Analisis Pengaruh Ekspor Neto, Inflasi, PMA dan PMDN terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia Periode 2000-2012
i
ANALISIS PENGARUH EKSPOR NETO, INFLASI, PMA DAN
PMDN TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI
INDONESIA PERIODE 2000-2012
Oleh
ANISA AULIA
NIM: 109084000051
JURUSAN ILMU EKONOMI STUDI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
(2)
ii
ANALISIS PENGARUH EKSPOR NETO, INFLASI, PMA DAN
PMDN TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI
INDONESIA PERIODE 2000-2012
Oleh
ANISA AULIA
NIM: 109084000051
JURUSAN ILMU EKONOMI STUDI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
(3)
(4)
(5)
(6)
vi
LEMBAR PERNYATAAN
KEASLIAN KARYA ILMIAH
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : ANISA AULIA
NIM : 109084000051
Jurusan : IESP
Fakultas : FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
Dengan ini menyatakan bahwa dalam penulisan skripsi ini, saya:
1. Tidak menggunakan ide orang lain tanpa mampu mengembangkan dan mempertanggungjawabkan.
2. Tidak melakukan plagiat terhadap naskah karya orang lain.
3. Tidak menggunakan karya orang lain tanpa menyebutkan sumber asli atau tanpa izin pemilik karya.
4. Tidak melakukan pemanipulasian dan pemalsuan data.
5. Mengerjakan sendiri karya ini dan mampu bertanggung jawab atas karya ini.
Jikalau di kemudian hari ada tuntutan dari pihak lain atas karya saya, dan telah melalui pembuktian yang dapat dipertanggung-jawabkan, ternyata memang
(7)
(8)
viii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : ANISA AULIA
Tempat & Tanggal Lahir : Jakarta, 13 November 1991
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Perempuan
Status : Belum Menikah
Pekerjaan : Pelajar/Mahasiswa Kewarganegaraan : Indonesia
Golongan Darah : O
Tinggi & Berat Badan : 164 cm &52 kg
Hobi : Mendengarkan musik dan Membaca buku Alamat : Jl. Bukit Hijau III blok G1 no. 6
Depok - Jawa Barat Nomor Telepon : 08561000374
Jenjang Pendidikian
1. Tahun 2009 sampai dengan sekarang. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(9)
ix 2. Tahun 2006 sampai dengan tahun 2009.
SMA Negeri 3 Depok
3. Tahun 2003 sampai dengan tahun 2006. SMP Negeri 4 Depok
4. Tahun 1997 sampai dengan tahun 2003. SD Negeri Mekar Jaya XI Depok 5. Tahun 1995 sampai dengan tahun 1997.
TK Nurul Islam Depok
Pengalaman Berorganisasi
1. Tahun 2010 sampai dengan tahun 2011.
Berorganisasi di BEM Jurusan IESP sebagaiStaf Divisi Internal dan Eksternal.
2. Tahun 2006 sampai dengan tahun 2007.
Berorganisasi di ROHIS SMAN 3 Depok sebagaianggota. 3. Tahun 2003 sampai dengan tahun 2005.
(10)
x
ABSTRACT
This research attempts to explain the casuality relationship and shock between net export, inflation, foreign investment and domestic investment to economic growth in Indonesia. The time series from the first quarter of 2000 to the fourth quarter of 2012 is used and analyzed withVector Autoregressive (VAR) model. The Granger Casuality Test and VAR Estimation are used to analyze the casuality relationship between variables, while Impulse Response Function (IRF) and Variance Decomposition are used to find the shocks among variables.
The result shows that: (1) The net export, foreign investment and domestic investment have a significant impact on economic growth in Indonesia during 2000-2012, (2) The net export and foreign investment have positive response in long term on economic growth in Indonesia during 2000-2012, (3) The net export has more influence to economic growth in Indonesia than the foreign investment and domestic investment during 2000-2012.
Keywords: Domestic Investment, Foreign Investment, Inflation, Net Export, Economic Growth
(11)
xi
ABSTRAK
Penelitian ini mencoba untuk menjelaskan hubungan kausalitas dan guncangan (shock)antara ekspor neto, inflasi, investasi asing (PMA), investasi dalam negeri (PMDN) terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Data yang digunakan adalah data runtut waktu dari kwartal pertama tahun 2000 hingga kwartal keempat tahun 2012 dan dianalisa dengan menggunakan model Vector Autoregressive (VAR). Penelitian ini menggunakan Uji Kausalitas Granger dan Estimasi VAR untuk melihat hubungan kausalitas di antara variabel-variabel, serta Impulse Response Function (IRF) dan Variance Decomposition untuk melihat guncangan (shock) di antara variabel-variabel.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Ekspor neto, investasi asing (PMA) dan investasi dalam negeri (PMDN) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia pada periode 2000-2012, (2) Ekspor neto dan investasi asing (PMA) memberikan respon positif dalam jangka panjang terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia pada periode 2000-2012, (3) Ekspor neto memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia dibandingkan dengan investasi asing (PMA) dan investasi dalam negeri (PMDN) pada periode 2000-2012.
Kata Kunci: Investasi Dalam Negeri (PMDN), Investasi Asing (PMA), Inflasi, Ekspor Neto, Pertumbuhan Ekonomi
(12)
xii
KATA PENGANTAR
Dengan penuh rasa syukur dan segala puji bagi Allah SWT, serta rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya. Skripsi ini dibuat berdasarkan hasil peninjauan melalui buku-buku yang dapat menunjang dan sumber-sumber dari internet yang membantu dalam menyusun skripsi ini.
Adapun maksud dan tujuan dari skripsi ini secara garis besar yaitu untuk dapat menganalisis, mempelajari, mengetahui, serta menambah wawasan kita mengenai faktor-faktor pertumbuhan ekonomi di Indonesia, yaitu pengaruh Ekspor neto, Inflasi, PMA dan PMDN terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia Periode 2000-2012 dengan menggunakan alat analisis Vector Autoregressive.
Dalam pembuatan skripsi ini, banyak pihak-pihak yang ikut terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih kepada pihak-pihak tersebut, di antaranya adalah:
1. Keluarga besar penulis, Ayah, Bunda, Aga, dan Tika, yang telah memberikan support dan do’anya sehingga skripsi ini dapat selesai tepat pada waktunya. Terima kasih kepada Ayah dan Bunda yang telah membesarkan, mendidik, dan mengajarkan penulis dalam berbagai hal hingga sampai saat ini dan membiayai penulis dalam segala jenjang pendidikan sampai saat ini. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
2. Bapak Pheni Chalid, SF., MA, Ph.D, selaku Dosen Pembimbing Skripsi I. Terima kasih penulis ucapkan atas bimbingan dan ilmu yang telah Bapak berikan selama ini. Banyak sekali ilmu dan pengetahuan yang penulis dapatkan selama bimbingan ini. Penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
3. Ibu Utami Baroroh, M.Si, selaku Dosen Pembimbing Skripsi II dan Sekretaris Jurusan IESP. Terima kasih penulis ucapkan atas perhatian yang telah Ibu berikan kepada mahasiswa dan mahasiswi IESP, tenaga dan pikiran yang telah
(13)
xiii ibu curahkan untuk memajukan jurusan IESP, ilmu yang bermanfaat, dan bimbingan skripsi yang telah Ibu berikan selama ini. Banyak sekali ilmu dan pengetahuan yang penulis dapatkan selama bimbingan ini. Penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
4. Bapak Lukman, Dr., M.Si, selaku Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (IESP). Terima kasih atas semua program dan perhatian yang telah Bapak curahkan untuk jurusan IESP. Semoga jurusan IESP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dapat menjadi lebih baik lagi dan dapat melahirkan sarjana-sarjana ekonomi yang profesional, berilmu, beriman, dan kreatif dalam rangka mewujudkan masyarakat madani yang demokratis dan bermoral Islam.
5. Terima kasih penulis ucapkan kepada seluruh dosen IESP atas pendidikan, pengajaran, wawasan, dan ilmu-ilmu yang telah diberikan. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
6. Terima kasih juga tidak lupa penulis ucapkan kepada seluruh teman-teman penulis di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah bersama-sama melalui hari demi hari hingga sampai di penghujung akademik ini. Semoga kelak kita masih dapat bertemu dan terus mempererat tali silaturahmi.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, penulis berharap mendapat saran dan kritik konstruktif demi peningkatan kualitas dan penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat diterima dan kelak dapat bermanfaat bagi kita semua.
Depok, 20 Juni 2013
Penulis
(14)
xiv
DAFTAR ISI
COVER...i
COVER DALAM...ii
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI DARI PEMBIMBING…..……… iii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF……….…..… iv
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI...……….…...… v
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI………... vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP……….…... viii
ABSTRACT.... x
ABSTRAK... xi
KATA PENGANTAR... xii
DAFTAR ISI... xiv
DAFTAR TABEL... xvii
DAFTAR GAMBAR... xviii
DAFTAR LAMPIRAN... xix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian... 1
B. Perumusan Masalah... 10
C. Tujuan dan Manfaat... 12
1. Tujuan ... 12
2. Manfaat ... 13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori yang Berkenaan dengan Variabel yang Diambil... 14
1. Pertumbuhan Ekonomi... 14
2. Investasi... 31
a. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)... 32
b. Penanaman Modal Asing (PMA)... 33
3. Inflasi... 39
(15)
xv
B.Penelitian Sebelumnya... 55
C. Kerangka Berpikir... 63
D. Hipotesis... 67
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian... 69
B. Metode Penentuan Sampel...70
C. Metode Pengumpulan Data... 70
1. Internet…………... 70
2. Studi Kepustakaan... 71
3. Sumber Data... 71
a. Pertumbuhan Ekonomi... 71
b. PMDN dan PMA... 71
c. Inflasi... 72
d. Ekspor Neto... 72
D. Metode Analisis Data ... 72
1. Uji Stasioneritas Data & Derajat Integrasi... 76
2. Penentuan Lag Length... 77
3. Uji Kausalitas Granger... 78
4. Estimasi VAR... 79
5. IRF (Impulse Response Function)... 79
6. Variance Decomposition... 80
E. Operasional Variabel Penelitian... 80
1. Pertumbuhan Ekonomi... 81
2. PMDN dan PMA... 81
3. Inflasi... 82
4. Ekspor Neto... 82
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian... 84
1. Pertumbuhan Ekonomi... 84
(16)
xvi
3. Inflasi... 94
4. Ekspor Neto... 97
B. Analisis dan Pembahasan... 101
1. Analisis dan Interpretasi... 101
a. Uji Stasioneritas Data & Derajat Integrasi... 101
1) Uji Stasioneritas Data... 101
2) Uji Derajat Integrasi... 102
b. Penentuan Lag Length... 103
c. Uji Kausalitas Granger... 105
d. Estimasi VAR... 109
e. IRF (Impulse Response Function)... 110
f. Variance Decomposition... 112
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan... 118
B. Saran... 120
DAFTAR PUSTAKA... 123
(17)
xvii DAFTAR TABEL
No. Keterangan Halaman
1.1 Perkembangan PDB, Investasi, Inflasi dan Ekspor Neto di Indonesia Tahun 2005-2009
6
2.1 Matriks Referensi Penelitian Sebelumnya 61
3.1 Operasionalisasi Variabel 81
4.1 Uji Stasioneritas Data 102
4.2 Uji Derajat Integrasi (First Difference) 103
4.3 Uji Penentuan Lag Length 104
4.4 Uji Kausalitas Granger Antara Pertumbuhan Ekonomi dan Ekspor Neto 105 4.5 Uji Kausalitas Granger Antara Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi 105 4.6 Uji Kausalitas Granger Antara Pertumbuhan Ekonomi dan PMA 106 4.7 Uji Kausalitas Granger Antara Pertumbuhan Ekonomi dan PMDN 106
4.8 Estimasi VAR 109
4.9 Impulse Response Function Terhadap DLN_PDB 112
(18)
xviii DAFTAR GAMBAR
No. Keterangan Halaman
2.1 Kerangka Berpikir 66
4.1 Grafik PDB tahun 2000-2012 84
4.2 Grafik Laju PDB tahun 2000-2012 85
4.3 Grafik PMA dan PMDN tahun 2000-2012 88
4.4 Grafik Inflasi tahun 2000-2012 94
4.5 Grafik Ekspor Neto tahun 2000-2012 98
(19)
xix DAFTAR LAMPIRAN
No. Keterangan Halaman
1 Data Penelitian 127
2 Uji Stasioneritas Data 131
3 Uji Derajat Integrasi 136
4 Uji Penentuan Lag Length 139
5 Uji Kausalitas Granger 140
6 Estimasi VAR 142
7 Impulse Response Function 145
8 Variance Decomposition 146
(20)
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Dalam UU Republik Indonesia No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, dikatakan bahwa untuk memelihara kesinambungan pelaksanaan pembangunan nasional guna mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, pelaksanaan pembangunan ekonomi diarahkan kepada terwujudnya perekonomian nasional yang berpihak pada ekonomi kerakyatan, merata, mandiri, andal, berkeadilan, dan mampu bersaing di kancah perekonomian internasional.(Bank Indonesia, Undang-Undang terkait BI). Dengan demikian agar dapat mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur, pertumbuhan ekonomi harus dapat ditingkatkan ke arah yang lebih baik.
Suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan ekonomi jika jumlah produksi barang dan jasanya meningkat. Dalam dunia nyata, amat sulit untuk mencatat jumlah unit barang dan jasa yang dihasilkan selama periode tertentu, selain karena jenis barang dan jasa yang dihasilkan sangat beragam, juga karena satuan ukurannya berbeda. Karena itu angka yang digunakan untuk menaksir perubahan output adalah nilai moneternya yang tercermin dalam nilai Produk Domestik Bruto (PDB). Untuk mengukur pertumbuhan
(21)
2 ekonomi, nilai PDB yang digunakan adalah PDB berdasarkan harga konstan. (Prathama Rahardja, 2004: 117).
Adanya pertumbuhan ekonomi merupakan indikasi keberhasilan pembangunan ekonomi di suatu negara, pertumbuhan ekonomi yang stabil atau cenderung meningkat menandakan keberhasilan pemerintah negara tersebut dalam meningkatkan perekonomian negaranya. MenurutHarrord-Domar, untuk memacu pertumbuhan ekonomi, dibutuhkan investasi baru yang merupakan tambahan neto terhadap cadangan atau stok modal (Todaro, 2006: 129). Investasi tersebut dapat berupa Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)maupunPenanaman ModalLuar Negeri (PMA). Selain dari investasi, pertumbuhan ekonomi Indonesia juga didukung dari sektor perdagangan luar negeri, yaitu ekspor dan impor. David Ricardo telah menerangkan perlunya perdagangan internasional dalam mengembangkan suatu perekonomian, serta mengenai keuntungan yang dapat diperoleh dari spesialisasi dan perdagangan antar negara (Sadono Sukirno, 2008: 360). Bila nilai ekspor lebih besar dari nilai impor maka saldo ekspor neto positif atau posisi neraca perdagangan luar negeri surplus, sehingga Y (income) naik dan berarti pula PDB naik. Sebaliknya, bila nilai ekspor lebih kecil dari nilai impor maka saldo ekspor neto negatif atau posisi neraca perdagangan luar negeri defisit, sehingga Y (income) turun dan berarti pula PDB akan turun (Hamdy Hady, 2001: 19).Pertumbuhan ekonomi selain dipengaruhi oleh investasi dan ekspor-impor juga dipengaruhi oleh inflasi.Inflasi yang bertambah seriuscenderung untuk
(22)
3 mengurangi investasi yang produktif, mengurangi ekspor dan menaikkan impor. Kecenderungan ini akan memperlambat pertumbuhan ekonomi(Sadono Sukirno, 2008: 15).Kestabilan inflasi merupakan prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan yang pada akhirnya memberikan manfaat bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Berdasarkan Laporan Perekonomian Indonesia dari BPS, perekonomian Indonesia setelah krisis 1998 kembali diwarnai dengan gejolak ekonomi baik yang berasal dari eksternal maupun internal. Setelah mengalami kontraksi hebat pada tahun 1998 akibat krisis, ekonomi Indonesia mulai mengalami pertumbuhan positif pada tahun 2000, meskipun sebenarnya masih jauh dari harapan dalam arti perbaikan (recovery) ekonomi yang sesungguhnya.Dampak eksternal kembali dirasakan saat terjadi serangan teroris terhadap gedung WTC dan Pentagon di Amerika Serikat pada tahun 2001, hal ini mengakibatkan terjadinya penurunan pertumbuhan ekonomi di dunia termasuk Indonesia.Pada tahun 2004, kondisi makro ekonomi Indonesia tergolong sangat baik kendati situasi politik sempat menghangat dengan berlangsungnya proses pemilihan umum dan pemilihan presiden, meskipun begitu ekonomi Indonesia mampu tumbuh sebesar 5.13%. Terjadi penurunan pertumbuhan ekonomi pada triwulan terakhir tahun 2005 sebagai dampak pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) 2 kali lipat, tepatnya tanggal 1 Oktober 2005, dampak dari kenaikan harga BBM ini masih dirasakan hingga tahun 2006.
(23)
4 Pada tahun 2008, terjadi krisis global yang berpusat di Amerika Serikat. Krisis ini memberikan dampak yang cukup besar dalam perekonomian global khususnya bagi negara-negara yang mempunyai hubungan ekonomi yang sangat erat dengan Amerika Serikat. Dalam hal ini, Indonesia juga merasakan dampaknya meskipun tidak sebesar krisis moneter pada tahun 1998. Perlambatan ekonomi dunia yang semakin dalam dan anjloknya harga komoditasglobal mendorong merosotnya pertumbuhan ekspor di Indonesia. Seiring dengan itu, konsumsi rumahtangga, investasi dan impor juga tumbuh melambat.
Gejolak ekonomi yang terjadi di Indonesia baik yang berasal dari eksternal maupun internal juga berpengaruh terhadap variabel-variabel ekonomi lainnya. Seperti pada periode triwulan I s.d. III 2000, jika diperhatikan dari PDB menurut jenis pengeluaran, ekspor dan impor barang-barang & jasa merupakan salah satu sektor yang memiliki kontribusi terbesar dalam PDB Indonesia pasca krisis tahun 1998. Pada tahun 2001, terjadi peningkatan pada inflasi yang diakibatkan oleh adanya kebijaksanaan pemerintah dalam menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) pada pertengahan Juni 2001 yang diikuti juga oleh kenaikan tarif dasar listrik dan kenaikan pulsa telepon. Laju inflasi di Indonesia mengalami penurunan pada tahun 2003 yang disebabkan oleh normalnya kembali pasokan barang dan membaiknya jalur distribusi barang. Selain itu, keputusan pemerintah menunda kenaikan tarif listrik dan telepon pada kuartal terakhir tahun 2003
(24)
5 juga turut berperan terhadap rendahnya laju inflasi. Rendahnya laju inflasi diiringi dengan membaiknya bidang perbankan, hal ini diperlihatkan dengan terus menurunnya suku bunga bank selama tahun 2003.
Pada tahun 2004 terjadi peningkatan pada inflasi dibandingkan dengan tahun sebelumnya, dengan faktor-faktor yang cukup dominan dalam mempengaruhi inflasi antara lain faktor peningkatan harga bahan makanan dan faktor eksternal, khususnya nilai tukar rupiah. Kenaikan harga BBM pada Oktober 2005 serta merta membuat daya beli masyarakat turun dan peningkatan tingkat inflasi yang kemudian berakibat pada penurunan nilai produksi. Kenaikan harga BBM dan pengetatan moneter dunia memberikan dampak pada pelemahan nilai tukar yang pada gilirannya memperlambat pertumbuhan investasi.
Perkembangan PDB, Investasi (PMA dan PMDN), Inflasi dan Ekspor Neto di Indonesia Tahun 2005-2009 dapat dilihat pada tabel 1.1. Dengan melihat pada tabel 1.1, dapat disimpulkan bahwa laju pertumbuhan produk domestik bruto terus meningkat walaupun sempat turun pada 2006 tetapi dapat meningkat lagi pada 2007, walaupun kembali menurun pada 2008 dan 2009. Laju Investasi mengalami naik-turun, terlihat pada PMDN yang menurun pada 2006 kemudian meningkat pada 2007 tetapi menurun lagi pada 2008, begitu pula dengan PMA yang sempat turun pada 2006 tetapi dapat meningkat lagi di 2007 walaupun menurun kembali pada 2009. Laju Inflasi cukup tinggi pada tahun 2005, tetapi dapat dikendalikan pada tahun berikutnya dan yang
(25)
6 kemudian meningkat lagi pada 2008 lalu menurun kembali pada 2009. Kemudian nilai Ekspor Neto mengalami peningkatan hingga tahun 2006 kemudian mengalami sedikit penurunan pada 2007 hingga menurun drastis pada 2008 dan dapat pulih kembali walaupun belum maksimal pada 2009.
Tabel 1.1
Perkembangan Produk Domestik Bruto, Investasi, Inflasi dan Ekspor Neto di Indonesia Tahun 2005-2009
Tahun
PDB Investasi
Inflasi (%)
Ekspor Neto (NE) ( juta US$) Laju (%) Nilai (miliar rupiah) PMDN (miliar rupiah) PMA ( juta US$)
Ekspor Impor NE
2005 5.68 1.750.656,1 30.665 8.916,9 17.11 85.660 57.700,9 27.959,1 2006 5.5 1.847.126,7 20.788,4 5.977 13.3 100.798,6 61.065,5 39.733,1 2007 6.35 1.963.091,8 34.878,7 10.349,6 6.59 114.100,9 74.473,4 39.627,5 2008 6.01 2.082.456,1 20.363,4 14.871,4 11.06 137.020,4 129.197,3 7.823,1 2009 4.58 2.177.741,7 37.799,9 10.815,2 4.89 116.510 96.829,2 19.680,8
Sumber: 1. Data Produk Domestik Bruto didapat dari publikasi BPS, Statistik Indonesia berbagai edisi dan dari tabel Quarterly GDP - Constant Price based on Year 2000pada situs resmi Bank Indonesia.
2. Data Investasi didapat dari publikasi BPS, Statistik Indonesia berbagai edisi, publikasi Badan Koordinasi Penanaman Modal berbagai edisi dan dari tabel Financial Account: Direct Investment pada situs resmi Bank Indonesia. 3. Data Inflasi didapat dari tabel laporan Inflasi pada situs resmi Bank
Indonesia.
