SISTEMATIKA PENULISAN Serat Roving

I.6. SISTEMATIKA PENULISAN

Urutan pokok permasalahannya maupun pembahasannya yang akan diuraikan dalam penelitian ini adalah : BAB I : PENDAHULUAN Dalam bab ini peneliti menguraikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah dan sistematika penulisan. BAB II : LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA Dalam bab ini menjelaskan tentang teori- teori. Hubungan bahan penelitian yang dijadikan landasan teori dalam penelitian ini adalah mortar, agregat halus, serat roving, semen portland, kapur, dan air. serta kajian pustaka. Bab ini akan menjadi dasar dan arahan dalam penentuan arah penelitian yang akan dilakukan. BAB III : METODOLOGI PENELITIAN Menjelaskan tentang bahan, alat, variabel dan tahapan penelitian. BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini diuraikan hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian dengan disertakan tabel dan grafik untuk memperjelas hasil penelitian. BAB V : PENUTUP Bab ini merupakan bab terakhir atau bab penutup dari skripsi yang berisi kesimpulan dan saran-saran dengan tujuan yang baik untuk kemajuan ilmu pengetahuan. 8 BAB II LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA

2.1. BAHAN SUSUN MORTAR

Kualitas dan mutu mortar ditentukan oleh bahan dasar, bahan tambahan, proses pembuatan, dan alat yang digunakan. Semakin baik mutu bahan bakunya, komposisi perbandingan campuran yang direncanakan dengan baik, dan proses pembuatan yang baik akan menghasilkan mortar yang berkualitas baik pula. Bahan dasar penyusun mortar adalah sebagai berikut :

2.1.1. Agregat Halus

Menurut SNI 03-6820-2002 2002, agregat halus adalah agregat berupa pasir alam sebagai hasil disintegrasi batuan atau pasir buatan yang dihasilkan oleh alat-alat pemecah batu dan mempunyai butiran sebesar 4,76 mm. Menurut Moerdwiyono 1998 dalam Andoyo 2006, agregat halus terdiri dari butiran – butiran 0,02 - 2 mm yang didapat dari disintegrasi batuan alam natural sand atau didapat dari memecahnya artificial sand. Persyaratan agregat halus secara umum menurut SK SNI S-04-1989-F adalah sebagai berikut : a. Modulus halus butir antara 1,50 – 3,80 dan dengan variasi butir sesuai standar gradasi. b. Agregat halus terdiri dari butir-butir tajam dan keras dengan indeks kekerasan = 2.2. c. Tidak mengandung zat organis tertalu banyak, yang dibuktikan dengan percobaan warna dengan larutan 3 NaOH, yaitu warna cairan di atas endapan agregat halus tidak boleh lebih gelap dari pada warna standar. d. Butir-butir halus bersifat kekal, artinya tidak pecah atau hancur oleh pengaruh cuaca terik matahari dan hujan. Sifat kekal agregat halus dapat diuji dengan larutan jenuh garam. Jika dipakai garam natrium sulfat bagian yang hancur maksimum 12 berat, sedangkan jika dipakai magnesium sulfat yang hancur maksimum 18 berat. Butir sesuai standar gradasi e. Agregat halus tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5 terhadap berat kering. Jika kadar lumpur melebihi 5 pasir harus dicuci. f. Khusus untuk beton dengan tingkat keawetan tinggi, agregat halus harus tidak reakrif dengan alkali. g. Agregat halus dari laut pantai boleh dipakai asalkan dengan petunjuk dari lembaga pemeriksaan bahan – bahan yang diakui.

