Pengaruh Penggunaan Abu Ampas Tebu Terhadap Kuat Tekan Dan Pola Retak Beton (Kajian Eksperimental)

(1)

PENGARUH PENGGUNAAN ABU AMPAS TEBU TERHADAP

KUAT TEKAN DAN POLA RETAK BETON

(

Kajian Eksperimental)

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat untuk menempuh Ujian Sarjana Teknik Sipil

Disusun oleh : ABDUL GHAFUR

04 0404 001

SUB JURUSAN STRUKTUR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PENGARUH PENGGUNAAN ABU AMPAS TEBU TERHADAP

KUAT TEKAN DAN POLA RETAK BETON

(Kajian Eksperimental) TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat Untuk Menempuh Ujian Sarjana Teknik Sipil

Disusun oleh :

04 0404 001 ABDUL GHAFUR

Pengesahan untuk disidangkankan :

`

SUB JURUSAN STRUKTUR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2009 Pembimbing

Prof. DR. Ir. Bachrian Lubis, M.SC NIP. 130 810 777

Co Pembimbing

Emilia Kadreni, ST, MT NIP. 132 286 109


(3)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin, puji dan syukur kepada Allah SWT, karena berkat rahmat dan ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “Pengaruh Penggunaan Abu Ampas Tebu Terhadap Kuat Tekan

dan Pola Retak Beton ” dengan baik. Adapun tugas akhir ini disusun untuk

melengkapi persyaratan dalam menempuh Ujian Sarjana Teknik Sipil Bidang Studi Struktur pada Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa selesainya tugas akhir ini tidak terlepas dari bimbingan, dukungan dan bantuan dari semua pihak baik moril maupun materil. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang setulusnya kepada :

1. Ibunda dan Ayahanda tercinta atas segala pengorbanan, cinta, kasih sayang, kepercayaan serta do’a yang tiada batas untuk penulis. Baktiku takkan dapat

membalas segalanya. Kepada kakanda Eva Yenni Rahayu dan Irma serta

bujing Masitoh (thanks atas support dan doa nya).

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Bachrian Lubis, M.Sc dan Ibu Emilia Kadreni, ST, MT, selaku pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, pikiran dan tenaga untuk memberikan arahan dan bimbingan dalam penyelesaian tugas akhir ini. 3. Bapak Prof. Dr. Ing. Johanes Tarigan, selaku Ketua Departemen Teknik Sipil

Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Ir. Terunajaya, selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

5. Seluruh staf pengajar dan pegawai Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

6. PGSS Sei Semayang Binjai yang telah memberikan Abu Ampas Tebu sebagai bahan tambah pada penelitian ini.

7. MH, Pratiwi SN for u’r support.

8. Gap-gap Production Team (bg-Iam, bg-Very Bulu, Krisna, Danil Com, Bayu, Yayak K, Agi, Sheila, Sari, dan para staf Mesjid Agung).


(4)

9. Bu’ Soniem, dr. Edi Adriat Moko, K’ imel, B’ Acung, Jafar, Paris, dan Ic-To . 10. Asisten beserta staf Laboratorium Beton USU, Bg X-Rey, Bg Arlin (Dollz),

Bg’Nova (tulang Q), Bg’Hamzah (Arab maklum),Bg’ Fau (nge-bird), Andi (bow-bow), Tami (kecil), Fahim (Desta Clubeighties), Usuf (Tiger mania) dan Mas Bandi (Ingat Usia Mas) yang banyak memberikan masukan, membantu dalam pengecoran, pengujian hingga penyusunan tugas akhir ini. .

11. THE JHONDOLZZ Team ( Bg’ Dian, Bg’ Sayed, Bg’ Ajo, Bg’ Yuli, Bg’ Rizki, Bg Abu (Kratoners), Bg’ Udin, Bg’ Kucing, Bg’ Rendi) dan abg” 03 yang lain.

12. BOAN BALLA Team ( Mario, Fauzi, Rizki (Paman Gober), Bolon, Roi-cot, Leo’Ganjang, Mas Idol, Roby, Benny, Juntriman, Meyjer, Meyjen, Emir, Hazian, Ferdi, Andrew, Egi, Budimen, Nueldan Futsal Boy’s yang lain).

13. Civil Boys ’04 ( Nailul Pohan’my KP Team, Aswin H. , Mabrur, Erik, Helmy’Binjai, Rinal’Pembalap, Amex, Fredi, Aca Jerawat dan yang lain). 14. Civil Girls ’04 ( Ica, Seila, Fira’my KP team, Ani, Citra, Nova, Dini, Muti,

Grez, Siska, Dian, Zikrotul, Zahara dan civil girls ’04lainnya). 15. All civil ’05, ’06 & ’07 yang tak tersebutkan namanya satu persatu.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tugas akhir ini masih jauh dari sempurna, dikarenakan keterbatasan pengetahuan dan kemampuan dari penulis, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar dapat meningkatkan kemampuan menulis pada masa yang akan datang. Akhir kata, semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat dan memberikan sumbangan pengetahuan bagi yang membacanya.

Medan, November 2009 Penulis


(5)

ABSTRAK

Beton merupakan bahan campuran antara semen, agregat kasar, agregat halus, air dan dengan atau tanpa bahan tambahan (admixture) dengan perbandingan tertentu yang akan membentuk beton segar. Bahan-bahan penyusun beton mudah diperoleh dari alam dan tersedia cukup banyak kecuali semen. Untuk itu perlu adanya variasi beton sesuai dengan kebutuhan dilapangan, salah satunya penggunaan bahan tambah Abu Ampas Tebu (AAT). AAT yang digunakan berasal dari Pabrik Gula Sei Semayang (PGSS) diharapkan mampu sebagai bahan bahan tambah dalam campuran beton dan sekaligus dapat memperbaiki sifat-sifat beton.

Pada penelitian ini, mutu beton yang direncanakan adalah K-300 pada umur 28 hari dan faktor air semen tetap sebesar 0,46. Menggunakan material batu pecah (ukuran max ¢ 40mm) dan pasir (ukuran max ¢ 5mm) yang berasal dari daerah Binjai. Semen yang digunakan semen Padang Portland Tipe I (1 zak =50 kg). Komposisi AAT yang ditambahkan pada campuran beton adalah sebesar 0%, 5%, 10% dan 15% dari berat semen. Standar pengujian adalah ASTM. Perawatan beton dengan cara perendaman dalam air untuk silinder. Pengujian kuat tekan silinder beton dilakukan pada umur 7 dan 28 hari, masing-masing 3 buah benda uji untuk setiap variasi beton yang berdiameter 15 cm dan tinggi 30 cm sedangkan 1 buah pelat beton tanpa tulangan (polos) yang berdimensi (100 x 100 x 8) cm pada masing-masing variasi untuk

pengujian pola retak beton pada umur 90 hari. Benda uji pelat beton

diletakkan diruang terbuka tanpa perawatan, terkena panas dan hujan. Nilai ekonomis tidak diperhitungkan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan AAT pada campuran beton dapat menurunkan nilai slump yaitu sebesar 6,06% pada penambahan AAT 5%, 12,88% pada penambahan AAT 10% dan 24,24% pada penambahan AAT 15%. Semakin besar kadar AAT yang digunakan maka nilai slump semakin kecil. Hasil pengujian kuat tekan silinder beton menunjukkan penurunan kuat tekan beton pada penambahan AAT 5%, 10% dan 15% masing-masing sebesar 5,56%, 10,68% dan16,59% dari kuat tekan beton normal. Terjadi pengurangan jumlah, panjang dan lebar retak pada pelat beton seiring penambahan kadar AAT. Berdasarkan hasil penelitian kuat tekan silinder beton dapat disimpulkan bahwa AAT tidak layak digunakan sebagai


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ...i

ABSTRAK ...iii

DAFTAR ISI ...iv

DAFTAR GAMBAR ...viii

DAFTAR TABEL ...x

DAFTAR LAMPIRAN ...xi

DAFTAR ISTILAH ...xiii

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang ...1

I.2 Latar Belakang Masalah...3

I.3 Maksud dan Tujuan ...3

I.4 Pembatasan Masalah ...4

I.5 Metodologi Penelitian ...6

I.6 Manfaat Penelitian ...9

I.7 Sistematika Penulisan ...10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Bahan Dasar Beton ... ...11

II.1.1 Semen ...12

II.1.1.1 Umum ...12

II.1.1.2 Semen Portland ...12

II.1.1.3 Jenis-Jenis Semen Portland ...13

II.1.1.4 Pengerasan dan Pengikatan Semen ...15

II.1.2 Agregat ...17

II.1.2.1 Umum ...17

II.1.2.2 Jenis Agregat...18

II.1.2.2.1 Jenis Agregat Berdasarkan Bentuk...19


(7)

II.1.2.2.3 Jenis Agregat Berdasarkan Ukuran Butir...22

II.1.2.2.4 Jenis Agregat Berdasarkan Berat...24

II.1.3 Air ...25

II.2 Sifat-Sifat Beton ...26

II.2.1 Sifat-Sifat Beton Segar ...26

II.2.1.1 Kemudahan Pengerjaan Beton (Workability)...27

II.2.1.2 Pemisahan Kerikil (Segregation)...29

II.2.1.3 Pemisahan Air (Bleeding)...30

II.2.2 Sifat-Sifat Beton Keras ...30

II.2.2.1 Kuat Tekan Beton ... ...31

II.2.2.1.1 Ukuran Dan Bentuk Agregat ...33

II.2.2.1.2 Faktor Air Semen ...33

II.2.2.1.3 Umur Beton ...34

II.2.2.1.4 Jenis Semen ...35

II.2.2.1.5 Jumlah Semen ...36

II.2.2.1.6 Rongga Udara (Voids) ...37

II.2.2.1.7 Perawatan Beton (Curing) ...37

II.3 Bahan Tambah ... ...38

II.3.1 Umum... ...38

II.3.2 Alasan Penggunaan Bahan Tamabah ...40

II.3.3 Jenis-Jenis Bahan Tambah Kimia ...41

II.3.4 Bahan Tambah Mineral (Mineral Admixture) ...43

II.3.4.1 Abu Terbang (Fly Ash) ...43

II.3.4.2 Slag ...44

II.3.4.3 Silika Fume ...45

II.3.4.4 Abu Ampas tebu...47

II.4 Klasifikasi Retak ...50

II.4.1 Rangkak (Creep) dan Susut (Shrinkage) ...50

II.4.2 Plastic Shrinkage Crack ...51

II.4.2 Drying Shrinkage Beton ...53


(8)

BAB III METODE PENELITIAN

III.1 Umum ... ...55

III.2 Urutan Tahapan penelitian ... ...55

III.2.1 Penyedian Bahan Penyusun Beton ...55

III.2.1.1 Agregat Halus ...55

III.2.1.2 Agregat Kasar ...58

III.2.1.3 Semen ... ...60

III.2.1.3.1 Sifat-Sifat Semen ...61

III.2.1.4 Air ... ...62

III.2.2 Pemeriksaan Bahan Penyusun Beton ...63

III.2.2.1 Agregat Halus ...63

III.2.2.2 Agregat Kasar ...66

III.2.2.3 Semen ... ...69

III.2.2.3 Abu Ampas Tebu (AAT) ...70

III.2.3 Perencanaan Campuran Beton (Mix Design) ...71

III.2.4 Pembuatan Benda Uji Silinder dan Pelat Beton ...72

III.2.5 Pemeriksaan Nilai Slump ... ...73

III.2.6 Pengujian Kuat Tekan Beton Umur 7 dan 28 Hari... ...73

III.2.7 Pengujian Pola Retak Beton Umur 1, 3, 7, 14, 21, 28, 45 dan 90 Hari ... ...74

III.2.8 Analisa dan Kesimpulan ... ...74

BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Nilai Slump ... ...75

IV.2 Kuat Tekan Silinder Beton ...76

IV.2.1 Pola Retak Pada Pengujian Kuat Tekan...80

IV.3 Benda Uji Pelat ...82

IV.3.1 Umum ...82

IV.3.2 Hasil Pengamatan Retak ...82

IV.3.2.1 Pola Retak ...83


(9)

