PEMBUATAN ALAT ULTRASONIC NEBULIZER SPRAY DRYER UNTUK MEMPRODUKSI SERBUK EKSTRAK TEMULAWAK BERUKURAN NANO

(1)

commit to user

LAPORAN TUGAS AKHIR

PEMBUATAN ALAT ULTRASONIC NEBULIZER SPRAY DRYER UNTUK

MEMPRODUKSI SERBUK EKSTRAK TEMULAWAK BERUKURAN NANO

Disusun Oleh:

1. Rani Isna Yuniati I8307083 2. Septi Ratnasari I8307086 3. Wulansari I8307090 4. Yunita Irawati I8307092

PROGRAM STUDI DIPLOMA III TEKNIK KIMIA JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA


(2)

(3)

commit to user

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT ynag telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan Tugas Akhir (TA) ini dengan baik. Laporan ini disusun dan diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada Progam Diploma III Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Laporan ini disusun berdasarkan data hasil percobaan yang diperoleh selama praktikum Tugas Akhir di Laboratorium Operasi Teknik Kimia Universitas Sebelas Maret pada tanggal 14 April 2010 ± 28 Juli 2010.

Laporan Tugas Akhir ini berisi tentang pembuatan alat Ultrasonic Nebulizer Spray Dryer untuk memproduksi serbuk ekstrak temulawak berukuran nano.

Dengan selesainya Tugas Akhir ini dan tersusunnya laporan Tugas Akhir ini, maka kami menyampaikan terima kasih kepada :

1. Bapak Ir. Arif Jumari, Msc, selaku Ketua Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Ibu Dwi Ardiana Setyawardani, S.T., M.T., selaku Ketua Progam Studi Diploma III Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta

3. Bapak Dr. Eng. Agus Purwanto, S.T., M.T., selaku Dosen Pembimbing Tugas Akhir Progam Diploma III Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta

4. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu terselesainya Tugas Akhir ini.

Untuk pengembangan laporan kearah lebih baik, kritik dan saran atas laporan Tugas Akhir ini sangat kami harapkan. Akhir kata semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi penyusun maupun pembaca yang memerlukannya.

Surakarta, November 2010


(4)

commit to user

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... ...i

LEMBAR PENGESAHAN ... ...ii

LEMBAR KONSULTASI... ... ...iii

KATA PENGANTAR ... ...iv

DAFTAR ISI ... ...v

DAFTAR GAMBAR... ... ...vii

DAFTAR TABEL... ... ...viii

INTISARI ... ... ... ix

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ««««««««««« ... «««1

B. 3HUXPXVDQ0DVDODK«««««««««««««««« ... ««« C. Tujuan ««««««««««« ... «««2

'0DQIDDW««««««««««««««««««««....2

BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka ...3

B. Kerangka Pemikiran ... ...13

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan ... . ...15

B. Lokasi ... ... ...16

C. Spesifikasi Alat ... ... ...17

D. Cara Kerja ... ... ...18

E. Gambar ultrasonic Nebulizer Spray Dryer ... . ...20


(5)

commit to user

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Data Percobaan ... ... ...22 B. Hasil Analisa SEM ... ... ...23 C. Pembahasan ... ... ...32 BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan... ... ...34 B. Saran... ... ...35

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(6)

commit to user

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1. Rangkaian alat Ultrasonic Nebulizer Spray Dryer... .. ...12

Gambar 3.2. Ultrasonic Nebulizer... ... ...16

Gambar 3.3. Heater... ... ...16

Gambar 3.4. Pipa Kaca... ...17

Gambar 3.5. Blower... ... ...17

Gambar 4.1. Partikel Temulawak pada Suhu 160°C...19

Gambar 4.2. Partikel Temulawak pada Suhu 180°C...20

Gambar 4.3. Partikel Temulawak pada Suhu 120°C...20

Gambar 4.4. Partikel Temulawak pada Konsentrasi 0.30 gr/ml...21

Gambar 4.5. Partikel Temulawak pada Konsentrasi 0.45 gr/ml...21

Gambar 4.6. Partikel Temulawak pada Konsentrasi 0.60 gr/ml...21

Gambar 4.7. Grafik Hubungan antara Diameter vs Suhu...25

Gambar 4.8. Grafik Hubungan antara Diameter vs Konsentrasi...25


(7)

commit to user

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Data Percobaan Variasi Temperatur...18

Tabel 4.2. Data Percobaan Variasi Konsentrasi...19

Tabel 4.3. Diameter Rata-rata Partikel Temulawak Variasi Suhu...23

Tabel 4.5. Diameter Rata-rata Partikel Temulawak Variasi Konsentrasi...24


(8)

commit to user

ABSTRACT

RANI ISNA YUNIATI, SEPTI RATNA SARI, WULANSARI, YUNITA

,5$:$7, ),1$/ 5(3257 ³MANUFACTURE OF ULTRASONIC NEBULIZER SPRAY DRYER TO PRODUCE NANO-SIZED POWDER OF

CURCUMA EXTRACT ´ 352*5$0 ',3/20$ ,,, &+(0,&$/

ENGINEERING, ENGINEERING FACULTY OF SEBELAS MARET UNIVERCITY.

Nanoparticles is part of nanotechnology that studies of particles with a size of 0.1 to 100 nanometers. In SI units, it is defined as 1x 10-9 m (1 /billion ) m ).

Curcuma is one type of traditional herbal medicine that has good prospects for development. Curcumin is one of the secondary metabolites of curcuma. The studies of laboratory indicated that curcumin could slow the spread of cancer and tumor cell growth in blood vessels. But the size of curcuma powder extract is still rough to be difficult to digest by the human body. Therefore, curcuma extract powder is developed in nano-sized. Extracts of curcuma which is still liquid was dried by using Ultrasonic Nebulizer Spray Dryer equipment. The purpose of this report is to obtain nano-sized curcuma powder with Ultrasonic Spray Dryer equipment.

Ultrasonic Nebulizer Spray Dryer working principle is that feed solution is then atomized by Ultrasonic Nebulizer mist form. Droplet is then passed through heater through a glass pipe to remove water content. The results is obtained nano-sized curcuma powder arrested by the filter.

The resulting powder will be analyzed by SEM (Scanning Electron Microscopy) to determine its particle diameter. From the analysis results can be

seen that the particle size of curcuma is still the range 0.7 - 1.0 µm (700-1000 nm). In experiments with temperature variation, used curcuma extract

solution with concentration 0.75 gr / ml and the selected temperature of 160°C, 180°C, 200°C. At a temperature of 160 is obtained diameter-average particle of 0.993µm, at temperature of 180 is obtained diameter-average particle of 0.996 µm and at temperature of 200 diameter - average particle of 0.937 µm. In the experiment of variations in the concentration used in the temperature 180°C. At a concentration of 0.6 gr/ml is obtained diameter - average particle concentration 0.769 µm, at 0.45 g/ml is obtained diameter - average particle concentration 0.728 µm, at 0.3 g/ ml is obtained diameter - average particle 0.734 µm.