4. Data Ekspor Neto didapat hasil pengurangan nilai Ekspor dengan Impor dengan masing-masing data didapat dari publikasi BPS, Statistik Indonesia berbagai edisi dan dari tabel Nilai Ekspor dan Impor berdasarkan Sektor pada situs resmi Bank Indonesia.
(26)
7 Pada periode 2005/2006 terjadi penurunan pada laju pertumbuhan PDB sebesar 0.13% dari 5.68% menjadi 5.5%. Penurunan ini diikuti dengan penurunan pada PMDN dari Rp 30.665 miliar menjadi Rp 20.788,4 miliar, penurunan pada PMA dari 8.916,9 juta US$ menjadi 5.977 juta US$ dan penurunan pada laju inflasi dari 17.11% menjadi 13.3%. Sedangkan ekspor neto mengalami peningkatan dari 27.959,1 juta US$ menjadi 39.733,1 juta US$.
Pada periode tahun 2006/2007 terjadi peningkatan pada laju pertumbuhan PDB yaitu dari yang semula 5.5% menjadi 6.35%. Peningkatan ini diikuti dengan penurunan tekanan inflasi dari 13.3% menjadi 6.59%. Ekspor neto mengalami sedikit penurunan dari 39.733,1juta US$ menjadi 39.627,5juta US$. Investasi mengalami peningkatan dari PMDN sebesar Rp 20.788,4 miliar menjadi Rp 34.878,7 miliar, PMA meningkat dari 5.977 juta US$ menjadi 10.349,6 juta US$. Dengan menurunnya tekanan inflasi maka perekonomian dapat berjalan dengan stabil, invetasi yang meningkat baik dari PMDN maupun PMA menunjukkan bahwa investor asing menaruh harapan besar dalam perekonomian Indonesia, kemudian terjadipeningkatan pada ekspor dan impor walaupun nilai ekspor neto mengalami sedikit penurunan dibanding tahun sebelumnya.
Terjadi kenaikan inflasi yang cukup tinggi di tahun 2007 ke 2008, yaitu dari 6.59% menjadi 11.06%, ini diakibatkan karena terjadi krisis global di Amerika Serikat. Kenaikan inflasi ini menyebabkan harga-harga di
(27)
8 Indonesia menjadi naik dan perekonomian menjadi menurun karena dengan pendapatan yang tetap sedangkan harga bahan pokok naik, masyarakat tidak dapat mencukupi semua kebutuhan pokok mereka dengan pendapatan yang terbatas sehingga perekonomian menjadi turun dan laju pertumbuhan PDBpun menurun dari 6.35% menjadi 6.01%. Penurunan pada laju pertumbuhan PDB pada periode 2007/2008 diikuti dengan penurunan PMDN menjadi Rp 20.363,4 miliar, serta penurunan drastis pada ekspor neto dari 39.627,5 juta US$ menjadi 7.823,1 juta US$. Tetapi tidak diikuti dengan penurunan pada PMAkarena nilai PMA tetap naik.
Perekonomian Indonesia pada tahun 2008 dengan pertumbuhan sebesar 6.01% merupakan suatu angka yang baik di tengah terjadinya gejolak eksternal. Ini didukung oleh masih tingginya daya beli masyarakat dan tingkat keyakinan konsumen yang membaik. Faktor yang menopang daya beli masyarakat antara lain adalah kenaikan pendapatan akibat melonjaknya harga komoditas ekspor. (BPS, 2008: 14). Mengenai penurunan realisasi penanaman modal dalam negeri, Menteri Keuangan yang juga Pelaksana Tugas Menko Perekonomian Sri Mulyani di Gedung Depkeu mengatakan, dilihat dari komposisi pertumbuhan ekonomi sebagian besar berasal dari konsumsi dan pengeluaran pemerintah. Sementara investasi mengalami pengurangan akibat pengaruh suplai modal di seluruh dunia, dan tingginya tingkat inflasi mengakibatkan memburuknya kondisi perbankan di Indonesia. (vivanews, 21 Januari 2009).
(28)
9 Pada periode 2008/2009 tekanan inflasi menurun dari 11.06% menjadi 4.89% karena pengaruh pemerintah dan bank Indonesia dalam mengembalikan kepercayaan pasar. Terjadi penurunan pada laju pertumbuhan PDB dari 6.01% menjadi 4.58% dikarenakan pasar masih mendapat imbas dari kenaikan inflasi pada tahun sebelumnya sehingga perekonomian belum bisa bangkit sempurna. Penurunan pada PDB ini diikuti dengan penurunan pada ekspor dan impor tetapi nilai ekspor neto mengalami peningkatan dari7.823,1juta US$ menjadi19.680,8juta US$.PMDN meningkat tetapi PMA menurun menjadi 10.815,2 juta US$, ini diakibatkan karena hutang negara zona euro semakin meningkat sejak akibat dari krisis 2008 sehingga investasi asing pada Indonesia menurun.
Dengan melihat pada tabel 1.1 dapat dikatakan bahwa tidak selalu kenaikan pada ekspor neto juga diikuti dengan kenaikan pada laju pertumbuhan PDB, penurunan inflasi tidak selalu diikuti dengankenaikan pada laju pertumbuhan PDB, dan kenaikan Investasibaik PMA maupun PMDN tidak selalu diikuti dengan kenaikan pada laju pertumbuhan PDB.
Kebijakan pemerintah diarahkan pada upaya untuk mempercepat pembangunan ekonomi nasional melalui penerapan berbagai insentif dan stimulus fiskal. Di sisi anggaran, berbagai stimulus diarahkan baik di sisi penerimaan maupun pengeluaran dengan tetap menjaga kesinambungan fiskal. Stimulus fiskal diarahkan pada pembangunan infrastruktur, pertanian dan energi, serta proyek padat karya. Selain itu, kebijakan pemberian insentif
(29)
10 perpajakan dan bea masuk ditempuh untuk mendorong pemulihan dunia usaha. Untuk menjaga kesinambungan fiskal, pemerintah menerapkan strategi manajemen pembiayaan anggaran yang optimal baik yang bersumber dari dalam negeri maupun luar negeri. (Bank Indonesia, 2007: 6).
Dengan meneliti hal-hal yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi, maka tulisan ini berusaha untuk menjawab analisis dari Ekspor Neto, Inflasi, Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri yang mempengaruhi dan mengidentifikasikan faktor yang paling besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia dengan menggunakan alat analisis Vector Autoregressive (VAR). Dengan uraian latar belakang inilah, maka dalam penulisan skripsi ini penulis mengambil judul
―Analisis Pengaruh Ekspor Neto, Inflasi, Penanaman Modal Asing dan
Penanaman Modal Dalam Negeri terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia Periode 2000-2012‖.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, dalam kurun waktu satu dasawarsa, Indonesia telah mengalami dua kali guncangan krisis, pertama yaitu krisis moneter yang berlanjut pada krisis ekonomi pada tahun 1998 dan kedua adalah imbas dari krisis finansial di Amerika Serikat dan menjadi krisis keuangan global tahun 2008.Saat perekonomian Indonesia belum pulih seutuhnya pasca krisis ekonomi tahun 1998, terjadi krisis finansial global pada
(30)
11 tahun 2008 yang berakibat buruk bagi perekonomian Indonesia, dibuktikan dengan peningkatan inflasi dari 6.59% menjadi 11.06%. Peningkatan pada inflasi ini diikuti oleh penurunan pada PMDN dari Rp 34.878,7 miliar menjadi Rp 20.363,4 miliar, serta penurunan drastis pada ekspor neto dari 39.627,5 juts US$ menjadi 7.823,1 juta US$. Peningkatan pada inflasi serta penurunan pada ekspor neto dan PMDN ini juga diikuti dengan penurunan pada pertumbuhan ekonomi yaitu dari 6.35% menjadi 6.01%. Tetapi peningkatan inflasi ini tidak diikuti dengan penurunan pada PMA karena nilai PMA meningkat dari 10.349,6 juta US$ menjadi 14.871,4 juta US$. Ini menunjukkan bahwa peningkatan pada inflasi akan diikuti dengan penurunan pada laju pertumbuhan PDB, penurunan pada PMDN diikuti dengan penurunan pada laju pertumbuhan PDB, penurunan pada ekspor neto diikuti dengan penurunan pada laju pertumbuhan PDB dan walaupun terjadi peningkatan pada PMA tetapi tidak diikuti dengan kenaikan pada laju pertumbuhan PDB.
Dengan Ekspor Neto, Inflasi, Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri sebagai variabel yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, untuk lebih memfokuskan pokok bahasan, berikut ini adalah pertanyaan-pertanyaan penelitian untuk menjelaskan fenomena faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
1. Apakah terdapat hubungan antara Ekspor Neto, Inflasi, Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeriterhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia periode 2000-2012 ?
(31)
12 2. Sejauhmana pengaruh (kontribusi) yang terdapat antara Ekspor Neto, Inflasi, Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia periode 2000-2012 ?
3. Bagaimana pola pengaruh guncangan (shock) antara Ekspor Neto, Inflasi, Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia periode 2000-2012 ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan dan manfaat dari penelitian ―Analisis Pengaruh Ekspor Neto,
Inflasi, Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeriterhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia Periode 2000-2012‖ adalah sebagai berikut:
1. Tujuan
a. Untuk menganalisa variabel apa saja diantara Ekspor Neto, Inflasi, Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri yang berpengaruh terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia periode 2000-2012.
b. Untuk menganalisa sejauhmana kontribusi variabelEkspor Neto, Inflasi, Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri mempengaruhiPertumbuhan Ekonomi di Indonesia periode 2000-2012. c. Untuk menganalisa pola pengaruh guncangan (shock) antara Ekspor Neto, Inflasi, Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam
(32)
13 Negeri terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia periode 2000-2012.
2. Manfaat
a. Untuk mengetahui penyebab-penyebab tinggi-rendahnya tingkat pertumbuhan ekonomi dan guncangan (shock) yang terjadisehingga diharapkan dapat mengurangi kemiskinan di masa yang akan datang karena tingkat pertumbuhan ekonomi yang rendah akan menyebabkan distribusi pendapatan masyarakat menjadi tidak teratur.
b. Untuk dapat dimanfaatkan sebagai pustaka atau literatur bagi penelitian yang berhubungan dengan Ekspor Neto, Inflasi, Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia periode 2000-2012 dengan alat analisis Vector Autoregressive (VAR).
c. Untuk masukan sebagai referensi bagi suatu pihak atau badan yang berkepentingan baik itu berupa informasi dan data yang berhubungan dengan Ekspor Neto, Inflasi, Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeriterhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia periode 2000-2012 dengan alat analisis Vector Autoregressive (VAR).
(33)
14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori yang Berkenaan dengan Variabel yang Diambil 1. Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi dapat didefinisikan sebagai perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksikan dalam masyarakat bertambah (Sadono Sukirno, 2008: 9). Menurut Prathama Rahardja (2004: 117), suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan ekonomi jika jumlah produksi barang dan jasanya meningkat.
