34 kedalam satu sistem kesejahteraan well-being dan dua subsistem, yakni: 1
subsistem sosial, dan 2 subsistem ekonomi dengan beberapa faktor Tabel 2 World Bank: Santamarina et al., 2002:93, sedangkan di negara- negara maju,
seperti Canada menggunakan 19 indikator kualitas hidup masyatakat quality of life yang tersebar kedalam empat subsistem, yakni: 1 Indikator ekonomi: a
GDP perkapita, b pendapatan perkapita, c inovasi, d lapangan kerja, e melek huruf, dan f tingkat pendidikan; 2 Indikator kesehatan: a usia harapan
hidup, b status kesehatan, c tingkat kematian bayi IMR, dan d aktivitas fisik ; 3 Indikator lingkungan: a kualitas udara, b kualitas air, c biodiversity,
dan d lingkungan yang sehat, 4 Indikator keamanan dan keselamatan masyarakat: a sukarela, b diversity, c berpartisipasi dalam aktivitas budaya,
d berpartisipasi dalam kegiatan politik, dan e keamanan dan keselamatan Sharpe, 2004:30.
Tabel 2 Sistem, Subsistem dan Faktor-faktor Kesejahteraan Keluarga
Sistem Subsistem
Faktor-faktor
a. Kesejahteraan Manusia individu
- fisik - Psikologi
- Spritual - Skills dan leisure
b. Kesejahteraan sosial
- pendidikan - kesehatan
- Network dan hubungan sosial - life style dan budaya
- struktur dan dinamika penduduk - Kekuatan sosial
Sosial
- Kebersamaan, solidaritas dan tanggung jawab c. Konsumsi
d. Hak pemilikan akan tanah f. Tingkat kemiskinan
Ekonomi
g. Aktivitas ekonomi
Sumber: World Bank Santamarina et al., 2002:93 disederhanakan.
35
Keterkaitan Institusi Keluarga dengan Sistem Kesejahteraan di Daera h Perdesaan
Keluarga dapat dilihat sebagai salah satu subsistem dalam masyarakat. Subsistem Keluarga dalam masyarakat memiliki fungsi dan tanggung
jawab secara sinergis dengan subsistem lainnya, seperti sistem sosial, ekonomi, politik, pendidikan dan aga ma. Dengan adanya interaksi subsistem-subsistem
tersebut, keluarga berfungsi untuk memelihara keseimbangan sosial dalam masyarakat equilibrium state. Keseimbangan akan menciptakan sebuah sistem
sosial yang tertib social order, dan selanjutnya dapat mempengaruhi ketertiban dalam sistem sosial yang lebih besar lagi. Dengan kata lain, keluarga memiliki
fungsi mikro dan fungsi makro. Secara mikro, keluarga berfungsi sebagai penghubung antara keluarga
dengan keluarga lain serta hubungan antar anggota kelua rga. Secara makro, terdapat hubungan keluarga dengan masyarakat luas. Ketertiban sosial akan dapat
tercipta kalau ada struktur atau strata dalam keluarga, dimana masing- masing individu akan mengetahui di mana posisinya, dan patuh pada sistem nilai yang
melandasi struktur tersebut. Struktur dalam keluarga diakui dapat menjadikan institusi keluarga sebagai sistem kesatuan, ada tiga elemen utama dalam struktur
internal keluarga, yaitu: 1 status sosial, 2 fungsi sosial, dan 3 norma sosial, ketiganya saling kait mengkait.
Menurut Parsons Megawangi, 2001:66, konsep pokok keluarga adalah solidaritas. Maksud dari solidaritas dalam keluarga yaitu saling mau
menerima, merasa memiliki sebagai anggota dari sebuah sistem, dimana mereka saling bergantung satu sama lain, mereka saling percaya untuk memenuhi
keinginan bersama sehingga ketentraman dan keharmonisan keluarga tercapai. Setiap anggota keluarga mempunyai kepercayaan bahwa solidaritas keluarga
sebagai landasan untuk dapat menumbuhkan solidaritas dan kepercayaan kepada masyarakat yang lebih luas. Oleh karena itu, untuk mencegah terjadinya
individualisme dalam keluarga dan masyarakat, kelompok konservatif memiliki norma bersama terhadap peraturan perilaku behavior. Keputusan yang harus
diambil mengarah pada kepentingan bersama dengan tidak menghilangkan hak azasi manusia sebagai makhluk sosial dengan melakukan berbagai penyesuaian.
36 Pendapat Parson ini banyak di dukung oleh ahli-ahli agama yang ada didunia ini
terutama yang berkaitan dengan institusi perkawinan dan tanggung jawab. Implikasinya dalam kehidupan bermasyarakat, menurut Parsonnian
Megawangi, 2001:66, keluarga layaknya seperti organisme hidup. Ia diibarat kan hewan berdarah panas yang dapat memelihara temperatur tubuhnya agar tetap
konstan walaupun kondisi lingkungan berubah. Parsonnian melihat bahwa institusi keluarga tidak statis atau tidak dapat berubah. Sebaliknya, keluarga
sangat tanggap terhadap perkembangan atau perobahan lingkungan, artinya keluarga selalu dapat beradaptasi secara mulus menghadapi perubahan lingkungan
atau apa yang disebut dengan istilah keseimbangan dinamis dynamic equilibrium.
Teori tentang perilaku yang dihubungkan dengan perkembangan sosial ekonomi masyarakat memberikan gambaran bahwa pada tahap awal proses
industrialisasi, akumulasi kapital merupakan faktor penentu keberhasilan ekonomi. Karakter masyarakat pada tahap akumulasi kapital dikatakan sebagai
karakter yang ”represif” yaitu hemat, disiplin, suka bekerja keras, dan berjiwa wiraswasta. Individu dengan karakter yang demikian mampu menahan dirinya
self-denail, yakni reward harus ditunda sampai terlihat hasil yang nyata. Karakter yang ”represif ” ini dibentuk semenjak anak usia dini di dalam keluarga.
Otoritas orang tua pada tahap awal industrialisasi di Barat sebetulnya masih dihormati oleh anak-anaknya sehingga secara efektif keluarga dapat membentuk
karakter individu. Sejalan dengan perkembangan konsep basic need, tampaknya diikuti
perubahan pandangan gaya hidup masyarakat terutama pada era post-modren globalisasi. Masyarakat tadinya berperilaku disiplin, hemat dan suka bekerja
keras, ternyata pada masa ini nampaknya masyarakat lebih bersifat ekspresif atau konsumtif dibandingkan dengan pola awal industrialisasi. Karakter individu yang
ekspresif ini cenderung lebih independen dan ingin bebas, berperilaku untuk memenuhi nafsu konsumsinya. Karakter ekspresif dikenal dengan sikapnya yang
senang memanjakan dirinya self-indulgence dan mementingkan keuntungan reward daripada kerja keras hard-work. Bahkan reward bisa diperoleh dahulu,
37 misalnya dengan adanya credit card, yaitu sistem buy now and pay later. Hal ini
tentu berbeda dengan individu yang berperilaku ”represif.” Globalisasi berarti mendunia, menjadikan semua orang di dunia ini
memiliki model yang sama. Menurut Ponomban, Fendry Manshur, 2003, globalisasi bersumber pada realitas liberalisasi ekonomi. Globalisasi merupakan
derap langkah perkembangan teknologi dan komunikasi serta perdagangan internasional kini mendasarkan dirinya pada paradigma borderless world yang
tidak mengenal batas-batas teritorial kedaulatan negara dan bangsa. Dengan demikian, akar dari kecenderungan ini adalah kemajuan teknologi yang membuka
jalan bagi terciptanya mekanisme transaksi ekonomi yang begitu canggih sehingga mendorong dinamika sosial lainnya. Sehubungan dengan itu, tidak pelak
lagi bahwa globalisasi dapat mengakibatkan pemudaran batasan-batasan ruang yang selama ini menjadi acuan geografis dan kultural. Identitas kultural sebuah
bangsa, misalnya: suku, etnis, dan agama serta kebudayaan lain semakin berubah diganti dengan identitas campuran yang plural. Anthony Giddens 1997 melihat
bahwa terdapat berbagai implikasi buruk yang diakibatkan gebrakan globalisasi, seperti adanya resiko kehidupan, penetrasi budaya yang menghasilkan ancaman
terhadap kultural dan nilai- nilai lokal, termasuk persepsi atas kedaulatan sebuah bangsa. Desakan-desakan globalisasi misalnya tampak terlihat sekali di Indonesia
dengan larisnya komoditas Mc Donald, CNN, Jurassic Park, Laser Disc, model pakaian terbaru, bahkan AIDS.
Kembali pada pola atau perilaku masyarakat yang berbasis global post- modern ternyata hal lain tak kalah menariknya pada individu-ekspresif yaitu
berorientasi pada kepuasan pribadi, dan cenderung lebih mementingkan kepentingan pribadi daripada kepentingan kolektif. Hubungan kemasyarakatan
lebih bersifat instrumental yaitu hubungan berlandaskan untung rugi. Padahal menurut Fukuyama, negara yang maju dan makmur adalah negara yang
mememiliki tingkat toleransi dan kebersamaan ya ng tinggi. Tampaknya, hal ini bisa terjadi sejalan dengan teori perkembangan bahwa masyarakat pada industri
tinggi post-mosdern adalah other-directed: mencari tahu cara berperilaku dari hal- hal lain di lingkungan dekatnya Riesman, 1953. Disamping itu, ekspansi
pasar global ini berpengaruh pula pada hubungan di dalam keluarga. Maka
38 terciptalah floating mass, yaitu masyarakat yang sudah tercabut dari akarnya
keluarga, institusi keagamaan, dan komunitas. Fungsi kontrol sosial keluarga, agama dan masyarakat menjadi tidak efektif lagi sehingga terjadilah keruntuhan
social order seperti yang terjadi di AS.
Persepsi Kesejahteraan Keluarga
Menurut Kayam Sugiyanto, 1996:58, persepsi adalah pandangan seseorang terhadap suatu obyek sehingga individu tersebut memberikan reaksi
tertentu yang dihasilkan dari kemampuan mengorganisasikan pengamatan dan berhubungan dengan penerimaan atau penolakan. Berdasarkan pendekatan
psikologis, persepsi merupakan penghayatan langsung oleh seorang pribadi atau proses-proses ya ng menghasilkan penghayatan langsung Noerhadi, 1982,
sedangkan pendekatan sosiologis, persepsi merupakan hasil pengalaman sekelompok manusia dalam hubungannya dengan obyek atau peristiwa sosial
yang diamati. Kunci pemahaman terhadap persepsi masyarakat pada suatu obyek, terletak pada pengenalan dan penafsiran yang unik terhadap obyek pada suatu
situasi tertentu dan bukan sebagai suatu pencatatan terhadap situasi tertentu tersebut Thoha, 1981.
