Penilaian dan Penataan Kawasan Rawan Polusi Pemodelan Pengelolaan Transportasi Berkelanjutan

171 Ke tiga fungsi di atas sangat berpengaruh pada kinerja rute pola trayekrute karena tarif angkutan umum penumpang non-bus ditetapkan berdasarkan faktor muat dan daya tampung serta mempertimbangkan kenyamanan dan pelayanan angkutan tersebut. Kawasan potensial atau rawan polusi sangat ditentukan juga tingginya emisi gas buang sebagai efek perilaku pengemudi yang tidak beraturan di jalan yang berpotensi meningkatkan polusi. Salah satu penyebabnya adalah sistem tarif atau sistem setoran berdasarkan target dari pengemudi kepada pengusaha. Rencana pengembangan pelayanan yang memperhatikan jenis kendaraan alternatif maupun jenis bahan bakar alternatif dengan tarif yang terjangkau di masa yang akan datang. Sistem pentarifan juga berpengaruh terhadap pemodelan dan pemilihan rute optimal dimana tarif dan radius pelayanan akan dipengaruhi oleh rute optimal dan arahan struktur ruang kota serta pola pergerakan penduduk untuk berbagai maksud perjalanan. Tarif menjadi salah satu hambatan jika tidak terjangkau baik karena seringnya berpindah kendaraan untuk satu tujuan maupun karena keterbatasan daerah layanan pada wilayah terluar kota. Fungsi operasional pada aspek ekonomi yang berkaitan dengan efisiensi penggunaan angkutan umum penumpang non-bus harus disesuaikan dengan kondisi riil pengusaha serta kemampuan masyarakat. Preferensi pengguna angkutan kota yang mendambakan penyediaan sarana angkutan yang lebih baik dan nyaman serta terjangkau adalah menunjang kebijakan transportasi makro dengan upaya penggunaan angkutan umum dibandingkan kendaraan pribadi.

9.3. Penilaian dan Penataan Kawasan Rawan Polusi

Kualitas udara ambien kota dan tingkat emisi gas buang kendaraan saling mempengaruhi satu sama lain, dimana tingginya tingkat emisi kendaraan akibat umur, mesin, dan kurang perawatan kendaraan dalam jumlah besar dan waktu yang lama serta berpengaruh pada penurunan kualitas udara ambien kota. Kondisi kawasan yang berpotensi rawan polusi yang disebabkan oleh angkutan umum penumpang non-bus sangat terkait dengan kinerja rute dan operasi angkutan, khususnya terkait dengan semakin menurunnya kecepatan nyata sarana angkutan baik karena kondisi fisik jalan maupun lalulintas kendaraan seperti terjadinya tundaan, kemacetan, dan kesemrawutan. Pengaruh tarif berimbang yang ditetapkan akan berdampak pada perilaku pengemudi yang diharapkan dapat lebih disiplin di jalan, sehingga berpengaruh 172 pada penghematan dalam penggunaan BBM serta mengurangi tingkat polusi karena emisi gas buang yang ditimbulkannya. Penataan kawasan rawan polusi tidak dapat dipisahkan dari rencana pembangunan kota dengan segala fasilitas dan utilitas kota termasuk penyediaan ruang terbuka hijau. Kebijakan aspek lingkungan dapat dilakukan dengan penegakan tata ruang dan memperbaiki jaringan jalan beserta RTH dan fasilitas jalan atau dalam jangka panjang mengarahkan pusat-pusat permukiman baru atau kota satelit ke luar dari pusat kota. Selain itu, hierarki pelayanan angkutan umum dari zona pusat ke transisi kota dengan bus yang dihubungkan dengan feeder seperti angkutan kota antara zona pinggiran ke zona transisi dan pusat. Fungsi kebijakan pada aspek lingkungan yang berkaitan dengan penataan kawasan rawan polusi disamping pentingnya meningkatkan kesadaran untuk mengurangi pencemaran dan perumusan sistem pendukung keputusan dalam penganggaran yang pro pada lingkungan terutama diakibatkan oleh lalulintas angkutan umum penumpang kota dan kendaraan pribadi.

