Makalah B. Indonesia : Akad Kerjasama Bisnis Islam
BAHASA INDONESIA
(Akad Bagi Hasil dalam Prespektif Islam)
MAKALAH
Disusun dalam Rangka Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Bahasa Indonesia yang Dibimbing Oleh Syaifuddin Zuhri, M.Pd,
Oleh:
1. Machalafri Iskandar E20151001 2. Yusrotul Rosidah E20151003
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI JEMBER
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
PRODI PERBANKAN SYARIAH
NOVEMBER 2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah swt yang senantiasa melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulisan makalah ini dapat terselesaikan. Salawat serta salam
(2)
semoga tetap terlimpahkan kepada Nabi Muhammad s.a.w yang membawa kita dari zaman kegelapan menuju cahaya Islam.
Makalah yang bertema Akad Bagi Hasil Dalam Prespektif Islam ini disusun dalam rangkah memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Indonesia. Dalam penulisan makalah ini, penulis mendapatkan bantuan dari dosen pembimbing. Oleh karena itu pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada:
Bapak Syaifuddin Zuhri selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, saran dan motivasi dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih belum sempurna dan banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat kami harapkan. Akhirnya, semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk masyarakat.
Jember, 11 November 2016 Penulis,
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...i KATA PENGANTAR...ii DAFTAR ISI...iii
(3)
BAB I PENDAHULUAN...1
A. Latar Belakang Masalah...1
B. Rumusan Masalah...2
C. Tujuan Penulisan...2
BAB II PEMBAHASAN...4
A. Definisi Bagi Hasil...4
B. Akad Al-Mudharabah...4
C. Akad Al-Muzara’ah...15
D. Akad Al-Musaqah...16
E. Akad Al-Musyarakah...17
BAB III PENUTUP...28
A. Kesimpulan ...28
DAFTAR PUSTAKA...29
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Kata muamalat yang kata tunggalnya muamalah yang berakar pada kata ‘amala secara arti kata mengandung arti “Saling berbuat” atau berbuat secara timbal balik. Lebih sederhana lagi berarti “Hubungan antara orang dengan orang lain”. Bila kata ini dihubungkan kepada lafaz fiqih, mengandung arti aturan yang mengatur hubungan antara seseorang dengan orang lain dalam pergaulan hidup di dunia. Ini merupakan timbangan dari fiqh ibadah yang mengatur hubungan lahir antara seseorang dengan Allah.
(4)
Seiring dengan cepatnya akselerasi wacana ekonomi Islam atau syariah di tengah-tengan masyarakat, fiqh muamalah menjadi bahan diskusi terus menerus. Persoalan yang selalu mengemukan adalah persoalan hukum atau persoalan ekonomi. Dalam muamalah dibahas tentang berbagai macam teknis transaksi dalam hubungannya dengan aktifitas melakukan produksi, distribusi, dan konsumsi maka muamalah sangat berhubungan dengan ekonomi. Muamalah sangatlah berhungan dengan perbankan khususnya dalam akad-akadnya.
Bank di Indonesia terdiri atas bank konvensional dan bank syariah. Perbedaan bank konvensional dengan bank syariah yaitu terletak pada pembagian bunga, di mana dalam bank konvensional dikenal dengan bunga bank dan bank syariah yakni bagi hasil. Bank syariah dalam kegiatan bagi hasil dalam prespektif Islam memiliki akad-akad yang berbasis syariah yang mana terdapat akad musyarakah, akad al-mudharabah, akad al-muzara’ah dan al-mushaqah.
Pada saat ini msyarakat masih banyak yang masih belum memahami apa itu sistem bagi hasil serta akad-akad yang ada dalam perbankan syariah. Bagi hasil merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan perbankan syariah dalam pembagian laba/ keuntungan/ hasil yang diperoleh dari pengolahan dana.
B. Rumusan Masalah
Pokok-pokok masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa pengertian bagi hasil?
2. Akad-akad bagi hasil apa saja yang terdapat dalam prespektif Islam? 3. Bagaimana akad al-mudharabah dalam prespektif Islam?
4. Bagaimana akad al-muzara’ah dalam prespektif Islam? 5. Bagaimana akad al-musaqah dalam prespektif Islam? 6. Bagaimana akad al-musyarakah dalam prespektif Islam?
C. Tujuan Penulisan
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, penulisan makalah ini dimaksudkan untuk menginformasikan dan menjelaskan tentang pengertian ilmu, fiqih, akhlak dan
(5)
keutamaannya. Secara khusus makalah ini akan menginformasikan dan menjelaskan hal-hal sebagai berikut:
1. Mengetahui apa itu bagi hasil.
2. Mengetahui akad-akad bagi hasil apa saja yang terdapat dalam prespektif Islam.
3. Mengetahui apa itu akad al-mudharabah dalam prespektif Islam. 4. Mengetahui apa itu akad al-muzara’ah dalam prespektif Islam. 5. Mengetahui apa itu akad al-musaqah dalam prespektif Islam. 6. Mengetahui apa itu akad al-musyarakah dalam prespektif Islam.
BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Bagi Hasil
Bagi hasil menurut termologi asing (bahasa inggris) dikenal dengan profit sharing. Profit dalam kamus ekonomi diartikan pembagian laba. Secara definisi profit sharing diartikan sebagai distribusi beberapa bagian dari laba pada pegawai dari suatu perusahaan. Menurut Antonio, bagi hasil adalah suatu sistem pengolahan dana dalam perekonomian Islam yakni pembagian hasil usaha antara pemilik modal (Shahibul maal) dan pengola (Mudharib).
(6)
Penyaluran dana dalam bank konvensional, kita kenal dengan istilah kredit atau pinjaman. Sedangkan dalam bank syariah untuk penyaluran dananya dikenal dengan istilah pembiayaan.1 Jika dalam bank konvensional keuntungan bank diperoleh dari bunga yang dibebankan, maka dalam bank syariah tidak ada istilah bunga, tetapi bank syariah menerapkan sistem bagi hasil. Secara umum, prinsip bagi hasil dalam bank syariah dapat dilakukan dalam empat akad utama, yaitu al-musyarakah, al-mudharabah, al-muzara’ah, al-musaqah.2
B. Qiradh/Mudharabah
1. Arti Mudharabah
Mudharabah berasal dari kata adhdharby fil ardi yaitu berpergian untuk urusan dagang.3 Mudharabah atau qiradh termasuk salah satu bentuk akad syirkah (perkongsian).Istilah mudharabah digunakan oleh orang Irak, sedangkan orang Hijaz menyebutnya dengan istilah qiradh. Dengan demikian, mudharabah dan qiradh adalah dua istilah untuk maksud yang sama.
Menurut bahasa, qiradh berarti potongan, sebab pemilik memberikan potongan dari hartanya untuk diberikan kepada pengusaha agar mengusahakan harta tersebut, dan pengusaha akan memberikan potongan dari laba yang diperoleh. Bisa juga diambil dari kata muqaradhah yang berarti kesamaan, sebab pemilik modal dan pengusaha memiliki hak yang sama terhadap laba.
Secara teknis, al-mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak diamana pihak pertama (Shohibul maal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola.4 Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian si pengelola, si pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.
