content indonesia energy outlook 2010 484r1pu

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, kami sampaikan buku Indonesia Energy Outlook 2010 yang merupakan pemutakhiran publikasi yang telah disusun sebelumnya pada 2009. Penyusunan buku ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran perkembangan terkini permintaan dan penyediaan serta prakiraan emisi energi dan potensi penurunannya hingga 2030.

Kami juga menghaturkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak khususnya para narasumber dari Unit-unit Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, PT Pertamina (Persero), PT PLN (Persero), Pusat Pengkajian Kebijakan Energi Institut Teknologi Bandung, Lembaga/Kementerian lain dan Asosiasi atas kontribusi penting dalam proses penyusunan buku ini.

Buku ini diharapkan menjadi salah satu referensi kepada Pimpinan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral maupun stakeholders dalam analisis dan pengembangan kebijakan energi.


(6)

Dipublikasikan oleh :

Pusat Data dan Informasi

Energi dan Sumber Daya Mineral

KESDM

Jl. Merdeka Selatan 18 Jakarta E-mail : pusdatin@esdm.go.id Website : www.esdm.go.id Telepon : 021-3450846

021-3519881

021-3804242 ext. 7415,7303 Fax : 021-3450846


(7)

RINGKASAN EKSEKUTIF

Indonesia Energy Outlook (IEO) 2010 merupakan pemutakhiran dari IEO 2009, yang berisi prakiraan trend perkembangan energi Indonesia sampai dengan 2030. Tujuan penyusunan IEO adalah untuk memberikan gambaran kuantitatif mengenai trend sektor energi di masa mendatang yang mencakup permintaan dari sektor-sektor pengguna, dan kemampuan pasokan ke sektor-sektor pengguna baik yang berasal dari potensi di dalam negeri maupun dari impor, serta gambaran mengenai kebutuhan infrastruktur yang terkait dengan penyediaan energi; sedangkan maksud penyusunan IEO 2010 ini adalah untuk memberikan rujukan kepada penyusun kebijakan, pelaku pasar energi, investor, pengguna energi dan peneliti energi mengenai kemungkinan-kemungkinan perkembangan energi Indonesia masa mendatang. Mengingat energi sangat terkait dengan sektor lain, IEO juga diharapkan dapat digunakan sebagai rejukan bagi sektor-sektor terkait dalam menyusun kebijakan dan perencanaan.

IEO 2010 disusun dengan memasukkan isu-isu pokok dan krusial serta mempertimbangkan kebijakan dan regulasi pemerintah. Beberapa isu pokok dan kebijakan yang menjadi pertimbangan dalam penyusunan IEO 2010 diantaranya: ekspor-impor energi, akses energi, bauran energi primer dan konservasi energi (kebijakan energi nasional, kebijakan konservasi energi nasional), kebijakan harga energi, mandatori pemanfaatan biofuel (BBN), road map pengembangan dan pemanfaatan BBN, konversi minyak tanah ke LPG, dan rencana pembangunan sektor energi yang mencakup program percepatan pembangunan PLTU 10.000 MW tahap I dan program percepatan pembangunan pembangkit energi terbarukan dan PLTU tahap II, serta mitigasi perubahan iklim, yaitu kontribusi sektor energi terkait dengan komitmen pemerintah terhadap perubahan iklim (target penurunan emisi sebesar 26% pada tahun 2020).

Perhitungan prakiraan perkembangan energi dilakukan dengan menggunakan simulasi model System Dynamics, dimana model energi terdiri dari model permintaan energi dan model pasokan energi. Penggerak pertumbuhan permintaan energi adalah pertumbuhan ekonomi yang diwujudkan sebagai parameter Produk Domestik Bruto (PDB) dan populasi; dengan mempertimbangkan proyeksi pertumbuhan penduduk sampai tahun 2025 mengikuti


(8)

tahun-tahun terakhir proyeksi BPS tersebut, pertumbuhan ekonomi (PDB) 5,5% hingga 2015 kemudian naik secara gradual hingga 6,5% di tahun 2020, dan menjadi 7,0% sejak tahun 2020 hingga 2030, serta beberapa asumsi teknis energi lainnya termasuk harga minyak mentah USD 80 per barel.

Hasil-hasil yang diperoleh dari simulasi dan perhitungan adalah sebagai berikut:

1. Permintaan energi final masa mendatang akan didominasi oleh permintaan dari sektor industri (47,3%), diikuti oleh sektor transportasi (29,8%) dan rumah tangga (14,1%), dengan pertumbuhan masing-masing sektor sebagai berikut: industri 6,2%, transportasi 6,1%, rumah tangga 2,2%, komersial 4,9% dan PKP 3,8%. Sebagai hasil upaya-upaya konservasi, pertumbuhan permintaan energi final menurut Skenario Energy Security dan Skenario Mitigasi keduanya lebih rendah dibanding Skenario Dasar, masing-masing 4,8% per tahun dan 4,4% per tahun. Menurut jenis energinya, permintaan energi final masa mendatang masih didominasi oleh BBM. Berdasarkan Skenario Dasar, bauran permintaan energi final 2030 menjadi: BBM 31,1%, gas bumi 23,7%, listrik 18,7%, batubara 15,2%, biomassa 6,1%, BBN 2,7% dan LPG 2,4%. Bauran energi final menurut Skenario Energy Security dan Skenario Mitigasi tidak banyak berbeda dengan Skenario Dasar kecuali BBN dimana pada Skenario Mitigasi pangsa BBN akan mencapai sekitar 6,0%.

2. Dari sisi pasokan, energi Indonesia masa mendatang masih akan didominasi oleh batubara diikuti oleh minyak bumi dan gas bumi, walaupun pangsa Energi Baru dan Terbarukan (EBT) juga berkembang cukup pesat. Berdasarkan Skenario Dasar, bauran pasokan energi tahun 2030 menjadi: batubara 51%, minyak bumi 22,2%, gas bumi 20,4% dan sisanya 6,1% EBT. Pada Skenario Mitigasi, bauran pasokan energi tahun 2030 adalah: batubara 29,5%, gas bumi 31,4%, minyak bumi 24,6%, dan sisanya 14,5% EBT; dengan jenis EBT yang menonjol adalah BBN (5,8%), tenaga air (2,9%) panas bumi (3,5%) dan biomassa non rumah tangga (2,9%).

3. Permintaan listrik menurut Skenario Dasar akan meningkat rata-rata 9,0 % per tahun sehingga pada tahun 2030 dibutuhkan pembangkit dengan kapasitas terpasang 211 GW; sedangkan menurut Skenario Security dan Mitigasi kapasitas pembangkit yang dibutuhkan pada 2030 masing-masing mencapai 167 GW dan 159 GW. Menurut Skenario Dasar jenis pembangkit yang akan menjadi andalan adalah PLTU batubara


(9)

(75% dari seluruh kapasitas terpasang), diikuti oleh gas bumi (16%), PLTA (3,9%) dan panas bumi (3%). Pada Skenario Security pangsa pembangkit energi terbarukan sedikit lebih besar yaitu PLTA 5,1% dan PLTP 4,4%. Pada Skenario Mitigasi pangsa PLTU batubara lebih rendah yaitu 46%, digantikan oleh gas bumi menjadi 40%, PLTA 6,1%, PLTP 5%, PLTN 2% dan sisanya oleh energi terbarukan lainnya (biomassa, matahari dan angin).

4. Hasil perhitungan yang berkaitan dengan prakiraan kebutuhan investasi untuk pembangunan infrastruktur energi meliputi: investasi pembangkit rata-rata 10 milyar US$ per tahun, kebutuhan biaya untuk penambahan kapasitas kilang mencapai sekitar 16 milyar US$, kebutuhan investasi kilang BBBC secara keseluruhan akan mencapai 33milyar US$, investasi kilang BBN yang dibutuhkan hingga tahun 2030 akan mencapai sekitar 11,2 trilyun rupiah, serta investasi pembangunan receiving terminal LNG 6 BCFD di tahun 2030 memerlukan biaya sebesar 8 milyar US$.

5. Emisi gas CO2 berdasarkan Skenario Dasar akan meningkat menjadi sekitar 1000 juta ton pada 2020 dan terus meningkat menjadi 2129 juta ton di tahun 2030. Berdasarkan Skenario Mitigasi, emisi gas CO2 dapat ditekan menjadi 706 juta ton di 2020 dan 1219 juta ton di tahun 2030. Menurut sumbernya emisi gas CO2 berasal dari pembakaran batubara (50,1%), gas bumi (26%) dan minyak bumi (23,9%). Sektor industri merupakan sektor penyumbang emisi CO2 terbesar diikuti oleh sektor rumah tangga, transportasi, komersial dan PKP.


(10)

(11)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

RINGKASAN EKSEKUTIF iii

DAFTAR ISI vi

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR GAMBAR xii

I PENDAHULUAN 1

II METODOLOGI 3

2.1. PEMODELAN ENERGI 3

2.2. SKENARIO PRAKIRAAN ENERGI 5

2.3. ASUMSI-ASUMSI DASAR 5

2.4. ASUMSI-ASUMSI SKENARIO DASAR 5

2.5. ASUMSI-ASUMSI SKENARIO – ALTERNATIF 1 7

2.6. ASUMSI-ASUMSI SKENARIO – ALTERNATIF 2 8

III PERKEMBANGAN SOSIO EKONOMI DAN ENERGI NASIONAL DAN

GLOBAL 10

3.1. INDIKATOR SOSIO-EKONOMI DAN ENERGI 10

3.1.1 Penduduk 10

3.1.2 Produk Domestik Bruto (PDB) 11

3.1.3 Intensitas Energi dan Konsumsi Energi per Kapita 13

3.1.4 Elastisitas Energi 15

3.2. KONSUMSI ENERGI 16

3.2.1 Menurut Sektor 16

3.2.1.1 Industri dan PKP (Pertanian, Konstruksi, dan

Pertambangan) 16

3.2.1.1 Transportasi 18


(12)

3.2.2 Menurut Jenis 21

3.2.2.1 Bahan Bakar Minyak (BBM) 21

3.2.2.2 Gas Bumi dan LPG 22

3.2.2.3 Batubara 23

3.2.2.4 Listrik 24

3.2.2.5 Biofuel 25

3.3. PASOKAN ENERGI PRIMER 25

3.3.1 Minyak Bumi 26

3.3.2 Gas Bumi 27

3.3.3 Batubara 28

3.3.4 Panas Bumi 29

3.3.5 Tenaga Air 30

3.3.6 Listrik 30

3.4. POTENSI SUMBER DAYA ENERGI NASIONAL 32

3.4.1 Potensi Cadangan Energi Fosil 33

3.4.1.1 Minyak Bumi 33

3.4.1.2 Gas Bumi 34

3.4.1.3 Batubara 35

3.4.2 Potensi Sumberdaya Energi Terbarukan 36

3.4.2.1 Panas Bumi 36

3.4.2.2 Tenaga Air 37

3.4.2.3 Energi Surya 38

3.4.2.4 Angin 39

3.5. INFRASTRUKTUR ENERGI 39

3.5.1 Pembangkit Listrik 39

3.5.2 Minyak Bumi 42

3.5.3 Gas (Gas Bumi, LNG, dan LPG) 44


(13)

IV ANALISIS PROYEKSI PERMINTAAN ENERGI 48

4.1. PERMINTAAN ENERGI MENURUT SEKTOR 48

4.1.1 Sektor Industri 51

4.1.2 Sektor Transportasi 53

4.1.3 Sektor Rumah Tangga 56

4.1.4 Sektor Komersial 58

4.1.5 Sektor Pertanian, Konstruksi, dan Pertambangan (PKP) 60

4.2. MENURUT JENIS 62

4.2.1 Bahan Bakar Minyak (BBM) 64

4.2.2 Gas Bumi 67

4.2.3 LPG 68

4.2.4 Batubara 70

4.2.5 Listrik 72

4.2.6 Bahan Bakar Nabati (BBN) 74

4.2.7 Biomassa 75

V ANALISIS PROYEKSI PENYEDIAAN ENERGI 77

5.1. PENYEDIAAN ENERGI PRIMER 77

5.1.1 Minyak Bumi 83

5.1.2 Gas Bumi 86

5.1.3 Batubara 88

5.2. ENERGI TERBARUKAN 90

5.2.1 Bahan Bakar Nabati (BBN) 91

5.2.2 Tenaga Air 91

5.2.3 Panas Bumi 92

5.2.4 Biomassa 93

5.2.5 Tenaga Matahari 94

5.2.6 Tenaga Angin 94

5.3. KEBUTUHAN INFRASTRUKTUR 95

5.3.1 Kilang Minyak Bumi 95

5.3.2 Kilang Bahan Bakar BatuBara Cair


(14)

