79.33 Analisis Belanja Operasi terhadap Total belanja

19 Tabel 1.2. Hasil Analisis Belanja Nominal dalam Milyar Dari analisis diatas, varian yang terjadi di Karesidenan Semarang mengalami fluktuatif diberbagai KabupatenKota di Eks-Karesidenan Semarang dari satu tahun anggaran, maupun dari tahun ke tahun anggaran times series. Dari hasil yang tersaji di tabel, semua pemerintah daerah KabupatenKota di Eks-Karesidenan Semarang melakukan penghematan anggaran. Dari tabel persentase varians hanya beberapa yang mengalami penghematan yang cukup signifikan, seperti Kota Semarang dan Kota Salatiga. Namun hal ini akan berbeda jika diamati dari tabel nominal varians yang ada. Jumlah tersebut jika dilihat berdasarkan dari persentasenya maka tidak begitu besar penghematan yang dilakukan, namun cukup signifikan bila dilihat dari nominalnya. Dari semua pemerintah daerah KabupatenKota di Eks-Karesidenan Semarang berdasarkan data nominalnya, yang secara konsisten melakukan penghematan dengan sangat signifikan hanya pemerintah Kota Semarang. Pemerintah KabupatenKota lainnya melakukan penghematan berdasarkan nominal varians dengan signifikan, akan tetapi pergerakan dari tahun ke tahun tidak konsisten fluktuatif. Berdasarkan hasil diatas, Kota Salatiga memiliki varians tertinggi dari tahun ke tahunnya dengan rata-rata presentase 13.94 persen. Dan Kab. Grobogan merupakan daerah dengan varian terendah dari 6 KabupatenKota di Eks-Karesidenan Semarang dengan rata-rata dari tahun 2008- 2012 mencapai 5.94 persen. Sumber : BPK Perwakilan Jawa Tengah Diolah 2008 2009 2010 2011 2012 Kota Semarang 182 226 166 224 365 Kab. Semarang 44 37 55 79 115 Kota Salatiga 114 52 53 60 77 Kab. Demak 56 31 84 93 94 Kab. Grobogan 78 17 50 67 116 Kab. Kendal 37 56 68 71 102 average 85.17

69.83 79.33

99.00 144.83

ANALISIS VARIANS BEELANJA Daerah LKPD Sumber : BPK Perwakilan Jawa Tengah Diolah 20 Terdapat beberapa kemungkinan yang bisa muncul dalam hasil varian ini : 1. Hasil varian dengan selisih positif dalam varians anggaran, selisih positif menunjukan bahwa daerah tersebut dimungkinkan menargetkan SiLPA Selisih Lebih atas Perhitungan Anggaran dalam anggaran mereka sebelumnya. Namun hal demikian tidaklah layak dilakukan dalam pola pengelolaan keuangan yang sehat dalam pemerintahan. Karena akan menimbulkan ketidak efisiensi penggunaan anggaran untuk membiayai peningkatan kesejahteraan masyarakat, dan mendorong timbulnya dana yang diluar anggaran. 