85 Kondisi di atas sejalan dengan kondisi transportasi umum massal kota-kota
di Indonesia, dimana dari 10 kota metropolitan hanya 7 kota yang menggunakan kendaraan kapasitas besar bus besar dan sedang secara maksimal dan
selebihnya didominasi kendaraan berkapasitas kecil MPU seperti Kota Makassar.
Beberapa permasalahan terkait dengan kondisi tersebut, diantaranya adalah: rendahnya aksesibilitas karena banyaknya bagian kawasan perkotaan
yang belum dilayani dan rendahnya tingkat pelayanan angkutan umum penumpang non-bus MPU karena waktu tunggu yang relatif tinggi antara 33-46
menit. Selain itu, waktu perjalanan yang lama karena hierarki pelayanan tidak
optimal berdampak pada terjadinya trayek  berjarak  panjang dan  terjadi penumpukan atau  tumpang tindih trayek  pada beberapa rute antar kawasan
dalam kota dan  berimplikasi langsung pada peningkatan tarif angkutan umum penumpang.
5.2.  Kinerja Rute dan Operasi Angkutan Umum Penumpang Non-Bus
Kinerja rute dan operasi angkutan umum  penumpang non-bus angkutan kota atau pete-pete di Kota Makassar dapat dinilai berdasarkan efektivitas,
efisiensi, dan kepuasan pengguna angkutan umum tersebut sebagai bagian dari kinerja. Fungsi kualitatif kinerja berupa pengukuran kemampuan, usaha, dan
kesempatan bagi pengusaha dalam menyediakan angkutan umum adalah yang diharapkan para pengguna.
Berdasarkan maksud tersebut, dapat diidentifikasi variabel-variabel yang diasumsikan  dapat berpengaruh pada kinerja rute dan operasi angkutan umum
penumpang non-bus Kota Makassar. Selanjutnya, variabel-variabel tersebut dikonversi dan dianalisis serta diramalkan dalam model kinerja rute dan operasi
angkutan umum penumpang non-bus seperti yang penjelasan pada Sub bab 3.6.2.
Hasil survei data sekunder dan primer  setiap variabel bebas  X
8
sampai X
15
di  3 kecamatan di Kota Makassar dan 5 trayek 3 dalam kota dan 2 antar kota yang dapat dilihat pada Lampiran 3 dan faktor-faktor yang berpengaruh
dapat dilihat pada Tabel 20. Hubungan ke delapan variabel sebagai faktor kinerja rute dan operasi angkutan umum penumpang non-bus Kota Makassar terutama
pada 3 tiga trayek utama kota yaitu D, E, dan G serta 2 dua trayek utama
86 antar kota yaitu Makassar-Maros dan Makassar-Gowa Sungguminasa dengan
skala penjumlahan dari prioritas trayek. Tabel 20. Kinerja dan Operasi AUPNB Kota Makassar berdasarkan Trayek
No Trayek
X
8
X
9
X
10
X
11
X
12
X
13
X
14
X
15
Prioritas
1 D
45 45
35 60
120 8
4 22
68 2
E 26
26 75
6 40
14 6
20 43
3 G
5 5
25 7
120 8
4 6
36 4
Maros 12
12 80
6 80
3 4
20 43
5 Gowa
57 57
75 10
120 8
6 18
70
Sumber: Survei Data Sekunder dan Primer 2006 Analisis kinerja rute dan operasi angkutan umum penumpang non-bus Kota
Makassar dihitung dengan peramalan statistik korelasi dan analisis regresi berganda, dimana Y
2
atau kinerja rute dan operasi merupakan variabel terikat dependent variable. Variabel bebas  independent variable  yang diasumsikan
sebagai faktor-faktor yang dapat meningkatkan kinerja rute dan operasi angkutan umum penumpang non-bus adalah:
§  X
8
adalah faktor muat atau  pengisian sebagai fungsi pengisian angkutan kota yang berangkat dan pulang orang;
§  X
9
adalah  jumlah penumpang yang diangkut  angkutan kota sebagai fungsi jumlah penumpang yang berangkat dan pulang orang;
§  X
10
adalah  waktu antara  sebagai fungsi waktu keberangkatan sampai kepulangan dengan angkutan kota menit;
§   X
11
adalah  waktu tunggu penumpang  sebagai fungsi waktu tunggu penumpang terhadap ketersediaan angkutan kota menit;
§  X
12
adalah kecepatan perjalanan sebagai fungsi kecepatan angkutan kota dari keberangkatan sampai kepulangan kmjam;
§  X
13
adalah sebab-sebab kelambatan sebagai fungsi hambatan angkutan kota sejak keberangkatan sampai kepulangan aktivitas;
§  X
14
adalah  penyediaan angkutan  sebagai fungsi ketersediaan angkutan kota untuk keberangkatan sampai kepulangan unit; dan
§  X
15
adalah  tingkat konsumsi bahan bakar  sebagai fungsi penggunaan bahan bakar bagi angkutan kota untuk keberangkatan sampai kepulangan liter.