Kreg Sugiyanto, 1996:59 mendefinisikan persepsi masyarakat tentang sesuatu adalah proses perubahan kognitif masyarakat untuk manafsirkan serta
memahami dunia yang berbeda di sekitarnya. Menurut Litterer Asngari, 1984, mekanisme pembentukan persepsi seseorang yaitu melalui tiga tahapan, yakni:
selectivity, 2 closure, dan 3 interpretation. Artinya, pembentukan persepsi diawali dari perolehan informasi kemudian orang tersebut membentuk persepsi
dari pemilihan atau penyaringan, kemudian informasi tersebut disusun menjadi satu kesatuan yang bermakna dan akhirnya diinterpretasikan mengenai fakta dari
keseluruhan informasi. Pada fase interpretasi ini, pengalaman masa lalu memegang peranan penting. Informasi yang disampaikan pada seseorang
merupakan stimulus, kemudian diteruskan keotak oleh syaraf sensoris sehingga seseorang akan memahami dan menyadari stimulus tersebut, selanjutnya orang
tersebut melakukan tindakan Asngari, 1984.
39 Tinggi rendahnya stimulus seseorang dalam mempersepsikan sesuatu
dipengaruhi oleh banyak faktor. Menurut Thorndike 1988, faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang terhadap suatu obyek adalah faktor bawaan dan
lingkungan. Faktor bawaan misalnya, adalah faktor bakat, minat, kemauan, perasaan, fantasi, dan tanggapan, sedangkan faktor lingkungan adalah faktor
pendidikan, lingkunga n sosial masyarakat dan faktor lingkungan lainnya. Berhubungan dengan kesejahteraan keluarga, menurut Twikromo et al.,
Sumarti, 1999:23, persepsi terbangun melalui pengalaman dan berbagai macam proses dalam usaha manusia menjalin hubungan dengan lingkungan mereka.
Artinya, persepsi kesejahteraan akan terbentuk melalui pengalaman hidup manusia dalam hubungannya dengan lingkungan keluarga, kelompok, dan
masyarakat dalam rangka mencapai kesejahteraan hidup Sumarti, 1999:24. Dengan kata lain, kesejahteraan adalah wujud kebudayaan dan terbentuk dalam
proses interaksi sosial dalam masyarakat sehingga persepsi kesejahteraan masyarakat desa akan berbeda dengan persepsi kesejahteraan masyarakat kota
bahkan berbeda dengan persepsi yang dibuat oleh pemerintah na mun kesemuanya dipengaruhi oleh nilai- nilai yang menjadi pedoman hidupnya untuk mewujudkan
kesejahteraan itu sendiri. Pada masyarakat desa misalnya, nilai- nilai kesejahteraan diwujudkan dari nilai- nilai lokal yang diperoleh dari hasil sosialisasi dari nilai-
nilai budaya dan agama, sedangkan nilai- nilai kesejahteraan dari sisi pemerintah merupakan kebijakan yang sudah dirumuskan secara baku, misalnya ”keluarga
kecil bahagia dan sejahtera” padahal menurut konsep kesejahteraan secara sosiologis dan psikologis bahwa setiap manusia mempunyai nilai tersendiri
tentang persepsi kesejahteraan. Hal ini sependapat dengan Ihromi dan Saifuddin Sumarti, 1999:25 bahwa rumusan baku tersebut tidak secara langsung menjadi
realitas yang terwujud dalam kehidupan masyarakat desa yang memiliki keragaman budaya dan etnis.
Pendekatan yang digunakan seseorang tentang persepsi kesejahteraan kesejahteraan subjektif adalah kebahagiaan dan kepuasan. Namun secara
operasional, menurut Campbell, Converse, dan Rodgers Sumarwan dan Hira, 1993:346, variabel kepuasan merupakan indikator yang lebih baik dibandingkan
dengan variabel kebahagiaan karena ia dapat lebih mudah melihat gap antara
40 aspirasi dengan tujuan yang ingin dicapai. Sen Peck dan Goodwin, 2003:17,
menambahkan bahwa tingkat kepuasan dapat menggambarkan tingkat kemampuan seseorang mengevaluasi suatu aksi atau dapat menjangkau berbagai
kelompok kesejahteraan, sedangkan kebahagiaan happiness hanya dapat merasakan berbagai peristiwa pada kelompok tertentu dalam aksesnya dengan
masyarakat dan institusi. Kemudian, kepuasan satisfaction individu, keluarga dan atau masyarakat dapat menggambarkan tingkat kemampuan mengkonsumsi
barang dan jasa serta harapan masa depan Peck dan Goodwin, 2003:7. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesejahteraan subjektif dipengaruhi oleh banyak
faktor, baik faktor internal maupun faktor eksternal. Seperti yang dibuktikan oleh Sumarwan dan Hira 1993 pada delapan negara bagian di Amerika Serikat,
ternyata tingkat kepuasan kesejahteraan finansial keluarga perdesaan dipengaruhi oleh faktor umur, pendapatan keluarga, aset, sikap perceived locus of
control, dan kecukupan pendapatan.
Kesejahteraan Ekonomi Subjektif
Menurut Hayo dan Seifert 2003:330, ada tiga alasan studi tentang Kesejahteraan Ekonomi Subjektif KES dewasa ini sangat menarikpenting
dilakukan oleh beberapa peneliti di dunia, karena: 1 KES merupakan variabel kunci dalam kebijakan ekonomi. Bukti empiris
ditunjukkan oleh Frey dan Stutzer 2000 bahwa lembaga politik berkaitan erat dengan kebahagiaan masyarakat. Hal senada juga dilakukan oleh Di
Della et al. 2001 bahwa makro ekonomi suatu negara berkorelasi positif dengan KES. Ia menemukan, kesejahteraan ekonomi subyektif mampu
melihat hubungan maksimisasi kesejahteraan secara langsung begitu juga hasil penelitian yang dilakukan oleh Clark dan Oswald Hayo dan Seifert,
2003:330, serta Hinks dan Carola 2005, bahwa KES berkorelasi negatif dengan tingkat pengangguran. Artinya, semakin tinggi tingkat kesejahteraan
subjektif seorang individu atau kelompok maka tingkat pengangguran semakin kecil, dan sebaliknya.
41 2 KES sebagai dasar pertimbangan dalam politik ekonomi. Menurut Firmuc
Hayo dan Seifert, 2003, kepuasan ekonomi masyarakat akan mempengaruhi dukungannya terhadap ekonomi pasar dan demokrasi,
3 KES sebagai dasar untuk melihatkan kondisi ekonomi objektif dan subjektif ketika membuat perbandingan kesjahteraan. KES dapat menggambarkan
kesejahteraan ekonomi objektif, seperti: pendapatan perkapita. Kemudian, KES tidak hanya dapat merefleksikan kekayaaan tetapi juga dapat
menggambarkan kondisi kehidupan obyektif. Sebagai contoh konkrit, studi di negara barat ternyata terdapat perbedaan persepsi antara kondisi kehidupan
obyektif dengan kesejahteraan subyektif. Artinya, kondisi kehidupan objektif baik belum tentu kondisi kehidupan subjektif juga baik, dan sebaliknya.
KES tidak hanya dapat merefleksikan tingkat kesejahteraan relatif tetapi juga dapat menggambarkan tingkat kesejahteraan absolut. Hal ini sejalan dengan
pendapat Kapteyn et al. 1987:240 bahwa pengukuran kesejahteraan subjektif proxy subjective poverty, keluarga dapat mengukur dengan lebih akurat atas
income yang mereka miliki atau kebutuhan atas persepsi mereka sendiri. Pendekatan pengukuran KES menggunakan istilah subyektivitas
subjectivity atau relativitas relativity. Kedua-duanya menggunakan terminologi persepsi Peck dan Goodwin, 2003:16, namun, kedua pendekatan tersebut
memiliki dampak atau konsekuensi masing- masing. Pendekatan relativitas misalnya, memiliki beberapa konsekuensi, yakni: 1 ”ever-rising bar of perceived
need”. Artinya, kesejahteraan yang dirasakan bukan kesejahteraan sesaat tetapi sudah sampai membandingkan dari waktu tertentu dengan waktu lain, misalnya:
membandingkan kesejahteraan sekarang dengan waktu lalu atau yang akan datang, 2 ada unsur absorbsi informasi baru dari luar, dan 3 ”relativity well-
being” tidak menggambarkan persepsi kesejahteraan secara keseluruhan, sedangkan pendekatan subjektifitas dapat menggambarkan kesejahteraan lebih
komplek dan nilainya lebih berharga dari barang-barang dan jasa di pasar. Artinya, individukeluarga tidak saja mendapatkan pendapatan yang diharapkan
dari kesejahteraan yang dimiliki tetapi lebih dari itu. Kesejahteraan dalam konteks subjektivitas juga dapat menggambarkan berbagai aspek dalam kehidupannya,
42 seperti: lapangan pekerjaanaktivitas ekonomi, tingkat
independensi,
semangat hidup, dan kesejahteraan waktu luang leisure Ravallion dan Lokshin, 2001.
Sehubungan dengan hal diatas, menurut Graham dan Pettinato Peck dan Goodwin, 2003:18, beberapa studi dewasa ini menggunakan pendekatan
Kesejahteraan Ekonomi Subjketif KES sebagai pendekatan dalam mengukur transisi suatu negara. Hal serupa juga digunakan oleh Stewart Peck dan Goodwin,
2003:18 dalam mengukur tingkat kesejahteraan wilayah di negara-negara Eropa European Union. Studi terbaru di negara-negara Eropa Timur menunjukkan
bahwa KES berkorelasi positif terhadap kepuasan hidup masyarakat Hayo dan Seifert, 2003:346. Dengan kata lain, semakin tinggi tingkat kesejahteraan
ekonomi subyektif maka tingkat kepuasan hidup masyarakat semakin tinggi. Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa persepsi kesejahteraan ekonomi subjektif
dapat berpengaruh dalam pembentukan pasar. Kasus di China, hasil wawancara terhadap 10.700 keluarga pada 32 kota diperoleh hasil bahwa KES mempunyai
efek positif terhadap restrukturisasi pasar ekonomi bagi pemerintah China terutama dalam menghadapi pasar global Nielsen et al., 2004.
Berdasarkan lapangan pekerjaan, ternyata sektor informal berkorelasi negatif terhadap KES proksi kepuasan finansial
Carbonell dan Gerxhani, 2005.
