Kesejahteraan Manusia individu Kesejahteraan sosial

34 kedalam satu sistem kesejahteraan well-being dan dua subsistem, yakni: 1 subsistem sosial, dan 2 subsistem ekonomi dengan beberapa faktor Tabel 2 World Bank: Santamarina et al., 2002:93, sedangkan di negara- negara maju, seperti Canada menggunakan 19 indikator kualitas hidup masyatakat quality of life yang tersebar kedalam empat subsistem, yakni: 1 Indikator ekonomi: a GDP perkapita, b pendapatan perkapita, c inovasi, d lapangan kerja, e melek huruf, dan f tingkat pendidikan; 2 Indikator kesehatan: a usia harapan hidup, b status kesehatan, c tingkat kematian bayi IMR, dan d aktivitas fisik ; 3 Indikator lingkungan: a kualitas udara, b kualitas air, c biodiversity, dan d lingkungan yang sehat, 4 Indikator keamanan dan keselamatan masyarakat: a sukarela, b diversity, c berpartisipasi dalam aktivitas budaya, d berpartisipasi dalam kegiatan politik, dan e keamanan dan keselamatan Sharpe, 2004:30. Tabel 2 Sistem, Subsistem dan Faktor-faktor Kesejahteraan Keluarga Sistem Subsistem Faktor-faktor

a. Kesejahteraan Manusia individu

- fisik - Psikologi - Spritual - Skills dan leisure

b. Kesejahteraan sosial

- pendidikan - kesehatan - Network dan hubungan sosial - life style dan budaya - struktur dan dinamika penduduk - Kekuatan sosial Sosial - Kebersamaan, solidaritas dan tanggung jawab c. Konsumsi d. Hak pemilikan akan tanah f. Tingkat kemiskinan Ekonomi g. Aktivitas ekonomi Sumber: World Bank Santamarina et al., 2002:93 disederhanakan. 35 Keterkaitan Institusi Keluarga dengan Sistem Kesejahteraan di Daera h Perdesaan Keluarga dapat dilihat sebagai salah satu subsistem dalam masyarakat. Subsistem Keluarga dalam masyarakat memiliki fungsi dan tanggung jawab secara sinergis dengan subsistem lainnya, seperti sistem sosial, ekonomi, politik, pendidikan dan aga ma. Dengan adanya interaksi subsistem-subsistem tersebut, keluarga berfungsi untuk memelihara keseimbangan sosial dalam masyarakat equilibrium state. Keseimbangan akan menciptakan sebuah sistem sosial yang tertib social order, dan selanjutnya dapat mempengaruhi ketertiban dalam sistem sosial yang lebih besar lagi. Dengan kata lain, keluarga memiliki fungsi mikro dan fungsi makro. Secara mikro, keluarga berfungsi sebagai penghubung antara keluarga dengan keluarga lain serta hubungan antar anggota kelua rga. Secara makro, terdapat hubungan keluarga dengan masyarakat luas. Ketertiban sosial akan dapat tercipta kalau ada struktur atau strata dalam keluarga, dimana masing- masing individu akan mengetahui di mana posisinya, dan patuh pada sistem nilai yang melandasi struktur tersebut. Struktur dalam keluarga diakui dapat menjadikan institusi keluarga sebagai sistem kesatuan, ada tiga elemen utama dalam struktur internal keluarga, yaitu: 1 status sosial, 2 fungsi sosial, dan 3 norma sosial, ketiganya saling kait mengkait. Menurut Parsons Megawangi, 2001:66, konsep pokok keluarga adalah solidaritas. Maksud dari solidaritas dalam keluarga yaitu saling mau menerima, merasa memiliki sebagai anggota dari sebuah sistem, dimana mereka saling bergantung satu sama lain, mereka saling percaya untuk memenuhi keinginan bersama sehingga ketentraman dan keharmonisan keluarga tercapai. Setiap anggota keluarga mempunyai kepercayaan bahwa solidaritas keluarga sebagai landasan untuk dapat menumbuhkan solidaritas dan kepercayaan kepada masyarakat yang lebih luas. Oleh karena itu, untuk mencegah terjadinya individualisme dalam keluarga dan masyarakat, kelompok konservatif memiliki norma bersama terhadap peraturan perilaku behavior. Keputusan yang harus diambil mengarah pada kepentingan bersama dengan tidak menghilangkan hak azasi manusia sebagai makhluk sosial dengan melakukan berbagai penyesuaian. 36 Pendapat Parson ini banyak di dukung oleh ahli-ahli agama yang ada didunia ini terutama yang berkaitan dengan institusi perkawinan dan tanggung jawab. Implikasinya dalam kehidupan bermasyarakat, menurut Parsonnian Megawangi, 2001:66, keluarga layaknya seperti organisme hidup. Ia diibarat kan hewan berdarah panas yang dapat memelihara temperatur tubuhnya agar tetap konstan walaupun kondisi lingkungan berubah. Parsonnian melihat bahwa institusi keluarga tidak statis atau tidak dapat berubah. Sebaliknya, keluarga sangat tanggap terhadap perkembangan atau perobahan lingkungan, artinya keluarga selalu dapat beradaptasi secara mulus menghadapi perubahan lingkungan atau apa yang disebut dengan istilah keseimbangan dinamis dynamic equilibrium. Teori tentang perilaku yang dihubungkan dengan perkembangan sosial ekonomi masyarakat memberikan gambaran bahwa pada tahap awal proses industrialisasi, akumulasi kapital merupakan faktor penentu keberhasilan ekonomi. Karakter masyarakat pada tahap akumulasi kapital dikatakan sebagai karakter yang ”represif” yaitu hemat, disiplin, suka bekerja keras, dan berjiwa wiraswasta. Individu dengan karakter yang demikian mampu menahan dirinya self-denail, yakni reward harus ditunda sampai terlihat hasil yang nyata. Karakter yang ”represif ” ini dibentuk semenjak anak usia dini di dalam keluarga. Otoritas orang tua pada tahap awal industrialisasi di Barat sebetulnya masih dihormati oleh anak-anaknya sehingga secara efektif keluarga dapat membentuk karakter individu. Sejalan dengan perkembangan konsep basic need, tampaknya diikuti perubahan pandangan gaya hidup masyarakat terutama pada era post-modren globalisasi. Masyarakat tadinya berperilaku disiplin, hemat dan suka bekerja keras, ternyata pada masa ini nampaknya masyarakat lebih bersifat ekspresif atau konsumtif dibandingkan dengan pola awal industrialisasi. Karakter individu yang ekspresif ini cenderung lebih independen dan ingin bebas, berperilaku untuk memenuhi nafsu konsumsinya. Karakter ekspresif dikenal dengan sikapnya yang senang memanjakan dirinya self-indulgence dan mementingkan keuntungan reward daripada kerja keras hard-work. Bahkan reward bisa diperoleh dahulu, 37 misalnya dengan adanya credit card, yaitu sistem buy now and pay later. Hal ini tentu berbeda dengan individu yang berperilaku ”represif.” Globalisasi berarti mendunia, menjadikan semua orang di dunia ini memiliki model yang sama. Menurut Ponomban, Fendry Manshur, 2003, globalisasi bersumber pada realitas liberalisasi ekonomi. Globalisasi merupakan derap langkah perkembangan teknologi dan komunikasi serta perdagangan internasional kini mendasarkan dirinya pada paradigma borderless world yang tidak mengenal batas-batas teritorial kedaulatan negara dan bangsa. Dengan demikian, akar dari kecenderungan ini adalah kemajuan teknologi yang membuka jalan bagi terciptanya mekanisme transaksi ekonomi yang begitu canggih sehingga mendorong dinamika sosial lainnya. Sehubungan dengan itu, tidak pelak lagi bahwa globalisasi dapat mengakibatkan pemudaran batasan-batasan ruang yang selama ini menjadi acuan geografis dan kultural. Identitas kultural sebuah bangsa, misalnya: suku, etnis, dan agama serta kebudayaan lain semakin berubah diganti dengan identitas campuran yang plural. Anthony Giddens 1997 melihat bahwa terdapat berbagai implikasi buruk yang diakibatkan gebrakan globalisasi, seperti adanya resiko kehidupan, penetrasi budaya yang menghasilkan ancaman terhadap kultural dan nilai- nilai lokal, termasuk persepsi atas kedaulatan sebuah bangsa. Desakan-desakan globalisasi misalnya tampak terlihat sekali di Indonesia dengan larisnya komoditas Mc Donald, CNN, Jurassic Park, Laser Disc, model pakaian terbaru, bahkan AIDS. Kembali pada pola atau perilaku masyarakat yang berbasis global post- modern ternyata hal lain tak kalah menariknya pada individu-ekspresif yaitu berorientasi pada kepuasan pribadi, dan cenderung lebih mementingkan kepentingan pribadi daripada kepentingan kolektif. Hubungan kemasyarakatan lebih bersifat instrumental yaitu hubungan berlandaskan untung rugi. Padahal menurut Fukuyama, negara yang maju dan makmur adalah negara yang mememiliki tingkat toleransi dan kebersamaan ya ng tinggi. Tampaknya, hal ini bisa terjadi sejalan dengan teori perkembangan bahwa masyarakat pada industri tinggi post-mosdern adalah other-directed: mencari tahu cara berperilaku dari hal- hal lain di lingkungan dekatnya Riesman, 1953. Disamping itu, ekspansi pasar global ini berpengaruh pula pada hubungan di dalam keluarga. Maka 38 terciptalah floating mass, yaitu masyarakat yang sudah tercabut dari akarnya keluarga, institusi keagamaan, dan komunitas. Fungsi kontrol sosial keluarga, agama dan masyarakat menjadi tidak efektif lagi sehingga terjadilah keruntuhan social order seperti yang terjadi di AS. Persepsi Kesejahteraan Keluarga Menurut Kayam Sugiyanto, 1996:58, persepsi adalah pandangan seseorang terhadap suatu obyek sehingga individu tersebut memberikan reaksi tertentu yang dihasilkan dari kemampuan mengorganisasikan pengamatan dan berhubungan dengan penerimaan atau penolakan. Berdasarkan pendekatan psikologis, persepsi merupakan penghayatan langsung oleh seorang pribadi atau proses-proses ya ng menghasilkan penghayatan langsung Noerhadi, 1982, sedangkan pendekatan sosiologis, persepsi merupakan hasil pengalaman sekelompok manusia dalam hubungannya dengan obyek atau peristiwa sosial yang diamati. Kunci pemahaman terhadap persepsi masyarakat pada suatu obyek, terletak pada pengenalan dan penafsiran yang unik terhadap obyek pada suatu situasi tertentu dan bukan sebagai suatu pencatatan terhadap situasi tertentu tersebut Thoha, 1981. Kreg Sugiyanto, 1996:59 mendefinisikan persepsi masyarakat tentang sesuatu adalah proses perubahan kognitif masyarakat untuk manafsirkan serta memahami dunia yang berbeda di sekitarnya. Menurut Litterer Asngari, 1984, mekanisme pembentukan persepsi seseorang yaitu melalui tiga tahapan, yakni: selectivity, 2 closure, dan 3 interpretation. Artinya, pembentukan persepsi diawali dari perolehan informasi kemudian orang tersebut membentuk persepsi dari pemilihan atau penyaringan, kemudian informasi tersebut disusun menjadi satu kesatuan yang bermakna dan akhirnya diinterpretasikan mengenai fakta dari keseluruhan informasi. Pada fase interpretasi ini, pengalaman masa lalu memegang peranan penting. Informasi yang disampaikan pada seseorang merupakan stimulus, kemudian diteruskan keotak oleh syaraf sensoris sehingga seseorang akan memahami dan menyadari stimulus tersebut, selanjutnya orang tersebut melakukan tindakan Asngari, 1984. 