PENGARUH KEPATUHAN PERAWAT PADA STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PEMASANGAN INFUS TERHADAP ANGKA KEJADIAN PHLEBITIS DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA UNIT II

(1)

MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA UNIT II

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh

INTAN HAZIMI PEMATASARI

20120310114

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS

KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS

MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2015


(2)

i

KARYA TULIS ILMIAH

PENGARUH KEPATUHAN PERAWAT PADA STANDAR

PROSEDUR OPERASIONAL PEMASANGAN INFUS

TERHADAP ANGKA KEJADIAN PHLEBITIS DI RS PKU

MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA UNIT II

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh

INTAN HAZIMI PEMATASARI

20120310114

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS

KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS

MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2015


(3)

(4)

iii

PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini

Nama : Intan Hazimi Permatasari NIM : 20120310114

Program Studi : Kedokteran Umum

Fakultas : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Iliah yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya tulis saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tiddak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Karya Tulis Ilmiah ini.

Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Karya Tulis Ilmiah ini hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Yogyakarta, 8 Juni 2015 Yang membuat pernyataan,


(5)

iv

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warrahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT, atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah dengan judul Pengaruh Kepatuhan Perawat Pada Standar Prosedur Operasional Pemasangan Infus Terhadap Angka Kejadian Phlebitis di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II.

Penyusunan karya tulis ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat penyusunan karya tulis ilmiah program studi pendidikan dokter dan memperoleh derajat sarjana kedokteran di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Dalam penyusunan karya tulis ini, penulis memperoleh banyak sekali inspirasi, bantuan, juga semangat dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis ingin memberi terimakasih sebesar-besarnya kepada:

1. Allah SWT yang Maha Penolong yang telah mengizinkan karya tulis ilmiah ini selesai

2. Nabi Muhammad SAW yang telah menjadi perantara terbentuknya peradaban dunia

3. Kedua orang tua penulis, Bapak Ir. Hariwan Widoro Sukri, MM dan Ibu Tuti Setijawati, S.Kep yang telah menjadi penyemangat dalam hidup penulis

4. Adik penulis, Astari Puspita Rafshanjani yang telah memberikan dukungan dan kasih sayang kepada penulis, serta keluarga besar penulis.


(6)

v

5. Dr. H. Ardi Pramono, Sp.An. M.Kes., selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

6. Dr. Maria Ulfa, MMR, selaku dosen pembimbing karya tulis ini yang telah memberikan banyak waktunya untuk memberikan dukungan, bimbingan, dan saran serta perhatian dan kesabaran selama proses penyusunan karya tulis ilmiah.

7. Sahabat-sahabat terbaik penulis yaitu Wibi, Nancy, Arief, Rani, Dyah, Rara, Riris, Aya, Asty, Nay, Heny, Devi, Lona, Reni, Anisah, Dina, Imas, Michelle, Putri, Sarah dan Sora.

8. Rekan-rekan yang selalu setia mendampingi selama penulis melaksanakan studi, Dimas, Nana, Fajar, Rizwan, Jessica, Valdi, Ono, Wesa, Yovi, Almas, Dena, Satrio, Gina, Dea, Fityah, dan lain-lain 9. Teman-teman seperjuangan dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah,

Fiqih, Fitri, Nita, Dida, Tantri dan Shafira.

10. Official CIMSA nasional tahun 2014-2015 yang juga merupakan keluarga kedua bagi saya yaitu Adit, Didi, Denisa, Acan, Tio, Adiel, Alya, Ardiles, Roni, Cavia, Cilla, Fadef, Fisi, Golda, kak Hafif, Husna, Wandy, Karin, Miranda, Rabikah, Renza, kak Desti, Rizwan, Roro. 11. Seluruh teman-teman Pendidikan Dokter UMY 2012 yang tidak bisa


(7)

vi

Penulis menyadari akan kekurangan dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini, oleh karena itu bimbingan dan arahan dari berbagai pihak sangat peneliti harapkan demi hasil penelitian yang lebih baik.

Wassalamu’alaikum warrahmatullahi wabarakatuh

Yogyakarta, 8 Juni 2015 Penulis


(8)

vii

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN KTI ... i

PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

INTISARI ... xi

ABSTRACT ... xii BAB I ... Error! Bookmark not defined.

PENDAHULUAN ... Error! Bookmark not defined.

A. Latar Belakang Penelitian ... Error! Bookmark not defined.

B. Rumusan Masalah ... Error! Bookmark not defined.

C. Tujuan Penelitian ... Error! Bookmark not defined.

1.Tujuan Umum ... Error! Bookmark not defined.

2.Tujuan Khusus ... Error! Bookmark not defined.

D. Keaslian Penelitian ... Error! Bookmark not defined.

E. Manfaat Penelitian ... Error! Bookmark not defined.

BAB II ... Error! Bookmark not defined.

TINJAUAN PUSTAKA ... Error! Bookmark not defined.

A. Landasan Teori ... Error! Bookmark not defined.

1. Kepatuhan ... Error! Bookmark not defined.

2.Phlebitis ... Error! Bookmark not defined.

B. Kerangka Konsep ... Error! Bookmark not defined.

C. Hipotesis ... Error! Bookmark not defined.

BAB III ... Error! Bookmark not defined.

METODE PENELITIAN ... Error! Bookmark not defined.

A.Desain Penelitian ... Error! Bookmark not defined.

B. Populasi dan Sampel ... Error! Bookmark not defined.


(9)

viii

2. Sampel ... Error! Bookmark not defined.

C. Lokasi dan Waktu ... Error! Bookmark not defined.

D. Variabel Penelitian ... Error! Bookmark not defined.

E. Definisi Operasional ... Error! Bookmark not defined.

F. Instrumen Penelitian ... Error! Bookmark not defined.

G. Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... Error! Bookmark not defined.

H. Teknik Pengumpulan Data ... Error! Bookmark not defined.

I. Pengolahan dan Analisis Data ... Error! Bookmark not defined.

J. Jalannya Penelitian ... Error! Bookmark not defined.

K. Etika Penelitian ... Error! Bookmark not defined.

A. Hasil Penelitian ... Error! Bookmark not defined.

B. Pembahasan ... Error! Bookmark not defined.

BAB V ... Error! Bookmark not defined.

Kesimpulan dan Saran ... Error! Bookmark not defined.

A. Kesimpulan ... Error! Bookmark not defined.

B. Saran ... Error! Bookmark not defined.

DAFTAR PUSTAKA ... Error! Bookmark not defined.

LAMPIRAN ...


(10)

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Keaslian Penelitian... Error! Bookmark not defined.

Tabel 2. Kuman patogen yang dittemukan di aliran darah ..Error! Bookmark not defined.

Tabel 3. VIP Score (Visual Infusion Phlebitis Score) oleh Andrew Jackson Error! Bookmark not defined.

Tabel 4. Time table penelitian ... Error! Bookmark not defined.

Tabel 5. Definisi Operasional ... Error! Bookmark not defined.

Tabel 6. Karakteristik pasien rawat inap yang terpasang infus periode bulan Maret-April berdasarkan jenis kelamin di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II ... Error! Bookmark not defined.

Tabel 7. Karakterisitik pasien rawat inap yang terpasang infus peiode Maret-April berdasarkan usia di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II ... Error! Bookmark not defined.

Tabel 8. Karakterisitik pasien rawat inap yang terpasang infus berdasarkan kelas perawatan di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta unit II ... Error! Bookmark not defined.

Tabel 9. Karakterisitik pasien rawat inap yang terpasang infus berdasarkan lama pemasangan di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta unit II... Error! Bookmark not defined.

Tabel 10. Distribusi frekuensi kepatuhan perawat dalam melaksanakan SPO pemasangan infus di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta unit II. Error! Bookmark not defined.

Tabel 11. Angka kejadian phlebitis di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta unit II ... Error! Bookmark not defined.

Tabel 12. Hasil analisis kepatuhan perawat terhadap SPO pemasangan infus dengan angka kejadian phlebitis ... Error! Bookmark not defined.


(11)

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kepatuhan perawat terhadap SPO pemasangan infus di RS PKU

Muhammadiyah Yogyakarta Unit II .... Error! Bookmark not defined.

Gambar 2 Angka kejadian phlebitis di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta unit II periode Maret-April ... Error! Bookmark not defined.


(12)

xi

INTISARI

Phlebitis adalah salah satu dari HAIs “Hospital Acquired Infections” yang dapat menyebabkan penurunan taraf hidup, kecacatan fungsional dan stress emosional bagi pasien. Phlebitis sendiri merupakan peradangan pada tunika intima vena karena terjadi komplikasi pemberian terapi intravena (IV) di rumah sakit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kepatuhan perawat terhadap SPO pemasangan infus terhadap angka kejadian phlebitis pada pasien dewasa.

Metode cross sectional dilakukan terhadap 30 orang pasien dewasa berusia dari 17-85 tahun sejak pertama kali dipasang infus dengan mengamati kepatuhan perawat terhadap SPO pemasangan infus, lalu pasien tersebut diobservasi sampai hari terakhir di rumah sakit. Analisis data yang digunakan adalah uji analitik deskriptif untuk mengetahui gambaran kepatuhan perawat terhadap angka kejadian phlebitis.

Hasil penelitian ini adalah perawat yang patuh berjumlah lebih banyak daripada yang tidak patuh, hal ini sejalan dengan angka kejadian phlebitis yang lebih sedikit daripada yang terkena phlebitis. Perawat yang tidak patuh berjumlah 9 orang, dan pasien yang terkena phlebitis berjumlah 10 orang. Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adanya pengaruh yang signifikan antara perawat yang patuh dan pasien yang terkena phlebitis.


(13)

xii

ABSTRACT

Phebitis is one of the HAIs “Hospital Acquired Infections” which causes

decreasing the standard of living, functional disability, and emotional stress for the patient. Phlebitis itselves is an inflammation in intima vein due to complications of intravenous therapy (IV) in the hospital. This research aims to know the relationship between the obedience of the nurses to the SOP of infusion to the incidence of phlebitis in adult patients.

Cross sectional conducted on 30 adult patients aged between 17-85 years old, from the first time attached infusion by observing the obedience of the nurses to the SOP of infusion, and then the patients observed until the last day in the hospital. Analysis of the data used is descriptive analytical to know the obedience of the nurses to the incidence of phlebitis.

The result from this research is, nurses who obeys the SOP infusion are

more than those who doesn’t, this is appropriate with the incidence of phlebitis that those whose affected phlebitis are lower than those who doesn’t. The nurses that didn’t obey the SOP are 9 person, and the patients who got phlebitis are 10 person. There is significant influence between nurses who obeys the rules of SOP and patients affected phlebitis .


(14)

(15)

intima vena karena terjadi komplikasi pemberian terapi intravena (IV) di rumah sakit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kepatuhan perawat terhadap SPO pemasangan infus terhadap angka kejadian phlebitis pada pasien dewasa.