Terdapatnya korelasi negatif antar sektor informal dengan kesejahteraan ekonomi subyektif karena adanya perbedaan perolehan pendapatan. Maksudnya,
kesejahteraan ekonomi subyektif individu yang bekerja di sektor informal lebih rendah dari pendapatan yang diterima. Namun disisi lain, penelitian yang
dilakukan oleh
Peck dan Goodwin 2003:19,
menunjukkan bahwa tingkat pendapatan keluarga tidak begitu kuat mempengaruhi KES karena tingkat
pendapatan keluarga belum mampu menggambarkan tingkat kepuasan keluarga secara keseluruhan
KES adalah individual. Teori ekonomi membuktikan bahwa kesejahteraan secara agregat mampu meningkatkan kesejahteraan ekonomi individu trickle
down effect. Oleh karena itu, kesejahteraan ekonomi masyarakat bisa merupakan jumlah kesejahteraan ekonomi semua individu yang tinggal di beberapa wilayah
dalam kelompok masyarakat. Menurut Peck dan Goodwin 2003:22, tingkat kesejahteraan ekonomi subyektif dalam masyarakat dapat mempersepsikan lebih
43 adil fairness dalam pendistibusian kekayaan wealth, kepercayaan trust dan
reciprocity diantara individu dan atau kelompok. Sehubungan dengan itu, World Bank Peck dan Goodwin, 2003:22 konsep KES berhubungan kuat secara paralel
dengan konsep modal sosial, karena konsep modal sosial merupakan bentuk dari interaksi sosial dalam masyarakat quantity and quality melalui institusi, relasi,
dan norma yang diakui dan dipatuhi secara bersama-sama. Beberapa hasil penelitian yang dilaporkan oleh World Bank, terungkap
bahwa modal sosial dapat berkontribusi dalam berbagai kegiatan ekonomi, sosial, dan psikologi, seperti: pertumbuhan GDP, efisiensi pasar tenaga kerja, pencapaian
tingkat pendidikan yang lebih tinggi, mengurangi kejahatan crime, kesehatan, dan peningkatan efektivitas institusi pemerintah. Hasil penelitian lain
menunjukkan keterkaitan antara KES dengan modal sosial, seperti dibuktikan oleh Peck dan Goodwin 2003:24. Studi mereka terakhir menunjukkan bahwa kualitas
hidup masyarakat di Canada, memiliki hubungan yang sangat kompleks diantaranya adalah keterkaitan antara struktur masyarakat dengan kesejahteraan
individu sehingga tidak mengherankan bahwa dewasa ini peran modal sosial hubungan sosial dalam masyarakat memiliki dampak positif terhadap kualitas
hidup.
Konsep Modal Sosial
Menurut Woolcock Winter, 2000, konsep modal sosial pertama kali dikembangkan oleh L.F. Hanifan sejak tahun 1916 di daerah bagian Barat
Virginia. Menurut Bourdieu Winter, 2000, modal sosial merupakan wujud
nyata sumberdaya dari suatu institusi kelompok. Modal sosial merupakan jaringan kerja yang bersifat dinamis dan bukan alamiah. Modal sosial
merupakan investasi strategis baik secara individu maupun kelompok. Sadar ataupun tidak sadar bahwa modal sosial dapat menghasilkan hubungan sosial
secara langsung dan tidak langsung dalam jangka pendek maupun jangka panjang Bourdieu, 1986:251. Hubungan ini dapat dilakukan dalam hubungan tetangga,
teman kerja tempat kerja, maupun hubungan antar famili. Bourdieu menggambarkan bahwa modal sosial merupakan kumpulan
sumberdaya yang dimiliki setiap keanggotaan dalam suatu kelompok yang
44 digunakan secara bersama-sama. Sebagai contoh, ketersediaan jaringan sosial
dalam masyarakat dapat membantu peningkatkan produksi dan ekonomi anggota melalui pemanfaatan koneksi sosial pemasaran hasil. Menurut Bourdeiu, modal
ekonomi merupakan sumberdaya dasar, namun modal sosial berperan besar dalam me ningkatkan modal ekonomi seseorang individu. Jika dibandingkan
dengan Bourdeiu, Coleman menggunakan terminologi berbeda dalam menggambarkan modal sosial. Coleman menggambarkan modal sosial bukan
dari sesuatu yang terlihat hasil tetapi lebih kepada sesuatu yang dilakukan atau dengan kata lain fungsi dari modal sosial itu sendiri. Ia memandang bahwa modal
sosial memiliki nilai yang terkandung didalamnya terutama dalam struktur sosial. Oleh karena itu, Coleman Winter, 2000, menyebut modal sosial sebagai
sumberdaya
karena ia dapat memberi kontribusi terhadap kesejahterran individu dan masyarakat seperti halnya dengan sumberdaya lain alam, ekonomi dan
sumberdaya manusia Gambar 2. Dengan arti kata, Coleman melihat bahwa struktur sosial memiliki
berbaga i bentuk tindakan dan aturan yang dapat dimanfaatkan oleh individu dan masyarakat, yakni: kewajiban obligation dan harapan, informasi, dan norma-
norma yang dapat menghambat dan mendorong perilaku manusia. Disisi lain, Coleman melihat bahwa struktur sosia l memiliki trust yang tinggi. Oleh karena
itu, ia percaya kepada orang lain tentang hal-hal yang dikerjakan untuk kepentingan bersama, karena dalam kehidupan manusia yang memiliki struktur
sosial pasti memiliki harapan dan kewajiban yang sama antar individu. Coleman mengaplikasikan konsep modal sosial lebih menekankan pada bentuk norma dan
sanksi terutama dalam kehidupan keluarga dan masyarakat. Salah satu konsep yang ia terapkan pada masyarakat yaitu konsep modal sosial pada lembaga
pendidikan. Ia melihat bahwa struktur sosial keluarga cukup berperan dalam meningkatan prestasi belajar anak di sekolah. Dengan kata lain, Coleman
mengaplikasikan modal sosial keluarga terhadap peningkatan sumberdaya manusia baik dalam hubungan kekerabatan bonding maupun hubungan dalam
masyarakat bridging.
45
Kelembagaan, Sosial Budaya, Politik dan Hukum
Dampak Positif dan Negatif
Kesejahteraan Individu dan Masyarakat
- Kesehatan - Kejahatan dan keadilan
- Pendidikan dan pelatihan - Kependudukan
- Lapangan Pekerjaan - Kebudayaan dan leisure
- Rumahtangga - Kualitas lingkungan
- Fungsi keluarga dan masyarakat - Pertumbuhan ekonomi
- Sumberdaya ekonomi - Kepaduan sosial
Sumber: Edwards, 2004:13.
Gambar 2 Modal Sosial sebagai Sumberdaya Secara makro, Putnam Winter, 2000 berpendapat bahwa konsep modal
sosial dapat berupa: hubunganjaringan, kepercayaan, dan norma- norma yang
Modal Alam
- Cahaya matahari, - Atmosfir,
- Air, tanah, mineral, - Flora dan fauna,
- Sumber energi, - Fungsi Ekosistem,
- Dan lain-lain
Modal Ekonomi
- Aset ekonomi: gedung,
lembaga pemerintah, perusahaan,
- Infrastruktur:
air, listrik, tran- sportasi dan komunikasi.
-
Fasilitas umum:
kesehatan, dan pendidikan.
- Teknologi.
Modal sosial
- Jaringanhubungan - kepercayaan,
- Asosiasi, - Norma,
- Keimanan. - Tipe hubungan:
Bonding, bridging, dan linking
Modal Manusia
Kapasitas Personal
:
- Kesehatan - Pendidikan
- Keterampilan dan - Ilmu Pengetahuan
46 merupakan fasilitas bersama dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.
Operasionalisasi konsep modal sosial menurut Putnam berbeda dengan konsep yang dikembangkan oleh Bourdieu dan Coleman. Konsep modal sosial menurut
Putnam, aplikasinya lebih
menekankan
pada tingkat wilayah
regional, democratic institutions, dan economic development.
Walaupun terminologi modal sosial menurut Putnam agak berbeda dengan Bourdieu dan Coleman namun kepercayaan
norma norms of trust dan reciprocity dalam jaringan-jaringan atau hubungan sosialekonomi merupakan unsur terpenting dalam modal sosial dan merupakan
sumberdaya. Putnam mengukur modal sosial terfokus pada sistem perilaku
perkembangan ekonomi dan politik pada tingkat regional dan negara national. Kemudian, aspek yang dikaji tentang modal sosial menurut Putnam yaitu
berkaitan dengan sistem norma yang berlaku pada bidang ekonomi dan politik. Pengukuran modal sosial menurut Putnam harus melibatkan beberapa asosiasi
dan institusi formal yang diakui secara syah. Berikut beberapa batasan tentang modal sosial menurut beberapa ahli Tabel 3.
Tabel 3 Definisi, Maksudtujuan dan Analisis Modal Sosial
- Definisi
Maksudtujuan Analysis
Bourdeiu Sumberdaya sosial yang
menyediakan akses untuk kepentingan kelompok
Untuk menjamin tercapainya modal
ekonomi Individual
dalam kelompok
Coleman Melihat aspek struktur sosial ,
setiap aktor dapat memanfaatkan sumberdaya
tersebut untuk mencapai kepentingan bersama
Untuk menjamin tercapainya
sumberdaya manusia yang
berkualitas Individual
dalam keluarga
dan masyarakat
Putnam Jaringanhubungan,
kepercayaan, dan norma- norma merupakan fasilitas
bersama dan dapat dimanfaatkan bersama
Untuk menjamin tercapainya sistem
ekonomi dan demokrasi yang
efektif Region dan
negara
Sumber: Winter, 2000.
47 Berdasarkan berbagai konsep diatas, maka konsep modal sosial menurut
berbagai ahli memiliki terminologi berbeda, seperti: Coleman 1988, melihat modal sosial dari sudut pandang struktur sosial; Fukuyama 1999 berpendapat
sebagai budaya dan kepercayaan; Bourdieu 1995 berpendapat sebagai jaringanhubungan; Woolckok 1998 berpendapat sebagai norma; dan Putnam
1995 melihat modal sosial dari sudut pandang organisasi sosial Flores, Margerita dan Fernando, 2003:1.
Perkembangan Penelitian tentang Modal Sosial
Konsep modal sosial sekarang ini, banyak menjadi perhatian dan kajian pada berbagai lembaga atau institusi termasuk lembaga riset. Seperti Putman,
Leonardi, dan Naneti Hobbs, 2000 melihat bahwa di masyarakat modern Italia, modal sosial: “corak organisasi sosial, kepercayaan, norma dan jaringan sosial
dapat meningkatkan efisiensi dan kemudahan berbagai kehidupan masyarakat melalui pemanfaatan fasilitas bersama”. Hal ini di dukung oleh hasil penelitian
Bank Dunia 2000, bahwa institusi, hubungan kemasyarakatan, dan norma dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas interaksi sosial masyarakat sehingga pada
gilirannya dapat memenuhi kebutuhan masyarakat baik dalam keperluan individu maupun kepentingan bersama.