2. Semakin tinggi varian anggaran maka berpengaruh kepada efisiensi anggaran, ketika anggaran lebih besar dari pada realisasi anggaran maka akan lebih efisien anggaran yang dibelanjakan oleh pemerintah. Dengan hal tersebut kinerja pemerintah dalam mengefisienkan anggaran semakin membaik. 3. Semakin tingginnya varians belanja, membuat terdapat kelemahan dalam perencanaan penganggaran. Kelemahan anggaran tersebut adalah lemahnya pengestimasian penganggaran kurang tepatnya pengestimasian anggaran. Dari pengestimasian dalam belanja yang dilakukan oleh pemerintah daerah kurang tepat sehingga terdapat sisa anggaran yang belum terealisasi sepenuhnya. 4. Varian yang positif dimungkinkan karena tidak terserapnya anggaran yang sudah direncanakan tersebut, hal tersebut dikarenakan ada beberapa program dan kegiatan dari pemerintah yang sudah diagendakan direncanakan dalam anggaran tetapi pelaksanaannya tidak dilaksanakan kesalahan tidak disengaja atau tidak dapat dilaksanakan sama sekali memang disengaja tidak dilaksanakan. 5. Tidak dapat dilaksanakannya dengan disengaja oleh pemerintah, pada umumnya sisa dari penghematan tersebut bisa disalurkan ke pos – pos belanja yang masih kurang lainnya. 21 Berdasarkan kemungkinan diatas, berikut merupakan daerah dengan hasil yang kurang signifikan bila di bandingkan dengan daerah lain dari tahun ke tahunnya Tabel 1. Kota Semarang pada tahun anggaran 2009 dengan jumlah varian belanja 13 persen, mengalami penurunan di tahun anggaran 2010 sebesar 4 persen. Kota Salatiga tahun anggaran 2008 memiliki varian belanja sebesar 24 persen Rp. 114 Milyar, mengalami penurunan di tahun 2009 menjadi 11 persen dengan Rp. 52 Milyar. Kabupaten Grobogan tahun anggaran 2008 memiliki varian belanja sebesar 8 persen Rp. 78 Milyar, mengalami penurunan pada tahun anggaran 2009 dengan varian belanja menjadi 2 persen Rp. 17 Milyar. Dari data diatas, Kota Semarang, Kota Salatiga dan Kabupaten Grobogan merupakan daerah persentase penghematan yang rendah. Hal tersebut tidak signifikan mengenai apa saja yang dilakukan oleh pemerintah daerah setempat. Sehingga penghematan yang dilakukan justru mengalami penurunan. Penurunan penghematan yang terjadi, dikarenakan realisasi kegiatan pada tahun anggaran tersebut telah terlaksana dengan baik dibandingkan tahun sebelumnya. Berdasarkan hasil analisis yang sudah dilakukan, perilaku belanja dari pemerintah daerah KabupatenKota se Eks-Karesidenan Semarang sudah efisien terhadap anggaran belanjanya. Tugas DPRD menelusuri dan mengkonfirmasi langsung pemerintah daerah setempat tentang pelaksanaan pengeluaran anggaran, dari informasi yang didapat dinilai baik atau kurang baik dari penganggaran dan realisasi anggaran tersebut.

