47
BAB III ENERGY TREND to 2035
Indonesia is currently the largest energy consumer in ASEAN and the world, accounting for 37.5 of the region’s total primary energy demand in 2011
12
. In ALT Scenario, Indonesia’s total primary energy demand is projected to growth at an
average of 5 per year between 2011 and 2035, rising from nearly 214.5 million tonnes of oil equivalent Mtoe to around 672 Mtoe.
Numerous population and geographical condition are other issues that need to be understood as a challenge and opportunity for Indonesia. Infrastructure
development should become next government priority for increasing modern energy access for the people.
As one of the biggest energy consumers, an important member of G20, and one of the growing fastest economic countries, Indonesia should plays a significant role in
regional and global future energy trade.
As the largest and most populous archipelago in the world, providing modern energy access is a particular challenge, which partly explains its comparatively low levels of
per‐capita energy consumption. Energy use per capita has been rising at a rapid pace over the last several decades, fuelling strong economic growth. In the New Policies
Scenario, it rises to 2.25 toe per capita in 2035.
Table 3 Primary energy demand in Indonesia by fuel in the New Policies Scenario
Mtoe
.
12
ASEAN’s primary energy demand is refer to IEA, while Indonesia’s primary energy demand is refer to Pusdatin Handbook.
2012 2020
2025 2030
2035 2012‐35
Coal 38.
90 114
127 145
6.0 Oil
78. 96
124 158
180 3.7
Gas 43.
85 131
153 172
6.2 Hydro
2. 2
2 4
7 7.2
Bioenergy 8.
16 24
28 34
6.6 Other renewables
1. 29
41 66
100 20.3
Total 170
318 437
537 639
5.9
48 Di dalam ALT skenario, bahan bakar fosil tetap mendominasi bauran energi primer
Indonesia, terhitung sebesar 75 dari kebutuhan energi primer pada 2035 dari 81 pada 2012. Sebagai bekas negara OPEC, saat ini Indonesia telah berkomitmen untuk
mengurangi peran minyak di dalam bauran energi primernya, jika tidak Indonesia akan menghadapi deficit perdagangan minyak yang semakin meningkat. Di dalam
ALT skenario, kebutuhan minyak meningkat dari 1.6 mbd pada 2012 menjadi 3.6 mbd pada 2035, sementara porsi minyak dalam bauran energi menggambarkan
penurunan dari 42.2 pada 2012 menjadi 26.5 pada akhir outlook period, didorong oleh keberlanjutan program pengalihan dari bahan bakar minyak kepada bahan
bakar gas pada transport sektor disasumsikan kebutuhan infrastruktur dapat dipenuhi, pengurangan penggunaan pembangkit listrik minyak, dan penghapusan
subsidi secara bertahap. Kebutuhan gas alam di Indonesia meningkat dari sekitar 1.4 bcf pada 2012 menjadi 6.8 bcf pada 2035, menunjukan rata‐rata pertumbuhan per
tahun sebesar 6.9. Projek pembangunan unit regasifikasi dan penyimpanan terapung diatur untuk memungkinkan penggunaan gas alam yang lebih basar pada
pembangkit, industri, dan transport. Unit pertama mulai beroperasi di teluk Jakarta pada 2012 dan unit lainnya direncanakan di Lampung, Jawa Tengah, dan Banten.
Kebutuhan batubara diproyeksikan untuk meningkat 5.5 selama periode Outlook menjadi 279 Mtce, mendorong peningkatan porsi batubara di dalam kebutuhan
energi primer Indoensia hingga 23.6 pada 2035. Pertumbuhan akan sanagat cepat khususnya di dalam jangka menengah, terkait dengan penyelesaian dari Program
Percepatan 10.000 MW tahap pertama. Dengan pengecualian biomass tradisional, penggunaan energi terbarukan di
Indonesiaa saat ini masih terbatas, terutama dibandingkan dengan sumber daya alam Indonesia yang berlimpah. Pada 2035, peran energi terbarukan mencapai 25
dari total bauran energi primer, dari 19 pada 2012. Konsumsi biomass tradisional sebagai energi, utamanya untuk memasak di area pedeasaan, meningkat hanya 0.6
per tahun selama periode proyeksi, menunjukan usaha untuk meningkatkan aksses terhadap bentuk bentuk energi modern, diantaranya melalui program peningkatan
penggunaan gas di rumah tangga untuk mencapai 85 pada 2015. Bagian biomass di dalam konsumsi energi rumah tangga menurun dari 78 pada 2012 menjadi 48
pada 2035. Berbeda dengan biomass tradisional, terlihat peningkatan yang cepat dalam penggunaan energi terbarukan modern didorong oleh adanya insentif untuk
mengatasi hambatan‐hambatan di pasar. Feed In Tariff FIT merupakan kunci utama dalam pertumbuhan penggunaan energi terbarukan di sektor pembangkit, dimana
baruan energi terbarukan terhadap total pembangkitan meningkat dari 14 menjadi 22, dengan pertumbuhan paling banyak berasal dari panas bumi dan air.