39 Tinggi rendahnya stimulus seseorang dalam mempersepsikan sesuatu dipengaruhi oleh banyak faktor. Menurut Thorndike 1988, faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang terhadap suatu obyek adalah faktor bawaan dan lingkungan. Faktor bawaan misalnya, adalah faktor bakat, minat, kemauan, perasaan, fantasi, dan tanggapan, sedangkan faktor lingkungan adalah faktor pendidikan, lingkunga n sosial masyarakat dan faktor lingkungan lainnya. Berhubungan dengan kesejahteraan keluarga, menurut Twikromo et al., Sumarti, 1999:23, persepsi terbangun melalui pengalaman dan berbagai macam proses dalam usaha manusia menjalin hubungan dengan lingkungan mereka. Artinya, persepsi kesejahteraan akan terbentuk melalui pengalaman hidup manusia dalam hubungannya dengan lingkungan keluarga, kelompok, dan masyarakat dalam rangka mencapai kesejahteraan hidup Sumarti, 1999:24. Dengan kata lain, kesejahteraan adalah wujud kebudayaan dan terbentuk dalam proses interaksi sosial dalam masyarakat sehingga persepsi kesejahteraan masyarakat desa akan berbeda dengan persepsi kesejahteraan masyarakat kota bahkan berbeda dengan persepsi yang dibuat oleh pemerintah na mun kesemuanya dipengaruhi oleh nilai- nilai yang menjadi pedoman hidupnya untuk mewujudkan kesejahteraan itu sendiri. Pada masyarakat desa misalnya, nilai- nilai kesejahteraan diwujudkan dari nilai- nilai lokal yang diperoleh dari hasil sosialisasi dari nilai- nilai budaya dan agama, sedangkan nilai- nilai kesejahteraan dari sisi pemerintah merupakan kebijakan yang sudah dirumuskan secara baku, misalnya ”keluarga kecil bahagia dan sejahtera” padahal menurut konsep kesejahteraan secara sosiologis dan psikologis bahwa setiap manusia mempunyai nilai tersendiri tentang persepsi kesejahteraan. Hal ini sependapat dengan Ihromi dan Saifuddin Sumarti, 1999:25 bahwa rumusan baku tersebut tidak secara langsung menjadi realitas yang terwujud dalam kehidupan masyarakat desa yang memiliki keragaman budaya dan etnis. Pendekatan yang digunakan seseorang tentang persepsi kesejahteraan kesejahteraan subjektif adalah kebahagiaan dan kepuasan. Namun secara operasional, menurut Campbell, Converse, dan Rodgers Sumarwan dan Hira, 1993:346, variabel kepuasan merupakan indikator yang lebih baik dibandingkan dengan variabel kebahagiaan karena ia dapat lebih mudah melihat gap antara 40 aspirasi dengan tujuan yang ingin dicapai. Sen Peck dan Goodwin, 2003:17, menambahkan bahwa tingkat kepuasan dapat menggambarkan tingkat kemampuan seseorang mengevaluasi suatu aksi atau dapat menjangkau berbagai kelompok kesejahteraan, sedangkan kebahagiaan happiness hanya dapat merasakan berbagai peristiwa pada kelompok tertentu dalam aksesnya dengan masyarakat dan institusi. Kemudian, kepuasan satisfaction individu, keluarga dan atau masyarakat dapat menggambarkan tingkat kemampuan mengkonsumsi barang dan jasa serta harapan masa depan Peck dan Goodwin, 2003:7. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesejahteraan subjektif dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor internal maupun faktor eksternal. Seperti yang dibuktikan oleh Sumarwan dan Hira 1993 pada delapan negara bagian di Amerika Serikat, ternyata tingkat kepuasan kesejahteraan finansial keluarga perdesaan dipengaruhi oleh faktor umur, pendapatan keluarga, aset, sikap perceived locus of control, dan kecukupan pendapatan. Kesejahteraan Ekonomi Subjektif Menurut Hayo dan Seifert 2003:330, ada tiga alasan studi tentang Kesejahteraan Ekonomi Subjektif KES dewasa ini sangat menarikpenting dilakukan oleh beberapa peneliti di dunia, karena: 1 KES merupakan variabel kunci dalam kebijakan ekonomi. Bukti empiris ditunjukkan oleh Frey dan Stutzer 2000 bahwa lembaga politik berkaitan erat dengan kebahagiaan masyarakat. Hal senada juga dilakukan oleh Di Della et al. 2001 bahwa makro ekonomi suatu negara berkorelasi positif dengan KES. Ia menemukan, kesejahteraan ekonomi subyektif mampu melihat hubungan maksimisasi kesejahteraan secara langsung begitu juga hasil penelitian yang dilakukan oleh Clark dan Oswald Hayo dan Seifert, 2003:330, serta Hinks dan Carola 2005, bahwa KES berkorelasi negatif dengan tingkat pengangguran. Artinya, semakin tinggi tingkat kesejahteraan subjektif seorang individu atau kelompok maka tingkat pengangguran semakin kecil, dan sebaliknya. 41 2 KES sebagai dasar pertimbangan dalam politik ekonomi. Menurut Firmuc Hayo dan Seifert, 2003, kepuasan ekonomi masyarakat akan mempengaruhi dukungannya terhadap ekonomi pasar dan demokrasi, 3 KES sebagai dasar untuk melihatkan kondisi ekonomi objektif dan subjektif ketika membuat perbandingan kesjahteraan. KES dapat menggambarkan kesejahteraan ekonomi objektif, seperti: pendapatan perkapita. Kemudian, KES tidak hanya dapat merefleksikan kekayaaan tetapi juga dapat menggambarkan kondisi kehidupan obyektif. Sebagai contoh konkrit, studi di negara barat ternyata terdapat perbedaan persepsi antara kondisi kehidupan obyektif dengan kesejahteraan subyektif. Artinya, kondisi kehidupan objektif baik belum tentu kondisi kehidupan subjektif juga baik, dan sebaliknya. KES tidak hanya dapat merefleksikan tingkat kesejahteraan relatif tetapi juga dapat menggambarkan tingkat kesejahteraan absolut. Hal ini sejalan dengan pendapat Kapteyn et al. 1987:240 bahwa pengukuran kesejahteraan subjektif proxy subjective poverty, keluarga dapat mengukur dengan lebih akurat atas income yang mereka miliki atau kebutuhan atas persepsi mereka sendiri. Pendekatan pengukuran KES menggunakan istilah subyektivitas subjectivity atau relativitas relativity. Kedua-duanya menggunakan terminologi persepsi Peck dan Goodwin, 2003:16, namun, kedua pendekatan tersebut memiliki dampak atau konsekuensi masing- masing. Pendekatan relativitas misalnya, memiliki beberapa konsekuensi, yakni: 1 ”ever-rising bar of perceived need”. Artinya, kesejahteraan yang dirasakan bukan kesejahteraan sesaat tetapi sudah sampai membandingkan dari waktu tertentu dengan waktu lain, misalnya: membandingkan kesejahteraan sekarang dengan waktu lalu atau yang akan datang, 2 ada unsur absorbsi informasi baru dari luar, dan 3 ”relativity well- being” tidak menggambarkan persepsi kesejahteraan secara keseluruhan, sedangkan pendekatan subjektifitas dapat menggambarkan kesejahteraan lebih komplek dan nilainya lebih berharga dari barang-barang dan jasa di pasar. Artinya, individukeluarga tidak saja mendapatkan pendapatan yang diharapkan dari kesejahteraan yang dimiliki tetapi lebih dari itu. Kesejahteraan dalam konteks subjektivitas juga dapat menggambarkan berbagai aspek dalam kehidupannya, 42 seperti: lapangan pekerjaanaktivitas ekonomi, tingkat independensi, semangat hidup, dan kesejahteraan waktu luang leisure Ravallion dan Lokshin, 2001. Sehubungan dengan hal diatas, menurut Graham dan Pettinato Peck dan Goodwin, 2003:18, beberapa studi dewasa ini menggunakan pendekatan Kesejahteraan Ekonomi Subjketif KES sebagai pendekatan dalam mengukur transisi suatu negara. Hal serupa juga digunakan oleh Stewart Peck dan Goodwin, 2003:18 dalam mengukur tingkat kesejahteraan wilayah di negara-negara Eropa European Union. Studi terbaru di negara-negara Eropa Timur menunjukkan bahwa KES berkorelasi positif terhadap kepuasan hidup masyarakat Hayo dan Seifert, 2003:346. Dengan kata lain, semakin tinggi tingkat kesejahteraan ekonomi subyektif maka tingkat kepuasan hidup masyarakat semakin tinggi. Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa persepsi kesejahteraan ekonomi subjektif dapat berpengaruh dalam pembentukan pasar. Kasus di China, hasil wawancara terhadap 10.700 keluarga pada 32 kota diperoleh hasil bahwa KES mempunyai efek positif terhadap restrukturisasi pasar ekonomi bagi pemerintah China terutama dalam menghadapi pasar global Nielsen et al., 2004. Berdasarkan lapangan pekerjaan, ternyata sektor informal berkorelasi negatif terhadap KES proksi kepuasan finansial Carbonell dan Gerxhani, 2005. Terdapatnya korelasi negatif antar sektor informal dengan kesejahteraan ekonomi subyektif karena adanya perbedaan perolehan pendapatan. Maksudnya, kesejahteraan ekonomi subyektif individu yang bekerja di sektor informal lebih rendah dari pendapatan yang diterima. Namun disisi lain, penelitian yang dilakukan oleh Peck dan Goodwin 2003:19, menunjukkan bahwa tingkat pendapatan keluarga tidak begitu kuat mempengaruhi KES karena tingkat pendapatan keluarga belum mampu menggambarkan tingkat kepuasan keluarga secara keseluruhan KES adalah individual. Teori ekonomi membuktikan bahwa kesejahteraan secara agregat mampu meningkatkan kesejahteraan ekonomi individu trickle down effect. Oleh karena itu, kesejahteraan ekonomi masyarakat bisa merupakan jumlah kesejahteraan ekonomi semua individu yang tinggal di beberapa wilayah dalam kelompok masyarakat. Menurut Peck dan Goodwin 2003:22, tingkat kesejahteraan ekonomi subyektif dalam masyarakat dapat mempersepsikan lebih 43 adil fairness dalam pendistibusian kekayaan wealth, kepercayaan trust dan reciprocity diantara individu dan atau kelompok. Sehubungan dengan itu, World Bank Peck dan Goodwin, 2003:22 konsep KES berhubungan kuat secara paralel dengan konsep modal sosial, karena konsep modal sosial merupakan bentuk dari interaksi sosial dalam masyarakat quantity and quality melalui institusi, relasi, dan norma yang diakui dan dipatuhi secara bersama-sama. Beberapa hasil penelitian yang dilaporkan oleh World Bank, terungkap bahwa modal sosial dapat berkontribusi dalam berbagai kegiatan ekonomi, sosial, dan psikologi, seperti: pertumbuhan GDP, efisiensi pasar tenaga kerja, pencapaian tingkat pendidikan yang lebih tinggi, mengurangi kejahatan crime, kesehatan, dan peningkatan efektivitas institusi pemerintah. Hasil penelitian lain menunjukkan keterkaitan antara KES dengan modal sosial, seperti dibuktikan oleh Peck dan Goodwin 2003:24. Studi mereka terakhir menunjukkan bahwa kualitas hidup masyarakat di Canada, memiliki hubungan yang sangat kompleks diantaranya adalah keterkaitan antara struktur masyarakat dengan kesejahteraan individu sehingga tidak mengherankan bahwa dewasa ini peran modal sosial hubungan sosial dalam masyarakat memiliki dampak positif terhadap kualitas hidup. Konsep Modal Sosial Menurut Woolcock Winter, 2000, konsep modal sosial pertama kali dikembangkan oleh L.F. Hanifan sejak tahun 1916 di daerah bagian Barat Virginia. Menurut Bourdieu Winter, 2000, modal sosial merupakan wujud nyata sumberdaya dari suatu institusi kelompok. Modal sosial merupakan jaringan kerja yang bersifat dinamis dan bukan alamiah. Modal sosial merupakan investasi strategis baik secara individu maupun kelompok. Sadar ataupun tidak sadar bahwa modal sosial dapat menghasilkan hubungan sosial secara langsung dan tidak langsung dalam jangka pendek maupun jangka panjang Bourdieu, 1986:251. Hubungan ini dapat dilakukan dalam hubungan tetangga, teman kerja tempat kerja, maupun hubungan antar famili. Bourdieu menggambarkan bahwa modal sosial merupakan kumpulan sumberdaya yang dimiliki setiap keanggotaan dalam suatu kelompok yang 44 digunakan secara bersama-sama. Sebagai contoh, ketersediaan jaringan sosial dalam masyarakat dapat membantu peningkatkan produksi dan ekonomi anggota melalui pemanfaatan koneksi sosial pemasaran hasil. Menurut Bourdeiu, modal ekonomi merupakan sumberdaya dasar, namun modal sosial berperan besar dalam me ningkatkan modal ekonomi seseorang individu. Jika dibandingkan dengan Bourdeiu, Coleman menggunakan terminologi berbeda dalam menggambarkan modal sosial. Coleman menggambarkan modal sosial bukan dari sesuatu yang terlihat hasil tetapi lebih kepada sesuatu yang dilakukan atau dengan kata lain fungsi dari modal sosial itu sendiri. Ia memandang bahwa modal sosial memiliki nilai yang terkandung didalamnya terutama dalam struktur sosial. Oleh karena itu, Coleman Winter, 2000, menyebut modal sosial sebagai sumberdaya karena ia dapat memberi kontribusi terhadap kesejahterran individu dan masyarakat seperti halnya dengan sumberdaya lain alam, ekonomi dan sumberdaya manusia Gambar 2. Dengan arti kata, Coleman melihat bahwa struktur sosial memiliki berbaga i bentuk tindakan dan aturan yang dapat dimanfaatkan oleh individu dan masyarakat, yakni: kewajiban obligation dan harapan, informasi, dan norma- norma yang dapat menghambat dan mendorong perilaku manusia. Disisi lain, Coleman melihat bahwa struktur sosia l memiliki trust yang tinggi. Oleh karena itu, ia percaya kepada orang lain tentang hal-hal yang dikerjakan untuk kepentingan bersama, karena dalam kehidupan manusia yang memiliki struktur sosial pasti memiliki harapan dan kewajiban yang sama antar individu. Coleman mengaplikasikan konsep modal sosial lebih menekankan pada bentuk norma dan sanksi terutama dalam kehidupan keluarga dan masyarakat. Salah satu konsep yang ia terapkan pada masyarakat yaitu konsep modal sosial pada lembaga pendidikan. Ia melihat bahwa struktur sosial keluarga cukup berperan dalam meningkatan prestasi belajar anak di sekolah. Dengan kata lain, Coleman mengaplikasikan modal sosial keluarga terhadap peningkatan sumberdaya manusia baik dalam hubungan kekerabatan bonding maupun hubungan dalam masyarakat bridging. 45 Kelembagaan, Sosial Budaya, Politik dan Hukum Dampak Positif dan Negatif Kesejahteraan Individu dan Masyarakat - Kesehatan - Kejahatan dan keadilan - Pendidikan dan pelatihan - Kependudukan - Lapangan Pekerjaan - Kebudayaan dan leisure - Rumahtangga - Kualitas lingkungan - Fungsi keluarga dan masyarakat - Pertumbuhan ekonomi - Sumberdaya ekonomi - Kepaduan sosial Sumber: Edwards, 2004:13. Gambar 2 Modal Sosial sebagai Sumberdaya Secara makro, Putnam Winter, 2000 berpendapat bahwa konsep modal sosial dapat berupa: hubunganjaringan, kepercayaan, dan norma- norma yang Modal Alam - Cahaya matahari, - Atmosfir, - Air, tanah, mineral, - Flora dan fauna, - Sumber energi, - Fungsi Ekosistem, - Dan lain-lain Modal Ekonomi - Aset ekonomi: gedung, lembaga pemerintah, perusahaan, - Infrastruktur: air, listrik, tran- sportasi dan komunikasi. - Fasilitas umum: kesehatan, dan pendidikan. - Teknologi. Modal sosial - Jaringanhubungan - kepercayaan, - Asosiasi, - Norma, - Keimanan. - Tipe hubungan: Bonding, bridging, dan linking Modal Manusia Kapasitas Personal : - Kesehatan - Pendidikan - Keterampilan dan - Ilmu Pengetahuan 46 merupakan fasilitas bersama dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Operasionalisasi konsep modal sosial menurut Putnam berbeda dengan konsep yang dikembangkan oleh Bourdieu dan Coleman. Konsep modal sosial menurut Putnam, aplikasinya lebih menekankan pada tingkat wilayah regional, democratic institutions, dan economic development. Walaupun terminologi modal sosial menurut Putnam agak berbeda dengan Bourdieu dan Coleman namun kepercayaan norma norms of trust dan reciprocity dalam jaringan-jaringan atau hubungan sosialekonomi merupakan unsur terpenting dalam modal sosial dan merupakan sumberdaya. Putnam mengukur modal sosial terfokus pada sistem perilaku perkembangan ekonomi dan politik pada tingkat regional dan negara national. Kemudian, aspek yang dikaji tentang modal sosial menurut Putnam yaitu berkaitan dengan sistem norma yang berlaku pada bidang ekonomi dan politik. Pengukuran modal sosial menurut Putnam harus melibatkan beberapa asosiasi dan institusi formal yang diakui secara syah. Berikut beberapa batasan tentang modal sosial menurut beberapa ahli Tabel 3. Tabel 3 Definisi, Maksudtujuan dan Analisis Modal Sosial - Definisi Maksudtujuan Analysis Bourdeiu Sumberdaya sosial yang menyediakan akses untuk kepentingan kelompok Untuk menjamin tercapainya modal ekonomi Individual dalam kelompok Coleman Melihat aspek struktur sosial , setiap aktor dapat memanfaatkan sumberdaya tersebut untuk mencapai kepentingan bersama Untuk menjamin tercapainya sumberdaya manusia yang berkualitas Individual dalam keluarga dan masyarakat Putnam Jaringanhubungan, kepercayaan, dan norma- norma merupakan fasilitas bersama dan dapat dimanfaatkan bersama Untuk menjamin tercapainya sistem ekonomi dan demokrasi yang efektif Region dan negara Sumber: Winter, 2000. 47 Berdasarkan berbagai konsep diatas, maka konsep modal sosial menurut berbagai ahli memiliki terminologi berbeda, seperti: Coleman 1988, melihat modal sosial dari sudut pandang struktur sosial; Fukuyama 1999 berpendapat sebagai budaya dan kepercayaan; Bourdieu 1995 berpendapat sebagai jaringanhubungan; Woolckok 1998 berpendapat sebagai norma; dan Putnam 1995 melihat modal sosial dari sudut pandang organisasi sosial Flores, Margerita dan Fernando, 2003:1. Perkembangan Penelitian tentang Modal Sosial Konsep modal sosial sekarang ini, banyak menjadi perhatian dan kajian pada berbagai lembaga atau institusi termasuk lembaga riset. Seperti Putman, Leonardi, dan Naneti Hobbs, 2000 melihat bahwa di masyarakat modern Italia, modal sosial: “corak organisasi sosial, kepercayaan, norma dan jaringan sosial dapat meningkatkan efisiensi dan kemudahan berbagai kehidupan masyarakat melalui pemanfaatan fasilitas bersama”. Hal ini di dukung oleh hasil penelitian Bank Dunia 2000, bahwa institusi, hubungan kemasyarakatan, dan norma dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas interaksi sosial masyarakat sehingga pada gilirannya dapat memenuhi kebutuhan masyarakat baik dalam keperluan individu maupun kepentingan bersama. Modal sosial merupakan multi konsep, antara lain norma-norma sosial yang dipercayai, hubungan sosial dan organisiasiasosiasi yang dapat mempengaruhi hubungan