamburan elastis foton-foton X oleh atom dalam sebuah kisi periodik. Hamburan monokromatis sinar-X dalam fasa tersebut memberikan interferensi yang konstruktif. Dasar dari penggunaan difraksi sinar-X untuk mempelajari kisi kristal adalah berdasarkan persamaan Bragg

(1)

dengan:

n = bilangan bulat 1, 2, 3,.... atau orde pembiasan = panjang gelombang sinar-X

d = jarak antara dua bidang kisi

= sudut antara sinar datang dengan bidang normal.

Berdasarkan persamaan Bragg, jika seberkas sinar-X dijatuhkan pada sampel kristal, maka bidang kristal akan membiaskan sinar-X yang memiliki panjang gelombang sama dengan jarak antar kisi dalam kristal tersebut. Sinar yang dibiaskan akan ditangkap oleh detektor kemudian diterjemahkan sebagai sebuah puncak difraksi. Makin banyak bidang kristal yang terdapat dalam sampel, makin kuat intensitas pembiasan yang dihasilkannya. Tiap puncak yang muncul pada pola XRD mewakili satu bidang kristal yang memiliki orientasi tertentu dalam sumbu tiga dimensi. Puncak-puncak yang didapatkan dari data pengukuran ini kemudian dicocokkan dengan standar difraksi sinar-X untuk hampir semua jenis material. Standar ini disebut JCPDS (King, 1974).

Prinsip kerja XRD secara umum adalah sebagai berikut: XRD terdiri dari tiga bagian utama, yaitu tabung sinar-X, tempat objek yang diteliti, dan detektor sinar-X.


(48)

29

Sinar-X dihasilkan di tabung sinar-X yang berisi katoda memanaskan filamen, sehingga menghasilkan elektron. Ketika elektron mempunyai tingkat energi yang tinggi dan menabrak elektron dalam objek, maka dihasilkan pancaran sinar-X. Objek dan detektor berputar untuk menangkap dan merekam intensitas refleksi sinar-X. Detektor merekam dan memproses sinyal sinar-X dan mengolahnya dalam bentuk grafik (Mahabusarakam dkk, 2006).

Kelebihan penggunaan sinar-X dalam karakterisasi material adalah kemampuan penetrasinya, sebab sinar-X memiliki energi sangat tinggi akibat panjang gelombangnya yang pendek. Sedangkan kekurangannya adalah untuk objek berupa kristal tunggal sangat sulit mendapatkan senyawa dalam bentuk kristalnya. Sedangkan untuk objek berupa bubuk (powder) sulit untuk menentukan strukturnya (Zakaria, 2003).


(49)

30

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juli 2015 di Laboratorium Fisika Universitas Lampung, Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Universitas Lampung, Pusat Penelitian LIPI Serpong Tanggerang Selatan, dan Laboratorium Fisika Universitas Islam Syarif Hidayatullah Jakarta.

B. Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari: jangka sorong digital, neraca sartorius digital, pipet tetes, spatula, amplas, tissue, alumunium foil, beaker glass, gelas ukur, benang, kayu, rotary vaccum evaporator, X-Ray Diffraction (XRD), dan Scanning Electron Microscopy (SEM) yang dilengkapi dengan EDS (Energy Dispersive Spectroscopy).

Sedangkan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: baja C-Mn Steel, inhibitor (ekstrak kulit buah manggis), asam klorida (HCl), natrium klorida (NaCl), dan aquades.


(50)

31

C. Proses Ekstraksi

Proses ekstraksi kulit manggis pada penelitian ini dapat dilihat pada diagram alir dalam Gambar 12.

Gambar 12. Proses pengekstrakan kulit buah manggis Membersihkan kulit buah manggis

Memotong kecil-kecil kulit buah manggis

Mengeringkan kulit buah manggis di udara terbuka selama 20 hari

Menggiling sampai halus kulit buah manggis yang sudah kering

Menimbang kulit buah manggis yang sudah halus sebanyak 400 gr

Menambahkan 70% etanol sebanyak 4 liter, kemudian campuran didiamkan di dalam

maserator selama 120 jam

Hasil maserasi disaring dengan kertas saring

Filtrat hasil dari maserasi dimasukkan ke dalamrotary vacuum evaporatorpada suhu

50OC selama 1 jam


(51)

32

D. Preparasi Sampel

Prosedur kerja dari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13. Proses preparasi sampel Preparasi sampel baja C-MnSteel