(9)

commit to user

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Teknologi nanopartikel saat ini semakin berkembang pesat seiring dengan pemanfaatannya pada bidang industri di negara-negara maju khususnya Jepang, Amerika Serikat, maupun negara-negara Eropa. Aplikasi teknologi nanopartikel dalam industri tersebut telah menghasilkan produk dengan kualitas tinggi sehingga memiliki nilai ekonomis yang tinggi pula. Hal yang sebaliknya terjadi di Indonesia, teknologi ini belum begitu dikenal, baik dalam taraf pengembangan maupun pemanfaatannya. Salah satu permasalahan pada industri di Indonesia sampai saat ini adalah rendahnya nilai tawar produk Indonesia di pasaran terhadap produk sejenis buatan negara lain. Oleh karena itu diharapkan ada inovasi produk pada pemanfaatan teknologi-teknologi baru. Aplikasi dari serbuk temulawak berukuran nano sangatlah luas, sehingga pemanfaatan teknologi ini dapat meningkatkan nilai kompetitif produk karena keunggulan komparatifnya dengan produk yang lain.

Temulawak merupakan salah satu jenis jamu tradisional yang mempunyai prospek yang baik untuk dikembangkan. Kurkumin merupakan salah satu senyawa metabolit sekunder dari temulawak. Studi laboratorium dan hewan percobaan menunjukkan, kurkumin mampu memperlambat penyebaran kanker dan pertumbuhan sel tumor dalam pembuluh darah. Berbagai riset di laboratorium menunjukkan, kurkumin efektif untuk mencegah kanker kolon, prostat, dan kanker payudara. Menurut Timothy Moynihan, MD, konsultan medik onkologi dari Mayo Clinic, kandungan anti-oksidan pada kurkumin mampu mengurangi inflamasi dan

SHPEHQJNDNDQ ³.XUNXPLQ EDQ\DN GLWHOLWL VHEDJDL REDW NDQNHU NDUHQD LQIODPDVLDWDXSHUDGDQJDQEDQ\DNGLWHPXNDQSDGDSDVLHQNDQNHU´$QRQLP


(10)

commit to user

Temulawak sebelum digunakan harus diekstraksi terlebih dahulu. Hasil ekstrak temulawak tersebut masih dalam bentuk cair sehingga kurang praktis. Oleh karena itu, ekstrak temulawak yang masih berbentuk cair ini dikeringkan sehingga menjadi serbuk. Pembuatan serbuk ekstrak temulawak memerlukan alat pengering. Salah satu alat pengering yang dapat dipakai adalah ultrasonic nebulizer spray dryer.

B. Perumusan Masalah

1. Bagaimana cara memperoleh temulawak nanopartikel dari ekstrak temulawak dengan ultrasonic nebulizer spray dryer ?

2. Bagaimana kondisi terbaik pembuatan serbuk ekstrak temulawak berukuran nano?

C. Tujuan

Tugas akhir ini bertujuan untuk :

1. Memperoleh temulawak nano partikel dari ekstrak temulawak dengan ultrasonic nebulizer spray dryer.

2. Menghasilkan rumusan cara terbaik membuat serbuk ekstrak temulawak berukuran nano.

D. Manfaat

1. Mahasiswa dapat menambah wawasan dan keterampilan dalam mengaplikasikan disiplin ilmu Teknik Kimia yang didapat terutama tentang proses pengeringan (spray dryer).


(11)

commit to user

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan pustaka

Nanoteknologi

Nanoteknologi merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan teknologi yang berkaitan dengan materi super kecil (nano). Nanopartikel adalah bagian dari nanoteknologi yang mempelajari partikel dengan ukuran 0.1 sampai 100 nanometer, biasanya disebut juga sebagai ultrafine particles. Dalam SI unit, nanometer didefinisikan sebagai 1×10±9 meter ((1/milyar) meter). Satu nanometer sama dengan ikatan 6 atom karbon dan akan sama dengan kira-kira 1/40000 dari diameter rambut manusia.

Sifat-sifat nanopartikel sangat berbeda dengan bulk partikelnya, bedanya adalah nanopartikel memiliki kekuatan yang lebih tinggi. Material dengan ukuran nano mempunyai keunggulan dalam sifat-sifat tertentu yang sangat menguntungkan untuk aplikasi spesifik-nya. Sampai saat ini nanopartikel telah diaplikasikan dalam berbagai bidang seperti elektronik, kedokteran, industri kimia dan kosmetik dan juga kedirgantaraan. Dalam perkembangannya, prospek teknologi ini akan semakin meningkat seiring dengan ditemukannya aplikasi-aplikasi baru lainnya (Purwanto, 2006, www.aguspur.wordpress.com).

Sebenarnya tidak semua teknologi nano benar-benar nano. Ada yang aslinya menangani struktur ukuran mikron atau satu per satu juta meter, seperseribu, dan yang lebih besar daripada nano lainnya. Teknologi nano pada kebanyakan kasus juga bukan benar-benar teknologi. Tapi, lebih berupa penelitian dasar terhadap aneka struktur dengan dimensi satu sampai ratusan nanometer (Anonim, 2005, www.nano.lipi.go.id).


(12)

commit to user

Pengeringan

Pengeringan adalah pemisahan cairan dari suatu bahan padat yang lembab dengan cara menguapkan cairan tersebut dan membuang uap yang terbentuk. Karena memerlukan panas proses ini disebut pengeringan termal. Setiap pengeringan termal ditandai oleh adanya perpindahan panas dan massa yang berlangsung bersamaan (Bernasconi,dkk.,1995).

Pepindahan Panas pada pengeringan

Kuantitas panas yang diperlukan untuk pengeringan terdiri atas: a.Panas untuk memanaskan bahan yang dikeringkan hingga mencapai

suhu pengeringan

b.Panas penguapan untuk mengubah cairan ke fase uap. c.Panas yang hilang ke lingkungan.

Panas yang diberikan kepada bahan yang akan dikeringkan dengan konduksi, konveksi, atau radiasi. Pertukaran panas dapat terjadi secara langsung atau tidak langsung. Media pemanas yang digunakan antara lain udara dan steam.

a. Pengeringan konveksi

Panas yang diperlukan dipindahkan secara langsung ke bahan yang akan dikeringkan oleh suatu gas panas (biasanya udara). Dalam hal ini bahan yang akan dikeringkan dapat dikontakkan dengan udara panas menurut cara yang berbeda-beda misalnya fluidisasi dan penghamburan (spray).

b. Pengeringan konduksi

Panas yang dibutuhkan diberikan kepada bahan dengan penghantaran panas tak langsung. Dalam hal ini bahan yang akan dikeringkan diletakkan pada permukaan yang telah dipanasi atau dilewatkan melalui permukaan serupa itu satu kali ataupun berulang-ulang. Pengeringan konduksi sesuai untuk pasta, bahan yang berbentuk granular atau yang berupa cairan dengan viskositas rendah.