2. Analisis Pertumbuhan Belanja

Analisis pertumbuhan belanja merupakan analisis terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dalam realisasi belanja pemerintah daerah setempat. Berdasarkan perubahan belanja yang terjadi, apakah perubahan tersebut rasional atau bermanfaat bagi penganggaran belanja di 22 periode selanjutnya. Gambaran analisis ini digunakan untuk mengetahui perkembangan belanja dari tahun ke tahun anggaran yang telah terealisasi apakah setiap daerah mengalami kenaikan pertumbuhan atau penurunan. Tabel 2.1. Hasil Pertumbuhan Belanja Grafik 2.1. Trend Pertumbuhan Belanja KabupatenKota se Eks Karesidenan Semarang 2008 2009 2010 2011 2012 Kota Semarang 18 14 15 18 1 Kab. Semarang 22 -1 7 23 17 Kota Salatiga 45 17 -3 10 20 Kab. Demak 15 8 11 31 11 Kab. Grobogan 20 -7 11 30 3 Kab. Kendal 20 4 15 22 5 average 23 6 9 22 9 PERTUMBUHAN BELANJA Daerah LKPD Sumber : BPK Perwakilan Jawa Tengah Diolah -10 10 20 30 40 50 2008 2009 2010 2011 2012 Kota Semarang Kab. Semarang Kota Salatiga Kab. Demak Kab. Grobogan Kab. Kendal average Sumber : BPK Perwakilan Jawa Tengah Diolah 23 Grafik 2.2. Trend Pertumbuhan Belanja KabupatenKota se Eks-Karesidenan Semarang Tahun Anggaran 2008-2012 Berdasarkan dari pertumbuhan karesidenan Semarang pada tabel persentase dan grafik diatas. Dapat dilihat dominan pemerintahan KabupatenKota di Eks-Karesidenan Semarang selalu mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Tetapi, ada beberapa daerah yang mengalami tren negatif seperti daerah di Kab. Semarang 2009, Kab. Grobogan 2009, dan Kota Salatiga 2010. Dari analisis diatas, pertumbuhan belanja yang terjadi di Eks Karesidenan Semarang mengalami fluktuatif diberbagai KabupatenKota di Eks-Karesidenan Semarang. dari satu tahun anggaran, maupun dari tahun ke tahun nya times series. Pertumbuhan yang dialami oleh masing-masing daerah tidak selalu meningkat, ada yang mengalami peningkatan secara perlahan dan ada pula yang mengalami peningkatan secara tidak wajar. Jika di bandingkan berdasarkan rata-rata se Eks Karesidenan Semarang. Pada tahun 2008 dan 2011, rata-rata di karesidenan Semarang mengalami pertumbuhan yang sangatlah besar. Di -10 10 20 30 40 50 2008 2009 2010 2011 2012 Kota Semarang Kab. Semarang Kota Salatiga Kab. Demak Kab. Grobogan Kab. Kendal average Sumber : BPK Perwakilan Jawa Tengah Diolah 24 tahun anggaran 2008 mengalami pertumbuhan rata-rata karesidenan Semarang mencapai 23 persen dan di tahun anggaran 2011 mengalami pertumbuhan mencapai 22 persen. Hal ini harus nya diiringi dengan realisasi yang rasional terhadap kenaikan tersebut. Dan rataan di 2009 mengalami pertumbuhan hanya 6 persen, data kali ini mengalami penurunan yang sangatlah drastis. Dan dilihat dari data yang di peroleh, ada 2 daerah di 2009 yang mengalami pertumbuhan yang negatif. Pertumbuhan belanja yang negatif di 2009 ada Kabupaten Semarang dengan pertumbuhan belanja -1 persen dan di Kabupaten Grobogan dengan pertumbuhan belanja -7 persen. Dan Kota Salatiga juga mengalami pertumbuhan sebesar -3 persen di 2010, dan diikuti pula dengan rata-rata pertumbuhan belanja hanya 9 persen. Berdasarkan analisis diatas, terdapat beberapa tingkat pertumbuhan daerah Karesidenan yang tidaklah wajar. Kota Semarang pada tahun anggaran 2011 mengalami pertumbuhan belanja sebesar 18 persen tetapi pada 2012 pertumbuhan hanya sebesar 1 persen. Di Kab. Semarang pada 2008, daerah ini mengalami pertumbuhan sebesar 22 persen. Dan pada tahun anggaran tahun 2009 pertumbuhan mengalami penurunan sebesar -1 persen. Hal serupa terjadi pada Kota Salatiga pada tahun 2008 dan 2009 mengalami pertumbuhan sebesar 45 persen dan 17 persen. Kab. Grobogan