Kajian Peraturan Perundangan Berkaitan dengan Konservasi Penyu

37 ii Perlindungan migratory species Usulan program Indonesias Marine Mammal Management Area dari The Nature Conservancy pada pertemuan dengan Kementerian Lingkungan Hidup, Departemen Kelautan dan Perikanan, Departemen Kehutanan, LIPI, Departemen Dalam Negeri, Departemen Luar Negeri, Departemen Pariwisata, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB, WWF, IWF, Proyek Pesisir, NRM dan CRMP. Pembentukan Kawasan Pengelolaan Habitat Mamalia Laut yang direncanakan di perairan Sawu, Bali, Selat Solor-Alor, Selat Sape, Selat Lombok dan Laut Maluku. iiiPengelolaan Sulu Sulawesi Marine Ecoregion SSME. Sulu Sulawesi Marine Ecoregion meliputi wilayah pesisir dan laut yang terletak di antara Sabah Malaysia, Kalimatan Timur Indonesia dan Pilipina yang mendapat peringkat keempat dalam prioritas global dan peringkat pertama di Asia-Pasifik DeVantier et al. 2004. Kepulauan Derawan merupakan salah satu lokasi penting di ekoregion Sulu-Sulawesi. MoU tentang pengelolaan SSME. Penandatangan MoU setingkat menteri dari negara Malaysia, Pilipina dan Indonesia pada tanggal 13 Februari 2003.

2.7 Kajian Peraturan Perundangan Berkaitan dengan Konservasi Penyu

Konservasi penyu hijau didasarkan: 1 Undang-Undang No. 5 tahun 1990 yang mengatur pengawetan di dalam dan di luar suaka alam dan pemanfaatan spesies; 2 Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1999 mengatur pengawetan yang meliputi pengelolaan di dalam dan di luar habitatnya; 3 Peraturan Pemerintah No. 8 tahun 1999 mengatur pemanfaatan spesies. Pada Gambar 17 disajikan diagram konservasi penyu hijau. 38 Gambar 17. Diagram konservasi penyu hijau Peraturan perundangan yang berkaitan dengan konservasi penyu hijau di Indonesia, antara lain : i Undang-Undang Republik Indonesia No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. − Pasal 21 2: Setiap orang dilarang untuk : menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup; a. menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan mati; b. mengeluarkan satwa yang dilindungi dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia; c. memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh, atau bagian-bagian lain satwa yang dilindungi atau barang-barang yang dibuat dari bagian-bagian tersebut atau mengeluarkan dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia; d. mengambil, merusak, memusnahkan, 39 memperniagakan, menyimpan atau memiliki telur dan atau sarang satwa yang dilindungi. − Pasal 40 2 : Barangsiapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat 1 dan ayat 2 serta Pasal 33 ayat 3 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 lima tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 seratus juta rupiah. ii Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. − Pasal 4 1: Jenis tumbuhan dan satwa ditetapkan atas dasar golongan: a tumbuhan dan satwa yang dilindungi; b tumbuhan dan satwa yang tidak dilindungi; 2 Jenis-jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 huruf a adalah sebagaimana terlampir dalam Peraturan Pemerintah ini; 3 Perubahan dari jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi menjadi tidak dilindungi dan sebaliknya ditetapkan dengan Keputusan Menteri setelah mendapat pertimbangan Otoritas Keilmuan Scientific Authority; − Bab VI: Pengiriman atau pengangkutan tumbuhan dan satwa yang dilindungi. Pasal 25 ayat 1 Pengiriman atau pengangkutan tumbuhan dan satwa dari jenis yang dilindungi dari dan ke wilayah Republik Indonesia atau dari dan ke suatu tempat di wilayah Republik Indonesia dilakukan atas dasar ijin menteri. Ayat 2 Pengiriman atau pengangkutan tumbuhan dan satwa sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 1 harus : a. Dilengkapi dengan sertifikat kesehatan tumbuhan dan satwa dari instansi yang berwenang; b. Dilakukan sesuai dengan persyaratan teknis yang berlaku. Ayat 3 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengiriman atau pengangkutan jenis tumbuhan dan satwa sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dan ayat 2 diatur Menteri. iii Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 8 tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa. − Bab XII: Sanksi. Pasal 50: Ayat 3 Barangsiapa mengambil tumbuhan liar atau satwa liar dari habitat alam tanpa izin atau dengan tidak 40 memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat 3, Pasal 8 ayat 2, Pasal 29 dan Pasal 39 ayat 2 dengan serta merta dapat dihukum denda administrasi sebanyak-banyaknya Rp 40 juta dan atau dihukum tidak diperbolehkan melakukan kegiatan pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar. 2.8 Alternatif Perlindungan Penyu Hijau 2.8.1 Konsep konservasi