(13)

commit to user

c. Pengeringan radiasi

Panas yang diperlukan dipindahkan secara langsung sebagai radiasi inframerah dari suatu sumber panas ke bahan yang akan dikeringkan. Untuk memindahkan kuantitas panas yang besar temperature radiasi harus tinggi (400-2000oC), dengan suhu tersebut waktu pengeringan dapat menjadi singkat (Bernasconi,dkk.,1995).

Kriteria Pemilihan Alat Pengering

Disamping pertimbangan ekonomi, pemilihan alat pengering juga ditentukan oleh faktor-faktor berikut:

¾ Kondisi bahan yang dikeringkan (bahan padat yang dapat mengalir/ pasta/ suspensi).

¾ Sifat-sifat bahan yang dikeringkan (misalnya apakah menimbulkan bahaya kebakaran, ketahanan panas, bersifat oksidasi).

¾ Jenis cairan yang terkandung dalam bahan yang dikeringkan (air, pelarut organik, dapat terbakar, beracun, korosif).

¾ Kuantitas bahan yang dikeringkan.

¾ Operasi kontinyu atau tidak (Bernasconi,dkk.,1995). Alat Pengering Hambur (spray dryer)

Didalam sebuah menara berbentuk silinder, bahan yang dapat mengalir (suspense/pasta) disemprotkan secara kontinyu ke dalam aliran udara yang panas. Pada saat penghamburan, yang dilakukan dengan perlengkapan hambur khusus, cairan yang akan dipisahkan segera menguap. Udara dan bahan yang akan dikeringkan harus dipisahkan satu dari yang lain dalam alat pemisah.

Pada pengeringan hambur ini digunakan untuk mendapatkan kabut-kabut cairan, suspense, atau pasta yang sehomogen mungkin. Hal tersebut dapat dicapai dengan menggunakan perlengkapan hambur yang dibuat khusus dan disesuaikan dengan produk yang diinginkan. Jenis alat hambur tersebut adalah alat hambur cakram (disc atomizer) dan alat hambur nozzle.


(14)

commit to user

Pada alat hambur cakram, produk yang akan dikeringkan dimasukkan ke dalam cakram berdiameter 50-350 mm yang berputar dengan kecepatan tinggi. Frekuensi putaran disesuaikan dengan produk yang akan dihamburkan. Alat hambur cakram sangat sesuai untuk suspensi dan pasta, yang akan menyumbat nozzle.

Pada alat hambur nozzle, produk yang akan dikeringkan dihamburkan menjadi kabut. Pada nozzle tunggal, penghamburan hanya oleh tekanan cairan, sedangkan pada nozzle ganda penghamburan terjadi dengan bantuan udara tekan. Alat hambur nozzle umumnya hanya digunakan untuk emulsi dan suspensi-suspensi yang halus.

Dalam alat-alat pengering hambur digunakan suhu udara sekitar 300-500 oC. Meskipun suhu ini tinggi, namun tetap diperoleh pengeringan yang baik, terutama pada pengoperasian aliran searah. Hal ini disebaakan pada tahap pengeringan pertama bahan yang dikeringkan relatif tetap dingin karena sebagian besar panas digunakan untuk penguapan dan udara pada tahap pengeringan kedua sudah sangat terdinginkan. Karena hal tersebut dan karena singkatnya waktu tinggal, mka bahan bahan yang peka terhadap temperaturpun dapat dikeringkan dengan suhu udara masuk yang tinggi.

Alat pengering hambur terutama sesuai untuk pengeringan kontinyu dari produk yang sama dalam kuantitas besar. Keuntungan yang khusus adalah tjadinya pengeringan yang sangat baik karena waktu tinggal yang singkat. Selain itu sering tidak perlu dilakukan lagi pengecilan ukuran bahan dan dari pengeringan ini dapat diperoleh bentuk-bentuk butir yang khusus (misalnya partikel-partikel yang mudah dilarutkan, bebas debu, berpori) (Bernasconi,dkk.,1995).


(15)

commit to user

¾ Teknologi spray drying

Teknologi spray drying adalah sebuah teknologi pengeringan bahan dengan cara menyemprotkan larutan pada aliran gas panas. Tergantung dari bahan yang akan diubah menjadi serbuk, proses spray drying memperhatikan pengaruh-pengaruh ukuran droplet, bahan yang dikeringkan, laju pengeringan, temperatur gas panas, dan laju pengaliran gas panas. Teknologi spray drying sudah dikenal luas pada pembuatan produk instan seperti kopi, teh, dan produk-produk lain.

Rangkaian dari alat spray dryer ini terdiri dari atomizer, heater, particle collector, kaca, tangki dan blower. Dalam rangkaian alat ini digunakan atomizer untuk mengatomisasi ekstrak temulawak. Atomizer ada 2 jenis, yaitu tipe ultrasonic nebulizer (UN) dan two-fluid nozzle (TFN). Perbedaan dari kedua tipe atomizer adalah pada diameter parikel. TFN menghasilkan partikel yang berukuran nanometer, sedangkan UN menghasilkan partikel berukuran submikron (Purwanto et. al, 2006).

¾ Ekstraksi

Ekstraksi adalah pemisahan satu atau beberapa komponen dari suatu bahan padatan atau cairan dengan bantuan pelarut yang sesuai. Pemisahan terjadi atas dasar kemampuan larut yang berbeda dari komponen-komponen dalam campuran. Suatu ekstraksi biasanya melibatkan tahap-tahap berikut :

a. Mencampur bahan yang diekstraksi dengan pelarut dan membiarkannya saling berkontak, dalam hal ini terjadi perpindahan massa dengan cara difusi pada bidang antar muka bahan ekstraksi dan pelarut.

b. Pemisahan larutan ekstrak dari rafinat (sisa bahan setelah ekstraksi) kebanyakan dengan cara penjernihan atau filtrasi.

c. Mengisolasi solute dari pelarut dan mendapatkan kembali pelarut, umumnya dilakukan dengan menguapkan pelarut. Dalam hal-hal


(16)

commit to user

tertentu, larutan ekstrak dapat diolah lebih lanjut atau diolah setelah dipekatkan (Bernasconi,1995).

¾ Ekstraksi Padat-Cair

Pada ekstraksi padat-cair, satu atau beberapa komponen yang dapat larut dipisahkan dari bahan padat dengan bantuan pelarut. Faktor-faktor yang berpengaruh pada proses ekstraksi:

¾ Jenis Pelarut

Jenis pelarut merupakan faktor terpenting dalam proses ekstraksi. Proses ekstraksi dapat berjalan dengan baik bila pelarut memenuhi syarat-syarat yaitu :

1. Selektifitas

Pelarut hanya boleh melarutkan komponen yang diinginkan,bukan komponen lain dari bahan yang diekstraksi.

2. Kelarutan

Pelarut sedapat mungkin memiliki kemampuan yang besar dalam melarutkan komponen yang diinginkan.

