hubungan antara tradisi penjualan anak dan implikasi yang dihasilkan dari pemberlakuan tradisi ini di tengah-tengah masyarakat dan jemaat Kristen.
A. Pandangan Iman Kristen tentang Tradisi Penjualan Anak
Untuk dapat memperoleh pemahaman yang menyeluruh tentang pandangan iman Kristen terhadap tradisi penjualan anak, perlu untuk mengkaji pemikiran-pemikiran yang terkait
tradisi ini dikaitkan dengan Firman Tuhan sebagai tolok ukur bagi kehidupan kekristenan.
1. Pembelian atau Pertukaran yang dilakukan Allah melalui Kematian Yesus.
Jika dicermati dengan lebih mendalam, tindakan penjualan atau penyingkiran anak pada dasarnya adalah menukarkan nyawa sang anak kepada penguasa tertinggi dengan
kesehatan atau keselamatan dan pendamaian untuk mendapatkannya kembali. Mendapatkan kembali di sini adalah memperoleh kembali essensi dan eksistensi sang
anak yang berbeda dari sebelumnya. Anak dipertukarkan atau disingkirkan agar jiwanya terselamatkan, didapatkan kembali dalam keadaan sehat, selamat, dan dengan watak yang
telah “didamaikan”. Pandangan iman Kristen tentang tradisi penjualan anak dapat dijelaskan dengan
memaparkan analogi Alkitab tentang pertukaran atau pembelian yang dilakukan oleh Allah untuk menebus kembali manusia yang terjual di bawah kuasa dosa, untuk
keselamatan dan pendamaian. Manusia mengadakan kesepakatan dengan Iblis dan jiwanya terjual di bawah kuasa Iblis, sebagai imbalannya adalah kematian kekal, maut,
keterpisahan dengan Allah, sakit penyakit, hidup yang jauh dari kesejahteraan, watak atau karakter yang jahat sesuai nature tuannya yaitu Iblis. Untuk mendapatkan kembali
manusia dengan watak atau karakter yang baru, yang tidak berada di bawah kematian kekal, manusia yang berhak mendapatkan kesehatan, kesejahteraan dan keselamatan,
Allah melakukan transaksi pembelian atau pertukaran dengan memberi atau
mempertukarkan anak-Nya yang tunggal, Yesus Kristus untuk memberikan keselamatan kekal dan kesejahteraan hidup kepada manusia di bumi. Paulus mengatakan kepada
jemaat di Korintus, “Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar” 1 Korintus 6:20a. Selanjutnya Petrus mengatakan, “Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah
ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah
yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat 1 Petrus 1:18-19.
Gambaran ini menunjukkan bahwa Allah sendiri merelakan atau menyerahkan anak- Nya yang paling berharga agar manusia ciptaan-Nya mendapatkan kembali keselamatan
dan kesejahteraan hidup yang telah direbut oleh Iblis. Gambaran ini menunjukkan bahwa Allah sendiri adalah sumber dan pemilik keselamatan dan kesejahteraan hidup, termasuk
sumber dari watak atau karakter yang baik. Dengan demikian, menurut pandangan iman Kristen, pertukaran atau penjualan yang
tepat atau benar dilakukan untuk mendapatkan keselamatan, kesehatan, kesejahteraan hidup atau perubahan watak dan karakter hanyalah pertukaran yang dilakukan dengan
Allah, pemilik keselamatan dan kesejahteraan hidup. Proses “penjualan” atau pertukaran adalah dengan memiliki iman pada pengorbanan Kristus di kayu salib, mempercayai
kematian dan kebangkitan-Nya dan menerima Yesus Kristus di dalam hati dan mengakui-Nya sebagai Tuhan dan Juruselamat. Hal ini berarti menyerahkan hati atau
hidup “dijual” kepada Allah untuk mendapatkan kembali keselamatan, kesehatan, watak dan karakter yang baik dan kesejahteraan hidup yang telah dicuri oleh Iblis. Inilah satu-
satunya cara untuk mendapatkan keselamatan, kesejahteraan dan karakter yang diubahkan, sehingga dapat dikatakan bahwa tradisi penjualan anak untuk memperoleh
keselamatan, kesehatan dan perubahan karakter sang anak adalah sebuah cara yang tidak sesuai dengan pemahaman iman Kristen.
Pandangan iman Kristen ini menjadi “filter” bagi setiap keluarga yang melakukan penjualan atau pertukaran anak demi keselamatan sang anak. Sebuah pertanyaan yang
patut direnungkan oleh para orang tua yang menjual anaknya adalah, “Kepada kuasa siapakah nyawa sang anak diperjualkan atau ditukarkan? Kepada Allah yang benar di
dalam Yesus Kristus sebagai sumber keselamatan dan kesejahteraan hidup, atau kepada kuasa-kuasa leluhur dan nenek moyang keluarga yang bersangkutan?”.
2. Pandangan Iman Kristen tentang Hubungan dengan Leluhur dalam Ritual