BAHAN MODUL 4

(1)

BAHAN MODUL 4

KELAINAN KORTEKS ADRENAL HYPERFUNGSI dari CORTEX ADRENAL Kelebihan kortisol dikaitkan dengan sindrom Cushing; kelebihan aldosteron menyebabkan aldosteronism; dan kelebihan androgen menyebabkan virilism adrenal. Sindrom ini tidak selalu timbul dalam bentuk yang murni. Tetapi mempunyai gambaran yang sering overlapping atau tumpang tindih. 1

CUSHING’S SYNDROME

Etiology

Cushing digambarkan sebagai sindrom yang mempunyai karakteristik dengan obesitas trunkal, hipertensi, kelelahan, amenorrhea, hirsutism, striae abdomina, edema, glukosuria, osteoporosis, dan tumor basofilik pituary. Sebagai dari kehati-hatian; sindrom ini telah meningkat, diagnosis sindrom cushing telah diperlebar kedalam klasifikasi yang ditunjukkan dalam tabel 1. Dengan tanpa melihat etiologi, semua kasus dari sindrom Cushing sesuai menurut peningkatan produksi kortisol oleh adrenal. Dalam kebanyakan kasus, penyebabnya adalah bilateral adrenal hyperplasia karena hipersekresi dari ACTH pituary atau produksi ektopik ACTH oleh sumber non pituary. 1

Insiden dari hiperplasia tergantung pituary adalah tiga kali lebih besar pada wanita dibandingkan pria, dan lebih seringnya pada onset umur 30-40 tahunan. Kebanyakan bukti mengindikasikan bahwa defek primer adalah perkembangan De Novo dari adenoma pituary, tumor yang ditemukan pada > 90% pasien dengan hiperplasia adrenal tergantung-pituary. 1

Secara alternative, defek ini adakalanya terletak di hipotalamus atau pusat neural yang lebih tinggi, menyebabkan pelepasan CRH yang tidak diperlukan terhadap kadar kortisol

yang bersirkulasi. Defek primer ini menimbulkan stimulasi berlebihan dari pituary, menghasilkan hiperplasia atau formasi tumor. Dalam beberapa seri pembedahan, kebanyakan individu dengan hipersekresi ACTH pituary ditemukan untuk mempunyai mikroadenoma (<10 mm dalam diameter; 50% 10 mm) atau hiperplasia difus dari sel kortikotropik yang dapat ditemukan. Secara tradisional, hanya individu yang mempunyai tumor pituary penghasil ACTH disebut sebagai penyakit Cushing, dimana sindrom Suching ditujukan untuk semua penyebab dari kelebihan kortisol : tumor eksogen ACTH, tumor adrenal, tumor mensekresi ACTH pituary, atau pengobatan glukortikoid yang berlebihan. 2

Sindrom ACTH ektopik disebabkan oleh tumor nonpituari yang disekresi baik ACTH dan atau CRH serta penyebab hiperplasia adrenal bilateral. Produksi ektopik dari CRH menghasilkan dalam klinis, biokimia, dan penampakan radiologis yang dapat dibedakan dari penyebab hipersekresi dari ACTH pituary. Tanda yang sering dan gejala dari sindrom Cushing dapat tidak ada atau minimal dengan produksi ACTH ektopik, dan alkalosis hipokalemik dengan manifestasi prominent. Kebanyakan dari kasus ini dikaitkan dengan sel kecil primitif tipe karsinoma bronkogenik atau dengan tumor karsinoid dari thymus, pankreas atau ovarium; karsinoma medulla tiroid; atau adenoma bronkhial. 2

Onset dari sindrom cushing dapat mendadak, terutama pada pasien dengan karsinoma paru, dan penampakkan ini timbul dalam bagiam pasien untuk menunjukkan manifestasi klasik. Dilain sisi, pasien dnegan tumor karsinoid atau feokromositoma mempunyai gejala klinis yang lebih lama dan biasanya biasanya menampakkan cushingoid yang tipikal. Sekresi ektopik ACTH ditemani dengan akumulasi fragment ACTH dalam plasma dan


(2)

oleh kadar plasma yang meningkat dari molekul prekursor ACTH. 3

Karena tumor dapat memproduksikan jumlah besar ACTH, nilai steroid dasar biasanya sangat tinggi dan peningkatan pigmentasi kulit dapat hadir. Sekitar 20 hingga 25% pasien dengan sindrom Cushing mempunyai neoplasma adrenal. Tumor ini biasanya unilateral, dan sekitar setengahnya merupakan maligna. Adakalanya, pasien yang mempunyai corak biokimia dari kedua kelebihan ACTH pituary dan dari adenoma adrenal. Individu ini mempunyai nodular hyperplasia dari kedia kelenjar adrenal, seringkali menghasilkan stimulasi ACTH yang lama dalam ada atau tidaknya pituary adenoma. Dua tambahan entitas hiperplasia nodular: kerusakan familial dalam anak-anak atau dewasa muda (dinamakan displasia mikronodular terpigmentasi) dan respon kortisol abnormal terhadap penghambat lambung polipeptida atau luteinizing hormone, secara sekunder terhadap ekspressi ektopik reseptor dalam hormon ini di korteks adrenal. 3

Penyebab paling sering dari sindrom cushing adalah iatrogenic dengan pemberian steroid untuk alasan yang bervariasi. Meskipun corak klinis membawa kemiripan terhadap mereka dengan tumor adrenal, pasien ini biasanya dibedakan dalam riwayat dasar dan studi

laboratorium. 3

Patofisiologi

Sindrom cushing dapat disebabkan oleh pemberian glukokortikoid jangka panjang dalam dosis farmakologik (iatrogen) atau oleh sekresi kortisol yang berlebihan akibat gangguan aksi hipotalamus-hipofisis-adrenal

(spontan). 4

Sindrom Cushing iatrogenic dijumpai pada penderita arthritis rheumatoid, asma, limfoma, dan gangguan kulit umum yang menerima glukokortikoid sintetik sebagai agen anti inflamasi. Pada cushing syndrome spontan, hiperfungsi korteks adrenal terjadi sebagai

akibat rangsangan berlebihan oleh ACTH atau sebagai akibat patologi adrenal yang mengakibatkan produksi kortisol abnormal. 4 Sindrom Cushing dapat dibagi menjadi dua jenis : (1) dependen ACTH dan (2) independen ACTH. Diantara jenis dependen ACTH, hiperfungsi korteks adrenal mungkin disebabkan oleh sekresi ACTH kelenjar hipofisis yang abnormal dan berlebihan. Karena tipe ini mula-mula dijelaskan oleh Harvey Cushing pada tahun 1932, maka keadaan ini disebut dengan penyakit Cushing. Pada 80% pasien ini ditemukan adenoma hipofisis yang mensekresi ACTH. Pada 20% sisanya terdapat bukti-bukti histology hyperplasia hipofisis kortikotrop. Masih tidak jelas apakah hyperplasia timbul akibat gangguan pelepasan CRH oleh neurohipotalamus. Pada kasus lain didapatkan kelebihan sekresi ACTH, hilangnya irama sirkadian normal ACTH, dan berkurangnya sensitivitas system kontrol umpan balik ke tingkat kortisol dalam darah. ACTH juga dapat disekresi berlebihan pada pasien-pasien dengan neoplasma yang memiliki kapasitas untuk menyintesis dan melepaskan peptide mirip ACTH baik secara kimia maupun fisiologik. ACTH yang berlebihan dihasilkan dalam keadaan ini menyebabkan rangsangan yang berlebihan terhadap sekresi kortisol oleh korteks adrenal, dan disebabkan oleh penekanan pelepasan ACTH hipofisis. Jadi, kadar ACTH yang tinggi pada penderita ini berasal dari neoplasma, bukan dari kelenjar hipofisisnya. Sejumlah besar neoplasma dapat menyebabkan sekresi ektopik ACTH. Neoplasma-neoplasma ini biasanya berkembang dari jaringan-jaringan yang berasal dari lapisan neuroektadermal selama perkembangan embrional. Karsinoma sel oat paru, karsinoid bronchus, timoma, dan tumor sel-sel pulau dipankreas, merupakan contoh-contoh yang paling sering ditemukan. Beberapa tumor ini mampu menyekresi CRH ektopik. Pada keadaan ini, CRH ektopik merangsang sekresi ACTH hipofisis, yang


(3)

menyebabkan terjadinya sekresi kortisol secara berlebihan oleh korteks adrenal. Jenis sindrom cushing yang disebabkan oleh sekresi ACTH yang berlebihan- hipofisis atau ektopik-seringkali disertai hiperpigmentasi. Hiperpigmentasi ini disebabkan oleh sekresi peptide yang berhubungan dengan ACTH dan kerusakan-kerusakan bagian-bagian ACTH yang memiliki aktivitas melanotropik. Pigmentasi terdapat pada kulit dan selaput lebdir. 5