diantara anggota masyarakat dan merupakan aset bagi individu dan kolektif dalam menghasilkan kesejahteraan bersama. Secara makro, modal sosial dapat mempengaruhi proses pertumbuhan dan perkembangan ekonomi. Menurut Fernando 2003, modal sosial merupakan modal alamiah, hubungan solidaritas dan asosiasi produktif. Kemudian berdasarkan tipe, modal sosial dapat dilihat secara individu, bisnis, masyarakat, dan pemerintahan. Tipe individu misalnya merupakan hubungan person yang mempunyai relasi dan dapat dimanfaatkan oleh dirinya dan orang lain. Menurut Narayan dan Pritchett 1999:872-873, modal sosial dapat mempengaruhi berbagai bentuk keluaran outcomes bagi masyarakat melalui lima mekanisme, yakni 1 dapat meningkatkan kemampuan masyarakat dalam 48 memonitor berbagai kegiatan atau kebijakan pemerintah melalui jaringan sosial social network; 2 dapat meningkatkan berbagai bentuk tindakan atau kebijakan bersama dalam memecahkan berbagai persoalan dalam masyarakat; 3 dapat memudahkan berbagai bentuk difusi inovasi melalui peningkatan hubungan antar individu; 4 dapat mengurangi ketidaksempurnaan informasi yang diterima masyarakat, seperti dalam pemanfaatan fasilitas kredit, berbagai bentuk produksi, lahan pertanian, dan lapangan kerja; dan 5 dapat meningkatkan asuransi informal informal insurance bagi rumahtangga. Coller Hobbs, 2000 membedakan modal sosial pemerintah dengan modal sosial yang ada dalam kehidupan masyarakat yaitu menerapkan berbagai peran undang-undangperaturan, kebebasan, tata nilai, norma-norma serta hubungan yang bersifat informal yang ada di masyarakat. Di dalam masyarakat, modal sosial pemerintah terbatas karena proporsi kontrak secara luas ditentukan oleh kepercayaan dan modal sosial masyarakat. Hal ini dibuktikan oleh Rose 1999 melalui studi di Rusia bahwa hubungan individu dalam masyarakat mengutamakan jaringan informal, dan kerjasama masyarakat, sedangkan organisiasi formal hampir tidak berfungsi. Berkaitan dengan manfaat dan fungsi jaringan informa l dalam masyarakat sehingga output yang ditimbulkannya bisa berpengaruh secara positif dan negatif. Menurut Olson 1982, output negatif sangat dirasakan bagi masyarakat yaitu besarnya cost yang ditanggungkan, sedangkan ouput positif cukup banyak baik dilihat dalam bentuk ekonomi maupun sosial. Seperti hasil penelitian Schneider et al., 1997, jaringanikatan hubungan cukup bermanfaat dan menguntungkan bagi masyarakat dalam pembangunan sosial terutama dalam berbagai aktivitas pendidikan. Menurut Ostroms 1994 dan Lam 1996, bahwa jaringan sosial dapat membantu dalam berbagai bentuk proyek masyarakat seperti proyek irigasi. Lebih tegas lagi dikemukakan oleh Falk dan Kilpatrick 1999 bahwa jaringan sosial di masyarakat dapat melakukan berbagai bentuk akumulasi modal ekonomi dan sosial. Hasil penelitian Winter 2000 menunjukkan bahwa modal sosial dapat mempengaruhi kestabilan kehidupan keluarga dan kemandirian masyarakat. Tau 2003 memperlihatkan bahwa faktor modal sosial mampu mempengaruhi 49 perekonomian di beberapa negara Afrika. Seperti yang dipresentasekan pada saat Konferensi Ekonomi masyarakat Afrika Selatan pada tanggal 17-19 September tahun 2003, dia menyebutkan bahwa pertumbuhan dan perkembangan ekonomi Afrika dapat meningkat dari 1,8 persen pada periode 1980-1990 menjadi 2,7 persen pada periode 1990-2000 melalui pemanfaatakan fasilitas institusi sosial politik. Beberapa Dimensi dan Tingkat Hubungan Modal Sosial Menurut Grootaert 1999, modal sosial mempunyai enam dimensi, yakni: 1 jumlah keanggotaan, 2 tingkat keberagaman anggota kelompokorganisasi, 3 intensitas pertemuan, 4 tingkat pengambilan keputusan, 5 besarnya tingkat kontribusiuang dan tenaga, dan 6 orientasi masyarakat. World Bank melihat bahwa modal sosial memiliki dimensi, sebagai berikut: 1 jaringanikatan hubungan dan kelompokorganisasi, 2 solidaritas dan kepercayaan, 3 kegotong royongan collective action and cooperations, 4 komunikasi dan informasi, 5 inklusi dan kohesi sosial dalam masyarakat, dan 6 kebijakan dan pemberdayaan Grootaert, 2004:5. Putnam Winter, 2000 mengidentifikasikan modal sosial menjadi enam dimensi, yakni: 1 kebiasaan tipe perjanjian: formal dan informal, 2 tujuan bersama antar institusi saling hormat menghormati, 3 hubungan dalam pergaulan“bridging” Trust dan reciprocity saling membangun secara bersama- sama, 4 modal sosial sebagai perantara kepercayaan dapat membangun sistem kedekatan antar individu, 5 intensitas hubungan intensitas hubunga n antar individu merupakan kekayaan dan keuntungan ganda dalam masyarakat, and 6 lokasi sosial menjalin hubungan kekerabatan tetangga dengan baik dapat membangun sumberdaya modal sosial. Haddad 2000:2 membagi modal sosial kedalam tiga dimensi, yakni: 1 tingkat partisipasi rumahtangga dalam kelompok, 2 fungsi kelompok bagi rumahtangga, dan 3 tingkat kepercayaan rumahtangga dalam kelompok. Menurut Woolcock Thomas dan Heres, 2004, modal sosial dapat dilihat dari tiga tipe ikatan hubungan atau koneksi type of networks. Pertama, modal kekerabatan bonding capital, yaitu ikatan hubungan yang berkaitan dengan 50 hubungan kekerabatan emosional tinggi yakni: hubungan antar anggota keluarga, teman dekat, dan tetangga. Kedua, modal pergaulan bridging capital, yaitu tingkat kekerabatan relatif lebih jauh seperti: teman kerja, dan kolega. Ketiga, hubungan kelembagaan linking capital, yaitu ikatan hubungan lebih renggang lagi dibandingkan kedua ikatan hubungan diatas. Hubungan kelembagaan hanya dapat terjadi pada ikatan hubungan secara formal formal institutions baik untuk kepentingan individu maupun kepentingan masyarakat luas. Berkenaan dengan itu, menurut Edward 2004:14 bahwa modal sosial dapat berkontribusi dalam meningkatkan keakraban dan kebersamaan dalam kehidupan masyarakat. Apalagi seorang individu atau kelompok masyarakat dalam menjalinkan interaksi sosial dapat mengembangkan nilai- nilai atau norma- norma yang mereka miliki di masyarakat baik antar sistem jaringan bonding, bridging maupun sistem jaringan linking dengan struktur yang terbuka dan komunikatif. Namun demikian, Edward menambahkan bahwa kefektifan proses komunikasi antar individu atau kelompok masyarakat harus didukung oleh kondisi politik yang kondusif, menegakkan supremasi hukum, adanya kelembagaan yang good governance dan menjunjung tinggi nilai-nilai kebudayaan Gambar 3. Modal sosial memiliki multi konsep antara struktur dan kualitas hubungan. Menurut Stone 2001, Stone dan Hugkes 2002 Anonim, 2003:3, terdapat tiga tipe jaringan sosial social networks, yakni: 1 jaringan informal informal ties: hubungan dalam anggota rumahtangga, teman, tetangga dekat dan teman kerja, 2 jaringan sosial dalam masyarakat: hubungan antar masyarakat lokal, antar wilayah, dan kelompok lain, dan 3 jaringan sosial dalam institusi institutional relationship: sistem pemerintahan, partai, perguruan tinggi, dan lain- lain. Menurut Coleman 1988, dan 1990, modal sosial melalui jaringan sosial dapat berperan dalam membentuk modal manusia dan ekonomi. Interaksi Sosial Kehidupan Masyarakat Interaksi sosial yang berlangsung dalam masyarakat mencirikan suatu dinamika yang terpola berdasarkan nilai- nilai yang dianut oleh masyarakat itu sendiri. Interaksi sosial merupakan inti dari kehidupan suatu masyarakat yang 51 berlangsung antara individu dan individu, individu dan kelompok dan kelompok dengan kelompok. Menurut Simmel Johnson, 1985:257, melalui interaksi timbal balik individu, maka ia saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Semua itu dapat merubah sikap, dan mencerminkan perubahan relasi antar individu, organisasi atau antar institusi Garna, 1992:10. Salah satu konsep penting dalam sistem sosial adalah institutionalization, yaitu pola-pola interaksi yang mapan antara pelaku sosial yang memiliki status dan peranan tertentu. Menurut Barth 1969, interaksi sosial merupakan hubungan yang terjadi antara identitas- identitas sosial yang berbeda dan merupakan interaksi dan simbol- simbol yang diaktifkan oleh masing- masing pelaku yang terlibat dalam interaksi tersebut dan sesuai dengan kepentingan mereka masing- masing. Berger dan Lukman Johnson, 1986:67 menyebutkan bahwa masyarakat dan berbagai institusinya diciptakan dan dipertahankan atau diubah melalui tindakan dan interaksi sosia l manusia. Menurut Sayogyo 1984:10, interaksi sosial perlu dibedakan tiga hal pokok, yaitu: 1 orang-orang yang bertindak, 2 kelompok masyarakat yaitu semua orang yang berinteraksi satu sama lain dengan membina hubungan sosial dalam beragam proses, dan 3 kebudayaan yaitu seluruh arti berdasarkan nilai- nilai dan norma- norma yang dihayati bersama serta sarana yang menjadi penyalur dari yang disampaikan dalam kejadian setiap interaksi. Interaksi sosial terjadi dalam tiga jenis proses sosial yang bersifat menyatukan, yaitu: proses kerjasama, asimilasi, akomodasi. Proses sosial lainnya yaitu proses sosial berlawanan, yaitu: konflik, kontraversi dan persaingan. Interaksi sosial mempunyai dimensi-dimensi struktural yang terdiri atas tiga bagian, yaitu: 1 jarak sosial yang menunjukkan kemungkinan relasihubungan sosial antara pelaku-pelaku tertentu mengikat sampai seberapa jauh orang-orang atau grup dapat bertemu, 2 integrasi sosial yang menunjukan besar-kecilnya keselarasanharmoni di dalam proses sosial, dan 3 tingkatan sosial yang menunjukkan perbedaan kedudukan lebih tinggi dan lebih rendah Sayogyo, 1984:10. 