5.3.3 Receiving Terminal LNG 96

5.3.4 Kilang Bio-fuel 97

5.3.5 Pembangkit Listrik 98

5.4. EMISI GAS KARBON DIOKSIDA (CO2) 102

5.4.1 Menurut Sektor 103

5.4.2 Menurut Jenis 104

VI PROFIL ENERGI DAERAH 106

6.1. ENERGI DAERAH SUMATERA UTARA 106

6.1.1 Potensi Sumber Daya Energi 106

6.1.2 Profil Kebutuhan Energi 107

6.2. ENERGI DAERAH JAWA TENGAH 108

6.2.1 Potensi Sumber Daya Energi 108

6.2.2 Profil Kebutuhan Energi 111

6.3. ENERGI DAERAH DI YOGYAKARTA 111

6.3.1 Profil Kebutuhan Energi 111

6.4. ENERGI DAERAH NUSA TENGGARA BARAT 113

6.4.1 Potensi Sumber Daya Energi 113

6.4.2 Profil Kebutuhan Energi 113

6.5. ENERGI DAERAH PAPUA 115

6.5.1 Potensi Sumber Daya Energi 115

6.5.2 Profil Kebutuhan Energi 115

6.5.3 Kebijakan Pengelolaan Energi 115

VII KEBIJAKAN ENERGI 117

7.1. ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI NASIONAL SEKTOR ENERGI 117

7.2. KEBIJAKAN UMUM SEKTOR ENERGI 120

7.3. KEBIJAKAN KHUSUS MIGAS 123

7.4. KEBIJAKAN KHUSUS BATUBARA 128

7.5. KEBIJAKAN KHUSUS KETENAGALISTRIKAN 129

7.6. KEBIJAKAN KONVERSI ENERGI 133

7.7. KEBIJAKAN PERUBAHAN IKLIM 134

VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 136

7.1. KESIMPULAN 136


(15)

DAFTAR PUSTAKA 141

DAFTAR SINGKATAN 142


(16)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Asumsi teknis energi 5 Tabel 3.1 Sumber Daya dan Cadangan Panas Bumi Indonesia Tahun 2008

(Sumber: Badan Geologi) 37

Tabel 5.1 Proyeksi penambahan kilang minyak bumi (Skenario Dasar) 95 Tabel 5.2 Proyeksi penambahan kilang BBBBC (Skenario Dasar) 96 Tabel 5.3 Proyeksi kebutuhan pembangunan receiving terminal LNG

(Skenario Dasar) 97

Tabel 6.1 Sumberdaya dan Cadangan Minyak Bumi 106

Tabel 6.2 Sumberdaya dan Cadangan Batubara 107

Tabel 6.3 PLTA Skala Besar 110


(17)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Struktur dasar model energi 3

Gambar 3.1 Komposisi Persebaran Penduduk Indonesia 2007-2008 11 Gambar 3.2 Perkembangan PDB Indonesia, 1990- 2009

(Sumber: BPS, 1990 – 2008) 12

Gambar 3.3 Perbandingan PDB Per Kapita Indonesia dan Negara-Negara Lain (Sumber : IMF, World Economic Data Base 2009) 13 Gambar 3.4 Intensitas Konsumsi Energi Final Indonesia 1990 – 2009 14 Gambar 3.5 Intensitas Energi (SBM/ribu USD) Indonesia dan Negara-Negara 14 Gambar 3.6 Intensitas Energi Final Per PDB vs Konsumsi Per Kapita 1990-2009 15 Gambar 3.7 Elastisitas dan Konsumsi Energi Per Kapita Beberapa Negara

(Sumber: WEO, 2009) 16

Gambar 3.8 Perkembangan Konsumsi Energi Sektor Industri 17 Gambar 3.9 Perkembangan Konsumsi Energi Sektor PKP 18 Gambar 3.10 Perkembangan Konsumsi Energi Sektor Transportasi 19 Gambar 3.11 Perkembangan Konsumsi Energi Sektor Rumah Tangga 20

Gambar 3.12 Konsumsi Energi Sektor Komersial 21

Gambar 3.13 Perkembangan Konsumsi Minyak Bumi 22

Gambar 3.14 Perkembangan Konsumsi Gas Bumi 22

Gambar 3.15 Perkembangan Konsumsi LPG 23

Gambar 3.16 Perkembangan Konsumsi Batubara 24

Gambar 3.17 Perkembangan Konsumsi Listrik 25

Gambar 3.18 Perkembangan Pasokan Energi Primer 26 Gambar 3.19 Perkembangan Pasokan Minyak Bumi (sumber : Pusdatin,

www.dtwh2.esdm.go.id) 27

Gambar 3.20 Perkembangan Produksi dan Pemanfaatan Gas Bumi (sumber :

Pusdatin, www.dtwh2.esdm.go.id) 28

Gambar 3.21 Perkembangan Pasokan Batubara (sumber : Pusdatin,

www.dtwh2.esdm.go.id) 29

Gambar 3.22 Perkembangan Impor Batubara (sumber : Pusdatin,


(18)

Gambar 3.23 Perkembangan Produksi Listrik Panas Bumi dan Tenaga Air (sumber :

Pusdatin, 2006 & 2009) 30

Gambar 3.24 Neraca Produksi Konsumsi Energi Listrik (sumber : Pusdatin,

www.dtwh2.esdm.go.id) 31

Gambar 3.25 Production Mix 2008 31

Gambar 3.26 Trend Energy Mix PLN 32

Gambar 3.27 Cadangan Minyak Bumi Indonesia 33

Gambar 3.28 Cadangan Gas Bumi Indonesia 35

Gambar 3.29 Cadangan Batubara Indonesia 36

Gambar 3.30 Perkembangan Kapasitas Pembangkit Listrik PLN, Swasta, dan

Captive Power 41

Gambar 3.31 Gambar 3.31 Infrastruktur Pembangkit Utama dan Jaringan Transmisi (sumber:http://dtwh2.esdm.go.id/dw2007/data/infrastruktur/) 42 Gambar 3.32 Lokasi Kilang Minyak Bumi dan Jalur Distribusinya (sumber:

http://dtwh2.esdm.go.id/dw2007/data/infrastruktur/) 43 Gambar 3.33 Kapasitas Kilang Minyak (sumber: http://www.migas.esdm.go.id/) 43 Gambar 3.34 Kilang dan Jaringan Pipa Gas (sumber : http://www.migas.esdm.go.id/) 45 Gambar 3.35 Kapasitas Pelabuhan Batubara (sumber:

http://dtwh2.esdm.go.id/dw2007/data/infrastruktur/) 47 Gambar 4.1 Permintaan Energi Final 2010-2030 Menurut Sektor, (Skenario Dasar) 49 Gambar 4.2 Permintaan Energi Final 2010-2030 Menurut Sektor (Skenario Dasar,

Security dan Mitigasi) 50

Gambar 4.3 Permintaan Energi Sektor Industri 2010-2030 Menurut Jenis (Skenario

Dasar) 52

Gambar 4.4 Permintaan Energi Sektor Industri 2010-2030 Menurut Jenis (Skenario

Dasar, Security dan Mitigasi) 53

Gambar 4.5 Permintaan Energi Sektor Transportasi 2010-2030 Menurut Jenis 54 Gambar 4.6 Permintaan Energi Sektor Transportasi 2010-2030 Menurut Jenis

(Skenario Dasar, Security dan Mitigasi) 56 Gambar 4.7 Permintaan Energi Sektor Rumah Tangga 2010-2030 Menurut Jenis

(Skenario Dasar) 57

Gambar 4.8 Permintaan Energi Sektor Rumah Tangga 2010-2030 Menurut Jenis (Skenario Dasar, Security dan Mitigasi) 58


(19)

Gambar 4.9 Permintaan Energi Sektor Komersial 2010-2030 Menurut Jenis

(Skenario Dasar) 59

Gambar 4.10 Permintaan Energi Sektor Komersial 2010-2030 Menurut Jenis

(Skenario Dasar, Security dan Mitigasi) 60 Gambar 4.11 Permintaan Energi Sektor PKP 2010-2030 Menurut Jenis (Skenario

Dasar) 61

Gambar 4.12 Permintaan Energi Sektor PKP 2010-2030 Menurut Jenis (Skenario

Dasar, Security dan Mitigasi) 61

Gambar 4.13 Permintaan Energi Final 2010-2030 Menurut Jenis (Skenario Dasar) 62 Gambar 4.14 Permintaan Energi Final 2010-2030 Menurut Jenis (Skenario Dasar,

Security dan Mitigasi) 63

Gambar 4.15 Permintaan BBM 2010-2030 menurut sektor pengguna (Skenario

Dasar) 65

Gambar 4.16 Permintaan BBM 2010-2030 Menurut Sektor Pengguna (Skenario

Dasar, Security dan Mitigasi) 66

Gambar 4.17 Permintaan Gas Bumi 2010-2030 Menurut Sektor Pengguna (Skenario

Dasar) 67

Gambar 4.18 Permintaan Gas Bumi 2010-2030 Menurut Sektor Pengguna (Skenario

Dasar, Security dan Mitigasi) 68

Gambar 4.19 Permintaan LPG 2010-230 Menurut Sektor Pengguna (Skenario

Dasar) 69

Gambar 4.20 Permintaan LPG 2010-230 Menurut Sektor Pengguna (Skenario

Dasar, Security dan Mitigasi) 70

Gambar 4.21 Permintaan Batubara 2010-2030 (Skenario Dasar) 71 Gambar 4.22 Permintaan Batubara 2010-230 (Skenario Dasar, Security dan

Mitigasi) 71

Gambar 4.23 Permintaan Energi Listrik 2010-230 Menurut Sektor Pengguna

(Skenario Dasar) 72

Gambar 4.24 Permintaan Energi Listrik 2010-230 Menurut Sektor Pengguna

(Skenario Dasar, Security dan Mitigasi) 73 Gambar 4.25 Permintaan BBN 2010-2030 Menurut Sektor Pengguna (Skenario


(20)

Gambar 4.26 Permintaan BBN 2010-2030 Menurut Sektor Pengguna (Skenario

Dasar, Security dan Mitigasi) 75

Gambar 4.27 Permintaan Biomassa 2010-2030 Menurut Sektor Pengguna (Skenario

Dasar) 76

Gambar 4.28 Permintaan Biomassa 2010-2030 Menurut Sektor Pengguna (Skenario

Dasar, Security dan Mitigasi) 76

Gambar 5.1 Pasokan Energi Primer 79

Gambar 5.2 Pasokan Energi Primer per Jenis Energi (Skenario Dasar) 80 Gambar 5.3 Pasokan Energi Primer per Jenis Energi (Skenario Security) 81 Gambar 5.4 Pasokan Energi Primer per Jenis Energi (Skenario Mitigasi) 82 Gambar 5.5 Pasokan Energi Primer per Jenis Energi (3 Skenario) 83 Gambar 5.6 Konsumsi, Ekspor, Produksi dan Impor Bahan bakar Cair (Skenario

Dasar) 85

Gambar 5.7 Konsumsi, Ekspor, Produksi dan Impor Minyak Mentah (Skenario

Dasar) 86

Gambar 5.8 Konsumsi, Ekspor, Produksi dan Impor Gas Bumi (Skenario Dasar) 88 Gambar 5.9 Konsumsi, Ekspor, Produksi dan Impor Batubara (Skenario Dasar) 90 Gambar 5.10 Kebutuhan Kilang BBN (Skenario Dasar) 98 Gambar 5.11 Kebutuhan pembangkit listrik berdasarkan skenario dasar (BaU) 99 Gambar 5.12 Kebutuhan pembangkit listrik (Skenario Security) 100 Gambar 5.13 Kebutuhan pembangkit listrik (Skenario Mitigasi) 101 Gambar 5.14 Kebutuhan pembangkit listrik (3 Skenario) 102 Gambar 5.15 Emisi Karbon Dioksida (3 Skenario) 103 Gambar 5.16 Emisi CO2 menurut sektor aktivitas 104 Gambar 5.17 Emisi CO2 menurut jenis pada skenario dasar (BaU) 105

Gambar 6.1 Konsumsi Energi Menurut Jenis 107

Gambar 6.2 Konsumsi Energi Menurut Sektor 108

Gambar 6.3 Pangsa Produksi Energi Primer Jawa Tengah 109 Gambar 6.4 Pangsa Produksi Energi Sekunder Jawa Tengah 109

Gambar 6.5 Kebutuhan Energi Jawa Tengah 111

Gambar 6.6 Kebutuhan Energi Yogyakarta Menurut Sektor 112 Gambar 6.7 Kebutuhan Energi Yogyakarta Menurut Jenis Energi 112 Gambar 6.8 Produksi Energi Primer dan Sekunder NTB 113


(21)

Gambar 6.9 Pangsa Konsumsi Energi Per Jenis di NTB 114 Gambar 6.10 Konsumsi Energi Menurut Sektor di Nusa Tenggara Barat 114 Gambar 7.1 Cakupan dan struktur rumusan kebijakan 118


(22)

(23)

BAB I PENDAHULUAN

Indonesia Energy Outlook (IEO) 2010 berisi prakiraan trend perkembangan energi Indonesia sampai dengan 2030. IEO disusun untuk memberikan gambaran kuantitatif mengenai trend sektor energi di masa mendatang yang mencakup permintaan dari sektor-sektor pengguna, dan kemampuan pasokan ke sektor-sektor-sektor-sektor pengguna baik yang berasal dari potensi di dalam negeri maupun dari impor, serta gambaran mengenai kebutuhan infrastruktur yang terkait dengan penyediaan energi.