di 2008 mengalami pertumbuhan belanja sebesar 20 persen, namun mengalami penurunan pada 2009 dengan -7 persen. Dan pada tahun anggaran 2011 dengan 30 persen turun kembali turun pada 2012 sebesar 3 persen. Berbeda dengan yang dialami daerah lain, Kab. Demak pada tahun anggaran 2010 mengalami pertumbuhan sebesar 11 persen dan pada 2011 pertumbuhan belanja mengalami kenaikan sebesar 31 persen. Dari gambaran hasil analisis di atas, ada beberapa hal yang dimungkinkan terjadi : 1. Pertumbuhan belanja turun di mungkinkan karena adanya beberapa alokasi belanja akun belanja yang ada di tahun sebelumnya di hapuskan. Dan akun belanja yang di hapuskan 25 tadi, timbul di tahun sekarang. Hal ini mengakibatkan penurunan yang signifikan terhadap pertumbuhan belanja tersebut. 2. Beberapa pertumbuhan belanja yang turun, karena di alokasikannya anggaran belanja ke bagian lain yang lebih penting. Jadi akan ada beberapa akun belanja yang mengalami penurunan anggaran, dan penurunan tersebut di alokasikan ke akun yang lain. Akun yang sangat membutuhkan anggaran yang lebih penting. Hal ini di anggap baik karena akan memaksimalkan program atau kegiatan yang sudah direncanakan. Tetapi bersifat negatif, karena penilaian buruk terhadap program penganggaran yang dilakukan pemerintah daerah. Dan membuat kegiatan lain gagal dilaksanakan karena pengalokasian anggaran tersebut. 3. Pertumbuhan belanja yang mengalami peningkatan, dimungkinkan terjadinya pengeluaran yang tiba-tiba berubah. Pengeluaran yang tiba-tiba berubah ini dipengaruhi oleh faktor-faktor ekonomi seperti inflasi, kenaikan harga Bahan Bakar Minyak, kenaikan kurs mata uang, faktor-faktor luar biasa bencana alam. Untuk menggambarkan pertumbuhan dari Kab. Kota se Karesidenan Semarang sudah dapat dikatakan rasional dan dapat dipertanggung jawabkan, maka pertumbuhan belanja akan di analisis dengan tingkat besarnya inflasi yang terjadi di Jawa Tengah. Di lihat berdasarkan inflasi Desember 2008 – 2012 di Jawa Tengah, di Desember 2012 Jawa tengah mengalami inflasi sampai 0.40 persen dengan di ikuti naiknya juga Indeks Harga Konsumen sebesar 132.13 yang terus naik. Hal ini disebabkan karena adanya kenaikan harga yang ditujukan oleh kenaikan indeks kelompok bahan makanan sebesar 1,18 persen. Dan salah satu kota di Karesidenan Semarang mengalami inflasi lebih dari inflasi Jawa Tengah, yaitu Kota Semarang dengan 0.41 persen. 26 Tabel 2.2. Hasil Pertumbuhan Belanja Berdasarkan data inflasi dari BPS Provinsi Jawa Tengah, jika dibandingkan dengan data pertumbuhan belanja daerah di karesidenan Semarang, terlihat pada 2008 memang terjadi inflasi yang dapat mengakibatkan pertumbuhan belanja naik di tahun tersebut. Jadi terdapat kenaikan yang signifikan pada tahun-tahun tersebut. Terjadi kesimpangan di tahun 2011, terjadi peningkatan yang tinggi pada pertumbuhan belanja karesidenan Semarang sebesar 22 persen. Tetapi hal tersebut tidak di ikuti dengan inflasi Jawa Tengah pada tahun tersebut yang sebesar 2.68 persen. Jadi kenaikan yang terjadi kurang wajar tejadi pada 2011. Namun inflasi sebagai salah satu faktor pendorong terjadinya perubahan perilaku belanja pada anggaran pemerintah tersebut. Pertumbuhan belanja pada pemerintahan daerah haruslah diikuti dengan pertumbuhan pendapatan yang seimbang, sebab jika tidak maka dalam jangka menengah dapat mengganggu kesinambungan dan kesehatan fiskal daerah. Mahmudi, 2010 3. Analisis Keserasian Belanja Analisis keserasian belanja bermanfaat untuk mengetahui keseimbangan antar belanja. Dalam hal ini, adalah keseimbangan dalam belanja terhadap operasi dan modal. per Desember per Tahun Anggaran per Desember per Tahun Anggaran 2008 -0.42