2. Landasan Hukum Syariah
Ulama fiqih sepakat bahwa mudharabah disyaratkan dalam Islam berdasarkan Al-Quran, Sunah, Ijma’, dan Qiyas.
a. Al-Quran
1 Kasmir,Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2014), 169.
2 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik (Jakarta: Gema Insani Press,2001), 90.
3 M. Noor Harisudin, Fiqh Muamalah 1 (Surabaya: CV. Salsabila Putra Pratama, 2014), 69.
(7)
Ayat-ayat yang berkenaan dengan mudharabah, antara lain:
اذذإإفذتإيذضإققةقلصصذلااورقشإتذننافذ يفإضإرنلااوغقتذبناوذننمإلإضنفذهإلصذلااورقكقذناوذهذلصذلاارريثإكذ منكقلصذعذلذنذوحقلإفنتق Artinya : “Apabila telah ditunaikan shalat, bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah.” (QS. Al-Jumu’ah : 10)
سينلذمنكقينلذعذححانذجقننأذاوغقتذبنتذالرضنفذننمإمنكقبصإرذ
Artinya : “Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhan-Mu.”
b. As-Sunah
Dalam hadis yang lain diriwayatkan oleh Thabrani dari Ibn Abbas bahwa Abbas Ibn Abdul Muthalib jika memberikan harta untuk mudharabah, dia mensyaratkan kepada pengusaha untuk tidak melewati lautan, menuruni jurang, dan membeli hati yang lembab. Jika melanggar persyaratan tersebut, ia harus menanggungnya. Persyaratan tersebut disampaikan kepada Rasulullah SAW. dan beliau membolehkannya.
c. Ijma’
Di antara Ijma’ dalam mudharabah, adanya riwayat yang menyatakan bahwa jamaah dari sahabat menggunakan harta anak yatim untuk mudharabah. d. Qiyas
Mudharabah diqiyaskan kepada al-musyaqah (menyuruh seseorang untuk mengelola kebun).
3. Rukun Mudharabah
Para ulama berbeda pendapat tentang rukun mudharabah. Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa rukun mudharabah adalah ijab dan qabul, yakni lafazh yang menunjukkan ijab dan qabul dengan menggunakan mudharabah, muqaridhah, muamalah, atau kata-kata yang searti dengannya.
Jumhur ulama berpendapat bahwa rukun mudharabah ada tiga, yaitu dua orang yang melakukan akad (al-aqidani), modal (ma’qud alaih), dan ijab dan qabul (shighat). Ulama Syafi’iyah lebih memerinci lagi menjadi lima rukun, yaitu modal, pekerjaan, laba, shighat, dan dua orang yang akad.
(8)
Secara umum, mudharabah terbagi menjadi dua jenis, yaitu mudharabah
mutlak (al-muthlaq) dan mudharabah terikat (al-muqayyad).5
Mudharabah mutlak adalah penyerahan modal seseorang kepada pengusaha tanpa memberikan batasan, seperti berkata, “Saya serahkan uang ini kepadamu untuk diusahakan, sedangkan labanya akan dibagi di antara kita, masing-masing setengah atau sepertiga, dan lain-lain.”
Mudharabah muqayyad (terikat) adalah penyerahan modal seseorang kepada pengusaha dengan memberikan batasan, seperti persyaratan bahwa pengusaha harus berdagang di daerah bandung atau harus berdagang sepatu, atau membeli barang dari orang tertentu , dan lain-lain.
5. Aplikasi dalam Perbankan
Al-Mudharabah biasanya diterapkan pada produk-produk pembiayaan dan pendanaan. Pada sisi penghimpunan dana, al-mudharabah diterapkan pada :
a. Tabungan brejangka, yaitu tabungan yang dimaksudkan untuk tujuan khusus, seperti tabungan haji, tabungan kurban, deposito biasa, dan lain sebagainya.
b. Deposito special (special investment), dimana dana yang dititipkan nasabah khusus untuk bisnis tertentu, misalnya murabahah saja atau ijarah saja.
Adapun pada sisi pembiayaan, mudharabah diterapkan untuk:
a. Pembiayaan modal keja, seperti modal kerja perdagangan dan jasa.
b. Investasi khusus, disebut juga mudharabah muqayyadah, dimana sumber dana khusus dengan penyaluran yang khusus dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh shahibul maal.
6. Manfaat Mudharabah
a. Bank akan menikmatai peningkatan bagi hasil pada saat keuntungan usaha nasabah meningkat.
b. Bank tidak berkewajiban membayar bagi hasil kepada nasabah pendaan secara tetap, tetapi disesuaikan dengan pendatpatan / hasil usaha bank sehingga bank tidak pernah mengalami negative spread.
c. Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan arus kas usaha nasabah sehingga tidak memberatkan nasabah.
(9)
d. Bank akan lebih selektif dan hati-hati mencari usaha yang benar-benar halal, aman, dan menguntungkan karena keuntungan yang konkret terjadi itulah yang akan dibagikan.
7. Sifat Mudharabah
Diantara ulama terdapat perbedaan pendapat, ada yang berpendapat termasuk akad yang lazim, yakni dapat diwariskan seperti pendapat Imam Malik, sedangkan menurut ulama Syafi’iyah, Malikiyah, dan Hanabilah, akad tersebut tidak lazim, yakni tidak dapat diwariskan.6
8. Mudharib (Pengusaha) Lebih dari Seorang
Ulama Malikiyah berpendapat bahwa jika mudharib lebih dari seorang, laba dibagikan berdasarkan hasil pekerjaan mereka.
9. Syarat Sah Mudharabah
a. Syarat Aqidani
Disyaratkan bagi orang yang akan melakukan akad, yakni pemilik modal dan pengusaha adalah ahli dalam mewakilkan atau menjadi wakil, sebab mudharib
mengusahakan harta pemilik modal, yakni menjadi wakil. Mudharabah dibolehkan dengan orang kafir dzimmi atau orang kafir yang dilindungi di negara Islam.
b. Syarat Modal
1) Modal harus berupa uang, seperti dinar, dirham, atau sejenisnya. 2) Modal harus diketahui dengan jelas dan memiliki ukuran.
3) Modal harus ada, bukan berupa utang, tetapi tidak berarti harus ada ditempat akad
4) Modal harus diberikan kepada pengusaha. c. Syarat-Syarat Laba
1) Laba Harus memiliki Ukuran
Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa apabila pemilik modal mensyaratkan bahwa kerugian harus ditanggung oleh kedua orang yang akad, maka akad rusak, tetapi mudharabah tetap sah. Hal ini karena dalam
mudharabah, kerugian harus ditanggung oleh pemilik modal.7
6 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik (Jakarta: Gema Insani Press,2001), 95.
(10)
Menurut ulama Hanafiyah dan Hanabilah, hal itu, termasuk qaradh, tetapi menurut ulam Syafi’iyah termasuk mudharabah yang rusak. Ulama Malikiyah membolehkan pengusaha mensyaratkan semua laba untuknya.
2) Laba Harus Berupa Bagian yang Umum (Masyhur)
Pembagian laba harus sesuai dengan keadaan yang berlaku secara umum, seperti kesepakatan di antara orang yang melangsungkan akad bahwa setengah laba adalah untuk pemilik modal, sedangkan setengah lainnya lagi diberikan kepada pengusaha.