2.1.2. Berat Jenis Agregat Halus

Berat jenis agregat adalah rasio antara massa padat agregat dan masa air dengan volume sama pada suhu yang sama. Berdasarkan hal ini maka agregat dibedakan menjadi 3 Tjokrodimuljo, 2007:21. a. Agregat normal ialah agregat yang berat jenisnya antara 2,5 – 2,7. Agregat ini biasanya berasal dari agregat granit, basalt, kuarsa, dan sebagainya. Beton yang dihasilkan berberat jenis sekitar 2,3. Betonnyapun disebut dengan Beton Normal b. Agregat berat mempunyai berat jenis lebih dari 2,8. Misalnya magnetik Fe3O4, barytes BaSO4, atau serbuk besi. Beton yang dihasilkan juga berat jenisnya tinggi sampai5, yang efektif sebagai dinding pelindungperisai radiasi sinar X. c. Agregat ringan mepunyai berat jenis kurang dari 2,0, biasanya dibuat untuk beton ringan. Berat beton ringan kurang dari 1800 kgm³. Karena pada umumnya agregat mengandung pori - pori yang ada dalam butiran tidak saling berhubungan, maka berat jenis agregat dibedakan menjadi dua istilah, yaitu : a. Berat jenis mutlak, jika volume benda padatnya tanpa pori. b. Berat jenis semu, jika volume benda padatnya termasuk pori - pori tertutupnya.

2.1.3. Gradasi Agregat Halus

Gradasi agregat adalah distribusi ukuran butiran dari agregat. Sebagai pernyatan gradasi dipakai nilai persentase dari berat butiran yang tertinggal atau lewat di dalam suatu susunan ayakan. Susunan ayakan itu ialah ayakan dengan lubang : 76mm, 38 mm, 19 mm, 9,6 mm, 4,80 mm, 2,40 mm, 1,20 mm, 0,60 mm, 0,30 mm, dan 0,15 mm. Menurut Tjokrodimuljo 2007:26, agregat halus dikelompokkan dalam empat zone daerah seperti dalam table 2.1. Tabel. 2.1 : Batas-batas gradasi agregat halus. Lubang ayakan mm Persen berat butir yang lewat ayakan I II III IV 10 100 100 100 100 4,8 90-100 90-100 90-100 95-100 2,4 60-95 75-100 85-100 95-100 1,2 30-70 55-90 75-100 90-100 0,6 15-34 35-59 69-79 80-100 0,3 5-20 8-30 12-40 15-50 0,15 0-10 0-10 0-10 0-15 Sumber : Tjokrodimuljo 2007:26. Keterangan : - Zone I = Pasir Kasar - Zone II = Pasir Agak Kasar - Zone III = Pasir Halus - Zone IV = Pasir Agak Halus

2.1.4. Modulus Halus Butir

Modulus halus butir adalah suatu indek yang dipakai untuk ukuran kehalusan atau kekasaran butir-butir agregat. Makin besar nilai modulus halus menunjukkan bahwa makin besar ukuran butir-butir agregatnya. Pada umumya agregat halus mempunyai modulus halus butir antara 1,5 sampai 3,8. Adapun agregat kasar biasanya diantara 6 dan 8. Tjokrodimuljo, 2007:34. Modulus halus butir MHB ini didefefinisikan sebagai jumlah persen kumulatif dari butir-butir agregat yang tertinggal di atas suatu set ayakan dan kemudian dibagi seratus. Susunan lubang ayakan itu adalah sebagai berikut : 76 mm, 38 mm, 19 mm, 9,60 mm, 4,80 mm, 2,40 mm, 1,20 mm, 0,60 mm, 0,30 mm dan 0,15 mm.

2.2 Serat Roving

Roving merupakan salah satu bahan yang mudah d idapat di toko-toko bangunan. Serat ini melibatkan penarikan sejumlah fiber membentuk deretan, gandengan, tatanan, atau tenunan. Serat diproduksi secara mekanik dengan menarik untaian serat dari drum - drum yang bagian bawahnya mempunyai ratusan lubang. Untaian serat terdiri dari kurang lebih 200 serat. Jenis serat yang sering digunakan untuk penulangan beton atau mortar adalah dari jenis glass fiber serat roving. Selain itu serat roving juga digunakan untuk pelapis dalam pengecatan, baik pengecatan tembok, genting, dan bemper kendaran. Sifat - sifat serat roving adalah tidak mampu menyerap air semen, modulus elastisitasnya rendah, mudah terbakar, kurang tahan lama MHB : 100 olosayakan butiryangl utir Kumulatifb dapat menjadi getas, titik lelehnya rendah, serta dapat dipengaruhi oleh serangan alkali. Dari hasil penelitian Usmanto, dkk 2006 didapatkan hasil pemeriksaan berat jenis roving dari dua sampel yang dirata-rata diperoleh berat jenis sebesar 0,364.

2.3 Semen Portland