IV.3.2.3 Panjang Retak ...100 IV.3.2.4 Lebar Retak ...102

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan ... ...104 V.2 Saran...105


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Benda uji silinder beton ...………..4

Gambar 1.2 Benda uji pelat beton ………..…………...5

Gambar 2.1 Prosespengikatan dan pengerasan semen …………..…………...16

Gambar 2.2 Klasifikasi agregat halus berdasarkan sumber material ...………...18

Gambar 2.3 Kerucut Abrams ..………27

Gambar 2.4 Slump sebenarnya ...………28

Gambar 2.5 Slump geser ……….….………... 28

Gambar 2.6 Slump runtuh………….………..……….29

Gambar 2.7 Grafik pengaruh ukuran agregat terhadap kuat tekan beton………33

Gambar 2.8 Hubungann antara fas terhadap kekuatan tekan beton ...34

Gambar 2.9 Hubungan antara umur beton dan kuat tekan beton...35

Gambar 2.10 Perkembangan kekuatan tekan mortar untuk berbagai tipe Portland Semen ...36

Gambar 2.11 Pengaruh jumlah semen terhadap kuat tekan beton pada faktor air semen sama ………36

Gambar 2.12 Grafik Pengaruh suhu perawatan beton terhadap kokoh tekan beton……….37

Gambar 2.12 Grafik Pengaruh suhu perawatan beton terhadap kokoh tekan beton……….37

Gambar 4.1 Perubahan nilai slump terhadap kadar abu ampas tebu ….………..78

Gambar 4.2 Pengaruh penambahan abu ampas tebu terhadap kuat tekan beton umur 7 hari ………..80

Gambar 4.3 Pengaruh penambahan abu ampas tebu terhadap kuat tekan beton umur 28 hari...80

Gambar 4.4 Berbagai pola retak pada uji tekan silinder beton....…………...82

Gambar 4.5 Pola retak pada benda uji silinder beton ………..83 Halaman


(11)

Gambar 4.6 Penyebaran retak pada pelat beton untuk variasi I (BN)

setelah umur beton 90 hari ……….89

Gambar 4.7 Penyebaran retak pada pelat beton untuk variasi II (AAT 5%) setelah umur beton 90 hari ……….……….93

Gambar 4.8 Penyebaran retak pada pelat beton untuk variasi III (AAT 10%) setelah umur beton 90 hari ……….……….97

Gambar 4.9 Penyebaran retak pada pelat beton untuk variasi IV (AAT 15%) setelah umur beton 90 hari ……….………...…………101

Gambar 4.10 Perubahan jumlah retak terhadap waktu pengamatan ...102

Gambar 4.11 Perubahan panjang retak terhadap waktu pengamatan ...104


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Distribusi pengujian benda uji silinder dengan variasi abu ampas tebu...7

Tabel 1.2 Distribusi pengujian benda uji pelat beton...8

Tabel 2.1 Perbandingan kekuatan pada berbagai benda uji ………...32

Tabel 2.2 Faktor konversi untuk kuat tekan beton 28 hari ………...………...32

Tabel 2.3 Kandungan kimia fly ash ………44

Tabel 2.4 Komposisi kimia silica fume ………...…...46

Tabel 2.5 Kandungan kimia abu ampas tebu.………...48

Tabel 2.6 Lebar retak maksimum yang diijinkan ………..………….54

Tabel 3.1 Susunan besar butiran agregat halus ( ASTM, 1991 ) ...57

Tabel 3.2 Susunan besar butiran agregat kasar ( ASTM, 1991)...59

Tabel 3.3 Kandungan senyawa kimia abu ampas tebu…………...72

Tabel 4.1 Nilai Slump berbagai jenis beton ………...…………..77

Tabel 4.2 Pengujian kuat tekan silinder ……….79

Tabel 4.3 Persentase Penurunan Kuat Tekan Silinder Beton Terhadap Beton Normal ……….81

Tabel 4.4 Hasil pengamatan retak pada pelat beton…...85

Tabel 4.5 Hasil pengamatan retak untuk variasi I (BN) pada slab beton.……...86

Tabel 4.6 Hasil pengamatan retak untuk variasi II (AAT 5%) pada slab beton………....90

Tabel 4.7 Hasil pengamatan retak untuk variasi III (AAT 10%) pada slab beton...94

Tabel 4.8 Hasil pengamatan retak untuk variasi IV (AAT 15%) pada slab beton...98

Tabel 4.9 Jumlah retak selama pengamatan...…….102

Tabel 4.10 Rata-rata panjang retak...…….102

Tabel 4.11 Lebar retak maksimum...…….106 Halaman


(13)

ABSTRAK

Beton merupakan bahan campuran antara semen, agregat kasar, agregat halus, air dan dengan atau tanpa bahan tambahan (admixture) dengan perbandingan tertentu yang akan membentuk beton segar. Bahan-bahan penyusun beton mudah diperoleh dari alam dan tersedia cukup banyak kecuali semen. Untuk itu perlu adanya variasi beton sesuai dengan kebutuhan dilapangan, salah satunya penggunaan bahan tambah Abu Ampas Tebu (AAT). AAT yang digunakan berasal dari Pabrik Gula Sei Semayang (PGSS) diharapkan mampu sebagai bahan bahan tambah dalam campuran beton dan sekaligus dapat memperbaiki sifat-sifat beton.

Pada penelitian ini, mutu beton yang direncanakan adalah K-300 pada umur 28 hari dan faktor air semen tetap sebesar 0,46. Menggunakan material batu pecah (ukuran max ¢ 40mm) dan pasir (ukuran max ¢ 5mm) yang berasal dari daerah Binjai. Semen yang digunakan semen Padang Portland Tipe I (1 zak =50 kg). Komposisi AAT yang ditambahkan pada campuran beton adalah sebesar 0%, 5%, 10% dan 15% dari berat semen. Standar pengujian adalah ASTM. Perawatan beton dengan cara perendaman dalam air untuk silinder. Pengujian kuat tekan silinder beton dilakukan pada umur 7 dan 28 hari, masing-masing 3 buah benda uji untuk setiap variasi beton yang berdiameter 15 cm dan tinggi 30 cm sedangkan 1 buah pelat beton tanpa tulangan (polos) yang berdimensi (100 x 100 x 8) cm pada masing-masing variasi untuk

pengujian pola retak beton pada umur 90 hari. Benda uji pelat beton

diletakkan diruang terbuka tanpa perawatan, terkena panas dan hujan. Nilai ekonomis tidak diperhitungkan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan AAT pada campuran beton dapat menurunkan nilai slump yaitu sebesar 6,06% pada penambahan AAT 5%, 12,88% pada penambahan AAT 10% dan 24,24% pada penambahan AAT 15%. Semakin besar kadar AAT yang digunakan maka nilai slump semakin kecil. Hasil pengujian kuat tekan silinder beton menunjukkan penurunan kuat tekan beton pada penambahan AAT 5%, 10% dan 15% masing-masing sebesar 5,56%, 10,68% dan16,59% dari kuat tekan beton normal. Terjadi pengurangan jumlah, panjang dan lebar retak pada pelat beton seiring penambahan kadar AAT. Berdasarkan hasil penelitian kuat tekan silinder beton dapat disimpulkan bahwa AAT tidak layak digunakan sebagai


(14)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Pelaksanaan pembangunan yang senantiasa dilaksanakan berakibat pada meningkatnya kebutuhan akan konstruksi, seperti jalan dan jembatan, perumahan atau gedung. Dalam bidang konstruksi, material konstruksi yang paling disukai dan sering dipakai adalah beton. Penggunaan beton merupakan pilihan utama karena beton merupakan bahan dasar yang mudah dibentuk dengan harga yang relatif murah dibandingkan dengan bahan konstruksi lainnya.

Beton merupakan bahan campuran antara semen, agregat kasar, agregat halus, air dan dengan atau tanpa bahan tambahan (admixture) dengan perbandingan tertentu yang akan membentuk beton segar (Mulyono, 2003).

Sebagai negara yang mempuyai lahan pertanian dan perkebunan yang sangat luas ( Negara Agraris ), tentunya tidak asing lagi dengan limbah-limbah buangan yang diahasilkan oleh pengelolahan hasil-hasil alam itu. Limbah-limbah tersebut seperti abu ampas tebu, cangkang sawit, atapun sabut kelapa pada umumnya tidak dimanfaatkan lagi.

Dalam pembuatan beton, pemilihan akan bahan-bahan yang digunakan sangat penting terutama untuk memperoleh mutu beton dengan sifat-sifat khusus yang diinginkan untuk tujuan tertentu dengan cara yang paling ekonomis. Dewasa ini dalam praktek pembuatan beton, bahan tambahan baik additive maupun admixture merupakan bahan yang dianggap penting. Penggunaan bahan tersebut


(15)

dimaksudkan untuk memperbaiki dan menambah sifat beton sesuai dengan sifat yang diinginkan. Bahan tambahan tersebut ditambahkan kedalam campuran beton atau mortar, dan dengan adanya bahan tambahan ini diharapkan beton yang dihasilkan memiliki sifat yang lebih baik.

Beragam jenis dan kegunaan bahan tambahan kimia yang telah banyak dipasarkan saat ini telah banyak membantu para ahli konstruksi dalam mengatasi masalah-masalah di lapangan, seperti : pada tempat yang banyak mengandung air, dapat digunakan bahan tambahan yang mampu mengurangi pemakaian air semen, dan untuk jarak tempuh yang jauh dapat digunakan bahan tambahan yang mampu memperlambat waktu ikat semen, dan sebagainya.

Dalam tugas akhir ini yang akan diteliti adalah pegaruh Abu Ampas Tebu (Cane Pulp Ash) terhadap campuran beton ditinjau dari kuat tekan dan pola retak beton.

Penggunaan Abu Ampas Tebu (AAT) tersebut didasari pada penelitian (Ghozi, 2001). Penelitian dilakukan pada campuran beton dengan komposisi AAT 0℅, AAT 10℅, AAT 20℅ sebagai pengganti semen. Hasil Tes Tekan, Tes Tarik, dan Uji Porositas pada penelitian beton telah membuktikan bahwa AAT telah berfungsi sebagai pozzolan dengan kuat tekan terbesar, kuat tarik terbesar dan porositas terkecil ada pada beton dengan 10℅ AAT.

Untuk itu penulis mengadakan pengujian mempergunakan Abu Ampas Tebu (AAT) sebagai bahan tambah dalam campuran beton, untuk dapat mengetahui kuat tekan dan pola retak beton yang dihasilkan dengan bahan tambah abu ampas tebu tersebut.


(16)

I.2 Latar Belakang Masalah

Dengan kandungan silika 70 % (Ghozi, 2001) yang terdapat pada abu ampas tebu secara kimiawi, maka sejauh mana abu ampas tebu dapat digunakan sebagai bahan tambah dalam campuran beton yang ditinjau terhadap sifat beton terutama pada sifat kuat tekan dan pola retak beton. Kuantitas abu ampas tebu di Indonesia dalam jumlah besar dan belum terkelolah dengan baik.

I.3 Maksud dan Tujuan

Penelitian ini meneliti bagaimana pengaruh dari penggunaan abu ampas tebu terhadap nilai kuat tekan dan pola retak beton, sebagai bahan pembandingnya digunakan beton normal dengan mutu yang sama. Dari penelitian ini kita akan mendapatkan kesimpulan apakah beton yang dihasilkan lebih kuat dengan penggunaan abu ampas tebu sebagai bahan subtitusi semen atau sebaliknya beton yang dihasilkan semakin lemah dari beton normal. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan abu ampas tebu terhadap kuat tekan dan pola retak beton. Dan untuk mengetahui persentase penggunaan abu ampas tebu sebagai bahan tambah (dengan mengurangi berat semen) pada campuran beton.