10. Hukum Mudharabah
a. Hukum Mudharabah Fasid
Salah satu contoh mudharabah fasid adalah mengatakan, “Berburulah dengan jaring saya dan hasil buruannya dibagi di antara kita.” Ulama Hanafiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah berpendapat bahwa pernyataan termasuk tidak dapat dikatakan mudharabah yang sahih karena pengusaha (pemburu) berhak mendapatkan upah atas pekerjaannya, baik ia mendapatkan buruan atau tidak. b. Hukum Mudharabah Sahih
1) Tanggung Jawab Pengguna
Jika mudharabah rusak karena adanya beberapa sebab yang menjadikannya rusak, pengusaha menjadi pedagang sehingga ia pun memiliki hak untuk mendapatkan upah. Jika disyaratkan bahwa pengusaha harus bertanggung-jawab atas rusaknya modal, menurut ulama Hanafiyah dan Hanabilah, syarat tersebut batal, tetapi akadnya sah. Dengan demikian, pengusaha bertanggung-jawab atas modal dan berhak atas laba. Adapun ulama Malikiyah dan Syafi’iyah berpendapat bahwa mudharabah batal.
2) Tasharuf Pengusaha
a) Pada mudharabah mutlak
Menurut ulama Hanafiyah, jika mudharabah mutlak, maka pengusaha berhak untuk beraktivitas dengan modal tersebut yang menjurus kepada pendapatan laba, seperti jual beli.
(11)
Dalam mudharabah mutlak, menurut ulama Hanafiyah, pengusaha dibolehkan menyerahkan modal tersebut kepada pengusaha lainnya atas seizin pemilik modal.
Menurut ulama selain Hanafiyah, pengusaha bertanggung-jawab atas modal jika ia memberikan modal kepada orang lain tanpa seizinnya, tetapi laba dibagi atas pengusaha kedua dan pemilik modal.
Ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa modal tidak boleh diberikan kepada pengusaha lain, baik dalam hal usaha maupun laba, meskipun atas seizin pemilik modal.
b) Pada mudharabah terikat 1. Penentuan tempat
Pengusaha harus mengusahakannya di daerah Tasikmalaya, sebab syarat tempat termasuk persyaratan yang dibolehkan.8
2. Penentuan orang
Ulama Hanafiyah dan Hanabilah membolehkan pemilik modal untuk menentukan orang yang harus dibeli barangnya oleh pengusaha atau kepada siapa ia harus menjual barang, sebab hal ini termasuk syarat yang berfaedah.
3. Penentuan waktu
Ulama Hanafiyah dan Hanabilah membolehkan pemilik modal menentukan waktu sehingga jika melewati batas, akad batal.
c) Hak-hak pengusaha (al-mudharib) Hak nafkah (membelanjakan)
Para ulama berbeda pendapat dalam hak nafkah modal atau harta
mudharabah. Secara umum, pendapat mereka dapat dibagi menjadi tiga golongan, yaitu:
1. Imam Syafi’i, menurut riwayat paling zahir, berpendapat bahwa pengusaha tidak boleh menafkahkan modal untuk dirinya, kecuali atas seizin pemilik modal sebab pengusaha akan memiliki keuntungan dari laba.
(12)
2. Jumhur ulama, di antaranya Imam Malik, Imam Hanafi, dan Imam Zaidiyah berpendapat bahwa pengusaha berhak menafkahkan harta mudharabah dalam perjalanan untuk keperluannya, seperti pakaian, makanan, dan lain-lain.
3. Ulama Hanabilah membolehkan pengusaha untuk menafkahkan harta untuk keperluannya, baik pada waktu menetap maupun dalam perjalanan jika disyaratkan pada waktu akad.
a. Hak mendapatkan laba
Pengusaha berhak mendapatkan bagian dari sisa laba sesuai dengan ketetapan dalam akad, jika usahanya mendapatkan laba.9 Jika tidak, ia tidak mendapatkan apa-apa sebab ia bekerja untuk dirinya sendiri. Dalam pembagian laba, disyaratkan setelah modal diambil.
b. Hak pemilik modal
Hak bagi pemilik modal adalah mengambil bagian laba jika menghasilkan laba. Jika tidak ada laba, pengusaha tidak mendapatkan apa-apa.
11. Pertentangan antara Pemilik dan Pengusaha
a. Perbedaan dalam Mengusahakan (Tasharuf) Harta
Jika terjadi perbedaan antara pemilik dan pengusaha, yaitu satu pihak menyangkut sesuatu yang umum dan pihak lain menyangkut masalah khusus, yang diterima adalah pernyataan yang menyangkut hal-hal umum dalam perdagangan, yakni menyangkut pendapatan laba, yang dapat diperoleh dengan menerapkan ketentuan-ketentuan umum.
b. Perbedaan dalam Harta yang Rusak
Jika terjadi perbedaan pendapat antara pemilik modal dan pengusaha tentang rusaknya harta, seperti pengusaha menyatakan bahwa kerusakan disebabkan pemilik modal, tetapi pemilik modal mengingkarinya, maka yang diterima, berdasarkan kesepakatan para ulama, adalah ucapan pengusaha sebab pada dasarnya ucapan pengusaha adalah amanah, yakni tidak ada khianat.
c. Perbedaan tentang Pengembalian Harta
(13)
Jika terjadi perbedaan pendapat antara pemilik modal dan pengusaha tentang pengembalian harta, seperti ucapan pengusaha, bahwa modal telah dikembalikan, yang diterima menurut ulama Hanafiyah dan Hanabilah adalah pernyataan pemilik modal.
d. Perbedaan dalam Jumlah Modal
Ulama fiqih sepakat bahwa jika terjadi perbedaan pendapat tentang jumlah modal, yang diterima adalah ucapan pengusaha sebab dialah yang memegangnya. e. Perbedaan dalam Ukuran Laba
Ulama Hanafiyah dan Hanabilah berpendapat bahwa ucapan yang diterima adalah pernyataan pemilik modal, jika pengusaha mengakui bahwa disyaratkan baginya setengah laba, sedangkan menurut pemilik adalah sepertiganya.
f. Perbedaan dalam Sifat Modal
Ulama Hanabilah dan Hanafiyah berpendapat bahwa bila ada perbedaan dalam sifat modal, ucapan yang diterima adalah pernyataan pemilik harta.
12. Perkara yang Membatalkan Mudharabah
Mudharabah dianggap batal pada hal berikut : a. Pembatalan, Larangan Berusaha, dan Pemecatan
Semua ini jika memenuhi syarat pembatalan dan larangan, yakni orang yang melakukan akad mengetahui pembatalan dan pemecatan tersebut, serta modal telah diserahkan ketika pembatalan atau larangan. Akan tetapi, jika pengusaha tidak mengetahui bahwa mudharabah telah dibatalkan, pengusaha (mudharib) dibolehkan untuk tetap mengusahakannya.10
b. Salah Seorang Aqid Meninggal Dunia
Ulama Malikiyah berpendapat bahwa mudharabah tidak batal dengan meninggalnya salah seorang yang melakukan akad, tetapi dapat diserahkan kepada ahli warisnya, jika dapat dipercaya.
c. Salah Seorang Aqid Gila
Jumhur ulama berpendapat bahwa gila membatalkan mudharabah, sebab gila atau sejenisnya membatalkan keahlian dalam mudharabah.
d. Pemilik Modal Murtad
(14)
Apabila pemilik modal murtad (keluar dari Islam) atau terbunuh dalam keadaan murtad, atau bergabung dengan musuh serta telah diputuskan oleh hakim atas pembelotannya, menurut Imam Abu Hanifah, hal itu membatalkan
mudharabah sebab bergabung dengan musuh sama saja dengan mati. e. Modal Rusuk di Tangan Pengusaha
Jika harta rusak sebelum dibelajakan, mudharabah menjadi batal. Hal ini karena modal harus dipegang oleh pengusaha. Jika modal rusak, mudharabah batal.