9.4. Pemodelan Pengelolaan Transportasi Berkelanjutan

Tujuan pengelolaan transportasi angkutan umum penumpang non-bus berkelanjutan yang optimal berdasarkan interaksi dan struktur tata ruang kota, rute pilihan dan pengembangan kawasan memprioritaskan kebijakan potensial dan prioritas berdasarkan tingkat kebijakan, manajemen, dan operasional dengan mengutamakan rencana tata ruang kota. Oleh karena itu, pemodelan yang dilakukan pada dasarnya dapat dirancang dalam konstruksi beberapa sub model yaitu: 1 sub model kinerja pola trayekrute angkutan umum penumpang non-bus;2 sub model sistem pentarifan angkutan umum penumpang non-bus; 3 sub model penataan kawasan rawan polusi dalam membangun model pengelolaan transportasi angkutan umum penumpang non-bus berkelanjutan. Selain itu, rancang bangun model pengelolaan transportasi berkelanjutan tersebut terdiri dari beberapa sub-sub model yaitu: permintaan pergerakan, rute dan operasi, prasarana transportasi, tingkat pelayanan jalan, tarif angkutan umum penumpang, dan udara ambien kota. Sebagai model kebijakan, maka dalam modifikasi model dengan proses penambahan variabel berdasarkan survei data primer dan dalam menjalankan model serta mengevaluasi hasilnya secara umum masih dalam batas toleransi 173 dan tingkat akurasi dan presisi yang dapat diterima. Penggunaan metode holistik dengan AHP dan MPE merupakan bagian dari teknik System Thinking dan pemodelan dalam penelitian kebijakan yang telah membantu dalam perancangan model konseptual pemikiran sistem terhadap persoalan nyata. Rancang bangun model pengelolaan transportasi angkutan umum penumpang non-bus berkelanjutan yang terintegrasi dengan rencana tata ruang diperkuat dengan Model Interaksi Transportasi-Tata Ruang Model Lowry yang mengkaji interaksi transportasi dengan penggunaan lahan dalam menentukan struktur perkotaan berdasarkan kegiatan ekonomi dan penduduk kota dalam pengembangan sistem transportasi dan perkotaan yang terpadu. Kerangka metodologi dalam pemodelan transportasi berkelanjutan angkutan umum penumpang non bus dapat dilakukan dengan menggunakan parameter studi yaitu sosial, ekonomi, lingkungan, dan kelembagan serta tahapan sebagai berikut: 1 menilai kinerja pola trayek atau rute eksisting angkutan umum penumpang non bus, 2 menganalisis besaran sistem pentarifan angkutan umum penumpang non bus, 3 menilai kualitas udara ambien kota dan tingkat emisi gas buang kendaraan serta penataan kawasan berpotensi rawan polusi akibat angkutan umum penumpang non bus, dan 4 merancang model pengelolaan transportasi angkutan umum penumpang non bus berkelanjutan interaksi tata ruang-transportasi.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen yang terkait

Evaluasi Karakteristik Operasional Angkutan Umum Antar Kota Dalam Provinsi (AKDP) (Studi Kasus : PO.DATRA dan CV.PAS Trayek Medan-Sidikalang)

4 34 149

Model Pengelolaan Transportasi Angkutan Umum Penumpang Non-Bus Berkelanjutan Kota Makassar

14 105 413

KAJIAN VARIABEL LAYANAN ANGKUTAN UMUM BUS KOTA MENURUT PERSEPSI PENUMPANG DENGAN TEKNIK STATED PREFERENCE (Studi Kasus Angkutan Umum Bus Kota di Surakarta)

0 3 139

EVALUASI KINERJA ANGKUTAN UMUM BERDASARKAN PERSEPSI PENUMPANG ( STUDI KASUS ANGKUTAN UMUM BUS JURUSAN SURAKARTA – YOGYAKARTA)

0 3 2

EVALUASI KEPUASAN PENUMPANG TERHADAPKUALITAS PELAYANAN JASA ANGKUTAN UMUM BUS EVALUASI KEPUASAN PENUMPANG TERHADAP KUALITAS PELAYANAN JASA ANGKUTAN UMUM BUS METRO PERMAI TRAYEK TORAJA-MAKASSAR.

0 4 14

PENDAHULUAN EVALUASI KEPUASAN PENUMPANG TERHADAP KUALITAS PELAYANAN JASA ANGKUTAN UMUM BUS METRO PERMAI TRAYEK TORAJA-MAKASSAR.

0 2 9

SKRIPSI KONSUMEN DAN TRANSPORTASI BUS: Konsumen Dan Transportasi Bus: Studi Terhadap Perlindungan Hukum Bagi Penumpang Bus Di Kota Surakarta.

0 2 17

KONSUMEN DAN TRANSPORTASI BUS: Studi Terhadap Perlindungan Hukum Bagi Penumpang Bus Konsumen Dan Transportasi Bus: Studi Terhadap Perlindungan Hukum Bagi Penumpang Bus Di Kota Surakarta.

1 2 17

ANALISIS VARIABEL LAYANAN ANGKUTAN UMUM BUS KOTA MENURUT PERSEPSI PENUMPANG DENGAN TEKNIK STATED PREFERENCE (Studi Kasus Angkutan Umum Bus Kota di Surakarta).

0 0 6

DAMPAK KEBERADAAN TRANSPORTASI OJEK ONLINE (GO-JEK) TERHADAP TRANSPORTASI ANGKUTAN UMUM LAINNYA DI KOTA MAKASSAR

0 2 108