Pembuatan larutan media korosif

Penimbangan massa awal sampel

Perendaman dalam media korosif HCl 1M dengan inhibitor pada konsentrasi

0%, 10%, 15%, dan 20% selama 120 jam

Perendaman dalam media korosif NaCl 1M dengan inhibitor pada konsentrasi

0%, 10%, 15%, dan 20% selama 120 jam

Uji XRD Uji SEM+EDS Pembersihan sampel

Penimbangan masa akhir sampel


(52)

33

1. Preparasi Sampel

Langkah-langkah preparasi sampel adalah:

a. Memotong baja C-MnSteeldengan ukuran panjang 2cm, lebar 2cm, dan tebal 2cm.

b. Membersihkan baja C-MnSteelmenggunakan amplas c. Mengeringkan baja C-MnSteelpada suhu ruang

d. Menimbang baja C-MnSteeluntuk mengetahui massa awal sebelum perlakuan.

2. Pengekstrakan kulit buah manggis

Proses pembuatan ekstrak kulit buah manggis adalah:

a. Kulit buah manggis dibersihkan dari kotoran, kemudian dipotong kecil-kecil dan dikeringkan di bawah sinar matahari selama 20 hari.

b. Kulit buah manggis yang sudah kering digiling menggunakan blender hingga menjadi bubuk.

c. Menimbang bubuk kulit buah manggis sebanyak 400 gram.

d. Bubuk kulit buah manggis dicampur dengan etanol 70% sebanyak 4 liter, campuran diaduk dan didiamkan selama 120 jam.

e. Campuran disaring menggunakan kertas saring untuk diambil filtratnya. f. Filtrat kulit buah manggis dimasukkan ke dalam rotary vacuum evaporator


(53)

34

3. Pembuatan media korosif

Media korosif yang digunakan pada penelitian ini NaCl dan HCl dengan konsentrasi 1M kemudian dicampurkan dengan inhibitor ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana) yang divariasikan dengan konsentrasi 0%, 10%, 15%, dan 20%.

4. Perendaman sampel

Baja C-Mn Steel direndam dalam larutan media korosif NaCl dan HCl dengan konsentrasi 1M yang dicampur dengan inhibitor kulit buah manggis (Garcinia mangostana) dengan konsentrasi 0%, 10%, 15%, dan 20%. Baja C-Mn Steel direndam selama 120 jam.

5. Pembersihan dan penimbangan massa akhir

Sampel yang telah terkorosi karena perendaman dalam larutan media korosif dengan dan tanpa inhibitor dibersihkan menggunakan sikat halus, kemudian dikeringkan dan dilakukan penimbangan massa akhir baja.

6. Perhitungan laju korosi

Perhitungan laju korosi dilakukan menggunakan metode pengurangan massa sampel tiap satuan luas tiap satuan waktu menggunakan persamaan (2) dengan konstanta laju korosi dapat dilihat pada Tabel 1.


(54)

35

Tabel 1. Konstanta laju korosi

No Laju Korosi K

1 Mils per year(mp/y) 3,45× 106

2 Inches per year(ip/y) 3,45× 103

3 Millimeters per year(mm/y) 8,76× 104 4 Micrometers per year( / ) 8,76× 107 5 Miligrams per square decimeter per

day(mmd)

2,40× 106 d

= (2)

dengan:

CR = Laju Korosi (mm/tahun) K = Konstanta laju korosi W = Selisih massa (g)

T = Waktu perendaman (jam) A = Luas permukaan (cm2)

= Massa jenis (g/cm3)

Sedangkan untuk menghitung efisiensi penggunaan inhibitor dihitung menggunakan persamaan (3).

ƞ = 100 % (3)

dengan:

ƞ = Efisiensi inhibitor 100%

CRunhibitied= Laju korosi tanpa inhibitor (mm/tahun) CRinhibited= Laju korosi dengan inhibitor (mm/tahun)


(55)

36

7. Uji XRD (X-Ray Diffraction)

Sampel yang telah terkorosi diuji menggunakan XRD (X-Ray Diffraction) yang bertujuan untuk mengetahui fasa yang terbentuk pada sampel.

8. Uji SEM (Scanning Electron Microscopy) dan EDS (Energy Dispersive Spectroscopy)

Sampel yang telah terkorosi diuji menggunakan SEM yang dilengkapi dengan EDS untuk mengetahui struktur mikro, melihat ukuran dan batas butir yang dihasilkan setelah sampel terkorosi dan untuk melihat unsur-unsur dari produk korosi sampel yang direndam dalam larutan HCl.


(56)

50

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Semakin bertambah konsentrasi inhibitor ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana) maka laju korosi yang terjadi pada baja C-Mn Steel semakin rendah.