C. AL-MUZARA’AH (HARVEST-YIELD PROFIT SHARING) 1. Pengertian al-muzara’ah
Al-Muzara’ah adalah kerja sama pengelolahan pertanian antara pemilik lahan dan penggarap, di mana pemilik lahan memberikan lahan pertanian kepada si penggarap untuk ditanmi dan dipelihara dengan imbalan bagian tertentu (persentase) dari hasil panen.11 Al-muzara’ah seringkali diidentikan dengan mukhabarah. Diantara keduannya terdapat sedikit perbedaan sebagai mana pada akad Muzara’ah benih dari pemilik lahan sedangkan akad Mukhabarah benih dari penggarap.
2. Landasan Syariah a. Al-Hadits
Diriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah saw pernah memberikan tanah Khabair kepada penduduknya (waktu itu mereka masiih Yahudi) untuk digarap dengan imbalan pembagian hasil buah-buahan dan tanaman.
Diriwayatkan oleh Bukhari dari Jabir yang mengatakan bahwa bangsa senantiasa mengelolah tanahnya secara muzara’ah dengan rasio bagi hasil 1/3:2/3, 1/4:3/4, 1/2:1/2, maka RAsulullah pun bersabd, “Hendaklah menanami atau menyerahkan untuk digarap. Barangsiapa tidak melakukan salah satu dari keduanya, tahanlah tanahnya.’’.
b. Ijma
Bukhari mengatakan bahwa telah berkata Abu Jafar, “Tidak ada satu rumahpun di Mdinh kecuali penghuninya mengelola tanah secara muzara’ah dengan
(15)
pembagian hasil 1/3 dan 1/4. Hal ini telah dilakukan oleh Syyidina Ali, Sa’ad bin Abi Waqash, Ibnu Mas’ud, Umar bin Abdul Azis, Qasim, Urwah, keluarga Abu Bakar, dan keluarga Ali.12
c. Penjelasan
Dalam konteks ini, lembaga keuangan Islam dapat memberi pembiayaan bagi nasabah yang bergerak dalam bidang plantation atas dasar prinsip bagi hasil dari hasil panen.
D. AL- MUSAQAH (PLANTATION MANAGEEMEN FEE BASED ON CERTAIN PORTION OF YIELD)
1. Pengertian al-musaqah
Al-Musaqah adalah bentuk yang lebih sederhana dari muzara’ah dimana si penggarap hanya bertanggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan sebagi imbalan, si penggarap berhak atas nisbah tertentu dari hasil panen.13
2. Landasan Syariah a. Al-Hadits
Ibnu Umar berkata bahwa Rasulullah saw. pernah memberikan tanah dan tanaman kurma di Khaibar kepada Yahudi Khaibar untuk dipelihara dengan mempergunakan peralatan dan dana mereka. Sebagai imbalan, mereka memperoleh persentase tertentu dari hasil panen.
b. Ijma
Abu Ja’far Muhammad bin Ali bin Husain bin Ali bin Abu Thalib r.a. berkata bahwa Rasulullah saw. telah menjadikan penduduk Khaibar sebagai penggarap dan pemelihara atas dasar bagi hasil. Hal ini dilanjutkan oleh Abu BAkar, Umar, Ali, serta keluarga-keluarga mereka sampai hari ini dengan rasio 1/3 dan 1/4. Semua telah dilakukan oleh Khulafa ar-Rasyidin pada zaman pemerintahannya dan semua pihak telah mengetahuinya, tetapi taka da seorang pun yang menyanggahnya. Berarti, ini dalah suatu ijma sukuti (consensus) dari umat.”
E. AL- MUSYARAKAH (SYIRKAH)
12 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik (Jakarta: Gema Insani Press,2001), 99.
(16)
1. Pengertian Syirkah
Syirkah secara bahasa berarti al-ikhtilath yang artinya percampuran, yaitu bercampurnya dua harta bagian secara utuh sehingga tidak dapat lagi dibedakan mana harta bagian yang satu dari harta bagian yang lain.14
Secara syara’ syirkah adalah aqad antara dua orang atau lebih yang bersepakat untuk melakukan aktivitas yang menggunakan harta dengan maksud memperoleh keuntungan.15Adapun pengertian syirkah menurut para ulama, antar lain :
Pertama, menurut Ulama Hanafiah yaitu : akad antara dua orang yang berserikat pada pokok harga (modal) dan keuntungannya.16
Kedua, menurut Ulama Malikiah yaitu : Izin untuk bertindak secara hukum, bagi dua orang yang bekerja sama terhadap harta mereka.
Ketiga, menurut Ulama Syafi’iyah yaitu : Ketetapan hak pada sesuatu yang dimiliki dua orang atau lebih dengan cara yang mahsyur (diketahui)
Apabila diperhatikan dari menurut kumpulan ulama diata, sebenarnya perbedaannya hanya terlepat pada redaksional saja namun secara esensial prinsipnya sama yaitu bentuk kerja sama anatara dua atau lebih dalam sebuah usaha dan konsekuensi keuntungan dan kerugian yang ditanggung secara bersama.17
2. Dasar Hukum Syirkah a. Menurut Al-Quran
1) Shad : 24
Artinya : Daud berkata: "Sesungguhnya Dia telah berbuat zalim kepadamu dengan meminta kambingmu itu untuk ditambahkan kepada kambingnya. dan
14 M. Noor Harisudin, Fiqih Muamalah 1 (Surabaya: Pena Salsabila, 2014),50.
15 M. Noor Harisudin, Fiqih Muamalah 1 (Surabaya: Pena Salsabila, 2014),50. 16 Qomarul Huda, Fiqh Muamalah (Yogyakarta: Teras, 2011), 78.
(17)
Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh; dan Amat sedikitlah mereka ini". dan Daud mengetahui bahwa Kami mengujinya; Maka ia meminta ampun kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud dan bertaubat.
2) An-Nisa : 12
....
....
