ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS):GERAKAN JIHAD ATAU RADIKAL(Kajian Eksploratif tentang Persepsi Aktivis Lembaga Dakwah Kampus di Universitas Lampung)

(1)

ABSTRAK

ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS): GERAKAN JIHAD ATAU RADIKAL

(Kajian Eksploratif tentang Persepsi Aktivis Lembaga Dakwah Kampus di Universitas Lampung)

Oleh

FAHRU KURNIA

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bagaimana persepsi Aktivis Dakwah Kampus di Universitas Lampung terhadap Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) dan mengetahui berbagai macam informasi tentang ISIS itu sendiri. Metode yang digunakan adalah penelitian eksploratif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini dengan cara wawancara mendalam kepada 9 (sembilan) informan yang merupakan ketua umum dari Lembaga Dakwah Kampus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesembilan informan tersebut memiliki persepsi, yaitu menolak adanya ISIS dan menganggap bahwa ISIS merupakan sebuah gerakan radikal, khususnya tindakan-tindakan yang mereka (ISIS) lakukan dimana tindakan-tindakan tersebut sama sekali tidak mencerminkan ajaran Islam. Tentang khilafah, mereka menyebutkan bahwa sudah diramalkan akan ada pada akhir zaman kelak. Indonesia juga membutuhkan khilafah tetapi dalam arti lebih kepada maknanya bukan kerangka “khilafah”. Begitu juga dengan jihad, bukan hanya dilakukan dengan perang saja, tetapi setiap hal baik sekecil apapun yang dilakukan oleh seseorang pun adalah jihad. Jadi, persepsi Aktivis Dakwah Kampus yang ada di Universitas Lampung terhadap ISIS, yaitu menganggap ISIS adalah organisasi atau gerakan radikal.


(2)

ABSTRACT

ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS): JIHAD MOVEMENT OR RADICAL

(Explorative Study of Perception Activist Campus Propagation Institute at the University of Lampung)

By

FAHRU KURNIA

This study aims to describe how the perception activists at Lampung University Campus Propagation of the Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) and know the different kinds of information about ISIS itself. The method used is exploratory research with qualitative approach. Data collection techniques in this study by means of in-depth interviews to 9 (nine) informant who is the chairman of the Campus Propagation Institute. The results showed that all nine informants have a perception, which rejects the existence of ISIS and ISIS considers that a radical movement, in particular the measures they (ISIS) did where such actions did not reflect the teachings of Islam. About the caliphate, they mentioned that it had been predicted to exist at the end of time later. Indonesia also needs a caliphate but in the sense of more to its meaning not skeletons "caliphate". Likewise with jihad, not only be done with the war, but every good thing slightest done by someone else is jihad. Thus, the perception of the Campus Dakwah Activists at the University of Lampung to ISIS, which considers ISIS is a radical organization or movement.


(3)

ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS):

GERAKAN JIHAD ATAU RADIKAL

(Kajian Eksploratif tentang Persepsi Aktivis Lembaga Dakwah

Kampus di Universitas Lampung)

Oleh

FAHRU KURNIA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA SOSIOLOGI

Pada Jurusan Sosiologi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2015


(4)

(5)

(6)

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Rajabasa Baru, Kecamatan Mataram Baru, Kabupaten Lampung Timur, pada tanggal 22 Juli 1993, yang merupakan anak pertama dari 2 (dua) bersaudara, buah hati pasangan Bapak Syukur dan Ibu Mursiyah. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SDN 2 Rajabasa Baru pada tahun 2005. Pada tahun 2008 menyelesaikan pendidikan di MTs Sriwijaya dan pada tahun 2011 menyelesaikan pendidikan di Madrasah Aliyah Negeri 1 Metro.

Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik pada tahun 2011 di Jurusan Sosiologi. Selain mengikuti perkuliahan, penulis juga mengikuti organisasi di Himpunan Mahasiswa Jurusan Sosiologi sebagai Ketua Bidang Kajian Intelektual periode 2013-2014. Tahun 2015 ini, penulis juga membantu menyelesaikan Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (LPPD) Provinsi Lampung, Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (LPPD) Kabupaten Pringsewu, dan Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (LPPD) Kabupaten Tulang Bawang Barat.


(8)

Dengan kesabaran dan kegigihan, apa pun mungkin.

Karena keberhasilan tidak terletak di awal perjalanan.

Karena kemudahan terletak dibalik kesulitan.

Karena keajaiban adalah hadiah bagi yang berani.

Karena kesejahteraan adalah hak bagi yang bertahan.

Karena kedamaian adalah anugerah bagi yang bersabar.

Maka bersabarlah, dan tetaplah setia kepada kebaikan

yang kamu yakini.

Selalu ingatlah, dengan kesabaran dan kegigihan, apa

pun mungkin

“You don’t always need a plan. Sometimes you just

need

to breathe, trust, let go! And see

“Apa yang sudah kamu pilih, maka selesaikanlah”

(Mery Riana)


(9)

PERSEMBAHAN

Puji syukur alhamdulillah kupersembahkan karya kecilku ini untuk:

Kedua orangtuaku

Ayahanda syukur dan ibunda mursiyah

***

NenekKU tercinta mbok soini ***

Keluarga besarku ***

Sahabat dan teman-temanku ***

seseorang yang selalu memberikan semangat,

imroatul ma’rifAH

***

ALMATATER TERCINTA UNIVERSITAS LAMPUNG


(10)

Puji syukur alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang memberikan kesempatan, kesehatan, kemampuan dan segala-galanya hingga tugas akhir ini dapat diselesaikan.

Skripsi dengan judul “Islamic State of Iraq and Syria (ISIS): Gerakan Jihad atau Radikal” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Sosiologi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Lampung.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak dan Mamak yang telah memberikanku alasan untuk tidak menyerah pada suatu hal. Setiap hari, keringat di bawah terik panas maupun disaat hujan pun kalian tetap bekerja, ke ladang, sawah, demi anak-anaknya, demi aku agar bisa sekolah dan menggapai cita-citaku. Maaf, anakmu belum dapat membalas atas segala pengorbananmu pak, mak. Doakan terus anakmu ini agar kelak dapat menjadi kebanggaan keluarga.

2. Adikku Fariska Kurnia Sari, semangat ya nduk sekolahnya, jangan nakal, buatlah mamak dan bapak bangga sama kita. Terimakasih sudah berbagi canda tawa sama mamas dan maafin mamas kalau kadang nakal juga sama Riska.

3. Mbok e, yang selalu memberikan nasihat-nasihat dan semangat, membuatkan cemilan kalau aku sedang di rumah, selalu kasih sangu kalau pulang ke Bandar Lampung. Sehat terus ya mbok.


(11)

motivasi, dan do’anya, Lek Tulus, Bek Is, Lek Saroni, dan Bek Tatik. I LOVE MY BIG FAMILY.

5. Bapak Drs. Hi. Agus Hadiawan, M.Si. selaku Dekan FISIP Universitas Lampung.

6. Bapak Drs. Susetyo, M.Si. selaku Ketua Jurusan Sosiologi.

7. Ibu Dr. Era Rochana, M.Si. selaku dosen pembimbing, terima kasih atas bimbingan, nasihat, masukan dan sarannya selama proses penyelesaian skripsi.

8. Bapak Teuku Fahmi, S.Sos., M.Krim. selaku dosen pembahas, terima kasih atas masukan-masukan yang telah diberikan dalam proses pembuatan skripsi.

9. Dosen-dosen Sosiologi, terima kasih banyak telah memberikan banyak ilmu dan pengalaman bagi saya.

10. Sahabat dan teman-teman terbaikku di Sosiologi (Andre si pecinta desain grafis, Fahcri si pecinta wanita, Tommy si pencinta ... upss hehe, Agus si hitam manis, Arif yang suka malas-malasan ngerjain skripsinya (buruan bro), Yudi si tukang modus ke wanita-wanita, Windu si jago ngomong tapi bohong (Cuma bercanda ndu haha), Nanda si anak Kobum yang gebetan-nya diambil temen sendiri (sabar bro), Pandi si tukang jemput ayu’, Siti yang susah move on dari Kapong, Meiga si pecinta MU, Nova yang banyak cowoknya, Tika si mbok-mbok rempong, Lian yang kecowok-cowok-an,


(12)

11. Adik-adik tingkat Sosiologi Safitri, Rica, Agnes, Devi, Saiful, Sandy, Mahmud, Igun, Flo, Ade, Suci, Laila, Silvi, Yeni, Citra, Affa, Jessika, Zirwan, Rizki, dan semuanya.

12. Sahabat-sahabatku semassa di MAN, Depi, Adoy, Kakung, Ali, MR, Tamim, Habib, Syamsudin, Pindo, dll, semoga setiap tahunnya kita bisa kumpul terus.

13. Sahabat-sahabatku KKN, Fiskan, Dion, Apri, Theo, Fini, Ela, Isti, dan Ibet, semoga komunikasi tetap terjaga ya.

14. Seluruh pihak yang berperan besar dalam penulisan skripsi ini, terima kasih banyak.

Penulis menyadari bahwa karya ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, mohon maaf sebesar-besarnya dan semoga sedikit bermanfaat untuk menambah informasi bagi pembaca. Amin.

Bandar Lampung, 11 September 2015 Penulis,


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian... 11

D. Manfaat Penelitian... 11

II. KAJIAN PUSTAKA ... 12

A. Teori Behaviorisme Sosial ... 12

B. Persepsi... 15

C. Mahasiswa ... 16

D. Lembaga Dakwah Kampus (LDK) ... 18

E. Kajian Pustaka tentang Radikalisme ... 21

1. Definisi Radikalisme ... 21

2. Faktor Penyebab Radikalisme ... 23

3. Ciri-ciri Radikalisme ... 26

4. Pencegahan dan Solusi Radikalisme ... 28

F. Kajian Pustaka Tentang Jihad ... 32

1. Tujuan Jihad ... 33

2. Fungsi Jihad ... 35

3. Objek Jihad ... 35

4. Bentuk-bentuk Jihad... 36

5. Kriteria Jihad ... 36

6. Kajian Pustaka Tentang ISIS ... 37

7. Sejarah Terbentuknya ISIS ... 37

8. Sumber Dana ISIS ... 39

9. Perjalanan Gerakan ISIS ... 40


(14)

III. METODE PENELITIAN ... 47

A. Tipe Penelitian... 47

B. Fokus Penelitian ... 48

C. Setting Penelitian ... 49

1. Penentuan Informan ... 49

2. Jenis dan Sumber Data ... 50

D. Teknik Pengumpulan Data ... 50

E. Teknik Analisis Data ... 51

F. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data ... 52

IV. SETTING PENELITIAN ... 53

A. Birohmah ... 53

B. FSPI ... 54

C. FPPI ... 55

D. FOSSI FT ... 56

E. ROIS FE ... 57

F. FOSI FP ... 57

G. FOSSI FH ... 58

H. FSI Ibnu Sina ... 59

I. ROIS FMIPA ... 60`

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 61

A. Islamic State of Iraq and Syiria (ISIS) bukan Islam ... 61

B. “Khilafah Islamiyah”-nya ISIS Hanyalah mengejar Kekuasaan ... 72

C. Ideologi ISIS ... 86

D. Siapakah Abu Bakar al-Baghdadi (khalifah ISIS)? ... 90

E. “Jihad” Penuh Darah ISIS ... 95

F. Rekrutmen ISIS: “Hidup Mulia atau Mati Syahid” ... 102

G. Melawan ISIS ... 114

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 130

A. Kesimpulan... 130

B. Saran ... 132 DAFTAR PUSTAKA


(15)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman


(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Posisional interaksionisme simbolik ... 12 2. Bagan kerangka pikir ... 46 3. Abu Muhammad al-Indonesi warganegara Indonesia

yang ikut bergabung bersama ISIS ... 116 4. Tahapan radikalisasi seseorang ... 116 5. Strategi kontra-propaganda untuk melawan


(17)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Agama adalah penyerahan mutlak dari hamba kepada tuhan. Maha Pencipta dengan tingkah laku, budi pekerti, dan perbuatan nyata sebagai manifestasinya. Jadi, dalam arti yang luas, agama berarti suatu peraturan tuhan untuk mengatur hidup manusia. Lebih tegasnya yaitu peraturan tuhan untuk mengatur hidup dan kehidupan manusia guna mencapai kesempurnaan hidupnya menuju kebahagiaan dunia dan akhirat (Ahmadi, 1991).