IEO dimaksudkan untuk memberikan rujukan kepada penyusun kebijakan, pelaku pasar energi, investor, pengguna energi dan peneliti energi mengenai kemungkinan-kemungkinan perkembangan energi Indonesia masa mendatang. Mengingat energi sangat terkait dengan sektor lain, IEO juga diharapkan dapat digunakan sebagai rujukan bagi sektor-sektor terkait dalam menyusun kebijakan dan perencanaan.

IEO 2010 merupakan pemutakhiran dari IEO 2009. IEO 2010 disusun dengan memasukkan isu-isu pokok dan krusial dalam satu tahun serta trend perkembangan dan kondisi terkini dari berbagai aspek baik yang terkait langsung atau tidak langsung dengan perkembangan sektor energi. Aspek-aspek tersebut dipandang sebagai “lingkungan

perkembangan dan dinamika” yang sifatnya internal maupun eksternal dari sektor energi dan

diperlakukan sebagai variabel-variabel perkembangan energi (energy demand drivers) yang sangat berpengaruh terhadap besar dan pola pasokan serta penggunaan energi di Indonesia. Isu-isu pokok tersebut mencakup diantaranya yaitu ekspor-impor energi, akses energi, bauran energi primer, kebijakan harga energi, konservasi energi, serta mitigasi perubahan iklim.

Terkait dengan isu-isu tersebut, sektor energi Indonesia menghadapi beberapa permasalahan diantaranya: peran sumberdaya energi sebagai penghasil devisa vs. sebagai sumber energi domestik, minyak bumi masih mendominasi bauran energi nasional mengakibatkan ketergantungan terhadap impor minyak, akses energi listrik masih rendah, kebijakan subsidi harga energi makin terasa membebani APBN dan tidak kondusif bagi pengembangan energi terbarukan dan upaya-upaya efisiensi energi, dan makin kuatnya mainstream dunia dalam upaya mitigasi perubahan iklim.


(24)

Merujuk pada permasalahan-permasalahan energi di atas, sasaran dan strategi pengembangan energi Indonesia masa mendatang perlu disusun dan diformulasikan sedemikian rupa sehingga dapat mengatasi dan menyelesaikan permasalahan-permasalahan energi dan sekaligus mengarahkan kepada penciptaan dan pencapaian sistem energi yang mandiri dan berkelanjutan.

Sasaran pengembangan energi nasional secara umum telah ditetapkan pada Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2006 dengan indikator besaran pangsa jenis energi pada bauran energi primer dan elastisitas energi yang hendak dicapai pada tahun 2025. Sasaran tersebut pada intinya ditetapkan atas dasar pertimbangan ketahanan energi nasional, yaitu menciptakan sistem energi yang mandiri dan berkelanjutan. Sasaran pengembangan energi hendak dicapai/diwujudkan dengan cara (strategi) mendorong pemanfaatan sumberdaya energi yang ketersediaannya cukup banyak (batubara) atau energi yang terbarukan sehingga mengurangi ketergantungan terhadap minyak bumi yang cenderung makin mahal sementara cadangan domestik dan kemampuan produksi nasional terus menurun (impor akan terus meningkat), serta strategi kebijakan harga energi yang mendorong upaya-upaya efisiensi energi dan diversifikasi energi, khususnya ke arah pengembangan energi baru dan terbarukan.

Target capaian bauran energi 2025 perlu dikoreksi dengan mempertimbangkan realitas bahwa dalam 5 tahun terakhir pangsa minyak bumi belum beranjak dari 50%. Di samping itu, perlunya tinjauan ulang terhadap target bauran energi juga terkait dengan mainstream dunia dalam hal mitigasi perubahan iklim dan telah dicanangkannya komitmen pemerintah dalam penurunan emisi GRK di berbagai sektor, termasuk dari sektor energi. Sehubungan dengan hal tersebut, dalam Indonesia Energy Outlook 2010 ini terdapat skenario pengembangan energi dengan memasukkan constraint dan peluang-peluang terkait dengan mitigasi perubahan iklim. Dengan adanya perkembangan interest investor dalam bisnis terminal LNG, dalam Indonesia Energy Outlook 2010 ini dibuka opsi pasokan LNG dalam negeri maupun dari impor.

Indonesian Energy Outlook 2010 ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai rujukan dalam penyusunan perencanaan energi nasional dan proses pengambilan keputusan di sektor energi dan acuan-data informasi di sektor energi yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan rekomendasi penyempurnaan Kebijakan Energi Nasional.


(25)

BAB II METODOLOGI 2.1. Pemodelan Energi

IEO 2010 mencakup data perkembangan energi masa lalu, proyeksi perkembangan energi masa mendatang, serta perkiraan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sektor energi dan potensi pengurangannya. Pemutakhiran (update) data perkembangan energi masa lalu dilakukan sampai tahun 2009 untuk digunakan sebagai basis proyeksi perkembangan energi masa mendatang. Proyeksi perkembangan energi dilakukan dengan menggunakan simulasi

model System Dynamics (menggunakan software Stella 8.1).

Gambar 2.1 Struktur dasar model energi

Sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2.1, model energi terdiri dari atas dua kelompok utama, yaitu (a) model permintaan energi dan (b) model pasokan energi.

Penggerak pertumbuhan permintaan energi (energy demand growth driver) di dalam

pemodelan ini adalah pertumbuhan ekonomi yang diwujudkan sebagai parameter Produk

Domestik Bruto (PDB) dan populasi. System Dynamics pada dasarnya adalah pendekatan

untuk memodelkan perilaku suatu sistem, khususnya yang memiliki kecenderungan dinamik

Demand Model

•Transportasi

•Rumah tangga

•Industri

•Komersial

Supply Model

•Minyak •Gas •Batubara •Air •Panas

Bumi

Transform

Gas Batubara BBM, LPG

Listrik

Growth drivers

•Populasi

•Ekonomi

•Harga energi

•Sumberdaya

•Teknologi

•Kebijakan


(26)

dalam sistem yang kompleks. Pemodelan dengan System Dynamics sangat sesuai untuk memodelkan sistem yang komponen-komponennya mempunyai karakter saling-bergantung (interdependency), melibatkan proses-proses akumulasi (stock and flow), mempunyai fenomena delay dan kemungkinan melibatkan persamaan non linier. Sektor energi sebagai suatu sistem memiliki karakter-karakter tersebut.

Di dalam penyusunan IEO 2010, System Dynamics digunakan untuk menggambarkan perilaku sistem energi dan pengaruh intervensi kebijakan-kebijakan energi nasional terhadap perkembangan energi di masa mendatang. Atau sebaliknya, jika diinginkan sektor energi memiliki struktur dan perilaku sebagaimana yang diinginkan, System Dynamics dapat digunakan untuk menganalisis intervensi kebijakan-kebijakan energi yang diperlukan untuk menghasilkan pola laku sistem yang diinginkan tersebut. Dalam system dynamic, dapat ditentukan komponen sistem (sub-sektor) yang perlu diintervensi, kapan dilakukan intervensi, besaran intervensi yang diperlukan dan dampak yang diakibatkan oleh intervensi tersebut dalam hal magnitude maupun waktu terjadinya dampak (kemungkinan terjadinya delay).

Pengembangan model sistem energi dimulai dengan mengenali komponen sistem energi, keterkaitan antar komponen sistem energi, dan keterkaitan antar komponen sistem energi dengan sistem non energi. Komponen dan keterkaitan antar komponen tersebut selanjutnya disusun di dalam suatu model system dynamic. Model tersebut disimulasikan untuk memproyeksikan prarkiran-prakiraan kondisi sektor energi di masa mendatang. Kesahihan model tersebut divalidasi dengan menggunakan data historis sektor energi dari tahun 1990 sampai dengan 2009.

2.2 Skenario Prakiraan Energi

Pada IEO 2010, dikembangkan tiga skenario perkiraan perkembangan energi, yaitu skenario dasar dan dua skenario alternatif. Skenario dasar adalah skenario dimana perkembangan energi di masa mendatang merupakan kelanjutan dari perkembangan historis. Skenario ini disebut sebagai skenario dasar atau business as usual (BAU). Skenario Alternatif 1 (Skenario Energy Security) adalah skenario perkembangan energi dengan intervensi konservasi energi dan pengembangan energi terbarukan terkait dengan upaya penjaminan ketahan energi (energy security). Skenario Alternatif 2 (Mitigasi Perubahan Iklim) adalah skenario dimana perkembangan energi dipengaruhi oleh dinamika lingkungan internal dan eksternal yang strategis, yaitu dengan makin kuatnya dorongan melakukan


(27)

mitigasi perubahan iklim terkait adanya emisi GRK dari sektor energi. Implementasi dari skenario ini adalah upaya-paya konservasi energi dan pengembangan energi terbarukan secara lebih agresif dibandingkan dengan Skenario Security.

2.3 Asumsi-Asumsi Dasar

Asumsi-asumsi umum yang berlaku untuk ketiga skenario perkembangan energi di masa mendatang adalah sebagaimana dijelaskan pada bagian berikut ini :

a. Periode proyeksi adalah 2010 – 2030. Data historis yang digunakan adalah data-data energi dari tahun 1990 sampai dengan tahun 2009.

b. Asumsi teknis energi meliputi parameter-parameter sebagai berikut:

Tabel 2.1 Asumsi Teknis Energi

PARAMETER NILAI

Potensi Produksi Batubara 100 miliar ton (cadangan) Potensi Produksi Minyak Bumi 8 miliar barrel (cadangan) Potensi Produksi Gas Bumi 160 TCF

Potensi Produksi CBM 40 TCF Ekspor LNG + Gas Pipa sesuai kontrak Ekspor Batubara Maksimum 200 juta ton Harga Minyak Bumi 80 $/bbl

Harga Energi Fosil Harga pasar Program Percepatan Pembangkit Tahap I dan II LPG di Rumah Tangga Sesuai program Pemanfaatan BBN Sesuai Mandatory

BBBC 2 x 50 MBCD

Impor LNG Maksimum 6 BCFD

Impor BBM dan Crude Sesuai kebutuhan Pemanfaatan Panas Bumi 20 GW Pemanfaatan Tenaga Air 25 GW

Pemanfaatan PLT Biomass Maksimum 25 GW Pemanfaatan PLT Surya 5% listrik RT + 2% listrik kom. Pemanfaatan PLT Angin Maksimum 100 MW


(28)

c. Asumsi sosial dan ekonomi, antara lain :

Proyeksi pertumbuhan penduduk sampai tahun 2025 mengikuti Proyeksi Penduduk Indonesia 2025 (BPS) dan 2025 - 2030 mengikuti trend perkembangan tahun-tahun terakhir proyeksi BPS tersebut; Tabel A-1 Lampiran

Pertumbuhan ekonomi (PDB) 5,5% hingga 2015 kemudian naik secara gradual hingga 6,5% di tahun 2020, dan menjadi 7,0% sejak tahun 2020 hingga 2030; Struktur PDB tidak berubah dimana PDB Indonesia sampai dengan 2030 masih bergantung kepada sektor produksi (primer dan sekunder);

2.4 Asumsi-Asumsi Skenario Dasar

Asumsi-asumsi yang digunakan dalam Skenario Dasar (BaU) adalah asumsi-asumsi dasar yang dilengkapi dengan asumsi-asumsi berikut ini, yaitu :

Prakiraan kebutuhan dan penyediaan energi dalam Skenario Dasar (Business as Usual) yang diasumsikan atas dasar perkembangan sosio – ekonomi (pertumbuhan penduduk dan PDB) sektor energi selama lima tahun terakhir. Prakiraan tersebut juga telah mempertimbangkan potensi konservasi energi yang secara natural meningkat mengikuti trajectory of technology, yaitu makin efisiennya teknologi energi dengan adanya best available technology (BAT) yang makin murah.