Berikut adalah teori-teori mengenai pertumbuhan ekonomi:
Menurut model pertumbuhan Harrord-Domar, setiap perekonomian pada dasarnya harus mencadangkan atau menabung sebagian tertentu dari pendapatan nasional untuk menambah atau menggantikan barang-barang modal yang telah susut atau rusak. Maka, untuk memacu pertumbuhan ekonomi, dibutuhkan investasi baru yang merupakan tambahan neto terhadap cadangan atau stok modal (capital stock). Dalam rasio modal-output, tabungan (S) adalah bagian dalam jumlah tertentu, atau s, dari pendapatan nasional (Y), yang persamaannya:
S=sY. Investasi neto (I) adalah perubahan stok modal (K) yang dapat diwakili oleh K, sehingga persamaannya adalah: I= K. Akan tetapi,
(34)
15 karena jumlah stok modal, K, mempunyai hubungan langsung dengan jumlah pendapatan nasional atau output, Y, seperti telah ditunjukkan oleh rasio modal-output, k, maka: k
Y K
, sehingga K k Y (Todaro, 2006: 128). Mengingat tabungan nasional neto (S) harus sama dengan investasi neto (I), maka persamaannya: S=I, sehingga persamaannya menjadi: S=sY=k Y= K=I, atau bisa diringkas menjadi sY=k Y, atau
k s Y
Y
. Dengan Y/Y sebenarnya merupakan tingkat perubahan atau pertumbuhan GDP (yaitu angka persentase perubahan GDP) yang ditentukan secara bersama-sama oleh rasio tabungan nasional s, serta rasio modal-output nasional, k. Secara lebih spesifik, persamaan ini menyatakan bahwa tanpa adanya intervensi pemerintah, tingkat pertumbuhan pendapatan nasional
akan secara langsung atau secara ―positif‖ berbanding lurus dengan rasio
tabungan (yakni, semakin banyak bagian GDP yang ditabung dan diinvestasikan, maka akan lebih besar lagi pertumbuhan GDP yang dihasilkannya) dan berbanding terbalik terhadap rasio modal-output dari suatu perekonomian (yakni, semakin besar rasio modal-output nasional atau k, maka tingkat pertumbuhan GDP akan semakin rendah). Jadi, agar bisa tumbuh dengan pesat, setiap perekonomian harus menabung dan menginvestasikan sebanyak mungkin bagian dari GDP-nya. Semakin banyak yang dapat ditabung dan kemudian diinvestasikan, maka laju pertumbuhan perekonomian akan semakin cepat. (Todaro, 2006: 129).
(35)
16 David Ricardo telah menerangkan perlunya perdagangan internasional dalam mengembangkan suatu perekonomian, serta mengenai keuntungan yang dapat diperoleh dari spesialisasi dan perdagangan antar negara (Sadono Sukirno, 2008: 360). Teori David Ricardo didasarkan pada nilai tenaga kerja atau theory of labor value yang menyatakan bahwa nilai atau harga suatu produk ditentukan oleh jumlah waktu atau jam kerja yang diperlukan untuk memproduksinya. Menurut teori cost comparative advantage (labor efficiency) dan production comparative (labor productivity), suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang di mana negara tersebut dapat berproduksi relatif lebih efisien serta mengimpor barang di mana negara tersebut dapat berproduksi relatif kurang/tidak efisien. Kesimpulannya, perdagangan internasional antara dua negara tetap dapat terjadi, walaupun hanya satu negara yang memiliki keunggulan absolut, asalkan masing-masing negara memiliki perbedaan dalam labor efficiency (cost comparative advantage) dan atau labor productivity (production comparative advantage). Adapun kelemahan dari teori ini adalah:
a. teori ini menjelaskan bahwa perdagangan internasional dapat terjadi karena adanya perbedaan fungsi faktor produksi (tenaga kerja). Perbedaan fungsi ini menimbulkan terjadinya perbedaan produktivitas
(36)
17 ataupun perbedaan efisiensi. Akibatnya, terjadilah perbedaan harga barang yang sejenis di antara dua negara;
b. Jika fungsi faktor produksi (tenaga kerja) sama atau produktivitas dan efisiensi di dua negara sama, maka tentu tidak akan terjadi perdagangan internasional karena harga barang yang sejenis akan menjadi sama di dua negara;
c. Pada kenyataannya walaupun fungsi faktor produksi (produktivitas dan efisiensi) sama di antara dua negara, ternyata harga barang yang sejenis dapat berbeda, sehingga dapat terjadi perdagangan internasional (Hamdy Hady, 2001: 38).
Menurut pandangan ahli ekonomi Klasik, ada empat faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, yaitu jumlah penduduk, jumlah stok barang modal, luas tanah dan kekayaan alam, serta tingkat teknologi yang digunakan. Akan tetapi yang terutama diperhatikan adalah pertambahan penduduk. Jika jumlah penduduk sedikit dan kekayaan alam relatif berlebihan, tingkat pengembalian modal dan investasi yang dibuat adalah tinggi. Maka para pengusaha akan mendapatkan keuntungan yang besar. Ini akan menimbulkan investasi baru, dan pertumbuhan ekonomi terwujud. Tetapi keadaan seperti itu tidak akan terus-menerus berlangsung. Apabila penduduk sudah terlalu banyak, pertambahannya akan menurunkan tingkat kegiatan ekonomi karena produktivitas setiap
(37)
18 penduduk telah menjadi negatif, maka kemakmuran masyarakat akan menurun (Sadono Sukirno, 2008: 433).
Cobb Douglas mengemukakan tentang teori fungsi produksi yang menitikberatkan pada modal, teknologi dan tenaga kerja dalam menaikkan laju pertumbuhan ekonomi. (Lia Amalia, 2007: 18)
Fungsi produksi: Yt= Tt. Kt. Lt ...(2.1)
Dimana: Yt adalah tingkat produksi tahun t Tt adalah tingkat teknologi pada tahun t Kt adalah jumlah stok alat modal pada tahun t
Dalam dunia nyata, amat sulit untuk mencatat jumlah unit barang dan jasa yang dihasilkan selama periode tertentu, selain karena jenis barang dan jasa yang dihasilkan sangat beragam, juga karena satuan ukurannya berbeda. Karena itu angka yang digunakan untuk menaksir perubahan output adalah nilai moneternya yang tercermin dalam nilai Produk Domestik Bruto (PDB). Untuk mengukur pertumbuhan ekonomi, nilai PDB yang digunakan adalah PDB berdasarkan harga konstan.
Produk Domestik Bruto atau PDB adalah nilai pasar total output suatu negara. PDB merupakan nilai pasar semua barang dan jasa yang dihasilkan dalam satu periode waktu tertentu oleh faktor-faktor produksi yang beralokasi dalam suatu negara. (Case & Fair, 2007:21).
Mengingat sulitnya mengumpulkan data PDB, maka penghitungan pertumbuhan ekonomi tidak dapat dilakukan setiap saat, biasanya
(38)
19 dilakukan dalam dimensi waktu triwulan dan tahunan. Jika selang waktu pertumbuhan hanya satu periode, maka:
... (2.2) Di mana:
Gt = Pertumbuhan ekonomi periode t (triwulan atau tahunan) PDBRt = Produk Domestik Bruto Riil periode t (berdasarkan harga
konstan)
PDBRt-1 = PDBR satu periode sebelumnya
Jika interval waktunya lebih dari satu periode, penghitungan tingkat pertumbuhan ekonomi dapat menggunakan persamaan eksponensial:
...(2.3) Di mana:
PDBRt = PDBR periode t
PDBR0 = PDBR periode awal
r = tingkat pertumbuhan
t = jarak periode. (Prathama Rahardja, 2004: 118).
Menurut Case & Fair (2007: 24) PDB atau GDP bisa dihitung dengan dua cara. Salah satunya adalah menjumlahkan semua jumlah total yang dibelanjakan pada semua barang akhir selama periode tertentu. Ini adalah pendekatan pengeluaran dalam menghitung GDP. Pendekatan lainnya adalah menjumlahkan pendapatan—upah, sewa, bunga dan laba—
(39)
20 yang diterima oleh semua faktor produksi dalam menghasilkan barang akhir. Ini adalah pendekatan pendapatan dalam menghitung GDP. Kedua metode ini menghasilkan nilai GDP yang sama.
a. Pendekatan Pengeluaran
Pendekatan pengeluaran menghitung GDP dengan menjumlahkan 4 komponen yang dinyatakan dalam bentuk persamaan:
)
(EX IM
G I C
GDP ...(2.4)
4 komponen tersebut, yaitu:
1) Pengeluaran konsumsi pribadi (C): belanja rumah tangga atas barang konsumen.
Bagian terbesar dari GDP meliputi pengeluaran konsumsi pribadi (C). Terdapat tiga kategori utama pengeluaran konsumen: barang tahan lama, seperti mobil, perabotan, peralatan rumah tangga, relatif bertahan dalam jangka panjang; Barang tidak tahan lama, seperti makanan, pakaian, bensin dan rokok, dihabiskan dengan segera; Pembayaran jasa—sesuatu yang kita beli yang tidak meliputi produksi hal fisik—meliputi pengeluaran untuk layanan dokter, pengacara dan lembaga pendidikan.
2) Investasi swasta dalam negeri bruto (I): belanja oleh perusahaan dan rumah tangga atas modal baru, seperti pabrik, peralatan, persediaan, dan struktur perumahan baru.
(40)
21 Investasi, menurut istilah ilmu ekonomi, mengacu pada pembelian modal baru—perumahan, pabrik, peralatan dan persediaan. Investasi total dalam modal oleh sektor swasta disebut investasi swasta dalam negeri bruto (I). Pengeluaran oleh perusahaan untuk mesin, alat-alat, pabrik, dan seterusnya membentuk investasi nonperumahan. Pengeluaran rumah baru dan bangunan apartemen membentuk investasi perumahan. Komponen ketiga investasi swasta bruto, perubahan persediaan bisnis, adalah jumlah perubahan persediaan perusahaan selama suatu periode.
3) Konsumsi dan investasi bruto pemerintah (G).
Meliputi pengeluaran barang akhir oleh pemerintah lokal, negara bagian, dan federal (bom, pensil dan bangunan sekolah), maupun pengeluaran jasa akhirnya (gaji militer, gaji anggota kongres, gaji guru sekolah).
4) Ekspor neto (EX-IM): belanja neto oleh negara lain di dunia, atau ekspor (EX) minus impor (IM).