Begitu pula dengan Islam, agama yang di dalamnya terkandung ajaran-ajaran sekaligus peraturan-peraturan dalam segala aspek kehidupan. Kata Islam itu sendiri berasal dari kata “aslama” yang berarti selamat sejahtera, artinya Islam memiliki tujuan sebagai penyelamat bagi yang menjalankannya secara benar (Ahmadi,1991). Islam adalah agama yang mencintai perdamaian dan melarang hal-hal yang berhubungan dengan kekerasan dalam bentuk apapun, menghilangkan nyawa seseorang tanpa sebab musabab tertentu, bahkan wajib melindungi siapapun yang bukan beragama Islam yang tidak memusuhi. Seperti disebutkan dalam ayat Al-Quran berikut ini:


(18)

firman Allah, kemudian antarkanlah ia ke tempat yang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui (Q.S.

At-taubah:6).”

Orang Islam dianjurkan untuk hidup damai dan bersahabat. Jika kelompok non-muslim memperlihatkan sikap bersahabat dan damai, orang Islam juga harus bersikap ramah dan bersahabat dengan mereka. Ketika berurusan hendaklah dilakukan secara jujur dan adil. Umat Islam, walaupun dituntut untuk meyakini ajaran Islam, konsisten dan berpegang teguh dengannya, dengan kata lain harus fanatik terhadap ajaran agamanya, namun dalam saat yang sama Islam memerintahkan untuk menyatakan “lakum dinukum waliya diny”, untuk kamu agamamu dan untukku agamaku (Q.S. Al-Kafirun [109]: 6) (Rohimin, 2006). Jika dilihat dari segi sosiologis, secara fungsional agama termasuk organisasi sosial yang berfungsi untuk mempertahankan (keutuhan) masyarakat yang aktif dan berjalan terus menerus di mana masyarakat memiliki janji sosial, persetujuan bersama, atau konsensus serta adanya kekuatan yang mampu memaksa orang-orang dan pihak-pihak (yang bersangkutan) untuk melaksanakan kewajiban-kewaijban tersebut, minimal diperlukan untuk mempertahankan ketertiban masyarakat (Nothingham, 2002).

Kemudian timbul pertanyaan mengapa begitu banyak kekerasan atas nama agama yang bertentangan dengan fungsi agama itu sendiri, khususnya Islam yang begitu jelas melarang segala bentuk perbuatan yang mengandung kekerasan. Memang agama mempersatukan kelompok pemeluknya sendiri begitu kuatnya sehingga apabila ia tidak dianut oleh seluruh atau sebagian besar anggota masyarakat, ia


(19)

bisa menjadi kekuatan yang mencerai-beraikan, memecah belah dan bahkan menghancurkan (Notingham, 2002).

Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) adalah organisasi keagamaan Islam yang muncul dan tumbuh subur di Timur Tengah, tepatnya di Iraq pada abad ke-21. Organisasi yang bertujuan membentuk negara dengan sistem pemerintahan Islam ini menggunakan cara-cara radikal dalam pengembangannya, yang kemudian mengundang respon kotradiktif terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan. Bagi sebagian besar negara-negara di dunia termasuk Indonesia mengatakan bahwa apa yang telah dilakukan ISIS adalah suatu pelanggaran hak-hak manusia dan sangat bertentangan dengan Islam yang mengajarkan nilai-nilai perdamaian.

Perkembangkan awalnya adalah 500 warga Yazidi dibunuh, 300 perempuan diculik untuk dijadikan budak, dan beberapa anak-anak dikubur hidup-hidup (Sindonews.com, 2014). Selain itu, ISIS juga telah membuat peraturan yang harus ditaati oleh seluruh penduduk salah satu kota yang telah dikuasai, salah satunya adalah “bertobat atau mati” dimana seluruh warga di kota tersebut disuruh mendatangi masjid-masjid untuk mengerjakan shalat secara lengkap; tidak boleh berkumpul dalam jumlah tertentu sesuai yang ditetapkan oleh ISIS; ulama dan syekh tidak boleh bekerjasama dengan negara; semua tugu, makam, dan monumen dihancurkan; seluruh wanita harus memakai pakaian tertutup demi kepantasan dan boleh keluar seperlunya saja. Mereka juga menyita uang senilai US$ 429 juta dari Bank Irak cabang Mosul (Liputan6.com, 2014). ISIS mengklaim bahwa apa yang telah dilakukannya adalah suatu bentuk jihad yang


(20)

harus dilakukan dengan menghilangkan pengaruh-pengaruh Barat dari Islam dan mengembalikan kejayaan Islam seperti dahulu.

Islam, pada hakikatnya adalah agama dakwah, artinya agama yang harus dikembangkan dan didakwahkan. Nabi Muhammad telah memperkenalkan Islam pertama kalinya di Mekah dengan cara damai. Islam hanya dikemukakan kepada masyarakat dan terserah kepada mereka untuk memilih apakah menganut atau tidak. Pada periode Mekah dan sebagian besar periode Madinah tidak pernah tercatat oleh sejarah tentang adanya kekerasan yang ditempuh oleh Nabi Muhammad dalam rangka pengembangan agama Islam. Agama adalah merupakan hak asasi manusia yang pemilihnya harus diserahkan kepada mereka secara pribadi dan bebas. Paksaan, kekerasan dan yang semacamnya untuk menarik manusia masuk agama tertentu dan juga Islam, bertentangan dengan hak asasi manusia dan juga bertentangan dengan prinsip dasar Islam (Putuhena, Susmihara dan Rahmat, 2013).

Sepanjang sejarah, pengembangan Islam oleh Nabi Muhammad hanya dilakukan dengan memperkenalkan Islam kepada masyarakat dan mengajak mereka secara damai dan bijaksana untuk menjadi penganutnya. Walaupun adanya perang, cikal bakal adanya perang yang dilakukan oleh umat Islam dalam sejarah perkembangan Islam adalah dengan tujuan mempertahankan diri dan untuk melindungi dakwah. Inilah jihad yang dilakukan pada masa Nabi Muhammad (Putuhena, Susmihara dan Rahmat, 2013).

Aksi radikal yang terjadi di dalam Islam banyak disebabkan oleh interpretasi umat Islam terhadap kitab suci dan Sunnah Nabi yang tekstual, skriptural, dan kaku.


(21)

Al-Quran dan Sunnah tidak ditafsirkan secara kontekstual yang melibatkan historisitas teks dan dimensi kontekstualnya. Ayat-ayat yang cenderung mengarah pada aksi kekerasan, seperti kafir/kufur, syirik, dan jihad, sering ditafsirkan apa adanya, tanpa melihat konteks sosiologis dan historisnya. Sesuatu yang tersirat di balik “penampilan-penampilan tekstualnya”-nya hampir-hampir terabaikan, jika bukan terlupakan maknanya. Kecenderungan semacam ini telah menghalangi sementara kaum muslim untuk dapat secara jernih memahami pesan-pesan Al-Quran sebagai instrumen Ilahiah yang memberikan panduan nilai-nilai moral dan etis yang benar bagi kehidupan manusia (Darmadji, 2011).

Penafsiran dan persepsi yang salah dalam memaknai jihad akan berbahaya dan akan membentuk pribadi-pribadi yang eksklusif dan mengarah ke radikalisme bahkan terorisme. Bentuk radikal pada organisasi keagamaan pada taraf individu kemudian ke kelompok diawali dengan cara pandang individu maupun kelompok berawal dari cara pandang (religion way of knowing) yang selalu mengutamakan klaim kebenaran (truth claim) atas informasi kemutlakan oleh masing-masing pemeluk agama (kelompok keagamaan). Di sisi lain menolak terhadap kebenaran yang datang dari agama lainnya. Ada klaim-klaim inilah yang secara sosiologis berpotensi memperlebar jarak sosial (social distance), serta menimbulkan pertentangan dan konflik realistik pada wilayah sosial-politik (Arifin, 2000). Cara pandang yang demikianlah kemudian akan timbul semangat kelompok seperti: Pertama, sektarianisme, yang lebih menonjolkan ciri sekte dan merasa sebagai kelompok paling hebat dan kampiun. Kedua, ghettoisme, bertolak dari kepercayaan orang lain, serta menutup diri, baik dengan alasan superioritas


(22)

maupun sebaliknya inferioritas. Ketiga, tribalisme, mengandalkan persatuan komunitas sendiri dengan ciri-cirinya yang menolak kehadiran orang lain. Dengan kehadiran in-group dan out-group yang kental. Keempat, fasisme, menganggap diri paling utama dan sampai pada kesimpulan mengenyahkan orang lain pun memiliki legitimasi tertentu. Kelima, ekskluivisme, yaitu sikap menutup diri dari pergaulan dengan orang lain, karena takut tercemar keburukan orang lain, ingin mempertahankan keaslian dan kemurnian pribadi (Arifin, 2000).

Cara pandang yang demikian juga akan berbahaya bagi masyarakat awam, khususnya adalah mahasiswa, kaum intelektual yang digadang sebagai pembawa perubahan bagi masyarakat adalah harapan bagi keluarga, lingkungan dan negaranya. Pengetahuan dan ilmu yang dimiliki sesuai bidangnya tidak perlu dipertanyakan lagi. Banyak di antara anak bangsa yang memberikan kontribusi yang besar bagi Indonesia di berbagai bidang. Ada satu hal yang harus ada pada mereka yang selayaknya menjadi kontrol, yaitu agama. Agama dalam hal ini harus dipahami secara mendalam dan komprehensip serta dari berbagai sudut pandang.

Kekhawatiran akan muncul ketika kebanyakan cara yang dilakukan sebagian orang dalam proses memahami agama adalah hanya mendalami dalam beberapa aspek saja, tidak secara keseluruhan. Inilah awal munculnya apa yang dinamakan fundamentalisme agama. Fundamentalisme agama yang pada awalnya adalah ingin kembali pada ajaran yang sebenarnya dalam beragama dan ingin mendakwahkan kepada semua pemeluk tetapi cara yang digunakan adalah yang salah, demikianlah radikalisme muncul dalam beragama (Saifuddin, 2011).


(23)

Terlebih ketika kaum intelektual yang memiliki ilmu dan kemampuan yang melebihi dari orang awam pada umumnya dan berusaha dan mencoba mendalami agama, Islam dalam hal ini, namun hanya dengan bergurukan buku teks saja. Mereka mengharapkan dan barangkali mempunyai semangat untuk mendemonstrasikan bahwa sebuah negara haruslah dipimpin oleh seorang khalifah, seorang muslim yang mampu menegakkan hukum Islam. Terlebih, baru-baru ini berbagai media menyuguhkan berita-berita tentang perjuangan-perjuangan yang dilakukan oleh kelompok Islam di Timur Tengah, khususnya ISIS yang akan menjadikan mereka sebagai motivasi dan semangat untuk menjadikan iedologi Islam sebagai pedoman bernegara.

Jargon “kembali kepada Al-Quran dan Sunnah” lebih banyak dimaksudkan sebagai perintah untuk kembali kepada akar-akar Islam awal dan praktik-praktik nabi yang puritan dalam mencari keaslian (otentisitas). Kalau umat Islam tidak kembali pada “jalan yang benar” dari para pendahulu mereka, maka mereka tidak akan selamat. Kembali kepada Al-Quran dan Sunnah ini dipahami secara skriptural dan totalistik. Inilah keyakinan mereka tentang memperjuangkan Islam secara kaffah, yakni obsesi kembali ke masa lalu Islam secara keseluruhan tanpa melihat perubahan sosial-budaya yang telah dialami masyarakat muslim dewasa ini. Pandangan ini menunjukkan sikap literal mereka dalam memahami teks-teks agama sehingga harus sesuai atau sama dengan perilaku Nabi Muhammad. Penafsiran semacam ini melahirkan sikap-sikap beragama yang galak dan keras, yang pada giliranya melahirkan aksi kekerasan, radikal, bahkan teror (Darmadji, 2011).