Pencapaian program konservasi dan efisiensi energi pada 2030 diasumsikan :

a. Strategi dan kebijakan pengembangan energi yang telah ada dalam perencanaan strategis pemerintah telah dipertimbangkan

b. Peningkatan pengembangan energi terbarukan (ET) pada 2030 melalui :

pemanfaatan energi baru dan terbarukan meskipun diasumsikan belum berkembang secara optimal namun dalam skenario BaU telah dipertimbangkan program pemerintah, salah satunya adalah mandatory BBN yang mewajibkan sektor-sektor pengguna BBM untuk memanfaatkan BBN secara bertahap sebagai pengganti BBM meskipun kontribusinya belum maksimal sebagaimana yang ditargetkan tetapi lebih melihat realitas perkembangan kemampuan penyediaan dan penggunaan BBN pada saat ini. pangsa BBN di sektor transport mencapai 10% di tahun 2025, di sektor industri 1%, dan di pembangkit 2% dari pemakaian bahan bakar minyak diesel (solar).


(29)

c. Perkembangan sektor transportasi

tidak ada perubahan moda transportasi sampai dengan tahun 2030, yaitu bus-bus yang digunakan sebagai mass rapid transport (MRT) diasumsikan hanya mencapai 0.3% keseluruhan beban transportasi.

sebagian kecil bus-bus MRT menggunakan BBG (bahan bakar gas) sekitar 5%.

belum ada penggunaan mobil-mobil yang sangat hemat energi. d. Ketenagalistrikan

RUKN (2008–2027) dan RUPTL (2010–2019) telah dipertimbangkan di dalam perencanaan pengembangan pembangkit,

tingkat efisiensi thermal seperti pembangkit yang ada sekarang,

rugi-rugi transmisi dan distribusi ±12% dan faktor kapasitas ± 65 - 70% [Pusdatin, Handbook of Energy and Economic Statistics of Indonesia], own use sekitar 4 - 5%,

perkembangan EBT mempertimbangkan kebijakan dan rencana-rencana program pemerintah tetapi dikoreksi dengan kecepatan realisasi di lapangan pada saat ini.

2.5 Asumsi-Asumsi Skenario Alternatif 1

Prakiraan kebutuhan dan penyediaan energi Skenario Alternatif 1 (Security) dilakukan dengan pendekatan ketahanan energi yaitu mempertimbangkan adanya peningkatan konservasi energi dan pemanfaatan energi baru dan terbarukan dengan merujuk kepada informasi potensi yang tersedia dan rencana pengembangan yang ada. Asumsi yang digunakan dalam skenario ini adalah asumsi dasar yang dilengkapi asumsi berikut :

a. Pencapaian program konservasi dan efisiensi energi pada 2030 diasumsikan : efisiensi listrik di rumah tangga naik secara gradual mencapai 10%

efisiensi energi di sektor komersial dan industri naik secara gradual mencapai 20% efisiensi energi di sektor transportasi terjadi secara natural, yaitu sejalan dengan trajectory of technology, yaitu makin efisiennya teknologi energi dengan adanya best available technology (BAT) yang makin murah


(30)

kebijakan insentif yang mendorong perkembangan ET

penggunaan BBN naik secara gradual sampai mencapai target pemerintah sesuai mandatory BBN, yaitu pada tahun 2025 mencapai masing-masing 20% dari total konsumsi di sektor pembangkit, transportasi, dan industri.

c. Perkembangan sektor transportasi yang diasumsikan antara lain :

pangsa MRT meningkat secara gradual hingga mencapai 10% di 2030, penggunaan BBG di MRT naik secara gradual hingga mencapai 30% di 2030 penggunaan BBG di kendaraan non MRT meningkat hingga 0,25% di 2030 kendaraan sangat hemat energi mulai digunakan dan pangsanya meningkat secara gradual hingga mencapai 2,5% di 2030

d. Perkembangan ketenagalistrikan yang diasumsikan antara lain :

tingkat efisiensi thermal seperti pembangkit yang ada sekarang, kecuali pembangkit-pembangkit baru yang telah mempertimbangkan efisiensi PLTU supercritical,

rugi-rugi transmisi dan distribusi ±10% dan faktor kapasitas ±65 - 70% [Pusdatin, Handbook of Energy and Economic Statistics of Indonesia],

own use sekitar 4 – 5 %;

perkembangan EBT mempertimbangkan semua kebijakan/program pemerintah dan target-target yang telah ditetapkan (mandatory BBN, RUPTL 2009-2018, RUKN 2008-2027, dan RIKEN)

peningkatan pemanfaatan energi baru dan terbarukan (EBT) lainnya seperti PLT Angin, PLT Surya, PLT Biomass (limbah), Microhydro, PLT berbahan bakar BBN

2.6 Asumsi-Asumsi Skenario Alternatif 2

Skenario Alternatif 2 (MITIGASI) adalah skenario dimana perkembangan energi dipengaruhi oleh dinamika lingkungan internal dan eksternal yang strategis, yaitu dengan makin kuatnya dorongan melakukan mitigasi perubahan iklim terkait adanya emisi GRK dari sektor energi. Analisis kebutuhan dan penyediaan energi Skenario Mitigasi Perubahan Iklim ini dilakukan dengan pendekatan konservasi dan penggunaan energi dan teknologi energi yang rendah emisi gas-gas rumah kaca (GRK). Asumsi yang digunakan dalam penyusunan model dengan skenario ini adalah asumsi dasar yang dilengkapi dengan asumsi-asumsi sebagai berikut :


(31)

a. Pencapaian program konservasi dan efisiensi energi pada 2030 diasumsikan : efisiensi listrik di rumah tangga naik secara gradual mencapai 10%

efisiensi energi di sektor komersial dan industri naik secara gradual mencapai 20% efisiensi energi di sektor transportasi terjadi secara natural, yaitu sejalan dengan trajectory of technology, yaitu makin efisiennya teknologi energi dengan adanya best available technology (BAT) yang makin murah

b. Peningkatan pengembangan energi terbarukan (ET) pada 2030 melalui: kebijakan insentif yang mendorong perkembangan ET

penggunaan BBN naik secara gradual sampai mencapai target pemerintah sesuai mandatory BBN, yaitu pada tahun 2025 mencapai masing-masing 20% dari total konsumsi di sektor pembangkit, transportasi, dan industri.

c. Perkembangan sektor transportasi yang diasumsikan :

pangsa MRT meningkat secara gradual dari 4% di 2008 hingga 15% di 2030, penggunaan BBG di MRT naik secara graual hungga mencapai 30% di 2030 penggunaan BBG di kendaraan non MRT meningkat hingga 0.25% di 2030 pangsa BBN naik (gradual) sampai 5% (mandatory BBN) dari 0.07 MMBOE dan BBG (bahan bakar gas) naik secara gradual sampai dengan 5% di 2030

teknologi kendaraan: adanya insentif pajak untuk kendaraan sangat hemat energi, maka pangsa mobil tersebut naik secara gradual menjadi 5% pada tahun 2030; d. Perkembangan ketenagalistrikan yang diasumsikan :

tingkat efisiensi termal seperti pembangkit yang ada sekarang, kecuali pembangkit-pembangkit baru yang telah mempertimbangkan efisiensi PLTU supercritical dan IGCC (mulai tahun 2028, belum dilengkapi dengan CCS). rugi-rugi transmisi dan distribusi ± 10% dan faktor kapasitas ± 65-70% own use sekitar 4 – 5 %

PLT nuklir dan clean coal mulai dipertimbangkan setelah tahun 2027 dan pemanfaatan EBT yang lebih maksimal, yaitu PLT Angin, PLT Surya, PLT Waste, Micro-hydro, Second Generation BBN (dari limbah).


(32)

(33)

BAB III

PERKEMBANGAN SOSIO EKONOMI DAN ENERGI NASIONAL DAN GLOBAL

3.1 Indikator Sosio-Ekonomi dan Energi 3.1.1 Penduduk

Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 1990 sampai dengan 2009 diperkirakan bertambah dari 179,4 juta (1990) menjadi 224,9 juta (2007) dan 230,6 juta (2009) dengan laju pertumbuhan rata-rata 1,3% per tahun (BPS 1990 sampai dengan 2009 dan Sensus Nasional Tahunan). Komposisi penduduk pada tahun 2007 (yang merupakan tahun dasar proyeksi prakiraan energi 2010-2030) masih didominasi kelompok umur produktif (15-64 tahun) sebesar 67,5% dengan ratio laki-laki dan perempuan yang hampir sama. Pada tahun 2008, dominasi kelompok umur produktif meningkat menjadi 68% dan jumlah laki-laki dan perempuan yang seimbang.

Pada tahun 2008 jumlah penduduk Indonesia sekitar 3,4% penduduk dunia yang jumlahnya 6.6 milyar jiwa. Setengah dari penduduk dunia ini berada di China, India, Asia Tenggara, dan Asia Selatan. Sisanya tinggal di Afrika 14% atau 944 juta jiwa, di Amerika Utara dan Eropa 15% atau 976 juta jiwa.

Proyeksi kependudukan 2000-2025 oleh BPS menjadi dasar untuk memperkirakan parameter demografi Indonesia sampai dengan 2030. Pada proyeksi kependudukan tersebut diasumsikan jumlah penduduk Indonesia akan meningkat dengan laju pertumbuhan 1,1% selama 2010-2020 dan 0,9% selama 2020-2025. Hasil proyeksi menunjukkan bahwa penduduk Indonesia selama 25 tahun mendatang terus meningkat menjadi 273,2 juta (2025). Laju pertumbuhan penduduk Indonesia masa mendatang diperkirakan cenderung turun dibandingkan periode 1990-2000 dimana laju pertumbuhan penduduk Indonesia masih relatif tinggi, yaitu rata-rata 1,49% per tahun dan pada periode 2000-2008 rata-rata 1,32% per tahun. Dengan demikian untuk periode 2025-2030, jumlah penduduk Indonesia diperkirakan dengan menggunakan asumsi laju pertumbuhan rata-rata 0,9% per tahun (sebagaimana diperkirakan akan terjadi selama 2020-2025). Dengan laju pertumbuhan seperti itu, diperkirakan jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2030 mencapai sekitar 286 juta, dengan komposisi kelompok umur produktif (14-65 tahun) 69%, penduduk dibawah usia kerja (<14 tahun) 23%, sisanya kelompok usia tua (> 65 tahun). Makin turunnya laju pertumbuhan penduduk di Indonesia diperkirakan akibat dari turunnya tingkat kelahiran yang


(34)

lebih cepat meskipun laju kematian di masa mendatang reltif lebih rendah dibandingakan masa lalu.

Salah satu ciri penduduk Indonesia adalah persebaran antar pulau dan provinsi yang tidak merata. Data BPS menujukkan bahwa pada tahun 2007 sebagian besar penduduk Indonesia tinggal di pulau Jawa dan Madura (58,3%) dan sisanya (21,3%) di Sumatera, 7,2% di Sulawesi, 5,6% di Kalimantan, 5,4% di Bali, NTB dan NTT, 2,2% di Maluku dan Papua. Komposisi persebaran penduduk Indonesia pada tahun 2008 menjadi 58,3% di pulau Jawa dan sisanya (21,3%) di Sumatera, 7,2% di Sulawesi, 5,6% di Kalimantan, 5,4% di Bali, NTB dan NTT, 2,2% di Maluku dan Papua. Penduduk Indonesia yang tinggal di Pulau Jawa terlihat menurun bila dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, yaitu dari 59,1% (2000) menjadi 58.3% (2007). Pada tahun-tahun mendatang persentase ini diperkirakan turun menjadi 55,4% (2025) dan diasumsikan sama pada tahun 2025–2030.