52 Proses sosial dalam arti adanya konflik yang timbul dalam interaksi sosial di dalam masyarakat menjadi inti pembahasan teori konflik yang dikembangkan oleh Dahrendorf yang bersifat pendekatan Struktural Non Marxis Nasikun, 1985; dan Verger, 1985. Menurut teori ini konflik adalah suatu gejala yang melekat di dalam setiap masyarakat sebagai akibat dari proses perubahan yang terus menerus berlangsung di dalam masyarakat yang dilatarbelakangi motivasi dan keinginan yang antagonistis atau bertentangan dari dua kategori sosial yaitu kelompok yang memiliki authority atau kekuasaan dan kelompok yang tidak memiliki authority. Sebagai gejala yang melekat dalam kehidupan masyarakat maka konflik hanya akan lenyap bersama dengan lenyapnya masyarakat. Karena itu apa yang dilakukan orang hanyalah mengendalikan agar konflik yang terjadi diantara berbagai kekuatan sosial yang saling berlawanan itu tidak akan terwujud dalam bentuk kekerasan. Bentuk pengendalian itu dibagi dalam tiga tingkatan, yaitu 1 konsiliasi yang terwujud di dalam lembaga- lembaga demokratis, 2 mediasi yaitu kesepakatan kedua pihak yang bertentangan untuk menunjukkan pihak ketiga memberikan pertimbangan dan nasehat, dan 3 arbitrasi atau perwasitan yaitu kesepakatan kedua pihak menerima atau terpaksa menerima hadirnya pihak ketiga yang akan memberikan keputusan-keputusan tertentu untuk menyelesaikan konflik antara kedua pihak Nasikun, 1985. Menurut Koentjaraningrat 1984, ada empat macam prinsip hubungan yang mengikat suatu masyarakat khususnya sekelompok orang di desa, yaitu; 1 prinsip hubungan kekerabatan yang membentuk persekutuan hukum, 2 prinsip hubungan tinggal dekat yang melahirkan persekutuan territorial, 3 prinsip hubungan yang tidak timbul dari masyarakat perdesaan sendiri tetapi datang dari atas desa yang memunculkan persekutuan hukum dari atas, dan 4 prinsip tujuan khusus persekutuan hukum atas kebutuhan disebabkan misalnya faktor ekologis. Mead Soekanto, 1984:8 mengatakan bahwa manusia mempunyai kemampuan berinteraksi dengan pihak-pihak lain, dengan perantaraan lambang-lambang yang memberi arti pada aktivitas hidupnya. Berdasarkan perbedaan makna terhadap la mbang yang dipakai dalam kehidupan sehari-hari antar kelompok masyarakat dapat mengakibatkan menyempitnya proses interaksi yang terjadi, sedangkan pemaknaan lambang yang sama akan memperluas aktivitas kehidupan sehingga memberi nilai bagi kehidupan sosial ekonomi. 53 Modal sosial Tipe jaringan: Bonding, Bridging dan linking Komposisi jaringan: keluarga, teman, tetangga, kolega, organisasi kelompok. Sumber: Edwards, 2004:14 Gambar 3 Kerangka Konsepsual Modal Sosial Transaksi jaringan: - Memperkuat dukungan, - Meningkat pengetahuan, - negosiasi, - penerapan sanksi. Kualitas jaringan: - Norma-norma: kepercayaan, imbalan, efikasi kebersamaan, - partisipasi sosial - partisispasi ekon. Struktur jaringan: - jumlah, - keterbukaan, - komunikasi, - mobilitas,dan - tingkat hubungan. Kebudayaan - Bahasa, - Sejarah, - Gender, - Agama, - Seni, dan - sport Politik: - Peran UU, - Transparansi proses politik, - Good governance Supremasi Hukum: - independensi pengadilan, - Transparansi proses hukum, - Kebebasan berpendapat. Kelembagaan: - Implementasi kebijakan, - Stabilitas ekonomi Dampak Positif: - Pengembangan jaringan kerja, - Peningkatan pengetahuan, - Peningkatan kepercayan - masyarakat, - Kebahagiaan masyarakat, - Kepuasan mengontrol diri, - transaction cost, - Pemecahan masalah. Dampak Negatif: - Adanya hubungan tidak seimbang unbalance bonding, - Menurunkan fungsi keluarga unbalance bridging, - Korupsi unbalance linking - Kekacauan dalam masyarakat 54 KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN Kerangka Berpikir Determinan kesejahteraan well-being tidak hanya terbatas pada faktor fisik alam, ekonomi, dan sumberdaya manusia namun dapat juga dilihat dalam konteks modal sosial Morris, 1998. Modal sosial adalah sumberdaya terpenting dalam kehidupan masyarakat karena modal ini merupakan jaringanhubungan keluarga terhadap dunia luar tetangga dan masyarakat luas untuk memecahkan berbagai persoalan termasuk masalah kebutuhan dasar ekonomi dan psikologi keluarga. Hasil penelitian di Afrika Selatan menunjukkan bahwa keberadaan modal sosial jaringan sosial individu rumahtangga yang kuat dalam kehidupan masyarakat berperan untuk mendapatkan berbagai bentuk akses. Dengan kata lain, anggota keluarga yang memiliki tingkat modal sosial yang kuat berpengaruh sangat nyata dan signifikan terhadap peningkatan pengeluaran keluarga per kapita proxy pendapatanHaddad, 2002:2. Hal ini sejalan dengan tiga studi ekonomi yang dilakukan oleh Knach dan Keefer 1997, Narayan dan Pritchett 1999 dan Grootaert 1999 secara empiris membuktikan bahwa modal sosial dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga. Penelitian di daerah perdesaan Tanzania misalnya, modal sosial individu berhubungan positif dengan income. Artinya, semakin tinggi tingkat modal sosial individu maka terjadi peningkatan income sebesar 20-30 persen setiap keluarga Narayan dan Pritchett, 1999. Modal sosial dapat mempengaruhi income melalui berbagai kemudahan yang ada di masyarakat, seperti: penggunaan input pertanian yang modern, dan memperoleh fasilitas kredit pertanian lebih mudahcepat. Dengan demikian, modal sosial berkorelasi positif dengan kesejahteraan keluarga. Keluarga dengan modal sosial yang tinggi memiliki tingkat pengeluaran per kapita lebih besar, aset dan tabungan lebih banyak serta memiliki akses kredit lebih mudah dibandingkan dengan keluarga yang memiliki investasi modal sosial terbatas Grootaert, 1999:62. Secara ekonomi, modal sosial dapat bermanfaat dan menguntungkan dalam keluarga karena keluarga yang memiliki modal sosial dapat berinteraksi 32 55 dengan dunia luar dan modal dasar dalam pembangunan sebagai transaction cost Fukuyama, 1999. Sebagai contoh, berbagai problem tentang pekerjaan pertanian dan non-pertanian dapat diatasi melalui pemanfaatan jaringan sosial terutama informasi tentang pasar dan teknologi serta informasi lainnya Collier, 1998. Menurut Portes Grootaert, 1999:4, modal sosial dapat berupa jaringan sosial atau struktur sosial. Dalam struktur sosial, dapat diukur pada tingkatan mikro, meso, dan makro. Tingkatan makro misalnya, dapat berupa institusi pemerintah yang memiliki peraturan dan undang-undang yang jelas dan tegas sehingga berdampak terhadap kinerja ekonomi nasional. Modak sosial pada tingkatan meso dan mikro, berupa norma dan jaringan yang dibangun melalui interaksi antar individu dan keluarga dalam struktur sosial masyarakat. Struktur sosial yang dimaksud dan terdapat dimasyarakat yaitu asosiasi atau institusi lokal. Ciri negara makmur adalah negara yang mempunyai kualitas sumberdaya manusia karakter yang tinggi dan ditunjukkan oleh: 1 kehidupan sosial relatif damai, 2 sedikit konflik, dan 3 terdapat tingkat toleransi yang tinggi dalam kehidupan bermasyarakat. Keunggulan ini ditunjukkan oleh faktor modal sosial yang tinggi, yaitu masyarakat yang memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi. Sehubungan dengan itu, menurut Fukuyama Djalil dan Megawangi, 2003:6, untuk mencapai masyarakat madani, masing- masing individu dan golongan masyarakat harus dapat menjujung tinggi rasa saling hormat, kebersamaan, toleransi, kejujuran, dan menjalankan kewajibannya. Keluarga sebagai suatu sistem dalam masyarakat seperti sistem lainnya yang terdiri dari elemen-elemen yang saling berhubungan baik sistem lingkungan fisik yang berupa lingkungan alamiah dan atau buatan maupun sistem lingkungan sosial. Menurut Parsons 1965, sistem keluarga memiliki tiga elemen utama, yakni: 1 status sosial, 2 fungsi sosial, dan 3 norma sosial yang saling berhub ungan satu sama lainnya interralated. Hubungan antar elemen untuk mewujudkan satu fungsi tertentu terjadi, dan tidak saja bersifat alami tetapi juga dibentuk oleh berbagai faktor atau kekuatan yang ada disekitar keluarga seperti nilai- nilai atau norma serta faktor- faktor lain yang ada di masyarakat salah satunya adalah modal sosial. 33 56 Namun demikian, keberfungsian faktor modal sosial bagi keluarga di masyarakat harus ditunjang oleh potensi sumberdaya lain yang dimiliki oleh masing- masing keluarga terutama di daerah perdesaan. Berdasarkan klasifikasi sumberdaya, ada ada empat macam sumberdaya, yakni: sumberdaya fisikalam, ekonomi, manusia termasuk sosio-demografi, dan sumberdaya atau modal sosial. Dari keempat sumberdaya tersebut hanya ada tiga sumberdaya yang masuk kedalam sistem keluarga sebagai input yakni: sumberdaya manusia, ekonomi dan sumberdaya sosial. Sumberdaya manusia dan ekonomi digabung menjadi satu kesatuan input yakni status sosial ekonomi, sedangkan sumberdaya sosial menjadi input tersendiri yang disebut modal sosial. Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa ketiga sumberdaya tersebut tidak akan dapat digunakan atau dimanfaatkan secara optimal tanpa ada ditunjang oleh pengelolaan sumberdaya yang baik. Dengan arti kata, peran manajemen sumberdaya disini sangat penting dalam mengelola berbagai sumberdaya yang dimiliki keluarga untuk meningkatkan kesejahteraan baik kesejahteraan ekonomi objektif maupun kesejahteraan ekonomi subjektif. Lingk. Makro AlamBuatan Lingk. Makro Sistem Masy Lingk. Mikro Modal Alam Modal Ekonomi Modal Manusia Modal Sosial SISTEM KELUARGA Input Output Kesejahteraan Ekonomi Objektif Feed back Manajemen Sumberdaya Keluarga Status Sosial Ekonomi Modal Sosial Kesejahteraan Ekonomi Subjektif Proses Diteliti : Tidak diteliti: Ga m ba r 4. K e ra ngk a Be rpik ir: H ubunga n M oda l Sosia l de nga n K e se ja ht e ra a n Ek onom i K e lua rga 34 57 Hipotesis Penelitian 1 Faktor sosio-demografi, dan manajemen sumberdaya keluarga berpengaruh secara nyata terhadap kesejahteraan ekonomi keluarga, 2 Terdapat ketidakmerataan kesejahteraan ekonomi keluarga di Provinsi Jambi berdasarkan agroekologi wilayah, 3 Faktor modal sosial berpengaruh secara nyata terhadap kesejahteraan ekonomi keluarga; dan 4 Peningkatan modal sosial merupakan model yang tepat secara struktural dalam pemberdayaan keluarga kaitannya dengan kesejahteraan. 35 58 METODE PENELITIAN Desain, dan Lokasi Penelitian Desain penelitian adalah cross sectional. Penelitian dilakukan di Provinsi Jambi dengan dua Kabupaten terpilih, yaitu: Kabupaten Tanjung Jabung Timur dan Kabupaten Kerinci Gambar 5. Terpilihnya kedua Kabupaten tersebut sebagai wilayah penelitian dengan pertimbangan diharapkan dapat mewakili karakteristik kabupaten yang ada di Provinsi Jambi baik dilihat dari aspek ekologi, ekonomi maupun sosial budaya. Kabupaten Tanjung Jabung Timur misalnya, dapat mewakili wilayah pesisir pantaipasang surut, mayoritas masyarakat berasal dari suku Melayu, Bugis dan Banjar migrasi spontan dengan komoditas utama usaha nelayan, perkebunan kelapa dalam, dan usahatani padi sawah pasang surut. Kabupaten Kerinci mewakili masyarakat wilayah pegunungan atau dataran tinggi, mayoritas masyarakat didominasi oleh suku Melayu-Kerinci dengan komoditas utama usahatani padi sawah irigasi, perkebunan kulit manis cassiavera, dan perkebunan kopi disamping usahatani tanaman pangan dan sayuran. KERINCI SAROLANGUN BATANGHARI MERANGIN BUNGO TANJAB BARAT MUARO JAMBI TANJAB. TIMUR TEBO KOTA JAMBI Luas : 53,435 km ² Jumlah Kab, Kota : 9 Kab dan 1 Kota Jumlah Penduduk : 2.657.536 jiwa2006 Kepadatan Penduduk : 50 orang km² Pertum Penduduk : 1,98 tahun 20042005 Pertum Ekonomi : 5,57 20042005 PDRB hrg berlaku : Rp.22,5 trilyun 2006 S E M B I L A N LURAH J A M B I S EPU C UK Daerah Pegunungan Daerah Pesisir pantai Gambar 5 Letak Lokasi Wilayah Penelitian 36 59 Sumber, Jenis dan Metode Pengumpulan Data Data penelitian ini bersumber dari data primer dan sekunder. Data primer diperoleh langsung dari keluarga dan responden terpilih, sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi dan lembaga terkait disamping dari laporan hasil penelitian, jurnal maupun majalah yang memuat tentang masalah modal sosial dan kesejahteraan. Jenis atau variabel penelitian dibagi ke dalam lima kelompok, yaitu: karakteristik keluarga, sosio-demografi, manajemen sumberdaya keluarga, modal sosial, dan variabel kesejahteraan objektif dan subjektif. Karakteristik keluarga dan sosio-demografi, variabel yang diteliti meliputi: 1 jumlah anggota keluarga, 2 umur orang tua kepala dan ibu rumahtangga, 3 tingkat pendidikan orang tua Kepala dan ibu rumahtangga dan anak, 4 tingkat keterampilan kepala keluarga, 5 mata pencaharian kepala dan ibu rumahtangga, 6 kepastian pemilikan lahan lahan pertanian dan permukiman dan perahukapal, 7 pendapatan rumahtangga, 8 kondisi perumahan permanensederhana, dan 9 fasilitas perumahan air minum, alat penerangan, dan aksesibilitas. Aspek manajemen sumberdaya keluarga, variabel yang diteliti, meliputi: 1 manajemen waktu, 2 manajemen anggota keluarga, dan 3 manajemen keuangan. Aspek modal sosial dibagi dalam dua dimensi, yakni dimensi asosiasi lokal, dan dimensi karakter masyarakat. Variabel yang termasuk kedalam dimensi asosiasi lokal, meliputi: 1 jumlah kelompokorganisasi yang diikuti, 2 tingkat partisipasi keluarga dalam kelompokorganisiasi, dan 3 manfaat kelompok organisasi, sedangkan untuk dimensi karakter masyarakat, meliputi : 1 kepercayaan, 2 solidaritas, dan 3 semangat kerja. Aspek kesejahteraan ekonomi keluarga dibagi dalam dua dimensi, yakni kesejahteraan ekonomi objektif dan kesejahteraan ekonomi subjektif. Variabel kesejahteraan ekonomi objektif, meliputi: 1 kebutuhan pangan, 2 kebutuhan non pangan, dan 3 kebutuhan investasi sumberdaya manusia, sedangkan variabel yang diteliti untuk kesejahteraan subjektif yaitu melihat tingkat kepuasan keluarga, meliputi: 1 pemenuhan kebutuhan pangan, 2 pemenuhan kebutuhan non 60 pangan, dan 3 pemenuhan kebutuhan investasi sumberdaya manusia. Disamping data pokok penelitian ditambah denga n data pendukung yaitu data karakteristik wilayah. Adapun variabel yang diambil mengenai karakteristik wilayah yaitu meliputi: 1 data geografi, 2 demografi, 3 sosial budaya, 4 sistem keorganisasian masyarakat, dan 5 data aksesibilitas wilayah. Metode pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dan observasi. Untuk mendapatkan data lebih mendalam, pengumpulan data dilanjutkan dengan metode wawancara mendalam Indepth Interview terhadap beberapa responden terpilih dan Focus Group Discussion FGD. Untuk lebih jelasnya jenis dan teknik pengumpulan data penelitian masing- masing variabel dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Jenis dan Metode Pengumpulan Data No Jenis Data Metode Pengumpulan Data 01 Karakteristik dan Sosio Demografi Keluarga Wawancara langsung, dan observasi 02 Manajemen Sumberdaya Keluarga Wawancara langsung, dan observasi 03 Sumber Penghasilan Keluarga Wawancara langsung 04 Aspek Perumahan Wawancara langsung dan observasi 05 Fasilitas Perumahan Wawancara langsung dan observasi 06 Kesejahteraan ekonomi keluarga Wawancara langsung, observasi, indepth interview, dan FGD. 07 Pengeluaran Keluarga Wawancara langsung 08 AsetJumlah Kekayaan Wawancara langsung, dan observasi 09 Modal Sosial Wawancara langsung, observasi, indepth interview, dan FGD. 10 Karakteristik Wilayah Wawancara bebas dan Observasi Waktu Pengumpulan Data Penelitian Waktu pengumpulan data penelitian selama delapan bulan, mulai dari bulan Januari sampai dengan bulan Agustus 2006. Pengumpulan data penelitian 61 dibagi dalam dua tahap. Tahap pertama adalah pengumpulan data atau penelitian penjajakan uji coba kuesioner. Tahap kedua adalah pengumpulan data primer dan sekunder. Selama penelitian penjajakan, pengumpulan data penelitian berjalan dengan lancar dan tidak ditemui kendala atau hambatan yang berarti. Namun demikian, peneliti harus menyesuaikan waktu dengan responden. Kasus di wilayah pesisir pantai misalnya atau responden yang berprofesi nelayan, peneliti harus menunggu waktu mereka tidak melaut atau pada musim gelombang. Seperti diketahui, nelayan umumnya di daerah penelitian melaut pada siang hari dan pulang pada pagi hari sekitar jam 6.00-7.00 WIB setelah itu mereka istirahat tidur. Artinya, selama musim melaut mereka hampir tidak punya waktu untuk wawancara termasuk keperluan penelitian. Oleh karena itu, peneliti melakukan wawancara dengan responden yang berprofesi nelayan selama mereka tidak melaut yaitu antara bulan desember sampai bulan pebruari. Hal yang sama juga ditemui di wilayah pegunungan yang mana mayoritas petani adalah berprofesi sebagai petani sawah. Mereka bekerja mulai dari jam 7.00 – 16.00 WIB. Namun petani sawah ini memiliki waktu senggang lebih banyak dibandingkan dengan nelayan terutama pada malam hari. Oleh karena itu, peneliti mengumpul data di wilayah ini harus pada waktu malam hari. Dengan konsekuensi waktu yang diperlukan peneliti cukup singkat sekali. Namun demikian, dalam waktu yang relatif singkat ini peneliti dapat mengumpulkan responden dan menjaring berbagai informasi yang diperlukan dalam penelitian atas bantuan tokoh masyarakat dan pemuda setempat mengenai tempat tinggal responden. Lama Wawancara dan Pendalaman Pertanyaan Peneliti sebelum berangkat melakukan pengumpulan data sudah mempersiapkan kuesioner sedemikian rupa terutama waktu yang diperlukan selama wawancara. Dari 15 responden yang diambil selama penelitian penjajakan, ternyata rata-rata waktu yang diperlukan untuk wawancara berkisar antara 45 menit sampai satu jam. Dengan arti kata, pengumpulan data selama penelitian 62 penjajakan cukup lancar dan tidak membosankan bagi responden sehingga validitas dan reliabilitas data yang diharapkan dari responden cukup representatif. Kelancaran pelaksanaan penelitian penjajakan ini tidak terlepas dari persiapan sebelum keberangkatan ke lapangan terutama instrumen yang digunakan dalam penjaringan informasi data dalam penelitian ini. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini sudah dipersiapkan selama lebih kurang 6 enam bulan yang lalu dengan bantuan atau bimbingan komisi pimbimbing. Dengan demikian, kedalam dan keluasan informasi yang diharapkan serta kata-kata yang digunakan dalam menjaring informasi sudah didiskusikan beberapa kali antara peneliti dengan komisi pembimbing dan atau antar komisi pembimbing sehingga tingkat validitas dan reliabilitas sudah cukup memadai dan dapat dihandalkan. Dengan kata lain, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam instrumen penelitian cukup dipahami oleh responden. Apalagi pelaksanaan penelitian penjajakan ini dilakukan langsung oleh peneliti sendiri. Sampel Penelitian Daerah penelitian ditentukan dengan metode cluster sampling yaitu dengan cara membagi daerah berdasarkan agroekologi wilayah sehingga terpilih wilayah dataran tinggi pegunungan yaitu Kabupaten Kerinci dan daerah pesisir pasang surut yaitu Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Diambilnya daerahwilayah penelitian berdasarkan agroekologi, mengingat distribusi penduduk Provinsi Jambi menyebar berdasarkan tipologi tersebut. Selanjutnya, kecamatan dan desakelurahan penelitian diambil secara purposive dan mengikuti pola yang ada di masing- masing wilayah Kabupaten, sedangkan responden rumahtangga diambil secara acak sederhana simple random sampling sebesar 325 orang atau 10 persen dari jumlah rumahtangga yang ada pada seluruh desa penelitian 3.257 rumahtanggaTabel 5. Jumlah sampel yang digunakan sebagai indepth interview sebanyak 33 orang atau 10 persen dari jumlah responden masing- masing desa. 63 Tabel 5 Jumlah Responden dan Informan Indepth Interview Berdasarkan Kabupaten, Kecamatan dan Desa Di daerah penelitian, 2006 Jumlah sampel No Daerah Penelitian Jumlah KKPetani Responden Indepht.Int 1 Kabupaten Kerinci: 11 Kecamatan Keliling Danau 111 Desa Jujun 484 48 5 112 Desa Koto Agung 382 38 4 12 Kecamatan Merangin 121 Desa Muak 476 48 5 122 Desa Pondok 404 40 4 2 Kabupaten Tanjung Jabung Timur 21 Kecamatan Nipah Panjang 211 Desa Nipah Panjang I 303 30 3 212 Desa Nipah panjang II 409 41 4 22 Kecamatan Mendahara Ilir 221 Desa Mendahara Ilir 435 44 4 222 Desa Pangkal Duri 364 36 4 - T o t a l 3.257 325 33 Sumber: Monografi Masing-masing Desa Penelitian, tahun 2006. Secara ringkas, metode pengambilan sampel penelitian dan distribusi responden dapat dilihat pada gambar desain dan lokasi penelitian Gambar 6. Provinsi Jambi Kabupaten Kerinci Kabupaten Tanjabtim Kecamatan Keliling Danau Kecamatan Merangin Kecamatan Nipah Panjang Kecamatan Mendahara Ilir Rumahtangga Cluster sampling Simple R.S. Purposive 6 bulan Desa Jujun 10 Desa Kt. Agung Desa Muak Desa Pondok Desa Nph Pjg I Desa Nph Pjg II Desa Mend Ilir Desa P.Duri Gambar 6 Desain dan Lokasi Penelitian 64 Analisis Data Sebelum dilakukan analisis data perlu dilihat keterkaitan antara satu variabel dengan variabel lainnya. Seperti terlihat pada Gambar 7, variabel sosio- demografi, modal sosial dan manajemen sumberdaya keluarga sebagai variabel exogenous berhubungan secara kausalitas dengan variabel endogenous yaitu kesejahteraan ekonomi keluarga objektif dan subjektif. SOSIO DEMOGRAFI • Pendidikan Suami • Keterampilan Suami • Beban Ketergantungan MANAJEMEN SUMBERDAYA • Waktu • Anggota Keluarga • Keuangan MODAL SOSIAL ASOSIASI LOKAL • Jumlah Asosiasi • Tingkat Partisipasi • Manfaat Asosiasi KARAKTER MASYARAKAT • Keterpercayaan • Solidaritas • Semangat Kerja KESEJAHTERAAN EKONOMI KELUARGA KESEJAHTERAAN EKONOMI OBJEKTIF Kebutuhan • Pangan • Non pangan • Investasi KESEJAHTERAAN EKONOMI SUBJEKTIF Kepuasan • Pemenuhan Pangan • Pemenuhan Non pangan • Pemenuhan Investasi Gambar 7 Kerangka Analisis Penelitian Analisis data dimulai dari melakukan sortasi, dan “coding”. Kemudian dilanjutkan analisis data secara deskriptif dengan menggunakan tabel frekuensi tunggal untuk data karakteristik keluarga, sosio-demografi, manajemen sumberdaya keluarga, modal sosial dan tingkat kesejahteraan ekonomi keluarga. Untuk menjawab masing- masing tujuan penelitian menggunakan analisis sebagai berikut: a Utuk mengetahui faktor- faktor yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan ekonomi keluarga objektif dan subjektif di analisis dengan uji regresi berganda. Uji Regresi Berganda multiple regression dengan fungsi produk si: 65 Fungsi Produksi Kesejahteraan Ekonomi Keluarga Y i = α + b 1 EDU 1 +b 2 SKILL 2 + b 3 DR 3 + b 4 MW 4 + b 5 MAK 5 + b 6 MK 6 + b 7 ASLOK 7 + b 8 TP 8 + b 9 MA 9 + b 10 KM 10 + b 11 TS 11 + b 12 SK 12 + b 13 WLYH 13 + ei Keterangan: Y i = Tingkat Pengeluaran Keluarga Rpkeluargatahun, EDU 1 = Pendidikan suami, SKILL 2 = Pendidikan Non Formal Suami, DR 3 = Beban Ketergantungan Keluarga, MW 4 = Manajemen Waktu, MAK 5 = Manajemen Anggota Keluarga, MK 6 = Manajemen Keuangan, ASLOK 7 = Jumlah Asosiasi yang diikuti, TP 8 = Tingkat Partisipasi dalam Asosiasi Lokal, MA 9 = Manfaat Asosiasi Lokal bagi Keluarga, KM 10 = Keterpercayaan Masyarakat, TS 11 = Tingkat Solidaritas, SK 12 = Semangat Kerja Masyarakat, WLYH 13 = Dummy Wilayah Penelitian α = intercepts, and e I = error term. Sebelum dilakukan pengujian secara statistik perlu dilihat nilai Koefisien Determinasi Ganda R 2 , dan uji Korelasi antar variabel bebas r. Koefisien Determinasi Ganda R 2 adalah untuk melihat kontribusi semua variabel bebas terhadap variabel terikat. Dengan arti kata, apakah model yang digunakan dalam penelitian valid atau tidak. Nilai R 2 diperoleh dari perbandingan antara nilai Sum Square Regression SS reg dengan nilai Sum Square Total SS tot dengan rumus sebagai berikut: total reg i n i i n i total reg SS SS y y y y SS SS R − =     −       − = = − = − ∧ = ∑ ∑ 1 2 1 2 1 2 2 R atau Nilai R 2 terdapat antara 0 dan 1. Apabila nilai R 2 = 0,70, mencerminkan tingkat kontribusi variabes bebas independen variabel terhadap variabel terikat cukup kuat. Artinya, model yang digunakan cukup valid, dan sebaliknya apabila nilai R 2 = 0,70, maka kontribusi variabel independen terhadap variabel dependen kurang kuat tidak valid Myers, 1990:37. 66 Uji Korelasi antar variabel bebas r dilakukan untuk mengetahui besarnya korelasi antar variabel bebas sehingga dapat mendeteksi ada tidaknya kolinearitas berganda multicollinearity. Uji Korelasi antar variabel bebas r diperoleh akar dari R 2 . Setelah mendapat nilai R 2 dan r baru dilakukan uji statistik. Adapun uji yang digunakan adalah sebagai berikut: 1 Uji F over all test Uji F digunakan untuk membuktikan semua variabel independen variabel bebas secara bersama-sama mempunyai pengaruh terhadap variabel dependen variabel terikat. Rumus uji F adalah sebagai berikut: SS reg k F hitung = ------------------ SS res N-k-1 Keterangan: SS reg = Sum Square Regression SS res = Sum Square Error k = jumlah peubah bebas N = jumlah kasus responden. Apabila nilai F hitung F tabel 0,05, berarti H ditolak dan diterima H 1 . Artinya, seluruh variabel independen jumlah anggota keluarga, umur suami, umur isteri, pendidikan suami, pendidikan isteri, keterampilan suami, beban ketergantungan, dan penghasilan keluarga secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap tingkat pengeluaran keluarga. Sebaliknya, apabila nilai F hitung F tabel 0,05, berarti H diterima dan tolak H 1 . Artinya, seluruh variabel independen secara bersama-sama tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat pengeluaran keluarga. 2 Uji t partial test Uji t digunakan untuk membuktikan semua variabel independen variabel bebas secara individual memp unyai pengaruh terhadap variabel dependen variabel terikat. Uji t diperoleh dari hasil perbandingan antara Koefisien Regresi Bi dengan Standar Error Se. Apabila nilai t-hitung t-tabel 0,05, berarti H ditolak dan diterima H 1 . Artinya, variabel independen jumlah anggota keluarga, umur suami, umur isteri, pendidikan suami, 67 pendidikan isteri, keterampilan suami, beban ketergantungan, dan penghasilan keluarga secara individual berpengaruh nyata terhadap tingkat pengeluaran keluarga. Sebaliknya, apabila nilai t-hitung t-tabel 0,05, berarti H diterima dan ditolak H 1 . Artinya, setiap variabel independen secara individual tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat pengeluaran keluarga. b Untuk mengidentifikasi dan mengkaji perbedaan tingkat kesejahteraan ekonomi keluarga di Provinsi Jambi berdasarkan Agroekologi wilayah dianalisis dengan menggunakan Model Kuznets, dan Uji Mann-Whitney U- test. 1 Model Kuznets melihat pemerataan kesejahteraan ekonomi keluarga objektif dan subjektif berdasarkan perbandingan antara kesejahteraan dari 40 persen kelompok penerima kesejahteraan terbawah dengan 10 persen kelompok penerima kesejahteraan teratas. Kesejahteraan masyarakat dikatakan merata atau hampir merata apabila nilai dari kelompok penerima kesejahteraan 40 persen terbawah lebih besar dari 17 persen, kurang merata ketidakmerataan sedang yaitu 12-17 persen, dan di bawah 12 persen disebut sebagai tidak merata ketidakmerataan tinggi. Model Kuznets telah teruji baik di negara maju maupun negara berkembang. Untuk mendapatkan hasil yang lebih komplit maka pengujian pemerataan kesejahteraan ekonomi keluarga dilanjutkan dengan menggunakan uji atau melihat nilai Bobot Kesenjangan BK kesejahteraan. Uji ini telah dikembangkan oleh Bank Dunia dan Kuzne ts dengan formula bahwa BK diperoleh dari perbandingan antara persentase kesejahteraan pada kelompok penerima 40 persen terbawah terhadap persentase kesejahteraan ekonomi keluarga pada kelompok penerima kesejahteraan 10 persen teratas. Kesejahteraan dikatakan merata, apabila memiliki nilai BK mendekati 4, sedangkan kesejahteraan dikatakan tidak merata atau terjadi kesenjangan apabila memiliki nilai BK sebesar 0,3 atau lebih kecil dari 0,3. 