Artinya : “ ...Maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu,.. ” 3) Al Mumtahnah : 8
اوطق سإقنتقوذ منهقورصقبذتذ نأذ منكقرإايذدإ نمصإ مكقوجقرإخنيق منلذوذ نإيدصإلا يفإ منكقولقتإاقذيق منلذ نذيذإلصذا نإعذ هقلصذلا مقكقاهذننيذﻻ
نذيطإسإقنمقلنا بصقحإيق هذلصذلا نصذإإ منهإينلذإإ
Artinya: Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.
b. Menurut Hadist
ََثثللاثَ انَأَ هثللَلاَ لَاقَ ملسو هيلع هللا ىلص هلللَلاَ لثوسثرَ لَاقَ لَاقَ هنع هللا يضر ةَرَييرَهث يبلأَ نيعَ : ) :
, ( ,
مثكلاحَلياَ هثحَحلَصَوَ دَوثادَ وبثأَ هثاوَرَ امَهلنلييبَ نيمل تثجيرَخَ نَاخَ اذَإلفَ هثبَحلاصَ امَهثدثحَأَ نيخثيَ ميلَ امَ نلييكَيرلشلَلاَ Artinya: “Dari Abu Hurairah yang dirafa’kan kepada Nabi SAW bahwa Nabi SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah SWT berfirman, “Aku adalah yang ketiga pada dua orang yang bersekutu, selama salah seorang dari keduanya tidak mengkhianati temannya, Aku akan keluar dari persekutuan tersebut apabila salah seorang menghianatinya.”
Syirkah hukumnya mubah. Ini berdasarkan dalil hadith Nabi s.a.w berupa taqrir terhadap syirkah. Pada saat Baginda diutus oleh Allah sebagai nabi, orang-orang pada masa itu telah bermuamalahdengan cara ber-syirkah dan Nabi Muhammad SAW membenarkannya.
Imam Bukhari juga meriwayatkan bahwa Aba Manhal pernah mengatakan, “Aku dan rekan pembagianku telah membeli sesuatu dengan cara tunai dan utang. ”Lalu kami didatangi oleh Al Barra’bin azib. Kami lalu bertanya kepadanya. Dia
(18)
menjawab, “Aku dan rekan kongsiku, Zaiq bin Arqam, telah mengadakan pembagian. Kemudian kami bertanya kepada Nabi SAW tentang tindakan kami. Baginda menjawab: “Barang yang (diperoleh) dengan cara tunai silahkan kalian ambil. Sedangkan yang (diperoleh) secara utang, silalah kalian bayar”. Hukum melakukan syirkah dengan kafir Zimmi Hukum melakukan syirkah dengan kafir zimmi juga adalah mubah. Imam Muslim pernah meriwayatkan dari Abdullah bin Umar yang mengatakan: “Rasulullah SAW pernah memperkerjakan penduduk khaibar (penduduk Yahudi) dengan mendapat bagian dari hasil tuaian buah dan tanaman”.
3. Macam-macam Syirkah
Syirkah terbagi menjadi dua, yaitu syrikah amlak (kepemilikan) dan syirkah uqud (kontrak).18 Syirkah amlak yaitu syirkah yang bersifat memaksa dalam hukum positif, sedagkan syirkah uqud yaitu syirkah yang bersifat ikhtiariyah (pilihan sendiri). a. Syirkah Amlak
Syirkah amlak adalah dua orang atau lebih yang memiliki barang tanpa adanya akad baik bersifat ikhtiari atau jabari.19 Artinya barang yang dimiliki oleh dua orang atau lebih tanpa adanya akad. Syirkah amlak dibagi menjadi dua, yaitu :
1) Syirkah Ikhtiar (suka rela)
Syirkah ikhtiar adalah syirkah yang muncul karena adanya kontrak dengandua orang.20 Seperti dua orang yang sepakat membeli suatu barang atau keduanya menerima barang hibah, wasiat, atau wakaf dari orang lain maka benda-benda itu menjadi harta serikat (bersama).
2) Syirkah Ijbar (paksaan)
Syirkah ijbar adalah syirkah yang ditetapkan kepada dua orang atau lebih yang bukan didasarkan atas perbuatan keduanya.21 Seperti harta warisan yang mereka terima dari orang tuanya.
Hukum kedua jenis syirkah ini adalah salah seorang yang bersekutu (kelompok) seolah-olah sebagai orang lain dihadapan sekutunya. Maka dari itu, salah seorang diantara mereka tidak boleh mengolah (tasharruf) harta syirkah
18 Ghufron Ihsan, Fiqh Muamalah (Jakarta: CV Nuansa Aulia, 2010),128.
19 M. Noor Harisudin, Fiqih Muamalah 1 (Surabaya: Pena Salsabila, 2014),60.
20 Rachmat Syafe’i, Fiqih Muamalah, (Bandung: C.V Pustaka Setia,2001),187.
(19)
tersebut tanpa ada izin dari teman sekutunya, karena keduanya tidak punya wewenang unutk menentukan bagian masing-masing.
b. Syirkah Uqud
Syirkah uqud adalah dua orang atau lebih yang melakukan akad untuk kerjasama (berserikat berdasarkan suatu akad) dalam modal keuntungan.22 Artinya, kerjasama ini didahului oleh transaksi dalam penanaman modal dan kesepakatan pembagian keuntungan. Macam-macam syirkah uqud, anatara lain :
1) Syirkah Inan
Kesepaktan antara dua orang dalam harta milik untuk berdagang secara bersama-sama dan membagi laba atau kerugian bersama-sama. 23Dalam syirkah ini boleh salah satu pihak memiliki modal yang lebih besar dari pihak lainnya. Dengan hal ini, beban tanggung jawab dan kerja, boleh satu pihak bertanggung jawab penuh sedangkan pihak lain tidak.Dalam syirkah ini, disyaratkan modalnya harus berupa uang (nuqûd); sedangkan barang (‘urûdh), misalnya rumah atau mobil, tidak boleh dijadikan modal syirkah, kecuali jika barang itu dihitung nilainya (qîmah al-‘urûdh) pada saat akad. Keuntungan dibagi sesuai presentase yang telah disepakati sebelumnya. Jika mengalami kerugian ditanggung bersama dilihat dari presentasi modal.Jika masing modalnya 50%, maka masing-masing menanggung kerugian sebesar 50%.
Diriwayatkan oleh Abdur Razaq dalam kitab Al-Jâmi’, bahwa Ali bin Abi Thalib ra. pernah berkata, "Kerugian didasarkan atas besarnya modal, sedangkan keuntungan didasarkan atas kesepakatan mereka (pihak-pihak yang bersyirkah)." 2) Syirkah al-Abdan
Perserikatan dalam bentuk kerja yang hasilnya dibagi bersama sesuai kesepakatan.24 Artinya, dalam syirkah ini tidak disyaratkan memiliki kesamaan profesi atau keahlian, tetapi boleh berbeda profesi. Kesepakatandua orang atau lebih untuk menerima sesuatu pekerjaan tukang besi, kuli angkut, tukang jahit, dan sebagainya. Tujuan syirkah ini mencari keuntungan dengan modal pekerjaan bersama.
22 M. Noor Harisudin, Fiqih Muamalah 1 (Surabaya: Pena Salsabila, 2014),60.
23 M. Noor Harisudin, Fiqih Muamalah 1 (Surabaya: Pena Salsabila, 2014),61.
(20)
3) Syirkah Mudharabah
Syirkah mudhârabah adalah syirkah antara dua pihak atau lebih dengan ketentuan, satu pihak memberikan konstribusi kerja (‘amal), sedangkan pihak lain memberikan konstribusi modal (mal).25 Istilah mudhârabah dipakai oleh ulama Irak, sedangkan ulama Hijaz menyebutnya qirâdh.