Nilai ekspor neto adalah selisih antara ekspor (penjualan barang dan jasa yang diproduksi di dalam negeri pada orang asing) dan impor (pembelian barang dan jasa oleh suatu negara dari negara lain). Angka ini bisa positif atau negatif. Alasan memasukkan ekspor neto dalam definisi GDP adalah karena konsumsi, investasi dan belanja pemerintah (C, I, dan G) memasukkan pengeluaran
(41)
22 atas barang yang diproduksi di dalam negeri maupun oleh orang asing. Oleh sebab itu, C+I+G terlalu banyak menekankan produksi dalam negeri karena meliputi pengeluaran barang yang diproduksi oleh pihak asing—yakni, impor yang harus dikurangkan dari GDP untuk mendapatkan angka yang tepat. Pada saat yang sama, C+I+G kurang menekankan produksi dalam negeri karena beberapa dari produksi nasional dijual ke luar negeri sehingga tidak dimasukkan dalam C, I atau G—ekspor harus ditambahkan.
b. Pendekatan Pendapatan
Menurut Sadono Sukirno (2008: 44), faktor-faktor produksi dibedakan menjadi 4 golongan, yaitu tanah, tenaga kerja, modal dan keahlian keusahawanan. Apabila faktor-faktor produksi ini digunakan untuk mewujudkan barang dan jasa, maka akan diperoleh berbagai jenis pendapatan, yaitu tanah dan harta tetap lainnya memperoleh sewa, tenaga kerja memperoleh gaji dan upah, modal memperoleh bunga dan keahlian keusahawanan memperoleh keuntungan. Dengan menjumlahkan pendapatan-pendapatan tersebut akan diperoleh suatu nilai pendapatan nasional lain, pendapatan nasional ini dinamakan Pendapatan Nasional atau Produk Nasional Neto menurut harga faktor. Dengan demikian, besarnya pendapatan nasional atau PDB adalah (Prathama Rahardja, 2008: 232):
(42)
23 PDB=w + i + r + ...(2.5) Di mana: w = upah/gaji (wages/salary)
i = pendapatan bunga (interest) r = pendapatan sewa (rent)
= keuntungan (profit)
Dalam penghitungan pendapatan nasional yang sebenarnya, tidak dengan menghitung dan menjumlahkan seluruh gaji dan upah, sewa, bunga dan keuntungan yang diterima oleh faktor-faktor produksi dalam suatu tahun tertentu. Sebabnya adalah karena dalam perekonomian terdapat banyak kegiatan di mana pendapatannya merupakan gabungan dari gaji atau upah, sewa, bunga, dan keuntungan. Oleh karenanya, penghitungan pendapatan nasional dengan cara pendapatan pada umumnya menggolongkan pendapatan yang diterima faktor-faktor produksi secara berikut:
1) Pendapatan para pekerja, yaitu gaji dan upah. 2) Pendapatan dari usaha perseorangan.
3) Pendapatan dari sewa.
4) Bunga neto, yaitu seluruh nilai pembayaran bunga yang dilakukan dikurangi bunga ke atas pinjaman konsumsi dan bunga ke atas pinjaman pemerintah.
(43)
24 Yang dinyatakan dalam (2) mencerminkan jumlah gaji dan upah, bunga, sewa dan keuntungan yang diperoleh perusahaan-perusahaan yang dijalankan oleh pemiliknya sendiri dan keluarganya.
Selain pendekatan pendapatan dan pendekatan pengeluaran, Sadono Sukirno (2008: 42) menyatakan terdapat pendekatan lainnya, yaitu pendekatan produk neto.
c. Pendekatan Produk Neto
Produk neto (net output) berarti nilai tambah yang diciptakan dalam suatu proses produksi. Dengan demikian, cara ini adalah cara menghitung dengan menjumlahkan nilai tambah yang diwujudkan oleh perusahaan-perusahaan di berbagai lapangan usaha dalam perekonomian. Yang dimaksud dengan nilai tambah adalah selisih antara nilai output dengan nilai inputnya. Dengan demikian, besarnya PDB adalah:
n
i
NT PDB
1
...(2.6) Dimana: i = sektor produksi ke 1, 2, 3, ..., n
NT = nilai tambah
Unit-unit produksi tersebut dalam penyajian ini dikelompokkan menjadi 9 sektor lapangan usaha, yaitu:
1) Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan 2) Pertambangan dan Penggalian
(44)
25 3) Industri Pengolahan
4) Listrik, Gas dan Air 5) Bangunan
6) Perdagangan, Hotel dan Restoran 7) Pengangkutan dan Komunikasi 8) Keuangan, Sewa dan Jasa Perusahaan 9) Jasa-jasa lain (termasuk pemerintahan)
Penggunaan cara ini dalam menghitung pendapatan nasional mempunyai dua tujuan penting, yaitu untuk mengetahui besarnya sumbangan berbagai sektor ekonomi di dalam mewujudkan pendapatan nasional, dan sebagai salah satu cara untuk menghindari penghitungan dua kali—yaitu dengan hanya menghitung nilai produksi neto yang diwujudkan pada berbagai tahap proses produksi.
Tujuan utama dari penghitungan pertumbuhan ekonomi adalah ingin melihat apakah kondisi perekonomian makin membaik. Ukuran baik-buruknya dapat dilihat dari struktur produksi (sektoral) atau daerah asal produksi (regional). Dengan melihat struktur produksi, dapat diketahui apakah ada sektor yang terlalu tinggi atau terlalu lambat pertumbuhannya. PDB terdiri dari sektor primer (pertanian dan pertambangan), sektor sekunder (industri pengolahan, konstruksi, listrik,
(45)
26 gas dan air bersih), dan sektor tersier (jasa-jasa). (Prathama Rahardja, 2004: 119).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi: a. Faktor Sumber Daya Manusia
b. Faktor Sumber Daya Alam
c. Faktor Ilmu Pengetahuan dan Teknologi d. Faktor Budaya
e. Sumber Daya Modal
Ada empat faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu masyarakat atau negara (Lincolin Arsyad, 2010: 269):
a. Akumulasi modal, termasuk semua investasi baru yang berwujud tanah (lahan), peralatan fisik (mesin) dan sumber daya manusia (human resources)
b. Pertumbuhan penduduk, termasuk hal-hal yang berhubungan dengan kenaikan jumlah angkatan kerja (labor force). Semakin banyak jumlah angkatan kerja berarti semakin banyak pasokan tenaga kerja dan semakin banyak jumlah penduduk maka akan meningkatkan potensi pasar domestik.
c. Kemajuan Teknologi, hal ini disebabkan karena adanya cara-cara baru ataupun cara-cara lama yang diperbaiki dalam melakukan pekerjaan-pekerjaan tradisional.
(46)
27 d. Sumber daya institusi (sistem kelembagaan). Institusi yang dimaksud meliputi aturan informal (adat istiadat, tradisi, norma sosial dan agama) serta aturan formal (undang-undang, konstitusi).
Menurut Keynes, dalam buku Sadono Sukirno (2008: 85), tingkat kegiatan ekonomi negara ditentukan oleh besarnya permintaan efektif, yaitu permintaan yang disertai oleh kemampuan untuk membayar barang dan jasa yang diminta tersebut, dalam wujud perekonomian. Bertambah besar permintaan efektif yang wujud dalam perekonomian, bertambah besar pula tingkat produksi yang akan dicapai oleh sektor perusahaan. Keadaan ini dengans sendirinya akan menyebabkan pertambahan dalam tingkat kegiatan ekonomi, penggunaan tenaga kerja dan faktor-faktor produksi.
Analisis Keynes merupakan suatu analisis jangka pendek, yang berarti analisisnya memisalkan bahwa jumlah maupun kemampuan dari faktor-faktor produksi tidak mengalami pertambahan. Oleh sebab itu, apabila kegiatan ekonomi bertambah tinggi dan lebih banyak faktor-faktor produksi digunakan, pengangguran tenaga kerja dan faktor-faktor produksi lainnya akan berkurang. Dengan demikian tingkat penggunaan tenaga kerja dalam perekonomian tergantung kepada sampai di mana besarnya permintaan efektif yang tercipta dalam perekonomian. Makin besar permintaan efektif, makin kecil jurang di antara tingkat kegiatan ekonomi yang tercapai dengan tingkat kegiatan ekonomi pada tingkat penggunaan
(47)
28 tenaga kerja penuh. Sebagai akibatnya, tingkat pengangguran akan menjadi semakin rendah.
a. Penentu-penentu Perbelanjaan Agregat
Dalam analisisnya, Keynes membagikan permintaan agregat dalam empat jenis pengeluaran: pengeluaran konsumsi oleh rumah tangga, penanaman modal oleh para pengusaha, pengeluaran pemerintah dan ekspor.
1) Konsumsi Rumah Tangga
Pengeluaran konsumsi yang dilakukan oleh seluruh rumah tangga dalam perekonomian tergantung kepada pendapatan yang diterima oleh mereka. Makin besar pendapatan mereka maka makin besar pula pengeluaran konsumsi mereka. Oleh Keynes, perbandingan di antara pengeluaran konsumsi pada suatu tingkat pendapatan tertentu dengan pendapatan itu sendiri dinamakan kecondongan mengkonsumsi. Apabila kecondonganmengkonsumsi itu tinggi, bagian dari pendapatan yang yang digunakan untuk mengkonsumsi adalah tinggi.
2) Investasi (Penanaman Modal)
Penanaman modal oleh para pengusaha terutama ditentukan oleh 2 faktor: efisiensi marjinal modal dan suku bunga. Efisiensi marjinal modal menggambarkan tingkat pengembalian modal yang
(48)
29 akan diperoleh dari kegiatan-kegiatan investasi yang dilakukan dalam perekonomian. Dalam suatu perekonomian, besarnya jumlah investasi yang akan dilakukan oleh para pengusaha tergantung kepada nilai penanaman modal yang tingkat pengembalian modalnya lebih besar dari suku bunga.
3) Pengeluaran Pemerintah
Pemerintah bukan saja berfungsi untuk mengatur kegiatan perekonomian, tetapi juga dapat mempengaruhi tingkat pengeluaran agregat dalam perekonomian. Di satu pihak, kegiatan pemerintah melalui pemungutan pajak akan mengurangi pembelanjaan agregat. Akan tetapi pajak tersebut akan dibelanjakan lagi oleh pemerintah dan langkah tersebut akan meningkatkan pengeluaran agregat. Kerapkali pemerintah membelanjakan dana yang melebihi penerimaan pajak, langkah seperti ini akan meningkatkan keseluruhan pembelanjaan agregat. 4) Ekspor ke Pasaran Dunia
Ahli ekonomi klasik telah lama menunjukkan bahwa ekspor dapat memperluas pasar dan memungkinkan negara yang mengekspor memperoleh dana untuk mengimpor barang lain, termasuk barang modal yang akan mengembangkan perekonomian lebih lanjut. Perkembangan ekspor yang pesat akan menyebabkan pertambahan pesat dalam pembelanjaan agregat, yang pada
(49)
30 akhirnya akan menimbulkan pertumbuhan pendapatan nasional (dan pertumbuhan ekonomi) yang pesat (Sadono Sukirno, 2008: 87).
b. Komponen Pengeluaran Agregat
Dalam ekonomi terbuka, pengeluaran agregat meliputi lima jenis pengeluaran berikut:
1) Pengeluaran konsumsi rumah tangga atas barang-barang yang dihasilkan di dalam negei (Cdn).
2) Investasi perusahaan (I) untuk menambah kapasitas sektor perusahaan dalam menghasilkan barang dan jasa.
3) Pengeluaran pemerintah atas barang dan jasa yang diperoleh di dalam negeri (G).
4) Ekspor, yaitu pembelian negara lain atas barang buatan perusahaan-perusahaan di dalam negeri (X).
5) Barang impor, yaitu barang yang dibeli dar luar negeri (M).