3. Reaktifitas

Pada umumnya pelarut tidak boleh menyebabkan perubahan secara kimia pada komponen-komponen dari bahan yang diekstraksi. Sebaliknya dalam hal-hal tertentu diperlukan adanya reaksi kimia untuk mendapatkan selektifitas yang tinggi. Dalam hal ini bahan yang akan dipisahkan mutlak harus berada dalam bentuk larutan. 4. Titik didih

Pada proses ekstraksi titik didih pelarut tidak boleh terlalu tinggi. 5. Kriteria lain

Pelarut sedapat mungkin harus murah, tidak korosif, tidak dapat terbakar, tidak eksplosif bila bercampur dengan udara, tidak menyebabkan emulsi, stabil secara kimia dan termal (Guenter,1987).


(17)

commit to user

¾ Ukuran Bahan padat yang diekstraksi

Semakin kecil ukuran bahan, maka semakin besar luas permukaan zat padat, sehingga laju perpindahan massanya semakin besar. Dengan kata lain, jarak untuk berdifusi yang dialami oleh zat terlarut adalah kecil (Bernasconi, 1995).

¾ Suhu

Suhu ekstraksi yang tinggi akan berpengaruh positif terhadap proses ekstraksi karena adanya peningkatan kecepatan difusi. Kelarutan zat terlarut (pada partikel yang diekstraksi) di dalam pelarut akan naik bersamaan dengan kenaikan suhu sehingga laju ekstraksi yang lebih tinggi dan hasil yang diperoleh lebih besar (Anonim.2009).

¾ Waktu

Semakin lama waktu ekstraksi maka akan memberikan hasil yang diperoleh lebih besar, karena kontak antara pelarut dan bahan yang diekstraksi juga akan semakin lama sehingga akan menyebabkan pelarut semakin diperkaya oleh solute (Anonim.2009).

¾ Rasio bahan padatan dan pelarut

Semakin besar perbandingan pelarut terhadap bahan padatan yang diekstraksi maka hasil yang diperoleh semakin besar, karena bahan yang akan diekstrasi akan kontak lebih sering dengan pelarut yang jumlahnya banyak daripada pelarut yang jumlahnya lebih sedikit.

¾ Kecepatan Pengadukan

Semakin besar kecepatan pengadukan maka hasil yang diperoleh akan semakin baik. Sedangkan jika kecepatan pengadukan kecil maka hasil yang diperoleh juga tidak baik, karena kontak antara pelarut dengan zat terlarut tidak sering.


(18)

commit to user

Ekstraksi dengan pelarut (Solvent extraction)

Prinsip dari proses ini adalah ekstraksi dengan melarutkan minyak dalam pelarut minyak dan lemak. Pada cara ini dihasilkan bungkil dengan kadar minyak yang rendah yaitu sekitar 1% atau lebih rendah, dan mutu minyak kasar yang dihasilkan cenderung menyerupai hasil dengan cara expeller pressing, karena sebagian fraksi bukan minyak akan ikut terekstraksi. Pelarut minyak atau lemak yang bisa dipergunakan dalam proses ekstraksi dengan pelarut menguap adalah petroleum eter, gasoline karbon disulfide, karbon tetra klorida, benzene dan n-heksan. Perlu diperhatikan bahwa jumlah pelarut menguap atau hilang tidak boleh lebih dari 5%. Bila lebih, seluaruh sistem solvent extraction perlu diteliti lagi (Ketaren,2004).

Suatu ekstraksi biasanya melibatkan tahap-tahap berikut :

d. Mencampur bahan ekstraksi dengan pelarut dan membiarkannya saling berkontak, dalam hal ini terjadi perpindahan massa dengan cara difusi pada bidang antar muka bahan ekstraksi dan pelarut. e. Pemisahan larutan ekstrak dari rafinat (bahan ekstraksi setelah

diambil ekstrak) kebanyakan dengan cara penjernihan atau filtrasi. f. Mengisolasi ekstrak dari larutan ekstrak dan mendapatkan kembali

pelarut, umumnya dilakukan dengan menguapkan pelarut. Dalam hal-hal tertentu, larutan ekstrak dapat diolah lebih lanjut atau diolah setelah dipekatkan.

Adapun syarat pemilihan pelarut, antara lain :

a. Pelarut hanya boleh melarutkan ekstrak yang diinginkan, bukan komponen- komponen lain dari bahan ekstraksi.

b. Pelarut sedapat mungkin memiliki kemampuan melarutkan ekstrak yang besar (kebutuhan pelarut lebih sedikit).

c. Pada ekstraksi cair-cair pelarut tidak boleh larut dalam bahan ekstraksi.

d. Sedapat mungkin terdapat perbedaan kerapatan yang besar antara pelarut dan bahan ekstraksi.


(19)

commit to user

e. Pelarut tidak boleh menyebabkan perubahan secara kimia pada komponen-komponen bahan ekstraksi.

f. Pelarut dan ekstrak harus mempunyai selisih titik didih yang besar. Karena hampir tidak ada pelarut yang memenuhi semua syarat diatas, maka untuk setiap proses ekstraksi harus dicari pelarut yang sesuai. Beberapa pelarut yang terpenting adalah : air, asam-asam organik dan anorganik, hidrokarbon jenuh, toluen, karbon disulfit, eter, aseton, hidrokarbon yang mengandung khlor, isopropanol dan etanol (Bernasconi, 1995).

¾ Temulawak ( Curcuma Xanthorrhiza )

Temulawak merupakan famili Zingiberaceae yang mengandung minyak atsiri dan kurkuminoid. Temulawak (curcuma xanthorrhiza) banyak ditemukan di hutan-hutan daerah tropis. Temulawak juga berkembang biak di tanah tegalan sekitar pemukiman, terutama pada tanah gembur, sehingga buah rimpangnya mudah berkembang menjadi besar. Ada banyak data dan literatur yang menunjukkan bahwa temulawak berpotensi besar sebagai anti-inflamasi, antivirus, anti-imunodefisiensi, antibakteri, antijamur, anti-oksidan, antikarsinogenik, dan anti-infeksi (Anonim, 2007, www.toiusd.multiply.com).


(20)

commit to user

Komponen utama rimpang temulawak:

Pati 48.18% - 59.64% - membantu proses metabolisma dan fisiologi organ badan.

Protein 29.00% - 30.00% Abu 5.26% - 7.07%

Serat 2.58% - 4.83% - memulihkan kesegaran badan (bersifat tonik) Minyak asiri 6.00% - 10.00% - meningkatkan fungsi ginjal

Phelandren - melancarkan pengeluaran toksik dalam tubuh melalui air kencing

Kamfer

Turmerol - membantu proses metabolisme

Borneol - memulihkan kesehatan tubuh badan akibat serangan penyakit Sineal

Xanthorrhizol

Kurkumin 1.60% - 2.20% (Anonim, 2007, www.toiusd.multiply.com) Kurkumin merupakan salah satu produk senyawa metabolit sekunder dari tanaman kunyit dan temulawak. Secara tradisional, kurkumin sudah dimanfaatkan dalam pengobatan di Asia, termasuk Indonesia, untuk mengobati luka, menghilangkan rasa nyeri dan artritis. Kini para ahli menemukan bahwa kurkumin juga bisa mengobati kanker.