10.34 -0.04

9.55 2009

0.27 3.19

0.3 3.32

2010 0.7

7.11 0.95

6.88 2011

0.38 2.87

0.37 2.68

2012 0.41

4.85 0.4

4.24 BPS Provinsi Jawa Tengah No. 010133th. VII, 02 Januari 2013 Data Inflasi di Jawa Tengah Tahun Anggaran Kota Semarang Jawa Tengah 27

a. Analisis Belanja Operasi terhadap Total belanja

Analisis belanja operasi terhadap total belanja merupakan perbandingan antara pengeluaran anggaran untuk kegiatan atau kebutuhan sehari-hari pemerintahan daerah terhadap total realisasi anggaran pemerintahan. Analisis ini menggambarkan tentang bagaimana pemerintah mengalokasikan anggaran yang direncanakan dalam kebutuhan sehari-hari. Namun belanja operasi merupakan pengeluaran rutin yang digunakan untuk melaksanakan program-program pemerintah. Tetapi disisi lain belanja operasi tidak menyebabkan peningkatan asset dari pemerintah daerah. Tabel 3.a.1. Hasil Analisis Belanja Operasi Terhadap Total Belanja Grafik 3.a.1. Trend Belanja Operasi KabupatenKota se Eks-Karesidenan Semarang 2008 2009 2010 2011 2012 Kota Semarang 88 86 88 85 83 Kab. Semarang 75 83 87 81 75 Kota Salatiga 66 65 79 83 76 Kab. Demak 84 80 84 75 72 Kab. Grobogan 79 85 90 85 84 Kab. Kendal 85 86 85 82 83 Average 79 81 85 82 79 BELANJA OPERASI TERHADAP TOTAL BELANJA DAERAH Daerah LKPD Sumber : BPK Perwakilan Jawa Tengah Diolah 79 81 85 82 79 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100 2008 2009 2010 2011 2012 Kota Semarang Kab. Semarang Kota Salatiga Kab. Demak Kab. Grobogan Kab. Kendal Average Sumber : BPK Perwakilan Jawa Tengah Diolah 28 Grafik 3.a.2. Trend Belanja Operasi KabupatenKota se Eks-Karesidenan Semarang Tahun Anggaran 2008-2012 Dalam hasil analisis rasio Belanja Operasional terhadap Total Belanja diatas, dapat diamati seberapa besar proyeksi dari pemerintahan daerah terhadap pemenuhan terhadap kebutuhan pribadinya sendiri. Hal tersebut ditunjukan dengan pemerintah KabupatenKota di Eks- Karesidenan Semarang memprioritaskan belanjanya ke bagian belanja operasional lebih dari 65 persen dari total realisasi belanjanya dan dengan rata-rata karesidenan Semarang dari tahun ke tahun lebih dari 75 persen. Padahal belanja operasi tidak membantu memberi nilai tambah dalam hal ini yaitu asset daerah. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh DJPK di tahun 2011, bahwa dominan dari pemerintahan di Indonesia mendominasikan pengalokasian anggaran di belanja operasi. Dari data di atas, Kabupaten Grobogan di 2008 merupakan salah satu daerah dengan penggunaan belanja modal di bawah rata-rata KabupatenKota Eks Karesidenan Semarang, tetapi dengan analisis time series dari tahun 2009-2012 di Kabupaten Grobogan mengalami kenaikan yang melebihi rata-rata Eks Karesidenan Semarang. 79 81 85 82 79 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100 2008 2009 2010 2011 2012 Kota Semarang Kab. Semarang Kota Salatiga Kab. Demak Kab. Grobogan Kab. Kendal Average Sumber : BPK Perwakilan Jawa Tengah Diolah 29 Kota Salatiga merupakan daerah di Eks Karesidenan Semarang dengan dominan analisis belanja operasi dibawah rata-rata karesidenan Semarang. Dengan kenaikan belanja operasi pada tahun 2011 dengan 83 persen dan diatas rata-rata karesidenan pada tahun tersebut saja. Pada daerah di Karesidenan Semarang, pada analisis belanja operasi di Kab. Semarang di tahun anggaran 2008 dengan sebesar 75 persen mengalami kenaikan di tahun 2009 sebesar 83 persen. Dan hal serupa terjadi pada Kota salatiga di tahun anggaran 2009 dengan sebesar 65 persen meningkat di tahun anggaran 2010 dengan sebesar 79 persen. Kenaikan dari rasio belanja operasi tersebut dianggap sangat besar karena nilai kenaikan yang dianggap tidak wajar. Hasil analisis yang dijabarkan memberikan gambaran perilaku belanja pemerintah daerah se Eks-Karesidenan Semarang terhadap pelayanan publik sudah baik. Kenaikan dan penurunan yang terjadi pada pemerintahan KabupatenKota Eks Karesidenan Semarang dimungkinkan karena : 1. Terjadi kenaikan rasio belanja operasional terhadap total belanja dikarenakan terjadi kenaikan penganggaran pada pos-pos belanja tertentu seperti belanja pegawai langsung maupun tidak langsung, belanja barang dan jasa, belanja bunga, belanja hibah, belanja bantuan sosial maupun belanja bantuan keuangan. 2. Selain terdapat beberapa alokasi belanja yang naik karena kenaikan penganggaran pada pos- pos tertentu, ada pula kenaikan karena dialokasikan dari beberapa pos tertentu yang sangat penting. Seperti pos belanja pegawai, pengadaan barang dan jasa dan belanja bunga. 3. Penurunan yang terjadi dimungkinkan lebih besarnya belanja lain-lain seperti belanja modal. Besar belanja modal dimungkinkan mengalami peningkatan sehingga membuat belanja operasional turun. 30 Upaya bagi pemerintah guna efisiensi belanja operasional guna pembangunan daerah untuk menyejahterakan masyarakat, maka perlu adanya upaya pemangkasan anggaran dalam belanja operasional. Terdapat berbagai cara dalam melakukan pemangkasan tersebut, seperti menggunakan wewenang dari daerah dalam mengelola keuangannya. Seperti memaksimalkan kinerja pegawai langsung daerah dan menekan lebih pegawai tidak langsung.

b. Analisis Belanja Modal terhadap Total Belanja