Hiperfungsi korteks adrenal dapat terjadi tanpa tergantung pada kontrol ACTH seperti pada tumor atau hyperplasia korteks adrenal nodular bilateral dengan kemampuannya untuk menyekresi kortisol secara autonomi dalam korteks adrenal. Tumor korteks adrenal yang akhirnya menjadi sindrom cushing dapat jinak (adenoma) atau ganas (karsinoma). Adenoma korteks adrenal dapat menyebabkan sindroma cushing yang berat, namun biasanya berkembang secara lambat, dan gejala dapat timbul bertahun-tahun selama diagnosis ditegakkan. Sebaliknya, karsinoma adrenokortikal berkembang cepat dan dapat menyebabkan metastasis serta kematian. 5 Adanya sindroma cushing dapat ditentukan berdasarkan riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik yang telah dijelaskan diatas. Diagnosis umumnya ditegakkan berdasarkan kadar kortisol yang abnormal dalam plasma dan urine. Tes-tes spesifik dapat menentukan ada atau tidaknya irama sirkadian normal pelepasan kortisol dan mekanisme pengaturan umpan balik yang sensitive. Tidak adanya irama sirkadian dan berkurang atau hilangnya kepekaan system pengaturan umpan balik merupakan cirri sindrom cushing. 5 Beberapa tindakan diagnostic dapat digunakan untuk menentukan sifat patologi dasar sindrom cushing dan membantu menentukan lesi yang mungkin dapat ditanggulangi dengan operasi. Penderita sindroma cushing dengan dependen ACTH memiliki kadar ACTH yang tinggi. Sebaliknya, sindroma Cushing dengan

independen ATCH memiliki kadar kortisol yang tinggi namun dengan kadar ACTH yang

rendah. 6

Pemeriksaan fisiologik dapat membantu membedakan sindroma cushing hipofisis dengan sindrom cushing ektopik. Pada sindrom cushing ektopik, sekresi abnormal ACTH dan/atau kortisol biasanya tidak berubah pada perangsangan ataupun penekanan untuk menguji mekanisme kontrol umpan balik negative yang normal. Dua pemeriksaan misalnya, uji penekanan dengan deksametason dosis tinggi (8mg) dan uji perangsangan CRH. Pasien-pasien dengan sindrom ACTH ektopik atau penyakit korteks adrenal primer tidak mampun menekan kadar ACTH dan/atau kortisol pada pemberian deksametason dosis tinggi, dan tidak dapat meningkatkan kadarnya dengan pemberian CRH domba; keadaan ini khas untuk kebanyakan pasien sindrom cushing hipofisis

yang dependen ACTH. 6

Identifikasi sigat-sifat dan lokalisasi lesi yang menyebabkan sindrom cushing didasarkan pada pemeriksaan radiografik hipofisis dan lesi-lesi pada adrenal dan dengan pajanan nuklir kelenjar adrenal. CT Scan resolusi tinggi pada kelenjar hipofisis dapat menunjukkan daerha-daerah dengan penurunan atau peningkatan densitas yang konsisten dengan mikroadenoma pada sekitar 30% dari penderita-penderita ini. MRI dengan kontras gadolinium memberikan temuan positif pada mayoritas penderita. CT scan kelenjar adrenal biasanya menunjukkan pembesaran adrenal pada pasien dengan sindrom Cushing dependen ACTH dan massa adrenal pada pasien dengan adenoma atau

karsinoma adrenal. 6

Pemindaian inti kelenjar adrenal melibatkan pemberian kolesterol radioaktif secara intravena. Kolesterol yang tinggi diberil label I131 diambil dan dipekatkan oleh korteks adrenal. Bayangan kelenjar adrenal dapat diperoleh dengan teknik pemindaian dalam 3 sampai 7 hari setelah penyuntikkan. Kesan


(4)

pada kelenjar adrenal yang normal, hyperplasia adrenal, atau adenoma atau karsinoma adrenal dapat diperoleh dengan teknik photoscanning adrenal. Pemeriksaan ini terutama berguna untuk membedakan massa adrenal jinak dengan yang ganas. Berbeda dengan massa yang ganas, massa adrenal yang jinak mengambil zat radioaktif. Tumor-tumor penghasil ACTH ektopik kadang-kadang dapat dilihat dengan oktreotid radioaktif. 6 Tanda klinis, Gejala & Penemuan Laboratorium

Banyak dari tanda dan gejala sindrom Cushing mengikuti secara logis dari aksi yang diketahui akan aksi glukokortikoid (tabel 2). Respon katabolik dalam jaringan yang mendukung perifer menyebabkan kelemahan otot dan lemas, osteoporosis & striae kulit yang lebar. 7 Tanda akhir adalah kelemahan sekunder dan ruptur dari serat kolagen pada kulit. Ostoporosis dapat menyebabkan kolapsnya badan vertebral dan fraktur patologis dari tulang lain. Penurunan mineralisasi tulang terutama ditemukan pada anak-anak. Peningkatan glukoneogenesis hepatic dan resistensi insulin dapat menyebabkan toleransi glukosa yang terganggu. 7

Diabetes Mellitus timbul dalam 140 nmol/hari d (50 µg/d) mendukung sindrom Cushing. Diagnosis definitif kemudian ditegakkan dengan kegagalan urine kortisol untuk turun 95%, dan diperlukan test kombinasi untuk memberikan diagnosa yang tepat. 8

Kadar ACTH plasma dapat berguna untuk membedakan kasus variasi Sindrom Cushing, terutama dalam memisahkan tergantung-ACTH dari penyebab ketidaktergantungan ACTH. Secara umum, pengukran ACTH plasma berguna untuk mendiagnosis etiologi ACT independent sindrom ini, sejak kebanyakan tumor adrenal dapat menyebabkan rendahnya atau tidak terdeteksinya kadar ACTH [ 110 pmol/L (500 pg/mL), dan

kebanyakan pasien kadarnya > 40 pmol/L (200 pg/mL). Dalam sindrom Cushing sebagai hasil dari mikroadenoma atau disfungsi hipotalamus pituary, kadar ACTH bervariasi dari 6 hingga 30 pmol/L (30 to 150 pg/mL) [normal, 90%. Adakalanya, pada individu dengan hiperplasia nodul bilateral dan atau produksi CRH ektopik, keluaran steroid juga ditekan. Gagalnya pemberian deksamethason dosis rendah dan tinggi untuk menekan produksi kortisol dapat timbul pada pasien dengan hiperplasia sekunder terhadap makroadenoma pituari sekresi ACTH atau ACTH-penghasil tumor dari asal non endokrine dan pada mereka dengan neoplasma adrenal. 8

Karena kesulitan ini, beberapa ujicoba tambahan telah diadvokasikan, seperti metyrapone dan ujicoba infusi CRH. Rasional dari penggunaan test ini bahwa hipersekresi steroid oleh tumor adrenal atau produksi ektopik ACTH akan menekan aksis pituary hipotalamik sehingga penghambatan pelepasan ACTH pituary dapat ditunjukkan dengan test lain. Maka, kebanyakan pasien dengan sifungsi hipotalamik pituary dan atau mikroadenoma mempunyai peningkatan steroid atau sekresi ACTH sebagai respon terhadap atau pemberian CRH, dimana kebanyakan pasien dnegan ACTH ektopik tumor tidak. Kebanyakan makroadenoma pituary juga berespon terhadap CRH, tetapi respin mereka terhadap metyrapone bervariasi. Bagaimanapun, positif palsu dan negatif palsu test CRH dapat timbul pada pasien dengan aktopik ACTH dan tumor pituary. 8

Dilemma diagnostik utama pada sindrom Cushing adalah untuk membedakan penyakit ini akibat mikroadenoma dari bentuk pituary dengan sumber ektopik (contohnya, carcinoids atau pheochromocytoma) yang memproduksi CRH dan atau ACTH. Manifestasi klinis adalah sama kecuali pada tumor ektopik memproduksi gejala lain, seperti diare dan kemerahan dari tumor karsinoid atau


(5)

hipertensi episodik dari feokromositoma. Kadangkala, yang satu dapat dibedakan antara ektopik dan produksi ACTH pituary dengan menggunakan metyrapone atau uji CRH sebagaimana dijelaskan sebelumnya. Pada situasi ono, computed tomography (CT) dari kelenjar pituari biasanya normal. Magnetic resonance imaging (MRI) dengan menambah agen gadolinium dapat menjadi lebih baik daripada CT untuk tujuan ini tetapi menunjukkan mikroadenoma pituary pada hanya setengah pasien dengan penyakit Cushing. Karena mikroadenoma dapat dideteksi sebanyak 10 hingga 20% individu tanpa mengetahui penyakit pituary, studi penggambaran positif tidak membuktikan bahwa pituary merupakan sumber dari kelebihan ACTH. Pada mereka dengan studi penggambaran negatif, contoh sinus venosus petrosal selektif untuk ACTH saat ini digunakan pada beberapa center pengobatan. Kadar ACTH diukur saat dasar, 2, 5, dan 10 menit setelah ovine CRH (1 µ/kg IV) injeksi. Ppetrosal puncak:rasio perifer ACTH >3 mendukung adanya tumor sekresi ACTH pituary. 8

Dicenter tempat sample sinus petrosus dilakukan lebih sering, telah dibuktikan untuk mempunyai sensitivitas tinggi untuk membedakan sumber pituary dan non pituary dari kelebihan ACTH. Bagaimanapun, prosedur kateterisasi secara teknik lebih sulit, dan komplikasi telah timbul. Diagnosis dari cortisol-producing adrenal adenoma disarankan dengan rendahnya ACTH dan disproporsi elevasi pada kadar kortisol urine bebas dasar dengan hanya perubahan dalam urine 17-ketosteroids atau sulfateDHEA plasma. Sekresi androgen adrenal biasanya berkurang pada pasien ini menurut supressi kortisol yang dimasukkan dan selanjutnya involusi androgen yang menghasilkan zona

retikularis. 8

Diagnosis adrenal carcinoma dicurigai dengan palpasi massa abdominal dan ditandai dengan

peningkatan nilai dasar dari urin 17-ketosteroids dan plasma DHEA sulfate. Kadar Plasma dan cortisol secara bervariasi meningkat. Adrenal carcinoma biasanya resisten terhadap kedua stimulasi ACTH dan penekanan dexamethasin. Peningkatan sekresi adrenal androgen seringkali menimbulkan virilisasi pada wanita. Estrogen- penghasil adrenocortical carcinoma biasanya timbul dengan ginekomastia pada pria dan disfungsi perdarahan uteri pada wanita. Tumor adrenal ini mensekresi peningkatan jumlah androstenedione, dimana diubah secara perifer menjadi estrogens estrone dan estradiol. Adrenal carcinomas yang memproduksi Sindrom Cushing seringkali dikaitkan dengan peningkatan kadar pertengahan dari biosintesis steroid (terutama 11-deoxycortisol), mencurigai ineffisiennya perubahan dari produk akhir pertengahan. Penampakkan ini juga merupakan karakteristik dari peningkatan 17-ketosteroids. Sekitar 20% dari adrenal carcinomas tidak berkaitan dengan sindrom endokrin dan diasumsikan tidak berfungsi atau memproduksi secara biologis prekursor steroid yang inaktif. Sebagai tambahan, produksi berlebihan dari steroid tidak selalu secara klinis merupakan bukti (contohnya androgen pada laki-laki dewasa muda. 8