Hukum syirkah mudhârabah adalah jâ’iz (boleh) berdasarkan dalil as-Sunnah (taqrir Nabi Saw) dan Ijma Sahabat. Dalam syirkah ini, kewenangan melakukan tasharruf hanyalah menjadi hak pengelola (mudharib/‘amil). Pemodal tidak berhak turut campur dalam tasharruf. Namun demikian, pengelola terikat dengan syarat-syarat yang ditetapkan oleh pemodal.
Jika ada keuntungan, ia dibagi sesuai kesepakatan di antara pemodal dan pengelola modal, sedangkan kerugian ditanggung hanya oleh pemodal. Sebab, dalam mudhârabah berlaku hukum wakalah (perwakilan), sementara seorang wakil tidak menanggung kerusakan harta atau kerugian dana yang diwakilkan kepadanya. Namun demikian, pengelola turut menanggung kerugian, jika kerugian itu terjadi karena kesengajaannya atau karena melanggar syarat-syarat yang ditetapkan oleh pemodal.
4) Syirkah Wujuh
Disebut syirkah wujûh karena didasarkan pada kedudukan, ketokohan, atau keahlian (wujûh) seseorang di tengah masyarakat. Syirkah mudhârabah adalah syirkah antara dua pihak atau lebih dengan ketentuan, satu pihak memberikan konstribusi kerja (‘amil), sedangkan pihak lain memberikan konstribusi modal (mâl). Dalam hal ini, pihak A dan B adalahtokoh masyarakat. Syirkah semacam ini hakikatnya termasuk dalam syirkah mudhârabah sehingga berlaku ketentuan-ketentuan syirkah mudhârabah padaumumnya.
Bentuk kedua syirkah wujûh adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang ber-syirkah dalam barang yang mereka beli secara kredit, atas dasar kepercayaan pedagang kepada keduanya, tanpa konstribusi modal dari masing-masing pihak.
5) Syirkah Mufawidah
(21)
Kesepakatan dimana modal sesuai pihak dan bentuk kerjasama yang mereka lakukan baik kualitas, kuantitasnya harus sama dan keuntungannya dibagi rata.26 Dalam syirkah mufawidah ini masing-masing pihak harus sama-sama bekerja. Hal yang terpenting dalam syirkah ini yaitu modal, kerja maupun keuntungan merupakan hak dan kewajiban yang sama.
4. Syarat-syarat Syirkah Uqud a. Syarat Syirkah Uqud
Menurut ulama Hanafiyah syarat syirkah uqud tebagi dua macam, yaitu umum dan khusus.27 Adapun syarat umum syirkah uqud, antara lain :
1) Dapat dipandang sebagai perwakilan.
2) Ada kejelasan dalam pembagian keuntungan. 3) Laba meurpakan bagian (juz) umum dari sunnah. 4) Syarat Khusus pada Syirkah Amwal
Sedangkan, syarat khusus pada syirkah amwal baik pada syirkah inan maupun mufawidah adalah berikut ini :
1) Modal syirkah harus ada dan jelas
2) Modal harus bernilai atau berharga secar mutlak
3) Syarat Khusus Syirkah Mufawidah
b. Syarat Syirkah Mufawidah
Ulama Hanafiyah menyebutkan beberapa syarat khusus pada syirkah mufawidah, diantaranya :
1) Setiap aqid (yang akad) harus ahli dalam perwakilan dan jaminan, yakni keduanya harus merdeka telah baligh, berakal, sehat dan dewasa.
2) Ada kesamaan modal dari segi ukuran, harga awal dan akhir.
3) Adapun yang pantas menjadi modal dari salah seorang yang bersekutu dimaukkan dalam perfungsian.
4) Ada kesamaan dalam pebagian keuntungan.
26 M. Noor Harisudin, Fiqih Muamalah 1 (Surabaya: Pena Salsabila, 2014),62. 27 Rachmat Syafe’i, Fiqih Muamalah, (Bandung: C.V Pustaka Setia,2001),193.
(22)
5) Ada kesamaan dalam berdagang. Tidakboleh dikhususkan pada seorang atas saja, juga tidak bersifat dengan orang kafir.
c. Syarat Syirkah A’mal
Jika syirkah berbentuk mufawidah, harus memenuhi syarat mufawidah. Tapi jika berbentuk syirkah inan, hanya disyaratkan ahli dalam perwakilan saja.
Namun demikian, jika pekerjaan membutuhkan alat itu dipakai oleh salah seorang aqid, hal itu tidak berpengaruh terhadap syirkah. Akan tetapi, jika membutuhkan kepada orang lain, pekerjaan itu menjadi tanggung jawab yang menyuruh dan perkongsian dipandang rusak.28
d. Syarat Syirkah Wujuh
Apabila syirkah ini berbentuk mufawidah, hendaklah yang bersekutu itu ahli dalam memberikan jaminan dan masing-masing harus memiliki setengah harga yang dibeli. Selain itu, keuntungan dibagi dua dan ketika akad harus menggunakan kata mufawidah.
Namun jika syirkah berbentuk inan, tidak disyaratkan harus memenuhi persyaratan yang adadan dibolehkan salah seorang aqid melebihi yang lain. Hanya saja, keuntungan harus didasarkan pada tanggungan. Jika meminta lebih, akan batal. 29
5. Karakteristik Akad Syirkah
Dalam akad ini dikenal adanya karakteristik yang membedakan dengan akad-akad yang lain, yaitu :
a. Para mitra (syarik) bersama-sama menyediakan dana untuk mendanai suatu usaha, baik yang sudah berjalan maupun yang baru. Selanjutnya mitra dapat mengembalikan dana awal dan membagi hasil yang tela disepakati.30
b. Investasi musyarakah dapat diberikan dalam bentuk kas, setara kas atau aset nonkas, termasuk aset tak berwujud, seperti lisensi dan hak paten.
c. Karena setiap mitra tidak dapat menjamin dana mitra lainnya, setiap mitra dapat meminta mitra lainnya untuk menyediakan jaminan atas kelalaian atau kesalahan yang disengaja.
28 M. Noor Harisudin, Fiqih Muamalah 1 (Surabaya: Pena Salsabila, 2014),64.
29 M. Noor Harisudin, Fiqih Muamalah 1 (Surabaya: Pena Salsabila, 2014),65. 30M. Noor Harisudin, Fiqih Muamalah 1 (Surabaya: Pena Salsabila, 2014),65.
(23)
Beberapa hal yang menunjukkan adanya kesalahan, ialah :
1) Pelanggaran terhadap akad antara lain penyalahgunaan dana investasi, manipulasi biaya, dan pendapatan operasional.
2) Pelaksanaan yang tidak sesuai dengan prinsip syariah.
3) Jika tidak terdapat kesepakatan antara pihak yang bersengketa, kesalahan yang disengaja harus dibuktikan berdasarkan keputusan institusi yang berwenang.
4) Pendapatan usaha musyarakah dibagi diantara para mitra secara proporsional sesuai dengan dana yang disetorkan atau sesuai nisbah yang telah disepakati oleh para mitra. Sedangkan rugi dibebankan secara proporsional sesuai dengan dana yang disetorkan.
5) Jika salah satu mitra memberikan kontribusi atau nilai lebih dari mitra lainnya dalam akad musyrakah, mitra tersebut dapat memperoleh keuntungan lebih besar untuk dirinya. Bentuk keuntungan lebih tersebut dapat berupa pemberian porsi dananya atau bentuk tambahan keuntungan lainnya.