2. Laju korosi yang terjadi pada baja C-Mn Steel yang direndam dalam media korosif natrium klorida (NaCl) dengan penambahan inhibitor lebih rendah dari pada C-Mn Steel yang direndam dalam media korosif asam klorida (HCl) dengan penambahan inhibitor.

3. Semakin tinggi konsentrasi inhibitor maka semakin tinggi pula nilai efisiensi inhibitor ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana) yang didapat.

4. Laju korosi pada baja C-Mn steel yang lebih efisien terdapat pada larutan media korosif HCl.

5. Hasil identifikasi difraksi sinar-X pada sampel C-Mn Steel+HCl 0%(-) dan C-Mn Steel+HCl 20%(+) yang dicocokkan dengan program PCPDFWIN menunjukkan adanya fasa besi (Fe) saja.


(57)

51

6. Produksi korosi yang diidentifikasi dengan EDS sampel C-Mn Steel+HCl 0%(-) dan C-Mn Steel+HCl 20%(+) menunjukkan adanya SiO2, Cr2O3, dan FeO.

7. Hasil pengujian dengan SEM (Scanning Electron Microscopy) menunjukkan bahwa pada sampel mengalami korosi merata (uniform corrosion).

B. Saran

Pada penelitian selanjutnya disarankan untuk melakukan perendaman dalam media korosif yang berbeda dengan konsentrasi yang lebih bervariasi dan logam yang berbeda untuk membandingkan laju korosi, produk korosi, dan jenis korosi yang dihasilkan.


(58)

50

DAFTAR PUSTAKA

Abimanyu. 2011. Klasifikasi Baja. http://www.catatan abimayu.wordpress.com. Diakses pada tanggal 23 Desember 2014 pukul 07-00 WIB.

Adriana, Mudjiati, dan Hermawan. 2000. Pengaruh Penambahan Vitamin C, B2 dan B6 terhadap Laju Korosi Besi.Prosiding Seminar Kimia Bersama ITB-UKM IV. Vol 2. No 9. Hlm 148-154.

Agus. 2008. Analisa Struktur dan Komposisi Material Lapisan Tungsten Cabide/Cobalt (WC-CO) yang Dipersiapkan dengan Metode HVOF (Tesis). Universitas Indonesia. Jakarta.

Akda, Z. 2012. Sintesis dan Karakterisasi Struktur Padatan NiO/CaF2dengan Difraksi Sinar-X.Jurnal Sains dan Seni. Vol 1. No 1. Hlm 3.

Ardra. 2013. Klasifikasi Baja Tahan Karat. http://www.ardra.biz/metalurgi/besi-baja-iron-steel/klasifikasi-tahan-karat-korosi-stainless-steel. Diakses pada tanggal 23 Desember 2014 pukul 07-00 WIB.

Asdim. 2007. Penentuan Efisiensi Inhibisi Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana) pada Reaksi Korosi Baja dalam Larutan Asam. Jurnal Gradien. Vol 3. No. 2. Hlm 273-276.

Auliani. 2010. Kulit Buah Manggis. http://www.catatan auliani.wordpress.com. Diakses pada tanggal 12 Desember 2014 pukul 19-00 WIB.

Berlian, M. T. I. 2011. Pengaruh Kekerasan Baja AISI 1045 Hasil Proses Sekrap terhadap Laju Korosi dilingkungan Industri, Pantai, dan Pegunungan di Provinsi Lampung (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung. Hlm 42.

Chaovanalikit, A. Mingmuang, A. Kitbunluewit, T. Choldumrongkool, L. Sondee, J. Chumpratum, S. 2012. Anthocyanin and Total Phenolic Contents of Mangosteen and Effect of Processing oh the Quality of Mangosteen Products.International Food Research Journal19. Vol 3. Hlm 1047-1053. Caturina, R. 2008. Evaluasi Pengaruh Deformasi Plastis terhadap Korosi Retak

Tegangan (SCC) pada Pipa SUS 304 dalam Larutan MgCl2 pada Temperatur 145OC (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung. Hlm 6-9.


(59)

51

Carvas, R. N. dan Melo, H. 2012. Efisiensi Inhibitor Antosiani dalam Air Tercampur Diesel dan Biodisel Mencapai 90%. Jurnal Ilmiah. Vol 1. Hlm 8-11.

Daryanto. 2003.Ilmu Bahan. Bumi Aksara. Jakarta. Hlm 61-89.

