Pengaruh Penggunaan Ball Mill Terhadap Ukuran Partikel Pada Pembuatan Kitosan Nano Dengan Menggunakan Ultrasonic Bath

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Aranaz, R. Harris , And A. Heras, 2010,”Chitosan Amphiphilic Derivats,” Chemistry And Applications, Current Organic Chemistry, Vol. 14, No.3, Madrid, Spain. Bhumkar, Devika R., Pokharkar , Varsha. B., 2006. Studies On Effect Of Ph On

Cross-Linking Of Chitosan With Sodium Tripolyphophate: A Technical Note. Aaps Pharmasctech. 7:50

Gan, Q., Wang, T., 2007. Chitosan Nanoparticle As Protein Delivery Carier Systematic Examination Of Fabrication Conditions For Efficient Loading And Release. Colloids And Surfaces B: Biointerfaces, 59: 24-34

Hart, H.1983. Kimia Organik.Jakarta: Erlangga

Henglein, A. 1954. Makromol. Chem. 14:15

Irawan, B. 2007. Berbagai Manfaat Polimer. Medan : USU Press

Kafshgari M. H., Khorram M., Khodadoost M., Khavari S., 2011, Reinforcement Of Chitosan Nanoparticles Obtained By An Ionic Cross-Linking Process, Iran. Polymer J., 20(5): 445-456

Mohanraj, V.J., Chen, Y. 2006. Nanoparticles-Review. Tropical Journal Of Pharmaceutical Research.5 : 561-573

Meriaty. 2002. Pembuatan Dan Karakterisasi Membran Kalsium Alginat. Tesis. Medan

O’neil, M.J., 2001.The Merck Index : An Enyclopedia Of Chemical, Drugs, And Biological, 13th Ed, Merck & Co. Inc., New York

Poedjiadi, A. 2006. Dasar- Dasar Biokimia.Jakarta.UI-Press

Sugita.P.2010. Sumber Biomaterial Masa Depan. Kitosan. Bandung: IPB Press.

Säkkinen M., A.Linna,S. Ojala, H.Jurjenson, P. Veski. M. Marvola. 2003. In Vivo Evalution Of Matrixgranules Containing Microcrystallin Chitosan As A Gel-Forming Excipient. Int J Pharmaceunt. 250:227-237

Wu, Y., Yang, W., Wang, C., Hu, J., Fu, S. 2005. Cjitosan Nanoparticles As A Novel Delivery System For Ammonium Glycyrhizinate. International Journal Of Pharmaceutics. 295:235-24

Suslick, K.S. 1999. Application Of Ultrasound To Materials Chemistry. 29:295–326. University Of Illinois: Urbana-Illinois


(2)

Todd, R.H., Allen, D.K. Dan Alting, L. (1994), Manufacturing Processes Reference Guide, 1st Edition, Industrial Press, Inc., New York.

Tabata, M. 1980. Chem. Phys. Lett. 73:178

Yu-Hsin Lin, Kiran Sonaje, Kurt M. Lin, Jyuhn- Huang Juang, Fwu-Long Mi, Han-Wen Yang Dan Hsing-Han-Wen Sung.2008. Multi-Ion-Crosslinkeed Nanoparticles With Ph-Responsive Characteristics For Oral Delivery Of Protein Drugs, J.Of Contr.Rel. 132: 141-149


(3)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat

• NeracaAnalitis Ohaus Pioneer • Hot Plate Thermo Scientific

• LabuTakar Pyrex

• Beaker Glass Pyrex

• GelasUkur Pyrex

• PipetTetes • Ultrasonic Bath • BotolAquadest • MacneticStirer • Spatula

• Sample Cup • Ball mill

• Particle Size Analyzer

• Scanning Electron Microscope

3.1.2 Bahan

• AsamAsetat Glacial p.a E merck • NatriumTripolifospat 1%

• Aquadest

• Kitosanmolekultinggi Fluka


(4)

3.2 Prosedur Penelitian

3.2.1 Pembuatan larutan Pereaksi

3.2.1.1 Larutan Asam Asetat 1%

Sebanyak 10 mL asam asetat glacial dimasukkan kedalam labu takar 1000 mL, kemudian diencerkan dengan aquadest sampai garis batas dan dihomogenkan.

3.2.1.2 Larutan natrium tripolifospat 1% (Na5P3O10)

Sebanyak 1 g natrium tripolifospat dilarutkan dengan 50 mL aquadest, kemudian dimasukkan kedalam labu takar 100 mL dan diencerkan dengan aquadest sampai garis batas dan dihomogenkan.

3.2.1.3 Larutan Kitosan 0.3 %

Sebanyak 3 gram kitosan dilarutkan dengan 1000 mL larutan asetat 1% dan diaduk hingga homogen.

3.2.2 Penyediaan Nano Kitosan

Ditambahkan 40 mL larutan natrium tripolifospat kedalam 1000 mL larutan kitosan 0.3%, 2 ml gliserol dan diaduk dengan macnetic stirer selama 20 ment. Di ultrasonicbath selama 30 menit. Diuji ukuran partikel dengan PSA (Particle Size Analizer) dan perlakuan yang sama juga dilakukan pada kitosan yang telah melalui ball mill.


(5)

3.3 Bagan Penelitian

3.3.1 Pembuatan Larutan Asam Asetat 1%

Dimasukkan kedalam labu takar 1000 mL

Ditambahkan akuadest sampai garis batas

Dihomogenkan

3.3.2 Pembuatan Larutan natrium tripolifospat 1% (��5310)

Dilarutkan dengan 50 mL akuadest

Dimasukkan kedalam labu takar 100 mL

Diencerkan dengan akuadest sampai garis batas

Dihomogenkan 10 mL asam asetat glacial

Larutan Asam Asetat 1%

1 g natrium tripolifospat


(6)

3.3.3 Pembuatan Larutan kitosan 0,3%

Dilarutkan dengan 1000 mL larutan asam asetat 1%

Diaduk

3.3.4 Penyediaan Nano Kitosan

Dimasukan40 mL larutannatriumtripolifospat

Ditambahkan 2 mL gliserin

Diadukdenganmacnetic stirrer selama 20 menit

Uji PSA

3 gram kitosan

Larutan kitosan 0,3%

1000 mL larutankitosan

Hasil


(7)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Data Pengukuran Pasticle Size Analizer

Kitosan berat molekul tinggi sebelum dilakukan pengukuran partikel terlebih dahulu dilakukan ball mill agar semua partikel kitosan menjadi halus. Padas ampel kitosan berat molekul tinggi dilakukan 2 (dua) perlakuan, yaitu tanpa melalui ball mill langsung dibuat nano dan melalui ball mill langsung dibuat ukuran nano, dan hasil yang didapat ditunjukkan pada table 4.1.

Tabel 4.1 Data pengukuran Particle Size Analizer

No Diameter (nm) Intensity Decay rate Diffusion coef

1 466.25 0.80 1.056.34 10.13

2 93.26 0.18 5.280.91 5.12

Keterangan : 1.Kitosan tanpa melalui Ball mill 2. Kitosan melalui Ball mill

Dari tabel 4.1 hasil penelitian diperoleh bahwa ukuran partikel kitosan setelah dilakukan penyediaan mikro partikel tanpa melalui Ball mill diperoleh partikel sebesar 466.25 nm dengan intensitas sebesar 0.80 sedangkan kitosan melalui Ball mill diperoleh partikel sebesar 93.26 dengan intensitas 0.18. Perbedaan ukuran ini pada pembuatan nano partikel kitosan yang diletakkan pada ultrasonic Bath selama 30 menit. Hal ini dikarenakan partikel kitosan akan dipecah oleh gelombang-gelombang suara yang dihasilkan pada proses Ultrasonik Bath, sehingga ukuran partikel yang diperoleh lebih kecil dibandingkan tanpa Ultrasonik Bath.