6) Porsi jumlah bagi hasil untuk para mitra ditentukan berdasarkan nisbah yang disepakati dari pendapatan usaha yang diperoleh selam periode akad bukan dari jumlah investasi yang disalurkan.
7) Pengelola musyarakah mengadminitrasikan transaksi usaha yang terkait dengan investasi musyarakah yang dikelola dalam pembukuan tersendiri.
6. Berakhirnya Akad Syirkah
Beberapa hal yang dapat membatalkan syirkah secara umum, antara lain : a. Salah satu pihak mengundurkan diri.
b. Salah satu pihak yang berserikat meninggal dunia.
c. Salah satu pihak kehilangan kecakapan bertindak hukum.
Sementara, pembatalan syirkah secara khusus sebagian syirkah, anatara lain : a. Harta syirkah rusak dan tidak ada kesamaan modal
Para mitra (syarik) bersama-sama menyediakan dana untuk mendanai suatu usaha, baik yang sudah berjalan maupun yang baru. Selanjutnya mitra dapat mengembalikan dana awal dan membagi hasil yang tela disepakati.31
(24)
Investasi musyarakah dapat diberikan dalam bentuk kas, setara kas atau aset nonkas, termasuk aset tak berwujud, seperti lisensi dan hak paten.
Karena setiap mitra tidak dapat menjamin dana mitra lainnya, setiap mitra dapat meminta mitra lainnya untuk menyediakan jaminan atas kelalaian atau kesalahan yang disengaja. Beberapa hal yang menunjukkan adanya kesalahan, ialah :
1) Pelanggaran terhadap akad antara lain penyalahgunaan dana investasi, manipulasi biaya, dan pendapatan operasional.
2) Pelaksanaan yang tidak sesuai dengan prinsip syariah.
Jika tidak terdapat kesepakatan antara pihak yang bersengketa, kesalahan yang disengaja harus dibuktikan berdasarkan keputusan institusi yang berwenang. Pendapatan usaha musyarakah dibagi diantara para mitra secara proporsional sesuai dengan dana yang disetorkan atau sesuai nisbah yang telah disepakati oleh para mitra. Sedangkan rugi dibebankan secara proporsional sesuai dengan dana yang disetorkan.
Jika salah satu mitra memberikan kontribusi atau nilai lebih dari mitra lainnya dalam akad musyarakah, mitra tersebut dapat memperoleh keuntungan lebih besar untuk dirinya. Bentuk keuntungan lebih tersebut dapat berupa pemberian porsi dananya atau bentuk tambahan keuntungan lainnya.
Porsi jumlah bagi hasil untuk para mitra ditentukan berdasarkan nisbah yang disepakati dari pendapatan usaha yang diperoleh selam periode akad bukan dari jumlah investasi yang disalurkan. Pengelola musyarakah mengadminitrasikan transaksi usaha yang terkait dengan investasi musyarakah yang dikelola dalam pembukuan tersendiri.32
(25)
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan
Al-mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara duaa pihak diamana pihak pertama (Shohibul maal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian si pengelola, si pengelolaa harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut. Al-Muzara’ah adalah kerja sama pengelolahan pertanian antara pemilik lahan dan penggarap, di mana pemilik lahan memberikan lahan pertanian kepada si penggarap untuk ditanmi dan dipelihara dengan imbalan bagian tertentu (persentase) dari hasil panen. Al-Musaqah adalah bentuk yang lebih sederhana dari muzara’ah dimana si penggarap hanya bertanggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan sebagi imbalan, si penggarap berhak atas nisbah tertentu dari hasil panen. Al-Musyarakah yaitu bercampurnya dua harta bagian secara utuh sehingga tidak dapat lagi dibedakan mana harta bagian yang satu dari harta bagian yang lain. Secara syara’ syirkah adalah aqad antara dua orang atau lebih yang bersepakat untuk melakukan aktivitas yang menggunakan harta dengan maksud memperoleh keuntungan.
(26)
DAFTAR PUSTAKA
Antonio, Muhammad Syafi’i. 2011.Bank Syariah Dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani Press
Harisudin, Noor. 2014.Fiqih Muamalah 1.Surabaya: Pena Salsabila Huda, Qomarul. 2011.Fiqh Muamalah.Yogyakarta: Teras
Ihsan, Ghufron.2010.Fiqh MuamalaH.Jakarta: CV Nuansa Aulia
Kasmir.2014.Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya.Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Muhammad. 2005. Bank Syari’ah Problem dan Prospek Perkembangan di Indonesia.
Yogyakarta: Graha Ilmu
(1)
Kesepakatan dimana modal sesuai pihak dan bentuk kerjasama yang mereka lakukan baik kualitas, kuantitasnya harus sama dan keuntungannya dibagi rata.26 Dalam syirkah mufawidah ini masing-masing pihak harus sama-sama bekerja. Hal yang terpenting dalam syirkah ini yaitu modal, kerja maupun keuntungan merupakan hak dan kewajiban yang sama.
4. Syarat-syarat Syirkah Uqud
a. Syarat Syirkah Uqud
Menurut ulama Hanafiyah syarat syirkah uqud tebagi dua macam, yaitu umum dan khusus.27 Adapun syarat umum syirkah uqud, antara lain :
1) Dapat dipandang sebagai perwakilan.
2) Ada kejelasan dalam pembagian keuntungan. 3) Laba meurpakan bagian (juz) umum dari sunnah. 4) Syarat Khusus pada Syirkah Amwal
Sedangkan, syarat khusus pada syirkah amwal baik pada syirkah inan maupun mufawidah adalah berikut ini :
1) Modal syirkah harus ada dan jelas
2) Modal harus bernilai atau berharga secar mutlak
3) Syarat Khusus Syirkah Mufawidah
b. Syarat Syirkah Mufawidah
Ulama Hanafiyah menyebutkan beberapa syarat khusus pada syirkah mufawidah, diantaranya :
1) Setiap aqid (yang akad) harus ahli dalam perwakilan dan jaminan, yakni keduanya harus merdeka telah baligh, berakal, sehat dan dewasa.
2) Ada kesamaan modal dari segi ukuran, harga awal dan akhir.
3) Adapun yang pantas menjadi modal dari salah seorang yang bersekutu dimaukkan dalam perfungsian.
4) Ada kesamaan dalam pebagian keuntungan.
26 M. Noor Harisudin, Fiqih Muamalah 1 (Surabaya: Pena Salsabila, 2014),62.
(2)
5) Ada kesamaan dalam berdagang. Tidakboleh dikhususkan pada seorang atas saja, juga tidak bersifat dengan orang kafir.
c. Syarat Syirkah A’mal
Jika syirkah berbentuk mufawidah, harus memenuhi syarat mufawidah. Tapi jika berbentuk syirkah inan, hanya disyaratkan ahli dalam perwakilan saja.
Namun demikian, jika pekerjaan membutuhkan alat itu dipakai oleh salah seorang aqid, hal itu tidak berpengaruh terhadap syirkah. Akan tetapi, jika membutuhkan kepada orang lain, pekerjaan itu menjadi tanggung jawab yang menyuruh dan perkongsian dipandang rusak.28
d. Syarat Syirkah Wujuh
Apabila syirkah ini berbentuk mufawidah, hendaklah yang bersekutu itu ahli dalam memberikan jaminan dan masing-masing harus memiliki setengah harga yang dibeli. Selain itu, keuntungan dibagi dua dan ketika akad harus menggunakan kata mufawidah.