Studi laboratorium dan hewan percobaan menunjukkan, kurkumin mampu memperlambat penyebaran kanker dan pertumbuhan sel tumor


(21)

commit to user

riset di laboratorium menunjukkan, kurkumin efektif untuk mencegah kanker kolon, prostat, dan kanker payudara.

Menurut Timothy Moynihan, MD, konsultan medik onkologi dari Mayo Clinic, kandungan anti-oksidan pada kurkumin mampu mengurangi

inflDPDVL GDQ SHPEHQJNDNDQ ³.XUNXPLQ EDQ\DN GLWHOLWL VHEDJDL REDW

kanker karena inflamasi atau peradangan banyak ditemukan pada pasien

NDQNHU´$QRQLP, www.resep.web.id)

B. Kerangka Pemikiran

Model pembentukan partikel dalam spray dryer dibangun dengan mengasumsikan pembentukan droplet (kabut) yang sangat cepat dari larutan ekstrak temulawak umpan kemudian menghilangkan kandungan uap air dalam kabut melalui pemanasan dengan mengabaikan distribusi ukuran dari partikel utama.

Ekstrak temulawak dipakai sebagai larutan umpan yang dikabutkan dengan alat nebulizer. Proses pengkabutan tersebut menghasilkan droplet (kabut) yang kemudian dilewatkan kedalam heater yang dapat diubah-ubah suhunya. Pemanasan ini akan menghilangkan kadar air dalam droplet (kabut) dan menghasilkan partikel solid ukuran nano yang akan ditangkap oleh filter. Hasil yang diperoleh dianalisis SEM (Scanning Electronic Microscopy) yang digunakan untuk mengetahui ukuran diameter partikel serbuk ekstrak temulawak. SEM bekerja berdasarkan prinsip scan sinar elektron pada permukaan sampel, yang selanjutnya informasi yang didapatkan diubah menjadi gambar.


(22)

commit to user

Blok Diagram Pembuatan Serbuk Ekstrak Temulawak Berukuran Nano

Studi literatur/ pustaka tentang ultrasonic nebulizer spray dryer dan temulawak

Penulisan laporan

Menganalisa hasil uji SEM dan melakukan pembahasan Melakukan karakterisasi produk dengan uji SEM

Pembuatan larutan ekstrak temulawak berbagai konsentrasi dengan cara mengencerkan larutan ekstrak temulawak 0.75 gr/ml

Merangkai peralatan antara lain ultrasonic nebulizer, heater, blower, serta filter penangkap serbuk temulawak

Melakukan eksperimen dengan variabel suhu pengeringan dan konsentrasi larutan temulawak umpan


(23)

commit to user

BAB III METODOLOGI

A. Alat dan Bahan

1. Alat yang digunakan a. Nebulizer b. Heater c. Blower d. Pipa Kaca e. Selang f. Karet sumbat g. Gelas ukur h. Kuas i. Filter

2. Bahan yang digunakan

Bahan yang digunakan adalah ekstrak temulawak berupa cairan diperoleh dengan cara menumbuk rimpang temulawak sebanyak 750 gram kemudian memeras air perasannya sampai volumenya 1 liter.


(24)

commit to user

Desain Alat

Rangkaian Alat Overall

nebulizer controller

Blower Heater

Pipa Kaca

Gambar 3.1 Rangkaian Alat Ultrasonic Nebulizer Spray Dryer

B. Lokasi

Tempat yang digunakan untuk pelaksanaan pengujian alat dilakukan di Laboratorium Operasi Teknik Kimia Universitas Sebelas Maret.


(25)

commit to user

C. Spesifikasi Alat

a. Ultrasonic Nebulizer

Kapasitas : 150 ml Volt : 230 V AC Frequency : 50 Hz Power Consumption : 80 VA

Fungsi : Mengubah larutan temulawak menjadi droplet

b. Heater

Daya : 600 Watt

Fungsi : Menguapkan air dalam droplet

c. Pipa Kaca

Daya Tahan Panas : 500ºC

Fungsi : Untuk mengalirkan droplet (kabut)

d.Blower

Size : 2 in

Volt : 220 V

Amp : 1 A

Cycles : 50/60

RPM : 3000/3600


(26)

commit to user

D. Cara Kerja

1. Pembuatan Larutan Ekstrak Temulawak

a. Menimbang 750 gr rimpang temulawak, kemudian mengupas dan menumbuknya hingga halus.

b. Memeras temulawak yang sudah ditumbuk dan menampung hasil perasan.

c. Menyaring hasil perasan yang diperoleh, mengambil filtrat dan melarutkannya dengan air hingga volume 1000 ml.

2. Cara Kerja untuk Variasi Suhu ( Konsentrasi Larutan Umpan 0.75 gr/ml) a. Merangkai alat sesuai dengan gambar rangkaian alat yang ada. b. Memasang filter pada kaca yang terletak di dekat heater.

c. Mengisi nebulizer dengan larutan ekstrak temulawak sebanyak 50 ml d. Mengeset kecepatan udara pembawa pada nebulizer dengan

kecepatan konstan sebesar 1 skala.

e. Mengeset kecepatan pengkabutan nebulizer dengan kecepatan konstan sebesar 1 skala.

f. Menyalakan heater dan mengeset suhu pada heater sesuai dengan variasi suhu yang diinginkan.

g. Menghidupkan nebulizer sehingga cairan precursor terevaporasi dan tersembur ke dalam heater.

h. Melakukan pemanasan ± 4 jam untuk setiap variabel suhu. Pada akhir pemanasan, filter diambil, dipisahkan serbuknya dan ditimbang serbuk temulawak yang diperoleh.

i. Mengukur volume larutan ekstrak temulawak yang tersisa di nebulizer.

j. Menghitung yield yang diperoleh, kemudian menganalisa serbuknya.


(27)

commit to user

3. Cara Kerja untuk Variasi Konsentrasi Larutan

a. Membuat larutan ekstrak temulawak berbagai konsentrasi (0.3 gr/ml, 0.45 gr/ml, dan 0.6 gr/ml) dengan cara pengenceran dari larutan ekstrak temulawak 0.75 gr/ml.

b. Merangkai alat sesuai dengan gambar rangkaian alat yang ada. c. Memasang filter pada kaca yang terletak di dekat heater.

d. Mengisi nebulizer dengan larutan ekstrak temulawak sebanyak 50 ml e. Mengeset kecepatan udara pembawa pada nebulizer dengan

kecepatan konstan sebesar 1 skala.

f. Mengeset kecepatan pengkabutan nebulizer dengan kecepatan konstan sebesar 1 skala.

g. Menyalakan heater dan mengeset suhu pada heater 180 oC

h. Menghidupkan nebulizer sehingga cairan precursor terevaporasi dan tersembur ke dalam heater.

i. Melakukan pemanasan ± 4 jam untuk setiap variabel beda konsentrasi larutan ekstrak temulawak. Pada akhir pemanasan, kain diambil, dipisahkan serbuknya dan ditimbang serbuk temulawak yang diperoleh.

j. Mengukur volume larutan ekstrak temulawak yang tersisa di nebulizer.

k. Menghitung yield yang diperoleh, kemudian menganalisa serbuknya.

l. Melakukan eksperimen dengan variasi beda konsentrasi larutan ekstrak temulawak 0.3 gr/ml, 0.45 gr/ml, dan 0.6 gr/ml.


