Pengelolaan secara Kolaboratif TINJAUAN PUSTAKA

50 ii Metode Analytical Approach Analytical Approach merupakan suatu pendekatan yang digunakan sebelum melaksanakan pengelolaan konservasi ecoregion. Metode yang diusulkan dalam WWF 2000 ini mampu mengidentifikasi dan menerangkan berbagai faktor penyebab hilangnya keanekaragaman hayati. Faktor-faktor yang telah teridentifikasi digunakan untuk merencanakan strategi konservasi ecoregion. Strategi konservasi yang dihasilkan akan lebih spesifik karena didasarkan pada faktor-faktor penyebab hilangnya keanekaragaman hayati. Inti dari Analytical Approach adalah pendugaan sosial ekonomi yang terdiri dari empat tahap, antara lain: Analisis Stakeholder Stakeholder Analysis; Analisis Ancaman dan Peluang Analysis of Threats and Opportunities; Penentuan Kemungkinan Intervensi; dan Monitoring dan Evaluasi. Setiap tahap memberi arahan penentuan akhir dari rancangan, implementasi dan peningkatan tindakan konservasi pada suatu ecoregion.

2.10 Pengelolaan secara Kolaboratif

IUCN – World Conservation Union dalam Resolusinya 1.42 tahun 1996 menjelaskan gagasan dasar pengelolaan kolaboratif adalah kemitraan antara lembaga pemerintah, komunitas lokal dan pengguna sumberdaya, lembaga non pemerintah dan kelompok kepentingan lainnya dalam bernegosiasi dan menentukan kerangka kerja yang tepat tentang kewenangan dan tanggung jawab untuk mengelola daerah spesifik atau sumber daya IUCN, 1997 yang disarikan dalam PHKA-Dephut, NRMEPIQ, WWF Wallacea, TNC 2002. Konsep pengelolaan secara kolaborasi dapat diusulkan sebagai alternatif pengelolaan penyu hijau di dalam Kawasan Konservasi Laut. Selain mampu menampung banyak kepentingan, pengelolaan secara kolaboratif terdapat pembagian tanggung-jawab dan kewenangan antara pemerintah, masyarakat maupun pengguna sumberdaya lain. Namun demikian untuk membangun pengelolaan secara kolaborasi diperlukan waktu yang panjang karena ada interaksi yang intensif antara pemerintah dengan para pihak lain mulai dari kegiatan konsultasi dalam penjajagan awal, identifikasi masalah, perencanaan, implementasi hingga evaluasi pengelolaan. Konsep co-management menghasilkan 51 suatu tatanan hubungan kerjasama cooperative, komunikasi communication sampai dengan hubungan kemitraan partnership dalam pengelolaan sumber daya alam Tajudin, 2000. Dalam pengelolaan secara kolaborasi ada reposisi peran pemerintah dimana pemerintah merubah perannya dari memegang hirarki tertinggi dalam pengambilan keputusan setiap kegiatan pengelolaan menjadi peran sebagai fasilitator, koordinator dan pendukung setiap kegiatan pengelolaan. Reposisi peran pemerintah tersebut memerlukan perubahan kelembagaan dalam birokrasi pemerintah. Dalam Tajudin 2000 menyebutkan keunggulan pengelolaan secara kolaboratif adalah sebagai resolusi konflik dengan menjunjung tinggi dialogis. Untuk perumusan masalah hingga penyusunan skenario pengelolaan dilakukan secara dialogik antara pemangku kepentingan stakeholder dengan metode RRA Rapid Rural Appraisal yang melibatkan periset dari pelbagai disiplin ilmu. Konsep co-management merupakan peralihan bentuk dari pengelolaan berbasis pemerintah Government Centralized Management dengan pengelolaan berbasis masyarakat Community Based Management. Pengelolaan berbasis pemerintah dengan hirarki tertinggi ada di tangan pemerintah, masyarakat hanya sebagai penerima informasi, pengelolaan selanjutnya dilakukan oleh pemerintah. Berbeda halnya dengan pengelolaan berbasis masyarakat, dimana hirarki tertinggi adalah kontrol ketat dari masyarakat dan koordinasi wilayah serta pengelolaan dilakukan oleh masyarakat. Pada Gambar 21 dan Gambar 22 dapat diketahui bahwa wilayah pengelolaan kolaboratif berada di tengah-tengah atau jalan kompromistik antara pengelolaan di bawah kontrol penuh pemerintah dengan pengelolaan di bawah kendali penuh masyarakat. Pada Tabel 3 menunjukkan perbedaan karakteristik antara pengelolaan berbasis masyarakat, pengelolaan ko-manajemen dan pengelolaan berbasis negara. 52 Gambar 21. Hirarki derajat pengaturan pengelolaan co-management Sumber : PHKA-Dephut, NRMEPIQ, WWF Wallacea, TNC, 2000 Gambar 22. Skema perubahan pengelolaan berbasis pemerintah menuju pengelolaan berbasis masyarakat Sumber : PHKA-Dephut, NRMEPIQ, WWF Wallacea, TNC, 2000 53 Tabel 3. Karakteristik ketiga tipe pengelolaan Karakteristik Berbasis Masyarakat Ko-Manajemen Berbasis Negara Penerapan Spasial Lokasi spesifik kecil Jaringan multi-lokasi moderat sampai luas Nasional luas Pihak Otoritas Utama Struktur Pengambilan Keputusan Lokal dan penduduk lokal Terbagi; pemerintah pusat dengan otoritas pemerintah dan non- pemerintah lokal Pemerintah Pusat Pihak Bertanggung jawab Komunal; badan pengambilan keputusan lokal Multi-pihak pada tataran lokal dan nasional Didominasi Pemerintah Pusat Tingkat Partisipasi Tinggi pada tataran lokal Tinggi pada berbagai tingkatan Rendah; potensi eksklusivitas kelompok kepentingan Durasi Kegiatan Proses awal cepat; proses pengambilan keputusan lambat Proses awal moderat; pengambilan keputusan antar kelompok kepentingan lambat Proses awal gradual durasinya; cepat mengambil keputusan pada awal proses Keluwesan Pengelolaan Daya penyesuaian tinggi; sensitif dan cepat tanggap terhadap perubahan kondisi lingkungan lokal Daya penyesuaian moderat; cepat tanggap terhadap perubahan alam dengan kecukupan waktu Lambat untuk perubahan dan seringkali tidak luwes; birokratik; potensi tidak terkoneksinya antara kebijakan, realitas dan praktik Investasi Finansial dan Sumberdaya Manusia Mengunakan sumber daya manusia lokal; pengeluaran finansial moderat sampai rendah; anggaran fleksibel Membangun sumberdaya manusia berbagai tingkatan; anggaran fleksibel; pengeluaran biaya moderat sampai tinggi Dipusatkan pada sumber daya manusia dan biaya pengeluaran moderat; anggaran kaku sudah ditetapkan Kelangsungan Usaha Jangka pendek, bila tanpa dukungan eksternal yang berkelanjutan Terus menerus, jika terbangun koalisi yang setara Terus menerus, jika struktur politik terpelihara Oreintasi Prosedural Berfokus pada dampak jangka pendek; didisain hanya untuk lokasi lokal spesifik; sanksi moral Beroreintasi dampak dalam jangka panjang; beroreintasi proses dalam jangka pendek; didisain untuk multi- lokasi Oreintasi proses pada jangka panjang; didisain untuk lokasi yang luas; sanksi Orientasi Aspek Legal Kontrol sumber daya secara de facto; hak properti komunal atau properti swasta Kontrol sumber daya secara de jure; hak properti komunal, swasta atau publik Kontrol sumber daya secara de jure; hak properti publik atau negara 54 Karakteristik Berbasis Masyarakat Ko-Manajemen Berbasis Negara Orientasi Resolusi Konflik Salah satu pihak ada yang dikalahkan; akomodatif, kompetisi; kekuatan publik; sanksi hukum lokal Semua pihak dimenangkan; kolaboratif; negosiatif Diselesaikan secara hukum; Salah satu pihak ada yang dikalahkan; kompetisi, akomodatif; kekuatan politik Tujuan Akhir Revitalisasi atau mempertahankan status quo penguasaan sumber daya lokal; demokratisasi politik pengelolaan sumber daya alam tingkat lokal. Menciptakan perdamaian, dan demokratisasi politik bidang pengelolaan sumber daya alam berbagai tingkatan Mempertahankan status quo politik penguasaan sumber daya alam; perubahan ekonomi nasional Sumber Informasi Pengelolaan Pengetahuan Lokal Pengetahuan lokal dan scientific barat Didominasi scientific barat Sumber: PHKA-Dephut, NRM EPIQ, WWF Wallacea, TNC 2002