Differential Diagnosis

PSEUDO-CUSHING’S SYNDROME

Masalah dalam mendiagnosa termasuk pasien dengan obesitas, alkoholism kronis, depressi, dan sakit akut dalam berbagai bentuk. Obesitas yang ekstrenm tidak biasa pada sindrom Cushing; lebih jauh, dengan obesitas eksogenous, adipost merata, tidak trunkal. Pada uji adrenokortikal, abnormalitas pada pasien dengan obesitas eksogen biasanya lebih rendah. Kadar ekskresi steroid urine basal pada pasien obese juga dapat normal atau sedikit meningkat, dan pola diurnal dalam darah dan kadar urine adalah normal. Pasien


(6)

dengan alkoholism kronis dan mereka dengan depresi membagi abnormalitas yang sama dalam output steroid : secara pelan kortisol urine meningkat, irama sirkadian tumoul dari kadar kortisol, dan resistensi untuk menekan dengan menggunakan ujicoba deksamethason tengah malam. Sebaliknya pada subjek alkoholik, pasien depresi tidak mempunyai tanda dan gejala dari sindrom cushing. Diikuti dengan penghentian alkohol dan atau peningkatan dalam status emosional, biasanya ujicoba steroid kembali ke normal. Satu atau lebih dari tiga test telah digunakan untuk membedakan sindrom cushing dan sindrom pseudo Cushing. Kadar kortisol serum diikuti dengan uji standar deksamethason dosis rendah selama 2 hari mempunyai sensitivitas dan spesifitas sangat tinggi dan mempunyai nilai potong 210 nmol/L (7.5 µg/dL) digunakan. Pasien dengan penyakit akut seringkali mempunyai hasil yang abnormal dalam uji laboratorium dan gagal untuk mengeluarkan penekanan adrenal pituary sebagai respon terhadap deksamethason, sejak penekanan utama (seperti nyeri atau demam) mengganggu regulasi normal dari sekresi abnormal ACTH. 9

Iatrogenic Cushing’s syndrome, diinduksikan dengan pemberian glukokortikoid atau steroid lain seperti megesterol yang mengikat reseptor glukokortikoid, dibedakan oleh penemuan fisik dari hiperfungsi adrenokortikal endogen. Perbedaan dapat dibuat, bagaimanapun, dengan mengukur kadar kortisol urine dalam keadaan basal; pada sindrom iatrogenik pada kadar ini merupakan rendah secara sekunder akibat penekanan dari aksis adrenal pituari. Keparahan dari iatrogenic Cushing’s syndrome terkait dengan dosis steroid total, steroid paruh hidup biologis, dan lama terapi. Juga, individu yang meminum glukokortikoid sore dan malam hari timbul sindrom cushing lebih siap dan dengan total dosis harian yang lebih rendah daripada pasien yang hanya mengambil

dosis pagi saja. 9

Evaluasi Radiologis untuk Sindrom Cushing Studi radiologik yang diinginkan untuk menggambarkan adrenal adalah CT Scan abdomen. CT bernilai keduanya untuk melokalisasi tumor adrenal dan untuk mendiagnosa hiperplasia bilateral. Semua pasien percaya untuk mempunyai hipersekresi ACTH pituary harus mempunyai scan MRI dengan kontrast gadolinium. Meskipun dengan teknik ini, mikroadenoma kecil dapat tidak terdeteksi, massa positif palsu akibat cyst atau lesi non sekretory dari normal pituari dapat digambarkan. Pada pasien dengan produksi ACTH ektopik, CT Scan dada resolusi tinggi sangat berguna sebagai langkah awal. 9 Evaluasi Massa Adrenal Asimptomatik

Dengan CT Scan abdominal scan, banyak massa adrenal insidental ditemukan (dinamakan insidentalomas). Hal ini tidak mengejutkan, sejak 10 hingga dari 20% subjek pada saat autopsi mempunyai adenoma adrenokortikal. Langkah pertama dalam mengevaluasi pasien untuk membedakan dimana tumor berfungsi dengan maksud skreening test yang perlu, sebagai contoh pengukuran katekolamin urine 24 jam dan metabolit serta serum potassium dan penilaian dari fungsi adrenal kortikal oleh ujicoba penekanan deksamethason. 9

Bagaimanapun, 90% insidentalomas tidak berfungsi. Jika malignansi extraadrenal ada, ada kesempatan 30-50% bahwa tumor adrenal metastasis. Jika tumor primer diterapi dan tidak ada metastasis lain , adalah hal yang sangat bijaksana untuk melakukan FNA dari massa adrenal untuk menegakkan diagnosa. Dalam ketidaan malignansi yang diketahui, langkah selanjutnya masih tidak jelas. Probailitas dari carcinoma adrenal adalah 4 hingga 6 cm dicurigai carcinoma); batas irregular; dan dalam homogeneitas, kalsifikasi jaringan lunak terlihat dalam CT, dan penemuan khas dari malignansi pada


(7)

chemical-shift foto MRI. Jika pembedahan tidak dilakukan, pengulangan CT Scan harus dilakukan dalam 3-6 bulan. Aspirasi ajrum halus tidak berguna untuk membedakan jinak dan ganasnya tumor adrenal primer.

Pengobatan Adrenal Neoplasm

Pengobatan sindrom cushing dependen ACTH tidak sama, bergantung pada sumber ACTH apakah hipofisis atau ektopik. Beberapa pendekatan terapi dapat digunakan pada pasien dengan hipersekresi ACTH hipofisis. Jika dijumpai tumor hipofisis, sebaiknya diusahakan reseksi tumor transfenoidal. Tetapi jika terdapat bukti hiperfungsi hipofisis namun tumor tidak dapat ditemukan, dapat dilakukan radiasi kobalt pada kelenjar hipofisis. Modalitas pengobatan sangat efektif, terutama pada orang muda dengan sindrom cushing. Obat-obat kimia yang mampu menyekat (ketokonazol, aminoglutemid) atau merusak sel-sel korteks adrenal penghasil kortisol (mitotane) juga mampu mengontrol kelebihan kortisol. Bila bedah hipofisis, terapi radiasi dan/atau terapi medis dengan penghambat adrenal gagal, penyakit ini dapat dikontrol dengan adranalektomi total, dan diikuti pemberian kortisol dosis fisiologis. Bila pengobatan sindrom cushing berhasil dengan baik, remisi manifestasi klinis akan terjadi dalam 6-12 bulan setelah dimulainya terapi. 1,2,3

Bila neoplasma adrenal kortisol disebabkan oleh kortisol yang berlebihan, pengangkatan neoplasma disusul kemoterapi pada penderita dengan karsinoma merupakan cara pengobatan

yang lebih disukai.

Pengobatan sindrom ACTH ektopik berdasarkan pada (1) reseksi neoplasma yang menyekresi ACTH atau (2) adraneloktomi atau supresi kimia fungsi adrenal seperti yang dianjurkan pada pasien dengan sindrom cushing hipofisis jenis dependen ACTH. 1,2,3

Ketika adenoma atau karsinoma didiagnosa, eksplorasi adrenal dilakukan dengan eksisi dari tumor. Adenoma dapat direseksi dengan menggunakan teknik laparoskopi. Karena kemungkinan atrofi dari adrenal kolateral, pasien ditangani pre dan post operatif sebagaimana jika dilakukan adrenalektomi total, meskipun ketika lesi unilateral dicurigai, hal-hal rutin juga sama seperti halnya untuk pasien dengan penyakit addison yang akan melakukan pembedahan elektif. Disamping intervensi operasi, kebanyakan pasien dengan carsinoma adrel akan meninggal dalam 3 tahun setelah diagnosis. Metastasis timbul lebih sering dihati dan diparu. Prinsip obat yang digunakan untuk terapi dari carsinoma adrenokortikal adalah mitotane (o,p_-DDD), sebuah isomer dari insektisida DDT. Obat ini menekan produksi kortisol dan menurunkan kadar steroid plasma dan urine. Meskipun aksi sitotoksik secara relatif selektif untuk zona glukokortikoid dari korteks adrenal, zona glumerulosa dapat juga dihambat. Karena mitotane juga mempengaruhi metabolisme extraadrenal dari kortisol, kadar kortisol plasma dan urine harus dinilai untuk mentitrasi efeknya. Obat biasanya diberikan dalam dosis 3 sampai 4 kali sehari, dengan peningkatan dosis secara bertahap untuk tolerabilitas (biasanya <6 g sehari). Pada dosis yang lebih tinggi, hampir kebanyakan pasien mengalami efek samping, yang mungkin merupakan gastrointestinal (anoreksia, diare, muntah) atau neuromuskular (lethargia, somnolen, pusing). Semua pasien yang diterapi dengan mitotane harus menerima glukokortikoid jangka panjang untuk terapi maintenance, dan, pada beberapa, pergantian mineralokortikoid diperlukan. Pada sekitar satu sepertiga pasien, kedua tumor dan metastasis timbul, tetapi survival jangka panjang tidak dipengaruhi. Pada kebanyakan pasien, mitotane hanya menghambat steroidogenesis dan tidak menyebabkan resgresi dari tumor metastasis. Metastasis osseus biasanya refrakter terhadap


(8)

obat dan harus ditangani dengan terapi radiasi. Mitotane juga diberikan sebagai terapi tambahan setelah reseksi pembedahan dari karsinoma adrenal, meskipun tidak ada bukti bahwa ini meningkatkan angka keselamatan. Karena tidak adanya keuntungan jangka panjang dengan mitotane, pendekatan kemoterapi alternatif didasari dari terapi platinum telah digunakan. Bagaimanapun, tidak ada yang hadir tersedia yang mengindikasikan penambahan umur.