(24)

Pada dasarnya, faktor ideologi merupakan penyebab terjadinya perkembangan radikalisme di kalangan mahasiswa. Secara teoritis, orang yang sudah memiliki bekal pengetahuan setingkat mahasiswa apabila memegangi keyakinan yang radikal pasti sudah melalui proses tukar pendapat yang cukup lama dan intens sehingga pada akhirnya mahasiswa tersebut dapat menerima paham radikal. Persentuhan kalangan mahasiswa dengan radikalisme Islam tentu bukan sesuatu yang muncul sendiri di tengah-tengah kampus. Radikalisme itu muncul karena adanya proses komunikasi dengan jaringan-jaringan radikal di luar kampus. Dengan demikian, gerakan-gerakan radikal yang selama ini telah ada mencoba membuat metamorfosa dengan merekrut mahasiswa, sebagai kalangan terdidik (Saifudin, 2011).

Penjelasan lebih lanjut lagi menurut Saifudin (2011) bahwa perguruan tinggi umum lebih mudah menjadi target rekrutmen gerakan-gerakan radikal, sementara perguruan tinggi berbasis keagamaan dianggap lebih sulit. Kalau ternyata faktanya menunjukkan bahwa gerakan radikal juga sudah marak dan subur di kampus-kampus berbasis keagamaan, maka ini dapat membuktikan dua hal. Pertama, telah terjadi perubahan di dalam perguruan tinggi berbasis keagamaan itu sendiri. Kedua, telah terjadi metamorfosa bentuk dan strategi gerakan di internal gerakan-gerakan radikal. Untuk membuktikannya Saifuddin memberikan contoh sebagai berikut :

Untuk pembuktian yang pertama, adanya konversi dari IAIN ke UIN membuka peluang yang sangat besar bagi alumni-alumni yang berasal dari SMU/SMK/STM untuk menjadi mahasiswa perguruan tinggi agama tersebut. Kalau dahulu sebagian besar calon mahasiswa IAIN berasal dari lulusan madrasah atau pondok pesantren. Ketika mereka kuliah ternyata mendapati pelajaran yang diajarkan sudah pernah dipelajari di pesantren bahkan bisa jadi mereka lebih menguasai dari pada dosennya sendiri. Oleh


(25)

karena itu, mereka lebih suka membaca buku-buku filsafat, ilmu sosial politik dan semacamnya. Girah untuk mempelajari agama menjadi menurun bahkan ada kecenderungan untuk liberal. Dengan kondisi semacam ini tentu mereka sulit didoktrin untuk menjadi orang yang militan dan radikal. Sementara calon mahasiswa yang berasal dari SMU/SMK/STM karena dahulunya lebih banyak belajar umum (non agama), mereka baru menemukan girah atau semangat beragamanya di kampus, terlebih ketika mereka berjumpa dengan aktivis-aktivis lembaga dakwah dan organisasi-organisasi tertentu. Latar belakang yang demikian tentu menjadi lahan empuk untuk membangun dan membangkitkan sikap militansi keagamaan di dalam diri mereka (hlm.29).

Intinya adalah gerakan radikal di kalangan mahasiswa tidak berdiri sendiri, tetapi pasti memiliki keterkaitan jaringan dengan organisasi-organisasi radikal di luar kampus yang sudah terlebih dahulu ada. Fenomena NII menjadi bukti gamblang bahwa ada keterkaitan antara jaringan gerakan radikal di kampus dengan gerakan radikal di luar kampus (Saifudin, 2011).

Berdasarkan penjelasan di atas, penelitian ini ingin melihat bagaimana persepsi mereka (aktivis Lembaga Dakwah Kampus) ketika melihat gerakan ISIS. Apakah melihat gerakan ISIS merupakan jihad yang sudah sesuai dengan apa yang tercantum dalam Al-Quran atau justru hal tersebut merupakan suatu bentuk radikalisme. Bukan tidak mungkin, dengan pemberitaan di media massa pun dapat menjadi motivasi bagi siapapun untuk ikut bergabung dengan kelompok-kelompok ini atau paling tidak mendukung adanya kelompok-kelompok tersebut. Lembaga Dakwah Kampus disini adalah organisasi kemahasiswaan yang pada mulanya timbul dari mahasiswa yang belajar di Timur Tengah dan pulang ke Indonesia dengan memperkenalkan metode dakwah yang mengadopsi metodenya Ikhwanul Muslimin (Rahmat, 2008).


(26)

“kasih, persaudaraan, dan perkenalan.” Tidak ada visi penggunaan kekerasan kekerasan pada pertama kali didirikannya organisasi ini (Mizan, 2011).

Tetapi, dalam perkembangannya IM mengalami dua perkembangan yang satu ke arah moderat yang menganut pemikiran Al-Bana dan aliran radikal yang merujuk pada pemikiran Sayyid Qutb. Pemikiran Sayyid Qutb merupakan perpanjangan pemikiran Hasan Al-Bana, letak perbedaannya adalah Al-Bana menggunakan cara-cara moderat dengan pendidikan, penyadaran, dan keteladanan. Al-Bana tidak menyukai hal-hal yang pro-kekerasan dan menghindari konfrontasi secara langsung dengan negara, tetapi gerakannya adalah sebagai gerakan bawah tanah yang disembunyikan dibalik dakwahnya yang moderat tersebut. Sedangkan pemikiran Sayyid Qutb cenderung melawan dengan militannya secara langsung kepada negara (Rahmat, 2007).

Melihat latar belakang tersebut dan paparan sebelumnya, yaitu bahwa radikalisme itu dapat muncul dari ideologi radikal; perguruan tinggi umum lebih mudah menjadi tempat tumbuh suburnya ideologi radikal daripada perguruan tinggi agama; serta pemahaman dalil-dalil yang kaku. Maka penelitian ini akan melihat persepsi para aktivis Lembaga Dakwah Kampus terhadap ISIS.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini memiliki rumusan masalah, yaitu: Bagaimana persepsi Aktivis Dakwah Kampus terhadap Islamic State of Iraq and Syiria (ISIS): gerakan jihad atau radikal?


(27)

C. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui persepsi Aktivis Dakwah Kampus terhadap Islamic State of Iraq and Syria (ISIS): gerakan jihad atau radikal.

D. Manfaat Penelitian

1. Secara Teoritis

Manfaat secara teoretis dari penelitian ini, yaitu: Hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi studi Sosiologi Agama.

2. Manfaat Praktis

Beberapa manfaat secara praktis dari penelitian ini, yaitu sebagai berikut.

1. Bagi peneliti, penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan tentang ISIS: gerakan jihad atau radikal.

2. Bagi pembaca, penelitian ini dapat memberikan informasi secara tertulis maupun sebagai referensi tentang Sosiologi Agama.


(28)

II. KAJIAN PUSTAKA

A. Teori Behaviorisme Sosial (Social Behaviorisme)

Suatu tindakan pada dasarnya terdiri dari dua aspek, yaitu aspek tersembunyi dan yang terbuka dari tindakan manusia itu sendiri (Ritzer dan Goodman, 2011). Tindakan tidak hanya dilihat dari apa yang tampak saja, tetapi lebih dari itu yaitu aspek mental yang ada dalam diri manusia itu sendiri, pikiran. Ini lah yang membedakan manusia dengan hewan. Suatu tindakan berawal dari adanya stimulus yang datang dari luar dan pada akhirnya timbullah sebuah tindakan. Jarak antara stimulus dan respon itulah yang hanya ada pada manusia, pikiran. Perhatian, persepsi, imajinasi, alasan, emosi, dan sebagainya adalah bagian dari tindakan (Ritzer dan Goodman, 2011). Umiarso dan Elbadiansyah (2014) menjelaskan proses tindakan dengan bagan seperti berikut:

Gambar 1. Posisional Interaksionisme Simbolik

Stimulus Proses Memahami Respons


(29)

Dalam hal ini adalah aktivis Lembaga Dakwah Kampus yang diberikan stimulus berupa simbol, yaitu ISIS. Simbol yang diterimanya tidak begitu saja langsung mendapat respon darinya, melainkan mereka (aktivis Lembaga Dakwah Kampus) berusaha memahami dan menafsirkan apa yang mereka terima. Untuk mengetahui social act yang mereka lakukan, tidak hanya melihat apa yang tampak saja (manifes), dalam artian hanya melalui pengamatan saja. Justru yang terpenting dalam penelitian kualitatif adalah apa yang tersembunyi (laten) dari informan, karena hal tersebut adalah social act yang sebenarnya. Hal ini penting karena pada dasarnya suatu tindakan yang akan dilakukan seseorang selalu mempertimbangkan “reward” dan “punishment” (Umiarso dan Elbadiansyah, 2014). Ketika mereka ingin memberikan informasi yang sebenarnya, tetapi di sisi lain juga mempertimbangkan ke dua hal tersebut. Apakah akan mendapatkan “reward” jika memberikan informasi yang sebenarnya atau kah sebaliknya, justru akan mendapatkan “punishment”.

Social act dipengaruhi oleh dua hal yaitu internal (diri sendiri) dan eksternal (lingkungan). Seperti yang dikatakan Umiarso dan Elbadiansyah (2014) bahwa suatu perilaku manusia pada dasarnya selalu menyesuaikan dengan lingkungannya. Ritzer dan Goodman (2011) menggambarkan ada empat tahapan tindakan, dimana keempatnya saling berhubungan secara dialektis satu sama lain. Pertama, impuls yaitu dorongan hati/impuls yang meliputi “rangsangan spontan yang berhubungan dengan alat indera” dan reaksi aktor terhadap rangsangan, kebutuhan untuk melakukan sesuatu terhadap rangsangan itu. Semua orang ketika diberi rangsangan tentang ISIS secara spontan tetapi khususnya adalah aktivis Lembaga Dakwah Kampus, mempunyai reaksi tersendiri mengenai hal tersebut.


(30)

Dalam berpikir tentang reaksi, manusia tak hanya mempertimbangkan situasi kini, tetapi juga pengalaman masa lalu dan mengantisipasi akibat dari tindakan di masa depan. Reaksi ini juga akan dipengaruhi oleh lingkungan si aktor, aktivis Lembaga Dakwah Kampus misalnya, dipengaruhi oleh lingkungannya yaitu, teman-teman sesama aktivis bahkan lembaganya itu sendiri yang akan mempengaruhinya ketika akan melakukan suatu reaksi atas suatu impuls. Secara menyeluruh, impuls, seperti semua unsur teori Mead, melibatkan aktor dan lingkungan.

Kedua, persepsi (perception). Aktor menyelidiki dan bereaksi terhadap rangsangan yang berhubungan dengan impuls. Manusia mempunyai kapasitas untuk merasakan dan memahami stimuli melalui pendengaran, melihat, rasa, dan sebagainya. Aktor tidak secara spontan menanggapi stimuli dari luar, tetapi memikirkannya sebentar dan menilainya melalui bayangan mental. Manusia tidak hanya tunduk pada rangsangan dari luar; mereka juga aktif memilih ciri-ciri rangsangan dan memilih di antara sekumpulan rangsangan. Sebuah rangsangan mungkin mempunyai beberapa dimensi dan aktor mampu memilih di antaranya. Aktor biasanya berhadapan dengan banyak rangsangan yang berbeda dan mereka mempunyai kapasitas untuk memilih yang mana perlu diperhatikan dan yang mana perlu diabaikan. Ketika aktivis Lembaga Dakwah Kampus yang dihadapkan dengan banyak rangsangan tetapi dugaan sementara adalah bahwa ISIS adalah stimuli yang lebih diperhatikan dari sekian banyak stimuli yang mereka terima mengingat ideologi lembaga mereka sendiri dibandingkan dengan orang lain pada umumnya.


(31)

Ketiga, manipulasi. Segera setelah obyek dipahami, langkah selanjutnya adalah memanipulasi objek atau mengambil tindakan berkenaan dengan objek itu. Tahap manipulasi merupakan tahap yang penting dalam proses tindakan agar tanggapan tak diwujudkan secara spontan, yaitu seseorang mempertimbangkan “reward” dan “punishment”. Selain itu juga mereka berpikir tentang pengalaman masa lalu maupun masa depan yang akan dilibatkan.