(17)

1.4 Pembatasan Masalah

Untuk membatasi luasnya ruang lingkup masalah maka dibuat batasan-batasan masalahnya yaitu :

a. Mutu beton yang direncanakan adalah K-300, pada umur 28 hari. b. Faktor air semen tetap sebesar 0,46.

c. Abu Ampas Tebu (AAT) masing-masing sebesar 5%, 10%, dan 15% dari berat semen.

d. Menggunakan material batu pecah (ukuran max ¢ 40mm) dan pasir (ukuran max ¢ 5mm) yang berasal dari daerah Binjai.

e. Semen mengunakan semen Padang Portland tipe I (1 zak =50 kg). f. Standar pengujian adalah ASTM.

g. Perawatan beton dengan cara perendaman dalam air untuk silinder. h. Pengujian kuat tekan beton dilakukan pada umur 7 dan 28 hari,

masing-masing 3 buah untuk setiap variasi beton, dengan benda uji silinder berdiameter 15 cm dan tinggi 30 cm.


(18)

i. Pengujian pola retak pada pelat beton dilakukan sampai umur benda uji 90 hari, dengan bentuk benda uji pelat beton tanpa tulangan (polos) yang berdimensi (100 x 100 x 8) cm. Penelitian lebar retak (Karolina, 2004) menggunakan Microscope Crack.

Gambar 1.2 Bentuk benda uji retak pada pelat beton

j. Benda uji pelat beton diletakkan diruang terbuka tanpa perawatan, terkena panas dan hujan.


(19)

1.5 Metodologi Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian tugas akhir ini adalah kajian eksperimental di Laboratorium Bahan Rekayasa Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

Adapun tahap-tahap pelaksanaan penelitian sebagai berikut :

1. Penyediaan bahan penyusun beton : batu pecah, pasir, semen dan abu ampas tebu.

2. Pemeriksaan bahan penyusun beton.

a. Analisa ayakan agregat halus dan agregat kasar.

b. Pemeriksaan kadar lumpur (pencucian pasir lewat ayakan no.200). c. Pemeriksaan kadar liat (clay lump) pada agregat halus.

d. Pemeriksaan kandungan organik (colorimetric test) pada agregat halus. e. Pemeriksaan berat isi agregat halus dan agregat kasar.

f. Pemeriksaan berat jenis dan absorbsi agregat halus dan agregat kasar. 3. Mix design (perencanaan campuran beton) berdasarkan metode SK. SNI.

T-15-1990-03.

Penimbangan/penakaran bahan penyusun beton berdasarkan uji karakteristik bahan penyusun dan mutu beton yang direncanakan dalam penelitian ini adalah K-300.

4. Percobaan / Pembuatan Benda Uji 4.1 Pembuatan benda uji silinder

Adapun variasi yang digunakan adalah :

a. Variasi I, beton normal, tanpa adanya subtitusi abu ampas tebu terhadap semen dinamakan beton normal (BN).


(20)

b. Variasi II, dengan subtitusi abu ampas tebu terhadap semen sebesar 5% dari berat semen dinamakan AAT 5%.

c. Variasi II, dengan subtitusi abu ampas tebu terhadap semen sebesar 10% dari berat semen dinamakan AAT 10%.

d. Variasi IV, dengan subtitusi abu ampas tebu terhadap semen sebesar 15% dari berat semen dinamakan AAT 15%.

Untuk lebih jelasnya jumlah benda uji yang akan dibuat dapat dilihat pada tabel 1.1 di bawah ini

Tabel 1.1 Distribusi Pengujian Benda Uji Silinder Dengan Variasi Abu Ampas Tebu

4.2 Pembuatan benda uji pelat beton

Adapun variasi yang digunakan adalah :

a. Variasi I, beton normal, tanpa adanya substitusi abu ampas tebu terhadap semen dinamakan beton normal (BN).

b. Variasi II, dengan substitusi abu ampas tebu terhadap semen sebesar 5% dari berat semen dinamakan AAT 5%.

Variasi Abu Ampas Tebu

Jumlah Benda Uji Untuk Kuat Tekan Beton

7 Hari 28 Hari

BN 3 3

AAT 5% 3 3

AAT 10% 3 3

AAT 15% 3 3


(21)

c. Variasi III, dengan substitusi abu ampas tebu terhadap semen sebesar 10% dari berat semen dinamakan AAT 10%.

d. Variasi IV, dengan substitusi abu ampas tebu terhadap semen sebesar 15% dari berat semen dinamakan AAT 15%.

Untuk lebih jelasnya jumlah benda uji yang akan dibuat dapat dilihat pada tabel 1.1 di bawah ini

Tabel 1.2 Distribusi Pengujian Benda Uji Pelat Beton

Variasi Pelat Beton Jumlah Benda Uji

BN 1

AAT 5% 1

AAT 10% 1

AAT 15% 1

Jumlah 4

5. Pengujian nilai slump (slump test ASTM C143-90a) Untuk mengetahui tingkat kemudahan pengerjaan beton.

6. Perawatan beton dengan cara perendaman dalam air untuk silinder.

7. Benda uji pelat beton diletakkan diruang terbuka tanpa perawatan, terkena panas dan hujan.

8. Pengujian kuat tekan beton (ASTM C39-86) pada umur 7 dan 28 hari. 9. Pengujian lebar retak plat beton menggunakan Microscope Crack. 10. Analisa hasil percobaan.


(22)

1.6 Manfaat Penelitian

Dari penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat bagi perkembangan teknologi beton, antara lain sebagai berikut :

a. Memanfaatkan limbah dari proses pembuatan gula yang berlimpah.

b. Menjadi bahan pertimbangan bagi perusahan beton ready mix untuk menggunakan abu ampas tebu sebagai salah satu campuran dalam adukan beton.

c. Penggunaan abu ampas tebu pada campuran beton dapat menjadi solusi bahan tambah pada campuran beton.

d. Menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya yang akan membahas masalah penggunaan abu ampas tebu dengan mengkombinasikan dengan bahan tambahan lainnya.

1.7. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan tugas akhir ini adalah : BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab ini berisikan latar belakang penelitian, permasalahan yang akan diamati, tujuan yang akan dicapai, pembatasan masalah dan metodologi penelitian yang dilaksanakan oleh penulis.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini berisikan keterangan umum dan khusus mengenai bahan tambahan beton yang akan diteliti berdasarkan referensi-referrensi yang didapat oleh penulis.


(23)

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini berisikan prosedur penyediaan bahan yang digunakan dalam penelitian, yaitu : agregat halus, agregat kasar, semen, air dan bahan ampas abu tebu. Selain itu disertai pembuatan benda uji dan proses pengujian.

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisikan data dan analisa hasil pengujian beton dilaboratorium serta pembahasannya.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bagian akhir laporan tugas akhir ini terdapat kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian yang dilakukan dan beberapa saran untuk penelitian selanjutnya.


(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Bahan Dasar Beton

Beton merupakan hasil dari pencampuran bahan-bahan agregat halus dan kasar yaitu pasir, batu, batu pecah atau bahan semacam lainnya, dengan menambahkan semen secukupnya yang berfungsi sebagai perekat bahan susun beton, dan air sebagai bahan pembantu guna keperluan reaksi kimia selama proses pengerasan dan perawatan beton berlangsung. Agregat halus dan kasar, disebut sebagai bahan susun kasar campuran, merupakan komponen utama beton. Nilai kekuatan serta daya tahan (durability) beton merupakan fungsi dari banyak faktor, diantaranya nilai banding campuran dan mutu bahan susun, metode pelaksanaan pengecoran, pelaksanaan finishing, temperatur dan kondisi perawatan pengerasannya.

Nilai kuat tekan beton relatif lebih tinggi dibanding dengan kuat tariknya, dan beton merupakan bahan bersifat getas (runtuh seketika). Nilai kuat tariknya hanya berkisar 9%-15% dari kuat tekannya. Pada penggunaan sebagai komponen struktural bangunan, umumnya beton diperkuat dengan batang tulangan baja sebagai bahan yang dapat bekerja sama dan dapat membantu kelemahannya, terutama pada bagian yang menahan gaya tarik. Dengan demikian tersusun pembagian tugas, dimana batang tulangan baja untuk memperkuat dan menahan gaya tarik, sedangkan beton hanya diperhitungkan untuk menahan gaya tekan (Dipohusodo, 1994).


(25)

II.1.1 Semen II.1.1.1 Umum

Semen adalah perekat hidrolis yang berarti bahwa senyawa-senyawa yang terkandung di dalam semen tersebut dapat bereaksi dengan air dan membentuk zat baru yang bersifat sebagai perekat terhadap batuan.

Semen merupakan hasil industri yang sangat kompleks, dengan campuran serta susunan yang berbeda-beda. Semen dapat dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu : 1). Semen non-hidrolik dan 2). Semen hidrolik.

Semen hidrolik mempunyai kemampuan untuk mengikat dan mengeras didalam air. Contoh semen hidrolik antara lain semen portland, semen pozzolan,semen alumina, semen terak, semen alam dan lain-lain. Lain halnya dengan semen hidrolik, semen non hidrolik tidak dapat mengikat dan mengeras didalam air, akan tetapi dapat mengeras di udara. Contoh utama dari semen non hidrolik adalah kapur (Mulyono, 2003).

II.1.1.2 Semen Portland

Semen Portland merupakan perekat hidrolis yang dihasilkan dari penggilingan klinker yang kandungan utamanya adalah kalsium silikat dan satu atau dua buah bentuk kalsium sulfat sebagai bahan tambahan.

Komposisi yang sebenarnya dari berbagai senyawa yang ada berbeda-beda dari jenis semen yang satu dengan yang lain, untuk berabagai jenis semen ditambahkan berbagai jenis material mentah lainnya.


(26)

II.1.1.3 Jenis-Jenis Semen Portland

Sesuai dengan kebutuhan pemakaian semen yang disebabkan oleh kondisi lokasi maupun kondisi tertentu yang dibutuhkan pada pelaksanaan konstruksi, dalam perkembangannya dikenal berbagai jenis semen Portland antara lain :

1. Semen Portland Biasa

Semen Portland jenis ini digunakan dalam pelaksanaan konstruksi beton secara umum apabila tidak diperlukan sifat-sifat khusus, misalnya ketahanan terhadap sulfat, panas hidrasi rendah, kekuatan awal yang tinggi dan sebagainya. ASTM mengklasifikasikan jenis semen ini sebagai tipe I.

2. Semen Portland dengan Ketahanan Sedang Terhadap Sulfat

Semen jenis ini digunakan pada konstruksi apabila sifat ketahanan terhadap sulfat dengan tingkat sedang, yaitu kandungan sulfat (SO3) pada air tanah dan

tanah masing-masing 0,8% - 0,17% dan 125 ppm, serta pH tidak kurang dari 6. Pada daerah lokasi tertentu, yang dimanan suhu agak tinggi maka untuk mengurangi penguapan air selama pengeringan agar tidak terjadi retak akibat susut (shrinkage) yang besar, maka perlu ditambahkan sifat moderat “heat of hydration”. ASTM mengklasifikasikan semen jenis ini sebagai tipe II.

3. Semen Portland dengan Kekuatan Awal Tinggi

Merupakan semen Portland yang digiling lebih halus dan mengandung tricalsium silikat (C3S) lebih banyak dibanding semen Portland biasa

(Murdock, 1991). ASTM mengklasifikasikan semen ini sebagai tipe III. Semen jenis ini memiliki pengembangan kekuatan awal yang tinggi dan kekuatan tekan pada waktu yang lama juga lebih tinggi dibanding semen


(27)

Portland biasa, umumnya digunakan pada keadaan-keadaan darurat, misalnya pembetonan pada musim dingin.

4. Semen Portland dengan Panas Hidrasi Rendah

Semen jenis ini memiliki kandungan tricalsium silikat (C3S) dan tricalsium

aluminat (C3A) yang lebih sedikit, tetapi memiliki kandungan C3S yang lebih

banyak dibanding semen Portland biasa dan memiliki sifat-sifat : a. Panas hidrasi rendah

b. Kekuatan awal rendah, tetapi kekuatan tekan pada waktu lama sama dengan semen Portland biasa

c. Susut akibat proses pengeringan rendah

d. Memiliki ketahanan terhadap bahan kimia, terutama sulfat ASTM mengklasifikasikan semen jenis ini sebagai tipe IV. 5. Semen Portland dengan Ketahanan Tinggi Terhadap Sulfat

Semen jenis ini memiliki ketahanan yang tinggi terhadap sulfat. Kekuatan tekan pada umur 28 hari lebih rendah dibanding semen Portland biasa. Semen ini diklasifikasikan sebagai tipe V pada ASTM. Semen jenis ini digunakan pada konstruksi apabila dibutuhkan ketahanan yang tinggi terhadap sulfat, yaitu kandungan sulfat (SO3) pada air tanah dan tanah masing-masing 0,17% -

1,67% dan 125 ppm – 1250 ppm, seperti pada konstruksi pengolah limbah atau konstruksi dibawah permukaan air.

