19
Tabel 1.2. Hasil Analisis Belanja Nominal dalam Milyar
Dari analisis diatas, varian yang terjadi di Karesidenan Semarang mengalami fluktuatif diberbagai KabupatenKota di Eks-Karesidenan Semarang dari satu tahun anggaran, maupun dari
tahun ke tahun anggaran times series. Dari hasil yang tersaji di tabel, semua pemerintah daerah KabupatenKota di Eks-Karesidenan Semarang melakukan penghematan anggaran. Dari tabel
persentase varians hanya beberapa yang mengalami penghematan yang cukup signifikan, seperti Kota Semarang dan Kota Salatiga. Namun hal ini akan berbeda jika diamati dari tabel nominal
varians yang ada. Jumlah tersebut jika dilihat berdasarkan dari persentasenya maka tidak begitu besar penghematan yang dilakukan, namun cukup signifikan bila dilihat dari nominalnya. Dari
semua pemerintah daerah KabupatenKota di Eks-Karesidenan Semarang berdasarkan data nominalnya, yang secara konsisten melakukan penghematan dengan sangat signifikan hanya
pemerintah Kota Semarang. Pemerintah KabupatenKota lainnya melakukan penghematan berdasarkan nominal varians dengan signifikan, akan tetapi pergerakan dari tahun ke tahun tidak
konsisten fluktuatif. Berdasarkan hasil diatas, Kota Salatiga memiliki varians tertinggi dari tahun ke tahunnya
dengan rata-rata presentase 13.94 persen. Dan Kab. Grobogan merupakan daerah dengan varian terendah dari 6 KabupatenKota di Eks-Karesidenan Semarang dengan rata-rata dari tahun 2008-
2012 mencapai 5.94 persen.
Sumber : BPK Perwakilan Jawa Tengah Diolah
2008 2009
2010 2011
2012
Kota Semarang 182
226 166
224 365
Kab. Semarang 44
37 55
79 115
Kota Salatiga 114
52 53
60 77
Kab. Demak 56
31 84
93 94
Kab. Grobogan 78
17 50
67 116
Kab. Kendal 37
56 68
71 102
average 85.17
69.83 79.33
99.00 144.83
ANALISIS VARIANS BEELANJA Daerah LKPD
Sumber : BPK Perwakilan Jawa Tengah Diolah
20
Terdapat beberapa kemungkinan yang bisa muncul dalam hasil varian ini : 1.
Hasil varian dengan selisih positif dalam varians anggaran, selisih positif menunjukan bahwa daerah tersebut dimungkinkan menargetkan SiLPA Selisih Lebih atas Perhitungan
Anggaran dalam anggaran mereka sebelumnya. Namun hal demikian tidaklah layak dilakukan dalam pola pengelolaan keuangan yang sehat dalam pemerintahan. Karena akan
menimbulkan ketidak efisiensi penggunaan anggaran untuk membiayai peningkatan kesejahteraan masyarakat, dan mendorong timbulnya dana yang diluar anggaran.
2. Semakin tinggi varian anggaran maka berpengaruh kepada efisiensi anggaran, ketika
anggaran lebih besar dari pada realisasi anggaran maka akan lebih efisien anggaran yang dibelanjakan oleh pemerintah. Dengan hal tersebut kinerja pemerintah dalam
mengefisienkan anggaran semakin membaik. 3.
Semakin tingginnya varians belanja, membuat terdapat kelemahan dalam perencanaan penganggaran. Kelemahan anggaran tersebut adalah lemahnya pengestimasian
penganggaran kurang tepatnya pengestimasian anggaran. Dari pengestimasian dalam belanja yang dilakukan oleh pemerintah daerah kurang tepat sehingga terdapat sisa
anggaran yang belum terealisasi sepenuhnya. 4.
Varian yang positif dimungkinkan karena tidak terserapnya anggaran yang sudah direncanakan tersebut, hal tersebut dikarenakan ada beberapa program dan kegiatan dari
pemerintah yang sudah diagendakan direncanakan dalam anggaran tetapi pelaksanaannya tidak dilaksanakan kesalahan tidak disengaja atau tidak dapat dilaksanakan sama sekali
memang disengaja tidak dilaksanakan. 5.
Tidak dapat dilaksanakannya dengan disengaja oleh pemerintah, pada umumnya sisa dari penghematan tersebut bisa disalurkan ke pos
– pos belanja yang masih kurang lainnya.