Kitosan yang dilakukan melalui Ball mill dimana partikel kitosan dihaluskan terlebih dahulu hingga mudah dipecahkan partikelnya menjadi halus melalui ultrasonic bath.


(8)

Pengaruh ultrasonik bath dengan gelombang electromagnetic yang mampu dan mudah memecahkan partikel. Jika permukaan partikelnya didapati lebih luas seperti yang dilakukan Li Du et al (2008). Ini menunjukkan Nano partikel yang diperoleh telahs esuai.

4.1.2 Data Pengukuran SEM


(9)

Gambar 4.2. Hasil Scaning Electron Microscope Kitosan Ball Mill

Pada Gambar 4.1 menunjukkan bahan kitosan yang tidak melalui proses ball mill didapati ukuran partikelnya lebih besar yaitu 277 nm dimana semuanya menunjukkan nilai diatas 100 nm, Ini disebabkan partikel kitosan belum merata bentuknya. Untuk Gambar 4.2 menunjukkan kitosan yang melalui proses ball mill didapati ukurannya sebesar 90 nm, kerana proses ball mill membantu ukuran partikel menjadi lebih kecil, sehingga semua partikel menunjukkan ukuran yang sama.

4.2 Pembahasan

Dengan pembuatan kitosan dengan ukuran nano partikel dapat memiliki keunggulan sebagai berikut :

1. Homogenitasnya lebih tinggi, Temperatur rendah, Kemurnian lebih baik dan hemat energi.

2. Pencemaran rendah, Menghindari reaksi dengan container dan kemurnian tinggi.


(10)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang dilakukan diperoleh hasil yaitu ukuran Partikel Kitosan sebelum dilakukan proses Ball mill diperoleh adalah 277.25 nm ukuran partikel kitosan setelah melalui proses Ball mill diperoleh adalah 90.00 nm. Dengan hasil yang diperoleh melalui proses Ball mill menunjukkan ukuran Partikel yang dihasilkan adalah kitosan nano.

5.2 Saran

Perlu diteliti lebih lanjut pengaruh proses Ball Mill terhadap penurunan berat molekul kitosan terhadap hasil pembuatan kitosan nano.


(11)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kitosan

Kitosan adalah jenis polimer alami yang dihasilkan dari proses deasetilasi kitin. Kitosan mempunyai sifat yang khas yakni bioaktifis, biodegradasi dan tidak beracun. Kitosan merupakan jenis polimer alam yang mempunyai rantai tidak linier dan mempunyai rumus (C6H11NO4)n. Mempunyai sifat tidak berbau,berwarna putih dan terdiri dari dua jenis polimer yaitu poli (2-deoksi,2-asetilamin,2-glukosa) dan poli(2-deoksi,2- amino glukosa) yang berikatan secara beta (1,4). Kitosan larut dalam pelarut organik, HCl encer, HNO3 encer, dan H3PO4 0,5%, tetapi tidak larut dalam basa kuat dan H2SO4. Sifat kelarutan kitosan ini dipengaruhi oleh bobot molekul dan derajat deasetilasi. Bobot molekul kitosan beragam, bergantung pada degradasi yang terjadi selama proses deasetilasi (Sugita 2010).

O OH

CH2OH

NH2 *

O O

O OH

CH2OH

NH2

O n

Gambar 2.1 struktur kitosan

Proses deasetilasi kitosan dapat dilakukan dengan cara kimiawi maupun ezimatik. Proses kimiawi menggunakan basa misalnya NaOH, dan dapat menghasilkan kitosan dengan derajat deasetilasi yang tinggi, yaitu mencapai 85-93%. Namun proses kimiawi menghasilkan kitosan dengan bobot molekul yang beragam dan deasetilasinya juga sangat acak , sehingga sifat fisik dan kimia kitosan tidak


(12)

seragam. Selain itu proses kimiawi juga dapat menimbulkan pencemaran lingkungan, sulit dikendalikan, dan melibatkan banyak reaksi samping yang dapat menurunkan rendemen. Proses enzimatik dapat menutupi kekurangan proses kimiawi. Pada dasarnya deasetilasi secara enzimatik bersifat selektif dan tidak merusak struktur rantai kitosan, sehingga menghasilkan kitosan dengan karakteristik yang lebih seragam agar dapat memperluas bidang aplikasinya (Sugita, 2009).

Tabel 2.1 Spesifikasi Kitosan Komersil

Parameter Ciri

Ukuran partikel Serpihan sampai serbuk

Kadar air (%) ≤ 10,0

Kadar abu (%) ≤ 2,0

Warna larutan Tidak berwarna

N-deasetilasi (%) ≥ 70,0

Kelas viskositas (cps)

• Rendah < 200

• Medium 200799

• Tinggi pelarut organic 8002000

• Sangat tinggi ˃ 2000

(Sugita, 2009)

2.2 Mikro Kitosan

Mikro kitosan merupakan biopolimer hasil modifikasi kitosan dengan karakteristik tingkat kristal yang tinggi dan dapat dibentuk menurut skala besar molekulnya melalui berbagai metode. Menurut Struszczyk dan Kivekäs dalam Säkkinen (2003) Mikro kitosan telah banyak dipelajari dan diaplikasikan kedalam beberapa bentuk aplikasi yang diantaraya berfungsi sebagai devirat obat-obatan serta dalam formulasi menurunkan kolesterol Mikro kitosan secara khusus memiliki manfaat sebagai media obat atau zat aktif. Sebagai tingkatan kristal yang tinggi dalam kitosan, salah satu karakteristik yang dimiliki Mikro kitosan berupa kemampuan kapasitasnya yang tinggi dalam mempertahankan air. Karakteristik ini menguntungkan dalam hal pengembangan formulasi lepas lambat karena dapat memfasilitasi pembentukan gel yang akan mengontrol pelepasan obat.


(13)

Kemampuan Mikro kitosan untuk membentuk ikatan hidrogen secara teoritis dapat menghasilkan mukoadhesion efisien dengan kitosan mikrokri mikro kitosan stalin. Sifat-sifat yang dimiliki mikro kitosan disebutkan membuatnya sangat menarik untuk studi sebagai hidrofilik tingkat media zat aktif dalam mengendalikan pelepasan obat dari formulasi yang juga dimaksudkan untuk mukoadhesif dalam perut. (Säkkinen et al. 2003).

2.3 Nano Kitosan

Nano kitosan yaitu kitosan yang memiliki pertikel yang berbentuk padat dengan ukuran sekitar 10 – 1000 nm. Kitosan dalam bentuk nanopartikel ini pun bersifat netral, tidak toksik, dan memiliki stabilitas yang konstan. Nanopartikel ini digunakan dalam berbagai rute (aplikasi

parental, mucosal misal oral, nasal, dan ocular mucosa) yang sangat tidak invasive. Dalam

sistem pengantaran obat, nanopartikel berperan sebagai pembawa (carrier) dengan cara

melarutkan, menjebak, mengenkapsulasi, atau menempelkan obat di dalam matriksnya. Baru-baru ini, nanopartikel yang berasal dari bahan polimer digunakan sebagai sistem pengantaran obat yang potensial karena kemampuan penyebarannya di dalam organ tubuh selama waktu tertentu, dan kemampuannya untuk mengantarkan protein atau peptida (Mohanraj dan Chen 2006).