Sumber: BPS, 1990 – 2008

Gambar 3.1 Komposisi Persebaran Penduduk Indonesia 2007-2008

3.1.2 Produk Domestik Bruto (PDB)

Pertumbuhan ekonomi di Indonesia menunjukkan mulai mengalami penurunan yang diakibatkan krisis finansial dunia yang berlangsung sejak akhir 2008 dan berdampak kepada ekspor Indonesia yang terus turun. Namun krisis tidak membuat pertumbuhan ekonomi menjadi negatif tetapi masih mampu tumbuh 4,5%. PDB Indonesia (berdasar harga berlaku) pada tahun 2008 adalah sekitar Rp 4.951 triliun.

Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yaitu pada tahun 2008, PDB atas dasar harga berlaku mencapai Rp 4.951 triliun dan atas dasar harga konstan (tahun 2000)


(35)

mencapai Rp 2.082 triliun. Angka PDB per kapita pada 2009 diperkirakan Rp 21,7 juta (2.271 USD) dengan peningkatan 23,6% dibandingkan PDB per kapita pada tahun 2007 yang sebesar Rp 17,5 juta (1.942 USD). Selama kurun waktu 1990 – 2009, perkembangan PDB Indonesia disampaikan pada Gambar 3.2.

0 2000 4000 6000 8000 10000

1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009

Triliun Rupiah

0 5000 10000 15000 20000 25000 Juta Rupiah PDB nominal, Triliun Rupiah

PDB (konstan 2000), Triliun Rupiah PDB nominal per Kapita, Juta Rupiah PDB per kapita (konstan 2000), Juta Rupiah

Sumber: BPS, 1990 – 2008

Gambar 3.2 Perkembangan PDB Indonesia, 1990- 2009

Untuk proyeksi besaran PDB dan parameter ekonomi lainnya sampai dengan 2030, digunakan basis perkembangan PDB terakhir dan asumsi bahwa beberapa tahun ke depan Indonesia akan mengalami pertumbuhan ekonomi dengan laju rata-rata 5,5% per tahun (2007-2009) dan akan naik secara gradual sampai 7% per tahun di 2014 dan setelahnya diasumsikan 7,7% pertahun (2014-2030).[Sumber : RPJMN 2010-2014 (Perpres nomor 5 tahun 2010)]

Dibandingkan kondisi ekonomi negara-negara lain, PDB per kapita Indonesia pada masa krisis global masih relatif tinggi (Gambar 3.3). Pada PDB 51,4 billion USD di tahun 2009 atau 0,83% ekonomi dunia, data World Bank menujukkan bahwa tingkat ekonomi


(36)

PDB per k apita, USD

$0 $10,000 $20,000 $30,000 $40,000

Singapo re Japan B runei Ho ng Ko ng So uth Ko rea Taiwan Kazakhstan M alaysia A zerbaijan Thailand Turkmenistan M aldives A rmenia China Geo rgia Indo nesia B hutan M o ngo lia Sri Lanka P hilippines P akistan Vietnam Uzbekistan India Kyrgyztan Lao s Cambo dia Tajikistan B angladesh Timo r-Leste M yanmar Nepal A fghanistan

Sumber : IMF, World Economic Data Base 2009

Gambar 3.3 Perbandingan PDB Per Kapita Indonesia dan Negara-Negara Lain

3.1.3 Intensitas Energi dan Konsumsi Energi per Kapita

Intensitas energi menggambarkan konsumsi energi untuk kegiatan ekonomi suatu negara yang dinyatakan sebagai konsumsi energi per PDB. Intensitas energi dapat dijadikan tolok ukur efisiensi kegiatan ekonomi suatu negara. Makin tinggi intensitas energi makin efisien pengunaan energi di negara tersebut untuk pertumbuhan PDB. Perkembangan intensitas konsumsi energi final (tidak termasuk biomass) disampaikan pada Gambar 3.4.

Dibandingkan dengan negara-negara lainnya (Gambar 3.5) nampak bahwa intensitas energi per PDB di Indonesia masih tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan yang mengkonsumsi energi sangat besar tidak banyak mempengaruhi pembentukan PDB. Atau dapat dikatakan bahwa sektor-sektor pembentuk PDB di Indonesia adalah sektor-sektor yang intensif energi (misal sektor industri dan sektor transportasi). Nampak juga bahwa negara-negara maju cenderung mengalami penurunan intensitas energi akibat pemakaian energi yang efisien dan meningkatnya kegiatan ekonomi yang memiliki nilai tambah tinggi.


(37)

0 100 200 300 400 500 600 700

1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009

Juta SBM

-0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40 SBM/Juta Rp

Industri Rumah Tangga

Komersial Transportasi

PKP dan Lain-lain Intensitas (SBM/juta Rp)

Sumber : Pusdatin ESDM 2010, Handbook of Energy & Economic Statistics of Indonesia

Gambar 3.4 Intensitas Konsumsi Energi Final Indonesia 1990 – 2009

Sumber : Pusdatin ESDM 2010, Handbook of Energy & Economic Statistics of Indonesia


(38)

Permintaan energi dipengaruhi perkembangan penduduk, jenis penggunaan energi, dan akses penduduk terhadap energi. Salah satu indikator kesejahteraan penduduk suatu negara terkait energi adalah konsumsi energi per kapita. Konsumsi energi primer per kapita di Indonesia dalam lima tahun terakhir masih rendah dibandingkan rata-rata dunia, berfluktuasi 5,4 – 5,8 SBM dan konsumsi energi final 2,0 – 3,0 SBM. Gambar 3.6 menunjukkan perbandingan intensitas energi final per PDB dan konsumsi energi final per kapita di Indonesia 1990 - 2009.

-0.20 0.40 0.60 0.80 1.00

1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 SBM/Juta Rp

-1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 SBM/kapita

Intensitas (SBM/juta Rp)

Konsumsi Energi/kapita (SBM/kapita)

Sumber : Pusdatin ESDM 2010, Handbook of Energy & Economic Statistics of Indonesia

Gambar 3.6 Intensitas Energi Final Per PDB vs Konsumsi Per Kapita 1990-2009

Negara-negara maju dengan tingkat kemudahan penduduk mengakses energi lebih tinggi dibandingkan negara-negara berkembang umumnya memiliki tingkat konsumsi per kapita yang lebih tinggi. Sebagai gambaran konsumsi energi primer per kapita di negara-negara OECD (2007) mencapai 34,5 SBM, Eropa Timur dan Eurasia 24,2 SBM, Cina 11 SBM, India 3,7 SBM, negara Asia lainnya (di luar Cina dan India) 5,55 SBM sementara rata-rata dunia mencapai 13,6 SBM (Sumber: WEO 2009).

3.1.4 Elastisitas Energi

Kebutuhan energi suatu negara cenderung meningkat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi. Elastisitas energi merepresentasikan rasio persen pertumbuhan konsumsi energi


(39)

terhadap persen pertumbuhan PDB pada tahun yang sama. Kondisi yang diinginkan adalah elastisitas energi yang rendah (kurang dari 1), yang berarti bahwa untuk menumbuhkan ekonomi 1% pertumbuhan konsumsi energi kurang dari 1%.

Elastisitas energi negara berkembang pada umumnya lebih dari 1 sedangkan negara-negara maju pada umumnya mempunyai elastisitas energi kurang dari 1. Sebagai gambaran pada 1990 – 2008, elastisitas energi Indonesia rata-rata per tahun adalah sebesar 1,13. Elastisitas energi negara-neraga maju berkisar antara 0,55 sampai dengan 0,65 (Sumber: Pusdatin, Energy Outlook 2008).

0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 1.40

0 10 20 30 40 50 60

Energi per kapita (SBM/Kapita)

E

la

st

is

ita

s

OECD North Amerika OECD Europe

OECD Asia Non OECD Europe dan Eurasia

Non OECD Asia Middle East

Africa Central & South America

Indonesia Sumber: WEO, 2009

Gambar 3.7 Elastisitas dan Konsumsi Energi Per Kapita Beberapa Negara

3.2 Konsumsi Energi 3.2.1 Menurut Sektor

3.2.1.1 Industri dan PKP (Pertanian, Konstruksi, dan Pertambangan)

Dalam 10 tahun terakhir konsumsi energi primer di sektor industri tumbuh rata-rata 5,5% per tahun dari 262 juta SBM di tahun 1999 menjadi 321 juta SBM di tahun 2009 (Gambar 3.8). Jenis energi final yang laju pertumbuhan konsumsinya sangat tinggi adalah batubara (rata-rata 24,3% per tahun). Pertumbuhan konsumsi gas relatif sama dengan konsumsi listrik yaitu 5,2% per tahun sedangkan konsumsi BBM turun rata-rata 3,3% per tahun. Dengan pertumbuhan tersebut, dalam 10 tahun terakhir terjadi pergesaran pangsa


(40)

hanya 10% di tahun 1999 menjadi 25% di tahun 2009, sedangkan pangsa BBM turun dari 30% di tahun 1999 menjadi 16% di tahun 2009. Sementara itu pangsa listrik relatif konstan sekitar 7-9%. Selain itu pangsa gas juga cukup meningkat dari 29% di 1999 menjadi 37% di 2009. Pergeseran dari BBM ke batubara terkait dengan kenyataan bahwa harga batubara lebih murah dibandingkan BBM khususnya setelah subsidi BBM industri mulai dikurangi/dihilangkan. Penurunan pangsa konsumsi BBM yang terjadi dalam 10 tahun teakhir sejalan dengan upaya pemerintah dalam mengurangi ketergantungan terhadap BBM.

Sektor pertanian, konstruksi, dan pertambangan (PKP) hanya mengkonsumsi energi dalam bentuk BBM. Konsumsi energi di sektor ini mengalami peningkatan selama 1998-2009. Jenis BBM yang dikonsumsi sektor PKP didominasi oleh minyak solar atau minyak diesel (Gambar 3.9).

0 100 200 300 400 500

1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009

Juta SBM

Biomassa Batub ara Gas Kerosene

Diesel FO LPG Listrik

Sumber : Pusdatin ESDM 2010, Handbook of Energy & Economic Statistics of Indonesia


(41)

0 10 20 30 40 50

1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Juta SBM

Mogas Kerosene Diesel FO

Sumber : Pusdatin ESDM 2010, Handbook of Energy & Economic Statistics of Indonesia

Gambar 3.9 Perkembangan Konsumsi Energi Sektor PKP

3.2.1.2 Transportasi

Konsumsi energi di sektor transportasi hampir seluruhnya (99%) berupa BBM. Hal tersebut dapat dimengerti karena bahan bakar cair sangat mudah untuk disimpan dan didistribusikan sehingga pemakaiannya sangat mudah dan nyaman. Pemakaian gas bumi di sektor transportasi sangat sedikit karena masih terbatas pada kota-kota besar yang sudah memiliki jaringan pipa gas saja. Sedangkan pemakaian listrik hanya terbatas pada kereta rel listrik (KRL) yang beroperasi dalam kota-kota besar di Pulau Jawa saja.

Dalam 10 tahun terakhir konsumsi energi sektor transportasi meningkat rata-rata 5,8% per tahun dari 129 juta SBM di tahun 1999 menjadi 226 juta SBM di tahun 2009 (Gambar 3.10). Jenis BBM yang dominan digunakan di sektor transportasi adalah jenis bensin/ premium (termasuk pertamax, pertamax plus, bio premium dll.) dan solar (termasuk dex dan bio solar). Dalam hal pertumbuhan, konsumsi avtur tumbuh cepat dalam 10 tahun terakhir yaitu rata-rata 9,4% per tahun sedangkan BBM jenis bensin/premium tumbuh 6,8% per tahun. Pertumbuhan BBM jenis solar relatif rendah yaitu hanya 1.4% per tahun. Penurunan konsumsi BBM tahun 2006 (Gambar 3.10) kemungkinan sebagai akibat adanya kenaikan harga BBM yang cukup drastis di tahun 2005.