21
Berdasarkan kemungkinan diatas, berikut merupakan daerah dengan hasil yang kurang signifikan bila di bandingkan dengan daerah lain dari tahun ke tahunnya Tabel 1. Kota Semarang pada
tahun anggaran 2009 dengan jumlah varian belanja 13 persen, mengalami penurunan di tahun anggaran 2010 sebesar 4 persen. Kota Salatiga tahun anggaran 2008 memiliki varian belanja
sebesar 24 persen Rp. 114 Milyar, mengalami penurunan di tahun 2009 menjadi 11 persen dengan Rp. 52 Milyar. Kabupaten Grobogan tahun anggaran 2008 memiliki varian belanja
sebesar 8 persen Rp. 78 Milyar, mengalami penurunan pada tahun anggaran 2009 dengan varian belanja menjadi 2 persen Rp. 17 Milyar. Dari data diatas, Kota Semarang, Kota Salatiga
dan Kabupaten Grobogan merupakan daerah persentase penghematan yang rendah. Hal tersebut tidak signifikan mengenai apa saja yang dilakukan oleh pemerintah daerah setempat. Sehingga
penghematan yang dilakukan justru mengalami penurunan. Penurunan penghematan yang terjadi, dikarenakan realisasi kegiatan pada tahun anggaran tersebut telah terlaksana dengan baik
dibandingkan tahun sebelumnya. Berdasarkan hasil analisis yang sudah dilakukan, perilaku belanja dari pemerintah daerah KabupatenKota se Eks-Karesidenan Semarang sudah efisien
terhadap anggaran belanjanya. Tugas DPRD menelusuri dan mengkonfirmasi langsung pemerintah daerah setempat
tentang pelaksanaan pengeluaran anggaran, dari informasi yang didapat dinilai baik atau kurang baik dari penganggaran dan realisasi anggaran tersebut.
2. Analisis Pertumbuhan Belanja
Analisis pertumbuhan belanja merupakan analisis terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dalam realisasi belanja pemerintah daerah setempat. Berdasarkan perubahan belanja yang
terjadi, apakah perubahan tersebut rasional atau bermanfaat bagi penganggaran belanja di
22
periode selanjutnya. Gambaran analisis ini digunakan untuk mengetahui perkembangan belanja dari tahun ke tahun anggaran yang telah terealisasi apakah setiap daerah mengalami kenaikan
pertumbuhan atau penurunan. Tabel 2.1. Hasil Pertumbuhan Belanja
Grafik 2.1. Trend Pertumbuhan Belanja KabupatenKota se Eks Karesidenan Semarang
2008 2009
2010 2011
2012
Kota Semarang 18
14 15
18 1
Kab. Semarang 22
-1 7
23 17
Kota Salatiga 45
17 -3
10 20
Kab. Demak 15
8 11
31 11
Kab. Grobogan 20
-7 11
30 3
Kab. Kendal 20
4 15
22 5
average 23
6 9
22 9
PERTUMBUHAN BELANJA Daerah LKPD
Sumber : BPK Perwakilan Jawa Tengah Diolah
-10 10
20 30
40 50
2008 2009
2010 2011
2012 Kota Semarang
Kab. Semarang Kota Salatiga
Kab. Demak Kab. Grobogan
Kab. Kendal average
Sumber : BPK Perwakilan Jawa Tengah Diolah
23
Grafik 2.2. Trend Pertumbuhan Belanja KabupatenKota se Eks-Karesidenan Semarang Tahun Anggaran 2008-2012
Berdasarkan dari pertumbuhan karesidenan Semarang pada tabel persentase dan grafik diatas. Dapat dilihat dominan pemerintahan KabupatenKota di Eks-Karesidenan Semarang
selalu mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Tetapi, ada beberapa daerah yang mengalami tren negatif seperti daerah di Kab. Semarang 2009, Kab. Grobogan 2009, dan Kota Salatiga
2010. Dari analisis diatas, pertumbuhan belanja yang terjadi di Eks Karesidenan Semarang
mengalami fluktuatif diberbagai KabupatenKota di Eks-Karesidenan Semarang. dari satu tahun anggaran, maupun dari tahun ke tahun nya times series. Pertumbuhan yang dialami oleh
masing-masing daerah tidak selalu meningkat, ada yang mengalami peningkatan secara perlahan dan ada pula yang mengalami peningkatan secara tidak wajar.
