I. KONDISI SAAT INI
1. Kawasan hutan di Provinsi Papua terdiri dari berbagai fungsi hutan dan tersebar di setiap kabupaten dan kota, sesuai Peta Kawasan Hutan dan Perairan Propinsi Irian Jaya SK. Menteri
Kehutanan Nomor : 891KptsII1999 tanggal 14 Oktober 1999 alokasi fungsi hutan sebagai berikut :
- Hutan Suaka Alam Pelestarian Alam 8.025.820 Ha 19,01 - Hutan Lindung 10.619.090 Ha 25,15
- Hutan Produksi HPTHPHPK 21.901.450 Ha 51,87 - Kawasan Perairan 1.678.480 Ha 3,97
2. Kawasan hutan di Provinsi Papua selain memiliki berbagai alokasi fungsi hutan juga memiliki type ekosistem mulai dari hutan pantai sampai dengan sub alpin dan termasuk salah satu
wilayah yang memiliki type ekosistem terlengkap di dunia. 3. Kawasan hutan tersebut perlu dimantapkan mencakup batas letak dan luas agar jelas, pasti,
legitimate dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga dalam pengelolaan dan pemanfaatan kawasan tidak menimbulkan konflik.
4. Pemantapan kawasan dalam rangka pengukuhan hutan sampai saat ini tetap diupayakan dan selama ini prioritas kegiatan tata batas dialokasikan pada kawasan konservasi dan hutan
lindung. Sesuai data kawasan hutan tercatat ± 135 unit kawasan hutan, terdiri dari : - Kawasan konservasi SMCATNTB ± 43 unit kawasan
- Hutan Lindung ± 69 uni kawasan - Hutan Produksi HPTHPHPK ± 23 unit kawasan
5. Selain penataan batas kawasan hutan di atas dilaksanakan pula penataan batas terhadap kawasan hutan yang dibebani hak dan untuk kepentingan di luar kehutanan seperti HPH,
perkebunan dan transmigrasi. 6. Panjang batas keseluruhan sesuai Peta Kawasan Hutan dan Perairan adalah 72.058,0 Km terdiri
dari : - Batas fungsi ± 41.875,0 Km 58,11; Realisasi 30.267,80 Km 72,28
- Batas luar ± 30.183,0 Km 41,89; Realisasi 13.260,39 Km 43,93 - Realisasi tata batas sampai dengan awal 2002 adalah 43.528,198 Km 60,41, sisa panjang
batas adalah ± 28.530 Km 39,59.
7. Penggunaan kawasan hutan termasuk untuk kepentingan di luar kehutanan digunakan antara lain untuk kepentingan :
- Pembangunan pei-nukiman transmigrasi ± 284.921 Ha 129 lokasi - Pembangunan HPHHPHTI ± 12 juta Ha 76 unit
- Pembangunan perkebunan ± 2.155.952 Ha 23 unit - Pembangunan jalan umum fasilitas umum lainnya ± 3.098,918 Ha
- Pembangunan pertambangan ± 375.000 Ha
8. Kepentingan di luar sektor kehutanan ditempuh melalui proses pelepasan kawasan dan pinjam pakai antara lain untuk : perkebunan, per-tambangan, transmigrasi, dan lain-lain.
9. Luas, potensi, jenis dan penyebaran hasil hutan kayu dan non kayu termasuk tanaman pangan dan obat-obatan belum dilakukan pendataan yang baik karena kegiatan inventarisasi hutan yang
dilaksanakan masih terbatas dan belum optimal. 10. Kegiatan inventarisasi yang dilakukan selama ini di luar kepentingan kehutanan terdiri dari :
- Enumerasi re-enumerasi TSPPSP 450 kluster - Survei sagu 120.000 Ha
- Survei rotan 353.600 Ha - Survei nipah 20.000 Ha
- Survei tanaman pangan dan obat-batan 40.000 Ha
11. Pemilik ulayat di Provinsi Papua sebanyak ± 250 suku, belum dilakukan identiflkasi, inventarisasi dan pemetaan pemilik ulayat.
12. Peta dasar JOGRBITOP masih terbatas dan belum semua instansi kehutanan di Papua memiliki peta tersebut. Perencanaan pembangunan kehutanan di daerah selain mengacu pada
peta dasar juga disepakati menggunakan Peta Kawasan Hutan dan Perairan Propinsi Irian Jaya. 13. Penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan di luar kehutanan terutama kegiatanproyek yang
berdampak penting dan bernilai strategis mendukung pembangunan daerah cenderung dilakukan pada kawasan hutan konservasi, hutan lindung, hutan produksi atau areal yang telah dibebani
HPH, antara lain : - HL Pulau Gag di Kabupaten Sorong tambang nikel
14. Perubahan fungsi dan status kawasan hutan untuk pembangunan di luar kehutanan melalui proses penelitian terpadu dan persetujuan DPR, membutuhkan waktu yang relatif lama.
15. Areal pengganti, relokasi fungsi dan tukar menukar kawasan hutan belum maksimal dilaksanakan di daerah dengan pertimbangan luas, letak dan ekologis belum sesuai ketentuan
teknis. 16. Pola penggunaan lahan di dalam dan sekitar kawasan hutan semakin meningkat sehingga
pengelolaan kawasan hutan mengalami benturan kepentingan dengan pemilik ulayat setempat. 17. Desentralisasi kewenangan sesuai semangat otonomi khusus Provinsi Papua belum mendukung
kelancaran pembangunan kehutanan di daerah, sedangkan pembangunan yang dilaksanakan tetap mengakomodir kewenangan pusat dan memperhatikan aspek kelestarian lingkungan,
ekonomi dan sosial. 18. Keberadaan Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah X Papua selaku instansi vertikal
kehutanan bekerja sama dengan Dinas Kehutanan dalam melaksanakan kegiatan bidang planologi di daerah.
II. PERMASALAHAN