BILATERAL HYPERPLASIA

Pasien dengan hiperplasia biasanya mempunyai peningkatan relatif atau absolut dalam kadar ACTH. Sejak terapi dapat secara logis ditujukan langsung untuk mengurangi kadar ACTH, pengobatan primer yang ideal untuk ACTH atau CRH produksi tumor, baik pituari maupun ektopik, dapat secara bedah dipindahkan. Adakalanya (terutama dengan produksi ACTH ektopik) eksisi pembedahan tidak memungkinkan karena penyakit ini lebih jauh berkembang. Dalam situasi seperti ini, “medis” atau pembedahan adrenalektomi dapat mengkoreksi hiperkortisolism. 1,2,3

Kontroversi timbul sebagai pengobatan yang diperlukan untuk hiperplasia adrenal bilateral ketika sumber dari overproduksi ACTH tidak timbul. Pada beberapa center, pasien ini (terutama pada mereka yang menekan setelah pemberian dosis tinggi deksamethason) melakukan eksplorasi pembedahan pituari melalui pendekatan transphenoidal dalam ekspetasi bahwa mikroadenoma dapat ditemukan. Bagaimanapun, dalam keadaan yang lebih jauh, kebanyakan sample sinus venosus petrosal direkomendasikan, dan pasien dirujuk ke center yang cocok jika prosedur ini tidak tersedia secara lokal. Jika mikroadenoma tidak ditemukan pada saat eksplorasi, hipophysektomi total diperlukan. Kompklikasi dari pembedahan termasuk rhinorrhea cairan serebrospinal, diabetes insipidus, panhipopituarism, dan kerusakan

nervus kranialis atau optik. Pada center yang lain, adrenalektomi total merupakan terapi pilihan. Angka kesembuhan dengan prosedur ini mendekati 100%. Efek yang lebih jauh termasuk kebutuha penting untuk pergantian glukokortikoid dan mineralokortikoid seumur hidup dan probabilitas 10-20% dari tumor pituari yang menimbulkan lebih dari 10 tahun kedepan (Nelson’s syndrome). Tidaklah meyakinkan apakah tumor ini meningkat de novo atau jika mereka hadir lebih dulu untuk adrenaloktomi tetapi terlalu kecil untuk dideteksi. Evaluasi radiologis periodik dari kelenjar pituari dengan MRI sama seperti pengukuran ACTH serial harus dilakukan pada semua individu setelah adrenalektomi untuk penyakit Cushing. Tumor pituari seperti ini dapat menjadi invasif secara lokal dan berbenturan pada chiasma optikum atau lebih jauh kedalam sinus spenoid atau cavernosus. Kecuali pada anak-anak, iradiasi pituary jarang sebagai pengobatan primer, menjadi cadangan daripada untuk rekurensi tumor postoperative. Pada beberapa center, kadar tinggi radiasi gamma dapat difokuskan pada sisi yang diinginkan dengan penyebaran disekeliling jaringan dengan menggunakan teknik stereotaktik. Efek samping dari radiasi termasuk ocular motor palsy dan hipopituarism. Terdapat waktu lag yang panjang antara pengobatan dan remisi, dan angka remisi biasanya < 50%.

Akhirnya, adakalanya pasien yang menerima pendekatan bedah tidak mungkin, maka “medis” adrenalektomi diindikasikan. Penghambat steroidogenesis juga diindikasikan pada subjek cushingoid yang berat lebih dulu dari intervensi pembedahan. Adrenalektomi dapat diselesaikan dengan pemberian penghambat steroidogenesis ketokonazole (600 to 1200 mg/hari). Sebagai tambahan, mitotane (2 atau 3 g/hari) dan atau sintesis steroid bloker aminoglutethimid dalam kombinasi. Mitotane sangat lambat untuk medapatkan efek (berminggu-minggu).


(9)

Mifepristone, penghambat kompetitif dari ikatan glukokortikoid terhadap reseptornya, dapat menjadi opsi pengobatan. Insufisiensi adrenal merupakan resiko dengan semua agen ini, dan pergantian steroid diperlukan. 1,2,3

DAFTAR PUSTAKA

1. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Balai

Penerbit FKUI. 2005

2. Harrison’s Principle of Internal Medicine.

16th Edition. 2003

3. BARZON L et al: Risk factors and long-term follow-up of adrenal incidentalomas. J Clin Endocrinol Metab 84:520, 1999 4. COOPER MS et al: Current concepts: Corticosteroid insufficiency in acutely ill patients. N Engl J Med 348: 727, 2003 5. NEWELL-PRICE J et al: Diagnosis and management of Cushing’s syndrome. Lancet

353:2087, 1999

6. PITT B et al: Eplerenone, a selective aldosterone blocker, in patients with left ventricular dysfunction after myocardial infarction. N Engl J Med 348: 1309, 2003 7. YOUNG WF: Minireview: Primary aldosteronism—chang changing concepts in diagnosis and treatment. Endocrinology

144:2208, 2003

8. Larsen: Williams Textbook of Endocrinology, 10th ed., Copyright © 2003 Elsevier

9. Principles and Practice of Endocrinology and Metabolism (December 2002): by Kenneth L. Becker (Editor), C. Ronald Kahn (Editor), Robert W. Rebar (Editor) By Lippincott Williams & Wilkins Publishers 10. Basic & Clinical Endocrinology 7th Edition : by Francis S, Greenspan, David G. Gardner. 2002

ALDOSTERONISME A.Pengertian

Aldosteronisme adalah keadaan klinis yang diakibatkan oleh produksi aldosteron “suatu hormon steroid mineralokortikoid korteks adrenal “ secara berlebih. Efek metabolik

aldosteron berkaitan dengan keseimbangan elektrolit dan cairan. Aldosteron meningkatkan reabsorsi natrium tubulus proksimal ginjal dan menyebabkan ekskresi kalium dan ion

hidrogen. Konsekuensi klinis kelebihan aldosteron adalah retensi natrium dan air. Aldosteronisme Primer yaitu keadaan klinis yang disebabkan oleh produksi aldosteron (hormon steroid mineralokortikoid korteks adrenal ) secara berlebihan sebagai akibat dari adenoma/tumor/hiperplasia pada kortek adrenal.

Aldosteronisme Sekunder yaitu pengeluaran aldosteron oleh karena rangsangan dari sistem renin angiotensin

B.Etiologi

1. Aldosteronisme Primer

Adenoma adrenal (sindroma conu) Hiperplasia adrenal

Karsinoma adrenal 2. Aldosteronisme Skunder Hipertensi

- Esensiel - “Accelerated” Terapi Diuretik Sindroma Nefrotik Sirosis

Gagal Jantung Kongestif “Salt – Losing Nephropathy” Asidosis Tubular Ginjal Sindroma Bartter Hipersekresi Renin Tumor Ginjal Hipokalemi C.Patofisiologi

Peningkatan aldosteron menyebabkan peningkatan reabsorbsi natrium, jumlah total natrium dalam tubuh dan hiperpolemia. Edema jarang ditemukan karena adanya mekanisme pengalihan, dimana terjadi reabsorbsi natrium pada tubulus proksimal terhalang dengan adanya sitem regulator ginjal.

Hipertensi arteri terjadi karena peningkatan volume cairan, kadar natrium pada arterior dan


(10)

pembuluh darah serta reaktifitas simfatis penurunan kalium pada intra dan ekstra seluler terjadai karena peningkatan ekresi kalium pada tubulus ginjal. Hipokalemiaberakibat

kelemahan otot, patique. Polinuktoria (karena peningkatan konsentrasi urin). Perubahan konduktifitas elektrik pada miokard dan penurunan toleeransi glukosa. Sekresi ion hiidrogen meningkat dengan adanya hiper aldosteronisme sehingga mengakibatkan alkalosis metabolik. Alkalosis berhubungan dengan derajat hipokalemia. Alkalosis ditunjukan dengan tanda chvostek dan trousseav (+), aktivitas renin plasma ditekan. Pemeriksaan lab akan menunjukan derajat penurunan renin setelah pasien berada pada kondisi hiperaldosteronisme. Peningkatan serentak dari sekresi aldosteron juga dapat terlihat pada pasien ini :

D. Tanda dan Gejala

Hipertensi dengan tekanan diastolik antara 100-130 mmHg

Hipokalemia Alkalosis Metabolik Nyeri Kepala, Edema Kelemahan Otot Berat Polinukturia, Haus

Tampak bingung dan sering kesemutan aldosteronisme

A. Keluhan Utama

Klien dengan aldosteronisme biasanya

mengeluh badan terasa lemah, banyak minum, banyak kencing, sering kencing malam, sakit kepala.

B. Riwayat kesehatan

Riwayat kesehatan sekarang

Tanyakan sejak kapan klien merasakan keluhan seperti yang ada pada keluhan utama dan tindakan yang dilakukan untuk

menanggulanginya. Riwayat penyakit dahulu

Tanyakan tentang adanya riwayat penyakit atau pemakai obat-obatan bebas yang bisa

mempengaruhi.

Riwayat kesehatan keluarga

Tanyakan apakah ada keluarga yang pernah menderita penyakit yang sama

(aldosteronisme) C. Pengkajian

1. Observasi atau temuan Neurologis

Kelemahan otot Keletihan Parestesi

Paravisis lengan dan tungkai Tanda chvestek (+)

Tetani dan disfungsi autoimun Kardiovasculer

Hipertensi

Hipotensi postural tanpa reflek tachicardi Peningkatan nadi ketika berjongkok Cardiomegali

Penurunan konduksi melalui myocardium Ginjal

Poliuri Polidipsi Azotemia

2. Pemeriksaan diagnostik atau laboratorium Peningakata aldosteron plasma

Aktivitas renin plasma ditekan atau tidak dapt dirangsang

Gagal untuk menekan aldosteron dengan manuver biasa

Hipernatremia (normal : 135 – 150 mEg/L) Hipokalemia (normal : 3,5 –5 mEg/L) Hiperpolemia

Alkolosis metabolik

Eksresi urine (24 jam) 18 – glukoronid EKG

♦ Segmen ST dan gelombang T tertekan, terlihat gelombang U

♦ Kontraksi ventrikel prematur Scan lodokolesterol

Scan CT kelenjar adrenal untuk menentukan letak adenoma atau untuk membedakan


(11)

hiperplasia dari adenoma Kateterisasi vena adrenal

D. Diagnosa keperawatan

1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan hipernatremia sekunder terhadap hiperaldosteronisme.