(42)

0 50 100 150 200 250

1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Juta SBM

Gas Avgas Avtur Gasoline

Diesel Kerosene FO Listrik

Sumber : Pusdatin ESDM 2010, Handbook of Energy & Economic Statistics of Indonesia

Gambar 3.10 Perkembangan Konsumsi Energi Sektor Transportasi

3.2.1.3 Rumah Tangga dan Komersial

Selama kurun waktu 10 tahun terakhir konsumsi energi di sektor rumah tangga tumbuh rata-rata 1,4% per tahun dari 272 juta SBM di tahun 1999 menjadi 315 juta SBM di tahun 2009. Pertumbuhan konsumsi tersebut terkait dengan pertumbuhan penduduk, peningkatan daya beli masyarakat dan peningkatan akses terhadap energi. Dari segi jenisnya, konsumsi energi rumah tangga masih didominasi oleh biomassa (Gambar 3.11) karena sebagian besar rumah tangga Indonesia berada di perdesaan dengan daya beli yang masih rendah. Konsumsi energi rumah tangga, selain minyak tanah dan di luar biomassa, dalam 10 tahun terakhir mengalami peningkatan tiap tahunnya.


(43)

-100 200 300 400 500

1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Juta SBM

Biomassa Gas Kerosene LPG Listrik

Sumber : Pusdatin ESDM 2010, Handbook of Energy & Economic Statistics of Indonesia Gambar 3.11 Perkembangan Konsumsi Energi Sektor Rumah Tangga

Dalam hal pertumbuhan, jenis energi rumah tangga yang mengalami pertumbuhan cepat adalah LPG, listrik dan gas bumi yang tumbuh dengan rata-rata tahunan 20%, 7% dan 5%. Jenis energi yang mengalami penurunan konsumsi adalah minyak tanah (turun rata-rata 2% per tahun). Peningkatan cepat konsumsi LPG dan penurunan konsumsi minyak tanah terjadi pada tahun 2007 dan 2008 sebagai hasil program subsititusi BBM dengan LPG. Dari tahun 2007 ke 2008 konsumsi LPG meningkat sekitar 62% sementara konsumsi minyak tanah turun 20%.

Perkembangan konsumsi LPG dan minyak tanah tersebut mengakibatkan terjadinya peningkatan pangsa LPG dalam konsumsi energi rumah tangga dari 1,3% (1999) menjadi 7,4% (2009) dan penurunan pangsa minyak tanah dari 18,6% (1999) menjadi 7,7% (2009). Permintaan LPG rumah tangga di masa datang diperkirakan akan terus meningkat dengan terus dilaksanakannya program pengalihan minyak tanah ke LPG.

Konsumsi energi di sektor komersial dalam 10 tahun terakhir meningkat rata-rata 5,9% per tahun dari 17 juta SBM di tahun 1999 menjadi 30 juta SBM di tahun 2009 (Gambar 3.12). Sebagian besar konsumsi energi (67% di tahun 2009) di sektor komersial berupa energi listrik, disusul oleh BBM, biomassa, LPG dan gas. Dalam 10 tahun terakhir konsumsi


(44)

energi listrik tumbuh rata-rata 9,8% per tahun sementara BBM tumbuh 1,8% per tahun, LPG turun 7,5% per tahun dan gas bumi tumbuh 14,2% per tahun.

Pergeseran konsumsi energi sektor komersial ke arah listrik dan gas kemungkinan akan terus berlangsung di masa mendatang dengan makin meningkatnya harga BBM, meningkatnya kemampuan pasokan listrik dan meningkatnya infrastruktur gas bumi.

0 10 20 30 40 50

1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Juta SBM

Biomass Gas Kerosene Diesel LPG Listrik

Sumber : Pusdatin ESDM 2010, Handbook of Energy & Economic Statistics of Indonesia Gambar 3.12 Konsumsi Energi Sektor Komersial

3.2.2 Menurut Jenis

3.2.2.1 Bahan Bakar Minyak (BBM)

Perkembangan konsumsi BBM menurut sektor pengguna dalam 10 tahun terakhir diperlihatkan pada Gambar 3.13. Dari 1999 ke 2004 konsumsi BBM meningkat rata-rata 4% per tahun, namun sejak 2004 konsumsi BBM cenderung turun rata-rata 3,1% per tahun hingga 2008, dan naik lagi di tahun 2009. Konsumsi BBM menurut sektor pengguna didominasi sektor transportasi, diikuti oleh sektor industri dan sektor rumah tangga.

Pada perioda 1999-2009 konsumsi BBM sektor transportasi tumbuh rata-rata 1,4% per tahun, sedangkan konsumsi BBM sektor industri dan rumah tangga turun masing-masing 7,1% dan 4,5%. Penurunan konsumsi BBM di industri terjadi karena adanya substitusi BBM dengan batubara, sedangkan penurunan BBM rumah tangga terjadi karena dilaksanakannya program pengalihan Minyak tanah ke LPG.


(45)

BBM

0 100 200 300 400 500

1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Juta SBM

RT Transportasi Industri Komersial Lain-lain (PKP) Sumber : Pusdatin ESDM 2010, Handbook of Energy & Economic Statistics of Indonesia

Gambar 3.13 Perkembangan Konsumsi Minyak Bumi

3.2.2.2 Gas Bumi dan LPG

Perkembangan konsumsi gas bumi sebagai energi final diperlihatkan pada Gambar 3.14. Dalam 10 tahun terakhir konsumsi gas bumi meningkat rata-rata 4,6% per tahun. Gas bumi sebagai energi final hampir seluruhnya digunakan di sektor industri, sebagai bahan bakar dan juga sebagai bahan baku (feedstock). Pemanfaatan gas bumi di sektor rumah tangga dan komersial terus meningkat namun pangsanya masih sangat kecil karena keterbatasan infrastruktur gas. Permintaan gas pada kedua sektor ini di masa mendatang kemungkinan akan terus meningkat bila infrastruktur gas telah berkembang.


(46)

Gas Bumi

0 20 40 60 80 100 120

1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Juta SBM

RT Transport Industri Komersial

Sumber : Pusdatin ESDM 2010, Handbook of Energy & Economic Statistics of Indonesia Gambar 3.14 Perkembangan Konsumsi Gas Bumi

Konsumsi LPG di Indonesia saat ini didominasi oleh sektor rumah tangga (Gambar 3.15). Perkembangan pesat konsumsi energi terjadi dalam perioda 2005-2009 sebagai hasil pelaksanaan program konversi minyak tanah ke LPG. Pada perioda tersebut konsumsi LPG tumbuh rata-rata 31% per tahun.

Konsumsi LPG sektor komersial dan industri cenderung turun. Dalam 10 tahun terakhir konsumsi LPG sektor komersial dan industri turun rata-rata 7,5% dan 6,9% per tahun. Penurunan tersebut kemungkinan karena pengalihan konsumsi LPG ke gas bumi (pipa).

LPG

0 5 10 15 20 25 30

1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Juta SBM

RT Industri Kom ersial

Sumber : Pusdatin ESDM 2010, Handbook of Energy & Economic Statistics of Indonesia Gambar 3.15 Perkembangan Konsumsi LPG


(47)

3.2.2.3 Batubara

Batubara secara perlahan mulai menggantikan peranan minyak bumi sebagai sumber energi utama di sektor industri. Peningkatan harga minyak bumi membuat pelaku industri beralih ke batubara yang harganya lebih murah. Dalam perioda 1999-2009, konsumsi batubara sebagai energi final mengalami peningkatan yang sangat pesat dari 27 juta SBM di tahun 1999 menjadi 160 juta SBM di tahun 2008 atau tumbuh rata-rata 21% per tahun, namun data di tahun 2009 menunjukkan adanya penurunan konsumsi batubara (Gambar 3.16). Pemanfaatan batubara sebagai energi final dapat dikatakan seluruhnya digunakan di sektor industri. Beberapa tahun lalu pemerintah telah berupaya untuk memperkenalkan pemanfaatan batubara di sektor rumah tangga dan komersial skala kecil namun karena berbagai kendala hingga saat ini pemanfaatan batubara di kedua sektor tersebut masih sangat kecil.

Batub ara

0 30 60 90 120 150 180

1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009

Juta SBM

Industri

Sumber : Pusdatin ESDM 2010, Handbook of Energy & Economic Statistics of Indonesia Gambar 3.16 Perkembangan Konsumsi Batubara

3.2.2.4 Listrik

Perkembangan konsumsi listrik diperlihatkan pada Gambar 3.17. Dalam 10 tahun terakhir konsumsi listrik meningkat dengan laju pertumbuhan rata-rata 6,5% per tahun. Energi listrik digunakan di tiga sektor konsumen utama yaitu sektor industri, rumah tangga dan komersial. Disamping ketiga sektor tersebut, listrik juga dikonsumsi oleh sektor


(48)

terbatas di kota-kota besar saja. Secara historis pangsa konsumsi listrik didominasi oleh sektor industri, diikuti oleh sektor rumah tangga dan komersial. Namun sejak tahun 2007, pangsa konsumsi sektor rumah tangga sedikit melampaui pangsa sektor industri. Hal ini kemungkinan terjadi karena keterbatasan pasokan listrik PLN sehingga banyak industri membangkitkan listrik untuk konsumsi sendiri. Kemungkinan lainnya adalah terjadinya perlambatan pertumbuhan permintaan listrik terkait dengan perlambatan pertumbuhan sektor industri itu sendiri. Dari segi pertumbuhan, sektor konsumen listrik yang mengalami pertumbuhan paling pesat akhir-akhir ini adalah sektor komersial. Dalam 10 tahun terakhir konsumsi listrik di sektor ini tumbuh rata-rata 9,8% per tahun.

Listrik

0 20 40 60 80 100

1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009

Juta SBM

RT Transport Industri Komersial

Sumber : Pusdatin ESDM 2010, Handbook of Energy & Economic Statistics of Indonesia Gambar 3.17 Perkembangan Konsumsi Listrik

3.2.2.5 Biofuel

Biofuel atau bahan bakar nabati (BBN) merupakan jenis bahan bakar cair yang relatif baru di Indonesia. BBN mulai dipasarkan secara komersial sejak tahun 2006 berupa biosolar, biopremium dan biopertamax. Konsumsi BBN biosolar meningkat dari 1,4 juta SBM (2006) menjadi 15,5 juta SBM (2009). Konsumsi BBN biopremium+ dan biopertamax meningkat dari 9,5 ribu SBM (2006) menjadi 734,5 ribu SBM (2009). Kontribusi BBN di bauran energi Indonesia diharapkan dapat mencapai sekitar 5% di tahun 2025.


(49)

3.3 Pasokan Energi Primer

Pasokan energi primer nasional hingga tahun 2009 masih didominasi oleh energi fosil (minyak bumi, gas bumi, dan batubara). Tingginya pasokan minyak bumi dikarenakan permintaan yang tinggi terhadap produk minyak bumi berupa BBM, dimana BBM merupakan bentuk energi final yang relatif mudah digunakan dan menjangkau konsumen yang luas. Minyak bumi dalam energi nasional juga menduduki pangsa tertinggi selama ini. Namun, pangsa batubara secara bertahap meningkat, sebaliknya pangsa gas bumi menurun secara bertahap. Perkembangan pasokan energi primer nasional dari tahun 1999 hingga 2009 dapat dilihat dalam Gambar 3.18.

0 300 600 900 1200 1500

1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009

Juta SBM

Batub ara Minyak Bumi Gas Alam Tenaga Air Panas Bumi Biomassa

Sumber : Pusdatin ESDM 2010, Handbook of Energy & Economic Statistics of Indonesia Gambar 3.18 Perkembangan Pasokan Energi Primer

3.3.1 Minyak Bumi

Perkembangan produksi dan pasokan minyak bumi selama 2000-2009 menunjukkan produksi minyak bumi (termasuk kondensat) Indonesia cenderung turun dari sekitar 517 juta barrel pada 2000 menjadi sekitar 346 juta barrel pada 2009 (Gambar 3.19). Penurunan produksi tersebut disebabkan sumur-sumur produksi minyak bumi di Indonesia umumnya sudah tua sementara produksi sumur baru relatif terbatas. Penemuan cadangan minyak yang ekonomis untuk diproduksi juga terbatas. Peningkatan kebutuhan BBM di dalam negeri dan penurunan produksi minyak bumi menyebabkan ekspor minyak bumi menurun,


(50)

sebaliknya impor minyak bumi dan produk BBM sampai dengan 2009 cenderung meningkat. Impor minyak bumi dan BBM 2006 lebih rendah dibanding 2005 keungkinan disebabkan oleh kenaikan harga BBM hingga dua kali pada tahun 2005. Hal ini menyebabkan konsumsi BBM di dalam negeri pada 2006 menurun dan pada akhirnya kebutuhan impor minyak bumi juga turun.

