Seminar Mata Uang di Bandung

BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN 74 Volume 4 Nomor 1, April 2006 CAKRAWALA HUKUM Oleh: Redaksi Laporan Seminar Mata Uang di Bandung dan Medan Dalam rangka sosialisasi mengenai Mata Uang, serta sebagai upaya untuk mendapatkan masukan- masukan bagi kesempurnaan substansi RUU Mata Uang, telah dilaksanakan seminar mengenai mata uang di dua kota, yaitu di Bandung dan Medan yang masing- masing pada tanggal 19 Desember 2005 dan tanggal 14 Januari 2006. Seminar dimaksud dihadiri oleh berbagai kalangan, baik dari kalangan civitas academica, kalangan praktisi perbankan, kalangan penegak hukum seperti, Polri, Hakim, dan Jaksa, maupun dari kalangan masyarakat umum. Berikut laporan hasil Seminar Mata Uang dimaksud.

A. Seminar Mata Uang di Bandung

Tema seminar yang diselenggarakan oleh Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran ini adalah “Kejahatan Terhadap Mata Uang dan Implikasinya Terhadap Masyarakat dan Negara”. Pembahasan dalam seminar dimaksud dibagi dalam dua sesi, yaitu: a. Sesi pertama - Handoko Kristiyoso, S.H., M.H Hakim Pengadilan Negeri Kls. IA Bandung, dengan topik ”Pertimbangan Hukum Penjatuhan Pidana dalam Kejahatan terhadap Mata Uang”; - Djaswardana DIRESKRIM POLDA JABAR, dengan topik ”Penyelidikan dan Penyidikan Kejahatan Mata Uang Indonesia”. b. Sesi Kedua - Dr. Ramlan Ginting, S.H., LL.M Deputi Direktur Hukum BI, dengan topik ”Perlunya Paradigma Baru dalam Pemberantasan Kejahatan Pemalsuan Uang dan Pengedaran Uang Palsu”; - Prof. Dr. Komariah Emong S., S.H Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, dengan topik “Asas-asas Hukum Bagi Perlindungan terhadap Mata Uang”. Pokok pembahasan pada sesi pertama adalah mengenai masalah penyidikan serta penjatuhan pidana BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN 75 Volume 4 Nomor 1, April 2006 kejahatan terhadap mata uang. Dalam makalahnya, Handoko Kristiyoso mengemukakan bahwa dalam prakteknya, Hakim dalam menjatuhkan pidana harus mempertimbangkan beberapa hal, yaitu: 1. Faktor Subyektif; 2. Faktor Obyektif; 3. Mendengar tuntutan pidana Jaksa Penuntut Umum dan pembelaan atau permohonan terdakwa; 4. Tujuan pemidanaan; 5. Ancaman pidana terhadap perbuatan terdakwa yang terbukti; 6. Hal-hal yang memperingan; dan 7. Hal-hal yang memberatkan. Selanjutnya, Handoko Kristiyoso juga mengemukakan bahwa dalam menjatuhkan pidana digunakan 3 tiga pendekatan teori, yaitu teori perbaikan, teori ajaran prevensi, dan teori pembalasan. Menurut Djaswardana, perkembangan kejahatan terhadap mata uang dewasa ini berkembang semakin pesat, dan semakin sulit untuk ditanggulangi, hal ini disebabkan kejahatan terhadap mata uang saat ini sudah merupakan suatu kejahatan yang terorganisir. Dari modus operandi pengedaran uang palsu yang dilakukan pun sudah semakin kompleks, antara lain melalui: 1. Jual beli langsung sesama sindikat uang palsu secara tunai dalam jumlah yang besar; 2. Transaksi jual beli sehari-hari. Pada sesi kedua, pokok pembahasan lebih menitikberatkan pada aspek teoritis meyangkut konsep-konsep dasar dengan pendekatan paradigma baru. Dr. Ramlan Ginting, S.H., LL.M selaku wakil dari Bank Indonesia dalam makalahnya mengemukakan bahwa kejahatan terhadap mata uang khususnya pemalsuan uang tidak dapat disamakan dengan pemalsuan dokumen biasa sebagaimana dimaksud dalam KUHPidana. Hal ini disebabkan pemalsuan uang menimbulkan dampak yang sangat luas seperti dapat menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap rupiah, mengacaukan stabilitas perekonomian, bahkan mengurangi wibawa negara. Berkaitan dengan hal tersebut, yang bersangkutan mengemukakan bahwa para aparat penegak hukum khususnya Jaksa dan Hakim perlu untuk mengajukan tuntutan dan penjatuhan pidana penjara yang maksimal, serta penjatuhan sanksi tambahan berupa penggantian kerugian materiil yang diakibatkan oleh kejahatan terhadap mata uang tersebut, sehingga dapat memberikan efek jera bagi para pelakunya. Sehubungan dengan hal tersebut, untuk mengatur lebih komprehensif mengenai mata uang, maka diperlukan adanya pengaturan BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN 76 Volume 4 Nomor 1, April 2006 mengenai mata uang dalam suatu Undang-Undang tersendiri. Sementara itu, Prof. Dr. Komariah Emong S, S.H, melalui penelitian yang dilakukannya lebih menyoroti permasalahan mengenai mata uang ini dari aspek pidana. Yang bersangkutan mengemukakan bahwa pengaturan mengenai kejahatan terhadap mata uang dalam pasal 4 KUHPidana diatur sebagai suatu asas untuk melindungi kepentingan negara dari kerugian yang sangat besar. Penegakan hukum terhadap kejahatan terhadap mata uang masih terlihat tidak maksimal, khususnya berkenaan dengan penjatuhan sanksi pidana yang masih sangat rendah, sehingga kejahatan pemalsuan mata uang dianggap bukan kejahatan berat. Berkaitan dengan hal tersebut, yang bersangkutan juga mengemukakan bahwa paradigma kejahatan terhadap mata uang bukan merupakan kejahatan berat untuk saat ini sudah tidak tepat, hal ini disebabkan adanya perubahan paradigma tentang mata uang, dimana uang saat ini tidak hanya sekedar sebagai alat bayar, tetapi uang dapat juga digunakan sebagai alat politik, penjajahan ekonomi dan sebagainya. Oleh karena itu permasalahan mengenai mata uang ini perlu diatur dalam Undang- Undang tersendiri, dan bagi para pelaku kejahatan terhadap mata uang tersebut harus dijatuhi sanksi pidana yang berat sehingga menimbulkan efek jera.

B. Seminar Mata Uang di Medan