Metode cross sectional dilakukan terhadap 30 orang pasien dewasa berusia dari 17-85 tahun sejak pertama kali dipasang infus dengan mengamati kepatuhan perawat terhadap SPO pemasangan infus, lalu pasien tersebut diobservasi sampai hari terakhir di rumah sakit. Analisis data yang digunakan adalah uji analitik deskriptif untuk mengetahui gambaran kepatuhan perawat terhadap angka kejadian phlebitis.

Hasil penelitian ini adalah perawat yang patuh berjumlah lebih banyak daripada yang tidak patuh, hal ini sejalan dengan angka kejadian phlebitis yang lebih sedikit daripada yang terkena phlebitis. Perawat yang tidak patuh berjumlah 9 orang, dan pasien yang terkena phlebitis berjumlah 10 orang. Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adanya pengaruh yang signifikan antara perawat yang patuh dan pasien yang terkena phlebitis.


(16)

Phebitis is one of the HAIs “Hospital Acquired Infections” which causes

decreasing the standard of living, functional disability, and emotional stress for the patient. Phlebitis itselves is an inflammation in intima vein due to complications of intravenous therapy (IV) in the hospital. This research aims to know the relationship between the obedience of the nurses to the SOP of infusion to the incidence of phlebitis in adult patients.

Cross sectional conducted on 30 adult patients aged between 17-85 years old, from the first time attached infusion by observing the obedience of the nurses to the SOP of infusion, and then the patients observed until the last day in the hospital. Analysis of the data used is descriptive analytical to know the obedience of the nurses to the incidence of phlebitis.

The result from this research is, nurses who obeys the SOP infusion are

more than those who doesn’t, this is appropriate with the incidence of phlebitis

that those whose affected phlebitis are lower than those who doesn’t. The nurses that didn’t obey the SOP are 9 person, and the patients who got phlebitis are 10

person. There is significant influence between nurses who obeys the rules of SOP and patients affected phlebitis .


(17)

1

A. Latar Belakang Penelitian

Infeksi nosokomial atau biasa disebut dengan HAIs “Hospital Acquired

Infection” dapat didefinisikan sebagai infeksi yang didapatkan di rumah sakit selain infeksi bawaan pasien tersebut. Infeksi terjadi pada pasien didalam rumah sakit atau fasilitas tempat perawatan lainnya, dimana infeksi tersebut tidak ada atau tidak berinkubasi pada saat pasien tersebut pertama kali datang. HAIs ini termasuk infeksi yang diperoleh di rumah sakit tetapi muncul setelah pasien tersebut di rawat, dan juga infeksi yang didapat diantara para pekerja akibat bekerja di fasilitas rumah sakit (World Health Organization, 2012).

Perawatan pasien disediakan di dalam fasilitas yang berkisar dari klinik universitas yang mempunyai fasilitas sangat lengkap dan berteknologi maju sampai dengan unit garis depan yang hanya dengan fasilitas dasar. Meskipun kesehatan masyarakat dan perawatan rumah sakit terus mengalami kemajuan, infeksi terus berkembang pada pasien yang dirawat dan akan memengaruhi staf rumah sakit. Banyak faktor yang meningkatkan infeksi diantara para pasien yang dirawat, yaitu penurunan kekebalan tubuh diantara para pasien, berbagai prosedur medis dan teknis yang invasif dapat menyebabkan arah yang potensial terhadap infeksi, dan penyebaran obat tahan bakteri diantara


(18)

rumah sakit yang ramai dikunjungi pasien dimana praktek pengendalian infeksi yang buruk dapat memfasilitasi terjadinya penyebaran (WHO, 2012).

Infeksi yang didapat di rumah sakit dapat menambah kecacatan fungsional dan stress emosional pasien dan mungkin di beberapa kasus dapat menyebabkan kondisi kecacatan permanen atau kelumpuhan yang akan mengurangi kualitas hidup. HAIs merupakan salah satu penyebab utama kematian. Biaya ekonomi yang cukup besar. Peningkatan durasi waktu menginap untuk pasien yang terkena infeksi merupakan penyumbang terbesar untuk biaya. Tinggal berkepanjangan tidak hanya meningkatkan biaya langsung untuk pasien atau pembayar, tetapi juga biaya tidak langsung karena kehilangan pekerjaan. Peningkatan penggunaan obat-obatan, kebutuhan isolasi, dan penggunaan laboratorium tambahan dan studi diagnostik lainnya juga berkontribusi terhadap biaya. Infeksi yang didapat dirumah sakit menambah ketidakseimbangan antara alokasi sumber penghasilan untuk primer dan sekunder dalam pelayanan kesehatan dengan mengalihkan dana yang tidak umum untuk pengelolaan kondisi yang berpotensi untuk dicegah (WHO, 2012).

Pasien usia lanjut yang dirawat menurut pengaturan kesehatan, prevalensi yang lebih besar dari penyakit kronis diantara para pasien, dan peningkatan penggunaan prosedur diagnostik dan terapeutik yang memengaruhi akan terus memberikan tekanan pada HAIs di masa depan. Organisme yang menyebabkan HAIs dapat ditransmisikan kepada masyarakat melalui pasien, staf, dan pengunjung. Jika organisme tersebut


(19)

multiresisten, organisme tersebut dapat menyebabkan penyakit yang signifikan di dalam masyarakat. (WHO, 2012)

HAIs terjadi di seluruh dunia dan memengaruhi kedua negara maju dan negara yang miskin sumber daya. Infeksi yang diperoleh dalam pengaturan perawatan kesehatan adalah salah satu penyebab utama kematian dan peningkatan morbiditas di antara pasien yang dirawat. Itu adalah beban yang signifikan untuk keduanya, baik pasien maupun kesehatan masyarakat. Survey prevalensi yang dilakukan dibawah naungan World Health Organization (WHO) di 55 rumah sakit dari 14 negara yang mewakili 4 daerah WHO (Eropa, Timur Mediterania, Asia Tenggara dan Pasifik Barat) menunjukkan rata-rata 8,7% dari pasien rumah sakit memiliki HAIs. Setiap saat, lebih dari 1,4 juta orang di seluruh dunia menderita komplikasi HAIs yang diperoleh di rumah sakit. Frekuensi tertinggi HAIs dilaporkan dari rumah sakit di daerah Mediterania Timur dan Asia Tenggara (11,8 dan 10% masing-masing), dengan prevalensi 7,7 dan 9,0% masing-masing di Eropa dan Barat Kawasan Pasifik (WHO, 2012).

Salah satu jenis pelayanan kesehatan yang dilakukan perawat dalam memberikan perawatan kepada pasien adalah pemberian terapi intra vena. Jika terapi ini diberikan dalam jangka panjang maka dapat menimbulkan beberapa komplikasi, salah satu diantaranya adalah phlebitis. Phlebitis adalah peradangan pada tunika intima vena yang terjadi karena komplikasi pemberian terapi intra vena (IV) yang di tandai dengan bengkak, kemerahan


(20)

sepanjang vena, nyeri, peningkatan suhu pada daerah insersi kanula dan penurunan kecepetan tetesan infus (Brooker, et al., 2006).

Angka phlebitis dapat terjadi sekitar 20% sampai 70% pada pasien yang di rawat dan terpasang infus di rumah sakit. Insiden phlebitis dapat meningkat sesuai dengan lamanya pemasangan jalur intravena, komposisi cairan tubuh atau obat yang diberikan, ukuran dan tempat kanula dimasukkan, pemasangan IV kateter dan masuknya mikroorganisme pada saat penusukan (Smeltzer, 2001). Menurut Sutariya dan Berk (2000) mengemukakan bahwa komplikasi yang sering terjadi akibat pemasangan infus adalah phlebitis yang terjadi hingga 75% pada pasien yang dirawat.

Dalam jurnal hubungan antara lokasi penusukan infus dan tingkat usia dengan phlebitis di ruang rawat inap dewasa RSUD Tegurejo Semarang, oleh Dewi Nujanah 2011, dari 70 responden terjadi phlebitis sebanyak 38 orang (54.3%). Hasil penelitian tersebut menunjukan 12 responden (17.1%) phlebitis terjadi pada hari ke-3. Lokasi penusukan pada metakarpal didapat 42 responden dan terjadi phlebitis sebanyak 16 orang (38.1%). Usia 21- 40 didapat 17 responden dan phlebitis 5 orang (7.1%) dan usia 40-60 didapat 37 responden dan phlebitis 20 orang (28.6%).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mulyani (2010), menyatakan rata-rata kejadian phlebitis waktu > 24jam dan <72 jam setelah pemasangan terapi intravena. Dan hasil penelitian menunjukan bahwa lokasi pemasangan infus terletak pada vena sefalika dan tidak terjadi phlebitis sebanyak 11


(21)

responden (91,7%). Sedangkan lokasi pemasangan infus terletak pada vena metacarpal dan terjadi pada phlebitis sebanyak 20 responden (41,7%).

Menurut American Hospital Assosiation (1974), rumah sakit adalah suatu alat organisasi yang terdiri dari tenaga medis profesional yang terorganisir serta sarana kedokteran yang permanen menyelenggarakan pelayanan kedokteran, asuhan keperawatan yang berkesinambungan, diagnosis serta pengobatan yang diderita oleh pasien.

RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II adalah rumah sakit swasta bertipe B dengan 16 akreditasi. RS ini menyediakan 59 tempat tidur inap, lebih banyak dibanding setiap rumah sakit di Yogyakarta yang tersedia rata-rata 50 tempat tidur inap. Selain menjadi Rumah Sakit Umum, PKU juga menjadi rumah sakit pendidikan.Dalam menyelanggarakan fungsi-fungsi sebagai rumah sakit umum dan rumah sakit pendidikan, orang-orang yang ada di dalam rumah sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta unit II seperti pasien, petugas kesehatan, dan pengunjung rumah sakit beresiko untuk terkena infeksi, terlebih lagi apabila tidak melakukan praktik pengendalian infeksi sesuai standar pelaksanaan operasional yang berlaku.

Wudhu adalah aktivitas mensucikan atau membersihkan. Sementara kesucian atau kebersihan berkolerasi dengan kesehatan, baik jasmani maupun rohani, dan dapat menghindarkan dari berbagai jenis penyakit serta infeksi. Media yang digunakan untuk berwudhu adalah air. Air bersifat membersihkan, menyejukkan dan syifa’ (terapis) (Hassanudin, 2007).


(22)

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah 5 kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur. [QS Al Maidah:6]

Berdasarkan besarnya angka kejadian phlebitis di atas, maka

penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “Pengaruh

Kepatuhan Perawat pada Standar Prosedur Operasional Pemasangan Infus Terhadap Angka Kejadian Phlebitis di RS PKU Muhammadiyah

Yogyakarta Unit II” B. Rumusan Masalah

Bagaimana pengaruh kepatuhan perawat pada SPO pemasangan infus terhadap angka kejadian phlebitis di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II?