Keempat, komsumasi. Tahap pelaksanaan/konsumasi (consummation), atau mengambil tindakan yang memuaskan dorongan hati yang sebenarnya.

B. Kajian Pustaka tentang Persepsi

Slameto (1995) berpendapat bahwa persepsi adalah proses yang menyangkut masuknya informasi ke dalam otak manusia. Sejalan dengan itu, Fauzi (1999) menyatakan persepsi adalah menafsirkan stimulus yang telah ada di dalam otak. Menurut Thantawi (2005) persepsi merupakan proses mengingat atau mengidentifikasi suatu objek dengan menggunakan pengertian. Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah penilaian terhadap objek atau stimulus yang diidentifikasi dengan menggunakan panca indera.

Ada hal-hal yang menyebabkan suatu objek yang sama dipersepsikan berbeda oleh seseorang. Fauzi (1999) menyatakan perbedaan persepsi itu dapat disebabkan oleh perhatian, set, kebutuhan, sistem nilai, kepribadian dan gangguan kepribadian, dengan penjelasan sebagai berikut:

a. Perhatian

Perhatian seseorang terjadi karena adanya rangsangan dari lingkungan yang memfokuskan terhadap satu atau dua objek saja sehingga terjadi perbedaan persepsi.


(32)

b. Set

Set adalah harapan seseorang tentang rangsang yang akan timbul. Jadi sebelumnya dia telah memiliki informasi atau data yang ada dalam fikirannya yang nantinya dapat dibandingkan dengaan kenyataan yang akan ditemui.

c. Kebutuhan

Kebutuhan-kebutuhan sesaat maupun yang menetap dapat mempengaruhi seseorang ber-persepsi. Dengan demikian kebutuhan-kebutuhan yang berbeda dapat mempengaruhi persepsi.

d. Sistem nilai

Sistem nilai yang berlaku dalam suatu masyarakat juga dapat mempengaruhi persepsi sesorang terhadap suatu objek.

e. Ciri kepribadian

Ciri kepribadian akan mempengaruhi persepsi orang terhadap objek yang dipersepsikan.

f. Gangguan kepribadian

Gangguan kepribadian atau gangguan kejiwaan dapat menimbulkan kesalahan persepsi yang disebut halusinasi bersifat individual, jadi hanya dialami oleh penderita yang bersangkutan saja.

Dari paparan di atas, dapat dirangkum bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi adalah faktor internal dan faktor ekseternal. Faktor internal yaitu perhatian, set, dan ciri kepribadian. Sedangkan faktor eksternal adalah sistem nilai.

C. Kajian Pustaka tentang Mahasiswa

Menurut Budiman (2006) mahasiswa adalah orang yang belajar di sekolah tingkat perguruan tinggi untuk mempersiapkan dirinya bagi suatu keahlian tingkat sarjana. Menurutnya, mahasiswa dipandang sebagai “juru selamat” dan dipandang dapat menyelesaikan segala persoalan yang meskipun bukan bidangnya. Sedangkan menurut Antoni (2012) bahwa mahasiswa adalah insan yang dipercaya untuk mengemban tugas-tugas keilmuan sesuai potensi dan kadar intelektual yang dimiliki masing-masingnya. Mahasiswa dengan segala potensi yang tersedia dan


(33)

disediakan adalah titipan keluarga dan masyarakat dalam rangka membingkai kemajuan berpikir, kearifan dalam bertindak, dan kematangan dalam bersosialisasi. Mahasiswa disiapkan untuk berjiwa besar, terbuka dalam banyak hal, dan siap untuk menerima kritikan.

Menurut Sutardi dan Budiasih (2010) kompetensi yang harus dimiliki mahasiswa dari berbagai aspek adalah sebagai berikut: Pertama, knowledge. Ilmu pengetahuan dasar yang harus dimiliki mahasiswa adalah mengetahui sumber-sumber materi pelajaran, mengetahui sistem perkuliahan, mengetahui cara belajar yang efektif dan efisien, mengetahui untuk apa belajar di perguruan tinggi, dan mengetahui kegunaan ilmu pengetahuan yang diperolehnya. Kedua, skill. Yaitu kemampuan berkomunikasi dan presentasi, kemampuan mendengarkan, kemampuan bertanya, kemampuan menggabungkan berbagai fakta yang berkaitan, kemampuan menggunakan pola berfikir kreatif dan berfokus, kemampuan bermimpi, kemampuan merencanakan studi, kemampuan mencermati kondisi lingkungan kehidupan masyarakat dan kemampuan berorganisasi. Ketiga, attitude. Sikap yang harus dimiliki mahasiswa antara lain adalah kejujuran, rajin dan giat belajar, pantang menyerah, kritis, ramah, santun dan sopan, menghormati sesama mahasiswa dan dosen, menghargai pendapat orang lain, ceria dan tidak banyak mengeluh, serta mendahulukan kepentingan bersama.

Budiman (2006) mengatakan bahwa mahasiswa juga dianggap sebagai pressure group, yaitu segala macam kelompok, baik yang terorganisasi secara formal maupun tidak, yang memperjuangkan kepentingan umum dan mempunyai pengaruh di dalam masyarakat. Untuk jadi berpengaruh, tidak selalu berarti dia


(34)

diperoleh atas dasar kepentingan yang diperjuangkan, apakah mengenai kepentingan umum atau tidak. Semakin luas kepentingan yang diperjuangkan, semakin dia mendapat dukungan masyarakat dan semakin dia menjadi berpengaruh. Pressure group ini berfungsi sebagai gerakan korektif yang tidak mungkin menjadi musuh penguasa mana pun juga, kecuali bagi penguasa yang memang tidak ingin dikoreksi karena mempunyai maksud-maksud yang tidak baik bagi keseluruhan masyarakatnya.

Bagi Antoni (2012) sosok mahasiswa diharapkan tidak berbuat segala sesuatu hanya untuk dirinya sendiri. Kerja keras yang dilakukan oleh mahasiswa tidak hanya demi kesejahteraan dirinya sendiri dan keluarga. Tetapi mahasiswa juga diharapkan tidak melupakan tanggung jawab moral terhadap masyarakat di mana ia tumbuh.

D. Kajian Pustaka tentang Lembaga Dakwah Kampus (LDK)

Lembaga Dakwah Kampus (LDK) bermula dari gerakan tarbiyah yang dipengaruhi oleh gerakan Ikhwanul Muslimin yang didirikan oleh Hasan Al-Bana di Mesir. Gerakan ini mempunyai orientasi politik praktis dan pasca-reformasi pengikut gerakan ini membentuk Partai Keadilan yang kemudian berubah menjadi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) (Subkhan, 2007).

Munculnya Lembaga Dakwah Kampus (LDK) bukanlah semata hasil dari dinamika internal dakwah di Indonesia, melainkan ada pengaruh dari dinamika eksternal dakwah di tingkat dunia, khususnya dari unsur-unsur gerakan Islam, yaitu bersinggungan dengan pola dakwah IM. Persinggungan tersebut antara lain


(35)

terkait dengan sistem usroh dan konsep Islam kaffah. Gerakan usroh yang dikembangan dari masjid Salman di ITB ini memiliki persamaan dengan konsep tarbiyah yang dimiliki gerakan Ikhwanul Muslimin di Mesir. Usroh merupakan sistem dakwah IM berupa kelompok yang terdiri dari 5 sampai 10 orang yang dipimpin oleh seorang naqib (Rahmat, 2008).

Sedangkan di lain pihak, Latif (2005) mengatakan bahwa gerakan masjid yang muncul dari masjid Salman ITB pada tahun 1970-an ini mengadopsi ideologi dan “intelektual gerakan” (movement intellectual) dari Latihan Mujahid Dakwah (LMD). LMD pertama kali diperkenalkan oleh Imaddudin Abdulrahman dan rekan-rekannya kepada jamaah masjid Salman pada tahun 1973. Menariknya, materi dasar dari ideologi LMD ternyata merupakan versi modifikasi dari NDP (-nya HMI) yang disusun (utama(-nya oleh) Madjid dengan penekanan yang kuat pada doktrin tauhid dan perhatian khusus terhadap ancaman perang pikiran (ghazwul fikr) dengan ide-ide sekuler Barat. Inspirasi ini diambil dari doktrin gerakan Islam yang terkenal di Mesir, yaitu Ikhwanul Muslimin.

LMD dilakukan dengan cara para peserta diharuskan tinggal dalam kompleks masjid Salman selama sekitar seminggu dan diisolasi dari kontak dengan dunia luar. Pelatihan dimulai satu jam sebelum shalat subuh dan sepanjang siang, para peserta mengikuti diskusi-diskusi kelompok kecil yang intens dan menantang. Pada malam hari, mereka harus menjalankan shalat malam (sunnah), dan pada malam terakhir, mereka harus mengucapkan kalimat syahadat di depan para trainner-nya. Trainning Islam yang sangat singkat ini ternyata merangsang munculnya kesadaran keagamaan baru yang radikal. Perkembangan lebih lanjut,


(36)

tutorial Islam atau mentoring bagi mahasiswa ITB lain. Aktivitas-aktivitas mentoring, yang di dalamnya para pesertanya diorganisasi menjadi kelompok-kelompok diskusi kecil, menjadi basis bagi terciptanya lingkaran-lingkaran kelompok-kelompok kohesif, yang disebut usrah (dalam bahasa Arab, yang berarti keluarga). Setiap sel usrah memiliki mentornya sendiri yang bertindak sebagai teladan dan motivator. Pada gilirannya, para anggota usrah, akan menjadi para da’i baru yang secara aktif merekrut para anggota baru (Latif, 2005).

Lembaga Dakwah Kampus (LDK) mempunyai warna dan corak keagamaan sebagai berikut: Pertama, reformatif, yakni pemurnian ajaran Islam dari pengaruh unsur-unsur luar Islam baik dari pemikiran Barat maupun dari tradisi-tradisi lokal. Kedua, corak kesadaran diri untuk keluar dari dominasi dan isolasi kekuatan di luar Islam, terutama Barat. Ketiga, corak pertumbuhan kepercayaan diri untuk tampil sebagai salah satu kekuatan alternatif yang membawakan penyelesaian atas problem-problem yang dihadapi umat manusia. Lembaga Dakwah Kampus juga menjadi pelopor gerakan Tarbiyah, HTI, MMI, Salafy, dan Laskar Jihad (Shidqi, 2008).

1. Peran Lembaga Dakwah Kampus (LDK)

Menjamurnya Lembaga Dakwah Kampus (LDK) di kampus-kampus seluruh Indonesia kini memiliki peran penting dalam mendakwahkan agama dan ajaran Islam di lingkungan kampus. Ada empat peran strategis organisasi ini, yaitu peran tanzhimi, tarbawi, haroki atau fikri, dan siyasi. Peran tanzhimi yakni LDK ditujukan berkiprah aktif dalam tanzhim dakwah hingga Islam dapat berakar kuat


(37)

di kampus-kampus. Tarbawi yakni melakukan pembinaan dan kaderisasi yang terus berjalan sehingga dakwah kampus tak akan terputus. Peran haroki atau fikri diusung LDK untuk mengembangkan pemikiran.

Maka, jadilah mereka sebagai pemasok pemikiran Islam modern dan ilmiah. Terakhir, peran siyasi yakni dengan berkontribusi dalam isu-isu Islam dan pergolakan dunia Islam. Tak hanya itu, mereka juga menyiapkan kepemimpinan umat terkait peran strategis terakhir tersebut (republika.co.id, 2014).

E. Kajian tentang Radikalisme

1. Definisi Radikalisme

Fenomena radikalisme di Indonesia hingga hari ini masih menjadi perbincangan yang menarik dan terus menghangat. Menjadi muslim yang liberal, progresif, fundamentalis, radikal, atau inklusif maupun eksklusif tentu sah-sah saja, dan itu bagian dari hak asasi setiap warga negara Indonesia. Hal yang menjadi persoalan adalah ketika pola keberagamaan yang kita yakini dan jalani mengancam eksistensi orang lain. Terlebih ketika suatu kelompok mengaku dirinya yang paling benar dan memiliki kebenaran tunggal, seraya memaksa kelompok yang lain mengikuti paham kelompoknya.