Ekaditya, M. 2011. Studi Inhibisi Baja Karbon dalam Larutan Asam 1M HCl oleh Ekstrak Daun Sirsak (Tesis). Universitas Indonesia. Jakarta. Hlm 93.

Emriadi. 2000. Karboksimetil Kitosan sebagai Inhibitor Korosi pada Baja Lunak dalam Media Air Gambut.Jurnal Matematika dan Sains. Vol 16. No 2. 106-110.

Firmansyah. 2011. Baja Ringan. http://www.Firmansyah/baja-ringan. Blogspot.com. Diakses pada tanggal 14 Desember 2014 pukul 09-00 WIB. Fontana, M. G. 1967.Corrison Engineering. McGRaw-Hill. Singapore.

Hagerman. 2002. Kandungan Kimia dan Aktivitas Antimikroba Kulit Buah Manggis (Tesis). Institut Teknologi Bandung. Bandung.

Hagerman, W. Carles, A. 1992. Pengaruh Penambahan Barium Karbonat (BaCo3), Temperatur dan Lama Pemanasan terhadap Peningkatan Kekerasan Baja Karbon Rendah pada Proses Karburising Dengan Media Serbuk Tempurung Kelapa.Jurnal Material. Vol 8. No 2. Hal 12.

Halimatuddahliana. 2003. Pencegahan Korosi dan Scale pada Proses Produksi Minyak Bumi. Jurnal Digitized. Vol 1. No 5. Hlm 2.

Harbone. 1996. Elemen-elemen Ilmu dan Rekayasa Material Terjemahan oleh; Sriati Djaprie Edisi keenam. Erlangga. Jakarta.

Hermawan. 2002. Pengetahuan Bahan Teknik. PT Pradnya Paramita. Jakarta. Cetakan keempat.

Hermawan. 2007. Inhibitor Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana). www.pikiranrakyat.com. Diakses pada 03 Desember 2014.

Hidayat, N. 2010. Pengaruh Konsentrasi Asam Klorida terhadap Laju Korosi Baja AISI 304 dengan Inhibitor Kalium Kromat 0,1 %. Jurnal Program Kreativitas Mahasiswa. Universitas Negeri Malang. Malang. Hlm 8-9. Jones, D. A. 1996.Principle and Prevention of Corrision. Edisi pertama. Prentice

Hall. Inc. United States Of American.

King, H. P. 1974. X-Ray Diffraction Procedures, Edisi Ketiga. John Wiley. New York.

Lucya. 2012. Pengaruh Temperatur dan Waktu Tahan Karburasi Padat terhadap Kekerasan Permukaan Baja AISI-SAE 1522. Prosiding Seminar nasional aplikasi sains dan teknologi. Institut Sains dan Teknologi Akprind.


(60)

52

Mahabusarakam, W. Kuaha, K. Wilairat, P. Taylor, WC. 2006. Element of X-Ray Diffractoin. Journal Planta Med72. Vol 10. Hlm 34-37.

Mejeha, Uroh, Oksoma, dan Alozie. 2010. The Inhibitive Effect of Solanum melongena L, Leaf Extract on The Corrosion of Alumunium in Tetraoxosulphate (VI) Acid. African Journal of Pure and Applied Chemistry. Vol 4. Hlm 158-165.

Meilizia, V. M. 2011. Asam Kuat. http://www.scrib.com/doc/59035517/Asam-klorida-adalah-larutan-akuatik-dari-gas-hidrogen-klorida-nina. Diakses pada tanggal 15 Desember 2014 pukul 20-00 WIB.

Mohammad. 2009. Pengaruh Pengkarbonan dengan Media Limbah Kayu Mahoni terhadap Sifat Leleh Spesimen Baja Karbon Rendah. Jurnal Poros. Vol 5. Hlm 2.

Obot, I. B. Obi-Egbedi, N.O. 2011. Efisiensi Inhibitor Tanin dalam Asam Sulfat 93%.Journal Current Applied Physics. Vol 3.

Oki, M. Charles, E. Alaka, C. Oki, T.K. 2011. Efisiensi Inhibitor Tanin dari Rizospora recamosadalam Asam Klorida Mencapai 55%.Journal Material Sciences and Applications. Vol 15.

Pantastico. 1989. Teknik Pengendalian Korosi Erosi. Jurnal korosi. Vol 6. No 2. Hlm 4.

Permana, A.W. Widayanti, S. M. dan Setyabudi, D. A. 2010. Ekstrak Daun Bluntas (Pluchealndica less) sebagai Inhibitor Korosi Ramah Lingkungan terhadap Baja Karbon Rendah 3,5 % NaCl (Tesis). Universitas Indonesia. Jakarta.