6. Semen Portland dengan Kekuatan Awal Sangat Tinggi

Semen jenis ini memiliki pengembangan kekuatan awal yang sangat tinggi. Kekuatan tekan pada umur 1 hari dapat menyamai kekuatan umur 3 hari dari


(28)

semen dengan kekuatan awal tinggi. Semen ini digunakan pada konstruksi yang perlu segera diselesaikan atau pekerjaan perbaikan beton.

7. Semen Portland Koloid

Semen jenis ini digunakan untuk pembetonan pada tempat dalam dan sempit. Pada penggunaanya semen ini digunakan dalam bentuk koloid dan dipompa. 8. Semen Portland Blended

Semen Portland blended dibuat dengan mencampur material selain gypsum kedalam klinker. Umumnya bahan yang dipakai adalah terak dapur tinggi (balst-furnase slag), pozzolan, abu terbang (fly ash) dan sebagainya.

Jenis-jenis semen Portland blended adalah :

a. Semen Portland Pozzolan (Portland Pozzolanic Cement) b. Semen Portland Abu Terbang (Portland Fly Ash Cement)

c. Semen Portland Terak Dapur Tinggi (Portland Balst-Furnase Slag Cement)

d. Semen Super Masonry

II.1.1.4 Pengerasan dan Pengikatan Semen

Apabila air ditambahkan kedalam semen portland, maka terjadi reaksi antara komponen-komponen semen dengan air yang dinamakan Hidrasi. Reaksi tersebut akan menghasilkan senyawa-senyawa hidrat. Senyawa hidrat terdiri dari:

1. Calcium Silicate hydrate + Ca(OH)2.

2. Calcium Aluminate Hydrate (3CaO.Al2O3.3H2O).

3. Calcium Sulfuric Aluminate Hydrate (3CaO.Al2O3.3CaSO4.3H2O)4.


(29)

Mekanisme proses pengikatan (setting) dan Pengerasan (hardening)

Gambar 2.1 Proses pengikatan dan pengerasan semen (Mulyono, 2003).

Keterangan :

1. Pada awal mula reaksi hydrasi tersebut akan menghasilkan pengendapan Ca(OH)2, etteringite dan C-S-H akan membentuk coating pada partikel semen

serta etteringite akan membentuk coating pada 3CaO.Al2O3, hal ini akan

mengakibatkan reaksi hydrasi akan tertahan, periode ini disebut Dormant Periode.

2. Dormant Periode ini terjadi pada 1 jam hingga 2 jam, dan selama itu pasta masih dalam keadaan plastis dan workable. Periode ini berakhir dengan pecahnya coating tersebut dan segera reaksi hydrasi terjadi kembali dan Initial Set segera tercapai.

PENAMBAHAN AIR

PASTA PLASTIS DAN MUDAH DIBENTUK

INITIAL SET

PASTA KAKU DAN MUDAH DIBENTUK

PADAT DAN KAKU & MULAI MENGERAS

FINAL SET

PROSES PENGERASAN

DORMANT PERIODE INITIAL SETTING

TIME MIN. 45 MENIT

S E T T I N G

FINAL SETTING TIME MAX. 8 JAM


(30)

3. Selama periode beberapa jam, reaksi hydrasi dari 3CaO.SiO2 terjadi dan

menghasilkan H dengan volume lebih dari dua kali volume semen. C-S-H ini akan mengisi rongga dan membentuk titik-titik kontak yang menghasilkan kekakuan.

4. Pada tahap berikutnya terjadi konsentrasi dari C-S-H dan konsentrasi dari titik-titik kontak yang akan menghalangi mobilitas partikel-partikel semen, yang akhirnya pasta menjadi kaku dan Final Setting dicapai dan proses pengerasan mulai terjadi secara steady.

II.1.2 Agregat II.1.2.1 Umum

Agregat merupakan material yang dominan pemakaiannya dalam dunia rekayasa sipil. Agregat dapat digunakan langsung (seperti dasar jalan dan timbunan) dan juga dapat digunakan dengan penambahan semen untuk membentuk suatu kesatuan material atau disebut dengan beton. Agregat menempati 70% sampai dengan 75% dari volume beton, sehingga karekteristik dan sifat dari agregat memiliki pengaruh langsung terhadap kualitas dan sifat-sifat beton (Nugraha, 2007).

Sifat yang paling penting dari suatu agregat (batu-batuan, kerikil, pasir, dan lain sebagainya) ialah kekuatan hancur dan ketahanan terhadap benturan, yang dapat mempengaruhi ikatannya dengan pasta semen, porositas dan karekteristik penyerapan air yang mempengaruhi daya tahan terhadap agresi kimia, serta ketahanan terhadap penyusutan.


(31)

II.1.2.2 Jenis Agregat

Hampir semua faktor yang berkenaan dengan kelayakan suatu agregat endapan (quarry) berhubungan dengan sejarah geologi dari daerah sekitarnya. Proses geologis yang membentuk suatu quarry atau modifikasi yang berurutan, menentukan ukuran, bentuk, lokasi, jenis, keadaan dari batuan, serta gradasi, dan sejumlah faktor lainnya.

Agregat dapat dibedakan atas dua jenis yaitu: agregat alam dan agregat buatan (pecahan). Agregat alam dan buatan inipun dapat dibedakan berdasarkan beratnya, asalnya, diameter butirnya (gradasi) dan tekstur permukaannya. Pada Gambar 2.2 dapat dilihat pembagian jenis agregat berdasarkan sumber materialnya.

(Mulyono, 2003).

JENIS-JENIS AGREGAT

AGREGAT BERAT AGREGAT NORMAL AGREGAT RINGAN

AGREGAT BUATAN AGREGAT ALAM AGREGAT BUATAN PENGOLAHAN BATUAN DENGAN PANAS (Terak, Batu tulis,

Lempung) TANPA PENGOLAHAN BATUAN DENGAN PANAS (Batu Klinker) PENGOLAHAN BATUAN DENGAN PANAS (Terak, Batu tulis,

Lempung) TANPA PENGOLAHAN BATUAN DENGAN PANAS (Batu Klinker) -PECAHAN BATA -TERAK TANUR BIJI BESI,

TERAK TANUR TINGGI

AGREGAT ALAM PASIR KERIKIL P AS IR S UNGAI P AS IR GUNUNG P AS IR L AUT B AT UAN B E KU B AT UAN B AT UAN E NDAP AN


(32)

II.1.2.2.1 Jenis Agregat Berdasarkan Bentuk

Secara alamiah bentuk agregat dipengaruhi oleh proses geologi batuan. Setelah dilakukan penambangan, bentuk agregat dipengaruhi oleh teknik penambangan yang dilakukan, dapat berupa dengan cara peledakan ataupun dengan mesin pemecah batu.

Jika dikonsolidasikan butiran yang berat akan menghasilkan campuran beton yang lebih baik jika dibandingkan dengan butiran yang pipih. Penggunaan pasata semennya akan lebih ekonomis. Bentuk–bentuk agregat ini lebih banyak berpengaruh terhadap sifat pengerjaan pada beton secar (fresh concrete).

Test standar yang dapat dipergunakan dalam menentukan bentuk agregat ini adalah ASTM D-3398. Klasifikasi agregat berdasarkan bentuknya adalah sebagai berikut:

1. Agregat bulat

Agregat bulat terbentuk karena terjadinya pengikisan oleh air atau keseluruhannya terbentuk karena penggeseran. Rongga udaranya minimum 33%, sehingga rasio luas permukaannnya kecil. Beton yang dihasilkan dari agregat ini kurang cocok untuk beton mutu tinggi, karena ikatan antara agregat kurang kuat.

2. Agregat bulat sebagian atau tidak teratur

Agregat ini secara alamiah berbentuk tidak teratur. Sebagian terbentuk karena pergeseran sehingga permukaan atau sudut–sudutmya berbentuk bulat. Rongga udara pada agregat ini lebih tinggi, sekitar 35%–38%, sehingga membutuhkan lebih banyak pasta semen agar mudah dikerjakan. Beton yang


(33)

dihasilkan dari agregat ini belum cukup baik untuk mutu tinggi karena ikatan antara agregat belum cukup baik (masih kurang kuat).

3. Agregat bersudut

Agregat ini mempumyai sudut–sudut yang tampak jelas, yang terbentuk di tempat–tempat perpotongan bidang–bidang dengan permukaan kasar. Rongga udara pada agregat ini berkisar antara 38%– 40%, sehingga membutuhkan lebih banyak lagi pasta semen agar mudah dikerjakan. Beton yang dihasilkan dari agregat ini cocok untuk struktur yang menekankan pada kekuatan atau untuk beton mutu tinggi karena ikatan antara agregatnya baik (kuat).

4. Agregat panjang

Agregat ini panjangnya jauh lebih besar dari pada lebarnya dan lebarnya jauh lebih besar dari tebalnya. Agregat ini disebut panjang jika ukuran terbesarnya lebih dari 9/5 dari ukuran rata–rata. Ukuran rata–rata ialah ukuran ayakan yang meloloskan dan menahan butiran agregat. Sebagai contoh, agregat dengan ukuran rata–rata 15 mm akan lolos ayakan 19 mm dan tertahan oleh ayakan 10 mm. Agregat ini dinamakan panjang jika ukuran terkecil butirannya lebih kecil dari 27 mm (9/5 x 15 mm). Agregat jenis ini akan berpengaruh buruk pada mutu beton yang akan dibuat. Agregat jenis ini cenderung menghasilkan kuat tekan beton yang buruk.

5. Agregat pipih

Agregat disebut pipih jika perbandingan tebal agregat terhadap ukuran–ukuran lebar dan tebalnya kecil. Agregat pipih sama dengan agregat panjang, tidak baik untuk campuran beton mutu tinggi. Dinamakan pipih jika ukuran


(34)

agregat pipih mempunyai perbandingan antara panjang dan lebar dengan ketebalan rasio 1 : 3 yang dapat digambarkan sama dengan uang logam.

6. Agregat pipih dan panjang

Agregat ini mempunyai panjang yang jauh lebih besar daripada lebarnya, sedangkan lebarnya jauh lebih besar dari tebalnya.

II.1.2.2.2 Jenis Agregat Berdasarkan Tekstur Permukaan

Ukuran susunan agregat tergantung dari kekerasan, ukuran molekul, tekstur batuan dan besarnya gaya yang bekerja pada permukaan butiran yang telah membuat licin atau kasar permukaan tersebut. Secara umum susunan permukaan ini sangat berpengaruh pada kemudahan pekerjaan. Semakin licin permukaan agregat akan semakin sulit beton untuk dikerjakan. Umumnya jenis agregat dengan permukaan kasar lebih disukai. Jenis agragat berdasarkan tekstur permukaannya dapat dibedakan sebagai berikut:

1. Agregat licin / halus (glassy)

Agregat jenis ini lebih sedikit membutuhkan air dibandingkan dengan agregat dengan permukaan kasar. Dari hasil penelitian, kekasaran agregat akan menambah kekuatan gesekan antara pasta semen dengan permukaan butiran agregat sehingga beton yang menggunakan agragat ini cenderung mutunya lebih rendah. Agregat licin terbentuk dari akbat pengikisan oleh air, atau akibat patahnya batuan (rocks) berbutir halus atau batuan yang berlapis–lapis. 2. Berbutir (granular)


(35)

3. Kasar

Pecahannya kasar dapat terdiri dari batuan berbutir halus atau kasar yang mengandung bahan–bahan berkristal yang tidak dapat terlihat dengan jelas melalui pemeriksaan visual.