Minyak Bumi

0 100 200 300 400 500 600 700 Juta Barrel

Ekspor 223.5 241.6 218.1 189.1 178.9 159.7 135.0 135.3 134.9 133.3

Input Kilang 360.2 361.4 358.0 358.5 366.0 357.7 333.1 330.0 331.9 330.7

Impor 78.6 117.2 124.1 137.1 148.5 164.0 116.2 115.8 95.1 119.6

Produksi 517.5 489.3 456.0 419.3 400.6 386.5 367.0 348.3 357.5 346.5

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009

Sumber : Pusdatin ESDM 2010, Handbook of Energy & Economic Statistics of Indonesia Gambar 3.19 Perkembangan Pasokan Minyak Bumi

3.3.2 Gas Bumi

Gas bumi merupakan salah satu jenis energi yang potensial baik untuk memenuhi kebutuhan domestik juga dijadikan sebagai komoditi ekspor dalam bentuk LNG dan gas pipa. Ekspor gas bumi dalam bentuk LNG ditujukan terutama ke Jepang dan Korea Selatan dari hasil produksi LNG Bontang dan LNG Arun. Ekspor gas bumi dalam bentuk gas pipa ditujukan ke Singapura dan Malaysia (sejak tahun 2001) melalui lapangan gas Grissik di Sumatera Selatan dan lapangan gas di Natuna Barat. Sebagian produksi gas bumi digunakan untuk memenuhi kebutuhan sektor industri, PLN, gas kota, gas lift and reinjection, dan own use. Pemanfaatan gas bumi di sektor industri dapat menekan biaya bahan bakar karena harga gas bumi relatif lebih murah dibanding BBM.

Data menunjukkan bahwa gas bumi yang diekspor (sebagai gas pipa maupun LNG) dan yang digunakan sebagai bahan baku kilang LNG, lebih besar dibanding pemanfaatan gas bumi untuk memenuhi kebutuhan domestik. Rendahnya pemanfaatan gas bumi untuk


(51)

memenuhi kebutuhan domestik terutama diakibatkan oleh terbatasnya infrastruktur gas bumi apalagi sumber gas bumi umumnya terletak di luar Jawa, sedangkan konsumen gas bumi umumnya berada di Jawa. Gambar 3.20 menunjukkan perkembangan produksi dan pemanfaatan gas bumi selama perioda 2000 – 2009.

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500

Gas Bumi * Pemanfaatan tanpa Ekspor Juta MSCF

Pemanfaatan 2424. 2318. 2445. 2549. 2405. 2320. 2232. 2141. 2217. 2556.

Produksi 2901. 2806. 3036. 3155. 3003. 2985. 2954. 2805. 2885. 3060.

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009

Sumber : Pusdatin ESDM 2010, Handbook of Energy & Economic Statistics of Indonesia Gambar 3.20 Perkembangan Produksi dan Pemanfaatan Gas Bumi

3.3.3 Batubara

Batubara merupakan salah satu andalan pasokan energi nasional, baik untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun sebagai komoditi ekspor. Batubara dapat mendukung ketahanan energi nasional, karena cadangannya yang masih relatif sangat besar dan pemanfaatanya merupakan salah satu cara mengurangi ketergantungan terhadap BBM. Pemanfaatan batubara sejauh ini adalah sebagai bahan bakar pada pembangkit listrik dan industri. Total produksi batubara di tahun 1999 sekitar 73 juta ton dan pada tahun 2009 meningkat menjadi 256 juta ton. Sebagian besar produksi batubara digunakan sebagai komoditi ekspor (Gambar 3.21).

Pasokan batubara untuk keperluan domestik sebagian kecil dari impor terutama untuk memenuhi keperluan khusus misalnya batubara kalori tinggi. Volume impor batubara cenderung menurun dari 198,1 ribu ton pada tahun 1999 menjadi 68,8 ribu ton tahun 2009 (Gambar 3.22).


(52)

Batub ara

0 50 100 150 200 250 300 Juta Ton

Ekspor 58.5 65.3 74.2 85.7 93.8 110.8 193.8 163.0 191.4 198.4

Produksi 77.0 92.5 103.3 114.3 132.4 152.7 193.8 216.9 240.2 256.2

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009

Sumber : Pusdatin ESDM 2010, Handbook of Energy & Economic Statistics of Indonesia Gambar 3.21 Perkembangan Pasokan Batubara

Batub ara

0 50 100 150 200 250 Rib u Ton

Impor 140.1 30.5 20.0 38.2 97.2 98.2 110.7 67.5 106.9 68.8 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009

Sumber : Pusdatin ESDM 2010, Handbook of Energy & Economic Statistics of Indonesia Gambar 3.22 Perkembangan Impor Batubara

3.3.4 Panas Bumi

Pemanfaatan tenaga panas bumi di Indonesia terutama sebagai energi pada pembangkit listrik (PLTP). Selain itu, juga dimanfaatkan langsung di industri pertanian,


(53)

seperti pengeringan hasil pertanian, sterilisasi media tanaman, dan budi daya tanaman tertentu. Pada umumnya pemanfaatan panas bumi secara langsung dikelola oleh daerah setempat untuk keperluan pariwisata.

Produksi listrik panas bumi pada tahun 2000 adalah sebesar 4869 GWh. Selanjutnya produksi ini mengalami fluktuasi (naik-turun) yang relatif tidak besar. Pada tahun 2009 produksi listrik panas bumi mencapai 9295 GWh. Produksi listrik panas bumi cenderung meningkat namun pangsa listrik panas bumi cenderung menurun. Hal ini disebabkan pertumbuhan pembangkit lainnya lebih cepat dibanding pertumbuhan PLTP. Gambar 3.23 berikut merupakan gambaran produksi listrik dari tenaga panas bumi dan air.

Sumber : Pusdatin ESDM 2010, Handbook of Energy & Economic Statistics of Indonesia

Gambar 3.23 Perkembangan Produksi Listrik Panas Bumi dan Tenaga Air

3.3.5 Tenaga Air

Produksi listrik dari PLTA pada tahun 2000 sebesar 10.016 GWh, dan tahun 2001 mengalami kenaikan menjadi 11.655 GWh. Namun selama tahun 2002-2006 produksi PLTA turun menjadi dibawah 10.000 GWh. Dan baru pada 2007, produksi PLTA meningkat menjadi 11.287 GWh, sedangkan tahun 2008 mengalami penurunan menjadi 11.381 GWh.. Produksi listrik dari PLTA sering tidak stabil dan mengalami penurunan disebabkan karena curah hujan yang menurun dan lingkungan sekitar PLTA yang mengalami kerusakan.


(54)

3.3.6 Listrik

Batubara, gas bumi, dan minyak bumi saat ini merupakan sumber energi primer yang menjadi tulang punggung ketenagalistrikan Indonesia. Kebergantungan terhadap minyak bumi untuk pembangkitan listrik sangat memberatkan karena meroketnya harga minyak bumi saat ini. Gambar 3.24 menunjukkan neraca produksi konsumsi listrik 2002 – 2009. Gambar 3.25 menunjukkan tingginya pangsa BBM dalam production-mix tenaga listrik. Sedangkan trend energy-mix dalam perioda 2000-2005 disajikan pada Gambar 3.26.

Listrik

0 50 100 150 200 250 TWh

Konsumsi 87.4 90.4 99.4 107.0 112.6 121.6 129.0 224.7 Produksi 108.2 113.0 120.2 124.4 126.2 141.7 149.3 115.7 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009

Sumber : Pusdatin ESDM 2010, Handbook of Energy & Economic Statistics of Indonesia Gambar 3.24 Neraca Produksi Konsumsi Energi Listrik


(55)

Sumber : Pusdatin ESDM 2010, Handbook of Energy & Economic Statistics of Indonesia Gambar 3.25 Production Mix 2009

Sumber : Pusdatin ESDM 2010, Handbook of Energy & Economic Statistics of Indonesia

Gambar 3.26 Trend Energy Mix PLN

Pada tahun 2009, komposisi penggunaan bahan bakar berdasarkan energi listrik yang dihasilkan oleh PT. PLN yaitu BBM 19,2%, Batubara 45,9 %, Gas 18,54 %, Panas bumi


(56)

mengalami peningkatan dari tahun ke tahun kecuali gas yang sempat mengalami penurunan selama periode 2002-2006 karena mulai dari tahun 2002 terjadi kelangkaan suplai gas, sehingga beberapa pembangkit gas (PLTG dan PLTGU) harus berganti menggunakan BBM. Akibatnya konsumsi BBM untuk pembangkitan listrik meningkat tajam. Selain itu, tingginya penggunaan BBM juga disebabkan banyak dipakainya PLTD untuk sistem-sistem kecil di luar Jawa-Bali.

3.4 Potensi Sumber Daya Energi Nasional

Indonesia dianugerahi berbagai jenis sumberdaya yang berpotensi sebagai sumber energi. Potensi sumberdaya energi yang kita miliki berupa sumberdaya energi fosil dan potensi sumberdaya energi terbarukan. Sumber energi fosil meliputi minyak bumi, gas bumi, batubara, dan coal bed methane, sedangkan potensi energi terbarukan terdiri dari panas bumi, tenaga air, tenaga surya, biomassa dan tenaga angin.

3.4.1 Potensi Cadangan Energi Fosil 3.4.1.1 Minyak Bumi

Cadangan minyak bumi dinyatakan dalam dua kategori yaitu cadangan potensial dan cadangan terbukti. Dalam sepuluh tahun terakhir cadangan terbukti minyak bumi Indonesia menunjukkan kecenderungan menurun sedangkan cadangan potensial menunjukkan kecenderungan meningkat. Secara keseluruhan (potensial dan terbukti) cadangan minyak bumi Indonesia cenderung menurun (Gambar 3.27). Penurunan cadangan minyak bumi diakibatkan oleh laju produksi minyak bumi lebih tinggi dibanding dengan laju penemuan cadangan minyak bumi baru. Dengan cadangan terbukti sebesar 3,75 miliar barel dan tingkat produksi saat ini, yaitu sekitar 1 juta barel per hari (365 juta barel per tahun), maka reserve to production ratio, (R/P) cadangan Indonesia 12 tahun. Bila mempertimbangkan cadangan potensial 4,47 miliar barel, rasio R/P mencapai 22 tahun (Pusdatin, 2009). Selain besaran cadangan, potensi minyak bumi suatu negara juga diindikasikan oleh besaran sumberdaya. Sumberdaya minyak bumi Indonesia diperkirakan sekitar 56,6 milliar barrel.


(57)

0 2 4 6 8 10

1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Milyar Barrel

Terb ukti Potensial Total

Sumber : Pusdatin ESDM 2010, Handbook of Energy & Economic Statistics of Indonesia Gambar 3.27 Cadangan Minyak Bumi Indonesia

Jika dibandingkan cadangan minyak dunia, cadangan minyak bumi Indonesia pada dasarnya sangat kecil yaitu hanya sekitar 0,4 % dari keseluruhan cadangan terbukti minyak bumi dunia (1.258 miliar barrel pada 2008). Untuk lingkup dunia, Arab Saudi mempunyai pangsa cadangan terbukti terbesar, yaitu 21% atau sebesar 264 miliar barrel. Wilayah Timur Tengah menguasai cadangan minyak bumi dunia, yaitu sebesar 60%, disusul oleh wilayah Eropa khususnya Russia dengan pangsa sebesar 11,3%. Sedangkan wilayah Asia Pasifik mempunyai pangsa paling kecil, hanya sebesar 3,3% dari seluruh cadangan terbukti minyak bumi dunia (BP Statistical Review of World Energy, 2009).

3.4.1.2 Gas Bumi

Cadangan gas bumi Indonesia dalam 10 tahun terakhir menunjukkan kecenderungan meningkat. Hal ini terjadi karena tingkat penemuan cadangan lebih besar dibanding tingkat produksi (Gambar 3.28). Dengan cadangan terbukti 112,5 TSCF dan tingkat produksi 3,02 TSCF per tahun maka reserve to production ratio (R/P) gas indonesia sekitar 32 tahun. Prospek pertumbuhan cadangan terbukti gas masa mendatang masih tetap optimis mengingat cadangan potensial yang tersedia cukup besar, yaitu 57,6 TCF, disamping


(58)

adanya kemungkinan tambahan penemuan baru dari hasil eksplorasi di masa mendatang. Cadangan gas bumi Indonesia berada di Natuna Timur, Kalimantan, Sumatera, Papua, Maluku, dan Sulawesi.