Nano partikel dari bahan polimer yang biodegradable dan kompatibel merupakan salah satu perkembangan baik untuk pembawa obat karena nanopartikel diduga terserap secara utuh di dalam system pencernaan setelah masuk ke dalam tubuh (Wu et al. 2005 dalam Wahyono 2010). Tujuan utama dalam melakukan rancangan nanopartikel sebagai sistem pengantar obat adalah untuk mengatur ukuran partikel, sifat-sifat permukaan, dan pelepasan zat aktif pada tempat yang spesifik di dalam tubuh sebagi sasaran pengobatan. Aplikasi nanoteknologi membuat revolusi baru dalam dunia industri dan diyakini pemenang persaingan global di masa yang akan datang adalah negara-negara yang dapat menguasai nanoteknologi. Ruang lingkup nanoteknologi meliputi usaha dan konsep untuk menghasilkan material atau bahan berskala nanometer, mengeksplorasi dan merekayasa karakteristik material atau bahan tersebut, serta mendesain ulang material atau bahan tersebut ke dalam bentuk, ukuran dan fungsi yang diinginkan.


(14)

2.4 Kegunaan Kitosan dan turunannya.

Kegunaan kitosan terus meningkat, hal ini terutama disebabkan kitosan dapat digunakan secara langsung seperti sumber serat (dietary fiber), suplemen mencegah kegemukan, anti mikroba mencegah infeksi pada luka dan sebagainya. Saat ini, kitin dan kitosan menjadi salah satu bahan kimia dan bahan baku industri yang menjadi unggulan. Modifikasi molekul kitin dan kitosan melalui reaksi transformasi

Kimia dari kitin dan kitosan, sudah banyak menghasilkan senyawa turunan kitin dan kitosan sehingga aplikasi dan kegunaan senyawa tersebut sangat luas, seperti bagi industri farmasi, kesehatan, kosmetik, makanan, pengolah limbah dan air, fotografi, kayu dan kertas. Kitin dan kitosan dapat digunakan di berbagai macam aplikasi industri diantaranya, seperti pada tabel 2.2.

Tabel 2.2. Kegunaan dari kitosan dan turunannya.

Sumber : Aranaz et al.,2010.

Pemanfaatan kitosan dan turunannya dalam bidang kosmetik dipergunakan sebagai krem muka, tangan dan kulit (face, hand and body cream) fungsi untuk pelembab, pasta gigi,

Bidang Aplikasi Industri Kegunaan

Kesehatan / Farmasi

Pembersih luka, pembawa obat (kapsul), pengantar gen, perbaikan jaringan, digunakan pada tulang dan gigi, dan radioterafi.

Kosmetik

Menjaga kelembapan kulit, melindungi kulit ari, pengobatan jerawat, reduksi elektrik statis rambut,dan pewarnaan kulit.

Teknologi

Biokatalis, pengolahan air, pencetakan molekul, reduski logam, stabilasi nano partikel, photografi, tekstil, nanomaterial, biosensor, dan katalis heterogen. Industri makanan

Dietari fiber, pengawet makanan (antioksidan, anti mikroba), dan pengemulsi.

Pertanian

Elisitor gen, antibakteri, pelapis biji, dan menjaga bunga yang telah dipotong tetap segar.


(15)

bedak (make up powder), pelapis kulit dan wajah dari sinar matahari (lotion), busa pembersih. (Goosen,1997). Gugus amina (-NH2) dan hidroksil (-OH) pada rantai kitosan, menyebabkan kitosan bersifat polielektrolit kationik (pKa = 6,5) dan bersifat sebagai basa, hal yang sangat jarang terjadi secara alami. Sifat basa ini menjadikan kitosan :

a. Dapat larut dalam media asam encer membentuk larutan yang kental sehingga dapat digunakan dalam pembuatan gel. Dalam beberapa variasi konfigurasi seperti butiran, membran, pelapis kapsul, serat dan spons.

b. Membentuk kompleks yang tidak larut dalam air dengan polianion yang dapat juga digunakan untuk pembuatan butiran gel, kapsul dan membran.

c. Dapat digunakan sebagai pengkhelat ion logam berat dimana gelnya menyediakan sistem produksi terhadap efek destruksi dari ion (Meryati, 2005).

Sifat kitosan sebagai polimer alami mempunyai sifat menghambat absorbsi lemak, penurun kolesterol, pelangsing tubuh, atau pencegahan penyakit lainnya. Kitosan mampu menurunkan tingkat kolesterol dalam serum dengan efektif dan tanpa menimbulkan efek samping (Rismana,2001). Kitosan dan beberapa tipe modifikasinya dilaporkan penggunaannya untuk aplikasi biomedi, seperti pelembab kulit, penyembuh luka, anti koagulan, jahitan pada luka, obat-obatan, bahan vaksin, dan dietary fiber. Baru-baru ini, penggunaan kitosan dan derivatnya telah banyak dikembangkan sebagai proses mineralisasi, atau pembentukan tulang stimulin endoktrin (Irawan, 2007).

Kegunaan turunan kitosan dalam bentuk N-alkil kitosan antara lain, perbaikan jaringan biologis (acaffolds), sensor, bahan bakar sel (membran), model studi interaksi membran biologis, pelapisan untuk anti bakteri, penyusun DNA, produk kosmetik, bahan pembawa obat, dan pelapisan membran. Palmitil kitosan kira-kira 10 % telah digunakan untuk kapsul sebagai pelepas obat secara terkontrol

(Aranaz et al.,2010).

2.5 Gliserol

Gliserol ialah suatu trihidroksi alkohol yang terdiri atas 3 atom karbon. Jadi tiap atom karbon mempunyai gugus –OH. Satu molekul gliserol dapat mengikat satu, dua, tiga molekul asam lemak dalam bentuk ester, yang disebut monogliserida, digliserida dan trigliserida. Adapun rumus molekul gliserin dapat ditunjukkan pada Gambar 2.2 :


(16)

CH2OH |

CHOH |

CH2OH

Gambar 2.2 Rumus Molekul Gliserol

Sifat fisik dari gliserol :

- Merupakan cairan tidak berwarna - Tidak berbau

- Cairan kental dengan rasa yang manis - Densitas 1,261

- Titik lebur 18,2C - Titik didih 290 C

Gliserol juga digunakan sebagai penghalus pada krim cukur, sabun, dalam obat batuk dan syrup atau untuk pelembab (Hart, 1983).

Gliserol ialah suatu trihidroksi alkohol yang terdiri atas tiga atom karbon. Jadi tiap karbon mempunyai gugus –OH. Gliserol dapat diperoleh dengan jalan penguapan hati-hati, kemudian dimurnikan dengan distilasi pada tekanan rendah. Pada umumnya lemak apabila dibiarkan lama di udara akan menimbulkan rasa dan bau yang tidak enak. Hal ini disebabkan oleh proses hidrolisis yang menghasilkan asam lemak bebas. Di samping itu dapat pula terjadi proses oksidasi terhadap asam lemak tidak jenuh yang hasilnya akan menambah bau dan rasa yang tidak enak. Oksidasi asam lemak tidak jenuh akan menghasilkan peroksida dan selanjutnya akan terbentuk aldehida. Inilah yang menyebabkan terjadinya bau dan rasa yang tidak enak atau tengik. Gliserol yang diperoleh dari hasil penyabunan lemak atau minyak adalah suatu zat cair yang tidak berwarna dan mempunyai rasa yang agak manis. Gliserol larut baik dalam air dan tidak larut dalam eter. Gliserol digunakan dalam industri farmasi dan kosmetika sebagai bahan dalam preparat yang dihasilkan. Di samping itu gliserol berguna bagi kita untuk sintesis lemak di dalam tubuh. Gliserol yang diperoleh dari hasil penyabunan lemak atau minyak adalah suatu zat cair yang tidak berwarna dan mempunyai rasa yang agak manis, larut dalam air dan tidak larut dalam eter (Poedjiadi, 2006).