4. Kristalin (Cristalline)

Agregat jenis ini mengandung kristal–kristal yang tampak dengan jelas melalui pemeriksaan visual.

5. Berbentuk sarang lebah (honey combs)

Tampak dengan jelas pori–porinya dan rongga–rongganya. Melalui pemeriksaan visual kita dapat melihat lubang–lubang pada batuannya.

II.1.2.2.3 Jenis Agregat Berdasarkan Ukuran Butir

Cara membedakan jenis agregat yang paling banyak dilakukan ialah dengan didasarkan pada ukuran butir–butirnya. Menurut ukuran butirnya, agregat dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu :

1. Agregat Halus

Agregat halus (pasir) berasal dari hasil disintegrasi alami dari batuan alam atau pasir buatan yang dihasilkan dari alat pemecah batu (stone crusher) dan mempunyai ukuran butir 5 mm.


(36)

Agregat alami yang digunakan untuk agregat campuran beton dapat digolongkan menjadi 3 macam, yaitu:

a. Pasir galian

Pasir golongan ini diperoleh langsung dari permukaan tanah atau dengan cara menggali terlebih dahulu. Pasir ini biasanya tajam, bersudut, berpori dan bebas dari kandungan garam, tetapi biasanya harus dibersihkan dari kotoran tanah dengan cara mencucinya.

b. Pasir sungai

Pasir ini diperoleh langsung dari dasar sungai, umumnya berbutir halus, bulat-bulat akibat proses gesekan. Daya lekat antar butir – butir agak kurang karena butir yang bulat. Karena besar butir–butirnya kecil, maka baik dipakai untuk memplaster tembok, juga dapat dipakai untuk keperluan yang lain.

c. Pasir laut

Pasir laut ini adalah pasir yang diambil dari pantai. Butir–butirnya halus dan bulat karena gesekan. Pasir ini merupakan pasir yang paling jelek karena banyak mengandung garam–garaman. Garam–garaman ini menyerap kandungan air dari udara dan ini mengakibatkan pasir selalu agak basah dan juga menyebabkan pengembangan bila sudah menjadi bangunan.

Agregat halus yang digunakan pada penelitian ini merupakan pasir sungai yang berasal dari daerah Binjai.


(37)

2. Agregat Kasar

Agregat kasar (kerikil/batu pecah) berasal dari disintegrasi alami dari batuan alam atau berupa batu pecah yang dihasilkan oleh alat pemecah batu (stone crusher), dan mempunyai ukuran butir antara 5-40 mm. Agregat kasar yang digunakan pada penelitian ini adalah agregat alami yang berasal dari Sungai Wampu dengan ukuran maksimum 40 mm.

II.1.2.2.4 Jenis Agregat Berdasarkan Berat

Agregat berdasarkan beratnya dapat dibedakan menjadi tiga golongan, yaitu:

1. Agregat normal

Agregat normal dapat dihasilkan dari pemecahan batuan dari quarry ataupun langsung diambil dari alam. Agregat ini biasanya memiliki berat jenis rata-rata 2,5 sampai dengan 2,7. Beton yang dibuat dengan agregat normal adalah beton yang memiliki berat isi 2.200 -2.500 kg/m3. Beton yang dihasilkan dengan menggunakan agregat ini memiliki kuat tekan sekitar 15-40 Mpa (SK.SNI.T-15-1990:1).

2. Agregat ringan

Agregat ringan dipergunakan untuk menghasilkan beton yang ringan dalam sebuah konstruksi yang memperhatikan berat dirinya. Berat isi agregat ringan ini berkisar antara 350-880 kg/m3 untuk agregat kasar, dan 750-1.200 kg/m3 untuk agregat halusnya (SK.SNI.T-15-1990:1).


(38)

3. Agregat berat

Agregat berat memiliki berat jenis lebih besar dari 2.800 kg/m3. Agregat ini biasanya dipergunakan untuk menghasilkan beton untuk proteksi terhadap radiasi nuklir (SK.SNI.T-15-1990:1).

II.1.3 Air

Air diperlukan pada pembuatan beton untuk memicu proses kimiawi semen, membasahi agregat dan memberikan kemudahan dalam pekerjaan beton. Air yang dapat diminum umumnya dapat digunakan sebagai campuran beton. Air yang mengandung senyawa-senyawa berbahaya , yang tercemar garam, minyak, gula, atau bahan kimia lainnya, bila dipakai dalam campuran beton akan menurunkan kulitas beton, bahkan dapat mengubah sifat-sifat beton yang dihasilkan. Air yang digunakan dapat berupa air tawar (dari sungai, danau, telaga, kolam, situ, dan lainnya), air laut maupun air limbah, asalkan memenuhi syarat mutu yang telah ditetapkan (Mulyono, 20003).

Nilai banding berat air dan semen untuk suatu adukan beton dinamakan water cement ratio ( w.c.r). Agar terjadi prses hidrasi yang sempurna dalam adukan beton, pada umumnya dipakai nilai w.c.r 0,40-0,65 tergantung mutu beton yang hedak dicapai umumnya menggunakan nilai w.c.r yang rendah, sedangkan dilain pihak untuk menambah daya workability (kemudahan pengerjaan) diperlukan nilai w.c.r yang lebih tinggi (Dipohusodo, 1994).


(39)

Kekuatan dan mutu beton umumnya sangat dipengaruhi oleh air yang digunakan. Air yang digunakan harus disesuaikan pada batas yang memungkinkan untuk pelaksanaan pekerjaan campuran beton dengan baik. Jumlah air yang digunakan pada campuran beton dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu :

1. Air bebas, yaitu air yang diperlukan untuk hidrasi semen 2. Air resapan agregat

II.2 Sifat-Sifat Beton

Karakteristik dari beton dipertimbangkan dalam hubungannya dengan kualitas yang dituntut untuk suatu tujuan konstruksi tertentu. Pendekatan praktis yang paling baik adalah mengusahakan kesempurnaan semua sifat beton. Adapun sifat sifat beton yaitu:

II.2.1 Sifat-Sifat Beton Segar

Beton segar merupakan suatu campuran antara air, semen dan agergat dan bahan tambahan jika diperlukan setelah selesai pengadukan, usaha-usaha seperti pengangkutan, pengecoran, pemadatan, penyelesaian akhir dan perawatan beton dapat mempengaruhi beton segar itu sendiri setelah mengeras. Pada tiap-tiap pengolahan beton segar ini sangat diperhatikan agar bahan-bahan campuran tetap kompak dan tercampur merata dalam seluruh adukan.

Tiga hal penting yang perlu diketahui dari sifat-sifat beton segar , yaitu : kemudahan pengerjaan (workabilitas), pemisahan kerikil (segregation),


(40)

II.2.1.1 Kemudahan Pengerjaan (Workability)

Beton segar yang baik terlihat dari kemudahan adukan tersebut dikerjakan (workability) yang mempunyai sifat:

1. Mobilitas, yaitu kemudahan spesi beton dapat dituangkan (dialirkan) kedalam cetakan pada saat pengecoran.

2. Kompaktibilitas, yaitu kemudahan spesi beton dipadatkan dan rongga udara dihilangkan.

3. Stabilitas, yaitu kemampuan spesi beton untuk tetap sebagai masa yang homogen dan stabil selama dikerjakan dan digetarkan tanpa terjadi segregasi dari bahan utamanya.

Konsistensi/kelecakan adukan beton dapat diperiksa dengan pengujian slump yang didasarkan pada ASTM C 143-74. Percoban ini menggunakan corong baja yang berbentuk konus berlubang pada kedua ujungnya, yang disebut kerucut Abrams. Bagian bawah berdiameter 20 cm, bagian atas berdiameter 10 cm, dan tinggi 30 cm (disebut sebagai kerucut Abrams), seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.3.


(41)

Variasi yang terjadi antara nilai slump adanya beberapa ukuran akibat tiga buah jenis slump yang terjadi dalam praktek yaitu:

1. Penurunan umum dan seragam tanpa ada yang pecah, oleh karena itu dapat disebut slump yang sebenarnya. Pengambilan nilai slump sebenarnya dengan mengukur penurunan minimum dari puncak kerucut.

2. Slump geser yang terjadi bilamana paruh puncaknya tergeser atau tergelincir ke bawah pada bidang miring. Pengambilan nilai slump geser ini ada dua cara yaitu dengan mengukur penurunan minimum dan penurunan rata–rata dari puncak kerucut.

nilai slump

Gambar 2.4 Slump sebenarnya

Gambar 2.5 Slump geser nilai slump nilai slump


(42)

Gambar 2.6 Slump runtuh

3. Campuran beton pada kerucut runtuh seluruhnya. Pengambilan nilai slump collapse dengan mengukur penurunan minimum dari puncak kerucut.

nilai slump

II.2.1.2 Pemisahan Kerikil (Segregation)

Kecenderungan butir-butir kasar untuk lepas dari campuran beton dinamakan segregasi. Hal ini akan menyebabkan sarang kerikil, yang pada akhirnya akan menyebabkan keropos pada beton. Segregasi ini disebabkan oleh beberapa hal, antara lain :

1. Campuran kurus atau kurang semen. 2. Terlalu banyak air.

3. Besar ukuran agregat maksimum lebih dari 40 mm.

4. Permukaan butir agregat kasar, semakin kasar permukaan butir agregat semakin mudah terjadi segregasi.


(43)

Untuk mengurangi kecenderungan segregasi maka diusahakan air yang diberikan sedikit mungkin, adukan beton jangan dijatuhkan dengan ketinggian yang terlalu besar dan cara pengangkutan, penuangan maupun pemadatan harus mengikuti cara-cara yang betul.

II.2.1.3 Pemisahan Air (Bleeding)

Kecenderungan air untuk naik ke permukaan beton yang baru dipadatkan dinamakan bleeding. Air yang naik ini membawa semen dan butir-butir pasir halus, yang pada saat beton mengeras akan membentuk selaput (laitence).Bleeding dapat dikurangi dengan cara :

• Memberi lebih banyak semen.

• Menggunakan air sedikit mungkin.

• Menggunakan pasir lebih banyak.

II.2.2 Sifat-Sifat Beton Keras

Sifat-sifat beton yang telah mengeras mempunyai arti yang penting selama masa pemakaiannya. Sifat-sifat penting dari beton yang telah mengeras adalah kekuatan tekannya, modulus elastisitas beton, ketahanan beton (durability), permeability dan penyusutan.


(44)

II.2.2.1 Kuat Tekan Beton

Kuat tekan beton merupakan sifat yang paling penting dalam beton keras, dan umumnya dipertimbangkan dalam perencanaan campuran beton. Kuat tekan beton umur 28 hari berkisar antara 10-65 MPa. Untuk struktur beton bertulang pada umumnya menggunakan beton dengan kekuatan berkisar 17-30 MPa, sedangkan untuk beton prategang berkisar 30-45 MPa. Untuk keadaan dan keperluan struktur khusus, beton ready mix sanggup mencapai nilai kuat tekan 62 MPa dan untuk memproduksi beton kuat tinggi tersebut umumnya dilaksanakan dengan pengawasan ketat dalam laboratorium (Dipohusodo, 1994).

Beberapa faktor seperti ukuran dan bentuk agregat, jumlah pemakaian semen, jumlah pemakaian air, proporsi campuran beton, perawatan beton (curing), usia beton ukuran dan bentuk sampel, dapat mempengaruhi kekuatan tekan beton.