Di samping gas bumi, Indonesia juga memiliki sumberdaya coal bed methane (CBM). CBM tersebut terdapat di sumberdaya batubara yang tersebar di Kalimantan dan Sumatera. Pemanfaatan sumberdaya gas bumi untuk memenuhi permintaan dalam negeri yang sebagian besar terpusat di pulau Jawa terkendala oleh masih terbatasnya infrastruktur penyaluran gas. Sebagian besar dari produksi gas Indonesia saat ini diekspor dalam bentuk LNG. Pemanfaatan gas bumi domestik di masa mendatang diharapkan akan dapat ditingkatkan melalui pembangunan infrastruktur penyaluran gas, penyebaran pusat-pusat permintaan gas ke luar pulau Jawa dan kebijakan pengutamaan pemanfaatan gas untuk memenuhi permintaan dalam negeri.

Dibanding cadangan gas dunia, cadangan gas indonesia relatif kecil, hanya 1,7 % terhadap total cadangan terbukti gas bumi dunia (6534 trilyun kaki kubik). Cadangan gas dunia tersebar di Timur Tengah (41% cadangan dunia), disusul oleh wilayah Eropa dan Eurasia dengan pangsa sebesar 34%, Afrika 8,3%, Asia pasifik 7,9% sedangkan wilayah Amerika Utara dan Amerika Selatan mempunyai pangsa paling kecil, masing-masing sebesar 4,8% dan 4% (BP Statistical Review of World Enegry, 2009). Negara-negara yang mempunyai pangsa cadangan gas cukup besar adalah Rusia (23,4 % cadangan dunia) disusul Iran (16%) dan Qatar (13,8%).


(59)

0 40 80 120 160 200

1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 TSCF

Terb ukti Potensial Total

Sumber : Pusdatin ESDM 2010, Handbook of Energy & Economic Statistics of Indonesia Gambar 3.28 Cadangan Gas Bumi Indonesia

3.4.1.3 Batubara

Status Januari 2008 Indonesia memiliki sumberdaya batubara sekitar 104,8 miliar ton dengan cadangan sebesar 18,8 miliar ton (Pusdatin). Sumberdaya batubara Indonesia dalam 8 tahun terakhir terus meningkat secara signifikan (Gambar 3.27). Dengan cadangan 18,8 miliar ton dan pada tingkat produksi saat ini yaitu sekitar 188 juta ton per tahun (tahun 2008), reserve to production ratio (R/P) batubara Indonesia adalah 100 tahun.

Sumberdaya batubara Indonesia sebagian besar (66,4%) merupakan batubara kalori sedang dan rendah (20,2%) sedangkan sisanya berkalori tinggi (12,4%) dan sangat tinggi (1%). Lokasi sumber daya batubara terpusat di Pulau Kalimantan (53 %) dan Pulau Sumatera (47 %), sementara sisanya terletak di Pulau Jawa, Sulawesi, dan Papua. Sebagian besar (74%) produksi batubara Indonesia diekspor (data 2008). Pemanfaatan batubara dalam negeri sebagian besar (60%) untuk pembangkit listrik sedangkan sisanya untuk industri semen, industri logam dan industri lainnya (tekstil, pupuk dll). Konsumen batubara domestik sebagian besar terletak di pulau Jawa.


(60)

0 20 40 60 80 100 120

2000 2005 2006 2007 2008 2009 Milyar Ton

Cadangan Sumb er Daya

Sumber : Pusdatin ESDM 2010, Handbook of Energy & Economic Statistics of Indonesia Gambar 3.29 Cadangan Batubara Indonesia

Dibanding cadangan dunia, batubara Indonesia relatif kecil yaitu hanya sekitar 0,5 % terhadap total cadangan terbukti batubara dunia (826 miliar ton). Negara-negara yang mempunyai cadangan batubara relatif besar adalah Amerika Serikat (28,9% cadangan dunia), Rusia (19%), Cina (13,9%), Australia (9,2%) dan India (7,1%) (Sumber BP Statistical Review of World Energy, 2009). Pangsa produksi batubara Indonesia pada produksi dunia relatif kecil yaitu 4,2%. Produsen batubara terbesar dunia adalah Cina (42,5% produksi dunia), disusul Amerika Serikat 18%, Australia 6,6% dan India 5,8%. Mengingat cadangan batubara Indonesia relatif kecil dibanding cadangan dunia sementara kebutuhan batubara domestik diperkirakan akan terus meningkat, ekspor batubara besar-besaran yang terjadi akhir-akhir ini perlu dikendalikan sehingga kebutuhan batubara domestik dapat dipenuhi dari produksi batubara dalam negeri.

3.4.2 Potensi Sumber Daya Energi Terbarukan 3.4.2.1 Panas Bumi

Indonesia memiliki sumberdaya energi panas bumi terbesar di dunia yaitu sekitar 27,6 GWe dengan cadangan terbukti sebesar 2.288 MWe dan cadangan terduga


(61)

diperkirakan mencapai 11.229 MWe (Badan Geologi, 2008). Sumberdaya panas bumi Indonesia tersebar di 256 lokasi. Distribusi lokasi sumberdaya dan cadangan panas bumi Indonesia diperlihatkan pada Tabel 3.1. Beberapa wilayah Indonesia yang memiliki cadangan panas bumi besar adalah: Jawa Barat (1.535 MWe terbukti, 1.452 MWe terduga), Sumatera Utara (1.384 MWe terduga), dan Lampung (1.072 MWe terduga) [sumber: RUKN 2008-2027, 2008].

Pemanfaatan utama energi panas bumi adalah pembangkit litsrik (Tenaga Panas Bumi, PLTP). Dibandingkan sumberdaya yang dimiliki, kapasitas terpasang PLTP Indonesia masih rendah yaitu hanya 1052 MWe (4% dari total sumberdaya). Selain untuk pembangkit listrik energi panas bumi dapat juga dimanfaatkan untuk penyediaan energi thermal pada proses-proses pengolahan produk pertanian.

Tabel 3.1 Sumber Daya dan Cadangan Panas Bumi Indonesia Tahun 2009

No Lokasi Sumber Daya (MW) Cadangan (MW) Total

(MW) Spekulatif Hipotetis Terduga Mungkin Terbukti

1 Sumatera 4,975 2,121 5,845 15 380 13,336 2 Jawa 1,960 1,771 3,265 885 1,815 9,696 3 Bali-Nusa Tenggara 410 359 973 - 15 1,757

4 Sulawesi 1,000 92 982 150 78 2,302

5 Maluku 595 37 327 - - 959

6 Kalimantan 45 - - - - 45

7 Papua 75 - - - - 75

Total 9,060 4,380 11,392 1,050 2,288 28,170

Sumber : Pusdatin ESDM 2010, Handbook of Energy & Economic Statistics of Indonesia

3.4.2.2 Tenaga Air

Sumberdaya energi tenaga air dikelompokkan dalam skala besar (dapat dikembangkan untuk pembangkit listrik di atas 10 MW per lokasi) dan skala mini/mikro (potensi pembangkitan tenaga listrik kurang dari 10 MW). Potensi tenaga air Indonesia skala besar dan skala mini/mikro diperkirakan masing-masing sebesar 75 GW dan 450 MW. Potensi tersebut tersebar cukup merata diberbagai wilayah Indonesia. Wilayah yang memiliki potensi tenaga air terbesar adalah Papua dengan total potensi sekitar 25 GW. Sumberdaya


(1)

Indonesia Energy Outlook 2010

171

Indonesia Energy Outlook 2010

165

Tabel 23. Prakiraan Produksi, Impor, Ekspor dan Konsumsi BBM Skenario Mitigasi (Juta SBM)

Tahun

Permintaan Bahan Bakar

Cair

Ekspor BBM

Produksi BBM

Produksi Biofuel

Produksi BBBBC

Impor BBM

2010 365 27 390 2 - -

2011 380 12 390 2 - -

2012 398 - 390 5 - 3

2013 418 - 390 5 - 23

2014 441 - 390 5 - 46

2015 466 - 444 6 - 17

2016 495 8 497 6 - -

2017 526 - 497 9 - 20

2018 560 - 497 10 - 53

2019 596 - 497 11 - 88

2020 633 - 497 15 18 103

2021 671 - 551 16 18 86

2022 707 - 605 21 36 46

2023 745 - 605 26 36 78

2024 784 - 605 36 55 89

2025 824 - 605 47 55 118

2026 868 - 605 54 73 136

2027 912 - 658 62 73 119

2028 960 - 712 71 109 69

2029 1,008 - 712 80 109 107


(2)

Indonesia Energy Outlook 2010

172

Indonesia Energy Outlook 2010

166

Tabel 24. Prakiraan Produksi, Ekspor dan Konsumsi Batubara Skenario Dasar (Juta SBM)

Tahun Konsumsi BB BBBBC BB utk Ekspor BB Produksi BB

2010 353 - 820 1,173

2011 403 - 852 1,255

2012 464 - 872 1,336

2013 517 - 878 1,395

2014 562 - 832 1,394

2015 600 - 800 1,400

2016 635 - 764 1,399

2017 669 - 765 1,434

2018 710 - 741 1,450

2019 778 - 711 1,489

2020 858 36 630 1,524

2021 968 36 550 1,554

2022 1,066 72 460 1,598

2023 1,175 72 410 1,657

2024 1,277 110 370 1,757

2025 1,412 110 350 1,872

2026 1,538 146 320 2,004

2027 1,683 146 290 2,119

2028 1,830 218 280 2,328

2029 2,006 218 270 2,494


(3)

Indonesia Energy Outlook 2010

173

Indonesia Energy Outlook 2010

Tabel 25. Prakiraan Produksi, Ekspor dan Konsumsi Batubara Skenario Mitigasi (Juta SBM)

Tahun Konsumsi BB BBBBC BB utk Ekspor BB Produksi BB 2010

353 -

820 1,173 2011

403 -

852 1,255 2012

464 -

872 1,336 2013

517 -

878 1,395 2014

562 -

832 1,394 2015

600 -

800 1,400 2016

635 -

764 1,399 2017

669 -

765 1,434 2018

710 -

741 1,450 2019

778 -

711 1,489 2020 858 36 630 1,524 2021 968 36 550 1,554 2022 1,066 72 460 1,598 2023 1,175 72 410 1,657 2024 1,277 110 370 1,757 2025 1,412 110 350 1,872 2026 1,538 146 320 2,004 2027 1,683 146 290 2,119 2028 1,830 218 280 2,328 2029 2,006 218 270 2,494 2030 2,201 218 270 2,689


(4)

Indonesia Energy Outlook 2010

174

Indonesia Energy Outlook 2010

Tabel 26. Prakiraan Kapsitas Terpasang Pembangkit Perioda 2010-2030 Menurut Skenario (MW)

Jenis Pembangkit

2010 2015 2020 2025 2030

BaU Security Mitigasi BaU Security Mitigasi BaU Security Mitigasi BaU Security Mitigasi BaU Security Mitigasi PLT

Batubara 17,901 17,901 17,901 33,329 23,759 17,098 49,351 38,164 25,527 93,976 74,212 47,862 160,332 128,034 79,764 PLT Gas

Bumi 11,588 11,588 11,588 14,180 13,027 17,977 22,872 19,649 27,412 28,444 24,187 44,110 33,863 28,492 68,418 PLTD 2,899 2,899 2,899 2,785 2,687 2,698 2,649 2,359 2,519 2,525 2,050 2,066 2,409 1,884 1,705 PLT Biofuel 29 29 29 51 165 267 57 416 553 78 513 689 87 566 731

PLTA 3,371 3,371 3,371 4,844 5,132 5,862 7,389 7,482 8,775 7,631 8,259 9,663 8,254 9,082 10,486 PLTP 984 984 984 3,488 3,923 4,299 5,454 6,348 6,599 5,828 7,079 7,617 6,349 7,835 8,595

PLT Biomassa Agrikultur

90 90 90 86 637 631 155 1,113 1,067 191 1,607 1,547 244 2,074 2,000 PLT

Sampah - - - 5 5 5 18 18 18 36 36 36 45 45 45 PLT Landfill - - - 3 3 3 9 9 9 18 18 18

PLT

Matahari 11 11 11 17 17 28 36 36 86 55 55 160 68 68 259 PLT Angin 1 1 1 3 3 3 6 6 7 11 11 15 18 18 27

PLTN 3,600


(5)

(6)

Indonesia Energy Outlook 2010