Intervensi

♦ Timbang pasien tiap hari pada waktu yang sama, timbangan pakaian yang sama, laporkan bila terjadi penambahan berat badan > 0,5 kg / hari.

♦ Ukur intake dan output setiap 8 jam. ♦ Pertahankan diet rendah natrium.

♦ Pantau kadar natrium serum setiap 8 jam. ♦ Pantau tanda dan gejala kelebihan cairan, edema pulmoner (dipsnea, ortopnea, krekels pada lapang paru).

♦ Pantau hasil pemeriksaan sinar X dada. ♦ Pantau tanda vital setiap 4 jam, observasi peningkatan nadi, perkembangan gallop S3 dn pernapasan labored.

♦ Pantau efektivitas dan efek samping diuretic. Rasional

Untuk mengetahui adanya penambahan berat badan karena udema

Mengetahui apakah masukan dan keluaran cairan seimbang

Menghindari terjadinya hipernatremia Mengetahui keseimbangan kadar natrium di dalam tubuh

Mengetahui apakah ada udema pulmoner Mengetahui apakah ada kelainan pada daerah dada

Memastikan tanda vital stabil

Mengetahui apakah ada efek tertentu dari diuretik

Evaluasi

Dalam waktu 2 x 24 jam kelebihan volume cairan teratasi dengan kriteria :

Edema berkurang

Intake dan output seimbang Tanda-tanda vital stabil

Hasil penyinaran sinar X dada tidak ada kelainan.

2. Perubahan kenyamanan yang berhubungan dengan ekskresi urine berlebih dan polidipsia. Intervensi

♦ Ukur intake dan output setiap 8 jam ♦ Anjurkan klien untuk miksi dalam 1 jam sekali

♦ Anjurkan klien untuk makan dengan pola seimbang

♦ Berikan susana senyaman mungkin pada klien pada saat miksi

Rasionalisasi

Mengetahui apakah masukan dan keluaran cairan seimbang

Memastikan pola nutrisi klien teratur untuk kenyamanan

Menghindari terjadinya obesitas pada klien Memberi rasa nyaman pada klien

Evaluasi

Dalam waktu 2 x 24 jam perubahan kenyamana dapat teratasi dengan kriteria : Intake dan output seimbang

Klien miksi dalam 1 jam sekali

Klien dapat makan dengan pola seimbang Klien merasakan kenyamanan saat miksi 3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi mengenai proses penyakit, pengobatan dan perawatan diri.

Intervensi

♦ Jelaskan konsep dasar proses penyakit ♦ Jelaskan mengenai obat-obatan

♦ Jelaskan perlunya untuk menghindari obat-obatan yang dijual bebas

♦ Berikan pendidikan kesehatan yang berhubungan dengan proses penyakit. Rasional


(12)

terjadinya penyakit

Agar klien mengetahui jenis obat yang boleh di konsumsi dan tidak untuk penyakitnya agar klien tidak menemukan masalah yang berhubungan dengan pemberian obat yang salah

klien dapat memahami pentingnya penkes bagi kesembuhannya

Evaluasi

Klien dapat mengungkapkan pengertian tentang proses penyakit

Klien mengetahui jenis obat-obatan yang baik untuk penyakit yang diderita

4. Resiko terhadap perubahan perfusi jaringan, kardiovaskuler berhubungan dengan disritmia karena hipokalemia.

Intervensi

♦ Pertahankan diet tinggi kalium

♦ Berikan kalium dan suplemen sesuai pesanan ♦ Pantau kadar kalium serum setiap 8 jam ♦ Pantau terhadap tanda dan gejala hipokalemia

♦ Antisipasi kebutuhan untuk memberikan bantuan saat melakukan aktivitas

♦ Bantu saat melakukan latihan rentang gerak setiap 8 jam sekali bila pasien menjalani tirah baring

Rasional

Agar kadar kalium dalam tubuh normal Untuk menambah masuk kalium yang tidak di dapatkan

Mengetahui kadar kalium normal Mengetahui adanya gejala hipokalemia Agar klien tidak mengalami kerusakan jaringan tubuh karenatirah baring yang lama. Evaluasi

Kadar kalium dalam tubuh normal Tidak ada tanda dan gejala hipokalemia Terpenuhinya diet tinggi kalium 5. Resiko terhadap cedera berhubungan

dengan kelemahan otot, parestesi, disfungsi autonomik dan tetani.

Intervensi

♦ Kaji fungsi neuromuskular setiap 4 – 8 jam, laporkan perubahan yang menandakan potensial terjadinya tetani, peningkatan kelamahan / parastesi

♦ Bantu dan berikan dorongan untuk melakukan ambulasi bila pasien mampu ♦ Berikan bantuan untuk memberikan ambulasi

♦ Pertahankan tempat tidur dalam posisi rendah dan pagar tempat tidur tetap terpasang ♦ Singkirkan benda-benda dan objek lain yang secara potensial membahayakan diri

lingkungan pasien Rasional

Agar mengetahui lebih awal terhadap terjadinya kelemahan otot

Agar klien tidaak merasa lelah daaan bosan dalam posisi yang sama pada proses

penyembuhan

Untik menghindari terjadinya cedera atau trauma yang akan terjadi saat klien menjalani proses penyembuhan

Menjaga agar terjadi hal-hal yang membahayakan bagi klien Evaluasi

Tidak terjadi cedera yang berhubungan dengan kelemahan otot

Mobilitas terpenuhi

Tidak terjadi intoleren aktivitas

6. Resiko terhadap katidak efektifan penata laksanaan program terapeutik berhubungn dengan ketidakcukupan pengetahuan tentang kondisi tindakan bedah dan efek terapi. Intervensi

♦ Tekankan pentingnya latihan secara teratur dibarengi dengan waktu istirahat


(13)

♦ Ajarkan nama-nama obat-obatan, dosis, waktu dan cara pemberian

♦ Berikan informasi diet terapeutik rendah natrium, tinggi kalium.

Rasional

Agar tidak terjadi kelemahan otot yang berakibat terbatas ruang geraknya

Agar klien dapat memahami dosis, waktu dan cara pemberian obat.

Evaluasi

Klien mengetahui pentingnya latihan secara teratur

Klien mengetahui tentang diet terapeutik Klien dapat memahami dan mengerti jenis obat-obatan, dosis, waktu dan cara

pemberian.

DAFTAR PUSTAKA

C.Long, Barbara . 1996 . Perawatan Medikal Bedah . Bandung : I APK

Pajajaran Bandung.

Carpenito, Lynda Juall . 2001 . Diagnosa Keperawatan Edisi 8 . Jakarta : EGC C. Pearce, Evelyn . 2002 . Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis .

Jakarta : Gramedia.

Effendi, Dr. Harjim . 1981 . Fisiologi Sistem Hormonal dan Reproduksi dengan

Patofisiologinya . Bandung : Alumni.

S Teverson, John c . dan Pripal Chahal . 1993 . Segi Praktis Endokrinologi . Jakarta : Bina Rupa Aksara.

Price, Sylvia A . dan Lorrane M. Wilson . 1995 . Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit . Jakarta : EGC.

INSUFISIENSI ADRENOKORTIKAL ( PENYAKIT ADDISON)

Insufisiensi adrenokortikal ( penyakit addison)

PENGERTIAN

Penyakit Addison adalah hipofungsi kronik korteks adrenal primer akibat dari kerusakan pada korteks adrenal. (Cermin Dunia Kedokteran No. 39)

Penyakit Addison adalah penyakit yang terjadi akibat fungsi korteks tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan pasienakan hormon-hormon korteks adrenal. (Soediman, 1996 ) Penyakit Addison adalah lesi kelenjar primer karena penyakit destruktif atau atrofik,

biasanya autoimun atau tuberkulosa. (Baroon, 1994)

INSIDEN

Penyakit Adison merupakan penyakit yang jarang terjadi di dunia. Di Amerika Serikat tercatat 0,4 per 100.000 populasi. Dari Bagian Statistik Rumah Sakit Dr. Soetomo pada tahun 1983, masing-masing didapatkan penderita penyakit Addison. Frekuensi pada laki-laki dan wanita hampir sama. Menurut Thom, laki-laki 56% dan wanita 44% penyakit Addison dapat


(14)

dijumpai pada semua umur, tetapi lebih banyak ter- dapat pada umur 30 – 50 tahun . ETIOLOGI

Etiologi Addison

1) Proses autoimun

Penyakit Addison karena proses autoimun didapatkan pada 75% dari penderita. Secara histologik tidak didapatkan 3 lapisan korteks adrenal, tampak bercak-bercak fibrosis dan infiltrasi limfosit korteks adrenal . Pada serum penderita didapatkan antibodi adrenal yang dapat diperiksa dengan

cara Coons test, ANA test, serta terdapat peningkatan imunoglobulin G.

2) Tuberkulosis

Kerusakan kelenjar Adrenal akibat tuberkulosis didapatkan pada 21% dari penderita . Tampak daerah nekrosis yang dikelilingi oleh jaringan ikat dengan serbukan sel-sel limfosit, kadang kadang dapat dijumpai tuberkel serta kalsifikasi Seringkali didapatkan proses tuberkulosis yang aktif pada organ-organ lain, misalnya tuberkulosis paru, tuberkulosis genito-urinari, tuberkulosis

vertebrata (Pott s disease), hati, limpa serta kelenjar limpa.

3) Infeksi lain

Penyebab kerusakan kelenjar adrenal karena infeksi yang lebih jarang ialah karena : histoplasmosis, koksidioid omikosis, serta septikemi karena kuman stafilokok atau meningokok yang sering menyebabkan perdarahan dan nekrosis.

4) Bahan-bahan kimia

Obat-obatan yang dapat menyebabkan hipofungsi kelenjar adrenal dengan menghalangi biosintesis yaitu metirapon; sedang yang membloking enzim misalnya amfenon, amino- glutetimid dll.