Namun jika syirkah berbentuk inan, tidak disyaratkan harus memenuhi persyaratan yang adadan dibolehkan salah seorang aqid melebihi yang lain. Hanya saja, keuntungan harus didasarkan pada tanggungan. Jika meminta lebih, akan batal. 29
5. Karakteristik Akad Syirkah
Dalam akad ini dikenal adanya karakteristik yang membedakan dengan akad-akad yang lain, yaitu :
a. Para mitra (syarik) bersama-sama menyediakan dana untuk mendanai suatu usaha, baik yang sudah berjalan maupun yang baru. Selanjutnya mitra dapat mengembalikan dana awal dan membagi hasil yang tela disepakati.30
b. Investasi musyarakah dapat diberikan dalam bentuk kas, setara kas atau aset nonkas, termasuk aset tak berwujud, seperti lisensi dan hak paten.
c. Karena setiap mitra tidak dapat menjamin dana mitra lainnya, setiap mitra dapat meminta mitra lainnya untuk menyediakan jaminan atas kelalaian atau kesalahan yang disengaja.
28 M. Noor Harisudin, Fiqih Muamalah 1 (Surabaya: Pena Salsabila, 2014),64.
29 M. Noor Harisudin, Fiqih Muamalah 1 (Surabaya: Pena Salsabila, 2014),65. 30M. Noor Harisudin, Fiqih Muamalah 1 (Surabaya: Pena Salsabila, 2014),65.
(3)
Beberapa hal yang menunjukkan adanya kesalahan, ialah :
1) Pelanggaran terhadap akad antara lain penyalahgunaan dana investasi, manipulasi biaya, dan pendapatan operasional.
2) Pelaksanaan yang tidak sesuai dengan prinsip syariah.
3) Jika tidak terdapat kesepakatan antara pihak yang bersengketa, kesalahan yang disengaja harus dibuktikan berdasarkan keputusan institusi yang berwenang.
4) Pendapatan usaha musyarakah dibagi diantara para mitra secara proporsional sesuai dengan dana yang disetorkan atau sesuai nisbah yang telah disepakati oleh para mitra. Sedangkan rugi dibebankan secara proporsional sesuai dengan dana yang disetorkan.
5) Jika salah satu mitra memberikan kontribusi atau nilai lebih dari mitra lainnya dalam akad musyrakah, mitra tersebut dapat memperoleh keuntungan lebih besar untuk dirinya. Bentuk keuntungan lebih tersebut dapat berupa pemberian porsi dananya atau bentuk tambahan keuntungan lainnya.
6) Porsi jumlah bagi hasil untuk para mitra ditentukan berdasarkan nisbah yang disepakati dari pendapatan usaha yang diperoleh selam periode akad bukan dari jumlah investasi yang disalurkan.
7) Pengelola musyarakah mengadminitrasikan transaksi usaha yang terkait dengan investasi musyarakah yang dikelola dalam pembukuan tersendiri.
6. Berakhirnya Akad Syirkah
Beberapa hal yang dapat membatalkan syirkah secara umum, antara lain : a. Salah satu pihak mengundurkan diri.
b. Salah satu pihak yang berserikat meninggal dunia.
c. Salah satu pihak kehilangan kecakapan bertindak hukum.
Sementara, pembatalan syirkah secara khusus sebagian syirkah, anatara lain : a. Harta syirkah rusak dan tidak ada kesamaan modal
Para mitra (syarik) bersama-sama menyediakan dana untuk mendanai suatu usaha, baik yang sudah berjalan maupun yang baru. Selanjutnya mitra dapat mengembalikan dana awal dan membagi hasil yang tela disepakati.31
(4)
Investasi musyarakah dapat diberikan dalam bentuk kas, setara kas atau aset nonkas, termasuk aset tak berwujud, seperti lisensi dan hak paten.
Karena setiap mitra tidak dapat menjamin dana mitra lainnya, setiap mitra dapat meminta mitra lainnya untuk menyediakan jaminan atas kelalaian atau kesalahan yang disengaja. Beberapa hal yang menunjukkan adanya kesalahan, ialah :
1) Pelanggaran terhadap akad antara lain penyalahgunaan dana investasi, manipulasi biaya, dan pendapatan operasional.
2) Pelaksanaan yang tidak sesuai dengan prinsip syariah.
Jika tidak terdapat kesepakatan antara pihak yang bersengketa, kesalahan yang disengaja harus dibuktikan berdasarkan keputusan institusi yang berwenang. Pendapatan usaha musyarakah dibagi diantara para mitra secara proporsional sesuai dengan dana yang disetorkan atau sesuai nisbah yang telah disepakati oleh para mitra. Sedangkan rugi dibebankan secara proporsional sesuai dengan dana yang disetorkan.
Jika salah satu mitra memberikan kontribusi atau nilai lebih dari mitra lainnya dalam akad musyarakah, mitra tersebut dapat memperoleh keuntungan lebih besar untuk dirinya. Bentuk keuntungan lebih tersebut dapat berupa pemberian porsi dananya atau bentuk tambahan keuntungan lainnya.
Porsi jumlah bagi hasil untuk para mitra ditentukan berdasarkan nisbah yang disepakati dari pendapatan usaha yang diperoleh selam periode akad bukan dari jumlah investasi yang disalurkan. Pengelola musyarakah mengadminitrasikan transaksi usaha yang terkait dengan investasi musyarakah yang dikelola dalam pembukuan tersendiri.32
(5)
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan
Al-mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara duaa pihak diamana pihak pertama (Shohibul maal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian si pengelola, si pengelolaa harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut. Al-Muzara’ah adalah kerja sama pengelolahan pertanian antara pemilik lahan dan penggarap, di mana pemilik lahan memberikan lahan pertanian kepada si penggarap untuk ditanmi dan dipelihara dengan imbalan bagian tertentu (persentase) dari hasil panen. Al-Musaqah adalah bentuk yang lebih sederhana dari muzara’ah dimana si penggarap hanya bertanggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan sebagi imbalan, si penggarap berhak atas nisbah tertentu dari hasil panen. Al-Musyarakah yaitu bercampurnya dua harta bagian secara utuh sehingga tidak dapat lagi dibedakan mana harta bagian yang satu dari harta bagian yang lain. Secara syara’ syirkah adalah aqad antara dua orang atau lebih yang bersepakat untuk melakukan aktivitas yang menggunakan harta dengan maksud memperoleh keuntungan.
(6)
DAFTAR PUSTAKA
Antonio, Muhammad Syafi’i. 2011.Bank Syariah Dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani Press
Harisudin, Noor. 2014.Fiqih Muamalah 1.Surabaya: Pena Salsabila
Huda, Qomarul. 2011.Fiqh Muamalah.Yogyakarta: Teras
Ihsan, Ghufron.2010.Fiqh MuamalaH.Jakarta: CV Nuansa Aulia
Kasmir.2014.Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya.Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Muhammad. 2005. Bank Syari’ah Problem dan Prospek Perkembangan di Indonesia.
Yogyakarta: Graha Ilmu