Dengan demikian, pengeluaran agregat (AE) dapat dinyatakan dengan formula sebagai berikut (Sadono Sukirno, 2008: 205):
)
(X M
G I C
AE dn
...(2.7) Agar menjadi lebih sederhana, maka (X-M) dinotasikan sebagai NX yang merupakan ekspor neto. Dengan demikian, persamaan pengeluaran agregat menjadi:
(50)
31
NX G I C
AE dn ...(2.8) Bila nilai ekspor lebih besar dari nilai impor maka saldo ekspor neto positif atau posisi neraca perdagangan luar negeri surplus, sehingga Y (income) naik dan berarti pula PDB naik. Sebaliknya, bila nilai ekspor lebih kecil dari nilai impor maka saldo ekspor neto negatif atau posisi neraca perdagangan luar negeri defisit, sehingga Y (income) turun dan berarti pula PDB akan turun (Hamdy Hady, 2001: 19)
2. Investasi
Menurut Sadono Sukirno (2008: 121), investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran atau pengeluaran penanaman modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang modal dan perlengkapan-perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia dalam perekonomian. Pertambahan jumlah barang modal ini memungkinkan perekonomian tersebut menghasilkan lebihbanyak barang dan jasa di masa yang akan datang serta untuk menggantikan barang-barang modal yang telah haus dan perlu didepresiasikan.
Jenis investasi dapat dibedakan atas public investment dan private investment, domestic dan foreign investment, gross investment dan net investment. Public investment adalah investasi atau penanaman modal
(51)
32 yang dilakukan oleh pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah dan sifatnya resmi. Sedangkan private investment adalah investasi yang dilaksanakan oleh pihak swasta. Domestic investment adalah penanaman modal dalam negeri, sedangkan foreign investment adalah penanaman modal asing. Gross investment adalah total seluruh investasi yang dilaksanakan pada suatu waktu, baik itu autonomous maupun induced, atau private maupun public. Sedangkan net investment adalah selisih antara investasi bruto dengan penyusutan. (Harjanti, 2005, dalam Novita Linda Sitompul, 2007).
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, modal adalah aset dalam bentuk uang atau bentuk lain yang bukan uang yang dimiliki oleh penanam modal yang mempunyai nilai ekonomis. Penanam modal adalah perseorangan atau badan usaha yang melakukan penanaman modal yang dapat berupa penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing. Penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun asing untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia.
a. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)
Menurut UU no. 25 Tahun 2007 tentang penanaman modal, modal dalam negeri adalah modal yang dimiliki oleh negara Republik Indonesia, perseorangan warga negara Indonesia, atau badan usaha
(52)
33 yang berbentuk badan hukum atau tidak berbadan hukum. Penanam modal dalam negeri adalah perseorangan warga negara Indonesia, badan usaha Indonesia, negara RI, atau daerah yang melakukan penanaman modal di wilayah negara Republik Indonesia. Penanaman modal dalam negeri adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal dalam negeri dengan menggunakan modal dalam negeri.
b. Penanaman Modal Asing (PMA)
Modal asing adalah modal yang dimiliki oleh negara asing, perseorangan warga negara asing, badan usaha asing, badan hukum asing, dan/atau badan hukum Indonesia yang sebagian atau seluruh modalnya dimiliki oleh pihak asing. Penanam modal asing adalah perseorangan warga negara asing, badan usaha asing, dan/atau pemerintah asing yang melakukan penanaman modal di wilayah negara Republik Indonesia. Penanaman modal asing adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri. (UU no. 25 Tahun 2007 tentang penanaman modal).
(53)
34 Modal asing dapat memasuki suatu negara dalam bentuk modal swasta dan/atau modal negara. Modal asing swasta dapat mengambil bentuk investasi langsung dan investasi tidak langsung.
Investasi langsung, berarti bahwa perusahaan dari negara penanam modal secara de facto atau de jure melakukan pengawasan atas asset (aktiva) yang ditanam di negara pengimpor modal dengan cara investasi itu. Investasi langsung dapat mengambil beberapa bentuk, yaitu pembentukan suatu cabang perusahaan di negara pengimpor modal, pembentukan suatu perusahaan dalam mana perusahaan dari negara penanam modal memiliki mayoritas saham, pembentukan suatu perusahaan di negara pengimpor yang semata-mata dibiayai oleh perusahaan yang terletak di negara penanam modal, mendirikan suatu korporasi di negara penananam modal untuk secara khusus beroperasi di negara lain, atau menaruh asset (aktiva) tetap di negara lain oleh perusahaan nasional dari negara penananam modal.
Investasi tidak langsung, lebih dikenal sebagai investasi portfolio atau rentier yang sebagian besar terdiri dari penguasaan atas saham yang dapat dipindahkan (yang dikeluarkan atau dijamin oleh pemerintah negara pengimpor modal), atas saham atau surat utang oleh warga negara dari beberapa negara lain. Penguasaan saham tersebut tidaklah sama dengan hak untuk mengendalikan perusahaan. Para
(54)
35 pemegang saham hanya mempunyai hak atas deviden saja. (Jhingan, 2010: 483)
Modal asing negara terdiri dari: (a) Pinjaman keras bilateral, yaitu pemberian pinjaman oleh pemerintah Inggris dalam bentuk poundsterling kepada pemerintah India; (b) Pinjaman lunak Bilateral, yaitu penjualan bahan makanan dan produk perkebunan lainnya kepada India oleh Amerika Serikat berdasarkan Perjanjian Luar negeri nomor 480; (c) Pinjaman Multilateral, yaitu sumbangan kepada Aid India Club, Colombia Plan dan lain-lain, oleh negara-negara anggota. Ke dalam kategori ini termasuk juga pinjaman yang disediakan oleh berbagai badan PBB seperti IBRD(International Bank for Reconstruction and Development), IFC, IDA, SUNFED, UNDP, dan lain-lain. (Jhingan, 2010: 484)
Tujuan penyelenggaraan penanaman modal, antara lain untuk: a. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional;
b. Menciptakan lapangan kerja;
c. Meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan;
d. Meningkatkan kemampuan daya saing dunia usaha nasional; e. Meningkatkan kapasitas dan kemajuan teknologi nasional; f. Mendorong pengembangan ekonomi kerakyatan;
(55)
36 g. Mengolah ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi riil dengan menggunakan dana yang berasal baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri;
h. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat. (UU no. 25 Tahun 2007 tentang penanaman modal, pasal 3 ayat 2).
Penanam modal melakukan investasi bukan untuk memenuhi kebutuhan mereka tetapi untuk mencari keuntungan. Disamping ditentukan oleh harapan di masa depan untuk memperoleh untung, beberapa faktor lain juga memiliki peranan penting dalam menentukan tingkat investasi yang akan dilakukan dalam perekonomian. Faktor-faktor utama yang menentukan tingkat investasi adalah (Sadono Sukirno, 2008: 121):
a. Tingkat keuntungan yang diramalkan akan diperoleh
b. Suku bunga, semakin tinggi tingkat bunganya maka biaya investasi akan semakin mahal, akibatnya minat berinvestasi menjadi menurun (Prathama Rahardja, 2008: 279).
c. Ramalan mengenai keadaan ekonomi di masa depan d. Kemajuan teknologi
e. Tingkat pendapatan nasional dan perubahan-perubahannya f. Keuntungan yang diperoleh perusahaan-perusahaan.
Menurut Keynes, modal memiliki peranan penting dalam pertumbuhan perekonomian di mana penggunaan modal ditekankan
(56)
37 kepada permintaan yang tinggi, dan permintaan yang tinggi itu diharapkan dapat diikuti oleh penawaran yang tinggi pula. Asumsi Keynes (Lia Amalia, 2007: 13):
a. Perekonomian bisa full employment dan tidak full employment
b. Perekonomian berada dalam 3 sektor (konsumen, produsen pemerintah)
c. Adanya campur tangan pemerintah
d. Perekonomian dianalisa dalam jangka pendek.
Cobb Douglas mengemukakan tentang teori fungsi produksi yang menitikberatkan pada modal, teknologi dan tenaga kerja dalam menaikkan laju pertumbuhan ekonomi. (Lia Amalia, 2007: 18)
Fungsi produksi: Yt= Tt. Kt. Lt ...(2.9)
Dimana: Yt adalah tingkat produksi tahun t Tt adalah tingkat teknologi pada tahun t Kt adalah jumlah stok alat modal pada tahun t
Menurut model pertumbuhan Harrord-Domar, untuk memacu pertumbuhan ekonomi, dibutuhkan investasi baru yang merupakan tambahan neto terhadap cadangan atau stok modal (capital stock). Dalam rasio modal-output, tabungan (S) adalah bagian dalam jumlah tertentu, atau s, dari pendapatan nasional (Y), yang persamaannya: S=sY. Investasi neto (I) adalah perubahan stok modal (K) yang dapat diwakili oleh K, sehingga persamaannya adalah: I= K. Akan tetapi, karena jumlah stok
(57)
38 modal, K, mempunyai hubungan langsung dengan jumlah pendapatan nasional atau output, Y, seperti telah ditunjukkan oleh rasio modal-output, k, maka: k
Y K
, sehingga K k Y . (Todaro, 2006: 128). Meningat tabungan nasional neto (S) harus sama investasi neto (I), maka persamaannya: S=I, sehingga persamaannya menjadi: S=sY=k Y= K=I, atau bisa diringkas menjadi sY=k Y, atau
k s Y
Y
. Dengan Y/Y sebenarnya merupakan tingkat perubahan atau pertumbuhan GDP (yaitu angka persentase perubahan GDP) yang ditentukan secara bersama-sama oleh rasio tabungan nasional s, serta rasio modal-output nasional, k. Secara lebih spesifik, persamaan ini menyatakan bahwa tanpa adanya intervensi pemerintah, tingkat pertumbuhan pendapatan nasional akan secara
langsung atau secara ―positif‖ berbanding lurus dengan rasio tabungan dan
berbanding terbalik terhadap rasio modal-output dari suatu perekonomian. (Todaro, 2006: 129).
Hubungan antara investasi (PMA dan PMDN) dengan pertumbuhan ekonomi adalah dengan adanya investasi berupa pembelian barang modal dan pelengkapanproduksi untuk menambah kemampuan memproduksi barang-barang dan jasa yang dibutuhkandalam perekonomian sehingga hal ini dapat meningkatkan PDB riil Indonesia dan dengan demikian akan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi (Tri Handayani, 2011). Peningkatan investasi akan meningkatkan
(58)
39 kapasitas produksi yang pada akhirnya berujungpada pembukaan lapangan kerja baru, yang pada tahap selanjutnya akan mendorongpertumbuhan ekonomi (Adrian Sutawijaya, 2010: 26).
Hubungan antara investasi (PMA dan PMDN) dengan ekspor neto adalah investasi berpengaruh positif terhadap ekspor, dengan adanya peningkatan pada investasi melalui pembelian barang-barang modal yang dapat meningkatkan produktivitas dalam perekonomian, maka barang dan jasa yang dihasilkan akan meningkat dan dengan kata lain ekspor juga akan meningkat. Tingginya investasi maka akan berakibat pada tingginya ekspor dan dengan tingginya ekspor maka ekspor neto juga akan meningkat.
Hubungan antara investasi (PMA dan PMDN) dengan inflasi adalah peningkatan pada investasi akan meningkatkan produksi barang dan jasa di pasar sehingga kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi dan harga-harga dapat dikendalikan dalam batas wajar sehingga inflasi dapat berkurang.