(28)

commit to user

E. Gambar Ultrasonic Nebulizer Spray Dryer

a. Ultrasonic Nebulizer

Gambar 3.2 Ultrasonic Nebulizer

b. Heater

Gambar 3.3 Heater


(29)

commit to user

Gambar 3.4 Pipa Kaca

e. Blower

Gambar 3.5 Blower

F. Analisa Produk

Serbuk hasil pemanasan dianalisa dengan SEM (Scanning Electron Microscopy) di Laboratorium Geologi Kwarter ± PPGL Bandung untuk mengetahui ukuran diameter partikelnya.


(30)

commit to user

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam tugas akhir ini diamati pengaruh suhu dan konsentrasi larutan ekstrak temulawak umpan terhadap ukuran diameter partikel-partikel temulawak yang dihasilkan.

Dengan analisis SEM (Scanning Electron Microscopy) dapat dilihat partikel sampel tersebut. Dari gambar yang didapatkan dapat diukur diameter partikel sampel tersebut. Jika ukuran diameter partikel tersebut 100 nm atau lebih kecil, maka partikel tersebut dapat disebut nanopartikel. Dari percobaan ini diinginkan partikel dengan ukuran nano, jadi diharapkan partikel yang terbentuk berukuran dibawah 100 nm.

A. Data Percobaan

1. Menentukan yield yang diperoleh

% 100 tantemulawakumpan laru berat dihasilkan yang serbuk berat Yield

2. Hasil yang diperoleh dengan variasi Suhu

Untuk variasi suhu, konsentrasi ekstrak temulawak yang digunakan adalah 0.75 gram/ml

Tabel 4.1 Data Percobaan Variasi Suhu Volume yang

Terkabutkan (ml)

Berat umpan (gr)

Suhu (oC)

Berat serbuk (gr)

Yield (%)

28 21 160 0,31 1,476

37 27,75 180 0,33 1,189

32 24 200 0,25 1,042


(31)

commit to user

Untuk variasi konsentrasi, suhu yang digunakan adalah 180ºC. Dipilih suhu 180ºC karena dari hasil uji SEM dapat dilihat adanya pori-pori pada partikel yang menunjukkan luas permukaan partikel besar.

Tabel 4.2 Data Percobaan Variasi Konsentrasi Konsentrasi

(gr/ml)

Volume yang Terkabutkan (ml)

Berat umpan (gr)

Berat serbuk (gr)

Yield (%)

0,60 32 19,2 0,26 1,354

0,45 28 12,6 0,11 0,873

0,30 37 11,1 0,17 1,532

B. Hasil Analisa SEM

Variasi suhu (perbesaran 10000 kali) a. Suhu 160 oC


(32)

commit to user

b. Suhu 180 oC

Gambar 4.2 Partikel Temulawak pada Suhu 180°C

c. Suhu 200 oC


(33)

commit to user

Variasi konsentrasi (perbesaran 20000 kali)

a. Konsentrasi 0.3 gr/ml

Gambar 4.4 Partikel Temulawak pada Konsentrasi 0.3 gr/ml

b. Konsentrasi 0.45 gr/ml


(34)

commit to user

c. Konsentrasi 0.6 gr/ml


(35)

commit to user

Menentukan diameter rata-rata partikel temulawak

Metode menentukan diameter partikel dengan cara mengukur garis skala pada hasil foto SEM, panjang garis skala pada foto SEM menunjukkan

XNXUDQȝP6HODQMXWQ\DPHQJXNXUGLDPHWHUSDUWLNHOGDQPHPEDQGLQJNDQQ\D

dengan ukuran panjang garis skala.

0LVDONDQSDQMDQJJDULVVNDOD FPEHUDUWLFPPHZDNLOLȝP

Jika ukuran diameter partikel 2 cm,

berarti ukuran diameter partikel sebenarnya = mikrometer cm

cm 1 1 2


(36)

commit to user

yi yi xi partikel rata rata

Diameter ( . )

¾ Variasi Suhu

(Setyaningsih, dkk. 2002) Tabel 4.3 Diameter rata-rata partikel temulawak variasi suhu

Suhu 160oC Suhu 180oC Suhu 200oC Diameter

partikel, ȝP (xi)

Jumlah partikel

(yi)

Diameter partikel, ȝP

(xi)

Jumlah partikel

(yi)

Diameter partikel, ȝP

(xi)

Jumlah partikel

(yi)

0,50 3 0,4 3 0,3 2 0,54 1 0,5 3 0,4 4 0,58 5 0,6 4 0,5 5 0,67 6 0,7 10 0,6 1 0,75 7 0,8 11 0,7 12 0,83 9 0,9 11 0,8 19 0,92 7 1,0 7 0,9 15 1,00 6 1,1 6 1,0 10 1,08 6 1,2 5 1,1 10 1,17 3 1,3 1 1,2 5 1,25 3 1,4 2 1,3 3 1,33 3 1,6 1 1,4 5 1,42 4 1,7 1 1,5 2 1,50 1 1,8 2 1,6 2 1,58 2 2,0 1 1,7 1 1,83 1 2,1 1 1,8 1 2,00 1 2,8 1 1,9 1 2,33 1 3,4 1

Diameter rata-rata = 0.993 ȝP

Diameter rata-rata = 0.996 ȝP

Diameter rata-rata = 0.937 ȝP


(37)

commit to user

¾ Variasi Konsentrasi

yi yi xi partikel rata rata

Diameter ( . )

(Setyaningsih, dkk. 2002) Tabel 4.4 Diameter rata-rata partikel temulawak variasi konsentrasi Konsentrasi 0.6 gr/ml Konsentrasi 0.45 gr/ml Konsentrasi 0.3 gr/ml

Diameter partikel, ȝm

(xi)

Jumlah Partikel

(yi)

Diameter partikel, ȝm

(xi)

Jumlah Partikel

(yi)

Diameter partikel, ȝm

(xi)

Jumlah Partikel

(yi)

0,30 5 0,35 2 0,30 1 0,40 2 0,40 4 0,35 1 0,45 3 0,45 2 0,40 2 0,50 7 0,50 5 0,45 1 0,60 14 0,55 2 0,50 10 0,65 2 0,60 22 0,25 1 0,70 19 0,65 1 0,55 3 0,80 21 0,70 14 0,60 7 0,90 17 0,75 1 0,70 12 1,00 10 0,80 11 0,80 3 1,10 6 0,90 5 0,90 1 1,20 3 1,00 5 0,75 1 2,10 1 1,10 2 1,00 6

1,40 2 1,10 3

1,70 1 1,20 1

2,00 1 1,30 2

1,60 1

1,70 1

Diameter rata-rata = 0.769 ȝP

Diameter rata-rata = 0.728 ȝP

Diameter rata-rata = 0.734 ȝP


(38)

commit to user

150 160 170 180 190 200 210

0.9 0.95 1 1.05

'LDPHWHUȝP Suhu ( ºC ) 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8

0.7 0.75 0.8 0.85 0.9 0.95 1

'LDPHWHUȝP K o ns e n tr as i ( g r /m l)