Term “radikal” yang membentuk istilah “radikalisme” berasal dari Bahasa Latin, radix yang berarti “akar”. Dengan demikian, “berpikir secara radikal” sama artinya dengan berpikir hingga ke akar-akarnya, hal tersebutlah yang kemudian besar kemungkinan bakal menimbulkan sikap-sikap anti kemapanan (Azca, 2011).


(38)

menghendaki adanya perubahan dan perombakan besar sebagai jalan untuk mencapai taraf kemajuan. Lebih jauh lagi, gerakan radikalisme Islam sebenarnya merupakan ”buah” dari pemahaman skripturalistik verbalis terhadap teks-teks keagamaan yang dipaksakan untuk melegitimasi ”violence actions” dengan ”menyeru jihad menebar teror” atas nama ”Tuhan”. Pemahaman skripturalis menganggap bahwa kebenaran hanya ada di dalam teks dan tidak ada kebenaran di luar teks. Dengan pemahaman seperti itu, gerakan radikalisme Islam biasanya meletakkan konsepsi-konsepsi teologis sebagai dasar tindakan. Konsepsi-konsepsi teologis tersebut adalah jihad (dalam pengertian yang sempit), penegakan syari’at Islam, formalisasi syari’at Islam, amar ma’ruf nahi munkar, dan mendirikan negara Islam (khilafah/daulah islamiyah) (Azca, 2011)..

Sedangkan menurut Heriej (2010) menjelaskan bahwa aksi radikalisme Islam oleh para aktivis muslim garis keras sebagai upaya mewujudkan tujuan, yaitu penerapan shari’a, pendirian sebuah negara Islam atau pendirian sebuah khilafah. Radikalisme adalah gerakan sosial yang menolak secara menyeluruh tertib sosial yang sedang berlangsung dan ditandai oleh kejengkelan moral yang kuat untuk menentang dan bermusuhan dengan kaum yang memiliki hak-hak istimewa dan yang berkuasa. Dengan demikian, radikalisme merupakan gejala umum yang bisa terjadi dalam suatu masyarakat dengan motif beragam, baik sosial, politik, budaya maupun agama, yang ditandai oleh tindakan-tindakan keras, ekstrim, dan anarkis sebagai wujud penolakan terhadap gejala yang dihadapi (Kosim, 2006).

Selain istilah radikal, sebutan lain yang sering dipakai untuk melabeli gerakan yang cenderung anarkis ini adalah; fundamentalis, ekstrim, dan militan. Keempat


(39)

istilah tersebut pada umumnya diarahkan kepada seseorang atau sekelompok orang dengan nada, menghukum, menyudutkan, dan merendahkan akibat perbuatannya yang radikal, eksklusif, tertutup, merasa benar sendiri, dan absolut dalam menghadapi masalah tertentu. Karena itu, apabila ada kelompok yang dicap radikal, fundamentalis, ekstrim, atau militan, maka masyarakat pada umumnya akan segera menjauhi atau mengucilkan. Ada dua hal mengapa gerakan-gerakan radikal seringkali mengalami ketegangan dengan lingkungan mereka: pertama, intoleransi mereka terhadap pandangan-pandangan, sikap, serta perilaku yang berlainan dengan selera mereka; kedua, kebiasaan mereka untuk membentuk bagian-bagian khusus dalam tubuh organisasi mereka, yang dalam perkembangan lebih lanjut menjadi alat gerakan yang bersifat paramiliter (Kosim, 2006).

Radikalisme adalah satu wujud ekspresi dan artikulasi pesan keagamaan dengan cara kekerasan untuk merealisasikan daftar “mimpi” yang melangit dalam doktrin puritanisme dan fundamentalisme. Radikalisme menjelma dalam wujud hate speech, labelisasi negatif, stigmatisasi, dan condoning (komentar, sikap dan kebijakan yang menjurus pada usaha yang dapat memicu aksi agitasi dan kekerasan). Dalam wujudnya yang paling sederhana, radikalisme menjelma dalam kesadaran penentangan, penolakan, atau agitasi terhadap segala gagasan yang dinilai menyimpang (Nuruddin, 2013).

2. Faktor Penyebab Radikalisme

Menurut Saifuddin (2011) secara garis besar gerakan radikalisme disebabkan oleh faktor ideologi dan faktor non-ideologi seperti ekonomi, dendam, sakit hati,


(40)

ketidakpercayaan dan lain sebagainya. Faktor ideologi sangat sulit diberantas dalam jangka pendek dan memerlukan perencanaan yang matang karena berkaitan dengan keyakinan yang sudah dipegangi dan emosi keagamaan yang kuat. Faktor ini hanya bisa diberantas permanen melalui pintu masuk pendidikan (soft treatment) dengan cara melakukan deradikalisasi secara evolutif yang melibatkan semua elemen. Pendekatan keamanaan (security treatment) hanya bisa dilakukan sementara untuk mencegah dampak serius yang ditimbulkan sesaat. Sementara faktor kedua lebih mudah untuk diatasi, suatu contoh radikalisme yang disebabkan oleh faktor kemiskinan cara mengatasinya adalah dengan membuat mereka lebih layak dan sejahtera.

Menurut Mizan (2011) radikalisme dalam Islam disebabkan dua faktor, yaitu: Pertama, asas keterpilihan. Allah memilih satu agama yang benar, utusan yang dipilihnya, sahabat pilihan yang membantu menyebarkan agama Islam, dan memilih satu umat di atas umat yang lain. Kedua, asas kebenaran absolut. Masing-masing agama baik Yahudi, Kristen, Islam, dan sebagainya meyakini bahwa agama mereka yang paling benar dalam berbagai persoalan dan menafikan kebenaran agama yang lain.

Lebih lanjut lagi, Mujiburrahman (2012) menjelaskan paling kurang ada lima sebab yang mendorong lahirnya radikalisme : (1) negara otoriter yang menindas rakyat. Suatu kelompok yang ekstrem maka akan ada kelompok yang ekstrem juga melawan kelompok tersebut; (2) negara gagal mewujudkan keadilan dan kesejahteraan yang merata. Ketika masyarakat sudah muak dengan kesenjangan yang ada dan rasa percaya terhadap pemerintah hilang serta jalan keluar tak kunjung didapatkan, maka tidak ada pilihan lain selain bertindak secara radikal;


(41)

(3) tatanan global yang tidak seimbang. PBB sebagai himpunan seluruh negara dirasa tidak adil serta terdapat beberapa anggota yang mempunyai hak veto tentu merupakan fenomena ketidaksetaraan. Selanjutnya, negara-negara maju yang mengeksploitasi negara berkembang menarik perhatian berbagai pihak untuk meruntuhkan kekuasaan global dan menjadikannya kekuasaan tuhan; (4) pola pikir yang hitam putih yang berarti merasa agama yang dianutnya adalah yang paling benar dan menyalahkan agama lain; dan (5) krisis psikososial dan moral yang menimpa masyarakat modern.

Secara ringkas, Masduqi (2012) menjelaskan bahwa radikalisme disebabkan oleh banyak faktor antara lain: pertama, pengetahuan agama yang setengah-setengah melalui proses belajar yang doktriner. Kedua, literal dalam memahami teks-teks agama sehingga kalangan radikal hanya memahami Islam dari kulitnya saja tetapi minim wawasan tentang esensi agama. Ketiga, tersibukkan oleh masalah-masalah sekunder seperti menggerak-gerakkan jari ketika tasyahud, memanjangkan jenggot, dan meninggikan celana sembari melupakan masalah-masalah primer. Keempat, berlebihan dalam mengharamkan banyak hal yang justru memberatkan umat. Kelima, lemah dalam wawasan sejarah dan sosiologi sehingga fatwa-fatwa mereka sering bertentangan dengan kemaslahatan umat, akal sehat, dan semangat zaman. Keenam, radikalisme tidak jarang muncul sebagai reaksi terhadap bentuk-bentuk radikalisme yang lain seperti sikap radikal kaum sekular yang menolak agama. Ketujuh, perlawanan terhadap ketidakadilan sosial, ekonomi, dan politik di tengah-tengah masyarakat.


(42)

3. Ciri-Ciri Radikalisme

Kelompok radikal oleh Masduqi (2012) digambarkan memiliki beberapa ciri-ciri antara lain: pertama, sering mengklaim kebenaran tunggal dan menyesatkan kelompok lain yang tak sependapat. Klaim kebenaran selalu muncul dari kalangan yang seakan-akan mereka adalah nabi yang tak pernah melakukan kesalahan (ma’sum), padahal mereka hanya manusia biasa. Klaim kebenaran tidak dapat dibenarkan karena manusia hanya memiliki kebenaran yang relatif dan hanya Allah yang tahu kebenaran absolut. Oleh sebab itu, jika ada kelompok yang merasa benar sendiri maka secara langsung mereka telah bertindak congkak merebut otoritas Allah.

Kedua, radikalisme mempersulit agama Islam yang sejatinya samhah (ringan) dengan menganggap ibadah sunnah seakan-akan wajib dan makruh seakan-akan haram. Radikalisme dicirikan dengan perilaku beragama yang lebih memprioritaskan persoalan-persoalan sekunder dan mengesampingkan yang primer. Contohnya adalah fenomena memanjangkan jenggot dan meninggikan celana di atas mata kaki. Umat Islam seyogyanya memprioritaskan kewajiban ketimbang hal-hal sunnah yang sepele. Sudahkah zakat menyelesaikan problem kemiskinan umat, sudahkah shalat menjauhkan kita dari berbuat kemungkaran dan kekacauan sosial dan sudahkah haji menciptakan kesadaran kesetaraan dalam Islam. Hal-hal seperti ini seyogyanya diutamakan ketimbang hanya berkutat mengurusi jenggot dan celana.

Ketiga, kelompok radikal kebanyakan berlebihan dalam beragama yang tidak pada tempatnya. Ketika berdakwah mereka mengesampingkan metode gradual


(43)

yang digunakan oleh nabi, sehingga dakwah mereka justru membuat umat Islam yang masih awam merasa ketakutan dan keberatan. Padahal QS. 2:185 sudah menegaskan bahwa Allah menghendaki hal-hal yang meringankan dan tidak menghendaki hal-hal yang memberatkan umat-Nya.

Keempat, kasar dalam berinteraksi, keras dalam berbicara dan emosional dalam berdakwah. Ciri-ciri dakwah seperti ini sangat bertolak belakang dengan kesantunan dan kelembutan dakwah Nabi dalam QS. 3:159. Dalam QS. 16:125 Allah juga menganjurkan umat Islam supaya berdakwah dengan cara yang santun dan menghindari kata-kata kasar. Anjuran yang senada datang dari sabda Rasulullah “Sesungguhnya Allah mencintai kelembutan dalam segala hal” dan “Kelembutan tidak masuk dalam sebuah hal kecuali membuatnya indah sedangkan kekerasan tidak masuk dalam sebuah hal kecuali hanya akan memperburuknya”.

Kelima, kelompok radikal mudah berburuk sangka kepada orang lain di luar golongannya. Mereka senantiasa memandang orang lain hanya dari aspek negatifnya dan mengabaikan aspek positifnya. Hal ini harus dijauhi oleh umat Islam, sebab pangkal radikalisme adalah berburuk sangka kepada orang lain. Berburuk sangka adalah bentuk sikap merendahkan orang lain. Kelompok radikal sering tampak merasa suci dan menganggap kelompok lain sebagai ahli bid’ah dan sesat.

Keenam, mudah mengkafirkan orang lain yang berbeda pendapat. Di masa klasik sikap seperti ini identik dengan golongan Khawarij, kemudian di masa kontemporer identik dengan Jamaah Takfir wa al-Hijrah dan


(44)

kelompok-kelompok puritan. Kelompok ini mengkafirkan orang lain yang berbuat maksiat, mengkafirkan pemerintah yang menganut demokrasi, mengkafirkan rakyat yang rela terhadap penerapan demokrasi, mengkafirkan umat Islam di Indonesia yang menjunjung tradisi lokal, dan mengkafirkan semua orang yang berbeda pandangan dengan mereka sebab mereka yakin bahwa pendapat mereka adalah pendapat Allah.