5) Iskemia

Embolisasi dan trombosis dapat menyebabkan iskemia korteks adrenal, walaupun hal ini jarang terjadi.


(15)

6) Infiltrasi

Hipofungsi korteks adrenal akibat infiltrasi misalnya metastasis tumor, sarkoidosis, penyakit amiloid dan hemokromatosis .

7) Perdarahan

Perdarahan korteks adrenal dapat terjadi pada penderita yang mendapat pengobatan dengan antikoagulan, pasca operasi tumor adrenal.

Lain-lain

Akibat pengobatan radiasi, adrenalektomi bilateral dan kelainan kongenital.


(16)

GEJALA KLINIK

Hiperpigmentasi

Pigmentasi pada penyakit Addison disebabkan karena timbunan melanin pada kulit dan mukosa. Pigmentasijuga dapat terjadi pada penderita yang menggunakan kortikosteroid jangka panjang, karena timbul

insufisiensiadrenal dengan akibat

meningkatnya hormon adrenokortikotropik. Hormon adrenokortikotropik ini

mempunyaiMSH-like effect. Pada penyakit Addison terdapat peningkatan kadar beta MSH dan hormon adrenokortikotropik.

Tidak didapatkan hubungan antara beratnya penyakit Addison dengan luasnya pigmentasi. Pigmentasi ini sifatnya difus, terutama pada kulit yang mendapat tekanan (misalnya pinggang dan bahu), siku, jaringan parut, garis-garis telapak tangan dan ketiak. Pada daerah perianal, perivulva, skrotum dan areola mamma tampak lebih

gelap. Pigmentasi pada mukosa sering tampak pada mukosa mulut yaitu pada bibir, gusi, lidah, faring, konjungtiva, vagina dan vulva.

Pigmentasi didapatkan 100% pada penderita penyakit Addison. Thorn dan kawan-kawan melaporkan dari 158 kasus Addison

seluruhnya didapatkan pigmentasi. Rowntree dan Snell melaporkan dari 108 kasus didapat 1 kasus tanpa pigmentasi. Penderita dengan kegagalan adrenokortikal sekunder karena hipopituitarisme tidak didapatkan gejala hiperpigmentasir.

Sistem Kardiovaskuler 1) Hipotensi

Hipotensi merupakan gejala dini dari penyakit Addison, di mana tekanan darah sistolik biasanya antara 80–100 mmHg, sedang tekanan diastolik 50–60 mmHg. Mekanisme penyebab terjadinya hipotensi ini diduga karena menurunnya salt hormon yang mempunyai efek langsung pada tonus arteriol serta akibat gangguan elektrolit. Reaksi tekanan darah terhadap perubahan sikap adalah abnormal, pada perubahan posisi dari berbaring menjadi posisi tegak maka tekanan darah akan menurun (postural hipotensi) yang menimbulkan keluhan pusing, lemah,

penglihatan kabur, berdebar-debar . Hipotensi ini juga terdapat pada penderita dengan

atrofi korteks adrenal dengan medula yang intak, sehingga diduga bahwa epinefrin bukan penyebab dari hipotensi ini. Tekanan darah akan kembali normal setelah pemberian garam dan desoksikortikosteron yang meningkatkan tonus vasomotor.

2) Jantung

Ukuran jantung penderita Addison biasanya mengecil pada pemeriksaan radiologi, hal ini mungkin karena penurunan volume darah sekunder akibat kehilangan air. Bertambah


(17)

besarnya ukuran jantung merupakan petunjuk berhasilnya pengobatan. Perubahan

elektrokardiografi biasanya tampak tapi tak mempunyai nilai diagnostik, seringkali didapatkan voltase yang rendah, PR dan QT interval memanjang, oleh karena kelainan degeneratif organik pada otot jantung serta akibat gangguan elektrolit. Gejala lain adalah kelemahan kontraksi otot jantung, nadi kecil dan sinkop.

Akibat hiperkalemia dapat terjadi aritmia yang dapat menyebabkan kematian mendadak. Kelemahan Badan

Kelemahan badan ini disebabkan karena gangguan keseimbangan air dan elektrolit serta gangguan metabolisme karbohidrat dan protein sehingga didapat kelemahan sampai paralisis oto bergaris. Di samping itu, akibat

metabolisme protein, terutam pada sel-sel otot menyebabkan otot-otot bergaris atropi, bicaranya lemah. Gejala kelemahan otot ini berkurang setelah pemberian cairan, garam serta kortikosteroid.

Nicholson dan Spaeth melaporkan pada beberapa penderita Addison dapat terjadi paralisis flasid yang bersifat periodik akibat hiperkalemia dimana mekanismenya belum diketahui, walaupun hal ini jarang didapatkan Penurunan berat badan

Penurunan berat badan biasanya berkisar antara 10–15 kg dalam waktu 6–12 bulan. Penurunan berat badan ini karena adanya anoreksia, gangguan gastrointestinal lain, dehidrasi, serta katabolisme protein yang meningkat pada jaringan ekstrahepatik, terutama jaringan otot. Dengan pengobatan yang adekuat akan didapatkan kenaikan berat badan.

Kelainan gastrointestinal

Kelainan gastrointestinal didapatkan pada 80% dari kasus Addison. Anoreksia biasanya merupakan gejala yang mula-mula tampak, disertai perasaan mual dan muntah,

nyeriepigastrium, disfagia, konstipasi, kadang-kadang dapat timbul diare. Cairan lambung biasanya menunjukkan hipoklorhidria sampai aklorhidria. Ini karena rendahnya konsentrasi klorida dan natrium dalam darah dan jaringan, sehingga produksi asam klorida lambung menurun. Hipoklorhidria biasanya kernbali normal bila keseirnbangan elektrolit sudah diperbaiki.

Gangguan elektrolit dan air

Penurunan hormon aldosteron menyebabkan pengeluaran natrium, klorida dan air serta retensi kalium. Sebagai akibat dari gangguan elektrolit ini terjadi dehidrasi,

hemokonsentrasi dan asidosis.

Gangguan Metabolisme Karbohidrat Akibat proses glukoneogenesis yang menurun, penggunaan glukosa oleh jaringan yang meningkat serta gangguan absorbsi karbohidrat pada usus halus, akan terjadi hipoglikemi puasa, di mana kadar gula darah puasa. lebih rendah dari harga normal. Pada tes toleransi glukosa oral didapat kenaikan kadar gula darah yang kurang adekuat, yaitu menunjukkan kurve yang datar. Darah Tepi

Sel-sel darah merah dan hemoglobin sedikit menurun dengan hemokonsentrasi. Jumlah sel darah putih sedikit menurun dengan relatif limfositosis, eosinofil sedikit meningkat Perubahan gambaran darah tepi di atas karena menurunnya hidrokortison. Gambaran

hematologi ini tak mempunyai arti yang khas untuk diagnostik.


(18)

Manifestasi kelainan pada saraf antara lain penglihatan kabur ngantuk, yang mungkin berhubungan dengan kelemahan yang progresif, kadang-kadang penderita gelisah, mudah tersinggung serta dapat timbul psikosis. Pada elektro-ensefalogram didapat gelombang alfa lebih pelan terutama pada daerah frontalis, serta menghilangnya gelombang beta.

Lain-lain

Kadang-kadang dapat terjadi gangguan menstruasi, penurunan libido, serta hilangnya rambut ketiak dan pubis. Klasifikasi tulang rawan dari daun telinga, sehingga menjadi kaku (Thorn ssign)” .

DIAGNOSIS

Terdapat bermacam-macam kriteria untuk mendiagnosis penyakit Addison :

Kadar Kortisol

Kadar kortisol dalam darah pada jam 08.00 pagi normal 6—20 mg%, dan kurang dari 8 mg% pada waktu tengah malam, pada penyakit Addison kadar kortisol plasma pada jam 08.00

pagi kurang dari 5 mg% .

Kadar hormon Adrenokortikotropilt Pemeriksaan kadar hormon

adrenokortikotropik plasma dapat digunakan untuk membedakan antara insufisiensi korteks adrenal primer dan sekunder. Harga normal hormon adreno- kortikotropik plasma 0,1 — 0.4 m Unit per 100 ml plasma. Pada

insufisiensi korteks adrenal primer kadar hormon adreno kortikotropik plasma lebih besar dari 8,2 m Unit per 100 ml plasma. Dengan pemberian 10 mg hidrokortison, kadar hormon adreno kortikotropik akan menurun dan meningkat lagi setelah injeksi dihentikan.

Rasio natrium serum dibanding kalium Pada penyakit Addison, didapatkan

pengeluaran natrium dan retensi kalium karena menurunnya hormon mineralokortikoid, di mana kadar natrium serum kurang dari 142 mEq/1, dan kadar kalium serum lebih besar dari 4,5 mEq/1. Rasio natrium serum

dibanding kalium normal 30 — 35, bila rasio kurang dari 30 berarti terdapat insufisiensi korteks adrenal.

Mengukur kadar 17 hidroksikortikoid dalam urin dengan “Porter Silber Chromogen”.

Harga normal 17 hidroksikortikoid urin = 4 — 10 mg/24 jam. Pada insufisiensi korteks adrenal, kadar 17 hidroksikortikoid urin kurang dari 4 mg/24 jam. Dengan pemberian ACTH/kosintropin pada insufisiensi korteks adrenal primer tak ada kenaikan dari 17 hidroksikortikoid, sedang pada insufisiensi korteks adrenal sekunder kadar 17

hidroksikortikoid urin meningkat

Mengukur kadar 17 hidroksikortikoid plasma dengan”Porter Silber Chromogen” Kadar normal 8–20 Ug/100 ml (pagi) dan akan turun 50% waktu sore. Pada insufisiensi korteks adrenal, kadar 17 hidroksikortikoid plasma kurang dari 8 Ug/100 ml.

Tes ACTH/Kortrosin 1) Plasma ACTH Tes

Diambil plasma dalam keadaan puasa, kemudian diukur kadar 17 hidroksikortikoid dengan cara Porter Silber Chromogen. Kemudian disuntik 25 unit ACTH atau 0,25 mg kortrosin intramuskuler, lalu diambil darah setelah 30 dan 60 menit. Pada insufisiensi korteks adrenal primer kenaikan plasma kortikoid kurang dari 10 Ug per 100 ml.