Purboto, P. I. 2009. Peningkatan Kekakuan Pegas Daun dengan Cara Quencing. Jurnal Media Mesin. Vol 10. No 1. Hlm 15-21.

Qosim, W. A. 2007. Kulit Buah Manggis sebagai Antioksidan. www.pikiranrakyat.com. Diakses pada 03 Desember 2014.

Qulub. 2011.Scanning Electron Microscopy (SEM). http://karya-ilmiah.um.ac.id. Diakses pada 07 Januari 2015 pukul 23-00 WIB.

Rachmat, S. 1997. Perbandingan Tingkat Ketahanan Korosi Beberapa Braket Stainless Steel Ditinjau dari Lepasan Ion Cr dan Ni (Tesis). Universitas Indonesia. Jakarta.

Rahmi, A. R. Rocca, E. Steinmetz, J. Kassim, M. J. Adnan, R. dan Ibrahim, M. S. 2007. Mangrove Tannins and Their Flavonoid Monomer as Alternative Steel Corrosion Inhibitors in Acidic Medium. Journal Corrosion Science. Vol 49. Hlm 402-417.

Raja, P. B. 2007. Natural Product as Corrosion Inhibitor for Metals Corrosion MediaA Review.Materials letters. Hlm 113-116.


(61)

53

Roberge, P. R. 1999. Handbook of Corrosion and Engineering. New York: McGraw-Hill. Hlm 833-839.

Sarmin. 2011. Korosi. http://www.kang Sarmin. Blogspot.com/2011/korosi.html. Diakses pada tanggal 15 Desember 2014 pukul 20-00 WIB.

Sarma. 1972. Asam Klorida dan Natrium Klorida. http://sarma-manfaatbahankimia-kimiaind.blogspot.com. Diakses pada tanggal 23 Januari 2015 pukul 20-00 WIB.

Scendo, M. 2007. Inhibisi Action of the Purnie and Adenin for Copper Corrision in Sulphate Solution.Journal Corrision Science. Vol 49. Hlm 2985 -3000. Septiana, D. 2012.Korosi. http://www.ners-septiana. Blogspot. com/2012/korosi.

html. Diakses pada tanggal 10 Desember 2014 pukul 20-00 WIB.

Smallman, R. E. dan Bishop, R. J. 1999. Metalurgi Fisik Modern dan Rekayasa Material, Edisi keenam. Terjemahan oleh; Sriati Djaprie. Erlangga. Jakarta. Hlm 483-510.

Subowo. 1993.Imunologi Klinik. Angkasa. Bandung. Hlm 9-35.

Surya, I. D. 2004. Kimia dari Inhibitor Korosi.Jurnal Repository Sumatra Utara. Hlm 1-7.

Surya. 2007. Baja dalam Kehidupan. http://www.groups .yahoo.com/surya-casc/message/93. Diakses pada tanggal 15 Desember 2014 pukul 23-00 WIB.

Supardi, R. 1997.Korosi Edisi Pertama. Tarsito. Bandung.

Swanagul. 1989. Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana) sebagai Antibakteri terhadap Acinetobacter baumannii secara In Vitro.Jurnal Kedokteran Brawijaya. Vol 29. No 11. Hal 1-13.

Tezar. 2011. Korosi Elektrokimia. http://tezar.blogspot.com/2013/faktor-korosi-pada-baja/html. Diakses pada tanggal 18 Februari 2015.

Trethewey, K. R. 1991.Korosi untuk Mahasiswa Sains dan Rekayasa. Gramedia Pustaka Umum. Jakarta.

Van Vlack, Lawrence. 2004.Elemen-Elemen Ilmu dan Rekayasa Material Edisi Keenam. Erlangga. Jakarta. Hlm 515-517.

Widayat, B. 2010. Sensitisasi (Korosi Batas Butir pada Stainless Steel). http://www.bangkitwidayat. Blogspot.com/2010/02/sensitisasi-korosi-batas-butir-pada-2544.html. Diakses pada tanggal 22 Desember 2014 pukul 18-00 WIB.

Winarno dan Aman. 1981. Sifat Baja. http://www.bogesz. Wordpress.com/2010/sifat baja. Diakses pada tanggal 23 Desember 2014 pukul 18-30 WIB.


(62)

54

Zakaria. 2003. Analisis Kandungan Mineral Magnetik pada Batuan Beku dari Daerah Istimewa Yogyakarta dengan Metode X-Ray Diffraction (Skripsi). Universitas Brawijaya. Malang. Hal 67.