(23)

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk melihat pengaruh kepatuhan perawat dalam melaksanakan Standar Prosedur Operasional pemasangan infus terhadap angka kejadian phlebitis di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui kepatuhan perawat pada Standar Prosedur Operasional pemasangan infus di ruang bangsal, IGD, dan poli RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II

b. Untuk mengetahui angka kejadian phlebitis di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II

D. Keaslian Penelitian

Sejauh penelusuran peneliti terhadap kepustakaan termasuk dunia maya belum pernah dilakukan penelitian yang serupa. Penelitian terdahulu terkait kepatuhan perawat terhadap standar prosedur operasional pemasangan infus dalah sebagai berikut :


(24)

Tabel 1. Keaslian Penelitian

Peneliti Judul Metodologi Penelitian

Subjek

Penelitian Hasil Perbedaan Persamaan

Deya Prastika, 2011

Kejadian

Phlebitis di Rumah Sakit Umum Daerah Majalaya

Deskriptif - korelasional

90 orang yang ditentukan secara random sampling

Faktor tindakan pemasangan infus, status gizi, dan usia pasien mempunyai hubungan bermaksa dengan kejadian phlebitis Melihat kejadian phlebitis dari berbagai aspek Pengetahuan perawat tentag perawatan terapi intravena dengan angka kejadian phlebitis Elmiyasna K, 2012 Hubungan Penerapann Kewaspada an Standar Dengan Kejadian Infeksi Karena Jarum Infus (Phlebitis)

Pendekatan desain cross-sectional

Teknik pengambilan sampel yaitu secara

accidental sampling.Sam pel dalam penelitian ini adalah perawat yang

memenuhi kriteria yang berjumlah 41 perawat dan pasien yang memenuhi kriteria yang berjumlah 41 pasien.

Ada hubungan antara perawat mendesinfeksi pada saat pemasangan infus dengan kejadian

phlebitis di Irna Non Bedah RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2012

Peneliti meneliti mengenai kewaspada an standar para perawat

Subjek penelitian salah satunya adalah perawat.

Ince Maria, 2012

Kepatuhan Perawat Dalam Melaksanak an SOP Pemasangan Infus Terhadap

Phlebitis

Korelasional 68 responden dengan teknik

purposive sampling

Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar teknik

pemasangan infus dilaksanakan dengan patuh, dan yang menderia penyakit

phlebitis

sebanyak dua orang

Penelitian ini

mengambil sampel dari ruang IGD

Pada

penelitian ini yang diamati/yang menjadi variabel adalah SPO pemasangan infus dan kejadian phlebitis.


(25)

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Rumah Sakit

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi rumah sakit untuk meningkatkan kepatuhan dalam menjalankan Standar Prosedur Operasional dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit. 2. Bagi tenaga kesehatan

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan tingkat kewaspadaan tenaga kesehatan untuk lebih meningkatkan kepatuhan menjalankan Standar Prosedur Operasional terutama pemasangan infus agar dapat mengurangi faktor resiko terjadinya phlebitis.

3. Bagi insititusi pendidikan

Memberi masukan kepada pendidikan kesehatan khususnya pendidikan dokter dan keperawatan dalam memberikan informasi sejak dini mengenai pentingnya menurunkan angka kejadian HAIs di rumah sakit sehingga menjadikan budaya yang baik dalam upaya pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit.

4. Bagi peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan terapan khususnya yang berkaitan dengan phlebitis dan dapat menjadi sarana pembelajaran dan hasilnya diharapkan dapat menjadi dasar pertimbangan bagi peneliti selanjutnya.


(26)

10

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori 1. Kepatuhan

1.1. Pengertian Kepatuhan

Menurut Adiwimarta, Maulana, & Suratman (1999) dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kepatuhan didefinisikan sebagai kesetiaan, ketaatan atau loyalitas. Kepatuhan yang dimaksud disini adalah ketaatan dalam pelaksanaan prosedur tetap yang telah dibuat. Menurut Smet (1994), kepatuhan adalah tingkat seseorang melaksanakan suatu cara atau berperilaku sesuai dengan apa yang disarankan atau dibebankan kepadanya. Dalam hal ini kepatuhan pelaksanaan prosedur tetap (protap) adalah untuk selalu memenuhi petunjuk atau peraturan-peraturan dan memahami etika keperawatan di tempat perawat tersebut bekerja. Kepatuhan merupakan modal dasar seseorang berperilaku. Menurut Kelman (1958) dalam Sarwono (1997) dijelaskan bahwa perubahan sikap dan perilaku individu diawali dengan proses patuh, identifikasi, dan tahap terakhir berupa internalisasi. Pada awalnya individu mematuhi anjuran / instruksi tanpa kerelaan untuk melakukan tindakan tersebut dan seringkali karena ingin menghindari hukuman/sangsi jika dia tidak patuh, atau untuk memperoleh imbalan yang dijanjikan jika dia mematuhi anjuran tersebut. Tahap ini disebut tahap kepatuhan (compliance). Biasanya perubahan yang terjadi pada tahap ini sifatnya sementara,


(27)

artinya bahwa tindakan itu dilakukan selama masih ada pengawasan. Tetapi begitu pengawasan itu mengendur/ hilang, perilaku itupun ditinggalkan.

Penurunan pelayanan keperawatan akan mempengaruhi mutu pelayanan kesehatan. Studi oleh Direktorat Keperawatan dan Keteknisian Medik Depkes RI bekerjasama dengan WHO tahun 2000 di 4 provinsi di Indonesia, yaitu DKI Jakarta, Sumatera Utara, Sulawesi Utara dan Kalimantan Timur, menemukan 47,4 persen perawat belum memiliki uraian tugas secara tertulis, 70,9 persen perawat tidak pernah mengikuti pelatihan dalam 3 tahun terakhir, 39,8 persen perawat masih melaksanakan tugas non keperawatan, serta belum dikembangkan system monitoring dan evaluasi kinerja perawat (Hasanbasri, 2007).

1.2. Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan

Kepatuhan merupakan suatu perilaku dalam bentuk respon atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan dari luar organisme. Dalam memberikan respon sangat bergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain. Green (1980, dalam Notoatmojo, 2010) menjabarkan bahwa perilaku seseorang dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu predisposisi, faktor pemungkin, dan faktor penguat. Ketiga faktor tersebut akan diuraikan sebagai berikut:

a. Faktor predisposisi (Predisposing Factors)

Faktor predisposisi merupakan faktor anteseden terhadap perilaku yang menjadi dasar atau motivasi perilaku. Faktor predisposisi dalam arti umum juga dapat dimaksud sebagai prefelensi pribadi yang dibawa seseorang atau kelompok kedalam suatu pengalaman belajar. Prefelensi ini mungkin mendukung atau menghambat perilaku sehat. Faktor predisposisi


(28)

melingkupi sikap, keyakinan, nilai-nilai, dan persepsi yang berhubungan dengan motivasi individu atau kelompok untuk melakukan suatu tindakan. Selain itu status sosial-ekonomi, umur, dan jenis kelamin juga merupakan faktor predisposisi. Demikian juga tingkat pendidikan dan tingkat pengetahuan, termasuk kedalam faktor ini.

b. Faktor Pemungkin (Enabling Factors)

Faktor ini merupakan faktor antedesenden terhadap perilaku yang memungkinkan aspirasi terlaksana. Termasuk didalamnya adalah kemampuan dan sumber daya yang dibutuhkan untuk melakukan suatu perilaku. Faktor-faktor pemungkin ini melingkupi pelayanan kesehatan (termasuk didalamnya biaya, jarak, ketersediaan transportasi, waktu pelayanan dan keterampilan petugas).

c. Faktor Penguat (Reinforcing Factors)

Faktor penguat merupakan faktor yang datang sesudah perilaku dalam memberikan ganjaran atau hukuman atas perilaku dan berperan dalam menetapkan dan atau lenyapnya perilaku tersebut. Termasuk dalam faktor ini adalah manfaat sosial dan manfaat fisik serta ganjaran nyata atau tidak nyata yang pernah diterima oleh pihak lain. Sumber dari faktor penguat dapat berasal dari tenaga kesehatan, kawan, keluarga, atau pimpinan. Faktor penguat bisa positif dan negatif tergantung pada sikap dan perilaku orang lain yang berkaitan.


(29)

2.Phlebitis

2.1 Definisi

Phlebitis adalah peradangan pada tunika intima vena yang terjadi karena komplikasi pemberian terapi intra vena (IV) yang di tandai dengan bengkak, kemerahan sepanjang vena, nyeri, peningkatan suhu pada daerah insersi kanula dan penurunan kecepetan tetesan infus (Brooker et al., 2006). Phlebitis adalah komplikasi lokal dari terapi intra vena antara lain infiltrasi, phlebitis, trombophlebitis, hematoma, dan ekstravasasi (Potter & Perry, 2005). Phlebitis merupakan peradangan pada tunika intima pembuluh darah vena sebagai mekanisme iritasi yang terjadi pada endhotelium tunika intima vena dan perlekatan trombosit pada area tersebut (INS, 2006).

Phlebitis dapat menyebabkan trombus yang selanjutnya menjadi trombophlebitis, perjalanan penyakit ini biasanya jinak, tapi walaupun demikian jika trombus terlepas dan kemudian diangkut ke aliran darah dan masuk jantung maka dapat menimbulkan seperti katup bola yang menyumbat atrioventikular secara mendadak dan menimbulkan kematian. Hal ini menjadikan phlebitis sebagai salah satu permasalahan yang penting untuk dibahas di samping phlebitis juga sering ditemukan dalam proses keperawatan (Hidayat, 2006).

2.2 Etiologi

Menurut Francombe (1998) dalam Brooker dan Gould (2003) mengatakan, phlebitis (peradangan vena), merupakan penyulit tersering yang berkaitan dengan terapi intravaskular, biasanya terjadi akibat iritasi kimiawi atau mekanis. Faktor predisposisi utama adalah infus larutan hipertonik dan adanya benda berbentuk


(30)

partikel yang berasal dari obat yang belum larut sempurna, potongan karet atau kaca dari vial, dan plastik dari kanula. Terbentuk eritema di bagian proksimal dari empat pungsi vena, disertai nyeri. Phlebitis jarang disebabkan oleh bakteri, tetapi septikemia lebih sering dijumpai pada pasien yang mengalami phlebitis.