(17)

2.6 Ultrasonic Bath

Ultrasonic menggunakan gelombang suara dengan frekuensi tinggi untuk proses agitasi dalam larutan. Kavitasi gelembung disebabkan oleh proses agitasi pada kontaminan yang terdapat dalam substrat. Proses ini juga berguna dalam blind-hole, peretakan dan peredaman.(Todd,R.H. 1970)

Degradasi yang berarti sebuah proses penurunan ireversibel dari panjang rantai yang disebabkan oleh pembelahan, dan tidak tentu dalam setiap perubahan kimia yang mengacu pada rantai polimer. Sejumlah besar penelitian telah menunjukkan bahwa laju degradasi dan Mlim tidak sensitif terhadap sifat polimer ketika disonikasi dalam kondisi yang sama. Encina dkk, menemukan bahwa tingkat degradasi poli (vinil pirolidon) meningkat sepuluh kali lipat ketika polimer disiapkan dengan sejumlah kecil peroksida pada rantai tersebut dan pembelahan rantai dapat terjadi secara istimewa di titik-titik lemah dalam rantai.(Suslick, K.1999)

Proses degradasi bergantung kepada berat molekul, yaitu molekul dengan rantai lebih panjang lebih utama dihilangkan dan polidispersitas polimer berubah. Dengan demikian, degradasi dapat digunakan sebagai proses tambahan sebagai parameter dalam mengontrol distribusi berat molekul. Dalam keseluruhan polimer dengan rantai karbon dipelajari pada saat ini, produk utama degradasi diperoleh ketika bahan radikal yang timbul dari kerusakan ikatan homolytic sepanjang rantai. Bukti radikal makromolekul muncul dari proses percobaan penangkapan radikal serta dari penggunaan resonansi spin elektron spektroskopi (Tabata, M.1980).

Proses degradasi lebih cepat dengan berat molekul lebih rendah pada temperatur yang lebih rendah dalam larutan dengan pelarut yang memiliki volatilitas yang lebih rendah juga. Pola ini mengikuti pengaruh dari parameter pada pengurangan gelembung pengkavitasi. Sonikasi pada suhu yang lebih tinggi atau dalam pelarut yang mudah menguap menghasilkan uap lebih banyak masuk ke gelembung dan terjadi penurunan pelunakan, sehingga tingkat kekerasan nya berkurang. Dalam larutan encer, rantai polimer tidak terjerat dan bebas untuk bergerak dalam daerah aliran sekitar gelembung. Seperti yang diharapkan, degradasi lebih efisien pada intensitas ultrasonik yang lebih tinggi, karena semakin banyak jumlah gelembung dengan jari-jari yang lebih besar. (Suslick, K.1999)


(18)

Kebanyakan dari senyawa polimer organik dipersiapkan dari monomer dengan ikatan rangkap reaktif yang mengalami proses pertumbuhan rantai atau raeksi addisi. Proses kavitasi dapat menghasilkan radikal dengan konsentrasi tinggi. Oleh karena itu, penerapan ultrasonic sangat terkendali dengan adanya metode inisiasi. Air itu sendiri sangat rentan terhadap kavitasi, dalam proses awal secara sonokimia menghasilkan radikal H• dan OH• yang digunakan oleh Henglein,A (1954) untuk menyiapkan larutan poliakrilonitril

2.7 Natrium Tripoliphosfat

Natrium tripolifosfat atau sodium tripolyphospate (TPP) biasa dikenal juga dengan nama triphosphate atau pentasodium tripolyphosohate (Na5P3O10) merupakan rantai lurus hasil derivatisasi dari asam fosforat. Natrium Tripolifosfat memiliki bobot molekul sebesar 367,86 dengan komposisi Na 31,25%, O 43,49%, dan P 25,26% (O’neil dkk,2006).

Natrium tripolifosfat dihasilkan dengan memanaskan campuran stoikiometri disodium fosfat (Na2HPO4) dan monosodium fosfat (NaH2PO4) dibawah kondisi terkontrol. Natrium tripolifosfat adalah garam tak berwarna yang terdapat baik dalam bentuk anhidrat maupun dalam bentuk heksahidrat, serta sedikit higroskopik. Kelarutan natrium tripolifosfat (g/100 mL) pada suhu 25oC adalah 20g dan pada suhu 100oC adalah 86,5g. Larutan natrium tripolifosfat konsentrasi 1% memiliki pH 9,7 – 9,8. Apabila natrium tripolifosfat dipanaskan dalam waktu yang panjang, maka senyawa tersebut akan kembali menjadi bentuk ortopospat. Stabilitas senyawa ini lebih tinggi daripada metafosfat, tetapi lebih tidak stabil bila dibandingkan dengan tetrasodium pirosfat (O’Neil dkk., 2006). Dalam teknologi farmasi, tripolifosfat (TPP) digunakan sebagai bahan dalam pembuatan nano kitosan dan sistem mikropartikel. Pada tahun 1989, Bodemeier dkk., pertama kali meneliti tentang enkapsulasi obat dengan gelasi ionotropik yang disebabkan oleh pembentukan inter dan intramolekuler sambung silang antara kitosan yang bermuatan positif dengan tripolifosfat yang bersifat polianionik. Kitosan memiliki bobot jenis grup amina yang tinggi pada bagian belakangnya dan gugus amina tersebut terprotonasi untuk membentuk –NH3+ dalam larutan asam.

Muatan positif kitosan tersebut dapat mengalami sambung silang secara Kimiawi dengan dialdehid seperti glutaraldehid dan ethylene glycol diglycidyl ether,


(19)

atau sambung silang secara fisika dengan anion multivalen turunan dari natrium tripolifosfat (TPP), sitrat, dan sulfat (Kafshgari dkk., 2011).

TPP dipilih sebagai senyawa sambung silang pada gelasi ionik Kitosan karena sifatnya yang non toksik, mampu membentuk gel dengan cepat, lebih stabil, dan memiliki karakter penembusan membran yang lebih baik (Yu-Hsin Lin dkk., 2008). Selain itu, proses gelasi ionik kitosan dengan TPP sebagai senyawa sambung silang mudah untuk dilakukan scale-up penjerapan dalam proses pembentukan partikel. Nanopartikel kitosan dipreparasi dengan TPP sebagai senyawa sambung silang anionik homogen dan kitosan yang memiliki muatan permukaan positif yang membuat keduanya sesuai untuk aplikasi pada adesi mukosa (Gan dan Wang, 2007).