(1)

7. Hasil pengujian dengan SEM (Scanning Electron Microscopy) menunjukkan bahwa pada sampel mengalami korosi merata (uniform corrosion).

B. Saran

Pada penelitian selanjutnya disarankan untuk melakukan perendaman dalam media korosif yang berbeda dengan konsentrasi yang lebih bervariasi dan logam yang berbeda untuk membandingkan laju korosi, produk korosi, dan jenis korosi yang dihasilkan.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Abimanyu. 2011. Klasifikasi Baja. http://www.catatan abimayu.wordpress.com. Diakses pada tanggal 23 Desember 2014 pukul 07-00 WIB.

Adriana, Mudjiati, dan Hermawan. 2000. Pengaruh Penambahan Vitamin C, B2 dan B6 terhadap Laju Korosi Besi.Prosiding Seminar Kimia Bersama ITB-UKM IV. Vol 2. No 9. Hlm 148-154.

Agus. 2008. Analisa Struktur dan Komposisi Material Lapisan Tungsten Cabide/Cobalt (WC-CO) yang Dipersiapkan dengan Metode HVOF (Tesis). Universitas Indonesia. Jakarta.

Akda, Z. 2012. Sintesis dan Karakterisasi Struktur Padatan NiO/CaF2dengan

Difraksi Sinar-X.Jurnal Sains dan Seni. Vol 1. No 1. Hlm 3.

Ardra. 2013. Klasifikasi Baja Tahan Karat. http://www.ardra.biz/metalurgi/besi-baja-iron-steel/klasifikasi-tahan-karat-korosi-stainless-steel. Diakses pada tanggal 23 Desember 2014 pukul 07-00 WIB.

Asdim. 2007. Penentuan Efisiensi Inhibisi Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana) pada Reaksi Korosi Baja dalam Larutan Asam. Jurnal Gradien. Vol 3. No. 2. Hlm 273-276.

Auliani. 2010. Kulit Buah Manggis. http://www.catatan auliani.wordpress.com. Diakses pada tanggal 12 Desember 2014 pukul 19-00 WIB.

Berlian, M. T. I. 2011. Pengaruh Kekerasan Baja AISI 1045 Hasil Proses Sekrap terhadap Laju Korosi dilingkungan Industri, Pantai, dan Pegunungan di Provinsi Lampung (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung. Hlm 42.

Chaovanalikit, A. Mingmuang, A. Kitbunluewit, T. Choldumrongkool, L. Sondee, J. Chumpratum, S. 2012. Anthocyanin and Total Phenolic Contents of Mangosteen and Effect of Processing oh the Quality of Mangosteen Products.International Food Research Journal19. Vol 3. Hlm 1047-1053. Caturina, R. 2008. Evaluasi Pengaruh Deformasi Plastis terhadap Korosi Retak

Tegangan (SCC) pada Pipa SUS 304 dalam Larutan MgCl2 pada

Temperatur 145OC (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung. Hlm 6-9.


(3)

Ekaditya, M. 2011. Studi Inhibisi Baja Karbon dalam Larutan Asam 1M HCl oleh Ekstrak Daun Sirsak (Tesis). Universitas Indonesia. Jakarta. Hlm 93.

Emriadi. 2000. Karboksimetil Kitosan sebagai Inhibitor Korosi pada Baja Lunak dalam Media Air Gambut.Jurnal Matematika dan Sains. Vol 16. No 2. 106-110.

Firmansyah. 2011. Baja Ringan. http://www.Firmansyah/baja-ringan. Blogspot.com. Diakses pada tanggal 14 Desember 2014 pukul 09-00 WIB. Fontana, M. G. 1967.Corrison Engineering. McGRaw-Hill. Singapore.

Hagerman. 2002. Kandungan Kimia dan Aktivitas Antimikroba Kulit Buah Manggis (Tesis). Institut Teknologi Bandung. Bandung.

Hagerman, W. Carles, A. 1992. Pengaruh Penambahan Barium Karbonat (BaCo3), Temperatur dan Lama Pemanasan terhadap Peningkatan Kekerasan Baja Karbon Rendah pada Proses Karburising Dengan Media Serbuk Tempurung Kelapa.Jurnal Material. Vol 8. No 2. Hal 12.

Halimatuddahliana. 2003. Pencegahan Korosi dan Scale pada Proses Produksi Minyak Bumi. Jurnal Digitized. Vol 1. No 5. Hlm 2.

Harbone. 1996. Elemen-elemen Ilmu dan Rekayasa Material Terjemahan oleh; Sriati Djaprie Edisi keenam. Erlangga. Jakarta.