Banyak faktor telah dianggap terlibat dalam patogenesis phlebitis, menurut Francombe (1998) faktor tersebut antara lain:

a) Faktor-faktor kimia seperti obat atau cairan yang iritan

b) Faktor-faktor mekanis seperti bahan, ukuran kateter, lokasi dan lama kanulasi

c) Agen infeksius

2.3 Klasifikasi Phlebitis

Phlebitis diklasifikasikan berdasarkan factor penyebabnya yaitu phlebitis kimiawi, phlebitis mekanik, phlebitis bakteri, dan phlebitis post infus (INS, 2006; Ariyanto, 2011);

a. Chemical Phlebitis (Phlebitis Kimia)

Kejadian phlebitis ini dihubungkan dengan bentuk respon yang terjadi pada tunika intima vena dengan bahan kimia yang menyebabkan reaksi peradangan. Reaksi peradangan dapat terjadi akibat dari jenis cairan yang diberikan atau bahan material kateter yang digunakan.

PH darah normal terletak antara 7,35 – 7,45 dan cenderung basa (Home &Swearingen, 2001). PH cairan yang diperlukan dalam pemberian terapi adalah 7 yang berarti adalah netral. Namun, pada kondisi tertentu diperlukan larutan dengan konsentrasi yang lebih asam untuk mencegah


(31)

terjadinya karamelisasi dekstrosa dalam proses sterilisasi autoclaf. Larutan yang mengandung glukosa, asam amino, dan lipid yang biasa digunakan dalam nutrisi parenteral lebih bersifat flebitogenik (INS, 2006; Ariyanto, 2011).

Menurut Hartono (2006), osmolalitas merupakan konsentrasi partikel per total volume pelarut, dengan kata lain osmolalitas merupakan konsentrasi sebuah larutan atau pemberian larutan hiperosmoler yang mempunyai osmolaritas lebih dai 600 mOsm/L. Terlebih lagi dengan pemberian tetesan cairan yang cepat pada pembuluh vena yang kecil. Cairan isotonic akan menjadi lebih hiperosmoler apabila ditambah dengan obat, elektrolit ataupun nutrisi (INS, 2006; Ariyanto, 2011). Semakin tinggi osmolaritas cairan (makin hipertonis), maka akan semakin mudah terjadi iritasi, trauma atau kerusakan pada dinding vena. Dan hal ini akan menyebabkan komplikasi lokal atau komplikasi sistemik, seperti : phlebitis, trombophlebitis, dan tromboemboli. Untuk pemberian terapi intravena jangka panjang, larutan hipertonis harus melalui vena sentral karena aliran darahnya cepat sehingga resiko terjadinya kerusakan dinding pembuluh vena lebih kecil.

Kecepatan pemberian larutan intravena juga dianggap salah satu penyebab utama kejadian phlebitis. Pada pemberian dengan kecepatan rendah mengurangi irritasi pada dinding pembuluh darah. Penggunaan material katheter juga berperan pada kejadian phlebitis. Bahan kateter yang terbuat dari polivinil klorida atau polietelin (teflon) mempunyai


(32)

resiko terjadi phlebitis lebih besar dibanding bahan yang terbuat dari silikon atau poliuretan (INS, 2006; Ariyanto, 2011).

Partikel materi yang terbentuk dari cairan atau campuran obat yang tidak sempurna diduga juga bisa menyebabkan resiko terjadinya phlebitis. Penggunaan filter dengan ukuran 1 sampai dengan 5 mikron pada infus set, akan menurunkan atau meminimalkan resiko phlebitis akibat partikel materi yang terbentuk tersebut. (Darmawan, 2008) . Selain cairan infus dan material dari kateter intravena, jenis obat yang diberikan secara intravena juga berpengaruh dalam kejadian phlebitis. Obat yang dapat menyebabkan peraangan vena yang berat antara lain: Kalium Klorida, Vancomysin, Amphotrecin B, Sefalosporins, Diazepam, Mildazolam, san obat untuk kemoterapi (Mulyani, 2001).

b. Mechanical Phlebitis (Phlebitis Mekanik)

Phlebitis mekanikal sering dihubungkan dengan pemasangan atau penempatan kateter intravena. Hal ini disebbakan oleh akrena perbedaan ukuran dan elastisitas vena. Ukuran dari kateter intravena juga mempengaruhi kejadian phlebitis, pemasangan kateter intravena yang berukuran besar (bernomor kecil) pada vena yang kecil akan menyebabkan trauma pada tunika intima vena dan dpaat menyebabkan phlebitis. Fiksasi yang tidak adekuat dapat menyebabkan kateter intravena bergeser dan mengakibatkan trauma pada dinding tunika intima vena, hal ini dapat emnyebabkan phlebitis (O’Grady, et al., 2002).


(33)

Penempatan kateter pada area fleksi lebih sering menimbulkan kejadian phlebitis, oleh karena pada saat ekstermitas kateter yang tepasang dapat bergeser dan menyebabkan trauma pada tunika intima. Semakin lama pemasangan kateter intravena resiko insidensi kejadian phlebitis akan

semakin meningkat. O’Grady et al, (2002) dan Royal College of Nursing menganjurkan penggantian kateter setiap 72-96 jam untuk membatasi potensi infeksi.

c. Bacterial Phlebitis (Phlebitis Bakteri)

Phlebitis bacterial adalah peradangan vena yang berhubungan dengan adanya kolonisasi bakteri. Berdasarkan artikel Peripheral Intravenous Therapy: key risk and Impliations for Practice (Ingram P & Lavery I, 2005), kuman yang sering dijumpai pada pemasangan kateter infus adalah staphylococcus dan bakteri gram negatif.

Tabel 1. Kuman patogen yang dittemukan di aliran darah

Organisme Prosentase Infeksi yang Terjadi

Coagulase-negative staphylococci 30-40

Staphylococcus Aureus 5-10

Enterococcus species 4-6

Pseudomonas aeruginosa 3-6

Candida 2-5

Enterobacter species 1-4

Acinetobacter 1-2


(34)

Sumber: Ingram P & Lavery I, 2005.

Beberapa faktor yang berperan dalam kejadian phlebitis bakteri antara lain:

1) Tehnik cuci tangan yang tidak baik.

2) Tehnik aseptik yang kurang pada saat penusukan. 3) Tehnik pemasangan kateter yang buruk.

4) Pemasangan yang terlalu lama. (INS, 2006; Ariyanto, 2011) 5) Kurang atau tidak dilakukannya perawatan infus 6) Faktor pasien, seperti : usia, jenis kelamin, kondisi dasar dari sakit yang dialami (Mulyani, 2011)

Cuci tangan merupakan hal yang penting untuk mencegah kontaminasi dari petugas kesehatan dalam tindakan pemasangan infus. Dalam pesan kewaspadaan universal petugas kesehatan yang melakukan tindakan invansif harus memakai sarung tangan. Meskipun telah memakai sarung tangan, tehnik cuci tangan yang baik harus tetap dilakukan dikarenakan adanya kemungkinan sarung tangan robek, dan bakteri mudah berkembang biak di lingkungan sarung tangan yang basah dan hangat, terutama sarung tangan yang robek (CDC, 1989). Tujuan dari cuci tangan sendiri adalah menghilangkan kotoran dan debu secara mekanis dari permukaan kulit dan mengurangi jumlah mikroorganisme sementara. Cuci tangan menggunakan sabun biasa dan air, sama efektifnya dengan cuci tangan menggunakan sabun anti mikroba (Pereira, Lee dan Wade, 1990).


(35)

Selama prosedur pemasangan atau penusukan harus menggunakan teknik aseptik. Area yang akan dilakukan penusukan harus dibersihkan dahulu untuk meminimalkan mikroorganisme yang ada, bila kulit kelihatan kotor harus dibersihkan dahulu dengan sabun dan air sebelum diberikan larutan antiseptik.

Lama pemasangan katheter infus sering dikaitkan dengan insidensi kejadian phlebitis. May dkk (2005) melaporkan hasil, di mana mengganti tempat (rotasi) kanula ke lengan kontralateral setiap hari pada 15 pasien menyebabkan bebas phlebitis. Namun, dalam uji kontrol acak yang dipublikasi baru-baru ini oleh Webster disimpulkan bahwa kateter bisa dibiarkan aman di tempatnya lebih dari 72 jam jika tidak ada kontraindikasi. The Centers for Disease Control and Prevention menganjurkan penggantian kateter setiap 72- 96 jam untuk membatasi potensi infeksi (Darmawan, 2008).

d. Post Infus Phlebitis

Post infus juga sering dilaporkan kejadiannya sebagai akibat pemasangan infus. Phlebitis post infus adalah 12 peradangan pada vena yang didapatkan 48 – 96 jam setelah pelepasan infus. Faktor yang berperan dengan kejadian phlebitis post infus, antara lain :

1) Tehnik pemasangan kateter yang tidak baik. 2) Pada pasien dengan retardasi mental.

3) Kondisi vena yang baik.


(36)

5) Ukuran kateter terlalu besar pada vena yang kecil (INS, 2006; Ariyanto, 2011)

2.4 Diagnosa dan Pengenalan Tanda Phlebitis

Phlebitis dapat didiagnosa atau dinilai menggunakan pengamatan visual yang dilakukan oleh perawat. Andrew Jackson telah mengembangkan skor visual untuk kejadian phlebitis, yaitu :

Tabel 2. VIP Score (Visual Infusion Phlebitis Score) oleh Andrew Jackson

Skor Keadaan Area Penusukan Penilaian

0 Tempat suntikan tampak sehat Tak ada tanda phlebitis 1 Salah satu dari berikut jelas

a. Nyeri area penusukan

b. Adanya eritema di area penusukan

Mungkin tanda phlebitis dini

2 Dua dari berikut jelas : a.Nyeri area penusukan b.Eritema

c.Pembengkakan

Stadium dini phlebitis

3 Semua dari berikut jelas : a.Nyeri sepanjang kanul b.Eritema

c.Indurasi

Stadium moderat phlebitis

4 Semua dari berikut jelas : a.Nyeri sepanjang kanul b.Eritema

c.Indurasi

d.Venous chord teraba

Stadium lanjut atau awal thrombophlebitis

5 Semua dari berikut jelas : a.Nyeri sepanjang kanul b.Eritema

c.Indurasi

d.Venous chord teraba e.Demam

Stadium lanjut thrombophlebitis

2. 5 Mencegah dan Mengatasi Phlebitis


(37)

a. Mencegah phlebitis bakterial

Pedoman ini menekankan kebersihan tangan, teknik aseptik, perawatan daerah infus serta antisepsis kulit. Walaupun lebih disukai sediaan Chlorhexidine 2%, Tinctura Yodium, Iodofor atau alkohol 70% juga bisa digunakan.

b. Selalu waspada dan jangan meremehkan teknik aseptik

Stopcock sekalipun (yang digunakan untuk penyuntikan obat atau pemberian infus IV, dan pengambilan sampel darah) merupakan jalan masuk kuman yang potensial ke dalam tubuh. Pencemaran stopcock lazim dijumpai dan terjadi kira-kira 45-50% dalam serangkaian besar kajian c. Rotasi kanula

Mengganti tempat (rotasi) kanula ke lengan kontralateral setiap hari ada 15 pasien menyebabkan bebas phlebitis. Namun, dalam uji kontrol acak kateter bisa dibiarkan aman di tempatnya lebih dari 72 jam jika tidak ada kontra indikasi. The Center for Disease Control and Prevention menganjurkan penggantian kateter setiap 72-96 jam untuk membatasi potensi infeksi, namun rekomendasi ini tidak didasarkan atas bukti yang cukup.

d. Aseptic dressing

Dianjurkan aseptic dressing untuk mencegah phlebitis. Kasa steril diganti setiap 24 jam.