Proses modifikasi kitosan dengan TPP ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu konsentrasi kitosan, pH TPP dan waktu terjadinya sambung silang (Ko dkk., 2003). Kitosan dengan pKa 6,5 merupakan polikationik, ketika dilarutkan dalam asam, amina bebas dari kitosan akan terprotonasi menghasilkan –NH3+. TPP dilarutkan dalam air hingga diperoleh ion hidroksil dan ion tripolifosfat. Ion tersebut dapat bergabung dengan struktur dari kitosan. Pada penelitian Bhumkar dan Pokharkar (2006) dinyatakan bahwa derajat sambung silang kitosan dan TPP dipengaruhi oleh keberadaan sisi kationik dan senyawa anionik sehingga pH TPP memiliki peran penting selama proses sambung silang. Proses sambung silang dapat dilakukan pada dua kondisi pH, yaitu pH 3 dan pH 9. Pada pH 3 hanya dihasilkan ion tripolifosfat yang akan berinteraksi dengan –NH3+ dari kitosan sehingga pada kondisi tersebut diperoleh kitosan-TPP yang didominasi oleh interaksi ionik. Sedangkan pada pH 9, dihasilkan ion hidroksil dan tripolifosfat. Kedua ion tersebut berkompetisi untuk berinteraksi dengan –NH3+. Pada kondisi tersebut sambung silang kitosandidominasi oleh deprotonasi oleh ion hidroksil (Bhumkar dan Pokharkar,2006)

2.7 Particle Size Size Analyzer

Ada beberapa cara yang bisa digunakan untuk mengetahui ukuran suatu partikel yaitu:

1. Metode ayakan (Sieve analyses) 2. Laser Diffraction (LAS)


(20)

3. Metode sedimentasi

4. Electronical Zone Sensing (EZS) 5. Analisa gambar (mikrografi) 6. Metode kromatografi

7. Ukuran aerosol submikron dan perhitungan.

Sieve analyses (analisi ayakan) dalam dunia farmasi sering kali digunakan dalam bidang mikromeritik yaitu ilmu yang mempelajari tentang ilmu dan teknologi partikel kecil. Metode yang paling umum digunakan adalah analisa gambar (mikrografi). Metode ini meliputi metode mikroskopi dan metode holografi. Alat yang sering digunakan biasanya SEM, TEM dan AFM. Namun seiring dengan dengan berkembangnya ilmu pengetahuan yang lebih mengarah ke era nanotekmologi, para peneliti mulai menggunakan Laser Diffraction (LAS). Metode ini dinilai lebih akurat untuk bila dibandingkan dengan metode analisa gambar maupun metode ayakan, terutama untuk sampel – sampel dalam orde nanometer maupun submicron (Lusi,2011)

Contoh alat yang menggunakan metode LAS adalah Particle Size Analyzer (PSA), Metode LAS bisa dibagi dalam dua metode yaitu :

1. Metode Basah : metode ini menggunakan media pendispersi untuk mendispersi material uji.

2. Metode kering : metode ini memanfaatkan udara atau aliran udara untuk melarutkan partikel dan membawanya ke sensing zone. Metode ini baik digunakan untuk ukuran yang kasar, dimana hubungannya antar partikel lemah dan kemungkinan untuk beraglomerasi kecil.

Keunggulan penggunaan Particle Size Analyzer (PSA) untuk mengetahui ukuran partikel :

1. Lebih akurat, pengukuran partikel dengan menggunakan PSA lebih akurat jika dibandingkan dengan pengukuran partikel dengan alat lain seperti XRD. Hal ini dikarenakan partikel didispersikan kedalam media sehingga ukuran partikel yang terukur adalah ukuran dari single particle.

2. Hasil pengukuran dalam bentuk distribusi, sehingga dapat menggambarkan keseluruhan kondisi sample.


(21)

Gambar 2.3 Instrumentasi PSA

Pengukuran partikel dengan menggunakan PSA biasanya menggunakan metode basah. Metode ini dinilai lebih akurat jika dibandingkan dengan metode kering ataupun pengukuran partikel dengan metode ayakan dan analisa gambar. Terutama untuk sampel-sampel dalam orde nanometer dan submicron yang biasanya memiliki kecenderungan aglomerasi yang tinggi. Hal ini dikarenakan partikel didispersikan kedalam media sehingga pertikel tidak saling beraglomerasi (menggumpal). Dengan demikian ukut=ran partikel yang terukur adalah ukuran dari single particle. Selain itu hasil pengukuran dalam bentuk distribusi , sehingga hasil pengukuran dapat diasumsikan sudah menggambarkan keseluruhan kondisi sampel. Beberapa analisa yang dilakukan antara lain :

1. Menganalisa ukuran partikel

2. Menganalisa nilai zeta potensial dari suatu larutan sampel

3. Mengukur tegangan permukaan dari partikel clay bagi industry keramik dan sejenisnya. Dimana hal ini akan berpengaruh pada struktur lapisan clay.

4. Mengetahui zeta potensial coagulant untuk proses coagulasi partikel pengotor bagi industri WTP (Water Treatment Plant)

5. Mengetahui ukuran partikel tegangan permukaan dari densitas pada emulsi yang digunakan produk-produk industri beverage. (Nanortim,2010)


(22)

2.8 Ball Mill

Sebuah pabrik bola adalah jenis penggiling digunakan untuk menggiling dan berbaur bahan untuk digunakan dalam mineral proses, cat, kembang api, keramik dan laser sintering selektif.

Gambar 2.4 Bulatan Ball Mill

2.8.1 Prinsip Ball Mill 2.8.1.1 Konstruksi Sunting

Sebuah pabrik bola terdiri dari shell silinder berongga berputar pada porosnya. Sumbu shell dapat berupa horizontal atau pada sudut kecil untuk horisontal. Hal ini sebagian diisi dengan bola. Media grinding adalah bola, yang dapat dibuat dari baja (krom baja), stainless steel atau karet. Permukaan dalam shell silinder biasanya dilapisi dengan bahan tahan abrasi seperti baja mangan atau karet. Kurang memakai berlangsung di karet berjajar pabrik, seperti ban berkendara Sepro Grinding Mill. Panjang pabrik kira-kira sama dengan diameternya.

2.8.2 Cara Kerja Ball Mill

Dalam kasus pabrik bola terus beroperasi, material menjadi tanah diberi makan dari kiri melalui 60 ° kerucut dan produk dibuang melalui 30 ° kerucut ke kanan. Sebagai berputar shell, bola yang diangkat di sisi kenaikan shell dan kemudian mereka kaskade turun (atau drop down pada feed), dari dekat bagian atas shell. Dengan demikian, partikel padat di antara bola yang digiling dan dikurangi ukurannya dengan dampak.

2.8.3 Aplikasi Ball Mill

Ball mill digunakan untuk menggiling bahan seperti batu bara, pigmen, dan felspar untuk tembikar. Grinding dapat dilakukan baik basah atau kering tetapi dapat dilakukan pada kecepatan rendah. Blending bahan peledak adalah contoh dari sebuah aplikasi untuk bola karet.