Bab 3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Analisis kebijakan perlindungan penyu hijau dilakukan terhadap kegiatan konservasi spesies yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal PHKA Departemen Kehutanan. Secara struktural kegiatan konservasi spesies berada di Unit Pelaksana Teknis UPT Balai Konservasi Sumberdaya Alam BKSDA dan Balai Taman Nasional BTN. Penelitian dilakukan terhadap 50 UPT yang memiliki wilayah kerja di pesisir dan laut dengan asumsi memiliki lokasi peneluran penyu. Data primer dikumpulkan melalui : 1 Pengamatan lapangan terhadap UPT- UPT yang berada di P. Jawa hingga P. Timor pada tahun 2004 hingga 2005; 2 pengiriman questionaires dan diisi oleh pengelola UPT. Data sekunder dikumpulkan dari kantor Ditjen PHKA Jakarta dan beberapa LSM tingkat nasional dan LSM lokal. Alternatif perlindungan penyu hijau di Indonesia pada Kasus Kep. Derawan untuk memperoleh: Rancangan Kawasan Konservasi Laut Kepulauan Derawan dan Arahan Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut Kepulauan Derawan. Data primer dikumpulkan melalui diskusi secara partisipatif pada pulau-pulau yang berpenghuni di tiga desa Desa Derawan, Desa Payung-Payung dan Desa Balikukup pada tanggal 27 Januari sd 30 Pebruari 2004. Data sekunder dikumpulkan dari kantor BKSDA Kalimantan Timur, Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Berau dan beberapa LSM bertaraf nasional dan lokal. 3.2 Metode Analisis 3.2.1 Analisis kebijakan perlindungan penyu hijau Analisis kebijakan perlindungan penyu hijau menggunakan analisis deskriptif dan analisis statistik. Analisis deskriptif meliputi uraian kualitatif dan analisis kuantitatif berbentuk grafik dan tabel frekuensi, sedangkan analisis statistik yang digunakan, antara lain: 1 Metode Categorical Regression Metode Categorical Regression software package SPSS digunakan untuk menguji pengaruh input pengelolaan UPT predictors 7 variabel terhadap