Hermawan. 2002. Pengetahuan Bahan Teknik. PT Pradnya Paramita. Jakarta. Cetakan keempat.

Hermawan. 2007. Inhibitor Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana). www.pikiranrakyat.com. Diakses pada 03 Desember 2014.

Hidayat, N. 2010. Pengaruh Konsentrasi Asam Klorida terhadap Laju Korosi Baja AISI 304 dengan Inhibitor Kalium Kromat 0,1 %. Jurnal Program Kreativitas Mahasiswa. Universitas Negeri Malang. Malang. Hlm 8-9. Jones, D. A. 1996.Principle and Prevention of Corrision. Edisi pertama. Prentice

Hall. Inc. United States Of American.

King, H. P. 1974. X-Ray Diffraction Procedures, Edisi Ketiga. John Wiley. New York.

Lucya. 2012. Pengaruh Temperatur dan Waktu Tahan Karburasi Padat terhadap Kekerasan Permukaan Baja AISI-SAE 1522. Prosiding Seminar nasional aplikasi sains dan teknologi. Institut Sains dan Teknologi Akprind.


(4)

Mahabusarakam, W. Kuaha, K. Wilairat, P. Taylor, WC. 2006. Element of X-Ray Diffractoin. Journal Planta Med72. Vol 10. Hlm 34-37.

Mejeha, Uroh, Oksoma, dan Alozie. 2010. The Inhibitive Effect of Solanum melongena L, Leaf Extract on The Corrosion of Alumunium in Tetraoxosulphate (VI) Acid. African Journal of Pure and Applied Chemistry. Vol 4. Hlm 158-165.

Meilizia, V. M. 2011. Asam Kuat. http://www.scrib.com/doc/59035517/Asam-klorida-adalah-larutan-akuatik-dari-gas-hidrogen-klorida-nina. Diakses pada tanggal 15 Desember 2014 pukul 20-00 WIB.

Mohammad. 2009. Pengaruh Pengkarbonan dengan Media Limbah Kayu Mahoni terhadap Sifat Leleh Spesimen Baja Karbon Rendah. Jurnal Poros. Vol 5. Hlm 2.

Obot, I. B. Obi-Egbedi, N.O. 2011. Efisiensi Inhibitor Tanin dalam Asam Sulfat 93%.Journal Current Applied Physics. Vol 3.

Oki, M. Charles, E. Alaka, C. Oki, T.K. 2011. Efisiensi Inhibitor Tanin dari Rizospora recamosadalam Asam Klorida Mencapai 55%.Journal Material Sciences and Applications. Vol 15.

Pantastico. 1989. Teknik Pengendalian Korosi Erosi. Jurnal korosi. Vol 6. No 2. Hlm 4.

Permana, A.W. Widayanti, S. M. dan Setyabudi, D. A. 2010. Ekstrak Daun Bluntas (Pluchealndica less) sebagai Inhibitor Korosi Ramah Lingkungan terhadap Baja Karbon Rendah 3,5 % NaCl (Tesis). Universitas Indonesia. Jakarta.

Purboto, P. I. 2009. Peningkatan Kekakuan Pegas Daun dengan Cara Quencing. Jurnal Media Mesin. Vol 10. No 1. Hlm 15-21.

Qosim, W. A. 2007. Kulit Buah Manggis sebagai Antioksidan. www.pikiranrakyat.com. Diakses pada 03 Desember 2014.

Qulub. 2011.Scanning Electron Microscopy (SEM). http://karya-ilmiah.um.ac.id. Diakses pada 07 Januari 2015 pukul 23-00 WIB.

Rachmat, S. 1997. Perbandingan Tingkat Ketahanan Korosi Beberapa Braket Stainless Steel Ditinjau dari Lepasan Ion Cr dan Ni (Tesis). Universitas Indonesia. Jakarta.

Rahmi, A. R. Rocca, E. Steinmetz, J. Kassim, M. J. Adnan, R. dan Ibrahim, M. S. 2007. Mangrove Tannins and Their Flavonoid Monomer as Alternative Steel Corrosion Inhibitors in Acidic Medium. Journal Corrosion Science. Vol 49. Hlm 402-417.

Raja, P. B. 2007. Natural Product as Corrosion Inhibitor for Metals Corrosion MediaA Review.Materials letters. Hlm 113-116.


(5)

Sarma. 1972. Asam Klorida dan Natrium Klorida. http://sarma-manfaatbahankimia-kimiaind.blogspot.com. Diakses pada tanggal 23 Januari 2015 pukul 20-00 WIB.