(38)

e. Laju pemberian :

Para ahli umumnya sepakat bahwa makin lambat infus larutan hipertonik diberikan makin rendah risiko phlebitis. Namun, ada paradigma berbeda untuk pemberian infus obat injeksi dengan osmolaritas tinggi. Osmolaritas boleh mencapai 1000 mOsm/L jika durasi hanya beberapa jam. Durasi sebaiknya kurang dari tiga jam untuk mengurangi waktu kontak campuran yang iritatif dengan dinding 12 vena. Ini membutuhkan kecepatan pemberian tinggi (150-330 mL/jam). Vena perifer yang paling besar dan kateter yang sekecil dan sependek mungkin dianjurkan untuk mencapai laju infus yang diinginkan, dengan filter 0,45 mm. Kanula harus diangkat bila terlihat tanda dini nyeri atau kemerahan. Infus relatif cepat ini lebih relevan dalam pemberian infus jaga sebagai jalan masuk obat, bukan terapi cairan maintenance atau nutrisi parenteral

f. Titratable acidity

Titratable acidity dari suatu larutan infus tidak pernah dipertimbangkan dalam kejadian phlebitis. Titratable acidity mengukur jumlah alkali yang dibutuhkan untuk menetralkan pH larutan infus. Potensi phlebitis dari larutan infus tidak bisa ditaksir hanya berdasarkan pH atau titratable acidity sendiri. Bahkan pada pH 4,0 larutan glukosa 10% jarang menyebabkan perubahan karena titratable acidity sangat rendah (0,16 mEq/L). Dengan demikian makin rendah titratable acidity larutan infus makin rendah risiko phlebitisnya.


(39)

g. Heparin dan hidrikortison

Heparin sodium, bila ditambahkan cairan infus sampai kadar akhir 1 unitt/mL, mengurangi masalah dan menambah waktu pasang kateter. Risiko phlebitis yang berhubungan dengan pemberian cairan tertentu (misal : Kalium Klorida, Lidocaine, dan antimikrobial) juga dapat dikurangi dengan pemberian aditif intravena tertentu seperti hidrokortison. Pada uji klinis dengan pasien penyakit koroner, hidrokortison secara bermakna mengurangi kekerapan phlebitis pada vena yang diinfus lidokain, kalium klorida atau antimikrobial. Pada dua uji acak lain, heparin sendiri atau dikombinasi dengan hidrokortison telah mengurangi kekerapan phlebitis, tetapi penggunaan heparin pada larutan yang mengandung lipid dapat disertai dengan pembentukan endapan kalsium h. In-line Filter

In-line Filter dapat mengurangi kekerapan phlebitis tetapi tidak ada data yang mendukung efektivitasnya dalam mencegah infeksi yang terkait dengan alat intravaskular dan sistem infus.

B. Kerangka Konsep

Gambar 1.1. Kerangka Konsep Kepatuhan perawat dalam

melakukan SOP pemasangan infus

Angka kejadian phlebitis di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II


(40)

C. Hipotesis

Terdapat pengaruh antara kepatuhan perawat pada Standar Prosedur Operasional pemasangan infus dengan angka kejadian phlebitis di RS PKU Muhamadiyah Yogyakarta Unit II.


(41)

25

A. Desain Penelitian

Desain penelitian ini adalah non eksperimental yang merupakan penelitian survey deskriptif analitik yang menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif, dengan rancangan penelitian dengan metode cross sectional dengan mempelajari hubungan antara faktor kepatuhan dengan angka kejadian suatu penyakit.

B. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah :

a. Seluruh perawat yang ada di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II

b. Seluruh pasien baru yang terpasang infus di poli, bangsal, dan IGD RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II

2. Sampel

a. Kualitatif

Sampel kualitatif yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah seluruh perawat yang bekerja di ruang poli, bangsal, dan IGD RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II dengan kriteria sebagai berikut :


(42)

(1) Inklusi:

(a) Perawat merupakan perawat aktif, baik bekerja secara tetap maupun kontrak

(b) Perawat bersedia mengikuti penelitian dan telah mengisi informed consent

(c) Semua jenis umur dan kelamin (2) Eksklusi :

(a) Mahasiswa pendidikan profesi keperawatan (b) Perawat yang tidak bersedia mengikuti penelitian b. Kuantitatif

Sampel kuantitatif pada penelitian ini adalah semua pasien baru yang terpasang infus di ruang poli, bangsal, dan IGD RS PKU Muhammadiyah Unit II dengan kriteria sebagai berikut:

(1) Inklusi

(a) Pasien yang terpasang infus lebih dari 3 hari

(b) Pasien yang mengalami minimal dua dari gejala ini: 1) Nyeri area penusukan

2) Eritema

3) Pembengkakan

4) Nyeri sepanjang kanul 5) Indurasi


(43)

6) Venous chord teraba 7) Demam (>38.0° C) (2) Eksklusi

(a) Pasien yang meninggal dunia saat di rawat di bangsal dan IGD (b) Pasien yang berusia kurang dari 5 tahun

c. Besar sampel

Roscoe (1975) mengatakan bahwa ukuran sampel lebih dari sama dengan 30 dan kurang dari sama dengan 500 adalah tepat untuk kebanyakan penelitian. Jadi pada penelitian kali ini, peneliti mengambil sampel sebanyak 30 orang.

C. Lokasi dan Waktu

Dalam penelitian ini, lokasi yang digunakan peneliti untuk melakukan penelitian adalah di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Sementara waktu yang dibutuhkan untuk penelitian ini kurang lebih selama 30 hari, yaitu terhitung dari minggu pertama bulan Maret 2015 sampai minggu keempat bulan Maret 2015.


(44)

Tabel 1. Time table penelitian

No. Kegiatan Waktu Keterangan

1. Persiapan Penelitian Desember 2014

Sesuai Prosedur 2. Membuat Kisi-Kisi Instrumen Januari 2015

3 Membuat Instrumen Januari 2015 Konsultasi dengan Pembimbing

4. Menggandakan Instrumen Januari 2015 Persetujuan dari Pembimbing

5. Mengurus Perizinan Februari 2015 Izin dari Instansi Setempat 6. Uji Coba Instrumen Februari 2015 30 Responden

7. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas Januari - Februari 2015 Menggunakan Program Komputer

8. Mendapat Instrumen Jadi Februari 2015 Diketahui oleh Dosen Pembimbimg

9. Penelitian dan Penyebaran Instrumen Jadi

Minggu pertama Maret 2015 - minggu ketiga Maret 2015

Responden yang Digunakan Sesuai dengan Sampel Penelitian yang Memenuhi kriteria Inklusi-Eksklusi

10. Pengumpulan Hasil Minggu Pertama Maret 2015- Minggu ketiga

Maret 2015 Menggunakan Program komputer

11. Pendistribusian Data April 2015 12. Pengolahan Data April 2015 13. Pengetikan Hasil Penelitian April 2015

D. Variabel Penelitian

Menurut Sugiyono (2011 : 3), definisi variabel adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek, atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya.

a. Variabel Bebas

Menurut Sugiono (2011 : 61) variabel bebas sering disebut sebagai variabel stimulus, predictor, antecedent, merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebba perubahannya atau timbulnya variabel terikat (dependen). Pada penelitian ini variabel bebas yang akan digunakan adalah kepatuhan perawat terhadap SOP pemasangan infus.


(45)

Kepatuhan diteliti dengan metode observasional menggunakan data primer berupa checklist yang akan diisi oleh peneliti.

b. Variabel terikat

Menurut Sugiono (2011 : 61) variabel terikat sering disebut variabel output, criteria, konsekuen, adlaah variabel yang dipengaruhi atau yan menjadi akibat karena adanya variabel bebas. Pada penelitian kali ini variabel terikat yang akan digunakan adalah angka kejadian phlebitis di runag bangsal RS PKU Mumammadiyah Yogyakarta Unit II yang diteliti dengan metode kuantitatif berupa data sekunder rekam medis.

E. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional berdasarkan karakteristik yang di amati ketika melakukan pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena dengan menggunakan parameter yang jelas (Hidayat, 2009). Definisi operasional juga bermanfaat untuk mengarahkan kepada pengukuran atau pengamatan terhadap variabel-variabel yang bersangkutan serta pengembangan instrumen (alat ukur) (Notoatmodjo, 2005).


(46)

Tabel 2. Definisi Operasional

Variabel Definisi Operasional Alat dan Cara Ukur

Hasil Ukur Pengukur Skala

Independen : Kepatuhan perawat pada SPO

pemasangan infus

Perawat RS PKU Muhammadiyah

Yogyakarta di ruang rawat inap dan UGD yang mematuhi checklist observasi pemasangan infus sesuai SOP di ruang rawat inap dan UGD di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II

Menggunakan data kualitatif yang didapat dari lembar checklist dan observasi

dengan melihat kepatuhan perawat pada SOP pemasangan infus Keselarasan antara daftar cocok dengan panduan.

Patuh (x≥75) dan Tidak

Patuh (x˂75).

Menggunakan rumus: T skor = 50 + ( 10 x ( N – M) )

Peneliti Ordinal

Dependen : Angka

kejadian phlebitis di RS PKU Muhamamdi yah

Yogyakarta Unit II

Pasien di ruang IGD, poli, dan bangsal RS PKU Muhammadiyah

Yogyakarta yang terpasang infus selama 72 jam atau lebih dan dari data rekam medis menunjukan terkena phlebitis

Menggunakan data kuantitatif yang didapatkan panduan dari data rekam medis sesuai inklusi pasien Berupa data kuantitatif Peneliti, lembar monitoring perawat dan data HAIs rumah sakit

Nominal

F. Instrumen Penelitian

1. Questionnaire(Kuesioner/Angket)

Angket atau kuesioner merupakan suatu teknik pengumpulan data secara tidak langsung (peneliti tidak langsung bertanya jawab dengan responden). Instrumen atau alat pengumpulan datanya juga disebut angket berisi sejumlah pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab atau direspon oleh responden (Sutopo, 2006: 82). Responden mempunyai kebebasan untuk memberikan jawaban atau respon sesuai dengan persepsinya.