Jika di bandingkan berdasarkan rata-rata se Eks Karesidenan Semarang. Pada tahun 2008 dan 2011, rata-rata di karesidenan Semarang mengalami pertumbuhan yang sangatlah besar. Di
-10 10
20 30
40 50
2008 2009
2010 2011
2012 Kota Semarang
Kab. Semarang Kota Salatiga
Kab. Demak Kab. Grobogan
Kab. Kendal average
Sumber : BPK Perwakilan Jawa Tengah Diolah
24
tahun anggaran 2008 mengalami pertumbuhan rata-rata karesidenan Semarang mencapai 23 persen dan di tahun anggaran 2011 mengalami pertumbuhan mencapai 22 persen. Hal ini harus
nya diiringi dengan realisasi yang rasional terhadap kenaikan tersebut. Dan rataan di 2009 mengalami pertumbuhan hanya 6 persen, data kali ini mengalami
penurunan yang sangatlah drastis. Dan dilihat dari data yang di peroleh, ada 2 daerah di 2009 yang mengalami pertumbuhan yang negatif. Pertumbuhan belanja yang negatif di 2009 ada
Kabupaten Semarang dengan pertumbuhan belanja -1 persen dan di Kabupaten Grobogan dengan pertumbuhan belanja -7 persen. Dan Kota Salatiga juga mengalami pertumbuhan sebesar
-3 persen di 2010, dan diikuti pula dengan rata-rata pertumbuhan belanja hanya 9 persen. Berdasarkan analisis diatas, terdapat beberapa tingkat pertumbuhan daerah Karesidenan
yang tidaklah wajar. Kota Semarang pada tahun anggaran 2011 mengalami pertumbuhan belanja sebesar 18 persen tetapi pada 2012 pertumbuhan hanya sebesar 1 persen. Di Kab. Semarang
pada 2008, daerah ini mengalami pertumbuhan sebesar 22 persen. Dan pada tahun anggaran tahun 2009 pertumbuhan mengalami penurunan sebesar -1 persen. Hal serupa terjadi pada Kota
Salatiga pada tahun 2008 dan 2009 mengalami pertumbuhan sebesar 45 persen dan 17 persen. Kab. Grobogan di 2008 mengalami pertumbuhan belanja sebesar 20 persen, namun
mengalami penurunan pada 2009 dengan -7 persen. Dan pada tahun anggaran 2011 dengan 30 persen turun kembali turun pada 2012 sebesar 3 persen. Berbeda dengan yang dialami daerah
lain, Kab. Demak pada tahun anggaran 2010 mengalami pertumbuhan sebesar 11 persen dan pada 2011 pertumbuhan belanja mengalami kenaikan sebesar 31 persen.
Dari gambaran hasil analisis di atas, ada beberapa hal yang dimungkinkan terjadi : 1.
Pertumbuhan belanja turun di mungkinkan karena adanya beberapa alokasi belanja akun belanja yang ada di tahun sebelumnya di hapuskan. Dan akun belanja yang di hapuskan
25
tadi, timbul di tahun sekarang. Hal ini mengakibatkan penurunan yang signifikan terhadap pertumbuhan belanja tersebut.
2. Beberapa pertumbuhan belanja yang turun, karena di alokasikannya anggaran belanja ke
bagian lain yang lebih penting. Jadi akan ada beberapa akun belanja yang mengalami penurunan anggaran, dan penurunan tersebut di alokasikan ke akun yang lain. Akun yang
sangat membutuhkan anggaran yang lebih penting. Hal ini di anggap baik karena akan memaksimalkan program atau kegiatan yang sudah direncanakan. Tetapi bersifat negatif,
karena penilaian buruk terhadap program penganggaran yang dilakukan pemerintah daerah. Dan membuat kegiatan lain gagal dilaksanakan karena pengalokasian anggaran
tersebut. 3.