4. Pencegahan dan Solusi Radikalisme

Islam sebagai agama yang rahmatan lil „alamin memiliki ajaran yang mendasar dalam berhubungan dengan manusia, walaupun berbeda keyakinan, suku, maupun yang lainnya yaitu tasamuh (toleransi). Ajaran yang selaras dan murni dalam Islam adalah ajaran yang mengedepankan toleransi, bukan eksklusivitas. Manusia adalah sama (al-musawah) kedudukannya dihadapan tuhan, yang membedakan adalah takwanya.

Toleransi dapat tercipta ketika seseorang yang benar memahami agama adalah berprasangka baik (husnudzan), bukan berprasangka buruk (suudzan) meskipun kepada orang yang berbeda keyakinan, berprasangka buruk boleh tetapi untuk kewaspadaan dan pada kadar seperlunya pada kondisi tertentu saja. Setiap orang harus mempunyai pikiran bahwa pada dasarnya di dalam diri individu mempunyai potensi baik dan benar dan bahwa setiap orang mempunyai hak untuk menyampaikan pendapat. Toleransi dapat tercipta pada diri yang rendah hati bagi orang yang mau mendengarkan pendapat orang lain sehingga tidak merasa benar absolut dan memaksakan kepada orang lain dengan cara-cara yang merugikan


(45)

orang lain. Toleransi hanya ada pada orang yang mempunyai sifat keterbukaan dibarengi dengan sifat kritis. Terakhir, toleransi bukan tidak ada batasannya, toleransi pada dasarnya dilakukan terhadap aspek-aspek perbedaan atas landasan kesadaran dan ketulusan (Naim, 2013).

Terdapat beberapa solusi untuk mengatasi masalah radikalisme yang dikemukakan oleh Masduqi (2012), antara lain:

a. Menghormati aspirasi kalangan Islamis radikalis melalui cara-cara yang dialogis dan demokratis.

b. Memperlakukan mereka secara manusiawi dan penuh persaudaraan.

c. Tidak melawan mereka dengan sikap yang sama-sama ekstrem dan radikal.

d. Dibutuhkan masyarakat yang memberikan kebebasan berpikir bagi semua kelompok sehingga akan terwujud dialog yang sehat dan saling mengkritik yang konstruktif serta empatik antar aliran-aliran.

e. Menjauhi sikap saling mengkafirkan dan tidak membalas pengkafiran dengan pengkafiran.

f. Mempelajari agama secara benar sesuai dengan metode-metode yang sudah ditentukan oleh para ulama Islam dan mendalami esensi agama agar menjadi muslim yang bijaksana.

g. Tidak memahami Islam secara parsial dan reduktif. Caranya adalah dengan mempelajari esensi tujuan syariat (maqa’sid syari’ah), dengan mengamalkan esensinya, maka umat Islam tidak akan terikat pada hal-hal yang bersifat simbolis. Atribut jubah dan celana di atas mata kaki adalah


(46)

menentukan jenis-jenis pakaian, tetapi nabi memakai berbagai model pakaian yang simpel dan fleksibel.

h. Sebaiknya kalangan radikal lebih mempertimbangkan kondisi dan situasi serta kemampuan kaum muslimin yang sangat beragam.

i. Seyogyanya kalangan radikal memahami urutan perintah dan larangan yang harus diprioritaskan untuk dikerjakan atau dijauhi (maratib alma’murat wa a-manhiyat).

j. Kalangan radikal seyogyanya memegang prinsip bahwa perbedaan dalam masalah ijtihad adalah keniscayaan sehingga mereka tidak terjebak dalam klaim kebenaran tunggal. Ketika menyikapi perbedaan diperlukan rasa saling menghormati pendapat orang lain.

Menurut Mark. R . Woodward, seorang pakar kajian agama mengatakan bahwa untuk meminimalisir radikalisme adalah dengan cara pendidikan, salah satunya dengan menanamkan keterbukaan untuk menerima pendapat orang lain. Di samping itu juga bahwa dikarenakan kebanyakan orang yang masuk gerakan keras adalah usia muda dan belum mengetahui banyak mengenai agama (Muhammadiyah.or.id, 2014).

Masduqi (2012) lebih lanjut lagi memaparkan bahwa hal-hal yang harus dilakukan dalam rangka mencegah radikalisme secara terus-menerus, dari generasi ke generasi adalah melalui pendidikan berbasis multikulturalisme dan pemikiran dari eksklusivisme ke inklusivisme yang mempunyai prinsip pendidikan Islam yang toleran dan inklusif. Beberapa caranya yaitu:


(47)

1. Kaum muslimin harus menyadari bahwa perbedaan adalah keniscayaan yang tidak bisa dipungkiri lagi.

2. Perbedaan umat Islam adalah rahmat dan bentuk kekayaan kebudayaan Islam yang justru akan membuat kaum muslimin semakin dinamis dan leluasa menentukan pilihan pendapatnya.

3. Setelah mengetahui keragaman pendapat dalam khazanah pemikiran Islam, sebaiknya kaum muslimin berusaha memilih pendapat yang moderat, sebab di dalam khazanah keilmuan Islam terdapat pendapat-pendapat ulama yang keras yang sebaiknya dijauhi.

4. Menjauhi sikap mengklaim kebenaran sepihak.

5. Saling tolong-menolong dalam masalah yang disepakati oleh semua golongan.

6. Toleransi dalam masalah-masalah yang diperselisihkan oleh ulama. 7. Menghormati pendapat orang lain dengan menyadari bahwa kebenaran

mungkin tercecer di mana-mana. Prinsip ketujuh ini terinspirasi dari pendapat para pakar ushul fiqh tentang kemungkinan adanya kebenaran yang lebih dari satu (imkan ta’adud al-shawab).

Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin menegaskan bahwa untuk pencegahan sejak dini terkait radikalisme yang dilakukan oleh ISIS maupun yang lainnya, harus menyamakan persepsi antara organisasi-organisasi Islam yang ada. Hal ini dikarenakan mereka sebagai juru dakwah, mempunyai sekian banyak da’i, mubaligh, khatib, dan lainnya yang secara langsung bersentuhan dengan masyarakat dengan mengedepankan ukuwah islamiyah dan agar tidak terjebak


(48)

pada strategi adu domba yang akan merugikan kepentingan yang lebih besar (Kemenag.go.id, 2014).

Sejalan dengan pernyataan di atas, pimpinan PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin mengatakan bahwa radikalisme merupakan tanggung jawab semua pihak, stakeholder maupun masyarakat madani. Menurutnya, masalah kelompok radikal jangan hanya dilihat pada sudut pandang “kuda” saja sehingga agama menjadi justifikasi sebagai penyebabnya, padahal ada sebab lain di luar agama. Pembenahan pendidikan agama juga harus diperhatikan dalam rangka pencegahan timbulnya kelompok ini. Selain itu, Din Syamsudin juga mengatakan bahwa pencegahan radikalime juga harus dilakukan oleh media, terutama media elektronik. Tayangan-tanyangan yang bukan menjadi tuntunan bagi masyarakat terutama anak-anak terlebih di bulan ramadhan secara tidak langsung akan memicu tindakan radikal bagi segmen Islam yang radikal dan tidak sabar (mui.or.id, 2014).

F. Kajian Pustaka tentang Jihad

Dari segi bahasa, terma jihad dalam Al-Quran berasal dari kata jahd atau juhd. Kata jahd biasanya diterjemahkan dengan sungguh-sungguh atau kesugguhan, letih atau sukar dan sekuat-kuat. Adapun kata juhd biasanya diterjemahkan dengan kemampuan, kesanggupan, daya upaya dan kekuatan. Sedangkan secara morfologis, terma jihad berasal dari kata kerja jahada – yujahidu, yang berarti mencurahkan daya upaya atau bekerja keras, pengertian ini pada dasarnya menggambarkan perjuangan keras atau upaya maksimal yang dilakukan oleh seseorang untuk mendapatkan sesuatu dan menghadapi sesuatu yang mengancam


(49)

dirinya. Jadi, jihad menggambarkan upaya maksimal seseorang dalam menghadapi musuh dan mencapai tujuan (Rohimin, 2006).

Term tentang jihad digunakan dalam Al-Quran sebanyak 14 kali dalam bentuk ism (kata benda) dan 27 kali (70 persen) dalam bentuk fi’il (kata kerja). Hal ini yang menurut Hasan Hanafi mempunyai makna gerakan dan kesungguhan diri sebagai upaya untuk mencapai tujuan. Lebih lanjut lagi, terma jihad dalam Quran banyak ditemukan dalam ayat-ayat periode Madinah daripada ayat Al-Quran periode Mekah. Hal ini benar secara logis dalam historis keberadaan Islam pada periode di Mekah bahwa penganut Islam belum mempunyai kekuatan untuk melawan musuh dan bahkan untuk beribadah dilakukan dengan sembunyi-sembunyi. Sedangkan, pada periode Madinah, penganut Islam sudah cukup mampu untuk melawan kekuatan musuh dan dianjurkan melakukan perlawanan terhadap musuhnya. Ada beberapa terma-terma yang berkaitan dengan jihad, di antaranya adalah : 1) Al-Qital, yang artinya membunuh, melaknat, memerangi, memusuhi, dan berkelahi; 2) Al-Harb, yang berarti perang; 3) Al-Ghazw, yang berarti keluar memerangi musuh; 4) An-Nafr, yang berarti pergi berperang atau berjihad (Rohimin, 2006).

1. Tujuan Jihad

Menurut Rohimin (2006), tujuan jihad antara lain adalah:

1. Untuk memperluas penyebaran agama. Mengingat sejarah pada perjuangan Nabi Muhammad menyebarkan agama Islam yang menolak politeis dan memperjuangkan monoteis dengan menggunakan Al-Quran


(50)

sebagai “senjata”. Seperti dalam Q.S al-Furqan:52 dinyatakan “...dan berjihadlah terhadap mereka dengan Al-Quran dengan jihad yang besar.” 2. Untuk menguji kesabaran. Ibnu Katsir menegaskan, hikmah

disyariatkannya ajaran jihad adalah sebagai ujian Allah SWT terhadap hamba-Nya yang taat, yang sabar menghadapi musuh-musuh yang ingkar. Selain itu, ujian kesabaran orang Islam adalah berjihad melawan bujukan hawa nafsu dan setan.

3. Untuk mencegah ancaman musuh. Musuh yang dimaksud bagi orang Islam di antaranya ialah musuh yang terlihat, yaitu orang-orang kafir (Q.S. an-Nisa:11), musyrik, munafik, dan pengacau; dan musuh yang tidak terlihat, yaitu setan (Q.S.al-Isra: 53) dan hawa nafsu.

4. Untuk mencegah kezaliman. Salah satu sebab jihad (perang) diizinkan Allah SWT bagi orang Islam, karena mereka dizalimi oleh orang-orang kafir. Sedangkan arti kezaliman itu adalah perbuatan melampaui batas, yang bertentangan dengan nilai-nilai keadilan dan kebebasan, yang dilakukan oleh seseorang yang bukan haknya (Q.S. Al-Hajj:39).

5. Untuk menjaga perjanjian. Al-Quran mengajarkan orang Islam agar mengutamakan perdamaian (Q.S. al-Anfal:91), serta untuk melakukan perjanjian perdamaian yang harus dipatuhi oleh semua pihak, perdamaian dan perjanjian merupakan tindakan awal yang harus dilakukan sebelum membuat pernyataan perang. Terhadap pihak yang mengingkari perjanjian, Al-Quran membolehkan untuk membalasnya dengan serangan (peperangan).


(51)

2. Fungsi Jihad

Tidak ada satu amalan keagamaan yang tidak disertai dengan jihad. Di antara fungsi jihad adalah: Pertama, aspek ibadah. Siapapun yang melakukan jihad akan dibalas dengan pahala yang besar. Kedua, aspek dakwah. Dakwah bukan berarti perang walaupun keduanya tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Tetapi pesan Rasullullah adalah mendakwahkan ajaran Islam kepada siapapun tidak memandang suku dan bangsanya, apapun agamanya, dan apa kedudukannya, dan yang terpenting adalah tidak memaksakan ajaran Islam agar diterima secara total. Ketiga, aspek politik dan militer. Islam mempersiapkan kekuatan politik maupun militer dan siap berperang melawan musuh ketika memang ditindas, meskipun begitu Islam tetap mengedepankan perdamaian. Keempat, aspek spiritual keagamaan. Jihad lebih berfungsi sebagai upaya penyempurnaan iman seseorang. Paling tidak berjihad melawan dirinya sendiri (Rohimin, 2006).