3. Inflasi
Menurut Keynes, inflasi terjadi karena suatu masyarakat ingin hidup di luar batas kemampuan ekonominya. Proses inflasi, menurut pandangan ini tidak lain adalah perebutan bagian rezeki diantara kelompok-kelompok sosial yang menginginkan bagian yang lebih besar
(59)
40 daripada yang bisa disediakan oleh masyarakat tersebut. Proses perebutan ini akhirnya diterjemahkan menjadi keadaan dimana permintaan masyarakat akan barang-barang selalu melebihi jumlah barang-barang yang tersedia. (Boediono, 2000: 172). Yang penting terdapat kenaikan harga umum barang secara terus-menerus selama satu periode tertentu. Kenaikan yang terjadi hanya sekali saja (meskipun dengan presentase yang cukup besar) bukanlah merupakan inflasi. (Nopirin, 2009: 25).
Mempertahankan inflasi tetap rendah telah lama menjadi tujuan kebijakan pemerintah. Yang menjadi masalah utama adalah hiperinflasi, atau periode peningkatan yang sangat cepat dalam tingkat harga secara keseluruhan. (Case & Fair, 2007: 5). Kebalikan dari inflasi disebut deflasi. Deflasi adalah penurunan tingkat harga keseluruhan. Deflasi terjadi ketika banyak harga turun secara serentak. (Case & Fair, 2007: 57).
Perubahan harga umum sangat tergantung pada permintaan dan penawaran agregat. Inflasi tekanan permintaan (demand pull inflation) adalah inflasi yang terjadi karena dominannya tekanan permintaan agregat yang mengakibatkan peningkatan pada tingkat harga umum. Dari sisi penawaran agregat, apabila terjadi kenaikan biaya produksi, maka akan menyebabkan berkurangnya penawaran agregat. Naiknya biaya produksi disebabkan oleh naiknya harga umum, yang mengurangi penawaran agregat. Jika penawaran agregat berkurang, maka inflasi akan disertai kontraksi ekonomi, sehingga jumlah output menjadi lebih kecil. Inflasi
(60)
41 yang disebabkan oleh biaya produksi disebut inflasi dorongan biaya (cost
push inflation).(Prathama Rahardja & Manurung, 2008: 365).
Adapun jenis inflasi dapat dibedakan berdasarkan pada tingkat laju inflasi (Asfia Murni, 2006: 204), yaitu:
a. Moderat Inflation (laju inflasinya antara 7-10%) adalah inflasi yang ditandai dengan harga-harga yang meningkat secara lambat.
b. Galloping inflation adalah inflasi ganas (tingkat laju inflasinya antara 20-100%) yang dapat menimbulkan gangguan-gangguan serius terhadap perekonomian dan timbulnya distorsi-distorsi besar dalam perekonomian.
c. Hyperinflation, adalah inflasi yang tingkat inflasinya sangat tinggi (di atas 100%).
Inflasi juga dapat dilihat berdasarkan sumbernya. Inflasi berdasarkan sumbernya dibagi menjadi dua, yaitu domestic inflation dan imported inflation. Domestic inflationmerupakan inflasi yang berasal dari dalam negeri itu sendiri misalnya inflasi yang disebabkan karena defisit keuangan negara yang ditutupi dengan pengenaan pajak oleh pemerintah atau dengan pencetakan uang baru. Imported inflation, inflasi dapat juga bersumber dari kenaikan harga-harga barang yang diimpor, terutama barang yang diimpor tersebut mempunyai peranan penting dalam setiap produksi. (Asfia Murni, 2006: 205)
(61)
42 Terdapat beberapa indikator yang digunakan untuk mengetahui laju inflasi selama satu periode tertentu, yaitu:
a. Indeks Harga Konsumen (IHK) adalah angka indeks yang menunjukkan tingkat harga barang dan jasa yang harus dibeli konsumen dalam satu periode tertentu. Angka IHK diperoleh dengan menghitung harga-harga barang dan jasa utama yang dikonsumsi masyarakat dalam suatu periode tertentu.
b. Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB). Jika IHK melihat inflasi dari sisi konsumen, maka IHPB melihat inflasi dari sisi produsen. Oleh karena itu IHPB sering juga disebut sebagai indeks harga produsen. IHPB menunjukkan tingkat harga yang diterima produsen pada berbagai tingkat produksi.
c. Indeks Harga Implisit (GDP deflator) menggambarkan pengukuran level harga barang akhir (final goods) dan jasa yang diproduksi dalam perekonomian suatu negara. Deflator PDB dihasilkan dengan membagi PDB atas dasar harga nominal dengan PDB atas dasar harga konstan. (Prathama Rahardja & Manurung, 2008: 369).
Laju atau tingkat inflasi dapat dihitung dengan rumus berikut (Asfia Murni, 2006: 41):
Laju Inflasi 100%
) 1 (
) 1 (
t t t
IHK IHK IHK
(62)
43 Di mana:
t
IHK = Indeks Harga Konsumen tahun t
1
t
IHK = Indeks Harga Konsumen tahun sebelumnya (t-1)
Menurut bank Indonesia, kestabilan inflasi merupakan prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan yang pada akhirnya memberikan manfaat bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pentingnya pengendalian inflasi didasarkan pada pertimbangan bahwa inflasi yang tinggi dan tidak stabil memberikan dampak negatif kepada kondisi sosial ekonomi masyarakat.
Pertama, inflasi yang tinggi akan menyebabkan pendapatan riil masyarakat akan terus turun sehingga standar hidup dari masyarakat turun dan akhirnya menjadikan semua orang, terutama orang miskin, bertambah miskin.
Kedua, inflasi yang tidak stabil akan menciptakan ketidakpastian (uncertainty) bagi pelaku ekonomi dalam mengambil keputusan. Pengalaman empiris menunjukkan bahwa inflasi yang tidak stabil akan menyulitkan keputusan masyarakat dalam melakukan konsumsi, investasi, dan produksi, yang pada akhirnya akan menurunkan pertumbuhan ekonomi.
Ketiga, tingkat inflasi domestik yang lebih tinggi dibanding dengan tingkat inflasi di negara tetangga menjadikan tingkat bunga domestik riil
(63)
44 menjadi tidak kompetitif sehingga dapat memberikan tekanan pada nilai rupiah.
Salah satu akibat penting dari inflasi adalah ia cenderung menurunkan taraf kemakmuran segolongan besar masyarakat. Sebagian besar pelaku-pelaku kegiatan ekonomi terdiri dari pekerja-pekerja yang bergaji tetap. Inflasi biasanya berlaku lebih cepat dari kenaikan upah para pekerja. Oleh sebab itu upah riil para pekerja akan merosot disebabkan oleh inflasi dan keadaan ini berarti tingkat kemakmuran segolongonan besar masyarakat mengalami kemerosotan. Prospek pembangunan ekonomi jangka panjang akan menjadi semakin memburuk sekiranya inflasi tidak dapat dikendalikan. Inflasi yang bertambah serius tersebut cenderung untuk mengurangi investasi yang produktif, mengurangi ekspor dan menaikkan impor. Kecenderungan ini akan meperlambat pertumbuhan ekonomi. (Sadono Sukirno, 2008: 15)
Inflasi yang tinggi tingkatnya tidak akan menggalakan perkembangan ekonomi. Biaya yang terus menerus naik menyebabkan kegiatan produktif sangat tidak menguntungkan, maka pemilik modal biasanya lebih suka menggunakan uangnya untuk tujuan spekulasi. Kenaikan harga-harga menimbulkan efek yang buruk dalam perdagangan, barang-barang domestik tidak dapat bersaing di pasaran internasional dengan kata lain ekspor akan menurun. Sebaliknya, harga-harga produksi dalam negeri yang semakin tinggi sebagai akibat inflasi menyebabkan
(64)
45 barang-barang impor menjadi relatif murah, maka lebih banyak impor akan dilakukan. (Sadono Sukirno, 2008: 339).
Hubungan antara inflasi dengan ekspor neto adalah inflasi yang tinggi akan mengakibatkan kenaikan pada biaya produksi yang menyebabkan kegiatan produktif menjadi sangat tidak menguntungkan. Kenaikan harga-harga menimbulkan efek yang buruk dalam perdagangan, barang-barang domestik tidak dapat bersaing di pasaran internasional dengan kata lain ekspor akan menurun dan impor akan meningkat, dengan begitu ekspor neto akan menurun.
Hubungan antara inflasi dengan investasi (PMA dan PMDN) adalah dengan inflasi yang tinggi, biaya akan terus-menerus naik menyebabkan kegiatan produktif menjadi tidak menguntungkan, maka pemilik modal biasanya lebih suka menggunakan uangnya untuk tujuan spekulasi. Dengan kata lain inflasi yang bertambah tinggi atau serius akan mengurangi investasi yang produktif.
4. Ekspor Neto
Menurut Case & Fair (2007: 387), ekspor neto merupakan selisih antara ekspor total dengan impor total suatu negara. Apabila nilai ekspor neto positif, berarti nilai ekspor lebih besar dari nilai impor dan apabila nilai ekspor neto negatif, berarti nilai ekspor lebih kecil dari nilai impor.
(65)
46 a. Ekspor
Ekspor adalah pembelian negara lain atas barang buatan perusahaan-perusahaan di dalam negeri. Faktor terpenting yang menentukan ekspor adalah kemampuan dari Negara tersebut untuk mengeluarkan barang-barang yang dapat bersaing dalam pasaran luar negeri. (Sadono Sukirno, 2008: 205). Ekspor akan secara langsung mempengaruhi pendapatan nasional. Akan tetapi, hubungan yang sebaliknya tidak selalu berlaku, yaitu kenaikan pendapatan nasional belum tentu menaikkan ekspor oleh karena pendapatan nasional dapat mengalami kenaikan sebagai akibat dari kenaikan pengeluaran rumah tangga, investasi perusahaan, pengeluaran pemerintah dan penggantian barang impor dengan barang buatan dalam negeri. (Sadono Sukirno, 2008: 206).
Hal-hal yang menentukan ekspor adalah (Todaro, 1998: 110): 1) Daya saing dan keadaan ekonomi negara-negara lain.
Kedua faktor ini dapat dipandang sebagai faktor terpenting yang akan menetukan ekspor suatu negara. Dalam suatu sistem perdagangan internasional yang bebas, kemampuan suatu negara menjual ke luar negeri tergantung kepada kemampuannya menyaingi barang-barang yang sejenis di pasaran internasional. Kemampuan suatu negara untuk menghasilkan barang yang bermutu dengan harga yang murah akan menentukan tingkat ekspor yang dicapai suatu negara.
(66)
47 Besarnya pasaran barang di luar negeri sangat ditentukan oleh pendapatan penduduk di negara-negara lain. Apabila ekonomi dunia mengalami resesi dan pengangguran di berbagai negara meningkat, permintaan dunia ke atas ekspor suatu negara akan berkurang. Sebaliknya, kemajuan yang pesat di berbagai negara akan meningkatkan ekspor suatu negara.
2) Proteksi di negara-negara lain.
Proteksi di negara-negara lain akan mengurangi tingkat ekspor suatu negara. Negara-negara sedang berkembang mempunyai kemampuan untuk menghasilkan hasil-hasil pertanian dan hasil-hasil industri barang konsumsi (misalnya pakaian dan sepatu) dengan harga yang lebih murah dari di negara maju. Akan tetapi kebijakan proteksi di negara-negara maju memperlambat perkembangan ekspor seperti itu dari negara-negara sedang berkembang. Contoh ini memberi gambaran tentang bagaimana proteksi perdagangan akan mempengaruhi ekspor.