Membuat grafik dari hasil analisa yang diperoleh

¾ Grafik Diameter vs Suhu

Gambar 4.7 Grafik Hubungan Diameter vs Suhu

¾ Grafik Diameter vs Konsentrasi

Gambar 4.8 Grafik Hubungan Diameter vs Konsentrasi


(39)

commit to user

Standar deviasi (simpangan baku) dari sekumpulan n data :

X1, X2, ... , Xn adalah S.D =

1 ) (

1

2

n X X

n

i i

(Setyaningsih, dkk. 2002) 1. Standar Deviasi Variasi Suhu

Suhu 160ºC

Standar deviasinya adalah 0.361 Suhu 180ºC

Standar deviasinya adalah 0.495 Suhu 200ºC

Standar deviasinya adalah 0.322 2. Standar Deviasi Variasi Konsentrasi

Konsentrasi 0.6 gr/ml

Standar deviasinya adalah 0.245 Konsentrasi 0.45 gr/ml

Standar deviasinya adalah 0.273 Konsentrasi 0.3 gr/ml


(40)

commit to user

C. Pembahasan

Metode yang digunakan dalam percobaan ini adalah mengubah larutan ekstrak temulawak menjadi kabut (droplet) menggunakan Ultrasonic Nebulizer. Pada metode ini, larutan temulawak diumpankan ke dalam Ultrasonic Nebulizer untuk dikabutkan. Selanjutnya kabut dilewatkan ke heater untuk menghilangkan kadar uap airnya melalui pipa kaca. Kabut akan berkontak dengan pipa kaca yang panas sehingga menjadi serbuk yang akan ditangkap dengan filter. Sedangkan blower digunakan untuk menarik serbuk yang terbentuk.

Kapasitas Ultrasonic Nebulizer adalah 150 ml, sedangkan pipa kaca mampu menahan panas sampai suhu 500ºC. Tetapi pada prakteknya, Ultrasonic Nebulizer hanya digunakan dengan kapasitas 50 ml dan heater pada suhu 150 ± 200ºC dalam waktu 4 jam. Hal ini dikarenakan pada suhu 200ºC serbuk temulawak sudah hangus sebelum keluar dari heater dan menempel di pipa kaca. Sedangkan waktu prosesnya diambil 4 jam karena semakin lama larutan ekstrak temulawak didalam nebulizer akan habis dan sulit untuk dikabutkan.

Pada percobaan dengan variasi suhu digunakan larutan ekstrak temulawak dengan konsentrasi 0.75 gr/ml dan dipilih suhu 160ºC, 180ºC, dan 200ºC. Pada suhu 160ºC diperoleh serbuk ekstrak temulawak sebanyak 0.31 gr dengan diameter rata±rata partikel 0.993 ȝm. Pada suhu 180ºC diperoleh serbuk sebanyak 0.33 gr dengan dimeter rata±rata partikel 0.996

ȝm. Pada suhu 200ºC diperoleh serbuk sebanyak 0.25 gr dengan diameter rata±rata partikel 0.937 ȝm. Berdasarkan hasil di atas dapat diketahui bahwa serbuk paling banyak diperoleh pada suhu 180ºC.

Pada percobaan dengan variasi konsentrasi digunakan suhu 180ºC, sedangkan larutan ekstrak temulawak dipilih konsentrasi 0.3 gr/ml, 0.45 gr/ml, dan 0.6 gr/ml. Suhu dipilih 180ºC karena dari hasil uji SEM dapat dilihat adanya pori-pori pada partikel yang menunjukkan luas permukaan partikel besar. Pada konsentrasi 0.6 gr/ml diperoleh serbuk sebanyak 0.26 gr dengan diameter rata±rata partikel 0.769 ȝm. Pada konsentrasi


(41)

commit to user

0.45 gr/ml diperoleh serbuk sebanyak 0.11 gr dengan dengan diameter rata± rata partikel 0.728 ȝm dan pada konsentrasi 0.3 gr/ml diperoleh serbuk sebanyak 0.17 gr dengan diameter rata±rata partikel 0.734 ȝm.

Pada percobaan dengan konsentrasi 0.75 gr/ml dan suhu 160ºC diperoleh yield/rendemen sebesar 1.476 %. Pada suhu 180ºC diperoleh rendemen sebesar 1.1189% dan pada suhu 200ºC diperoleh rendemen sebesar 1.042%. Sedangkan pada suhu 180oC dengan konsentrasi 0.6 gr/ml diperoleh rendemen sebesar 1.354%, Pada konsentrasi 0.45 gr/ml diperoleh rendemen sebesar 0.873% dan pada konsentrasi 0.3 gr/ml sebesar 1.532%.

Dari hasil analisa dapat diketahui bahwa partikel temulawak masih berukuran ȝm yaitu berkisar antara 0.7 ± 1.0 ȝm ( 700-1000 nm) dengan standar deviasi berkisar antara 0.2 - 0.5. Dari hasil percobaan dapat diketahui bahwa kondisi terbaik untuk membuat serbuk ekstrak temulawak diperoleh pada suhu 180ºC dengan konsentrasi 0.6 gr/ml.


(42)

commit to user

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa :

1.Utrasonic Nebulizer Spray Dryer telah berhasil diuji coba untuk membuat serbuk temulawak. Analisa SEM menunjukkan temulawak memiliki diameter antara 0.7 ±ȝP± 1000 nm ).

2.Hasil percobaan 50 ml larutan temulawak dengan konsentrasi 75 gr/ml

Suhu 160ºC diperoleh serbuk sebanyak 0.31 gr dengan diameter rata-rata partikel 0.993 ȝm.

Suhu 180ºC diperoleh serbuk sebanyak 0.33 gr dengan diameter rata-rata partikel 0.996 ȝm.

Suhu 200ºC diperoleh serbuk sebanyak 0.25 gr dengan diameter rata-rata partikel 0.937 ȝm.

Dari data diatas dapat diketahui bahwa serbuk paling banyak diperoleh pada suhu 180ºC.

3.Hasil percobaan 50 ml larutan temulawak pada suhu 180ºC

Konsentrasi 0.6 gr/ml diperoleh serbuk sebanyak 0.26 gr dengan diameter rata ± rata partikel 0.769

Konsentrasi 0.45 gr/ml diperoleh serbuk sebanyak 0.11 gr dengan diameter rata ± rata partikel 0.728

Konsentrasi 0.3 gr/ml diperoleh serbuk sebanyak 0.17 gr dengan diameter rata ± rata partikel 0.734.

Dari data diatas dapat diketahui bahwa serbuk paling banyak diperoleh pada konsentrasi 0.6 gr/ml.


(43)

commit to user

B. Saran

1.Perlu adanya filter yang lebih baik untuk menangkap serbuk ekstrak temulawak agar tidak ada serbuk yang lolos mengingat ukuran serbuk sangat kecil (ȝm).