(47)

Kuesioner (angket) merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya, dimana peneliti tidak langsung bertanya jawab dengan responden (Sutopo, 2006: 87). Karena angket dijawab atau diisi oleh responden dan peneliti tidak selalu bertemu langsung dengan responden, maka dalam menyusun angket perlu diperhatikan beberapa hal. Pertama, sebelum butir-butir pertanyaan atau peryataan ada pengantar atau petunjuk pengisian. Kedua, butir-butir pertanyaan dirumuskan secara jelas menggunakan kata-kata yang lazim digunakan (popular), kalimat tidak terlalu panjang. Dan ketiga, untuk setiap pertanyaan atau pernyataan terbuka dan berstruktur disesuaikan kolom untuk menuliskan jawaban atau respon dari responden secukupnya.

(a) Pengukuran

Untuk pertanyaan pengetahuan sebelum dilakukan perhitungan setiap pertanyaan dengan menggunakan skala. Skala pengukuran mengacu pada salah satu skala tertentu yaitu skala Guttman. Skala ini merupakan skala yang bersifat tegas dan konsisten dengan memberikan jawaban yang tegas seperti jawaban dari pertanyaan atau pertanyaan: ya dan tidak, positif dan negatif, setuju dan tidak setuju, benar dan salah. Skala Guttman ini pada umumnya dibuat seperti checklist dengan interpretasi penilaian, apabila skor benar nilainya 1 dan apabila salah nilainya 0 (Hidayat, 2007).

Skala yang akan digunakan adalah skala Guttman karena bersifat tegas dan konsisten dengan memberikan jawaban yang tegas dengan jawaban dari pertanyaan benar dan salah. Penilaian yang diberikan dengan skor 1 untuk


(48)

jawaban benar dan skor 0 untuk jawaban yang salah. Setelah dilakukan skoring kemudian pertanyaan tersebut dihitung dengan cara persentase (%) jawaban pertanyaan, untuk mengetahui pengetahuan dari responden maka dengan menggunakan kriteria absolute :

P = a/b x 100%

Keterangan : P : Persentase

a : Jumlah pertanyaan benar b : Jumlah semua pertanyaan

Dengan kriteria persentase sebagai berikut (Arikunto, 2006) a. Dikategorikan baik, jika 76-100 % jawaban benar

b. Dikategorikan cukup, jika jawaban 60-75 % jawaban benar c. Dikategorikan kurang, jika jawaban < 74 % jawaban benar

Setelah diperoleh hasil dengan cara perhitungan seperti yang telah diuraikan diatas kemudian nilai akhir tersebut diasumsikan kedalam kriteria pengetahuan sebagai berikut :

a. Jika nilai pengetahuan ≥ 75% : baik b. Jika nilai pengetahuan ≤ 74% : kurang

Sedangkan untuk mengukur sikap pekerja terhadap kepatuhan yaitu dengan menggunakan skala likert. Dimana masing-masing pertanyaan mempunyai lima kemungkinan jawaban untuk pertanyaan positif (favorable) dan negative (unfavorable), kriteria pemberian skor untuk pertanyaan positif (favorable) adalah : (5) Sangat setuju, (4) Setuju, (3) Ragu-ragu/netral, (2) Tidak setuju, dan (1)


(49)

Sangat tidak setuju. Sedangkan kriteria pemberian skor untuk pertanyaan negatif (unfavorable) adalah : (1) Sangat setuju, (2) Setuju, (3) Ragu-ragu/netral, (4) Tidak setuju, dan (5) Sangat tidak setuju.

Setelah diperoleh hasil dengan cara perhitungan seperti yang telah diuraikan diatas kemudian nilai akhir tersebut diasumsikan kedalam kriteria sikap sebagai berikut :

a. Jika nilai sikap ≥ median : baik b. Jika nilai sikap < median : kurang

(b) Metode

Metode pengumpulan data di lakukan peneliti dengan cara :

1. Peneliti memperkenalkan diri, kemudian menjelaskan maksud dan tujuan serta menunjukan surat izin dari pihak yang terkait yang menerangkan bahwa peneliti akan melakukan pengambilan data pada pada perawat di ruangan ICU RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. 2. Menanyakan kesedian perawat untuk menjadi responden, jika bersedia

maka diwajibkan menandatangani lembar persetujuan menjadi responden. 3. Namun jika menolak peneliti tidak akan memaksa dan menghormati hak –

haknya.

4. Pertama peneliti memberikan kuesioner kepada responden satu persatu. 5. Kemudian setelah dibaca dan diisi kuesioner oleh responden kuesioner


(50)

6. Setelah peneliti mendapatkan kuesioner terebut, peneliti mengecek kembali lembar kuesioner, apakah semua pertanyaan sudah terjawab dengan lengkap.

2. Observation(Pengamatan)

Instrumen kedua yang akan digunakan pada penelitinan kali ini adalah rekam medik. Rekam Medis merupakan kumpulan fakta tentang kehidupan seseorang dan riwayat penyakitnya, termasuk keadaan sakit, pengobatan saat ini dan saat lampau yang ditulis oleb para praktisi kesehatan dalam upaya mereka memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien.

G. Validitas dan Reliabilitas Instrumen 1. Uji Validitas

Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya pengukuran dan pengamatan yang dilakukan pada penelitian (Notoatmodjo, 2005). Kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner tersebut mampu mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut (Arikunto, 2006). Kuesioner yang telah diisi kemudian dianalisis dengan menggunakan uji korelasi product moment yaitu untuk melihat sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi pengukuran dengan rumus sebagai berikut:


(51)

Keterangan :

rxy = ketentuan kognitif tiap item N = jumlah populasi

X = skor butir kuesioner (item) yang dicari validitasnya Y = skor total

2. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas adalah uji yang digunakan untuk mengetahui apakah instrumen yang digunakan reliabel (Arikunto, 2006). Sebuah instrumen dikatakan reliabel apabila memberikan hasil yang tetap atau relatif sama jika diuji pada objek yang berbeda. Pengujian reliabilitas penelitian ini menggunakan internal consistency, yaitu dilakukan uji coba sekali saja kemudian hasil yang diperoleh dianalisis dengan teknik tertentu. Uji reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan rumus Alpha Cronbach yaitu:

Dimana :

ri = reliabilitas instrument

k = mean kuadrat antara subjek = mean kuadrat kesalahan St² = varians total

Kuesioner dinyatakan reliabel jika indeks reabilitas yang diperoleh paling tidak mencapai 0,60 (Sugiyono, 1999).


(52)

H. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan proses pengumpulan karakterisik subjek yang diperlukan dalam suatu penelitian. (Nursalam, 2008). Data yang digunakan dalam penelitian terdiri dair dua macam, yaitu :

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diambil dari sumber data secara langsung oleh peneliti atau yang mewakilinya dimana peneliti melakukan pengukuran sendiri.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah hasil pengumpulan data yang diperoleh dari orang lain atau tempat lain dan bukan dilakukan oleh peneliti sendiri.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Kualitatif melalui observasi langsung terhadap kepatuhan perawat dengan menggunakan checklist berupa keselarasan tindakan perawat dengan standar prosedur operasional yang ditetapkan rumah sakit, dan juga secara kuantitatif menggunakan data rekam medic pasien yang terpasang infus di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II.


(53)

I. Pengolahan dan Analisis Data

1. Pengolahan Data

Data yang telah terkumpul selanjutnya diolah. Semua data yang terkumpul kemudian disajikan dalam susunan yang baik dan rapi. Yang termasuk dalam kegiatan pengolahan data adalah menghitung frekuensi mengenai pengaruh desain interior terhadap minat berkunjung masyarakat berdasarkan data hasil kuesioner kemudian diolah untuk mendapatkan nilai persentase. Tahap-tahap pengolahan data tersebut adalah:

a) Editing

Editing dalam penelitian ini berupa kegiatan pengecekan isi kuesioner dari responden apakah jawaban sudah lengkap, jelas, relevan dan konsisten dalam penelitian.

b) Coding

Coding adalah mengklasifikasikan jawaban-jawaban yang ada menurut macamnya. Klasifikasi dilakukan dengan jalan menandai masingmasing jawaban dengan kode berupa angka.

c) Data Entry

Data entry yaitu proses memasukan data ke dalam kategori tertentu untuk dilakukan analisis data dengan menggunakan bantuan komputer program SPSS. d) Tabulating

Tabulating adalah langkah memasukkan data-data hasil penelitian ke dalam tabel-tabel sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan.


(54)

e) Cleaning

Cleaning adalah mengecek kembali data yang sudah dientry apakah ada kesalahan atau tidak, membuang data yang sudah dipakai.

2. Analisis Data

Analisis data dilakukan untuk menjawab hipotesis penelitian. Untuk alasan tersebut dipergunakan uji statistik yang cocok dengan variabel penelitian (Notoatmodjo, 2005). Dalam penelitian ini analisis data dibedakan menjadi dua macam yaitu:

(a) Analisis univariat

Analisis univariat yaitu analisis yang dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian. Dalam penelitian ini analisis univariat menggunakan distribusi frekuensi dan prosentase karena data penelitian bersifat kategorik (skala nominal dan ordinal).

(b). Analisis bivariat

Analisis bivariat yaitu analisis yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi (Notoatmodjo, 2005). Analisis bivariat dalam penelitian ini dilakukan dengan uji Chi-Square (X2), dimana hal ini dilakukan karena data penelitian bersifat kategorik (nominal dan ordinal). Berdasarkan uji tersebut dapat diputuskan:

1. Menerima hipotesis penelitian (Ha), bila diperoleh nilai X2 hitung > X 2

tabel atau nilai p ≤ α (0.05).

2. Menolak hipotesis penelitian (Ha), bila diperoleh nilai X2 hitung < X 2


(55)

Tahap-tahap pengolahan data hasil penelitian ini adalah sebagai berikut : (a) Pemeriksaan akan kelengkapan jawaban.

Pada tahap ini data yang diperoleh diperiksa kembali untuk mencari jawaban dari kuesioner yang tidak lengkap.

(b) Tally, yaitu menghitung jumlah atau frekuensi dari masing-masing jawaban dalam kuesioner.Menghitung persentase jawaban responden dalam bentuk tabel tunggal melalui distribusi frekuensi dan persentase. dengan menggunakan rumus : P = f/N x 100%

Keterangan: P : Persentase f.: Frekuensi data

N : Jumlah sampel yang diolah (Warsito, 1992:59)

Pada penelitian ini, penulis akan menggunakan metode analisis regresi logistik untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh antara variabel X terhadap variabel Y. Pemilihan metode analisis tersebut karena variabel dependen penelitian ini merupakan variabel yang berskala ordinal atau regresi dengan variabel dependen bernilai nominal, dapat dilakukan dengan dengan menggunakan variabel dependen berupa angka biner yaitu nilai 1 atau 0.

Pemilihan metode analisis ini didukung oleh pernyataan Deborah Rumsey

(2007:332), yaitu “You use logistic regression when you use a quantitative variable to predict or guess the outcome of some categorical variable with only two outcomes.


(56)

Dalam penggunaanya, regresi logistik tidak memerlukan beberapa pengujian dalam penggunaannya. Ghozali (2006) berpendapat bahwa teknik analisa ini tidak lagi memerlukan uji normalitas dan uji asumsi klasik pada variabel bebasnya.