Pertumbuhan belanja yang mengalami peningkatan, dimungkinkan terjadinya pengeluaran yang tiba-tiba berubah. Pengeluaran yang tiba-tiba berubah ini dipengaruhi
oleh faktor-faktor ekonomi seperti inflasi, kenaikan harga Bahan Bakar Minyak, kenaikan kurs mata uang, faktor-faktor luar biasa bencana alam. Untuk menggambarkan
pertumbuhan dari Kab. Kota se Karesidenan Semarang sudah dapat dikatakan rasional dan dapat dipertanggung jawabkan, maka pertumbuhan belanja akan di analisis dengan
tingkat besarnya inflasi yang terjadi di Jawa Tengah. Di lihat berdasarkan inflasi Desember 2008
– 2012 di Jawa Tengah, di Desember 2012 Jawa tengah mengalami inflasi sampai 0.40 persen dengan di ikuti naiknya juga Indeks Harga
Konsumen sebesar 132.13 yang terus naik. Hal ini disebabkan karena adanya kenaikan harga yang ditujukan oleh kenaikan indeks kelompok bahan makanan sebesar 1,18 persen. Dan salah
satu kota di Karesidenan Semarang mengalami inflasi lebih dari inflasi Jawa Tengah, yaitu Kota Semarang dengan 0.41 persen.
26
Tabel 2.2. Hasil Pertumbuhan Belanja
Berdasarkan data inflasi dari BPS Provinsi Jawa Tengah, jika dibandingkan dengan data pertumbuhan belanja daerah di karesidenan Semarang, terlihat pada 2008 memang terjadi inflasi
yang dapat mengakibatkan pertumbuhan belanja naik di tahun tersebut. Jadi terdapat kenaikan yang signifikan pada tahun-tahun tersebut.
Terjadi kesimpangan di tahun 2011, terjadi peningkatan yang tinggi pada pertumbuhan belanja karesidenan Semarang sebesar 22 persen. Tetapi hal tersebut tidak di ikuti dengan inflasi
Jawa Tengah pada tahun tersebut yang sebesar 2.68 persen. Jadi kenaikan yang terjadi kurang wajar tejadi pada 2011. Namun inflasi sebagai salah satu faktor pendorong terjadinya perubahan
perilaku belanja pada anggaran pemerintah tersebut. Pertumbuhan belanja pada pemerintahan daerah haruslah diikuti dengan pertumbuhan
pendapatan yang seimbang, sebab jika tidak maka dalam jangka menengah dapat mengganggu kesinambungan dan kesehatan fiskal daerah. Mahmudi, 2010
3.
Analisis Keserasian Belanja
Analisis keserasian belanja bermanfaat untuk mengetahui keseimbangan antar belanja. Dalam hal ini, adalah keseimbangan dalam belanja terhadap operasi dan modal.
per Desember per Tahun Anggaran
per Desember per Tahun Anggaran
2008 -0.42
10.34 -0.04
9.55 2009
0.27 3.19
0.3 3.32
2010 0.7
7.11 0.95
6.88 2011
0.38 2.87
0.37 2.68
2012 0.41
4.85 0.4
4.24
BPS Provinsi Jawa Tengah No. 010133th. VII, 02 Januari 2013 Data Inflasi di Jawa Tengah
Tahun Anggaran
Kota Semarang Jawa Tengah
27
a. Analisis Belanja Operasi terhadap Total belanja
Analisis belanja operasi terhadap total belanja merupakan perbandingan antara pengeluaran anggaran untuk kegiatan atau kebutuhan sehari-hari pemerintahan daerah terhadap total realisasi
anggaran pemerintahan. Analisis ini menggambarkan tentang bagaimana pemerintah mengalokasikan anggaran yang direncanakan dalam kebutuhan sehari-hari. Namun belanja
operasi merupakan pengeluaran rutin yang digunakan untuk melaksanakan program-program pemerintah. Tetapi disisi lain belanja operasi tidak menyebabkan peningkatan asset dari
pemerintah daerah. Tabel 3.a.1. Hasil Analisis Belanja Operasi Terhadap Total Belanja
Grafik 3.a.1. Trend Belanja Operasi KabupatenKota se Eks-Karesidenan Semarang
2008 2009
2010 2011
2012
Kota Semarang 88
86 88
85 83
Kab. Semarang 75
83 87
81 75
Kota Salatiga 66
65 79
83 76
Kab. Demak 84
80 84
75 72
Kab. Grobogan 79
85 90
85 84
Kab. Kendal 85
86 85
82 83
Average 79
81 85
82 79
BELANJA OPERASI TERHADAP TOTAL BELANJA DAERAH Daerah LKPD
Sumber : BPK Perwakilan Jawa Tengah Diolah
79 81
85 82
79
50 55
60 65
70 75
80 85
90 95
100
2008 2009
2010 2011
2012 Kota Semarang