Modal sosial merupakan multi konsep, antara lain norma-norma sosial
yang dipercayai, hubungan sosial dan organisiasiasosiasi yang dapat mempengaruhi hubungan diantara anggota masyarakat dan merupakan aset bagi
individu dan kolektif dalam menghasilkan kesejahteraan bersama. Secara makro, modal sosial dapat mempengaruhi proses pertumbuhan dan perkembangan
ekonomi. Menurut Fernando 2003, modal sosial merupakan modal alamiah, hubungan solidaritas dan asosiasi produktif. Kemudian berdasarkan tipe, modal
sosial dapat dilihat secara individu, bisnis, masyarakat, dan pemerintahan. Tipe individu misalnya merupakan hubungan person yang mempunyai relasi dan dapat
dimanfaatkan oleh dirinya dan orang lain. Menurut Narayan dan Pritchett 1999:872-873, modal sosial dapat
mempengaruhi berbagai bentuk keluaran outcomes bagi masyarakat melalui lima mekanisme, yakni 1 dapat meningkatkan kemampuan masyarakat dalam
48 memonitor berbagai kegiatan atau kebijakan pemerintah melalui jaringan sosial
social network; 2 dapat meningkatkan berbagai bentuk tindakan
atau
kebijakan bersama dalam memecahkan berbagai persoalan dalam masyarakat; 3 dapat
memudahkan berbagai bentuk difusi inovasi melalui peningkatan hubungan antar individu; 4 dapat mengurangi ketidaksempurnaan informasi yang diterima
masyarakat, seperti dalam pemanfaatan fasilitas kredit, berbagai bentuk produksi, lahan pertanian, dan lapangan kerja; dan 5 dapat meningkatkan asuransi
informal
informal insurance bagi rumahtangga. Coller Hobbs, 2000 membedakan modal sosial pemerintah dengan modal
sosial yang ada dalam kehidupan masyarakat yaitu menerapkan berbagai peran undang-undangperaturan, kebebasan, tata nilai, norma-norma serta hubungan
yang bersifat informal yang ada di masyarakat. Di dalam masyarakat, modal sosial pemerintah terbatas karena proporsi kontrak secara luas ditentukan oleh
kepercayaan dan modal sosial masyarakat. Hal ini dibuktikan oleh Rose 1999 melalui studi di Rusia bahwa hubungan individu dalam masyarakat
mengutamakan jaringan informal, dan kerjasama masyarakat, sedangkan organisiasi formal hampir tidak berfungsi.
Berkaitan dengan manfaat dan fungsi jaringan informa l dalam masyarakat sehingga output yang ditimbulkannya bisa berpengaruh secara positif dan negatif.
Menurut Olson 1982, output negatif sangat dirasakan bagi masyarakat yaitu besarnya cost yang ditanggungkan, sedangkan ouput positif cukup banyak baik
dilihat dalam bentuk ekonomi maupun sosial. Seperti hasil penelitian Schneider et al., 1997, jaringanikatan hubungan cukup bermanfaat dan menguntungkan
bagi masyarakat dalam pembangunan sosial terutama dalam berbagai aktivitas pendidikan. Menurut Ostroms 1994 dan Lam 1996, bahwa jaringan sosial
dapat membantu dalam berbagai bentuk proyek masyarakat seperti proyek irigasi. Lebih tegas lagi dikemukakan oleh Falk dan Kilpatrick 1999 bahwa jaringan
sosial di masyarakat dapat melakukan berbagai bentuk akumulasi modal ekonomi dan sosial.
Hasil penelitian Winter 2000 menunjukkan bahwa modal sosial dapat mempengaruhi kestabilan kehidupan keluarga dan kemandirian masyarakat. Tau
2003 memperlihatkan bahwa faktor modal sosial mampu mempengaruhi
49 perekonomian di beberapa negara Afrika. Seperti yang dipresentasekan pada saat
Konferensi Ekonomi masyarakat Afrika Selatan pada tanggal 17-19 September tahun 2003, dia menyebutkan bahwa pertumbuhan dan perkembangan ekonomi
Afrika dapat meningkat dari 1,8 persen pada periode 1980-1990 menjadi 2,7 persen pada periode 1990-2000 melalui pemanfaatakan fasilitas institusi sosial
politik.
Beberapa Dimensi dan Tingkat Hubungan Modal Sosial
Menurut Grootaert 1999, modal sosial mempunyai enam dimensi, yakni: 1 jumlah keanggotaan, 2 tingkat keberagaman anggota kelompokorganisasi,
3 intensitas pertemuan, 4 tingkat pengambilan keputusan, 5 besarnya tingkat kontribusiuang dan tenaga, dan 6 orientasi masyarakat. World Bank melihat
bahwa modal sosial memiliki dimensi, sebagai berikut: 1 jaringanikatan hubungan dan kelompokorganisasi, 2 solidaritas dan kepercayaan, 3 kegotong
royongan collective action and cooperations, 4 komunikasi dan informasi, 5 inklusi dan kohesi sosial dalam masyarakat, dan 6 kebijakan dan pemberdayaan
Grootaert, 2004:5. Putnam Winter, 2000 mengidentifikasikan modal sosial menjadi enam
dimensi, yakni: 1 kebiasaan tipe perjanjian: formal dan informal, 2 tujuan bersama antar institusi saling hormat menghormati, 3 hubungan dalam
pergaulan“bridging” Trust dan reciprocity saling membangun secara bersama- sama, 4 modal sosial sebagai perantara kepercayaan dapat membangun sistem
kedekatan antar individu, 5 intensitas hubungan intensitas hubunga n antar individu merupakan kekayaan dan keuntungan ganda dalam masyarakat, and 6
lokasi sosial menjalin hubungan kekerabatan tetangga dengan baik dapat membangun sumberdaya modal sosial. Haddad 2000:2 membagi modal sosial
kedalam tiga dimensi, yakni: 1 tingkat partisipasi rumahtangga dalam kelompok, 2 fungsi kelompok bagi rumahtangga, dan 3 tingkat kepercayaan
rumahtangga dalam kelompok. Menurut Woolcock Thomas dan Heres, 2004, modal sosial dapat dilihat
dari tiga tipe ikatan hubungan atau koneksi type of networks. Pertama, modal
kekerabatan bonding capital, yaitu ikatan hubungan yang berkaitan dengan
50 hubungan kekerabatan emosional tinggi yakni: hubungan antar anggota
keluarga, teman dekat, dan tetangga. Kedua, modal pergaulan bridging capital, yaitu tingkat kekerabatan relatif lebih jauh seperti: teman kerja, dan kolega.
Ketiga, hubungan kelembagaan linking capital, yaitu ikatan hubungan lebih renggang lagi dibandingkan kedua ikatan hubungan diatas. Hubungan
kelembagaan hanya dapat terjadi pada ikatan hubungan secara formal formal institutions baik untuk kepentingan individu maupun kepentingan masyarakat
luas. Berkenaan dengan itu, menurut Edward 2004:14 bahwa modal sosial dapat berkontribusi dalam meningkatkan keakraban dan kebersamaan dalam kehidupan
masyarakat. Apalagi seorang individu atau kelompok masyarakat dalam menjalinkan interaksi sosial dapat mengembangkan nilai- nilai atau norma- norma
yang mereka miliki di masyarakat baik antar sistem jaringan bonding, bridging maupun sistem jaringan linking dengan struktur yang terbuka dan komunikatif.
Namun demikian, Edward menambahkan bahwa kefektifan proses komunikasi antar individu atau kelompok masyarakat harus didukung oleh kondisi politik
yang kondusif, menegakkan supremasi hukum, adanya kelembagaan yang good governance dan menjunjung tinggi nilai-nilai kebudayaan Gambar 3.
Modal sosial memiliki multi konsep antara struktur dan kualitas hubungan. Menurut Stone 2001, Stone dan Hugkes 2002 Anonim, 2003:3, terdapat tiga
tipe jaringan sosial social networks, yakni: 1 jaringan informal informal ties: hubungan dalam anggota rumahtangga, teman, tetangga dekat dan teman kerja, 2
jaringan sosial dalam masyarakat: hubungan antar masyarakat lokal, antar wilayah, dan kelompok lain, dan 3 jaringan sosial dalam institusi institutional
relationship: sistem pemerintahan, partai, perguruan tinggi, dan lain- lain. Menurut Coleman 1988, dan 1990, modal sosial melalui jaringan sosial dapat
berperan dalam membentuk modal manusia dan ekonomi.
Interaksi Sosial Kehidupan Masyarakat
Interaksi sosial yang berlangsung dalam masyarakat mencirikan suatu dinamika yang terpola berdasarkan nilai- nilai yang dianut oleh masyarakat itu
sendiri. Interaksi sosial merupakan inti dari kehidupan suatu masyarakat yang
51 berlangsung antara individu dan individu, individu dan kelompok dan kelompok
dengan kelompok. Menurut Simmel Johnson, 1985:257, melalui interaksi timbal balik individu, maka ia saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Semua itu
dapat merubah sikap, dan mencerminkan perubahan relasi antar individu, organisasi atau antar institusi Garna, 1992:10. Salah satu konsep penting dalam
sistem sosial adalah institutionalization, yaitu pola-pola interaksi yang mapan antara pelaku sosial yang memiliki status dan peranan tertentu.
Menurut Barth 1969, interaksi sosial merupakan hubungan yang terjadi antara identitas- identitas sosial yang berbeda dan merupakan interaksi dan simbol-
simbol yang diaktifkan oleh masing- masing pelaku yang terlibat dalam interaksi tersebut dan sesuai dengan kepentingan mereka masing- masing. Berger dan
Lukman Johnson, 1986:67 menyebutkan bahwa masyarakat dan berbagai institusinya diciptakan dan dipertahankan atau diubah melalui tindakan dan
interaksi sosia l manusia. Menurut Sayogyo 1984:10, interaksi sosial perlu dibedakan tiga hal
pokok, yaitu: 1 orang-orang yang bertindak, 2 kelompok masyarakat yaitu semua orang yang berinteraksi satu sama lain dengan membina hubungan sosial
dalam beragam proses, dan 3 kebudayaan yaitu seluruh arti berdasarkan nilai- nilai dan norma- norma yang dihayati bersama serta sarana yang menjadi penyalur
dari yang disampaikan dalam kejadian setiap interaksi. Interaksi sosial terjadi dalam tiga jenis proses sosial yang bersifat menyatukan, yaitu: proses kerjasama,
asimilasi, akomodasi. Proses sosial lainnya yaitu proses sosial berlawanan, yaitu: konflik, kontraversi dan persaingan.
Interaksi sosial mempunyai dimensi-dimensi struktural yang terdiri atas tiga bagian, yaitu: 1 jarak sosial yang menunjukkan kemungkinan
relasihubungan sosial antara pelaku-pelaku tertentu mengikat sampai seberapa jauh orang-orang atau grup dapat bertemu, 2 integrasi sosial yang menunjukan
besar-kecilnya keselarasanharmoni di dalam proses sosial, dan 3 tingkatan sosial yang menunjukkan perbedaan kedudukan lebih tinggi dan lebih rendah
Sayogyo, 1984:10.