(1)

commit to user

150 160 170 180 190 200 210

0.9 0.95 1 1.05

'LDPHWHUȝP Suhu ( ºC ) 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8

0.7 0.75 0.8 0.85 0.9 0.95 1 'LDPHWHUȝP K o ns e n tr as i ( g r /m l)

Membuat grafik dari hasil analisa yang diperoleh

¾ Grafik Diameter vs Suhu

Gambar 4.7 Grafik Hubungan Diameter vs Suhu

¾ Grafik Diameter vs Konsentrasi

Gambar 4.8 Grafik Hubungan Diameter vs Konsentrasi


(2)

commit to user

Standar deviasi (simpangan baku) dari sekumpulan n data :

X1, X2, ... , Xn adalah S.D =

1 ) (

1

2

n X X n

i i

(Setyaningsih, dkk. 2002)

1. Standar Deviasi Variasi Suhu

Suhu 160ºC

Standar deviasinya adalah 0.361

Suhu 180ºC

Standar deviasinya adalah 0.495

Suhu 200ºC

Standar deviasinya adalah 0.322

2. Standar Deviasi Variasi Konsentrasi

Konsentrasi 0.6 gr/ml

Standar deviasinya adalah 0.245 Konsentrasi 0.45 gr/ml

Standar deviasinya adalah 0.273 Konsentrasi 0.3 gr/ml


(3)

commit to user

C. Pembahasan

Metode yang digunakan dalam percobaan ini adalah mengubah

larutan ekstrak temulawak menjadi kabut (droplet) menggunakan

Ultrasonic Nebulizer. Pada metode ini, larutan temulawak diumpankan ke

dalam Ultrasonic Nebulizer untuk dikabutkan. Selanjutnya kabut

dilewatkan ke heater untuk menghilangkan kadar uap airnya melalui pipa

kaca. Kabut akan berkontak dengan pipa kaca yang panas sehingga menjadi

serbuk yang akan ditangkap dengan filter. Sedangkan blower digunakan

untuk menarik serbuk yang terbentuk.

Kapasitas Ultrasonic Nebulizer adalah 150 ml, sedangkan pipa kaca

mampu menahan panas sampai suhu 500ºC. Tetapi pada prakteknya,

Ultrasonic Nebulizer hanya digunakan dengan kapasitas 50 ml dan heater

pada suhu 150 ± 200ºC dalam waktu 4 jam. Hal ini dikarenakan pada suhu

200ºC serbuk temulawak sudah hangus sebelum keluar dari heater dan

menempel di pipa kaca. Sedangkan waktu prosesnya diambil 4 jam karena

semakin lama larutan ekstrak temulawak didalam nebulizer akan habis dan

sulit untuk dikabutkan.

Pada percobaan dengan variasi suhu digunakan larutan ekstrak temulawak dengan konsentrasi 0.75 gr/ml dan dipilih suhu 160ºC, 180ºC, dan 200ºC. Pada suhu 160ºC diperoleh serbuk ekstrak temulawak sebanyak

0.31 gr dengan diameter rata±rata partikel 0.993 ȝm. Pada suhu 180ºC

diperoleh serbuk sebanyak 0.33 gr dengan dimeter rata±rata partikel 0.996

ȝm. Pada suhu 200ºC diperoleh serbuk sebanyak 0.25 gr dengan diameter

rata±rata partikel 0.937 ȝm. Berdasarkan hasil di atas dapat diketahui

bahwa serbuk paling banyak diperoleh pada suhu 180ºC.

Pada percobaan dengan variasi konsentrasi digunakan suhu 180ºC, sedangkan larutan ekstrak temulawak dipilih konsentrasi 0.3 gr/ml, 0.45 gr/ml, dan 0.6 gr/ml. Suhu dipilih 180ºC karena dari hasil uji SEM dapat dilihat adanya pori-pori pada partikel yang menunjukkan luas permukaan partikel besar. Pada konsentrasi 0.6 gr/ml diperoleh serbuk sebanyak


(4)

commit to user

0.45 gr/ml diperoleh serbuk sebanyak 0.11 gr dengan dengan diameter rata±

rata partikel 0.728 ȝm dan pada konsentrasi 0.3 gr/ml diperoleh serbuk

sebanyak 0.17 gr dengan diameter rata±rata partikel 0.734 ȝm.

Pada percobaan dengan konsentrasi 0.75 gr/ml dan suhu 160ºC

diperoleh yield/rendemen sebesar 1.476 %. Pada suhu 180ºC diperoleh

rendemen sebesar 1.1189% dan pada suhu 200ºC diperoleh rendemen

sebesar 1.042%. Sedangkan pada suhu 180oC dengan konsentrasi 0.6 gr/ml

diperoleh rendemen sebesar 1.354%, Pada konsentrasi 0.45 gr/ml diperoleh rendemen sebesar 0.873% dan pada konsentrasi 0.3 gr/ml sebesar 1.532%.

Dari hasil analisa dapat diketahui bahwa partikel temulawak masih

berukuran ȝm yaitu berkisar antara 0.7 ± 1.0 ȝm ( 700-1000 nm) dengan

standar deviasi berkisar antara 0.2 - 0.5. Dari hasil percobaan dapat diketahui bahwa kondisi terbaik untuk membuat serbuk ekstrak temulawak diperoleh pada suhu 180ºC dengan konsentrasi 0.6 gr/ml.


(5)

commit to user

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa :

1.Utrasonic Nebulizer Spray Dryer telah berhasil diuji coba untuk membuat

serbuk temulawak. Analisa SEM menunjukkan temulawak memiliki

diameter antara 0.7 ±ȝP± 1000 nm ).

2.Hasil percobaan 50 ml larutan temulawak dengan konsentrasi 75 gr/ml

Suhu 160ºC diperoleh serbuk sebanyak 0.31 gr dengan diameter

rata-rata partikel 0.993 ȝm.

Suhu 180ºC diperoleh serbuk sebanyak 0.33 gr dengan diameter

rata-rata partikel 0.996 ȝm.

Suhu 200ºC diperoleh serbuk sebanyak 0.25 gr dengan diameter

rata-rata partikel 0.937 ȝm.

Dari data diatas dapat diketahui bahwa serbuk paling banyak diperoleh pada suhu 180ºC.

3.Hasil percobaan 50 ml larutan temulawak pada suhu 180ºC

Konsentrasi 0.6 gr/ml diperoleh serbuk sebanyak 0.26 gr dengan

diameter rata ± rata partikel 0.769

Konsentrasi 0.45 gr/ml diperoleh serbuk sebanyak 0.11 gr dengan

diameter rata ± rata partikel 0.728

Konsentrasi 0.3 gr/ml diperoleh serbuk sebanyak 0.17 gr dengan

diameter rata ± rata partikel 0.734.

Dari data diatas dapat diketahui bahwa serbuk paling banyak diperoleh pada konsentrasi 0.6 gr/ml.


(6)

commit to user

B. Saran

1.Perlu adanya filter yang lebih baik untuk menangkap serbuk ekstrak

temulawak agar tidak ada serbuk yang lolos mengingat ukuran serbuk