Kekuatan tekan benda uji beton dihitung dengan rumus : P

fc’ = ………(1)

A dengan : fc’ : kekuatan tekan (kg/cm2)

P : beban tekan (kg)

A : luas permukaan benda uji (cm2) Standar deviasi dihitung berdasrakan rumus : s = √Σ (σ’b – σ’bm)2

_________________ ………

(2)


(45)

dengan: s = deviasi standar (Kg/cm2)

σ’b = Kekuatan masing – masing benda uji (Kg/Cm2)

σ’bm = Kekuatan Beton rata –rata ( Kg/cm2 )

N = Jumlah Total Benda Uji hasil pemeriksaan

Berdasarkan PBI ’71 Bagian 3, Bab 4 Pekerjaaan Beton bahwa kekuatan tekan beton pada berbagai umur benda uji adalah, seperti tabel berikut :

Tabel 2.1 Perbandingan Kekuatan pada berbagai benda uji Benda Uji Perbandingan Keuatan Tekan

Kubus 15x15x15 cm 1.00

Kubus 20x20x20 cm 0.95

Silinder 15x30 cm 0.83

Untuk estimasi kekuatan tekan masing – masing benda uji terhadap beton yang berumur 28 hari , dapat diambil dari PBI ‘71, seperti tabel berikut ini

Tabel 2.2 Faktor Konversi Untuk Kuat Tekan Beton 28 Hari Umur Beton (hari) 3 7 14 21 28 90 365 Semen Porland Biasa 0.40 0.65 0.88 0.95 1.00 1.20 1.35 Semen Porland dengan

Kekuatan awal tinggi


(46)

II.2.2.1.1 Ukuran Dan Bentuk Agregat

Semakin kecil area permukaan agregat, maka semakin kecil kebutuhan air untuk campuran beton. Dengan semakin kecilnya faktor air semen, maka kekuatan beton semakin meningkat. Penggunaan agregat dengan ukuran butir maksimum yang lebih besar, dapat menurunkan kekuatan beton. Pada Gambar 2.7 dapat dilihat hubungan antara efek ukuran agregat dengan kekuatan tekan beton.

Gambar 2.7 Grafik pengaruh ukuran agregat terhadap kuat tekan beton (Dipohusodo, 1994).

II.2.2.1.2 Faktor Air Semen

Secara umum, semakin besar nilai f.a.s, semakin rendah mutu kekuatan beton. Dengan demikian, untuk menghasilkan sebuah beton yang bermutu tinggi f.a.s dalam beton haruslah rendah, sayangnya hal ini menyebabkan kesulitan dalam pengerjaannya. Umumnya nilai f.a.s minimum untuk beton normal sekitar 0,4 dan nilai maksimumnya 0,65. Tujuan pengurangan f.a.s ini adalah untuk mengurangi hingga seminimal mungkin porositas beton yang dibuat sehingga akan dihasilkan beton mutu tinggi.


(47)

Kekuatan tekan beton dapat diperhitungkan dengan penggunaan faktor air semen. Pada Gambar 2.8 terlihat bahwa kekuatan tekan beton menurun jika perbandingan jumlah berat pemakaian air tehadap berat semen ditingkatkan.

Gambar 2.8 Grafik hubungann antara faktor air semen terhadap kekuatan tekan Beton (Dipohusodo, 1994).

II.2.2.1.3 Umur Beton

Kekuatan tekan beton akan bertambah dengan naiknya umur beton. Biasanya nilai kuat tekan ditentukan pada waktu beton mencapai umur 28 hari. Kekuatan beton akan naik secara cepat (linear) sampai umur 28 hari, tetapi setelah itu kenaikannya tidak terlalu signifikan (Gambar 2.9). Umumnya pada umur 7 hari kuat tekan mencapai 70% dan pada umur 14 hari mencapai 85% - 90% dari kuat tekan umur 28 hari (Dipohusodo, 1994).


(48)

Gambar 2.9 Hubungan antara umur beton dan kuat tekan beton (Dipohusodo, 1994).

II.2.2.1.4 Jenis semen

Jenis Portland semen yang digunakan ada 5 jenis yaitu : I, II, III, IV, V. Jenis-jenis semen tersebut mempunyai laju kenaikan kekuatan yang berbeda sebagaimana tampak pada Gambar 2.10.

Gambar 2.10 Perkembangan kekuatan tekan mortar untuk berbagai tipe Portland semen (Mulyono, 2003).


(49)

II.2.2.1.5Jumlah semen

Jika faktor air semen sama (slump berubah), beton dengan jumlah kandungan semen tertentu mempunyai kuat tekan tertinggi sebagaimana tampak pada Gambar 2.11. Pada jumlah semen yang terlalu sedikit berarti jumlah air juga sedikit sehingga adukan beton sulit dipadatkan yang mengakibatkan kuat tekan beton rendah. Namun jika jumlah semen berlebihan berarti jumlah air juga berlebihan sehingga beton mengandung banyak pori yang mengakibatkan kuat tekan beton rendah. Jika nilai slump sama (fas berubah), beton dengan kandungan semen lebih banyak mempunyai kuat tekan lebih tinggi.

Gambar 2.11 Pengaruh jumlah semen terhadap kuat tekan beton pada faktor air semen sama (Kardiyono, 1998).


(50)

II.2.2.1.6 Rongga Udara (Voids)

Peningkatan faktor air semen dapat menyebabkan rongga udara meningkat, sehingga dapat mempengaruhi penurunan durabilitas, sifat kedap air pada beton, dan juga kekuatan beton. Kebutuhan air dalam pencampuran beton diharapkan cukup untuk mendukung proses hidrasi pada semen, penambahan air pada pencampuran beton dapat menyebabkan terjadinya rongga pada beton, sehingga kualitas beton yang dihasilkan menurun.

II.2.2.1.7 Perawatan Beton (Curing)

Kekuatan tekan beton bertanbah seiring dengan umur beton dan perawatan beton. Pengaruh perawatan beton dapat dilihat pada Gambar 2.12 peningkatan suhu air baik untuk perawatan beton ataupun pencampuran beton dapat meningkatkan kekuatan beton lebih cepat. Penggunaan curing dengan sistem uap dapat meningkatkan kekuatan beton lebih cepat dibandingkan dengan sistem perawatan beton dengan metode perendaman.

Gambar 2.12 Grafik Pengaruh suhu perawatan beton terhadap kokoh tekan beton (Kardiyono, 1998).


(51)

II.3 Bahan Tambah II.3.1 Umum

Bahan tambah (admixture) adalah bahan-bahan yang ditambahkan ke dalam campuran beton pada saat atau selama percampuran berlangsung. Fungsi dari bahan ini adalah untuk mengubah sifat-sifat dari beton agar menjadi lebih cocok untuk pekerjaan tertentu, atau untuk menghemat biaya.

Admixture atau bahan tambah yang didefenisikan dalam Standard Definitions of terminology Relating to Concrete and Concrete Aggregates (ASTM C.125-1995:61) dan dalam Cement and Concrete Terminology (ACI SP-19) adalah sabagai material selain air, agregat dan semen hidrolik yang dicampurkan dalam beton atau mortar yang ditambahkan sebelum atau selama pengadukan berlangsung. Bahan tambah digunakan untuk memodifikasi sifat dan karakteristik dari beton misalnya untuk dapat dengan mudah dikerjakan, mempercepat pengerasan, menambah kuat tekan, penghematan, atau untuk tujuan lain seperti penghematan energi (Mulyono, 2003).

Bahan tambah biasanya diberikan dalam jumlah yang relatif sedikit, dan harus dengan pengawasan yang ketat agar tidak berlebihan yang justru akan dapat memperburuk sifat beton.

Di Indonesia bahan tambah telah banyak dipergunakan. Manfaat dari penggunaan bahan tambah ini perlu dibuktikan dengan menggunakan bahan agregat dan jenis semen yang sama dengan bahan yang akan dipakai di lapangan. Dalam hal ini bahan yang dipakai sebagai bahan tambah harus memenuhi ketentuan yang diberikan oleh SNI. Untuk bahan tambah yang merupakan bahan


(52)

tambah kimia harus memenuhi syarat yang diberikan dalam ASTM C.494, “Standard Spesification for Chemical Admixture for Concrete”.

Untuk memudahkan pengenalan dan pemilihan admixture, perlu diketahui terlebih dahulu kategori dan penggolongannya, yaitu :

1. Air entraining Agent (ASTM C 260), yaitu bahan tambah yang ditujukan untuk membentuk gelembung-gelembung udara berdiameter 1 mm atau lebih kecil didalam beton atau mortar selama pencampuran, dengan maksud mempermudah pengerjaan beton pada saat pengecoran dan menambah ketahanan awal pada beton.

2. Chemical admixture (ASTM C 494), yaitu bahan tambah cairan kimia yang ditambahkan untuk mengendalikan waktu pengerasan (memperlambat atau mempercepat), mereduksi kebutuhan air, menambah kemudahan pengerjaan beton, meningkatkan nilai slump dan sebagainya.

3. Mineral admixture (bahan tambah mineral), merupakan bahan tambah yang dimaksudkan untuk memperbaiki kinerja beton. Pada saat ini, bahan tambah mineral ini lebih banyak digunakan untuk memperbaiki kinerja tekan beton, sehingga bahan ini cendrung bersifat penyemenan. Keuntunganannya antara lain : memperbaiki kinerja workability, mempertinggi kuat tekan dan keawetan beton, mengurangi porositas dan daya serap air dalam beton. Beberapa bahan tambah mineral ini adalah pozzolan, fly ash, slang, dan silica fume.


(53)

Miscellanous admixture (bahan tambah lain), yaitu bahan tambah yang tidak termasuk dalam ketiga kategori diatas seperti bahan tambah jenis polimer (polypropylene, fiber mash, serat bambu, serat kelapa dan lainnya), bahan pencegah pengaratan dan bahan tambahan untuk perekat (bonding agent).

II.3.2 Alasan Penggunaan Bahan Tambah

Penggunaan bahan tambah harus didasarkan pada alasan-alasan yang tepat misalnya untuk memperbaiki sifat-sifat tertentu pada beton. Pencapaian kekuatan awal yang tinggi, kemudahan pekerjaan, menghemat harga beton, memperpanjang waktu pengerasan dan pengikatan, mencegah retak dan lain sebagainya. Para pemakai harus menyadari hasil yang diperoleh tidak akan sesuai dengan yang diharapkan pada kondisi pembuatan beton dan bahan yang kurang baik.

Keuntungan penggunaan bahan tambah pada sifat beton, antara lain : a. Pada beton segar (fresh concrete)

 Memperkecil faktor air semen  Mengurangi penggunaan air.  Mengurangi penggunaan semen.  Memudahkan dalam pengecoran.  Memudahkan finishing.


(54)

b. Pada beton keras (hardened concrete)  Meningkatkan mutu beton

 Kedap terhadap air (low permeability).  Meningkatkan ketahanan beton (durability).  Berat jenis beton meningkat.

II.3.3 Jenis-Jenis Bahan Tambah Kimia

Menurut standar ASTM C.494 jenis bahan tambah kimia dibedakan menjadi tujuh tipe. Jenis dan defenisi bahan tambahan kimia ini sebagai berikut:

1. Tipe A ”Water Reducing Admixture”

Water Reducing Admixture adalah bahan tambah yang mengurangi air pencampur yang diperlukan untuk menghasilkan beton dengan konsistensi tertentu.

2. Tipe B ”Retarding Admixture”

Retarding Admixture adalah bahan tambah yang berfungsi untuk menghambat waktu pengikatan beton. Ready mix untuk lokasi yang sulit dijangkau dan pada daerah yang mempunyai empat musim cuaca, banyak dipakai pada saat pembangunan konstruksi pada waktu musim panas. 3. Tipe C ”Accelerating Admixture”

Accelerating Admixture adalah bahan tambah yang berfungsi untuk mempercepat pengikatan dan pengembangan kekuatan awal beton. Bahan ini digunakan untuk mengurangi lamanya waktu pengeringan (hidrasi) dan mempercepat pencapaian kekuatan pada beton.


(55)

4. Tipe D ”Water Reducing and Retarding Admixture”

Water Reducing and Retarding Admixture adalah bahan tambahan yang berfungsi ganda yaitu mengurangi jumlah air pencampur yang diperlukan untuk menghasilkan beton dengan konsistensi tertentu dan menghambat pengikatan awal.

5. Tipe E ”Water Reducing and Accelerating Admixture”

Water Reducing and Accelerating AdmixtureI adalah bahan tambah yang berfungsi ganda yaitu mengurangi jumlah air pencampur yang diperlukan untuk menghasilkan beton yang konsistensinya tertentu dan mempercepat pengikatan awal. Bahan ini digunakan untuk manambah kekuatan beton, dan juga mengurangi kandungan semen yang sebanding dengan pengurangan kandungan air artinya FAS yang digunakan tetap dengan mengurangi kadar air.