52 Proses sosial dalam arti adanya konflik yang timbul dalam interaksi sosial
di dalam masyarakat menjadi inti pembahasan teori konflik yang dikembangkan oleh Dahrendorf yang bersifat pendekatan Struktural Non Marxis Nasikun, 1985;
dan Verger, 1985. Menurut teori ini konflik adalah suatu gejala yang melekat di dalam setiap masyarakat sebagai akibat dari proses perubahan yang terus menerus
berlangsung di dalam masyarakat yang dilatarbelakangi motivasi dan keinginan yang antagonistis atau bertentangan dari dua kategori sosial yaitu kelompok yang
memiliki authority atau kekuasaan dan kelompok yang tidak memiliki authority. Sebagai gejala yang melekat dalam kehidupan masyarakat maka konflik hanya
akan lenyap bersama dengan lenyapnya masyarakat. Karena itu apa yang dilakukan orang hanyalah mengendalikan agar konflik yang terjadi diantara
berbagai kekuatan sosial yang saling berlawanan itu tidak akan terwujud dalam bentuk kekerasan. Bentuk pengendalian itu dibagi dalam tiga tingkatan, yaitu
1 konsiliasi yang terwujud di dalam lembaga- lembaga demokratis, 2 mediasi yaitu kesepakatan kedua pihak yang bertentangan untuk menunjukkan pihak
ketiga memberikan pertimbangan dan nasehat, dan 3 arbitrasi atau perwasitan yaitu kesepakatan kedua pihak menerima atau terpaksa menerima hadirnya pihak
ketiga yang akan memberikan keputusan-keputusan tertentu untuk menyelesaikan konflik antara kedua pihak Nasikun, 1985.
Menurut Koentjaraningrat 1984, ada empat macam prinsip hubungan yang mengikat suatu masyarakat khususnya sekelompok orang di desa, yaitu; 1 prinsip
hubungan kekerabatan yang membentuk persekutuan hukum, 2 prinsip hubungan tinggal dekat yang melahirkan persekutuan territorial, 3 prinsip hubungan yang tidak
timbul dari masyarakat perdesaan sendiri tetapi datang dari atas desa yang memunculkan persekutuan hukum dari atas, dan 4 prinsip tujuan khusus persekutuan hukum atas
kebutuhan disebabkan misalnya faktor ekologis. Mead Soekanto, 1984:8 mengatakan bahwa manusia mempunyai kemampuan berinteraksi dengan pihak-pihak lain, dengan
perantaraan lambang-lambang yang memberi arti pada aktivitas hidupnya. Berdasarkan perbedaan makna terhadap la mbang yang dipakai dalam kehidupan sehari-hari antar
kelompok masyarakat dapat mengakibatkan menyempitnya proses interaksi yang terjadi, sedangkan pemaknaan lambang yang sama akan memperluas aktivitas kehidupan
sehingga memberi nilai bagi kehidupan sosial ekonomi.
53
Modal sosial
Tipe jaringan:
Bonding, Bridging dan linking
Komposisi jaringan:
keluarga, teman,
tetangga, kolega,
organisasi kelompok.
Sumber: Edwards, 2004:14
Gambar 3 Kerangka Konsepsual Modal Sosial
Transaksi jaringan:
- Memperkuat dukungan,
- Meningkat pengetahuan,
- negosiasi, - penerapan sanksi.
Kualitas jaringan:
- Norma-norma:
kepercayaan, imbalan,
efikasi
kebersamaan, - partisipasi sosial
- partisispasi ekon.
Struktur jaringan:
- jumlah, - keterbukaan,
- komunikasi, - mobilitas,dan
- tingkat hubungan. Kebudayaan
- Bahasa, - Sejarah,
- Gender, - Agama,
- Seni, dan - sport
Politik:
- Peran UU, - Transparansi
proses politik, - Good
governance
Supremasi Hukum: - independensi
pengadilan, - Transparansi
proses hukum, - Kebebasan
berpendapat.
Kelembagaan: - Implementasi
kebijakan, - Stabilitas
ekonomi
Dampak Positif:
- Pengembangan jaringan kerja, - Peningkatan pengetahuan,
- Peningkatan kepercayan - masyarakat,
- Kebahagiaan masyarakat, - Kepuasan mengontrol diri,
- transaction cost, - Pemecahan masalah.
Dampak Negatif:
- Adanya hubungan tidak seimbang unbalance
bonding, - Menurunkan fungsi keluarga
unbalance bridging, - Korupsi unbalance linking
- Kekacauan dalam masyarakat
54
KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN
Kerangka Berpikir
Determinan kesejahteraan well-being tidak hanya terbatas pada faktor fisik alam, ekonomi, dan sumberdaya manusia namun dapat juga dilihat dalam
konteks modal sosial Morris, 1998. Modal sosial adalah sumberdaya terpenting dalam kehidupan masyarakat karena modal ini merupakan jaringanhubungan
keluarga terhadap dunia luar tetangga dan masyarakat luas untuk memecahkan berbagai persoalan termasuk masalah kebutuhan dasar ekonomi dan psikologi
keluarga. Hasil penelitian di Afrika Selatan menunjukkan bahwa keberadaan modal
sosial jaringan sosial individu rumahtangga yang kuat dalam kehidupan masyarakat berperan untuk mendapatkan berbagai bentuk akses. Dengan kata
lain, anggota keluarga yang memiliki tingkat modal sosial yang kuat berpengaruh sangat nyata dan signifikan terhadap peningkatan pengeluaran keluarga per kapita
proxy pendapatanHaddad, 2002:2. Hal ini sejalan dengan tiga studi ekonomi yang dilakukan oleh Knach dan Keefer 1997, Narayan dan Pritchett 1999 dan
Grootaert 1999 secara empiris membuktikan bahwa modal sosial dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga. Penelitian di daerah perdesaan Tanzania
misalnya, modal sosial individu berhubungan positif dengan income. Artinya, semakin tinggi tingkat modal sosial individu maka terjadi peningkatan income
sebesar 20-30 persen setiap keluarga Narayan dan Pritchett, 1999. Modal sosial dapat mempengaruhi income melalui berbagai kemudahan yang ada di
masyarakat, seperti: penggunaan input pertanian yang modern, dan memperoleh fasilitas kredit pertanian lebih mudahcepat. Dengan demikian, modal sosial
berkorelasi positif dengan kesejahteraan keluarga. Keluarga dengan modal sosial yang tinggi memiliki tingkat pengeluaran per kapita lebih besar, aset dan tabungan
lebih banyak serta memiliki akses kredit lebih mudah dibandingkan dengan keluarga yang memiliki investasi modal sosial terbatas Grootaert, 1999:62.
Secara ekonomi, modal sosial dapat bermanfaat dan menguntungkan dalam keluarga karena keluarga yang memiliki modal sosial dapat berinteraksi
32
55 dengan dunia luar dan modal dasar dalam pembangunan sebagai transaction cost
Fukuyama, 1999. Sebagai contoh, berbagai problem tentang pekerjaan pertanian dan non-pertanian dapat diatasi melalui pemanfaatan jaringan sosial
terutama informasi tentang pasar dan teknologi serta informasi lainnya Collier, 1998.
Menurut Portes Grootaert, 1999:4, modal sosial dapat berupa jaringan sosial atau struktur sosial. Dalam struktur sosial, dapat diukur pada tingkatan
mikro, meso, dan makro. Tingkatan makro misalnya, dapat berupa institusi pemerintah yang memiliki peraturan dan undang-undang yang jelas dan tegas
sehingga berdampak terhadap kinerja ekonomi nasional. Modak sosial pada tingkatan meso dan mikro, berupa norma dan jaringan yang dibangun melalui
interaksi antar individu dan keluarga dalam struktur sosial masyarakat. Struktur
sosial yang dimaksud dan terdapat dimasyarakat yaitu asosiasi atau institusi lokal.
Ciri negara makmur adalah negara yang mempunyai kualitas sumberdaya manusia karakter yang tinggi dan ditunjukkan oleh: 1 kehidupan sosial relatif
damai, 2 sedikit konflik, dan 3 terdapat tingkat toleransi yang tinggi dalam kehidupan bermasyarakat. Keunggulan ini ditunjukkan oleh faktor modal sosial
yang tinggi, yaitu masyarakat yang memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi. Sehubungan dengan itu, menurut Fukuyama Djalil dan Megawangi, 2003:6,
untuk mencapai masyarakat madani, masing- masing individu dan golongan masyarakat harus dapat menjujung tinggi rasa saling hormat, kebersamaan,
toleransi, kejujuran, dan menjalankan kewajibannya. Keluarga sebagai suatu sistem dalam masyarakat seperti sistem lainnya
yang terdiri dari elemen-elemen yang saling berhubungan baik sistem lingkungan fisik yang berupa lingkungan alamiah dan atau buatan maupun sistem lingkungan
sosial. Menurut Parsons 1965, sistem keluarga memiliki tiga elemen utama, yakni: 1 status sosial, 2 fungsi sosial, dan 3 norma sosial yang saling
berhub ungan satu sama lainnya interralated. Hubungan antar elemen untuk mewujudkan satu fungsi tertentu terjadi, dan tidak saja bersifat alami tetapi juga
dibentuk oleh berbagai faktor atau kekuatan yang ada disekitar keluarga seperti nilai- nilai atau norma serta faktor- faktor lain yang ada di masyarakat salah
satunya adalah modal sosial. 33
56 Namun demikian, keberfungsian faktor modal sosial bagi keluarga di
masyarakat harus ditunjang oleh potensi sumberdaya lain yang dimiliki oleh masing- masing keluarga terutama di daerah perdesaan. Berdasarkan klasifikasi
sumberdaya, ada ada empat macam sumberdaya, yakni: sumberdaya fisikalam, ekonomi, manusia termasuk sosio-demografi, dan sumberdaya atau modal sosial.
Dari keempat sumberdaya tersebut hanya ada tiga sumberdaya yang masuk kedalam sistem keluarga sebagai input yakni: sumberdaya manusia, ekonomi dan
sumberdaya sosial. Sumberdaya manusia dan ekonomi digabung menjadi satu kesatuan input yakni status sosial ekonomi, sedangkan sumberdaya sosial menjadi
input tersendiri yang disebut modal sosial. Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa ketiga sumberdaya tersebut tidak akan dapat digunakan atau dimanfaatkan
secara optimal tanpa ada ditunjang oleh pengelolaan sumberdaya yang baik. Dengan arti kata, peran manajemen sumberdaya disini sangat penting dalam
mengelola berbagai sumberdaya yang dimiliki keluarga untuk meningkatkan kesejahteraan baik kesejahteraan ekonomi objektif maupun kesejahteraan
ekonomi subjektif.
Lingk. Makro AlamBuatan
Lingk. Makro Sistem Masy
Lingk. Mikro
Modal Alam
Modal Ekonomi
Modal Manusia
Modal Sosial
SISTEM KELUARGA Input
Output
Kesejahteraan Ekonomi
Objektif
Feed back
Manajemen Sumberdaya
Keluarga Status
Sosial Ekonomi
Modal Sosial
Kesejahteraan Ekonomi
Subjektif
Proses
Diteliti :
Tidak diteliti:
Ga m ba r 4. K e ra ngk a Be rpik ir: H ubunga n M oda l Sosia l de nga n K e se ja ht e ra a n Ek onom i K e lua rga
34
57
Hipotesis Penelitian
1 Faktor sosio-demografi, dan manajemen sumberdaya keluarga berpengaruh secara nyata terhadap kesejahteraan ekonomi keluarga,
2 Terdapat ketidakmerataan kesejahteraan ekonomi keluarga di Provinsi Jambi berdasarkan agroekologi wilayah,
3 Faktor modal sosial berpengaruh secara nyata terhadap kesejahteraan ekonomi keluarga; dan
4 Peningkatan modal sosial merupakan model yang tepat secara struktural dalam pemberdayaan keluarga kaitannya dengan kesejahteraan.