Berdasarkan hasil analisis korelasi dan regresi data pada Tabel 20 di atas, maka kedelapan variabel yang berpengaruh dianalisis dengan bantuan SPSS 11
seperti yang terdapat pada Lampiran 4 dan menghasilkan sebagai berikut:
87 1.  Metode analisis  Stepwise  dengan nilai konstanta 51.131 dan faktor muat
pengisian 0,816 dan penyediaan angkutan  -4.748, sehingga persamaan regresi untuk kinerja rute dan operasi angkutan umum penumpang non-bus
dirumuskan sebagai berikut: Y = 51.131 + 0.816X
8
- 4.748X
14
2.  Koefisien korelasi Metode  Stepwise  adalah 0.998 koefisien determinasi 0.997 dengan pengujian dengan menggunakan uji t menyimpulkan Sig
konstanta lebih kecil dari alpha sedangkan Sig faktor muatpengisian lebih kecil dari alpha berarti signifikan secara statistik dan Sig penyediaan
angkutan lebih besar dari alpha sehingga tidak signifikan secara statistik. Kinerja rutetrayek dan operasi angkutan umum penumpang non-bus Kota
Makassar yang diprediksi dengan Metode Stepwise di atas berdasarkan sebaran trayek angkutan kota dan antar kota sekitarnya sangat signifikan dipengaruhi
oleh faktor  muatpengisian dan signifikan oleh penyediaan angkutan, sedangkan faktor jumlah penumpang yang diangkut, waktu antara, waktu tunggu
penumpang, kecepatan perjalanan, sebab-sebab kelambatan, dan tingkat konsumsi bahan bakar sangat kurang signifikan.
Berdasarkan  beberapa  trayek tersebut, maka kinerja rute dan operasi angkutan umum penumpang non-bus akan berkurang sejalan dengan
bertambahnya penyediaan angkutan -4.748 dan faktor yang berpengaruh positif terhadap kinerja rute dan operasi angkutan umum penumpang non-bus adalah
faktor muatpengisian 0.816. Hasil analisis dalam bentuk grafik pada Lampiran 4 dapat disimpulkan
bahwa data telah terdistribusi secara normal atau penyebaran prioritas trayek telah mengikuti distribusi normal dengan standar deviasi 0.71.  Persamaan
regresi hubungan antara variabel  bebas  dan  terikat  sudah tepat karena telah mengikuti asumsi analisis regresi.
Kinerja rute dan operasi  angkutan umum penumpang non-bus  dari hasil pengumpulan data  yang  dilakukan dengan wawancara langsung  kepada
pengemudi angkutan kota di atas kendaraan  on board survey  serta pengamatan surveyor pada trayek terpilih dalam satu kali perjalanan.
Untuk dapat melihat keterkaitan kedelapan variabel bebas berdasarkan analisis statistik deskriptif menggunakan skala penilaian 0-120 dapat dilihat pada
Gambar 15.
88
20 40
60 80
100 120
140 D
E G
Maros Gowa
Trayek
Skala Penilaian tingkat konsumsi bahan bakar
penyediaan angkutan sebab-sebab kelambatan
kecepatan perjalanan waktu tunggu penumpang
waktu antara jumlah penumpang yang
diangkut faktor muatpengisian
Gambar 15. Kinerja Rute dan Operasi AUPNB Kota Makassar Per Trayek Gambar 15 menunjukkan bahwa terdapat tiga kategori pengelompokan
aspek-aspek yang berpengaruh terhadap kinerja rute dan operasi AUPNB Kota Makassar yaitu kategori rendah 0-40, sedang 41-80, dan tinggi 81-100.
Berdasarkan grafik data tersebut dapat disimpulkan bahwa faktor muatpengisian, jumlah penumpang yang diangkut, waktu tunggu penumpang,
sebab-sebab kelambatan, penyediaan angkutan, dan tingkat konsumsi bahan bakar rata-rata berpengaruh rendah, waktu antara rata-rata berpengaruh sedang,
dan kecepatan perjalanan rata-rata berpengaruh tinggi pada kelima trayek tersebut.
Selain itu, teridentifikasi juga faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja rute dan operasi AUPNB di setiap trayek adalah bervariasi. Kategori
trayek berdasarkan berbagai faktor yang beragam dan relatif rendah di seluruh trayek; kategori sedang di Trayek D, E, Makassar, dan Gowa; dan kategori tinggi
di Trayek D, G, dan Gowa. Berdasarkan kondisi tersebut, maka kinerja rutetrayek angkutan umum
Kota Makassar di masa yang akan datang yang dipengaruhi oleh kedelapan faktor tersebut, dimana  faktor muatpengisian dan penyediaan angkutan sebagai
faktor yang menjadi perhatian utama dalam penilaian kinerja pola trayekrute eksisting angkutan umum penumpang non-bus.
Kondisi tersebut sejalan juga dengan beberapa permasalahan terkait dengan penataan angkutan umum Kota Makassar, diantaranya adalah: tingkat
aksesibilitas masih rendah sehingga masyarakat harus melakukan beberapa kali perpindahan angkutan hingga sampai ke tujuan, masih terdapatnya angkutan
kota yang tidak resmi disamping penggunaan moda lain seperti ojek dan becak
89 pada beberapa ruas jalan utama kota, waktu tunggu angkutan relatif tinggi pada
jam tidak sibuk, jarak tempuh trayek yang cukup panjang khususnya antar kota, dan faktor muat penumpang yang berfluktuasi dengan frekuensi singkat pada
jam sibuk dan selebihnya angkutan relatif tidak berpenumpang atau sangat rendah.
Hubungan  antara  indikator kinerja transportasi angkutan umum  dengan efektifitas dan efisiensi  menyimpulkan bahwa  kondisi kedua faktor tersebut
menjadi sangat penting untuk dinilai berdasarkan aspek: kemudahan, kapasitas, keterjangkauan, beban publik dan pengusaha, serta utilitas sebagai bagian dari
fungsi manajemen antara pengusaha dan pengemudi khususnya dalam fungsi pengarahan dan koordinasi.
5.3.  Kinerja Prasarana Transportasi