6. Tipe F ”Water Reducing, High Range Admixture”

Water Reducing, High Range Admixture adalah bahan tambah yang berfungsi untuk mengurangi jumlah air pencampur yang diperlukan untuk menghasilkan beton dengan konsistensi tertentu, sebanyak 12% atau lebih. Jenis bahan tambah ini dapat berupa superplasticizer.


(56)

7. Tipe G ”Water Reducing, High Range Retarding Admixture”

Water Reducing, High Range Retarding Admixture adalah bahan tambah yang berfungsi untuk mengurangi jumlah air pencampur yang diperlukan untuk menghasilkan beton dengan konsistensi tertentu, sebanyak 12% atau lebih dan juga untuk menghambat pengikatan beton. Jenis bahan tambah ini merupakan gabungan superplasticizer dengan menunda waktu pengikatan beton.

II.3.4 Bahan Tambah Mineral (Mineral Admixture )

Bahan tambah mineral ini merupakan bahan tambah yang dimaksudka n untuk memperbaiki kinerja beton. Pada saat ini, bahan tambah mineral ini lebih banyak digunakan untuk memperbaiki kinerja tekan beton, sehingga bahan tambah mineral ini cenderung bersifat penyemenan. Beberapa bahan tambah mineral ini adalah abu terbang (fly ash), slag, silica fume dan abu ampas tebu (cane pulp ash).

II.3.4.1 Abu Terbang (Fly Ash)

Menurut ASTM C.618 (ASTM, 1995:304) abu terbang (fly ash) didefenisikan sebagai butiran halus hasil residu pembakaran batubara atau bubuk batu bara. Fly ash dapat dibedakan menjadi dua, yaitu abu terbang yang normal yang dihasilkan dari pembakaran batubara antrasit atau batubara bitomius dan abu terbang kelas C yang dihasilkan dari batubara jenis lignite atau subbitumeus.


(57)

Abu terbang kelas C kemungkinan mengandung kapur (lime) lebih dari 10% beratnya. Kandungan kimia yang dibutuhkan dalam fly ash tercantum dalam Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Kandungan Kimia Fly Ash

Senyawa Kimia Jenis F Jenis C

Oksida Silika (SiO2) + Oksida Alumina (Al2O3) +

Oksida Besi (Fe2O3), minimum %

70.0 50.0

Trioksida Sulfur (SO3), maksimum % 5.0 5.0

Kadar Air, maksimum % 3.0 3.0

Kehilangan Panas, maksimum % 6.0* 6.0 * Penggunaan sampai dengan 12% masih diijinkan jika ada perbaikan kinerja atau hasil test laboratorium menunjukkan demikian.

Sumber : ASTM C.618-95:305.

II.3.4.2 Slag

Slag merupakan hasil residu pembakaran tanur tinggi. Defenisi slag dalam ASTM C.989, ”Standard spesification for ground granulated Blast-Furnace Slag for use in concrete and mortar”, (ASTM, 1995:494) adalah produk non-metal yang merupakan material berbentuk halus, granular hasil pembakaran yang kemudian didinginkan, misalnya dengan mencelupkannya dalam air.

Keuntungan penggunaan slag dalam campuran beton adalah sebagai berikut (Lewis, 1982).

a. Mempertinggi kekuatan tekan beton karena kecendrungan melambatnya kenaikan kekuatan tekan.

b. Menaikkan ratio antara kelenturan dan kuat tekan beton. c. Mengurangi variasi kekuatan tekan beton.


(58)

e. Mengurangi serangan alkali-silika.

f. Mengurangi panas hidrasi dan menurunkan suhu.

g. Memperbaiki penyelesaian akhir dan memberi warna cerah pada beton. h. Mempertinggi keawetan karena pengaruh perubahan volume.

i. Mengurangi porositas dan serangan klorida.

Faktor-faktor untuk menentukan sifat penyemenan (cementious) dalam slag adalah komposisi kimia, konsentrasi alkali dan reaksi terhadap sistem, kandungan kaca dalam slag, kehalusan, dan temperatur yang ditimbulkan selama proses hidrasi berlangsung(Cain, 1994:505).

II.3.4.3 Silika Fume

Menurut standard ”Spesification for Silica Fume for Use in Hydraulic-Cemen Concrete and Mortar” (ASTM.C.1240, 1995: 637-642) silica fume adalah material pozzolan yang halus, dimana komposisi silika lebih banyak yang dihasilkan dari tanur tinggi atau sisa produksi silikon atau alloy besi silikon (dikenal sebagai gabungan antara microsilika dengan silica fume).

Penggunaan silica fume dalam campuran beton dimaksudkan untuk menghasilkan beton dengan kekuatan tekan yang tinggi. Beton dengan kekuatan tinggi digunakan, misalnya untuk kolom struktur atau dinding geser, pre-cast atau beton pra-tegang dan beberapa keperluan lain. Kriteria kekuatan beton berkinerja tinggi saat ini sekitar 50-70 Mpa untuk umur 28 hari. Penggunaan silica fume berkisar antara 0 - 30% untuk memperbaiki karakteristik kekuatan dan keawetan


(59)

beton dengan faktor air semen sebesar 0.34 dan 0.28 dengan atau tanpa bahan superplastisizer dan nilai slump 50 mm(Yogendran, et al, 1987:124-129):

Komposisi kimia dan fisika dari silika-fume dapat dilihat pada tabel 2.4.

Tabel 2.4 Komposisi Kimia Silica Fume

Kimia Berat (%)

SiO2

Karbon Fe2O3

CaO Al2O3

MgO MnO K2O

Na2O

92-94 3-5 0.10-0.50 0.10-0.15 0.20-0.30 0.10-0.20

0.008 0.10 0.10

Fisika Berat (%)

Berat Jenis

Rata-rata ukuran partikel, µ m, Lolos ayakan No.325 dala, %

Keasaman pH (10% air dalam slurry)

2.02 0.1 99.00

7.3 Sumber: Yogendra, et al, ACI Material Journal, Maret/April, 1987:125


(60)

II.3.4.4 Abu Ampas Tebu (AAT)

` Abu ampas tebu (AAT) adalah sisa hasil pembakaran dari ampas tebu. Ampas tebu sendiri merupakan hasil limbah buangan yang berlimpah dari proses pembuatan gula (±30% dari kapasitas giling) (Tanan, 2001). Abu ampas tebu yang dahulunya hanya digunakan sebagai abu gosok, sudah mulai dimanfaatkan dalam industri bahan bangunan, seperti :

1. Di Mesir telah diadakan penelitian bahwa abu ampas tebu dapat dimanfaatkan sebagai komponen penyusun dalam pembuatan keramik (Elkader, 1986).

2. Telah dicobakan pemanfaatan abu ampas tebu sebagai campuran semen dengan perbandingan 1 semen : 12 abu ampas tebu, dan ternyata memberi hasil yang lebih kuat, ringan dan tahan terhadap kondisi agresif, dan tentu saja membutuhkan biaya yang lebih ekonomis (wahid).

3. Telah dicoba dalam pembuatan panil gypsum, dimana abu ampas tebu dipakai sebagai bahan tambah mampu menghasilkan panil gypsum yang memiliki kuat lentur yang baik (Sri Murni, 1998).

4. Penelitian dilakukan pada campuran beton dengan komposisi AAT 0℅, AAT 10℅, AAT 2 0 ℅ sebag ai p eng g anti semen . Hasil Tes Tek an, Tes Tarik, dan Uji Porositas pada penelitian beton telah membuktikan bahwa AAT telah berfungsi sebagai pozzolan dengan kuat tekan terbesar, kuat tarik terbesar dan porositas terkecil ada pada beton dengan 10℅ AAT (Ghozi, 2001).


(61)

Setelah dilakukan penelitian, senyawa kimia yang terkandung dalam abu ampas tebu dapat dilihat pada tabel 2.5 sebagai berikut :

Tabel 2.5 Kandungan kimia Abu Ampas Tebu

Senyawa Jumlah (%)

SiO2 70.97

Al2O3 0.33

Fe2O3 0.36

K2O 4.82

Na2O 0.43

MgO 0.82

C5H10O5

22.27 C7H10O3

C5H8O4

Sumber : Hasil anlisa No. 4246/LT AKI/XI/99 oleh Team Afilliansi dan Konsultasi Industri ITS Surabaya

Dari data di atas, jelas sekali terlihat bahwa senyawa kimia yang dominan adalah SiO2 (silika) sebesar 70.97%. Komposisi tersebut menguntungkan

abu ampas tebu bila bahan ini digunakan sebagai bahan pengganti semen pada campuran beton.


(62)

Keunggulan penggunaan abu ampas tebu pada campuran beton antara lain :

a. Dengan kandungan silika hampir 80% , abu ampas tebu dapat digunakan sebagai bahan pengganti semen pada campuran beton.

b. Meningkatkan kepadatan (density) beton. c. Mengurangi terjadinya retak pada beton.

Kelemahan penggunaan abu ampas tebu pada campuran beton antara lain :

a. Apabila kandungan silika pada abu ampas tebu menurun tidak mencapai 70% maka akan dapat menurunkan kualitas dan kuat tekan beton.

b. Tidak dapat langsung dipergunakan pada campuran beton, tetapi perlu adanya penelitian kandungan kimia khususnya silika terlebih dahulu. Hal ini dikarenakan kandungan kimia abu ampas tebu berbeda untuk setiap asal abu ampas tebu yang berbeda.

Bahan tambah yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Abu ampas tebu (cane culp ash) yang berasal dari limbah produksi Pabrik Gula Sei Semayang (PGSS), termasuk dalam kategori bahan tambah mineral (Mineral Admixture).


(63)

II.4 Klasifikasi Retak

Retak pada beton dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

a. Umum yang terdiri dari retak akibat rangkak (creep) dan retak akibat susut (shrinkage).

b. Lebar retak yang terdiri dari retak mikro, retak maakro dan retak mayor. c. Bentuk dan pola retak yang terdiri dari retak tunggal, retak ganda dan retak

bercabang.

Retak yang diperbolehkan harus sesuai dengan faktor keamanan, perawatan (perlakuan) dan kekuatan bahan pada beton itu sendiri meskipun retak tidak dapat ditentukan bentuk dan pola yang terjadi, hal ini dikarenakan retak berhubungan dengan permukaanyang bebas (tidak diberi beban).

II.4.1 Rangkak (Creep) dan Susut (Shrinkage)

Pada umumnya penyebab retak adalah rangkak (creep) dan susut (shrinkage) yang tergantung pada waktu. Rangkak (creep) adalah salah satu sifat beton dimana beton mengalami deformasi yangb menerus menurut waktu dibawah pembebanan yang diijinkan. Deformasi yang tidak elastis ini bertambah dengan tingkat perubahan yang berkurang selama pembebanan dan jumlah totalnya dapat besar beberapa kali dari deformasi elastis dalam waktu jangka pendek.

Shrinkage secara umum adalah perubahan volume yang tidak berhubungan dengan pembebanan dan lebih dipengaruhi oleh suhu, kelembaban, aliran angin dan faktor lingkungan lainnya. Saat beton masih bersifat plastis maka


(64)

akibatnya dapat terjadi retak. Retak akibat penyusutan volume pada beton plastis disebut plastic shrinkage crack sedangkan retak akibat penyusutan yang terus terjadi karena panas hidrasi pada beton keras (hardener concrete) disebut drying shrinkage crack.

II.4.2 Plastic Shrinkage Crack

Setelah semen bereaksi dengan air maka pasta akan mengalami reduksi dalam volume beton, tetapi ini seharusnya menjadi catatan bahwa hal tersebut disebabkan oleh hidrasi pada beton yang meningkat. Perawatan beton yang disimpan dalam air secara kontiniu akan menambah volume beton berkisar

0.01 - 0.02 % dari volume semula akibat beton tersebut mengembang. Namun disatu sisi jika beton disimpan ditempat yang kering dan panas (dry curing) maka beton akan menyusut sehingga volume beton berkurang.

Plastic shrinkage terjadi pada hari pertama setelah pengecoran berkisar antara 5 – 10 jam. Retak sering terjadi pada permukaan beton dan terlihat tidak teratur. Retak juga lebih banyak pada arah horizontal.