35
58
METODE PENELITIAN Desain, dan Lokasi Penelitian
Desain penelitian adalah cross sectional. Penelitian dilakukan di Provinsi Jambi dengan dua Kabupaten terpilih, yaitu: Kabupaten Tanjung Jabung Timur
dan Kabupaten Kerinci Gambar 5.
Terpilihnya kedua Kabupaten tersebut sebagai wilayah penelitian dengan pertimbangan diharapkan dapat mewakili karakteristik
kabupaten yang ada di Provinsi Jambi baik dilihat dari aspek ekologi, ekonomi maupun sosial budaya. Kabupaten Tanjung Jabung Timur misalnya, dapat mewakili wilayah
pesisir pantaipasang surut, mayoritas masyarakat berasal dari suku Melayu, Bugis dan Banjar migrasi spontan dengan komoditas utama usaha nelayan, perkebunan kelapa
dalam, dan usahatani padi sawah pasang surut. Kabupaten Kerinci mewakili masyarakat wilayah pegunungan atau dataran tinggi, mayoritas masyarakat didominasi oleh suku
Melayu-Kerinci dengan komoditas utama usahatani padi sawah irigasi, perkebunan kulit manis cassiavera, dan perkebunan kopi disamping usahatani tanaman pangan dan
sayuran.
KERINCI SAROLANGUN
BATANGHARI
MERANGIN BUNGO
TANJAB BARAT
MUARO JAMBI TANJAB. TIMUR
TEBO KOTA JAMBI
Luas : 53,435 km ²
Jumlah Kab, Kota : 9 Kab dan 1 Kota
Jumlah Penduduk : 2.657.536 jiwa2006
Kepadatan Penduduk : 50 orang km²
Pertum Penduduk : 1,98 tahun 20042005
Pertum Ekonomi : 5,57 20042005
PDRB hrg berlaku : Rp.22,5 trilyun 2006
S E M B I L A N
LURAH J A M B I
S EPU C UK
Daerah Pegunungan
Daerah Pesisir pantai
Gambar 5 Letak Lokasi Wilayah Penelitian
36
59
Sumber, Jenis dan Metode Pengumpulan Data
Data penelitian ini bersumber dari data primer dan sekunder. Data primer diperoleh langsung dari keluarga dan responden terpilih, sedangkan data sekunder
diperoleh dari instansi dan lembaga terkait disamping dari laporan hasil penelitian, jurnal maupun majalah yang memuat tentang masalah modal sosial dan
kesejahteraan. Jenis atau variabel penelitian dibagi ke dalam lima kelompok, yaitu:
karakteristik keluarga, sosio-demografi, manajemen sumberdaya keluarga, modal sosial, dan variabel kesejahteraan objektif dan subjektif. Karakteristik keluarga
dan sosio-demografi, variabel yang diteliti meliputi: 1 jumlah anggota keluarga, 2 umur orang tua kepala dan ibu rumahtangga, 3 tingkat pendidikan orang
tua Kepala dan ibu rumahtangga dan anak, 4 tingkat keterampilan kepala keluarga, 5 mata pencaharian kepala dan ibu rumahtangga, 6 kepastian
pemilikan lahan lahan pertanian dan permukiman dan perahukapal, 7 pendapatan rumahtangga, 8 kondisi perumahan permanensederhana, dan 9
fasilitas perumahan air minum, alat penerangan, dan aksesibilitas. Aspek manajemen sumberdaya keluarga, variabel yang diteliti, meliputi: 1 manajemen
waktu, 2 manajemen anggota keluarga, dan 3 manajemen keuangan. Aspek modal sosial dibagi dalam dua dimensi, yakni dimensi asosiasi
lokal, dan dimensi karakter masyarakat. Variabel yang termasuk kedalam dimensi asosiasi lokal, meliputi: 1 jumlah kelompokorganisasi yang diikuti, 2 tingkat
partisipasi keluarga dalam kelompokorganisiasi, dan 3 manfaat kelompok organisasi,
sedangkan untuk dimensi karakter masyarakat, meliputi
: 1 kepercayaan, 2 solidaritas, dan 3 semangat kerja.
Aspek kesejahteraan ekonomi keluarga dibagi dalam dua dimensi, yakni kesejahteraan ekonomi objektif dan kesejahteraan ekonomi subjektif. Variabel
kesejahteraan ekonomi objektif, meliputi: 1 kebutuhan pangan, 2 kebutuhan non pangan, dan 3 kebutuhan investasi sumberdaya manusia, sedangkan
variabel yang diteliti untuk kesejahteraan subjektif yaitu melihat tingkat kepuasan keluarga, meliputi:
1 pemenuhan kebutuhan pangan, 2 pemenuhan kebutuhan non
60
pangan,
dan 3 pemenuhan kebutuhan investasi sumberdaya manusia. Disamping data pokok penelitian ditambah denga n data pendukung
yaitu data karakteristik
wilayah. Adapun variabel yang diambil mengenai karakteristik wilayah yaitu meliputi: 1 data geografi, 2 demografi, 3 sosial budaya, 4 sistem
keorganisasian masyarakat, dan 5 data aksesibilitas wilayah. Metode pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dan observasi.
Untuk mendapatkan data lebih mendalam, pengumpulan data dilanjutkan dengan metode wawancara mendalam Indepth Interview terhadap beberapa responden
terpilih dan Focus Group Discussion FGD. Untuk lebih jelasnya jenis dan teknik pengumpulan data penelitian masing- masing variabel dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Jenis dan Metode Pengumpulan Data
No Jenis Data
Metode Pengumpulan Data
01 Karakteristik dan Sosio
Demografi Keluarga Wawancara langsung, dan
observasi
02 Manajemen Sumberdaya
Keluarga Wawancara langsung, dan
observasi
03 Sumber Penghasilan Keluarga
Wawancara langsung
04 Aspek Perumahan
Wawancara langsung dan observasi
05 Fasilitas Perumahan
Wawancara langsung dan observasi
06 Kesejahteraan ekonomi keluarga
Wawancara langsung, observasi, indepth interview, dan FGD.
07 Pengeluaran Keluarga
Wawancara langsung
08 AsetJumlah Kekayaan
Wawancara langsung, dan observasi
09 Modal Sosial
Wawancara langsung, observasi, indepth interview, dan FGD.
10 Karakteristik Wilayah
Wawancara bebas dan Observasi
Waktu Pengumpulan Data Penelitian
Waktu pengumpulan data penelitian selama delapan bulan, mulai dari bulan Januari sampai dengan bulan Agustus 2006. Pengumpulan data penelitian
61 dibagi dalam dua tahap. Tahap pertama adalah pengumpulan data atau penelitian
penjajakan uji coba kuesioner. Tahap kedua adalah pengumpulan data primer dan sekunder.
Selama penelitian penjajakan, pengumpulan data penelitian berjalan dengan lancar dan tidak ditemui kendala atau hambatan yang berarti. Namun
demikian, peneliti harus menyesuaikan waktu dengan responden. Kasus di wilayah pesisir pantai misalnya atau responden yang berprofesi nelayan, peneliti
harus menunggu waktu mereka tidak melaut atau pada musim gelombang. Seperti diketahui, nelayan umumnya di daerah penelitian melaut pada siang hari dan
pulang pada pagi hari sekitar jam 6.00-7.00 WIB setelah itu mereka istirahat tidur. Artinya, selama musim melaut mereka hampir tidak punya waktu untuk
wawancara termasuk keperluan penelitian. Oleh karena itu, peneliti melakukan wawancara dengan responden yang berprofesi nelayan selama mereka tidak
melaut yaitu antara bulan desember sampai bulan pebruari. Hal yang sama juga ditemui di wilayah pegunungan yang mana mayoritas
petani adalah berprofesi sebagai petani sawah. Mereka bekerja mulai dari jam 7.00 – 16.00 WIB. Namun petani sawah ini memiliki waktu senggang lebih
banyak dibandingkan dengan nelayan terutama pada malam hari. Oleh karena itu, peneliti mengumpul data di wilayah ini harus pada waktu malam hari. Dengan
konsekuensi waktu yang diperlukan peneliti cukup singkat sekali. Namun demikian, dalam waktu yang relatif singkat ini peneliti dapat mengumpulkan
responden dan menjaring berbagai informasi yang diperlukan dalam penelitian atas bantuan tokoh masyarakat dan pemuda setempat mengenai tempat tinggal
responden.
Lama Wawancara dan Pendalaman Pertanyaan
Peneliti sebelum berangkat melakukan pengumpulan data sudah mempersiapkan kuesioner sedemikian rupa terutama waktu yang diperlukan
selama wawancara. Dari 15 responden yang diambil selama penelitian penjajakan, ternyata rata-rata waktu yang diperlukan untuk wawancara berkisar antara 45
menit sampai satu jam. Dengan arti kata, pengumpulan data selama penelitian
62 penjajakan cukup lancar dan tidak membosankan bagi responden sehingga
validitas dan reliabilitas data yang diharapkan dari responden cukup representatif. Kelancaran pelaksanaan penelitian penjajakan ini tidak terlepas dari
persiapan sebelum keberangkatan ke lapangan terutama instrumen yang digunakan dalam penjaringan informasi data dalam penelitian ini. Instrumen yang
digunakan dalam penelitian ini sudah dipersiapkan selama lebih kurang 6 enam bulan yang lalu dengan bantuan atau bimbingan komisi pimbimbing. Dengan
demikian, kedalam dan keluasan informasi yang diharapkan serta kata-kata yang digunakan dalam menjaring informasi sudah didiskusikan beberapa kali antara
peneliti dengan komisi pembimbing dan atau antar komisi pembimbing sehingga tingkat validitas dan reliabilitas sudah cukup memadai dan dapat dihandalkan.
Dengan kata lain, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam instrumen penelitian cukup dipahami oleh responden. Apalagi pelaksanaan penelitian
penjajakan ini dilakukan langsung oleh peneliti sendiri.
Sampel Penelitian
Daerah penelitian ditentukan dengan metode cluster sampling yaitu dengan cara membagi daerah berdasarkan agroekologi wilayah sehingga terpilih
wilayah dataran tinggi pegunungan yaitu Kabupaten Kerinci dan daerah pesisir pasang surut yaitu Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Diambilnya
daerahwilayah penelitian berdasarkan agroekologi, mengingat distribusi penduduk Provinsi Jambi menyebar berdasarkan tipologi tersebut. Selanjutnya,
kecamatan dan desakelurahan penelitian diambil secara purposive dan mengikuti pola yang ada di masing- masing wilayah Kabupaten, sedangkan responden
rumahtangga diambil secara acak sederhana simple random sampling sebesar 325 orang atau 10 persen dari jumlah rumahtangga yang ada pada seluruh desa
penelitian 3.257 rumahtanggaTabel 5. Jumlah sampel yang digunakan sebagai indepth interview sebanyak 33 orang atau 10 persen dari jumlah responden
masing- masing desa.