Kab. Semarang Kota Salatiga
Kab. Demak Kab. Grobogan
Kab. Kendal Average
Sumber : BPK Perwakilan Jawa Tengah Diolah
28
Grafik 3.a.2. Trend Belanja Operasi KabupatenKota se Eks-Karesidenan Semarang Tahun Anggaran 2008-2012
Dalam hasil analisis rasio Belanja Operasional terhadap Total Belanja diatas, dapat diamati seberapa besar proyeksi dari pemerintahan daerah terhadap pemenuhan terhadap kebutuhan
pribadinya sendiri. Hal tersebut ditunjukan dengan pemerintah KabupatenKota di Eks- Karesidenan Semarang memprioritaskan belanjanya ke bagian belanja operasional lebih dari 65
persen dari total realisasi belanjanya dan dengan rata-rata karesidenan Semarang dari tahun ke tahun lebih dari 75 persen. Padahal belanja operasi tidak membantu memberi nilai tambah
dalam hal ini yaitu asset daerah. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh DJPK di tahun 2011, bahwa dominan dari pemerintahan di Indonesia mendominasikan pengalokasian anggaran
di belanja operasi. Dari data di atas, Kabupaten Grobogan di 2008 merupakan salah satu daerah dengan
penggunaan belanja modal di bawah rata-rata KabupatenKota Eks Karesidenan Semarang, tetapi dengan analisis time series dari tahun 2009-2012 di Kabupaten Grobogan mengalami
kenaikan yang melebihi rata-rata Eks Karesidenan Semarang.
79 81
85 82
79
50 55
60 65
70 75
80 85
90 95
100
2008 2009
2010 2011
2012 Kota Semarang
Kab. Semarang Kota Salatiga
Kab. Demak Kab. Grobogan
Kab. Kendal Average
Sumber : BPK Perwakilan Jawa Tengah Diolah
29
Kota Salatiga merupakan daerah di Eks Karesidenan Semarang dengan dominan analisis belanja operasi dibawah rata-rata karesidenan Semarang. Dengan kenaikan belanja operasi pada
tahun 2011 dengan 83 persen dan diatas rata-rata karesidenan pada tahun tersebut saja. Pada daerah di Karesidenan Semarang, pada analisis belanja operasi di Kab. Semarang di
tahun anggaran 2008 dengan sebesar 75 persen mengalami kenaikan di tahun 2009 sebesar 83 persen. Dan hal serupa terjadi pada Kota salatiga di tahun anggaran 2009 dengan sebesar 65
persen meningkat di tahun anggaran 2010 dengan sebesar 79 persen. Kenaikan dari rasio belanja operasi tersebut dianggap sangat besar karena nilai kenaikan yang dianggap tidak wajar.
Hasil analisis yang dijabarkan memberikan gambaran perilaku belanja pemerintah daerah se Eks-Karesidenan Semarang terhadap pelayanan publik sudah baik.
Kenaikan dan penurunan yang terjadi pada pemerintahan KabupatenKota Eks Karesidenan Semarang dimungkinkan karena :
1. Terjadi kenaikan rasio belanja operasional terhadap total belanja dikarenakan terjadi
kenaikan penganggaran pada pos-pos belanja tertentu seperti belanja pegawai langsung maupun tidak langsung, belanja barang dan jasa, belanja bunga, belanja hibah, belanja
bantuan sosial maupun belanja bantuan keuangan. 2.
Selain terdapat beberapa alokasi belanja yang naik karena kenaikan penganggaran pada pos- pos tertentu, ada pula kenaikan karena dialokasikan dari beberapa pos tertentu yang sangat
penting. Seperti pos belanja pegawai, pengadaan barang dan jasa dan belanja bunga. 3.
Penurunan yang terjadi dimungkinkan lebih besarnya belanja lain-lain seperti belanja modal. Besar belanja modal dimungkinkan mengalami peningkatan sehingga membuat
belanja operasional turun.
30
Upaya bagi pemerintah guna efisiensi belanja operasional guna pembangunan daerah untuk menyejahterakan masyarakat, maka perlu adanya upaya pemangkasan anggaran dalam
belanja operasional. Terdapat berbagai cara dalam melakukan pemangkasan tersebut, seperti menggunakan wewenang dari daerah dalam mengelola keuangannya. Seperti memaksimalkan
kinerja pegawai langsung daerah dan menekan lebih pegawai tidak langsung.
b. Analisis Belanja Modal terhadap Total Belanja