3. Objek Jihad

Rohimin (2006) mengatakan penyebutan objek jihad secara langsung dalam Al-Quran hanya diungkapkan pada 5 ayat, yaitu, Q.S. at-Taubah: 36 dan 73, Q.S. al-Hujurat: 9, Q.S.at-Tahrim:9, Q.S. an-Nisa’: 76, yaitu objek-objek tersebut adalah:

1. Orang-orang kafir. Dalam Al-Quran, orang kafir dipandang sebagai musuh, perintah untuk melakukan jihad terhadap mereka secara langsung dan tegas.

2. Orang-orang munafik. Orang munafik adalah mereka yang selalu mengajak untuk melakukan perbuatan terlarang dan melarang untuk


(52)

3. Orang-orang musyrik. Mereka adalah orang-orang yang sesat dan menolak keesaan tuhan, mereka tidak mau menerima kebenaran wahyu.

4. Hawa nafsu dan setan. Setan merupakan sumber dari segala kejahatan, ia selalu memanfaatkan kelemahan nafsu manusia.

5. Al-Bighat. Yaitu orang-orang yang melakukan kekacauan, kerusuhan dan kezaliman di muka bumi serta orang-orang yang aniaya.

4. Bentuk-Bentuk Jihad

Term jihad dalam Al-Quran mengandung arti yang sangat luas, begitupun dengan objeknya. Selain itu, bentuk dari jihad itu sendiri juga bervariatif, antara lain adalah: Pertama, jihad dengan Al-Quran (Al-jihad bi al-Quran). Mengingat salah satu fungsi Al-Quran adalah sebagai pengingat, maka semua orang Islam bertanggung jawab untuk berjihad dengan Al-Quran sebagai pengingat bagi umat manusia. Kedua, jihad dengan harta (al-jihad bi al-amwal). Di dalam Al-Quran dijelaskan bahwa di dalam harta yang dimiliki seseorang ini terdapat hak orang lain yang harus diberikan. Ketiga, jihad dengan jiwa raga (al-jihad bi an-nafs). Jihad dengan “totalitas manusia”, yaitu pengorbanan jiwa dan raga, tenaga, pemikiran, dan unsur-unsur lain yang terkait dengan manusia, baik fisik maupun nonfisik (Rohimin, 2006).

5. Kriteria Jihad

Penjelasan jihad tidak sebatas pengertian perang melawan orang-orang non-Muslim seperti yang umum dipahami orang. Kriteria jihad yang ditunjukkan Al-Quran, apapun bentuknya, dimana, apa, dan siapa yang menjadi obyekmya, baik


(53)

jihad dalam pengertian keagamaan maupun dalam pengertian politik-peperangan haruslah dalam batasan fi sabilillah. Jihad harus dilakukan untuk kepentingan agama Allah SWT. Menurut Muhammad Abduh, fi sabilillah diartikan sebagai jalan yang disyariatkan Allah SWT dan sunnah yang telah ditetapkan-Nya, guna menegakkan agama Allah SWT, membela Rasul-Nya, dan menerapkan kebenaran dan keadilan untuk kepentingan hamba-Nya. Jadi, ungkapan fi sabilillah pada dasarnya adalah tujuan mendekatkan diri kepada Allah SWT dan mencapai keridhaan-Nya, baik dalam berjihad atau berperang melawan musuh-musuh Allah SWT secara fisik atau bukan, maupun dalam upaya menegakkan kemaslahatan umum orang-orang Islam (Rohimin, 2006).

G. Kajian Pustaka tentang ISIS

1. Sejarah Terbentuknya ISIS

ISIS dibentuk pada April 2013 dan cikal bakalnya berasal dari al-Qaida di Irak (AQI), tetapi kemudian dibantah oleh al-Qaida. Kelompok ini menjadi kelompok jihad utama yang memerangi pasukan pemerintah di Suriah dan membangun kekuatan militer di Irak. Organisasi ini dipimpin oleh Abu Bakar al-Baghdadi. Hanya sedikit yang mengetahui tentang dia, tetapi dia diyakini lahir di Samarra, bagian utara Baghdad, pada 1971 dan bergabung dengan pemberontak yang merebak sesaat setelah Irak diinvasi oleh AS pada 2003 lalu. Pada 2010 dia menjadi pemimpin al-Qaida di Irak, salah satu kelompok yang kemudian menjadi ISIS. Baghdadi dikenal sebagai komandan perang dan ahli taktik, analis mengatakan hal itu yang membuat ISIS menjadi menarik bagi para


(54)

jihadis muda dibandingkan al-Qaeda, yang dipimpin oleh Ayman al-Zawahiri, seorang teolog Islam. ISIS mengklaim memiliki pejuang dari Inggris, Perancis, Jerman, dan negara Eropa lain, AS, dunia Arab dan negara Kaukakus. (nu.or.id, 2014). ISIS juga sempat memakai nama lain seperti Jamaat al-Tawid wa-al-Jihad (JTJ). Juga dikenal sebagai Islamic State of Iraq and the Levant (ISIL) (101 aksi, 2014).

Sementara itu, dijelaskan secara lebih detil lagi dalam media elektronik Tempo.com (2014) sejarah terbentuknya ISIS dari tahun ke tahun adalah sebagai berikut:

2003

Tahun yang menjadi cikal bakal terbentuknya ISIS ini dimulai ketika jatuhnya Presiden Saddam Hussein. Gerakan ISIS berawal dari gerakan tauhid dan jihad, sebuah kelompok Sunni bentukan pemerintah Irak setelah jatuhnya Saddam Hussein. Kelompok ini juga gencar menentang invasi pimpinan Amerika Serikat.

2004

Pemimpin Tauhid, Abu Musab al Zarqawi dari Yordania, kemudian menyatakan untuk setia kepada Al-Qaeda yang diduga mendukung Saddam Hussein meski kemudian mengganti nama kelompok menjadi ISIS. Dari sinilah ISIS mulai melancarkan serangan bom kepada pemerintah Irak dan AS. Metode serangan ini kemudian banyak ditentang oleh orang Irak yang sebelumnya mendukung mereka sebab mereka dianggap telah melenceng dari perjuangan nasional dan malah memicu perang sektarian.

2006

Pemimpin ISIS, Zarqawi, yang dikenal piawai menembakkan senapan mesin dari pinggul, tewas di tahun ini, membuat Irak dan AS kegirangan. Namun, sosok baru kemudian muncul menggantikannya. Abu Omar al-Baghdadi kemudian memimpin ISIS dengan upaya nyata untuk “menasionalisasi” gerakannya. Meski demikian, banyak yang mengatakan bahwa Baghdadi tetaplah orang asing yang tak pantas memimpin ISIS. 2010


(55)

sampai ia akhirnya dibunuh oleh pasukan AS dan Irak pada tahun 2010. Kepemimpinannya digantikan oleh Abu Bakar al-Baghdadi yang memiliki nama asli Ibrahim Awwad Ibrahim al-Badri. Dari sinilah, serangan ISIS naik ke level internasional.

2012

Abu Bakar al-Baghdadi dikenal sebagai komandan medan perang yang memiliki analisis dan taktik yang hebat. ISIS semakin hebat di bawah pimpinannya. Hingga tahun 2012, Baghdadi mengalihkan perhatian untuk memperluas operasi ke Suriah. Di tahun ini pula, Baghdadi menyatakan penggabungan ISIS dengan Front Al Nusra, kelompok yang menyatakan diri sebagai satu-satunya afiliasi Al-Qaidah di Suriah. Namun, permintaan ISIS tersebut ditolak. Al Nusra menganggap ISIS telah melenceng dari Al-Qaeda. Pemimpin Al Nusra, Ayman al-Zawahiri, mendesak ISIS untuk hanya berfokus pada Irak dan meninggalkan Suriah. Sejak saat itu, tepatnya tanggal 17 April 2012, ISIS menyatakan tidak lagi menjadi bagian Al-Qaeda. Hubungan keduanya pun memburuk hingga seringkali terlibat konflik bersenjata.

2014

Pada Januari 2014, ISIS kembali mengalihkan perhatian ke Irak. Serangan ISIS semakin matang dan terorganisir. Sejak saat itu pula, sejumlah kota seperti Falujjah, Anbar, Ramadi, dan Mosul jatuh di bawah kendali kelompok ini. Dari keberhasilan ini, ISIS akhirnya mendeklarasikan berdirinya negara Islam pada Ahad, 29 Juni 2014 kemarin. Dari sebuah rekaman suara, kelompok ini juga menyatakan bahwa pemimpin mereka, Baghdadi, akan menjadi pemimpin bagi umat muslim di seluruh dunia.

2. Sumber Dana

Kelompok ini mengandalkan pendanaan dari individu kaya di negara-negara Arab, terutama Kuwait dan Arab Saudi, yang mendukung pertempuran melawan Presiden Bashar al-Assad. Saat ini, ISIS disebutkan menguasai sejumlah ladang minyak di wilayah bagian timur Suriah, yang dilaporkan menjual kembali pasokan minyak kepada pemerintah Suriah. ISIS juga disebutkan menjual benda-benda antik dari situs bersejarah (nu.or.id, 2014).


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Abdullah.2004. Tafsir Ibnu Katsir Jilid 5. Bogor: Pustaka Imam asy-Syafi’I Ahmadi, Abu. 1991. Perbandingan Agama. Jakarta: Rineka Cipta

Antoni, Condra. 2012. Wacana Ruang. Yogyakarta: Andi

Ar-Rifa’i, Muhammad Nasib. 2007. Kemudahan dari Allah: Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir Jilid I. Jakarta: Gema Insani.

Arifin, Syamsul. 2000. Merambah Jalan Baru dalam Beragama: Rekonstruksi Kearifan Perenial Agama dalam Masyarakat Madani dan Pluralitas Bangsa. Yogyakarta: Bayu Indra Grafika.

Assad, Muhammad Haidar. 2014. ISIS Organisasi Teroris Paling Mengerikan Abad Ini. Jakarta: Zahira.

Bakti, Agus Surya. 2014. Darurat Terorisme: Kebijakan Pencegahan, Perlindungan dan Deradikalisasi. Jakarta: Daulat Press.

Budiman, Arief. 2006. Kebebasan, Negara, Pembangunan: Kumpulan Tulisan, 1965-2005. Jakarta: Alvabet & Freedom Institute.

Fathoni, Abdurrahmat. 2006. Metode Penelitian dan Teknik Penyusunan Skripsi. Jakarta: Rineka Cipta

Fauzi, A .1999. Psikologi Umum. Jakarta: Gramedia Gulo,W. 2000. Metode Penelitian. Jakarta: Grasindo

Henslin, James M. 2007. Sosiologi dengan Pendekatan Membumi (Kamanto Sunarto, Penerjemah). Jakarta: Erlangga.

Jamhari dan Jahroni, J. 2004. Gerakan Salafi Radikal di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada.


(2)

Latif, Yudi. 2005. Inteligensia Muslim dan Kuasa: Genealogi Inteligensia Muslim Indonesia Abad ke-20. Mizan: Bandung.

Mashuri, Ikhwanul Kiram. 2014. ISIS: Jihad atau Petualangan. Jakarta: Republika.

Notingham, Elizabeth K.2002. Agama dan Masyarakat. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Putuhena, Susmihara, dan Rahmat. 2013. Sejarah Islam Klasik. Yogyakarta: Ombak

Rahmat, M. Imdadun. 2008. Ideologi Politik PKS: Dari Masjid Kampus ke Gedung Parlemen. LKS Yogyakarta: Yogyakarta.

Rahmat, M. Imdadun. 2007. Arus Baru Islam Radikal: Transmisi Revivalisme Islam Timur Tengah ke Indonesia. Jakarta: Erlangga.