2 Untuk melihat perbedaan ketidakmerataan kesejahteraan ekonomi keluarga di kedua wilayah dilanjutkan dengan Uji Mann-Whitney. Uji Mann-Whitney U Test menurut Siegel 1985: 154, bahwa : 68 12 1 2 2 1 2 1 2 1 + + − = − = − n n n n n n U U score Z u u σ µ atau 2 1 dimana 1 1 1 2 1 R n n n n U − + + = 2 1 2 2 2 2 1 R n n n n U − + + = Dimana Npopulasi x max - n n Ranking 1 = i R . Keterangan: Z -score = nilai perbedaan ketidaksamarataan kesejahteraan ekonomi keluarga, U i = jumlah nilai distribusi kesejahteraan ekonomi keluarga, R i = Ranking kesejahteraan ekonomi keluarga, n i = jumlah populasi penelitian masing-masing wilayah, dan N i = jumlah populasi penelitian total. c Untuk mengetahui pengaruh faktor modal sosial terhadap kesejahteraan ekonomi keluarga objektif dan subjektif di daerah perdesaan Provinsi Jambi di analisis melalui model Structural Equation Model SEM dengan program Linear Structural Releationship LISREL versi 8.7. Banyak penelitian menggunakan analisis data dengan melihat frekuensi means, persentase dan korelasi. Untuk analisis yang lebih kompleks, misalnya untuk melihat pengaruh sebab akibat kausal, ada juga yang melakukan penelitian dengan analisis metode Regresi. Analisis regresi memiliki kelemahan-kelemahan karena bersandar pada asumsi-asumsi yang harus dipenuhi. Misalnya asumsi bahwa semua variabel bebas diukur tanpa kesalahan tidak ada kesalahan pengukuran dan variabel bebasvariabel penjelas diasumsikan dapat diukur secara langsung. Akan tetapi dalam bidang sosial termasuk kajian bidang ilmu keluarga ada variabel yang tidak bisa diukur secara langsung, misalnya variabel social economic status SES yang dapat diukur melalui variabel lain yaitu tingkat pendidikan, penghasilan dan pekerjaan sebagai variabel indikator. Dalam kasus seperti ini untuk memasukkan variabel SES ke dalam model persamaan regresi, dibentuk suatu indeks berdasarkan variabel- variabel indikatornya denga n melakukan penggabungan dari variabel tingkat pendidikan, pekerjaan dan pendapatan. Penggabungan ini bisa dilakukan dengan melalui penjumlahan data mentah atau data yang sudah dibagikan dari 69 ketiga variabel tersebut atau menggunakan skor berdasarkan komponen utama maka indikasi ini masih saja tidak berperilaku seperti nilai sebenarnya yang mengukur SES dengan realibel secara sempurna. Indeks tersebut masih mengandung galat error. Penggunaan asumsi tersebut memberikan keterbatasan pada penggunaan metode regresi. Jika asumsi tersebut tidak dipenuhi maka hasil yang diperoleh tentu tidak sesuai dengan yang sebenarnya. Melalui perkembangan ilmu bidang statistik, para peneliti telah dimungkinkan untuk menganalisis data sebab akibat dengan menggunakan metode la in yaitu dengan menggunakan permodelan persamaan struktural Structural Equation ModellingSEM. SEM merupakan gabungan dari model regresi dan analisis alur path analysis Bollen, 1989. Dengan menggunakan model ini, kelemahan-kelemahan model regresi seperti kasus SES dapat diatasi dengan baik. Misalnya, variabel SES disebut sebagai variabel tak teramati latent dan tiga variabel lainnya disebut disebut variabel indikator bagi SES. Dalam model ini semua variabel laten dimasukkan ke dalam model. Dengan demikian tidak perlu ada asumsi bahwa setiap variabel dapat diukur secara langsung, karena secara langsungpun variabel dapat dimasukkan ke dalam model. Model persamaan struktural telah diterapkan dalam berbagai bidang seperti ekonometrika, biometrika, psikologi dan sosiologi. Tujuan Model Hubungan Struktural a. Membentuk model struktural yang menghubungkan variabel pengamatan atau variabel yang terukur variabel bebas dan variabel tak bebas dengan variabel- variabel laten atau variabel yang tidak terukur endogenus dan eksogenus. b. Menerapkan LISREL untuk mendapatkan struktur hubungan yang optimum, dan c. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi variabel laten endogenus. 70 Bolen 1989 menyatakan bahwa model persamaan struktural dapat dipandang dalam beberapa aspek, yaitu : a. Sebagai persamaan regresi dengan perbedaan asumsi dimana dalam persamaan struktur kesalahan pengukuran dalam variabel penjelas diperbolehkan sebagaimana pada variabel tak bebasnya. b. Sebagai persamaan yang terdiri dari analisis faktor yang memperbolehkan pengaruh langsung dan tidak langsung antar faktor. c. Sebagai persamaan yang memasukkan indikator dan variabel tak terstruktur variabel laten. Terdapat vektor variabel tak bebas η ’ = η 1 , η 2 , ..., η m dan vektor variabel bebas ξ ’ = ξ 1 , ξ 2 , ..., ξ n . Dalam bentuk yang paling umum, model persamaan struktural menurut Joreskog dan Sorbom dalam Bollen KA 1989:11 terdiri dari dua bagian yaitu: Model Laten Variabel Menggambarkan hubungan sebab akibat diantara variabel- variabel laten, pengaruh-pengaruh sebab akibat baik langsung, tak langsung maupun total efek dan menggambarkan variabel- variabel yang dapat diterangkan atau tidak dapat diterangkan, yaitu : η = Βη + Γξ + ξ Keterangan: § B adalah matriks m x m yang merupakan koefisien regresi dari variabel endogenus terhadap variabel endogenus lainnya yang merupakan pengaruh langsung antar variabel endogenus. § Γ adalah matriks m x n dari koefisien regresi dari variabel eksogenus terhadap variabel endogenus yang merupakan pengaruh variabel eksogenus ξ pada variabel endogenus. § ξ adalah vektor galat berukuran m x 1. 71 Pengaruh tidak langsung antar variabel endogenus = B k sedangkan pengaruh tidak langsung variabel eksogenus pada varibel endogenus akhir = 1 + B + B + B 2 + ... + B k+1 x Γ , sedangkan total efek merupakan penjumlahan dari pengaruh langsung dengan pengaruh tidak langsung. Weeks Bollen, 1989 mengembangkan model matriks partisi kompleks yang dapat menerima beragam tingkat konstruksi laten. Dalam model Weeks, vektor variabel pengamatan x direalisasikan ke variabel laten dengan struktur : j q 1 j j 1 i i ? ? µ x ∑ ∏ = =         + = dimana µ adalah vektor rataan dan bentuk dalam tanda kurung menggantikan matriks perkalian Λ 1 , Λ 2 , ..., Λ j . Vektor y juga memiliki struktur yang serupa dalam bentuk variabel laten η . j q 1 j j 1 i i ? ? µ y ∑ ∏ = =         + = Variabel laten yang hanya mempengaruhi satu variabel disebut faktor laten unik, sedangkan variabel laten yang mempengaruhi lebih dari satu variabel pengukuran disebut faktor laten umum. Tabel 6 Matriks- matriks Model Laten Variabel Nama Deskripsi Simbol Unsur Notasi LISREL Variabel Eta Variabel laten endogenus η mx1 η Xi Variabel laten exogenus ξ nx1 ξ Zeta Error ζ mx1 ζ Model Laten Variabel: Beta Hubungan antara konstruk endogen B ß nn BE Gamma Hubungan antara konstruk eksogen dan endogen Γ Y nm GA Phi Korelasi antara konstruk eksogen F F m m PH Psi Korelasi persamaan struktural atau konstruk endogen ? ? n PS 72 Model persamaan struktural melibatkan dua tipe konstrak laten yaitu: a Variabel laten eksogenus adalah variabel tak terukur yang tidak dipengaruhi oleh variabel lain di dalam sistem. b Variabel laten endogenus adalah variabel tak terukur yang diakibatkan oleh variabel lain di dalam sistem. Bentuk endogenus dan eksogenus adalah model khusus, sehingga dimungkinkan suatu variabel merupakan variabel eksogenus di satu model namun endogenus di model lain. Dimungkinkan pula, suatu variabel menunjukkan eksogenus namun dapat dipengaruhi oleh variabel- variabel eksogenus lainnya. Model Pengukuran Menggambarkan hubungan antara variabel- variabel indikator variabel pengamatan dengan variabel-variabel tak terukur variabel laten yang dibangunnya. Adapun model pengukuran ini ada dua yaitu : x = Λ x ξ + δ dan y = Λ y η + ε Keterangan: § η adalah vektor m x 1 dari variabel endogenus variabel terikat yang terukur, § ξ adalah vektor n x 1 dari variabel eksogenus variabel bebas yang tak terukur, § y adalah vektor p x 1 dari variabel terukur atau variabel indikator bagi variabel endogenus variabel terikat yang terukur, § Λ y adalah matriks p x m koefisien loading dari y terhadap variabel endogenus η , § ε adalah gala t pengukuran y berukuran p x 1, § x adalah vektor q x 1 dari variabel terukur atau variabel indikator bagi variabel eksogenus variabel bebas yang tak terukur, § Λ x adalah matriks q x n koefisien loading dari x terhadap variabel eksogenus ξ , dan § δ adalah vektor galat pengukuranx berukuran q x 1. 73 Menurut Bollen 1989, sistem persamaan struktural terdiri atas: a. Variabel acak, yaitu variabel laten laten variabel, variabel pengamatan observed variabel dan variabel simpangan disturbanceerror variabel, b. Paramaeter struktural, dan c. Variabel tak acak, yaitu variabel penjelas nilai-nilai sama pada contoh acak berulang fixed or nonstochatic variabel. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 7. Tabel 7 Matriks- matriks Model Pengukuran Nama Deskripsi Simbol Unsur Notasi LISREL Variabel - Indikator observasi dari η Y px1 y - Indikator observasi dari ε X qx1 x Epsilon Error dari y E px1 e Delta Error dari x δ qx1 δ Model Pengukuran: Lamda-X Koefisien jalur indikator eksogen ? x λ x pn LX Lamda-Y Koefisien jalur indikator endogen ? y λ y qn LY Theta-delta Matriks error indikator konstruk eksogen T d d pp TD Theta- epsilon Matriks error indikator konstruk endogen T ε ε qq TE Evaluasi Kriteria Goodness-of-fit Pada langkah ini kesesuaian model dievaluasi melalui telaah terhadap berbagai kriteria goodness-of-fit. Untuk itu tindakan pertama yang dilakukan adalah mengevaluasi apakah data yang digunakan dapat memenuhi asumsi- asumsi SEM.

a. Uji Kesesuaian Uji Statistik