(19)

2) Tes ACTH Urin

25 unit ACTH atau 0,25 mg kortrosin dilarutkan dalam 500– 1.000 ml larutan salin kemudian diberikan secara intravena selama 8 jam, diukur kadar 17 hidroksikortikoid urin per 24jam sebelum dan sesudah tes. Pada penyakit Addison tidak terdapat kenaikan 17 hidroksikortikoid urin setelah pemberian ACTH.

Repeated 8 Hour ACTH Test”

25 unit ACTH atau 0,25 mg kortrosin dalam 500–1.000 ml larutan salin di infus selama 8 jam, hal ini dikerjakan selama 3 hari berturut-turut, kemudian diukur ekskresi 17 hidroksi kortikoid urin/24 jam. Pada insufisiensi korteks adrenal primer tak didapat kenaikan ekskresi 17 hidroksikortikoid urin/24 jam. “Water Load Test” (Robinson — Kepler — Power Test)

Tes ini kurang spesifik, tetapi dapat digunakan apabila tidak ada fasilitas pemeriksaan hormon kortisol dan lainnya. Penderita diberi air minum dengan dosis 20 ml per kg berat badan, kemudian urin ditampung selama 4 jam, pada hipofungsi korteks adrenal ekskresi air kurang 80% dari dosis total air yang diminum, dan akan kembali normal apabila diberi 100 mg hidrokortison sebelum tes.

Diagnostik” therapeutic trial with D.C.A.” 2,5 mg Desoksikortikosteron asetat (D.C.A.) disuntikkan tiap hari selama 10 hari, kemudian diberi plasebo. Pada penyakit Addison akan tampak perbaikan klinis dan timbul relaps setelah injeksi dihentikan.

Pemeriksaan penunjang a. Pemerisaan laboratorium

1) Penurunan konsentrasi glukosa darah dan natrium (hipoglikemia dan hiponatremia) 2) Peningkatan kosentrasi kalium serum (hiperkalemia)

3) Peningkatan jumlah sel darah putih (leukositosis)

4) Penurunan kadar kortisol serum 5) Kadar kortisol plasma rendah b. Pemeriksaan radiografi abdominal menunjukan adanya kalsifikasi diadrenal c. CT Scan

Detektor kalsifikasi adrenal dan pembesaran adrenal yang sensitive hubungannya dengan insufisiensi pada tuberculosis, infeksi, jamur, penyakit infiltratif malignan dan non

malignan, dan haemoragik adrenal d. Gambaran EKG

Tegangan rendah aksis QRS vertical dan gelombang ST non spesifik abnormal sekunder akibat adanya abnormalitas elektrolit

KOMPLIKASI

a. Syok (akibat dari infeksi akut atau penurunan asupan garam)

b. Kolaps sirkulasi c. Dehidrasi d. Hiperkalemia e. Sepsis

Krisis Addison disebabkan karena

hipotensiakut (hiperkortisolisme) ditandai dengan sianosis, panas, pucat, cemas, nadi cepat.

Pengkajian


(20)

Gejala : otot- otot klien merasa lemah b. Sirkulasi

Tanda: Hipotensi , TD 80/40 mmHg Takikardi 110x/mnt

c. Integritas ego

Gejala: adanya riwayat riwayat factor stress dialami, Ketidak mampuan mengatasi stress Tanda: Ansietas, depresi, emosi tidak stabil e. Makanan atau cairan

Gejala: Anoreksia, mual Kekurangan zat garam g. Nyeri/ kenyamanan Gejala: otot-otot melemas h. Pernapasan

Gejala: Dipsnea

Tanda: Pernapasan meningkat, takipnea, RR=24x/mnt

i. Keamanan

Gejala: tidak toleran terhadap panas, cuaca udara panas

Tanda: Hiperpigmentasi kulit (coklat kehitaman karena terkena sinar

matahari) menyeluruh atau berbintik bintik Peningkatan suhu, demam yang diikuti dengan hipotermi (keadaan krisis)

j. Seksualitas

Gejala: Adanya riwayat menopause dini, amenore

Hilangnya tanda tanda seks sekunder (berkurangnya rambut rambut pada tubuh terutama pada wanita)

Hilangnya libido Pemeriksaan diagnostik Kortisol plasma menurun

ACTH meningkat (pada primer) menurun (pada sekunder)

ADH meningkat Aldosteron menurun

Elektrolit: kadar dalam serum mungkin normal atau natrium sedikit menurun sedangkan kalium sedikit meningkat Glukosa; hipoglikemi

Ureum/ keratin: mungkin meningkat (karena terjadi penurunan perfusi jaringan ginjal) Analisa gas darah: asidosis metabolic Sel darah merah (eritrosit): anemia numokronik, Ht meningkat (karena hemokonsentrasi)jumlah limfosit mungkin rendah, eosinofil meningkat

Urin 24 jam : 17 kerosteroid, 17

hidroksikortikoid, dan 17 kelogenik steroid menurun

Pemeriksaan EKG


(1)

6) Infiltrasi

Hipofungsi korteks adrenal akibat infiltrasi misalnya metastasis tumor, sarkoidosis, penyakit amiloid dan hemokromatosis .

7) Perdarahan

Perdarahan korteks adrenal dapat terjadi pada penderita yang mendapat pengobatan dengan antikoagulan, pasca operasi tumor adrenal.

Lain-lain

Akibat pengobatan radiasi, adrenalektomi bilateral dan kelainan kongenital.


(2)

GEJALA KLINIK

Hiperpigmentasi

Pigmentasi pada penyakit Addison disebabkan karena timbunan melanin pada kulit dan mukosa. Pigmentasijuga dapat terjadi pada penderita yang menggunakan kortikosteroid jangka panjang, karena timbul

insufisiensiadrenal dengan akibat

meningkatnya hormon adrenokortikotropik. Hormon adrenokortikotropik ini

mempunyaiMSH-like effect. Pada penyakit Addison terdapat peningkatan kadar beta MSH dan hormon adrenokortikotropik.

Tidak didapatkan hubungan antara beratnya penyakit Addison dengan luasnya pigmentasi. Pigmentasi ini sifatnya difus, terutama pada kulit yang mendapat tekanan (misalnya pinggang dan bahu), siku, jaringan parut, garis-garis telapak tangan dan ketiak. Pada daerah perianal, perivulva, skrotum dan areola mamma tampak lebih

gelap. Pigmentasi pada mukosa sering tampak pada mukosa mulut yaitu pada bibir, gusi, lidah, faring, konjungtiva, vagina dan vulva.

Pigmentasi didapatkan 100% pada penderita penyakit Addison. Thorn dan kawan-kawan melaporkan dari 158 kasus Addison

seluruhnya didapatkan pigmentasi. Rowntree dan Snell melaporkan dari 108 kasus didapat 1 kasus tanpa pigmentasi. Penderita dengan kegagalan adrenokortikal sekunder karena hipopituitarisme tidak didapatkan gejala hiperpigmentasir.

Sistem Kardiovaskuler 1) Hipotensi

Hipotensi merupakan gejala dini dari penyakit Addison, di mana tekanan darah sistolik biasanya antara 80–100 mmHg, sedang tekanan diastolik 50–60 mmHg. Mekanisme penyebab terjadinya hipotensi ini diduga karena menurunnya salt hormon yang mempunyai efek langsung pada tonus arteriol serta akibat gangguan elektrolit. Reaksi tekanan darah terhadap perubahan sikap adalah abnormal, pada perubahan posisi dari berbaring menjadi posisi tegak maka tekanan darah akan menurun (postural hipotensi) yang menimbulkan keluhan pusing, lemah,

penglihatan kabur, berdebar-debar . Hipotensi ini juga terdapat pada penderita dengan

atrofi korteks adrenal dengan medula yang intak, sehingga diduga bahwa epinefrin bukan penyebab dari hipotensi ini. Tekanan darah akan kembali normal setelah pemberian garam dan desoksikortikosteron yang meningkatkan tonus vasomotor.

2) Jantung

Ukuran jantung penderita Addison biasanya mengecil pada pemeriksaan radiologi, hal ini mungkin karena penurunan volume darah sekunder akibat kehilangan air. Bertambah


(3)

besarnya ukuran jantung merupakan petunjuk berhasilnya pengobatan. Perubahan

elektrokardiografi biasanya tampak tapi tak mempunyai nilai diagnostik, seringkali didapatkan voltase yang rendah, PR dan QT interval memanjang, oleh karena kelainan degeneratif organik pada otot jantung serta akibat gangguan elektrolit. Gejala lain adalah kelemahan kontraksi otot jantung, nadi kecil dan sinkop.

Akibat hiperkalemia dapat terjadi aritmia yang dapat menyebabkan kematian mendadak. Kelemahan Badan

Kelemahan badan ini disebabkan karena gangguan keseimbangan air dan elektrolit serta gangguan metabolisme karbohidrat dan protein sehingga didapat kelemahan sampai paralisis oto bergaris. Di samping itu, akibat

metabolisme protein, terutam pada sel-sel otot menyebabkan otot-otot bergaris atropi, bicaranya lemah. Gejala kelemahan otot ini berkurang setelah pemberian cairan, garam serta kortikosteroid.

Nicholson dan Spaeth melaporkan pada beberapa penderita Addison dapat terjadi paralisis flasid yang bersifat periodik akibat hiperkalemia dimana mekanismenya belum diketahui, walaupun hal ini jarang didapatkan Penurunan berat badan

Penurunan berat badan biasanya berkisar antara 10–15 kg dalam waktu 6–12 bulan. Penurunan berat badan ini karena adanya anoreksia, gangguan gastrointestinal lain, dehidrasi, serta katabolisme protein yang meningkat pada jaringan ekstrahepatik, terutama jaringan otot. Dengan pengobatan yang adekuat akan didapatkan kenaikan berat badan.