Raco, J.R. 2010. Metode Penelitian Kualitatif: Jenis, Karakteristik dan Keunggulannya. Jakarta: Grasindo

Ritzer, George dan Douglas J Goodman. 2011. Teori Sosiologi Modern, Edisi ke-6. Jakarta: Kencana.

Rohimin. 2006. Jihad: Makna dan Hikmah. Jakarta: Erlangga

Samantho, Ahmad Yanuana. Sejarah ISIS dan Illuminati. Jakarta: Ufuk Publishing House.

Semma, Mansyur. 2008. Negara dan Korupsi: Pemikiran Mochtar Lubis atas Negara, Manusia Indonesia, dan Perilaku Politik. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Setiawan, M. Nurkholis dan Djaka Soetapa. 2010. Meniti Kalam Kerukunan: Beberapa Isltilah Kunci dalam Islam dan Kristen. Jakarta: Gunung Mulia Shidqi, Ahmad. 2008. Grey Area: Sepotong Kebenaran Milik Alifa. IMPULSE:

Yogyakarta

Slameto.1995. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, Jakarta: Rineka Cipta

Soetopo, H.B. 2006. Metodologi Penelititan Kualitatif. Surakarta. Universitas Sebelas Maret

Subkhan, Imam. 2007. Hiruk Pikuk Wacana Pluralisme di Yogya. Kanisius: Yogyakarta.


(3)

Sutardi, Ahman dan Budiasih, Endang. 2010. Mahasiswa Tidak Memble Siap Ambil Alih Kekuasaan Nasional. Jakarta: Elex Media Komputindo Kompas Gramedia.

Suyanto, Bagong, dkk. 2011. Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif Pendekatan. Jakarta: Kencana

Thantawi. 2005. Kamus Istilah Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Grasindo Umiarso dan Elbadiansyah. 2014. Interaksionisme Simbolik dari Era Klasik

hingga Modern. Jakarta: Rajawali Pers

101 Aksi Teror dan Huru-hara Terdahsyat di Muka Bumi. 2014. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.

Jurnal dan Majalah

Azca, Muhammad Najib. 2011. Yang Muda, Yang Radikal: Refleksi Sosiologis Terhadap Fenomena Radikalisme Kaum Muda Muslim di Indonesia Pasca Orde Baru. Maarif. Volume 08, Nomor 1. maarifinstitute.org

Darmadji, Ahmad. 2011. Pondok Pesantren dan Deradikalisasi Islam di Indonesia. Millah. Vol. XI, No 1. Hal. 235-256.

http://ahmaddarmadji.staff.uii.ac.id/files/2013/02/darmadji-millah-2011-pesantren-dan-deradikalisasi.pdf. Diakses pada 25 Oktober 2014. Eric Hiariej. 2010. Aksi dan Identitas Kolektif Gerakan Islam Radikal di

Indonesia. JSP. Vol 12. No.2. hal. 131-168.

http://jurnalsospol.fisipol.ugm.ac.id/index.php/jsp/article/view/28. Diakses pada 25 Oktober 2014

Kosim, Mohammad. 2006. Pesantren dan Wacana Radikalisme. Karsa, Vol. Ix No. 1. Hal. 842-853.

Http://Idci.Dikti.Go.Id/Pdf/Jurnal/Karsa,Jurnalsosialdanbudayakeislaman/V ol%209%20no%201%202006/116-119-1-Pb.Pdf. Diakses pada 25 Oktober 2014.

Masduqi, Irwan. 2012. Deradikalisasi Pendidikan Islam Berbasis Khazanah Pesantren. Jurnal Pendidikan Islam. Volume I, Nomor 2. Hal. 1-20. http://www.jurnaljpi.com/index.php/JPI/article/download/17/. Diakses pada 25 Oktober 2014

Mizan, Aguk Irawan. 2011. Melacak Akar Radikalisme dalam Gerakan Islam Modern (Kasus Jama’ah al-Ikhwan al-Muslimun).Analisis, Volume XI, Nomor 1.Hal. 53-70.


(4)

http://ejournal.iainradenintan.ac.id/index.php/analisis/article/view/147. Diakses pada 25 Oktober 2014.

Mujiburrahman. 2012. Mengapa Orang Memilih Radikalisme?. Buletin Kerabat, edisi 65 tahun X. Hal. 20-21.

http://kalsel.kemenag.go.id/file/file/Kerabat/iehj1337747773.pdf. Diakses pada 25 Oktober 2014.

Naim, Ngainun. 2013. Membangun Toleransi dalam Masyarakat Majemuk: Telaah Pemikiran Nurcholis Madjid. . Harmoni: Jurnal Multikultural & Multireligius. Volume 12, Nomor 2. Hal. 31-42.

http://www.puslitbang1kemenag.net/index.php?option=com. Diakses pada 25 Oktober 2014.

Nurruddin. 2013. Basis Nilai-nilai Perdamaian: Sebuah Antitesis Radikalisme Agama di Kalangan Mahasiswa. Harmoni: Jurnal Multikultural & Multireligius. Volume 12, Nomor 3. Hal. 64-82.

http://www.puslitbang1kemenag.net/index.php?option=com. Diakses pada 25 Oktober 2014.

Saiffudin. 2011. Radikalisme Islam Di Kalangan Mahasiswa (Sebuah Metamorfosa Baru). Analisis. Volume XI, Nomor 1.

http://ejournal.iainradenintan.ac.id/index.php/analisis/article/view/144. Diakses pada 25 Oktober 2014.

Umar, Ahmad Rizky Mardhatillah. 2010. Melacak Akar Radikalisme Islam di Indonesia. JSP. Volume 14, Nomor 2.

http://jurnalsospol.fisipol.ugm.ac.id/index.php/jsp/article/view/28. Diakses pada 25 Oktober 2014.

Internet

Ananda, Widio Wize. 14 Januari 2014. Piagam Madinah Penyatuan Masyarakat dalam Bingkai Pluralistik. https://www.islampos..com/piagam-madinah-penyatuan-masyarakat-dalam-bingkai-pluralistik-93897/. Diakses pada 17 Mei 2015.

Ashrih, M Faridu. 14 Maret 2014. Ketum MUI: Tayangan yang Buruk Memicu Radikalisme. http://mui.or.id/mui/homepage/berita/ketum-mui-tayangan-buruk-picu-radikalisme.html. Diakses pada 25 Oktober 2014.

Hizbut Tahrir Indonesia. 7 juli 2014. Bagaimana Sikap HT terhadap Khilafah yang Diproklamirkan ISIS?


(5)

hizbut-tahrir.or.id/2014/07/26/bagaimana-sikap-ht-terhadap-khilafah-yang-diproklamirkan-isis/. Diakses pada 1 Januari 2015.

Kemenag. 9 Agustus 2014. Menag: Radikalisme itu Masalah Serius.

http://kemenag.go.id/index.php?a=berita&id=205251. Diakses pada 25 Oktober 2014

Lismawati, Ita. 25 September 2014. Mereka yang Jadi Korban Eksekusi ISIS. http://m2.news.viva.co.id/news/read/541921-mereka-yang-jadi-korban-eksekusi-isis. Diakses pada 29 Oktober 2014.

Lumbantobing, Alexander. 13 Juni 2014. Kekerasan di Iraq: Tobat atau Mati. http://news.liputan6.com/read/2062593/kekerasan-di-irak-tobat-atau-mati. Diakses pada 29 Oktober 2014.

Majelis Mujahidin Indonesia. 9 Agustus 2014. Pernyataan Majelis Mujahidin Daulah al-Baghdadi ISIS rekayasa Syi’ah Menggunakan Doktrin Khawarij. majelismujahidin.com/2014/08/pernyataan-majelis-mujahidin-daulah-al-baghdadi-isis-rekayasa-syiah-menggunakan-doktrin-khawarij/. Diakses pada 1 Januari 2015.

Manggala, Yuda. 14 Agustus 2014. PBB: ISIS Lakukan Kekerasan Seksual.

http://www.republika.co.id/berita/internasional/timur-tengah/14/08/14/na9l8b-pbb-isis-lakukan-kekerasan-seksual. Diakses pada 29 Oktober 2014.

Muhaimin. 18 Agustus 2014. Pesan Menyayat Hati Wanita Calon Korban 'Jihad Seks' ISIS. http://international.sindonews.com/read/892359/43/pesan-menyayat-hati-wanita-calon-korban-jihad-seks-isis. Diakses pada 29 Oktober 2014.

Muhammadiyah. 3 Maret 2011. Pendidikan Agama Sebagai Vaksin Radikalisme. http://www.muhammadiyah.or.id/news-75-detail-pendidikan-agama-sebagai-vaksin-radikalisme.html

Muttaqin, A.Z. 15 Agustus 2014. Ustad Ba’asyir Melakukan Baiat atas Desakan Sejumlah Napi Pendukung ISIS.

http://www.arrahmah.com/news/2014/08/05/ustadz-baasyir-melakukan-baiat-atas-desakan-sejumlah-napi-pendukung-isis.html. Diakses pada 15 Mei 2015.

Nafos, Ardian. 3 Agustus 2014. Simbol Islam Bendera ISIS.

http://www.pkspiyungan.org/2014/08/simbol-islam-bendera-isis-dan.html. Diakses pada 15 Mei 2015.

Patnistik, Egidius. 11 Agustus 2014. ISIS Kubur Hidup-Hidup Warga Yazidi.


(6)

http://nasional.kompas.com/read/2014/08/11/12560161/ISIS.Kubur.Hidup-Patnistik, Egidius. 22 Oktober 2014. Wanita Yazidi: Saya Diperkosa 30 Kali Hanya dalam Beberapa Jam.

http://internasional.kompas.com/read/2014/10/22/16451281/Wanita.Yazidi. Saya.Diperkosa.30.Kali.Hanya.dalam.Beberapa.Jam. Diakses pada 29 Oktober 2014.

Ramdlan, Mahbub Ma’afi. 2014. Kebolehan Mengangkat Pemimipin Non-Islam. http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,59-id,55652-lang,id- c,bahtsul+masail-t,Kebolehan+Mengangkat+Pemimpin+Non+Muslim-.phpx. Diakses pada 02 Mei 2015.

Republika. 27 April 2011. Libatkan Ormas dalam Penanggulangan Radikalisme. http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/11/04/27/lkb0n3-libatkan-ormas-dalam-penanganan-radikalisme. Diakses pada 25 Oktober 2014

Republika. 21 April 2011. Menag: Waspadai Ajaran Radikalisme dalam Pelajaran Agama.

http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/11/04/21/ljzw11-tokoh-islam-moderat-jarang-berani-bicara

Shihab, M. Quraish. Fanatisme. http://quraishshihab.com/fanatisme/#more-537. Diakses pada 25 Oktober 2014

Tempo.com. 16 September 2014. Polisi Kantongi Identitas Aktor dalam Video ISIS. http://www.tempo.co/read/news/2014/08/02/078596727/Polisi-Kantongi-Identitas-Aktor-dalam-Video-ISIS. Diakses pada 15 Mei 2015. Tsarnaev, Salman. 3 Agustus 2014. Untuk Kamu yang Ingin Mengenal ISIS Mari

Kita Kenalan dengan Mereka. http://al-mustaqbal.net/untuk-kamu-yang-ingin-mengenal-isis-mari-kita-kenalan-dengan-mereka/. Diakses pada 3 Januari 2015

Shoutussalam.org. Daulah Eksekusi Intel Amerika.

http://shoutussalam.org/2014/08/daulah-eksekusi-intel-amerika/. Diakses pada 15 Mei 2015.

Voa-Islam.com. 6 Juli 2014. Terjemahan Khutbah Khalifah Abu Bakar al-Bakar al-Baghdadi.

http://www.voa-islam.com/read/international- jihad/2014/07/06/31410/terjemahan-khutbah-jumat-khalifah-abu-bakar-albaghdadi/#sthash.O0D3A5le.dpbs. Diakses pada 15 Mei 2015.

Wijaya, Pandansurya. Juli 2014. Peta Rencana Lima Tahun Kekuasaan ISIS Palsu. http://www.merdeka.com/dunia/peta-rencana-lima-tahun-kekuasaan-isis-palsu.html. Diakses pada 15 Mei 2015