J. Jalannya Penelitian

1. Prosedur Persiapan

Peneliti menyusun proposal penelitian, kemudian menentukan lokasi penelitian (RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II).

2. Prosedur administrasi

Peneliti mengajukan surat permohonan izin penelitian kepada Dekan Fakultas Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang diajukan kepada Direktur RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II.

3. Prosedur teknis

a) Peneliti meminta persetujuan dari kepala RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II untuk melakukan penelitian di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II yaitu dengan memberikan surat permohonan ijin sebagai tempat dilakukannya penelitian.

b) Peneliti menemui kepala bagian diklat di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II untuk menginformasikan dan menjelaskan bahwa peneliti akan melakukan pengambilan data kualitatif dan kuantitatif.

c) Peneliti menemui calon responden dalam hal ini perawat dan meminta kesediaan untuk berpartisipasi dalam penelitian.


(57)

d) Peneliti melakukan observasi terhadap responden yaitu perawat sebagai sampel kualitatif saat bertugas.

e) Peneliti mengumpulkan dan mencatat insidensi phlebitis pada pasien yang terpasang infus dari rekam medis

K. Etika Penelitian

Etika penelitian, meliputi (Nursalam, 2008): 1. Informed consent (informasi untuk responden)

Informed consent merupakan cara persetujuan antara peneliti dengan informan dengan memberikan persetujuan melalui imform consent, dengan memberikan lembar persetujuan kepada responden sebelum penelitian dilaksanakan. Setelah calon responden memahami atas penjelasan peneliti terkait penelitian ini, selanjutnya peneliti memberikan lembar informed consent untuk ditandatangani oleh sampel penelitian. 2. Anonimity (tanpa nama)

Merupakan usaha menjaga kerahasian tentang hal-hal yang berkaitan dengan data responden. Pada aspek ini peneliti tidak mencantumkan nama responden pada kuesioner dan hanya diberikan kode atau nomor responden.

3. Confidentiality (kerahasiaan informasi)

Semua informasi yang telah dikumpulkan dari responden dijamin kerahasiannya oleh peneliti. Pada aspek ini, data yang sudah terkumpul dari responden benar-benar bersifat rahasia dan penyimpanan dilakukan di


(58)

file khusus yang benar-benar milik pribadi sehingga hanya peneliti dan responden yang mengatahuinya.


(59)

43

A. Hasil Penelitian

1. Deskripsi umum lokasi penelitian

Penelitian ini dilakukan pada 5 bangsal yang bernama bangsal Firdaus, bangsal Naim, bangsa Wardah, bangsal Zaitun, dan bangsal Ar-Royan. Namun karena pada bangsal Firdaus tidak ditemukan adanya pasien yang dirawat selama tiga hari atau lebih, maka bangsal Firdaus masuk ke dalam kriteria eksklusi. Bangsal Firdaus adalah bangsal khusus anak-anak dan ibu hamil yang terdiri dari 11 kamar, dengan total 24 bed yang terdiri dari 2 kelas VIP, 2 kelas utama, 2 bed kelas 1, 4 bed kelas 2 kebidanan, 4 bed kelas 2 anak-anak, 5 bed kelas 3 kebidanan, 5 bed kelas 3 anak-anak, satu buah ruang bayi dan satu buah ruang bersalin. Perawat yang berjaga pada bangsal firdaus berjumlah 7 orang pada pagi hari dan 4 sampai 5 orang pada siang dan malam hari.

Untuk bangsal Zaitun yang kebanyakan dihuni pria, ia memiliki 9 kamar dengan 14 bed yang terdiri dari kelas VIP 3 bed, kelas utama 3 bed, kelas 1 berjumlah 4 bed, dan kelas 2 berjumlah 4 bed. Adapun perawat yang bertugas pada pagi hari adalah 4 orang dan malam hari 3 orang. Bangsal selanjutnya adalah bangsal Wardah atau bangsal khusus wanita. Jumlah perawat yang betugas untuk pagi hari adalah 5 orang, sore 4 orang, dan malam 3 orang. Jumlah kamar di wardah 13 kamar dengan


(60)

pasien 22 orang. Kelas yang ada di wardah adalah 3 bed untuk ruang VIP, 3 bed untuk kelas utama, 12 bed untuk kelas 1, dan 4 bed untuk kelas 2.

Lalu bangsal selanjutnya adalah bangsal untuk orang operasi atau Naim. Perawat yang bertugas untuk jaga di bangsal Naim berjumlah 5 orang di pagi hari dan 4 orang di siang dan malam hari. Jumlah kamar yang tersedia adalah 10 kamar dengan kapasitas 19 orang pasien. Bangsal Naim memiliki ruang VIP sejumlah 2 buah, kelas utama 5 bed, kelas 1 sejumlah 2 bed dan kelas dua sejumlah dua bed. Bangsal yang terakhir adalah bangsal Ar-Royan atau bangsal khusus kelas tiga. Perawat yang bertugas pada pagi hari sebanyak 7 orang dan siang sampai malam hari sebanyak 5 orang. Kamar ini hanya diperuntukkan bagi pasien kelas 3 dan memiliki 6 kamar, masing-masing tersedia 6 bed. Total pasien yang dapat ditampung di ruangan ini adalah 30 orang pasien.

2. Karakteristik Responden

Pengumpulan data dilakukan selama 44 hari dimulai dari tanggal 18 Maret – 30 April 2015 di ruang IGD dan bangsal di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta unit II yaitu Zaitun, Arroyan, Wardah dan Naim. Data untuk sampel kuantitatif adalah 30 pasien rawat inap yang terpasang infus di RS PKU Muhammadiyah Unit II yang telah memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi. Data diambil berdasarkan metode purposive sampling secara cross sectional. Data tersebut didapatkan dari rekam medis dengan karakteristik yang disajikan pada tabel di bawah ini :


(61)

Tabel 1. Karakteristik pasien rawat inap yang terpasang infus periode bulan Maret-April berdasarkan jenis kelamin di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II

No Jenis kelamin Jumlah Persentase

1 Laki-laki 17 56,67%

2 Perempuan 13 43,33%

Total 30 100%

Karakteristik jenis kelamin pasien pada penelitian berdasarkan tabel 6 terdiri dari 17 orang laki-laki (56,67%) dan 13 orang perempuan (43,33%).

Tabel 2. Karakterisitik pasien rawat inap yang terpasang infus peiode Maret-April berdasarkan usia di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II

No Usia Jumlah Persentase

1 Masa remaja akhir (17 - 25 tahun) 3 10% 2 Dewasa awal (26 – 35 tahun) 2 6,67% 3 Dewasa akhir ( 36 – 45 tahun) 3 10% 4 Lansia awal (46 – 55 tahun) 7 23,33% 5 Lansia akhir (56 – 65 tahun) 4 13,33% 6 Manula ( >65 tahun) 11 36,67%

Total 30 100%

Karakteristik usia pasien berdasarkan tabel 7 paling banyak terdiri dari 11 orang manula sebesar 36,67%, kemudian lansia awal terdiri dari 7 orang pasien sebesar 23,33%, disusul oleh lansia akhir sebesar 4 orang dengan presentase 13,33%. Terlihat bahwa dewasa akhir dan masa remaja awal tidak begitu banya yaitu masing-masing 3 orang sebesar 10%, dan paling sedikit adalah dewasa awal sebesar 2 orang dengan prresentase 6,67%.


(62)

Tabel 3. Karakterisitik pasien rawat inap yang terpasang infus berdasarkan kelas perawatan di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta unit II

No Bangsal Jumlah Persentase

1 VIP 3 10%

2 Kelas I 2 6,67%

3 Kelas II 9 30%

4 Kelas III 16 53,33%

Total 30 100%

Pada tabel 8 dapat dilihat karakteristik kelas perawatan sampel kuantitatif yang menunjukkan paling banyak pasien dirawat di kelas III yaitu sebanyak 16 pasien (53,33%) dan di kelas II sebanyak 9 pasien (30%). Presentasi pasien di VIP lebih banyak dibandingkan kelas I yaitu sebanyak 3 pasien di bangsal VIP (10%) dan 2 pasien di kelas I (6,67%).

Tabel 4. Karakterisitik pasien rawat inap yang terpasang infus berdasarkan lama pemasangan di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta unit II

No Lama pemasangan Jumlah Persentase

1 3-6 hari 19 63,33%

2 >6 hari 11 36,67%

Total 30 100%

Dari data yang terdapat pada tabel di atas sebanyak 19 pasien (63,33%) terpasang infus selama 3-6 hari, dan sebanyak 11 pasien (36,67%) terpasang kateter selama lebih dari 6 hari.

3. Deskripsi Hasil Penelitian

a. Kepatuhan perawat terhadap Standar Prosedur Operasional (SPO) Pemasangan Infus

Data kepatuhan perawat diambil dari sampel kualitatif. Sampel kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah 30 perawat yang bekerja di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta unit II yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi. Data diperoleh dari lembar observasi terhadap


(63)

30 tindakan pemasangan infus di bangsal-bangsal dan IGD yang dilakukan oleh perawat.

Hasil ceklis observasi diperoleh dalam bentuk skor, kemudian data dirubah dalam bentuk skor T untuk mengkategorikannya. Apabila nilai lebih besar

dari atau sama dengan rerata skor T (≥ 75) maka dikategorikan patuh, dan

apabila lebih kecil dari 75 (<75) dikategorikan tidak patuh.

Tabel 5. Distribusi frekuensi kepatuhan perawat dalam melaksanakan SPO pemasangan infus di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta unit II

No Interval

Skor

Kategori Frekuensi Persentase

1 X ≥ 75 Patuh 21 70%

2 X < 75 Tidak Patuh 9 30%

Total 30 100%

Apabila digambarkan dalam diagram, maka diperoleh gambar diagram batang kepatuhan perawat terhadap SPO pemasangan infus di rumah sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II sebagai berikut :

Gambar 1. Kepatuhan perawat terhadap SPO pemasangan infus di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II

0 5 10 15 20 25

Patuh Tidak Patuh


(1)

Pemasangan infus yaitu tindakan yang dilakukan pada pasien yang

memerlukan masukan cairan atau obat, langsung ke dalam pembuluh darah vena, dalam jumlah dan waktu tertentu dengan menggunakan infus set (Potter, 2005). Pemasangan infus merupakan prosedur invasif dan merupakan tindakan yang sering dilakukan di rumah sakit. Namun, hal ini tinggi resiko terjadinya infeksi yang akan menambah tingginya biaya perawatan dan waktu perawatan. Tindakan pemasangan infus akan berkualitas apabila dalam pelaksanaannya selalu mengacu pada standar yang telah ditetapkan oleh rumah sakit (Priharjo, 2008).