Kelainan gastrointestinal

Kelainan gastrointestinal didapatkan pada 80% dari kasus Addison. Anoreksia biasanya merupakan gejala yang mula-mula tampak, disertai perasaan mual dan muntah,

nyeriepigastrium, disfagia, konstipasi, kadang-kadang dapat timbul diare. Cairan lambung biasanya menunjukkan hipoklorhidria sampai aklorhidria. Ini karena rendahnya konsentrasi klorida dan natrium dalam darah dan jaringan, sehingga produksi asam klorida lambung menurun. Hipoklorhidria biasanya kernbali normal bila keseirnbangan elektrolit sudah diperbaiki.

Gangguan elektrolit dan air

Penurunan hormon aldosteron menyebabkan pengeluaran natrium, klorida dan air serta retensi kalium. Sebagai akibat dari gangguan elektrolit ini terjadi dehidrasi,

hemokonsentrasi dan asidosis.

Gangguan Metabolisme Karbohidrat Akibat proses glukoneogenesis yang menurun, penggunaan glukosa oleh jaringan yang meningkat serta gangguan absorbsi karbohidrat pada usus halus, akan terjadi hipoglikemi puasa, di mana kadar gula darah puasa. lebih rendah dari harga normal. Pada tes toleransi glukosa oral didapat kenaikan kadar gula darah yang kurang adekuat, yaitu menunjukkan kurve yang datar. Darah Tepi

Sel-sel darah merah dan hemoglobin sedikit menurun dengan hemokonsentrasi. Jumlah sel darah putih sedikit menurun dengan relatif limfositosis, eosinofil sedikit meningkat Perubahan gambaran darah tepi di atas karena menurunnya hidrokortison. Gambaran

hematologi ini tak mempunyai arti yang khas untuk diagnostik.


(4)

Manifestasi kelainan pada saraf antara lain penglihatan kabur ngantuk, yang mungkin berhubungan dengan kelemahan yang progresif, kadang-kadang penderita gelisah, mudah tersinggung serta dapat timbul psikosis. Pada elektro-ensefalogram didapat gelombang alfa lebih pelan terutama pada daerah frontalis, serta menghilangnya gelombang beta.

Lain-lain

Kadang-kadang dapat terjadi gangguan menstruasi, penurunan libido, serta hilangnya rambut ketiak dan pubis. Klasifikasi tulang rawan dari daun telinga, sehingga menjadi kaku (Thorn ssign)” .

DIAGNOSIS

Terdapat bermacam-macam kriteria untuk mendiagnosis penyakit Addison :

Kadar Kortisol

Kadar kortisol dalam darah pada jam 08.00 pagi normal 6—20 mg%, dan kurang dari 8 mg% pada waktu tengah malam, pada penyakit Addison kadar kortisol plasma pada jam 08.00

pagi kurang dari 5 mg% .

Kadar hormon Adrenokortikotropilt Pemeriksaan kadar hormon

adrenokortikotropik plasma dapat digunakan untuk membedakan antara insufisiensi korteks adrenal primer dan sekunder. Harga normal hormon adreno- kortikotropik plasma 0,1 — 0.4 m Unit per 100 ml plasma. Pada

insufisiensi korteks adrenal primer kadar hormon adreno kortikotropik plasma lebih besar dari 8,2 m Unit per 100 ml plasma. Dengan pemberian 10 mg hidrokortison, kadar hormon adreno kortikotropik akan menurun dan meningkat lagi setelah injeksi dihentikan.

Rasio natrium serum dibanding kalium Pada penyakit Addison, didapatkan

pengeluaran natrium dan retensi kalium karena menurunnya hormon mineralokortikoid, di mana kadar natrium serum kurang dari 142 mEq/1, dan kadar kalium serum lebih besar dari 4,5 mEq/1. Rasio natrium serum

dibanding kalium normal 30 — 35, bila rasio kurang dari 30 berarti terdapat insufisiensi korteks adrenal.

Mengukur kadar 17 hidroksikortikoid dalam urin dengan “Porter Silber Chromogen”.

Harga normal 17 hidroksikortikoid urin = 4 — 10 mg/24 jam. Pada insufisiensi korteks adrenal, kadar 17 hidroksikortikoid urin kurang dari 4 mg/24 jam. Dengan pemberian ACTH/kosintropin pada insufisiensi korteks adrenal primer tak ada kenaikan dari 17 hidroksikortikoid, sedang pada insufisiensi korteks adrenal sekunder kadar 17

hidroksikortikoid urin meningkat

Mengukur kadar 17 hidroksikortikoid plasma dengan”Porter Silber Chromogen” Kadar normal 8–20 Ug/100 ml (pagi) dan akan turun 50% waktu sore. Pada insufisiensi korteks adrenal, kadar 17 hidroksikortikoid plasma kurang dari 8 Ug/100 ml.

Tes ACTH/Kortrosin 1) Plasma ACTH Tes

Diambil plasma dalam keadaan puasa, kemudian diukur kadar 17 hidroksikortikoid dengan cara Porter Silber Chromogen. Kemudian disuntik 25 unit ACTH atau 0,25 mg kortrosin intramuskuler, lalu diambil darah setelah 30 dan 60 menit. Pada insufisiensi korteks adrenal primer kenaikan plasma kortikoid kurang dari 10 Ug per 100 ml.


(5)

2) Tes ACTH Urin

25 unit ACTH atau 0,25 mg kortrosin dilarutkan dalam 500– 1.000 ml larutan salin kemudian diberikan secara intravena selama 8 jam, diukur kadar 17 hidroksikortikoid urin per 24jam sebelum dan sesudah tes. Pada penyakit Addison tidak terdapat kenaikan 17 hidroksikortikoid urin setelah pemberian ACTH.

Repeated 8 Hour ACTH Test”

25 unit ACTH atau 0,25 mg kortrosin dalam 500–1.000 ml larutan salin di infus selama 8 jam, hal ini dikerjakan selama 3 hari berturut-turut, kemudian diukur ekskresi 17 hidroksi kortikoid urin/24 jam. Pada insufisiensi korteks adrenal primer tak didapat kenaikan ekskresi 17 hidroksikortikoid urin/24 jam. “Water Load Test” (Robinson — Kepler — Power Test)

Tes ini kurang spesifik, tetapi dapat digunakan apabila tidak ada fasilitas pemeriksaan hormon kortisol dan lainnya. Penderita diberi air minum dengan dosis 20 ml per kg berat badan, kemudian urin ditampung selama 4 jam, pada hipofungsi korteks adrenal ekskresi air kurang 80% dari dosis total air yang diminum, dan akan kembali normal apabila diberi 100 mg hidrokortison sebelum tes.

Diagnostik” therapeutic trial with D.C.A.” 2,5 mg Desoksikortikosteron asetat (D.C.A.) disuntikkan tiap hari selama 10 hari, kemudian diberi plasebo. Pada penyakit Addison akan tampak perbaikan klinis dan timbul relaps setelah injeksi dihentikan.

Pemeriksaan penunjang a. Pemerisaan laboratorium

1) Penurunan konsentrasi glukosa darah dan natrium (hipoglikemia dan hiponatremia) 2) Peningkatan kosentrasi kalium serum (hiperkalemia)

3) Peningkatan jumlah sel darah putih (leukositosis)

4) Penurunan kadar kortisol serum 5) Kadar kortisol plasma rendah b. Pemeriksaan radiografi abdominal menunjukan adanya kalsifikasi diadrenal c. CT Scan

Detektor kalsifikasi adrenal dan pembesaran adrenal yang sensitive hubungannya dengan insufisiensi pada tuberculosis, infeksi, jamur, penyakit infiltratif malignan dan non

malignan, dan haemoragik adrenal d. Gambaran EKG

Tegangan rendah aksis QRS vertical dan gelombang ST non spesifik abnormal sekunder akibat adanya abnormalitas elektrolit

KOMPLIKASI

a. Syok (akibat dari infeksi akut atau penurunan asupan garam)

b. Kolaps sirkulasi c. Dehidrasi d. Hiperkalemia e. Sepsis

Krisis Addison disebabkan karena

hipotensiakut (hiperkortisolisme) ditandai dengan sianosis, panas, pucat, cemas, nadi cepat.

Pengkajian


(6)

Gejala : otot- otot klien merasa lemah b. Sirkulasi

Tanda: Hipotensi , TD 80/40 mmHg Takikardi 110x/mnt

c. Integritas ego

Gejala: adanya riwayat riwayat factor stress dialami, Ketidak mampuan mengatasi stress Tanda: Ansietas, depresi, emosi tidak stabil e. Makanan atau cairan

Gejala: Anoreksia, mual Kekurangan zat garam g. Nyeri/ kenyamanan Gejala: otot-otot melemas h. Pernapasan

Gejala: Dipsnea

Tanda: Pernapasan meningkat, takipnea, RR=24x/mnt

i. Keamanan

Gejala: tidak toleran terhadap panas, cuaca udara panas

Tanda: Hiperpigmentasi kulit (coklat kehitaman karena terkena sinar

matahari) menyeluruh atau berbintik bintik Peningkatan suhu, demam yang diikuti dengan hipotermi (keadaan krisis)

j. Seksualitas

Gejala: Adanya riwayat menopause dini, amenore

Hilangnya tanda tanda seks sekunder (berkurangnya rambut rambut pada tubuh terutama pada wanita)

Hilangnya libido Pemeriksaan diagnostik Kortisol plasma menurun

ACTH meningkat (pada primer) menurun (pada sekunder)

ADH meningkat Aldosteron menurun

Elektrolit: kadar dalam serum mungkin normal atau natrium sedikit menurun sedangkan kalium sedikit meningkat Glukosa; hipoglikemi

Ureum/ keratin: mungkin meningkat (karena terjadi penurunan perfusi jaringan ginjal) Analisa gas darah: asidosis metabolic Sel darah merah (eritrosit): anemia numokronik, Ht meningkat (karena hemokonsentrasi)jumlah limfosit mungkin rendah, eosinofil meningkat

Urin 24 jam : 17 kerosteroid, 17

hidroksikortikoid, dan 17 kelogenik steroid menurun

Pemeriksaan EKG