3) Kurs valuta asing.
Permintaan suatu barang ditentukan oleh harganya dengan pertimbangan adanya penambahan kurs pada harga tersebut.
(1)
143
DLN_PMDN(-4) 0.003718 0.102490 0.216347 -0.222550 (0.00325) (0.18527) (0.20782) (0.51053) [ 1.14485] [ 0.55320] [ 1.04105] [-0.43592] DLN_NETEKS(-1) 0.000967 0.042702 0.029140 0.157275 (0.00111) (0.06361) (0.07135) (0.17527) [ 0.86770] [ 0.67136] [ 0.40842] [ 0.89732] DLN_NETEKS(-2) -0.007287 0.669411 0.407562 1.838820 (0.00551) (0.31428) (0.35252) (0.86602) [-1.32278] [ 2.13001] [ 1.15612] [ 2.12329] DLN_NETEKS(-3) 0.002360 -0.989734 -0.845566 -1.455831 (0.00698) (0.39845) (0.44695) (1.09798) [ 0.33795] [-2.48395] [-1.89187] [-1.32592] DLN_NETEKS(-4) 0.013271 0.469740 0.258486 -0.427242 (0.00537) (0.30645) (0.34374) (0.84445) [ 2.47061] [ 1.53285] [ 0.75197] [-0.50594] C -0.226794 -15.86709 -26.50782 29.82731 (0.20140) (11.4902) (12.8887) (31.6626) [-1.12608] [-1.38092] [-2.05668] [ 0.94204] R-squared 0.998511 0.666328 0.700512 0.467755 Adj. R-squared 0.997717 0.488369 0.540785 0.183892 Sum sq. resids 0.002419 7.875103 9.908651 59.79885 S.E. equation 0.008981 0.512351 0.574707 1.411841 F-statistic 1257.475 3.744289 4.385683 1.647816 Log likelihood 165.3569 -24.70874 -30.10674 -72.34982 Akaike AIC -6.313061 1.774840 2.004542 3.802120 Schwarz SC -5.643859 2.444042 2.673744 4.471322 Mean dependent 13.07170 8.928723 7.627447 9.577872 S.D. dependent 0.187956 0.716291 0.848083 1.562830 Determinant resid covariance (dof adj.) 1.19E-05
Determinant resid covariance 1.97E-06 Log likelihood 41.93436 Akaike information criterion 1.109176 Schwarz criterion 3.785985
VAR Model - Substituted Coefficients:
===============================
DLN_PDB = 0.0282409140964*DLN_PDB(-1) -
0.101960982551*DLN_PDB(-2) + 0.0559701948125*DLN_PDB(-3) + 1.0279817811*DLN_PDB(-4) +
0.00211240331288*DLN_PMA(-1) - 0.00296062262259*DLN_PMA(-2) -
0.00773160133468*DLN_PMA(-3) - 0.0016876873568*DLN_PMA(-4) +
0.00635536933952*DLN_PMDN(-1) + 0.00329310159163*DLN_PMDN(-2) +
(2)
144
0.00599960867219*DLN_PMDN(-3) + 0.00371778903249*DLN_PMDN(-4) +
0.00096737251545*DLN_NETEKS(-1) - 0.0072867336874*DLN_NETEKS(-2)
+ 0.00236030688578*DLN_NETEKS(-3) +
0.0132707437907*DLN_NETEKS(-4) - 0.226793515884
DLN_PMA = 1.70026441105*DLN_PDB(-1) + 5.67032397697*DLN_PDB(-2) -
16.3064030341*DLN_PDB(-3) + 10.3620692265*DLN_PDB(-4) +
0.105543175281*DLN_PMA(-1) + 0.456451743532*DLN_PMA(-2) -
0.102838747128*DLN_PMA(-3) - 0.0284577483838*DLN_PMA(-4) +
0.359490366296*DLN_PMDN(-1) - 0.572599582759*DLN_PMDN(-2) +
0.176556699621*DLN_PMDN(-3) + 0.102490258932*DLN_PMDN(-4) +
0.0427021698959*DLN_NETEKS(-1) + 0.669411433664*DLN_NETEKS(-2) -
0.989734281866*DLN_NETEKS(-3) + 0.469739612911*DLN_NETEKS(-4) -
15.8670856076
DLN_PMDN = 7.82815655554*DLN_PDB(-1) +
1.65985671602*DLN_PDB(-2) - 8.53619238055*DLN_PDB(-3) + 1.726978271*DLN_PDB(-4) +
0.0176433955048*DLN_PMA(-1) + 0.557166468121*DLN_PMA(-2) -
0.206553182634*DLN_PMA(-3) - 0.294797835043*DLN_PMA(-4) +
0.380092917312*DLN_PMDN(-1) - 0.262200496197*DLN_PMDN(-2) -
0.356289001416*DLN_PMDN(-3) + 0.216346947444*DLN_PMDN(-4) +
0.0291395772726*DLN_NETEKS(-1) + 0.407561944933*DLN_NETEKS(-2) -
0.845566103938*DLN_NETEKS(-3) + 0.258486352669*DLN_NETEKS(-4) -
26.5078249017
DLN_NETEKS = 9.18729620783*DLN_PDB(-1) +
23.2158595382*DLN_PDB(-2) - 24.6885964545*DLN_PDB(-3) -
8.85227694653*DLN_PDB(-4) - 0.566139991004*DLN_PMA(-1) +
0.0911480805724*DLN_PMA(-2) + 0.559584936451*DLN_PMA(-3) -
0.543817733895*DLN_PMA(-4) - 0.146893067305*DLN_PMDN(-1) +
0.149920215912*DLN_PMDN(-2) - 0.182882640399*DLN_PMDN(-3) -
0.222549865865*DLN_PMDN(-4) + 0.157274589019*DLN_NETEKS(-1) +
1.83881963176*DLN_NETEKS(-2) - 1.45583061218*DLN_NETEKS(-3) -
0.4272419798*DLN_NETEKS(-4) + 29.8273115054
(3)
145
Lampiran 7
Impulse Response Function
(data diolah dengan EViews 5)
-.15 -.10 -.05 .00 .05 .10 .15 .20
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of DLN_PDB to DLN_PDB
-.15 -.10 -.05 .00 .05 .10 .15 .20
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of DLN_PDB to DLN_PMA
-.15 -.10 -.05 .00 .05 .10 .15 .20
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of DLN_PDB to DLN_PMDN
-.15 -.10 -.05 .00 .05 .10 .15 .20
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of DLN_PDB to DLN_NETEKS
-20 -15 -10 -5 0 5 10 15
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of DLN_PMA to DLN_PDB
-20 -15 -10 -5 0 5 10 15
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of DLN_PMA to DLN_PMA
-20 -15 -10 -5 0 5 10 15
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of DLN_PMA to DLN_PMDN
-20 -15 -10 -5 0 5 10 15
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of DLN_PMA to DLN_NETEKS
-20 -15 -10 -5 0 5 10 15
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of DLN_PMDN to DLN_PDB
-20 -15 -10 -5 0 5 10 15
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of DLN_PMDN to DLN_PMA
-20 -15 -10 -5 0 5 10 15
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of DLN_PMDN to DLN_PMDN
-20 -15 -10 -5 0 5 10 15
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of DLN_PMDN to DLN_NETEKS
-50 -40 -30 -20 -10 0 10 20 30
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of DLN_NETEKS to DLN_PDB
-50 -40 -30 -20 -10 0 10 20 30
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of DLN_NETEKS to DLN_PMA
-50 -40 -30 -20 -10 0 10 20 30
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of DLN_NETEKS to DLN_PMDN
-50 -40 -30 -20 -10 0 10 20 30
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of DLN_NETEKS to DLN_NETEKS Response to Cholesky One S.D. Innovations
(4)
146
Lampiran 8
Variance Decomposition
(data diolah dengan EViews 5)
Variance
Decomposition of DLN_PDB:
Period S.E. DLN_PDB DLN_PMA DLN_PMDN DLN_NETEKS 1 0.008981 100.0000 0.000000 0.000000 0.000000 2 0.009894 82.40337 3.160770 12.60918 1.826683 3 0.014615 38.51606 4.231042 14.65974 42.59316 4 0.017803 26.77478 4.212814 11.75396 57.25844 5 0.021309 30.77934 5.482829 9.052487 54.68534 6 0.040896 11.22431 3.764610 2.467009 82.54407 7 0.057181 6.371705 6.027518 2.153519 85.44726 8 0.094972 4.336091 4.107009 0.790519 90.76638 9 0.141942 2.231317 5.306756 0.682339 91.77959 10 0.234062 2.694222 4.520500 0.374810 92.41047 Variance
Decomposition of DLN_PMA:
Period S.E. DLN_PDB DLN_PMA DLN_PMDN DLN_NETEKS 1 0.512351 8.804862 91.19514 0.000000 0.000000 2 0.560467 7.374193 78.79519 12.72132 1.109294 3 1.203909 3.022288 24.88234 8.581927 63.51344 4 1.472592 3.178900 18.75332 5.892572 72.17521 5 2.321362 3.192411 9.953976 2.854247 83.99937 6 3.556228 2.689574 7.510828 1.861067 87.93853 7 5.483212 2.839523 5.791984 1.028611 90.33988 8 8.970503 2.814071 4.855061 0.623627 91.70724 9 13.89351 2.676581 4.725253 0.478880 92.11929 10 22.54560 2.628236 4.582712 0.381571 92.40748 Variance
Decomposition of DLN_PMDN:
Period S.E. DLN_PDB DLN_PMA DLN_PMDN DLN_NETEKS 1 0.574707 0.428132 2.031378 97.54049 0.000000 2 0.618660 1.254650 2.304395 96.01701 0.423944 3 0.936905 0.686882 16.00349 42.58219 40.72744 4 1.269809 0.877403 12.19927 23.88637 63.03696 5 1.804041 1.220229 7.726815 13.13098 77.92198 6 3.515452 1.621937 7.252505 4.029415 87.09614 7 5.190253 2.052205 6.178886 1.921867 89.84704 8 8.702570 2.312818 4.962537 1.056677 91.66797 9 13.99477 2.311031 5.024938 0.641160 92.02287 10 22.27705 2.429048 4.761570 0.444750 92.36463
(5)
147
Variance
Decomposition of DLN_NETEKS:
Period S.E. DLN_PDB DLN_PMA DLN_PMDN DLN_NETEKS 1 1.411841 1.407481 2.251726 0.472357 95.86844 2 1.468284 3.165003 5.114972 0.888031 90.83199 3 3.018044 3.748449 2.670158 0.746462 92.83493 4 3.630569 2.853811 5.277877 0.733009 91.13530 5 5.573254 2.680790 4.121623 0.540689 92.65690 6 9.357293 2.366597 4.791361 0.352971 92.48907 7 13.44895 2.403722 4.800783 0.405836 92.38966 8 23.48966 2.558737 4.492281 0.341803 92.60718 9 35.51477 2.399241 4.772476 0.328124 92.50016 10 58.23463 2.515279 4.517514 0.335110 92.63210 Cholesky
Ordering: DLN_PDB DLN_PMA DLN_PMDN DLN_NETEKS
(6)