63
Tabel 5 Jumlah Responden dan Informan Indepth Interview Berdasarkan Kabupaten, Kecamatan dan Desa Di daerah penelitian, 2006
Jumlah sampel No
Daerah Penelitian
Jumlah KKPetani
Responden Indepht.Int
1 Kabupaten Kerinci:
11 Kecamatan Keliling Danau 111 Desa Jujun
484 48
5 112 Desa Koto Agung
382 38
4 12 Kecamatan Merangin
121 Desa Muak 476
48 5
122 Desa Pondok 404
40 4
2
Kabupaten Tanjung Jabung Timur
21 Kecamatan Nipah Panjang 211 Desa Nipah Panjang I
303 30
3 212 Desa Nipah panjang II
409 41
4 22 Kecamatan Mendahara Ilir
221 Desa Mendahara Ilir 435
44 4
222 Desa Pangkal Duri 364
36 4
- T o t a l
3.257 325
33
Sumber: Monografi Masing-masing Desa Penelitian, tahun 2006.
Secara ringkas, metode pengambilan sampel penelitian dan distribusi responden dapat dilihat pada gambar desain dan lokasi penelitian Gambar 6.
Provinsi Jambi
Kabupaten Kerinci
Kabupaten Tanjabtim
Kecamatan
Keliling Danau
Kecamatan Merangin
Kecamatan
Nipah Panjang
Kecamatan
Mendahara Ilir
Rumahtangga
Cluster sampling
Simple R.S. Purposive
6 bulan
Desa Jujun
10 Desa
Kt. Agung
Desa Muak
Desa Pondok
Desa
Nph Pjg I
Desa
Nph Pjg II
Desa Mend Ilir
Desa P.Duri
Gambar 6 Desain dan Lokasi Penelitian
64
Analisis Data
Sebelum dilakukan analisis data perlu dilihat keterkaitan antara satu variabel dengan variabel lainnya. Seperti terlihat pada Gambar 7, variabel sosio-
demografi, modal sosial dan manajemen sumberdaya keluarga sebagai variabel exogenous berhubungan secara kausalitas dengan variabel endogenous yaitu
kesejahteraan ekonomi keluarga objektif dan subjektif.
SOSIO DEMOGRAFI
•
Pendidikan Suami
• Keterampilan Suami
• Beban Ketergantungan
MANAJEMEN SUMBERDAYA
• Waktu
• Anggota Keluarga
• Keuangan
MODAL SOSIAL
ASOSIASI LOKAL •
Jumlah Asosiasi
• Tingkat Partisipasi
• Manfaat Asosiasi
KARAKTER MASYARAKAT
• Keterpercayaan
• Solidaritas
• Semangat Kerja
KESEJAHTERAAN EKONOMI KELUARGA
KESEJAHTERAAN EKONOMI OBJEKTIF
Kebutuhan
• Pangan
• Non pangan
• Investasi
KESEJAHTERAAN EKONOMI SUBJEKTIF
Kepuasan
•
Pemenuhan Pangan
• Pemenuhan Non pangan
•
Pemenuhan Investasi
Gambar 7 Kerangka Analisis Penelitian
Analisis data dimulai dari melakukan sortasi, dan “coding”. Kemudian dilanjutkan analisis data secara deskriptif dengan menggunakan tabel frekuensi tunggal
untuk data karakteristik keluarga, sosio-demografi, manajemen sumberdaya keluarga, modal sosial dan tingkat kesejahteraan ekonomi keluarga. Untuk menjawab masing-
masing tujuan penelitian menggunakan analisis sebagai berikut:
a Utuk mengetahui faktor- faktor yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan ekonomi keluarga objektif dan subjektif di analisis dengan uji regresi
berganda. Uji Regresi Berganda multiple regression dengan fungsi produk si:
65
Fungsi Produksi Kesejahteraan Ekonomi Keluarga
Y
i
=
α
+ b
1
EDU
1
+b
2
SKILL
2
+ b
3
DR
3
+ b
4
MW
4
+ b
5
MAK
5
+ b
6
MK
6
+ b
7
ASLOK
7
+
b
8
TP
8
+ b
9
MA
9
+ b
10
KM
10
+ b
11
TS
11
+ b
12
SK
12
+ b
13
WLYH
13
+ ei
Keterangan:
Y
i =
Tingkat Pengeluaran Keluarga Rpkeluargatahun, EDU
1
= Pendidikan suami, SKILL
2
= Pendidikan Non Formal Suami,
DR
3
= Beban Ketergantungan Keluarga, MW
4
= Manajemen Waktu, MAK
5
= Manajemen Anggota Keluarga, MK
6
= Manajemen Keuangan, ASLOK
7
= Jumlah Asosiasi yang diikuti, TP
8
= Tingkat Partisipasi dalam Asosiasi Lokal, MA
9
= Manfaat Asosiasi Lokal bagi Keluarga, KM
10
= Keterpercayaan Masyarakat, TS
11
= Tingkat Solidaritas, SK
12
= Semangat Kerja Masyarakat, WLYH
13
= Dummy Wilayah Penelitian α
= intercepts, and e
I
= error term.
Sebelum dilakukan pengujian secara statistik perlu dilihat nilai Koefisien Determinasi Ganda R
2
, dan uji Korelasi antar variabel bebas r. Koefisien Determinasi Ganda R
2
adalah untuk melihat kontribusi semua variabel bebas terhadap variabel terikat. Dengan arti kata, apakah model yang
digunakan dalam penelitian valid atau tidak. Nilai R
2
diperoleh dari perbandingan antara nilai Sum Square Regression SS
reg
dengan nilai Sum Square Total SS
tot
dengan rumus sebagai berikut:
total reg
i n
i i
n i
total reg
SS SS
y y
y y
SS SS
R −
=
−
−
= =
− =
− ∧
=
∑ ∑
1
2 1
2 1
2 2
R atau
Nilai R
2
terdapat antara 0 dan 1. Apabila nilai R
2
= 0,70, mencerminkan tingkat kontribusi variabes bebas independen variabel terhadap variabel
terikat cukup kuat. Artinya, model yang digunakan cukup valid, dan sebaliknya apabila nilai R
2
= 0,70, maka kontribusi variabel independen terhadap variabel dependen kurang kuat tidak valid Myers, 1990:37.
66 Uji Korelasi antar variabel bebas r dilakukan untuk mengetahui besarnya
korelasi antar variabel bebas sehingga dapat mendeteksi ada tidaknya kolinearitas berganda multicollinearity. Uji Korelasi antar variabel bebas
r diperoleh akar dari R
2
. Setelah mendapat nilai R
2
dan r baru dilakukan uji statistik. Adapun uji yang digunakan adalah sebagai berikut:
1 Uji F over all test
Uji F digunakan untuk membuktikan semua variabel independen variabel bebas secara bersama-sama mempunyai pengaruh terhadap variabel
dependen variabel terikat. Rumus uji F adalah sebagai berikut: SS
reg
k F
hitung
= ------------------ SS
res
N-k-1 Keterangan:
SS
reg
= Sum Square Regression SS
res
= Sum Square Error k
= jumlah peubah bebas N
= jumlah kasus responden. Apabila nilai F hitung F tabel 0,05, berarti H
ditolak dan diterima H
1
. Artinya, seluruh variabel independen jumlah anggota keluarga, umur suami,
umur isteri, pendidikan suami, pendidikan isteri, keterampilan suami, beban ketergantungan, dan penghasilan keluarga secara bersama-sama berpengaruh
nyata terhadap tingkat pengeluaran keluarga. Sebaliknya, apabila nilai F hitung F tabel 0,05, berarti H
diterima dan tolak H
1
. Artinya, seluruh variabel independen secara bersama-sama tidak berpengaruh nyata terhadap
tingkat pengeluaran keluarga.
2 Uji t partial test
Uji t digunakan untuk membuktikan semua variabel independen variabel bebas secara individual memp unyai pengaruh terhadap variabel dependen
variabel terikat. Uji t diperoleh dari hasil perbandingan antara Koefisien Regresi Bi dengan Standar Error Se. Apabila nilai t-hitung t-tabel
0,05, berarti H ditolak dan diterima H
1
. Artinya, variabel independen jumlah anggota keluarga, umur suami, umur isteri, pendidikan suami,
67 pendidikan isteri, keterampilan suami, beban ketergantungan, dan
penghasilan keluarga secara individual berpengaruh nyata terhadap tingkat pengeluaran keluarga. Sebaliknya, apabila nilai t-hitung t-tabel 0,05,
berarti H diterima dan ditolak H
1
. Artinya, setiap variabel independen secara individual tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat pengeluaran keluarga.
b Untuk mengidentifikasi dan mengkaji perbedaan tingkat kesejahteraan ekonomi keluarga di Provinsi Jambi berdasarkan Agroekologi wilayah
dianalisis dengan menggunakan Model Kuznets, dan Uji Mann-Whitney U- test. 1 Model Kuznets melihat pemerataan kesejahteraan ekonomi
keluarga objektif dan subjektif berdasarkan perbandingan antara kesejahteraan dari 40 persen kelompok penerima kesejahteraan terbawah
dengan 10 persen kelompok penerima kesejahteraan teratas. Kesejahteraan masyarakat dikatakan merata atau hampir merata apabila nilai dari kelompok
penerima kesejahteraan 40 persen terbawah lebih besar dari 17 persen, kurang merata ketidakmerataan sedang yaitu 12-17 persen, dan di bawah 12 persen
disebut sebagai tidak merata ketidakmerataan tinggi. Model Kuznets telah teruji baik di negara maju maupun negara berkembang. Untuk mendapatkan
hasil yang lebih komplit maka pengujian pemerataan kesejahteraan ekonomi keluarga dilanjutkan dengan menggunakan uji atau melihat nilai Bobot
Kesenjangan BK kesejahteraan. Uji ini telah dikembangkan oleh Bank Dunia dan Kuzne ts dengan formula bahwa BK diperoleh dari perbandingan
antara persentase kesejahteraan pada kelompok penerima 40 persen terbawah terhadap persentase kesejahteraan ekonomi keluarga pada kelompok
penerima kesejahteraan 10 persen teratas. Kesejahteraan dikatakan merata, apabila memiliki nilai BK mendekati 4, sedangkan kesejahteraan dikatakan
tidak merata atau terjadi kesenjangan apabila memiliki nilai BK sebesar 0,3 atau lebih kecil dari 0,3. 2 Untuk melihat perbedaan ketidakmerataan
kesejahteraan ekonomi keluarga di kedua wilayah dilanjutkan dengan Uji Mann-Whitney. Uji Mann-Whitney U Test menurut Siegel 1985: 154,
bahwa :
68
12 1
2
2 1
2 1
2 1
+ +
− =
− =
− n
n n
n n
n U
U score
Z
u u
σ µ
atau 2
1 dimana
1 1
1 2
1
R n
n n
n U
− +
+ =
2 1
2 2
2 2
1
R n
n n
n U
− +
+ =
Dimana
Npopulasi x
max -
n n
Ranking
1
=
i
R
. Keterangan:
Z
-score
= nilai perbedaan ketidaksamarataan kesejahteraan ekonomi keluarga, U
i
= jumlah nilai distribusi kesejahteraan ekonomi keluarga, R
i
= Ranking kesejahteraan ekonomi keluarga, n
i
= jumlah populasi penelitian masing-masing wilayah, dan N
i
= jumlah populasi penelitian total.