Retak plastic shrinkage banyak terjadi pada slab dan perkerasan jalan raya dengan bidang permukaan yang luas sehingga terjadi evaporasi yang sangat tinggi. Kondisi udara yang sangat panas juga dapat meningkatkan terjadinya plastic shrinkage.


(65)

Besar kemungkinan terjadinya plastic shrinkage dapat dipengaruhi dalam merencanakan campuran antara lain yaitu :

1. Tipe semen 2. Faktor air semen

3. Jumlah dan ukuran agregat kasar 4. Konsistensi dalam campuran

Beberapa cara dapat dilakukan untuk mengatur semenimal mungkin retak akibat plastic shrinkage. Penyemprotan air dingin pada agregat sebelum dicampur dan penggunaan air dingin pada campuran bisa mengurangi terjadinya plastic shrinkage crack. Meminimalkan terjadinya penguapan air juga dapat menurunkan besar terjadinya plastic shrinkage yang dapat dilakukan dengan perawatan terhadap benda uji supaya lembab atau ditutup dengan plastik agar terhindar dari pengaruh udara luar.

Penurunan suhu beton pada saat pencampuran akan mengurangi besar penyusutan plastis pada beton tersebut. Penurunan suhu smen antara 8 – 10 ºC, suhu air menurun 4 ºC dan suhu agregat menurun 1.8 ºC akan dapat menurunkan suhu beton sebesar 1 ºC.


(66)

II.4.3 Drying Shrinkage Beton

Drying shrinkage terjadi pada beton yang telah mengeras (hardener concrete) akibat kehilangan air dari pasta semen. Rata-rata drying shrinkage bisa mancapai sebesar 500 x 10-6 in atau 0.05 % dari panjang beton dan pada umumnya sebesar 350 – 650 x 10-6 in. Hal ini berarti bahwa untuk ukuran sebuah slab dengan ukuran 30 ft x 80 ft dapat menyusut berkisar antara 0.12 – 0.23 in terhadap lebar dan 0.34 – 0.62 in terhadap panjang slab.

Perwatan juga mempengaruhi retak. Pada slab cenderung untuk mengeringkan bagian atas dan menyusutkan bagian bawah slab yang mempunyai kelembaban tinggi. Perbedaan kelembaban ini dapat diatasi dengan menggunakan admixture, yang dapat mengubah cara air berpindah tempat dalam campuran beton sehingga menghasilkan kelembaban yang seragam.

Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya drying shrinkage antara lain adalah :

1. Tipe semen 2. Jumlah semen 3. Proporsi campuran

4. Ukuran dari bentuk struktur 5. Perawatan (curing)


(67)

II.4.4 Lebar Retak

Retak dapat dikenali dengan tiga parameter yaitu lebarnya, panjangnya dan pola umumnya. Lebar retak ini sulit diukur karena bentuknya yang tidak teratur (irreguler shape). Pada fase pengerasan beton terdapat retak mikro , retak ini sulit dideteksi karena terlalu kecil.

Untuk melihat lebar retak mikro biasanya digunakan Crack Microscope yang lebarnya bervariasi antara 0.125 – 1.0 µm (8 jam pertama setelah pencetakan). Lebar retak minimum yang dapat dilihat oleh mata sebesar 0.13 mm (0.005 in), dikenal dengan retak mikro. Retak mikro apabila dibebani akan menjadi retak mayor atau retak yang lebih besar. Lebar retak maksimum yang diijinkan dapat dilihat pada tabel 2.6 berikut :

Tabel 2.6 Lebar retak maksimum yang diijinkan

No Jenis Struktur dan Kondisi Toleransi

Lebar retak (mm)

(1) (2) (3)

1. Struktur dalam ruangan (In-door struktur), udara kering (dry-air), pemberian lapisan yang kedap air

0.41

2. Struktur luar (Out-door struktur), kelembaban sedang, tidak ada pengaruh korosi

0.30

3. Struktur lain (Out-door struktur), kelembaban tinggi, pengaruh kimiawi

0.18

4. Struktur dengan kelembaban tinggi dan dipengaruhi oleh korosi (salju/es, air laut)

0.15

5. Struktur berkaitan dengan air (Reservoir) 0.10 [ACI Committe 244, 1972]


(68)

BAB III

METODE PENELITIAN

III.1 Umum

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah kajian eksperimental yang dilakukan di Laboratorium Beton Fakultas Teknik Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara. Secara umum urutan tahap penelitian meliputi :

a. Penyediaan bahan penyusun beton. b. Pemeriksaan bahan.

c. Perencanaan campuran beton (Mix Design). d. Pembuatan benda uji.

e. Pemeriksaan nilai slump.

f. Pengujian kuat tekan beton umur 28 hari.

g. Pemeriksaan pola retak beton pada umur 1, 3, 7, 14, 21, 28, 45 dan 90 hari.

III.2 Urutan Tahapan Penelitian

III.2.1 Penyediaan Bahan Penyusun Beton

Bahan-bahan penyusun beton dalam penelitian ini adalah:

III.2.1.1 Agregat Halus

Agregat halus adalah agregat yang semua butirannya lolos dari ayakan diameter 5 mm dan tertahan di ayakan diameter 0,15 mm yang merupakan pasir alam sebagai disintregasi alami dari batu-batuan.


(69)

Pasir alam dapat dijumpai sebagai gundukan-gundukan di sepanjang sungai, sering disebut sebagai pasir sungai dan memiliki bentuk butiran bulat. Selain itu pasir alam juga dapat berupa bahan galian dari gunung, disebut sebagai pasir gunung dan memiliki butiran yang tajam.

1. Susunan butiran (gradasi)

Persyaratan Umum Agregat Halus

Agregat halus yang digunakan sebagai bahan pengisi beton harus memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut:

Agregat halus yang digunakan harus mempunyai gradasi yang baik, karena akan mengisi ruang-ruang kosong yang tidak dapat diisi oleh material lain sehingga menghasilkan beton yang padat disamping untuk mengurangi penyusutan. Agregat halus harus mempunyai susunan besar butiran dalam batas-batas seperti yang diperlihatkan pada Tabel 3.1.

Agregat halus tidak boleh mengandung bagian yang lolos 45% pada suatu ayakan dan tertahan pada ayakan berikutnya. Modulus kehalusannya tidak boleh kurang dari 2,2 dan tidak lebih dari 3,2. Batasan-batasan modulus kehalusan (Fineness Modulus) agregat halus sebagai berikut :

a. Pasir halus : 2,20 < FM ≤ 2,60 b. Pasir sedang : 2,60 < FM ≤ 2,90 c. Pasir kasar : 2,90 < FM ≤ 3,20


(70)

Tabel 3.1 Susunan Besar Butiran Agregat Halus ( ASTM, 1991 ) Ukuran Lubang Ayakan

(mm)

Persentase Lolos Kumulatif (%)

9,50 100

4,78 95 – 100

2,36 80 – 100

1,18 50 – 85

0,60 25 – 60

0,30 10 – 30

0,15 2 – 10

2. Kadar lumpur atau bagian yang lebih kecil dari 75 mikron (ayakan no.200), tidak boleh melebihi 5% (terhadap berat kering). Apabila kadar lumpur melampaui 5% maka agregat halus harus dicuci.

3. Kadar gumpalan tanah liat tidak boleh melebihi 1% (terhadap berat kering).

4. Agregat halus harus bebas dari pengotoran zat organik yang akan merugikan beton, atau kadar organik jika diuji dilaboratorium tidak menghasilkan warna yang lebih gelap dari standar percobaan Abrams-Harder.

5. Agregat halus yang digunakan untuk pembuatan beton dan akan mengalami basah dan lembab terus menerus atau yang berhubungan dengan tanah basah, tidak boleh mengandung bahan yang bersifat reaktif terhadap alkali dalam semen, yang jumlahnya cukup dapat menimbulkan pemuaian yang berlebihan di dalam mortar atau beton dengan semen kadar


(71)

alkalinya lebih dari 0,06% atau dengan penambahan yang bahannya dapat mencegah pemuaian.

6. Sifat kekal (keawetan) diuji dengan larutan garam sulfat:

 Jika dipakai Natrium-Sulfat, bagian yang hancur maksimum 10%.  Jika dipakai Magnesium-Sulfat, bagian yang hancur maksimum 15%.

Agregat halus (pasir) yang dipakai dalam penelitian ini berasal dari Sei wampu, Binjai.

III.2.1.2 Agregat Kasar

Agregat kasar yang digunakan untuk beton merupakan kerikil hasil diintegrasi dari batu-batuan atau berupa batu pecah (split) yang diperoleh dari alat pemcah batu, dengan syarat ukuran butirannya lolos ayakan 38,1 mm dan tertahan di ayakan 4,76 mm.

1. Susunan butiran (gradasi)

Persyaratan Umum Agregat Kasar

Agregat kasar yang digunakan pada campuran beton harus memenuhi persyaratan–persyaratan sebagai berikut:

Agregat harus mempunyai gradasi yang baik, artinya harus terdiri dari butiran yang beragam besarnya, sehingga dapat mengisi rongga–rongga akibat ukuran yang besar, sehingga akan mengurangi penggunaan semen atau penggunaan semen yang minimal. Agregat kasar harus mempunyai


(72)

Tabel 3.2 Susunan Besar Butiran Agregat Kasar ( ASTM, 1991) Ukuran Lubang Ayakan

(mm)

Persentase Lolos Kumulatif (%)

38,10 95 – 100

19,10 32 – 70

9,52 10 – 30

4,76 0 – 5

2. Agregat kasar yang digunakan untuk pembuatan beton dan akan mengalami basah dan lembab terus–menerus atau yang akan berhubungan dengan tanah basah, tidak boleh mengandung bahan yang reaktif terhadap alkali dalam semen. Jumlahnya dapat menimbulkan pemuaian yang berlebihan didalam mortar atau beton. Agregat yang reaktif terhadap alkali dapat dipakai untuk pembuatan beton dengan semen yang kadar alkalinya tidak lebih dari 0,60% atau dengan penambahan bahan yang dapat mencegah terjadinya pemuaian.

3. Agregat kasar harus terdiri dari butiran–butiran yang keras dan tidak berpori atau tidak akan pecah atau hancur oleh pengaruh cuaca seperti terik matahari atau hujan.

4. Kadar lumpur atau bagian yang lebih kecil dari 75 mikron (ayakan no. 200), tidak boleh melebihi 1% (terhadap berat kering). Apabila kadar Lumpur melampaui 1% maka agregat harus dicuci.


(73)

5. Kekerasan dari butiran agregat kasar diperiksa dengan bejana Rudellof dengan beban penguji 20 ton dimana harus dipenuhi syarat berikut:

• Tidak terjadi pembubukan sampai fraksi 9,5 – 19,1 mm lebih dari 24% berat.

• Tidak terjadi pembubukan sampai fraksi 19,1 – 30 mm lebih dari 22% berat.

6. Kekerasan butiran agregat kasar jika diperiksa dengan mesin Los Angeles dimana tingkat kehilangan berat lebih kecil dari 50 %.

Agregat kasar (batu pecah) yang dipakai dalam penelitian ini berasal dari Sei Wampu, Binjai.

III.2.1.3 Semen

Semen adalah suatu bahan pengikat hidrolis (hydraulic binder) yang jika dicampur dengan air akan membentuk suatu pasta semen yang mengikat agregat, dihasilkan dari penggilingan klinker yang kandungan utamanya calsium silicates dan satu atau dua buah bentuk calsium sulfat sebagai bahan tambahan.

Semen yang digunakan dalam pengujian adalah semen tipe I dengan merek dagang SEMEN PADANG dalam kemasan 1 zak 50 kg.


(1)

Gambar 9 Pembuatan benda uji pelat beton


(2)

Gambar 11 Pengeringan benda uji silinder beton


(3)

Gambar 13 Pengujian kuat tekan beton


(4)

Gambar 15 Pelat beton normal (BN)


(5)

Gambar 17 Pelat beton dengan campuran AAT 10%


(6)

Gambar 19 Pemeriksaan lebar retak pelat beton