Sebuah pabrik bola, jenis penggiling, adalah perangkat silinder yang digunakan dalam penggilingan (atau pencampuran) bahan-bahan seperti bijih, bahan kimia, bahan


(23)

baku keramik dan cat. Pabrik bola berputar di sekitar sumbu horisontal, sebagian diisi dengan bahan yang akan digiling ditambah media grinding. Bahan yang berbeda digunakan sebagai media, termasuk bola keramik, kerikil batu dan bola stainless steel. Efek Cascading internal yang mengurangi bahan menjadi bubuk halus. Pabrik bola industri dapat beroperasi terus menerus, makan di salah satu ujung dan dibuang di ujung lain. Besar untuk menengah pabrik bola secara mekanis diputar pada sumbu mereka, tapi yang kecil biasanya terdiri dari silinder tertutup kontainer yang duduk di dua drive shaft (puli dan sabuk digunakan untuk mengirimkan gerakan berputar). Sebuah fungsi tumbler batu pada prinsip yang sama. Pabrik bola juga digunakan dalam kembang api dan pembuatan bubuk hitam, tetapi tidak dapat digunakan dalam penyusunan beberapa campuran piroteknik seperti flash powder karena kepekaan mereka untuk dampak. Pabrik bola berkualitas tinggi berpotensi mahal dan dapat menggiling partikel campuran untuk sekecil 5 nm, sangat besar meningkatkan luas permukaan dan reaksi tarif. Grinding bekerja pada prinsip kecepatan kritis. Kecepatan kritis dapat dipahami sebagai kecepatan yang setelah itu bola baja (yang bertanggung jawab untuk grinding partikel) mulai berputar sepanjang arah perangkat silinder; sehingga menyebabkan tidak lebih grinding. Pabrik bola yang digunakan secara luas dalam proses paduan mekanik [2] di mana mereka tidak hanya digunakan untuk menggiling tapi untuk pengelasan dingin juga, dengan tujuan menghasilkan paduan dari bubuk.

High-energy Ball milling

Laboratory scale ball mill

Pabrik bola adalah bagian kunci dari peralatan untuk menggiling bahan hancur, dan itu secara luas digunakan dalam jalur produksi untuk serbuk seperti semen, silikat, bahan tahan api, pupuk, keramik kaca, dll serta bijih ganti dari kedua besi dan logam non-ferrous. Ball mill dapat menggiling berbagai bijih dan bahan lain baik basah atau kering. Ada dua jenis ball mill, jenis parut dan jenis overfall karena cara yang berbeda dari materi pemakaian. Ada banyak jenis media yang cocok untuk digunakan menggiling dalam ball mill, masing-masing bahan memiliki sifat sendiri yang spesifik dan keuntungan. Sifat utama media grinding adalah ukuran, densitas, kekerasan, dan komposisi dengan penjelasan sebagai berikut :


(24)

a. Ukuran: Semakin kecil partikel media, semakin kecil ukuran partikel dari produk akhir. Pada saat yang sama, partikel grinding media harus secara substansial lebih besar dari potongan-potongan terbesar dari bahan yang akan digiling.

b. Kepadatan: Media harus lebih padat dari bahan yang tanah. Hal ini menjadi masalah jika media grinding mengapung di atas material yang akan tanah.

c. Kekerasan: Media grinding harus cukup untuk menggiling bahan tahan lama, tapi mana mungkin seharusnya tidak begitu sulit itu juga memakai bawah gelas yang dengan cepat.

d. Komposisi: Berbagai aplikasi grinding memiliki persyaratan khusus. Beberapa persyaratan ini didasarkan pada fakta bahwa beberapa media grinding akan di produk jadi. Lainnya didasarkan pada bagaimana media akan bereaksi dengan bahan yang tanah.

Di mana warna produk jadi penting, warna dan material dari media grinding harus dipertimbangkan. Dimana kontaminasi rendah adalah penting, media grinding dapat dipilih untuk kemudahan pemisahan dari produk jadi (yaitu: debu baja yang dihasilkan dari media stainless steel dapat magnetis dipisahkan dari produk non-ferrous). Sebuah alternatif untuk pemisahan adalah dengan menggunakan media dari bahan yang sama sebagai produk yang tanah.

Produk yang mudah terbakar memiliki kecenderungan untuk menjadi eksplosif dalam bentuk bubuk. Media baja dapat memicu, menjadi sumber pengapian untuk produk ini. Entah Media basah-grinding, atau non-memicu seperti keramik atau memimpin harus dipilih. Beberapa media, seperti besi, dapat bereaksi dengan bahan korosif. Untuk alasan ini, media stainless steel, keramik, dan batu gerinda dapat setiap digunakan bila zat korosif hadir selama grinding.

Ruang penggilingan juga dapat diisi dengan perisai gas inert yang tidak bereaksi dengan bahan yang dasar, untuk mencegah oksidasi atau ledakan reaksi yang bisa terjadi dengan udara ambien di dalam pabrik.

2.8.4 Kuntungan Dari Ball Mill Varietas Sunting

Selain pabrik bola umum ada jenis kedua pabrik bola disebut ball mill planet. Pabrik bola planet yang lebih kecil dari pabrik bola umum dan terutama digunakan di laboratorium untuk menggiling bahan sampel ke ukuran yang sangat kecil. Sebuah pabrik bola planet terdiri dari setidaknya satu grinding jar yang diatur eksentris pada disebut matahari roda. Arah gerakan roda matahari berlawanan dengan yang dari botol


(25)

grinding (rasio: 1: -2 atau 1: -1 atau yang lain). Bola grinding dalam stoples penggilingan dikenakan gerakan rotasi ditumpangkan, yang disebut pasukan Coriolis. Perbedaan kecepatan antara bola dan penggilingan guci menghasilkan interaksi antara gaya gesek dan dampaknya, yang melepaskan energi dinamis tinggi. Interaksi antara kekuatan-kekuatan ini menghasilkan tingkat tinggi dan sangat efektif pengurangan ukuran ball mill planet. (https://en.m.wikipedia.org/wiki/Ball_mill)


(26)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kemampuan kitosan yang diterapkan dalam berbagai bidang industri modern, misalnya farmasi, biokimia, kosmetika, industri pangan, dan industri tekstil mendorong untuk terus dikembangkannya berbagai penelitian yang menggunakan kitosan, termasuk melakukan modifikasi kitosan secara kimia atau fisik.

Modifikasi kimia menghasilkan perbaikan stabilitas kitosan melalui fungsionalisasi gugus fungsi yang ada, perbaikan ukuran pori kitosan dapat dilakukan dengan menggunakan intrumentasi dan bahan kimia untuk menaikkan kapasitas adsorpsi kitosan apabila kitosan dipadukan dengan polimer lain. Modifikasi fisik pada kitosan mencakup perubahan ukuran partikel atau butir kitosan menjadi lebih kecil untuk pemanfaatan yang lebih luas. Oleh karena itu, perkembangan modifikasi fisik dan kimia mengarah ke bentuk nanopartikel (Wahyono 2010).

Pembuatan nanopartikel dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain komposisi material dan metode yang digunakan. Untuk nanopartikel kitosan, komposisi material yang digunakan adalah kitosan, TPP dan surfaktan. Metode pembuatan nanopartikel merupakan faktor lain yang menentukan selain komposisi material. Banyak metode yang dikembangkan untuk menghasilkan nanopartikel dan morfologi yang seragam (Wahyono 2010).

Penelitian nanopartikel kitosan terus dikembangkan dan dari serbuk dengan menggunakan instrument belum banyak dilakukan baik dalam penentuan komposisi maupun pencarian metode yang sesuai akan tetapi dalam pembuatan kitosan yang berstabilitas dan berkualitas tinggi biasanya diperlukan metode yang cukup sulit. Untuk itu, dilakukan teknik atau metode yang prosesnya lebih efisien dan sederhana untuk memudahkan dalam pembuatan kitosan nano.


(27)

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk meneliti tentang pengaruh ukuran partikel pada pembuatan kitosan nano dengan menggunakan ultrasonicbath.

1.2 Perumusan Masalah

Apakah pengaruh ukuran partikel dapat dibuat kitosan nano dengan menggunakan ultrasonic bath ?

1.3Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini permasalahan dibatasi pada:

1. Kitosan yang digunakan adalah kitosan komersil. 2. Kitosan yang digunakan adalah kitosan molekul tinggi.

3. Penyediaan kitosan nano partikel setelah melalui ballmill dengan penambahan tripoliposfat dan gliserin.

1.4Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui cara penyediaan ukuran mikro partikel kitosan dan nano partikel kitosan yang diperoleh dalam penelitian.