c Untuk mengetahui pengaruh faktor modal sosial terhadap kesejahteraan ekonomi keluarga objektif dan subjektif di daerah perdesaan Provinsi Jambi
di analisis melalui model Structural Equation Model SEM dengan program Linear Structural Releationship LISREL versi 8.7. Banyak penelitian
menggunakan analisis data dengan melihat frekuensi means, persentase dan korelasi. Untuk analisis yang lebih kompleks, misalnya untuk melihat
pengaruh sebab akibat kausal, ada juga yang melakukan penelitian dengan analisis metode Regresi. Analisis regresi memiliki kelemahan-kelemahan
karena bersandar pada asumsi-asumsi yang harus dipenuhi. Misalnya asumsi bahwa semua variabel bebas diukur tanpa kesalahan tidak ada kesalahan
pengukuran dan variabel bebasvariabel penjelas diasumsikan dapat diukur secara langsung. Akan tetapi dalam bidang sosial termasuk kajian bidang ilmu
keluarga ada variabel yang tidak bisa diukur secara langsung, misalnya variabel social economic status SES yang dapat diukur melalui variabel lain
yaitu tingkat pendidikan, penghasilan dan pekerjaan sebagai variabel indikator. Dalam kasus seperti ini untuk memasukkan variabel SES ke dalam
model persamaan regresi, dibentuk suatu indeks berdasarkan variabel- variabel indikatornya denga n melakukan penggabungan dari variabel tingkat
pendidikan, pekerjaan dan pendapatan. Penggabungan ini bisa dilakukan dengan melalui penjumlahan data mentah atau data yang sudah dibagikan dari
69 ketiga variabel tersebut atau menggunakan skor berdasarkan komponen utama
maka indikasi ini masih saja tidak berperilaku seperti nilai sebenarnya yang mengukur SES dengan realibel secara sempurna. Indeks tersebut masih
mengandung galat error. Penggunaan asumsi tersebut memberikan keterbatasan pada penggunaan metode regresi. Jika asumsi tersebut tidak
dipenuhi maka hasil yang diperoleh tentu tidak sesuai dengan yang sebenarnya.
Melalui perkembangan ilmu bidang statistik, para peneliti telah dimungkinkan untuk menganalisis data sebab akibat dengan menggunakan metode la in yaitu
dengan menggunakan permodelan persamaan struktural Structural Equation ModellingSEM. SEM merupakan gabungan dari model regresi dan analisis
alur path analysis Bollen, 1989. Dengan menggunakan model ini, kelemahan-kelemahan model regresi seperti kasus SES dapat diatasi dengan
baik. Misalnya, variabel SES disebut sebagai variabel tak teramati latent dan tiga variabel lainnya disebut disebut variabel indikator bagi SES. Dalam
model ini semua variabel laten dimasukkan ke dalam model. Dengan demikian tidak perlu ada asumsi bahwa setiap variabel dapat diukur secara
langsung, karena secara langsungpun variabel dapat dimasukkan ke dalam model. Model persamaan struktural telah diterapkan dalam berbagai bidang
seperti ekonometrika, biometrika, psikologi dan sosiologi.
Tujuan Model Hubungan Struktural
a. Membentuk model struktural yang menghubungkan variabel pengamatan atau variabel yang terukur variabel bebas dan variabel tak bebas dengan
variabel- variabel laten atau variabel yang tidak terukur endogenus dan eksogenus.
b. Menerapkan LISREL untuk mendapatkan struktur hubungan yang optimum, dan
c. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi variabel laten endogenus.
70 Bolen 1989 menyatakan bahwa model persamaan struktural dapat
dipandang
dalam beberapa aspek, yaitu : a. Sebagai persamaan regresi dengan perbedaan asumsi dimana dalam
persamaan struktur kesalahan pengukuran dalam variabel penjelas diperbolehkan sebagaimana pada variabel tak bebasnya.
b. Sebagai persamaan yang terdiri dari analisis faktor yang memperbolehkan pengaruh langsung dan tidak langsung antar faktor.
c. Sebagai persamaan yang memasukkan indikator dan variabel tak terstruktur variabel laten.
Terdapat vektor variabel tak bebas η
’ = η
1
, η
2
, ..., η
m
dan vektor variabel bebas
ξ ’ =
ξ
1
, ξ
2
, ..., ξ
n
. Dalam bentuk yang paling umum, model persamaan struktural menurut Joreskog dan Sorbom dalam Bollen KA
1989:11 terdiri dari dua bagian yaitu:
Model Laten Variabel
Menggambarkan hubungan sebab akibat diantara variabel- variabel laten, pengaruh-pengaruh sebab akibat baik langsung, tak langsung maupun total
efek dan menggambarkan variabel- variabel yang dapat diterangkan atau tidak
dapat diterangkan, yaitu :
η =
Βη +
Γξ +
ξ Keterangan:
§ B adalah matriks m x m yang merupakan koefisien regresi dari variabel endogenus terhadap variabel endogenus lainnya yang merupakan pengaruh
langsung antar variabel endogenus. §
Γ adalah matriks m x n dari koefisien regresi dari variabel eksogenus
terhadap variabel endogenus yang merupakan pengaruh variabel eksogenus ξ
pada variabel endogenus. §
ξ adalah vektor galat berukuran m x 1.
71 Pengaruh tidak langsung antar variabel endogenus = B
k
sedangkan pengaruh tidak langsung variabel eksogenus pada
varibel endogenus akhir = 1 + B + B + B
2
+ ... + B
k+1
x Γ
,
sedangkan total efek merupakan penjumlahan dari pengaruh langsung dengan pengaruh tidak langsung. Weeks Bollen, 1989
mengembangkan model matriks partisi kompleks yang dapat menerima beragam tingkat konstruksi laten. Dalam model Weeks, vektor variabel
pengamatan x direalisasikan ke variabel laten dengan struktur :
j q
1 j
j 1
i i
? ?
µ x
∑ ∏
= =
+ =
dimana µ
adalah vektor rataan dan bentuk dalam tanda kurung menggantikan matriks perkalian
Λ
1
, Λ
2
, ..., Λ
j
. Vektor y juga memiliki struktur yang serupa dalam bentuk variabel laten
η .
j q
1 j
j 1
i i
? ?
µ y
∑ ∏
= =
+ =
Variabel laten yang hanya mempengaruhi satu variabel disebut faktor laten unik, sedangkan variabel laten yang mempengaruhi lebih dari satu
variabel pengukuran disebut faktor laten umum. Tabel 6 Matriks- matriks Model Laten Variabel
Nama Deskripsi
Simbol Unsur
Notasi LISREL
Variabel
Eta Variabel laten endogenus
η mx1
η Xi
Variabel laten exogenus ξ
nx1 ξ
Zeta Error
ζ mx1
ζ
Model Laten Variabel:
Beta Hubungan antara konstruk
endogen B
ß
nn
BE Gamma
Hubungan antara konstruk eksogen dan endogen
Γ Y
nm
GA Phi
Korelasi antara konstruk eksogen
F F
m m
PH Psi
Korelasi persamaan struktural atau konstruk endogen
? ?
n
PS
72 Model persamaan struktural melibatkan dua tipe konstrak laten yaitu:
a Variabel laten eksogenus adalah variabel tak terukur yang tidak dipengaruhi oleh variabel lain di dalam sistem.
b Variabel laten endogenus adalah variabel tak terukur yang diakibatkan oleh variabel lain di dalam sistem.
Bentuk endogenus dan eksogenus adalah model khusus, sehingga dimungkinkan suatu variabel merupakan variabel eksogenus di satu
model namun endogenus di model lain. Dimungkinkan pula, suatu variabel menunjukkan eksogenus namun dapat dipengaruhi oleh variabel-
variabel eksogenus lainnya.
Model Pengukuran
Menggambarkan hubungan antara variabel- variabel indikator variabel pengamatan dengan variabel-variabel tak terukur variabel laten yang
dibangunnya. Adapun model pengukuran ini ada dua yaitu : x =
Λ
x
ξ +
δ dan
y = Λ
y
η +
ε Keterangan:
§
η adalah vektor m x 1
dari variabel endogenus variabel terikat yang terukur,
§ ξ
adalah vektor n x 1 dari variabel eksogenus variabel bebas yang tak terukur,
§ y adalah vektor p x 1 dari variabel terukur atau variabel indikator bagi variabel endogenus variabel terikat yang terukur,
§ Λ
y
adalah matriks p x m koefisien loading dari y terhadap variabel endogenus
η ,
§ ε
adalah gala t pengukuran y berukuran p x 1, § x adalah vektor q x 1 dari variabel terukur atau variabel indikator bagi
variabel eksogenus variabel bebas yang tak terukur, §
Λ x adalah matriks q x n koefisien loading dari x terhadap variabel
eksogenus ξ
, dan §
δ adalah vektor galat pengukuranx berukuran q x 1.
73 Menurut Bollen 1989, sistem persamaan struktural terdiri atas:
a. Variabel acak, yaitu variabel laten laten variabel, variabel pengamatan observed variabel dan variabel simpangan disturbanceerror variabel,
b. Paramaeter struktural, dan c. Variabel tak acak, yaitu variabel penjelas nilai-nilai sama pada contoh
acak berulang fixed or nonstochatic variabel. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 7.
Tabel 7 Matriks- matriks Model Pengukuran
Nama Deskripsi
Simbol Unsur
Notasi LISREL
Variabel
- Indikator observasi dari
η
Y px1
y
- Indikator observasi dari
ε
X qx1
x
Epsilon Error dari y
E px1
e
Delta Error dari x
δ qx1
δ
Model Pengukuran:
Lamda-X Koefisien jalur indikator
eksogen ?
x
λ
x pn
LX Lamda-Y
Koefisien jalur indikator endogen
?
y
λ
y qn
LY Theta-delta
Matriks error indikator konstruk eksogen
T
d
d
pp
TD Theta-
epsilon Matriks error indikator
konstruk endogen T
ε
ε
qq
TE
Evaluasi Kriteria Goodness-of-fit
Pada langkah ini kesesuaian model dievaluasi melalui telaah terhadap berbagai kriteria goodness-of-fit. Untuk itu tindakan pertama yang dilakukan
adalah mengevaluasi apakah data yang digunakan dapat memenuhi asumsi- asumsi SEM.
a. Uji Kesesuaian Uji Statistik