Scendo, M. 2007. Inhibisi Action of the Purnie and Adenin for Copper Corrision in Sulphate Solution.Journal Corrision Science. Vol 49. Hlm 2985 -3000. Septiana, D. 2012.Korosi. http://www.ners-septiana. Blogspot. com/2012/korosi.

html. Diakses pada tanggal 10 Desember 2014 pukul 20-00 WIB.

Smallman, R. E. dan Bishop, R. J. 1999. Metalurgi Fisik Modern dan Rekayasa Material, Edisi keenam. Terjemahan oleh; Sriati Djaprie. Erlangga. Jakarta. Hlm 483-510.

Subowo. 1993.Imunologi Klinik. Angkasa. Bandung. Hlm 9-35.

Surya, I. D. 2004. Kimia dari Inhibitor Korosi.Jurnal Repository Sumatra Utara. Hlm 1-7.

Surya. 2007. Baja dalam Kehidupan. http://www.groups .yahoo.com/surya-casc/message/93. Diakses pada tanggal 15 Desember 2014 pukul 23-00 WIB.

Supardi, R. 1997.Korosi Edisi Pertama. Tarsito. Bandung.

Swanagul. 1989. Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana) sebagai Antibakteri terhadap Acinetobacter baumannii secara In Vitro.Jurnal Kedokteran Brawijaya. Vol 29. No 11. Hal 1-13.

Tezar. 2011. Korosi Elektrokimia. http://tezar.blogspot.com/2013/faktor-korosi-pada-baja/html. Diakses pada tanggal 18 Februari 2015.

Trethewey, K. R. 1991.Korosi untuk Mahasiswa Sains dan Rekayasa. Gramedia Pustaka Umum. Jakarta.

Van Vlack, Lawrence. 2004.Elemen-Elemen Ilmu dan Rekayasa Material Edisi Keenam. Erlangga. Jakarta. Hlm 515-517.

Widayat, B. 2010. Sensitisasi (Korosi Batas Butir pada Stainless Steel). http://www.bangkitwidayat. Blogspot.com/2010/02/sensitisasi-korosi-batas-butir-pada-2544.html. Diakses pada tanggal 22 Desember 2014 pukul 18-00 WIB.

Winarno dan Aman. 1981. Sifat Baja. http://www.bogesz. Wordpress.com/2010/sifat baja. Diakses pada tanggal 23 Desember 2014 pukul 18-30 WIB.


(6)

Zakaria. 2003. Analisis Kandungan Mineral Magnetik pada Batuan Beku dari Daerah Istimewa Yogyakarta dengan Metode X-Ray Diffraction (Skripsi). Universitas Brawijaya. Malang. Hal 67.


Dokumen yang terkait

Pengaruh Penambahan Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia X Mangostana L.) Terhadap Nilai Spf Krim Tabir Surya Kombinasi Avobenson Dan Oktil Metoksisinamat

4 100 106

Daya Hambat Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Terhadap Bakteri Enterococcus faecalis Sebagai Alternatif Bahan Medikamen Saluran Akar (In Vitro)

3 289 97

Daya Antibakteri Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcinia Mangostana Linn.) pada bakteri Streptococcus mutans sebagai Bahan Alternatif Medikamen Saluran Akar dengan Metode Dilusi In Vitro

6 111 48

Pengaruh Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) terhadap Gambaran Histopatologis Lambung Tikus (Rattus norvegicus L.) Jantan yang Dipapari Kebisingan

2 103 56

Daya Antibakteri Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis (Garcinia Mangostana L) Terhadap Porphyromonas Gingivalis Sebagai Bahan Alternatif Medikamen Saluran Akar (In Vitro)

3 81 67

Efek Ekstrak Kulit Manggis(Garcinia mangostana L.) Sebagai Anti-Aging Dalam Sediaan Krim

5 65 162

Daya Antibakteri Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L) terhadap Fusobacterium nucleatum sebagai Bahan Alternatif Medikamen Saluran Akar secara in Vitro

8 89 59

Efek Antibakteri Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L) terhadap Enterococcus faecalis sebagai Bahan Medikamen Saluran Akar (Secara In Vitro)

2 96 63

Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis (Garcinia Mangostana.L) Terhadap Perubahan Makroskopis, Mikroskopis dan Tampilan Immunohistokimia Antioksidan Copper Zinc Superoxide Dismutase (Cu Zn SOD) Pada Ginjal Mencit Jantan (Mus Musculus.L) Stra

3 48 107

Uji Aktivitas Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) sebagai Inhibitor RNA Helikase Virus Hepatitis C

0 7 80