1.5 Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang cara penyediaan dan ukuran mikro partikel dan nano partikel kitosan dari kitosan molekul tinggi.

1.6Lokasi penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia USU dan Laboratorium Terpadu USU.


(28)

1.7 Metodologi Penelitian

Penelitian ini adalah eksperimental laboratorium, dimana untuk penyediaan kitosan mikro partikel, dilarutkan kitosan sebanyak 3 g didalam 1000 mL asam asetat 1% diaduk hingga homogen. Kemudian 1000 mL larutan kitosan ditambahkan 40 mL larutan tripoliposfat 0.1% kemudian diaduk hingga homogen dengan pengaduk selama 20 menit. Untuk penyediaan kitosan nano partikel dilakukan penambahan gliserin 2 mL dan diletakkan pada ultrasonicbath selama 30 menit. Pengukuran partikel dilakukan dengan alat PSA (Particle size analyzer).


(29)

PENGARUH PENGGUNAAN BALL MILL TERHADAP UKURAN

PARTIKEL PADA PEMBUATAN KITOSAN NANO DENGAN

MENGGUNAKAN ULTRASONIC BATH

ABSTRAK

Telah dilakukan studi pengaruh partikel pada pembuatan kitosan nano dengan menggunakan ultrasonic bath. Pada penelitian ini, untuk kitosan molekul tinggi dengan ukuran 120mvh dibuat dengan 2 (dua) perlakuan yaitu dengan menggunakan Ball mill dan tanpa menggunakan Ball mill. Setelah itu pembuatan kitosan nano dengan menggunakan larutan natrium tripoliposfat 0.1% dan kemudian dimasukkan kedalam ultra sonicbath. Karakterisasi dilakukan dengan uji Partikel Size Analizer dan Scanning Electron Mikroskop. Hasil uji partikel untuk kitosan tanpa melalui Ball mill diperoleh sebesar 466.25 nm dan untuk kitosan melalui Ball mill diperoleh sebesar 93.26 nm. Data SEM menunjukkan adanya perbedaan, ini menunjukkan kitosan nano lebih merata ukuran partikelnya yang terbentuk.


(30)

THE EFFECT OF USING A BALL MILL FOR THE MANUFACTURE OF CHITOSAN NANO PARTICLES NY USING ULTRASONIC BATH

ABSTRACT

Has been studies the effects of the particles on the manufacture of nano chitosan using ultrasonic bath. Has been studied, the high molecular chitosan with a size of 120 mvh made by two treatments, namely using a ball mill and without using a ball mill. After the making of chitosan nano by using a solution of 0.1% natrium tripoliposfat and then inserted into ultrasonic bath. Characterization is done with the test particle size analyser and scanning electron microscopy. Test results for chitosan particles without going through the ball mill obtained at 466.25 nm and for chitosan through the ball mill obtained at 93.26 nm. SEM shows the differences in the data, this indicates a more equitable chitosan nano particle size were formed.


(31)

PENGARUH PENGGUNAAN BALL MILL TERHADAP

UKURAN PARTIKEL PADA PEMBUATAN KITOSAN NANO

DENGAN MENGGUNAKAN ULTRASONIC BATH

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

AYU SAKINAH 130822030

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2016


(32)

PENGARUH PENGGUNAAN BALL MILL TERHADAP

UKURAN PARTIKEL PADA PEMBUATAN KITOSAN NANO

DENGAN MENGGUNAKAN ULTRASONIC BATH

SKRIPSI

AYU SAKINAH 130822030

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2016


(33)

PERSETUJUAN

Judul : Pengaruh Penggunaan Ball Mill Terhadap Ukuran Partikel Pada Pembuatan Kitosan Nano Dengan Menggunakan Ultrasonic Bath Kategori : Skripsi

Nama : Ayu sakinah Nim : 130822030

Program Studi : Ekstensi (S1) Kimia Departemen : Kimia

Fakultas : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Disetujui

Di Medan, Januari 2016

Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Prof. Dr.Zul Alfian, M.Sc Prof. Dr. Harry Agusnar. M.Sc, M.Phill NIP. 195504051983031002 NIP.195308171983031002

Diketahui/Disetujui Oleh

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua

Dr.Rumondang bulan Nst, MS NIP.19450830195032001


(34)

PERNYATAAN

PENGARUH PENGGUNAAN BALL MILL TERHADAP

UKURAN PARTIKEL PADA PEMBUATAN KITOSAN NANO

DENGAN MENGGUNAKAN ULTRASONIC BATH

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri. Kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Januari 2016

Ayu Sakinah 130822030


(35)

PENGHARGAAN

Bismillahirrahmanirrahim, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Kimia di Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

Dalam kesempatan ini penulis juga ingin berterima kasih yang sebesar – besarnya kepada Prof.Dr.Harry Agusnar,M.Sc,Phill selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan judul skripsi ini serta wujud ajar dan bimbingan hingga selesainya skripsi ini. Prof.Dr.Zul Alfian selaku dosen pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan pengarahan, motivasi dan pemikiran sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan skripsi ini. Ibu Dr.Rumondang Bulam, MS selaku ketua Departemen Kimia FMIPA USU dan Bapak Drs. Albert Pasaribu, M.Sc selaku sekertaris Departemen Kimia FMIPA USU yang turut memberikan pengarahan dan mensahkan skripsi ini. Bapak dan ibu staff Dosen Departemen Kimia FMIPA USU yang telah memberikan ilmunya selama masa studi penulis.


(36)

PENGARUH PENGGUNAAN BALL MILL TERHADAP UKURAN

PARTIKEL PADA PEMBUATAN KITOSAN NANO DENGAN

MENGGUNAKAN ULTRASONIC BATH

ABSTRAK

Telah dilakukan studi pengaruh partikel pada pembuatan kitosan nano dengan menggunakan ultrasonic bath. Pada penelitian ini, untuk kitosan molekul tinggi dengan ukuran 120mvh dibuat dengan 2 (dua) perlakuan yaitu dengan menggunakan Ball mill dan tanpa menggunakan Ball mill. Setelah itu pembuatan kitosan nano dengan menggunakan larutan natrium tripoliposfat 0.1% dan kemudian dimasukkan kedalam ultra sonicbath. Karakterisasi dilakukan dengan uji Partikel Size Analizer dan Scanning Electron Mikroskop. Hasil uji partikel untuk kitosan tanpa melalui Ball mill diperoleh sebesar 466.25 nm dan untuk kitosan melalui Ball mill diperoleh sebesar 93.26 nm. Data SEM menunjukkan adanya perbedaan, ini menunjukkan kitosan nano lebih merata ukuran partikelnya yang terbentuk.


(37)

THE EFFECT OF USING A BALL MILL FOR THE MANUFACTURE OF CHITOSAN NANO PARTICLES NY USING ULTRASONIC BATH

ABSTRACT

Has been studies the effects of the particles on the manufacture of nano chitosan using ultrasonic bath. Has been studied, the high molecular chitosan with a size of 120 mvh made by two treatments, namely using a ball mill and without using a ball mill. After the making of chitosan nano by using a solution of 0.1% natrium tripoliposfat and then inserted into ultrasonic bath. Characterization is done with the test particle size analyser and scanning electron microscopy. Test results for chitosan particles without going through the ball mill obtained at 466.25 nm and for chitosan through the ball mill obtained at 93.26 nm. SEM shows the differences in the data, this indicates a more equitable chitosan nano particle size were formed.