Perawat yang patuh dalam melaksanakan SPO pemasangan infus diantaranya peralatan yang dibawa saat pemasangan infus sudah sesuai, perawat melaksanakan prosedur sesuai dengan tahap pra interaksi, tahap orientasi, tahap kerja dan tahap terminasi. Perawat yang patuh dalam

pemasangan infus tersebut diharapkan tidak membuat pasien trauma dalam pemasangan infus. Hasil penelitian didapatkan responden patuh dalam prosedur pemasangan infus sesuai dengan SPO di RS PKU

Muhammadiyah Yogyakarta Unit II meliputi perawat melakukan teknik cuci tangan yang baik, mengatur tetesan infus dengan benar sesuai kebutuhan pasien, melakukan fiksasi dengan benar serta melakukan pemasangan dengan teknik aseptik dan teknik

pemasangan intravena kateter yang baik. Hasil observasi tindakan pemasangan infus yang dilakukan di RS PKU Muhammadiyah Unit II ada yang tidak patuh dalam

melaksanakan SPO pemasangan infus diantaranya saat pemasangan infus banyak yang tidak menggunakan perlak dan responden tidak diberikan disinfektan pada area tusukan hanya langsung diplaster saja.

Hasil penelitian didapatkan sebagian besar responden tidak mengalami phlebitis sebanyak 20 orang dan responden terkecil


(2)

mengalami phlebitis sebanyak 10 orang. Phlebitis merupakan inflamasi vena yang disebabkan oleh iritasi kimia maupun

mekanik. Hal ini ditunjukkan dengan adanya daerah yang merah, nyeri dan

pembengkakan di daerah penusukan atau sepanjang vena (Brunner dan Sudarth, 2003).

Pemasangan infus digunakan untuk mengobati berbagai kondisi penderita di semua lingkungan perawatan di rumah sakit dan merupakan salah satu terapi utama. Sebanyak 70% pasien yang dilakukan rawat inap mendapatkan terapi cairan infus. Tetapi karena terapi ini diberikan secara terus-menerus dan dalam jangka waktu yang lama tentunya akan meningkatkan kemungkinan terjadinya komplikasi dari pemasangan infus, salah satunya adalah infeksi (Hinlay, 2006).

Salah satu infeksi yang sering ditemukan dirumah sakit adalah infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial tersebut

diakibatkan oleh prosedur diagnosis yang sering timbul diantaranya phlebitis. Keberhasilan pengendalian infeksi

nosokomial pada tindakan pemasangan infus bukanlah ditentukan oleh canggihnya

peralatan yang ada, tetapi ditentukan oleh perilaku petugas dalam melaksanakan perawatan klien secara benar (Andares, 2009).

Phlebitis dikarateristikkan dengan adanya dua atau lebih tanda nyeri,

kemerahan, bengkak, indurasi dan teraba mengeras di bagian vena yang terpasang kateter intravena (La Rocca, 1998). Hal ini menjadiakan phlebitis sebagai salah satu pemasalahan yang penting untuk dibahas di samping phlebitis juga sering ditemukan dalam proses keperawatan (Jarumi Yati, 2009).

Keterbatasan peneliti pada penelitian kali ini adalah waktu peneliti yang tidak fleksibel dikarenakan jadwal akademik dan sedikitnya perawat yang melakukan


(3)

pemasangan jarum infus di bangsal. Peneliti juga kesulitan saat meminjam rekam medis karena pada beberapa pasien, rekam

medisnya tidak ada di tempat atau tidak boleh dipinjam.

Kesimpulan

1) Kepatuhan perawat terhadap Standar Prosedur Operasional (SPO) pemasangan infus pada periode bulan Maret – April di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II sebagian besar adalah berkategori patuh. 2) Pasien rawat inap yang terpasang

infus di RS PKU

Muhammadiyah Yogyakarta Unit II sebagian besar tidak mengalami phlebitis.

3) Terdapat hubungan antara kepatuhan perawat pada standar prosedur operasional pemasangan infus terhadap angka kejadian phlebitis di RS

PKU Mumammadiyah

Yogyakarta unit II, dengan kekuatan hubungan adalah kuat. 4) Terdapat perawat yang

menjalankan SPO pemasangan infus dengan patuh namun pasien masih terkena phlebitis.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan demi terwujudnya kepatuhan dalam melaksanakan Standar Prosedur Operasional (SPO) pemasangan infus agar tidak terjadi phlebitis, maka penulis memberikan saran :

1. Bagi tenaga kesehatan

Perawat yang belum sepenuhnya patuh perlu meningkatkan kepatuhannya dalam melaksanakan standar prosedur operasional pemasangan infus sesuai dengan APO pemasangan infuse yang dimiliki oleh RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta unit II,


(4)

sedangkan bagi perawat yang telah patuh sebaiknya saling memotivasi dan saling mengingatkan teman antar profesinya. Penggantian infus maksimal saat hari ke-3 pun perlu dilakukan mengingat risiko yang semakin bertambah dari hari ke hari bila infus terus terpasang. Hal ini demi terwujudnya keselamatan bagi pasien yang terpasang infus mengingat sebagian besar kasus terjadinya phlebitis dimulai saat hari ketiga, dan resiko bertambah besar apabila infus belum diganti setelah tiga hari. Perawat juga sebaiknya mengamati dengan cermat lokasi pemasangan infus, terutama saat dressing infus di pagi hari, apakah ada tanda phlebitis atau tidak sehingga resiko terjadinya phlebitis dapat diminimalisir.

2. Bagi pihak rumah sakit

Standar prosedur operasional pemasangan infus yang telah dimiliki oleh RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta unit II perlu disosialisasikan secara komprehensif ke semua perawat pada setiap bangsal dan IGD. Kegiatan sosialisasi ini bukan hanya tentang teknis pelaksanaan nya namun juga latar belakang mengapa standar prosedur operasional pemasangan infus yang tampak sepele penting untuk dilakukan. Diharapkan timbul kesadaran dari dalam diri setiap perawat bahwa tindakan pemasangan infus yang mereka lakukan adalah berisiko, dan bagaimana caranya untuk meminimalisir risiko tersebut dengan cara patuh terhadap SPO pemasangan infus dari rumah sakit. Sosialisasi tentang SPO juga penting untuk menyamakan kompetensi dan persepsi perawat akan pemasangan


(5)

infus, mengingat latar belakang pendidikan perawat yang berbeda-beda.

3. Bagi institusi pendidikan

Edukasi mengenai pentingnya teknik septik aseptik saat memasang kateter yang telah ada di Standar Prosedur Operasional (SPO) sebaiknya diberikan sejak dini secara tepat. Pemberian edukasi tentang pentingnya SPO pemasangan infus dapat pula dihubungkan dengan risiko terjadinya phlebitis yang akan menambah penderitaan pasien, sehingga semua mahasiswa keperawatan, kedokteran dan mahasiswa di bidang kesehatan lainnya memahami dan menyadari pentingnya proses septik aseptik dalam pemasangan infus agar nantinya dapat menjadi tenaga kesehatan yang profesional.

4. Bagi peneliti selanjutnya

Peneliti selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian lebih lanjut dengan memperbaiki taraf kuantitas yaitu dengan melibatkan sampel yang lebih banyak agar lebih representatif. Lalu sebaiknya mengamati faktor terjadinya phlebitis tidak haanya dilihat dari kepatuhan perawat namun juga dari cairan yang masuk dari jarum infus, kebiasaan pasien di rumah sakit, dan usia pasien mengingat faktor resiko terjadinya phlebitis bermacam-macam.

Daftar Pustaka

Brooker, C. (2006). Churchill Livingstone’s Mini Encyclopaedia of Nursing. Edisi ke 19. Elsevier Limited. Norfolk. Terjemahan Andry, Brahm, dan Dwi Widiarti. 2009.

Ensiklopedia Keperawatan. Jakarta : EGC.


(6)

Darmawan, I. (2008). Plebitis, apa penyebabnya dan bagaimana cara mengatasinya?. Otsuka. Diakses 27 Februari 2015, dari

http://www.otsuka.co.id/?content=art icle_detail&id=68&lang=id.

Green, Lawrence. (1980). Health Education Planning A Diagnostic Approach. Baltimore. The John Hopkins University, Mayfield Publishing Co.

Hartono. (2006). Statistik Untuk Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Hidayat, A. (2006). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

Notoatmodjo, S. (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S. (2007). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu

Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

Smeltzer, S. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner Suddarth, Volume 2 Edisi 8. Jakarta : EGC.

Sutopo, H.B. (2006). Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif, kualitatif dan R & D. Bandung : Alfabeta.

Sugiyono. (1999). Statistika untuk penelitian. Bandung : CV Alfabeta.

Warsito, Herman. (1992). Pengantar Metodologi Penelitian. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

WHO (World Health Organization). (2012).

Prevention of hospital-acquired infections: A practical guide. Geneva: WHO Press.


Dokumen yang terkait

ANALISIS KEPATUHAN PERAWAT DALAM MELAKSANAKAN STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PEMASANGAN VENTILATOR DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

0 14 10

Identifikasi Implementasi Hand Hygiene pada Perawat RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II

3 28 24

PENGARUH FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP KEPATUHAN PERAWAT DALAM MELAKSANAKAN STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PEMASANGAN KATETER DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA UNIT II

3 10 20

EVALUASI KEPATUHAN PELAKSANAAN STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PEMASANGAN INFUS PADA ANAK DI RS PKU MUHAMMADIYAH UNIT II YOGYAKARTA

0 5 113

GAMBARAN PERAWATAN INFUS DAN KEJADIAN PHLEBITIS DI BANGSAL DEWASA DAN ANAK RS PKU MUHAMMADIYAH BANTUL

0 3 59

PENGARUH STRESS KERJA DAN SIKAP PERAWAT DALAM PEMASANGAN INFUS DI UNIT GAWAT DARURAT RS PKU MUHAMMADIYAH BANTUL

5 38 98

TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG PATIENT SAFETY DI UNIT ANAK RS PKU MUHAMMADIYAH BATUL, RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA UNIT I DAN RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAARTA UNIT II

0 4 76

Kepatuhan Perawat dalam Melaksanakan Standar Prosedur Operasional Pemasangan Infus di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gombong | Jeli | Jurnal Mutiara Medika 2471 6734 1 SM

0 3 12

PENGARUH FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP KEPATUHAN PERAWAT DALAM MELAKSANAKAN STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PEMASANGAN KATETER DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA UNIT II | Ulfa | JMMR (Jurnal Medicoeticolegal dan Manajemen Rumah Sakit) 832 6

0 0 7

PENGARUH TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP PERAWAT TERHADAP PENERAPAN STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL (SPO) PEMASANGAN INFUS DI RS PKU MUHAMMADIYAH BANTUL | 'Aini | JMMR (Jurnal Medicoeticolegal dan Manajemen Rumah Sakit) 967 2768 1 PB

0 0 22