(38)

DAFTAR ISI

Persetujuan ii

Pernyataan iii

Penghargaan iv

Abstrak v

Abstract vi

Daftar Isi vii

Daftar Tabel viii

Daftar Gambar ix

Daftar Lampiran x

Bab 1. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 2

1.3 Pembatasan Masalah 2

1.4 Tujuan Penelitian 2

1.5 Manfaat Penelitian 2

1.6 Lokasi Penelitian 3

1.7 Metodologi Penelitian 3

Bab 2. Tinjauan Pustaka

2.1 Kitosan 4

2.2 Miko Kitosan 5

2.3 Nano Kitosan 6

2.4 Kegunaan Kitosan dan turunannya 7

2.5 Gliserol 8

2.6 Ultrasonic Bath 10

2.7 Natrium Tripoliphosfat 11

2.8 Particle Size Analyzer 12

2.9 Ball Mill 15

Bab 3. Metode Penelitian

3.1 Alat dan Bahan 19

3.1.1 Alat 19

3.1.2 bahan 19

3.2 Prosedur Penelitian

3.2.1 Pembuatan Larutan pereaksi 20

3.2.1.1 Larutan Asam Asetat 1% 20

3.2.1.2 Larutan Natrium Tripolifospat 1% (Na5P3O10) 20

3.2.1.3 Larutan Kitosan 0.3 % 20

3.2.2 Penyediaan Nano Kitosan 20 3.3 Bagan Penelitian

3.3.1 Pembuatan Larutan Asam Asetat 1% 21 3.3.2 Pembuatan Larutan Natrium Tripolifospat 1% (Na5P3O10) 21 3.3.3 Pembuatan Larutan Kitosan 0.3% 22


(39)

3.3.4 Penyediaan Nano Kitosan 22

Bab 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Hasil penelitian

4.1.1 Data Pengukuran Particle Size Analizer 23 4.1.2 Data Pengukuran Scanning Electron Microscopy 24

4.2 Pembahasan 25

Bab 5. Kesimpulan dan Saran

5.1 Kesimpulan 26

5.2 Saran 26

Daftar Pustaka


(1)

PERNYATAAN

PENGARUH PENGGUNAAN BALL MILL TERHADAP

UKURAN PARTIKEL PADA PEMBUATAN KITOSAN NANO

DENGAN MENGGUNAKAN ULTRASONIC BATH

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri. Kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Januari 2016

Ayu Sakinah 130822030


(2)

PENGHARGAAN

Bismillahirrahmanirrahim, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Kimia di Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

Dalam kesempatan ini penulis juga ingin berterima kasih yang sebesar – besarnya kepada Prof.Dr.Harry Agusnar,M.Sc,Phill selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan judul skripsi ini serta wujud ajar dan bimbingan hingga selesainya skripsi ini. Prof.Dr.Zul Alfian selaku dosen pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan pengarahan, motivasi dan pemikiran sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan skripsi ini. Ibu Dr.Rumondang Bulam, MS selaku ketua Departemen Kimia FMIPA USU dan Bapak Drs. Albert Pasaribu, M.Sc selaku sekertaris Departemen Kimia FMIPA USU yang turut memberikan pengarahan dan mensahkan skripsi ini. Bapak dan ibu staff Dosen Departemen Kimia FMIPA USU yang telah memberikan ilmunya selama masa studi penulis.


(3)

PENGARUH PENGGUNAAN BALL MILL TERHADAP UKURAN

PARTIKEL PADA PEMBUATAN KITOSAN NANO DENGAN

MENGGUNAKAN ULTRASONIC BATH

ABSTRAK

Telah dilakukan studi pengaruh partikel pada pembuatan kitosan nano dengan menggunakan ultrasonic bath. Pada penelitian ini, untuk kitosan molekul tinggi dengan ukuran 120mvh dibuat dengan 2 (dua) perlakuan yaitu dengan menggunakan Ball mill dan tanpa menggunakan Ball mill. Setelah itu pembuatan kitosan nano dengan menggunakan larutan natrium tripoliposfat 0.1% dan kemudian dimasukkan kedalam ultra sonicbath. Karakterisasi dilakukan dengan uji Partikel Size Analizer dan Scanning Electron Mikroskop. Hasil uji partikel untuk kitosan tanpa melalui Ball mill diperoleh sebesar 466.25 nm dan untuk kitosan melalui Ball mill diperoleh sebesar 93.26 nm. Data SEM menunjukkan adanya perbedaan, ini menunjukkan kitosan nano lebih merata ukuran partikelnya yang terbentuk.


(4)

THE EFFECT OF USING A BALL MILL FOR THE MANUFACTURE OF CHITOSAN NANO PARTICLES NY USING ULTRASONIC BATH

ABSTRACT

Has been studies the effects of the particles on the manufacture of nano chitosan using ultrasonic bath. Has been studied, the high molecular chitosan with a size of 120 mvh made by two treatments, namely using a ball mill and without using a ball mill. After the making of chitosan nano by using a solution of 0.1% natrium tripoliposfat and then inserted into ultrasonic bath. Characterization is done with the test particle size analyser and scanning electron microscopy. Test results for chitosan particles without going through the ball mill obtained at 466.25 nm and for chitosan through the ball mill obtained at 93.26 nm. SEM shows the differences in the data, this indicates a more equitable chitosan nano particle size were formed.


(5)

DAFTAR ISI

Persetujuan ii

Pernyataan iii

Penghargaan iv

Abstrak v

Abstract vi

Daftar Isi vii

Daftar Tabel viii

Daftar Gambar ix

Daftar Lampiran x

Bab 1. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 2

1.3 Pembatasan Masalah 2

1.4 Tujuan Penelitian 2

1.5 Manfaat Penelitian 2

1.6 Lokasi Penelitian 3

1.7 Metodologi Penelitian 3

Bab 2. Tinjauan Pustaka

2.1 Kitosan 4

2.2 Miko Kitosan 5

2.3 Nano Kitosan 6

2.4 Kegunaan Kitosan dan turunannya 7

2.5 Gliserol 8

2.6 Ultrasonic Bath 10

2.7 Natrium Tripoliphosfat 11

2.8 Particle Size Analyzer 12

2.9 Ball Mill 15

Bab 3. Metode Penelitian

3.1 Alat dan Bahan 19

3.1.1 Alat 19

3.1.2 bahan 19

3.2 Prosedur Penelitian

3.2.1 Pembuatan Larutan pereaksi 20

3.2.1.1 Larutan Asam Asetat 1% 20

3.2.1.2 Larutan Natrium Tripolifospat 1% (Na5P3O10) 20

3.2.1.3 Larutan Kitosan 0.3 % 20

3.2.2 Penyediaan Nano Kitosan 20

3.3 Bagan Penelitian

3.3.1 Pembuatan Larutan Asam Asetat 1% 21

3.3.2 Pembuatan Larutan Natrium Tripolifospat 1% (Na5P3O10) 21


(6)

3.3.4 Penyediaan Nano Kitosan 22 Bab 4. Hasil dan Pembahasan

4.1 Hasil penelitian

4.1.1 Data Pengukuran Particle Size Analizer 23

4.1.2 Data Pengukuran Scanning Electron Microscopy 24

4.2 Pembahasan 25

Bab 5. Kesimpulan dan Saran

5.1 Kesimpulan 26

5.2 Saran 26

Daftar Pustaka Lampiran